Anda di halaman 1dari 18

II.

KAJIAN PUSTAKA

A. Kemampuan Sosial Anak Usia Dini

Kemampuan sosial adalah kemampuan anak untuk mengelola emosi dirinya

dengan orang lain yang berkenaan dengan hati dan kepedulian antar sesama

manusia serta kemampuan untuk mengelola emosi diri sendiri maupun orang lain

sehingga ia bisa berinteraksi dengan baik dengan teman-teman sebaya atau

dengan orang dewasa di lingkungan sekitarnya.

Menurut Hurlock dalam Susanto (2011:131) bahwa masa periode perkembangan

anak di bagi menjadi dua, yaitu masa awal dan akhir anak. Periode awal anak

berlangsung dari usia dua tahun sampai dengan enam tahun maka disebutlah anak

usia dini, adapun masa anak akhir yaitu dari usia enam tahun sampai si anak

matang. Banyak sebutan untuk menyebut anak usia dini saat berkembang, ada

yang menyebut “masa sulit, masa tumbuh kembang, dan masa pencarian jati diri.”

Adapun sebutan sebutan tersebut dikarenakan anak yang masi rentan terhadap

penyakit dan mudah sakit, oleh karena itu sebagai orang tua yang harus lebih

waspada terhadap kesehatan anak. Selain itu, pada masa ini adalah masa dimana

anak lebih banyak dan menginginginkan kebebasan dalam melakukan hal apapun

namun sering kali gagal yang mengakibatkan anak nakal, bandel dan susah di
10

atur. Pada masa ini adalah dimana masa tahapan yang paling penting karena pada

tahapan inilah anak mulai bersikap kritis dan sedang mencari jati dirinya. Pada

masa ini juga anak mudah menerima stimulus yang diberikan oleh siapapun dan

yang pernah mereka dengar akan terekam diotak dalam kelangsungan

kehidupanya.

Pada masa ini adalah peran penting keluarga yang sangat berpengaruh, terutama

ibu si anak, karena anak memiliki sifat bergantung pada ibunya untuk

memperhatikan dan memenuhi kebutuhanya. Disinilah anak akan terbentuk sopan

santunya dari orang tua dan lingkungan. Pendidikan anak usia dini adalah

pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh dan pemberian

kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan ketrampilan

anak. Sesuai dengan keunikan dan pertumbuhan anak usia dini maka adanya

penyelengaraan pendidikan bagi anak usia dini disesuaikan dengan tahap- tahap

perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.

Pendidikan pada anak usia dini padadasarnya meliputi seluruh upaya dan tindakan

yang dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam proses perawatan, pengasuhan

dan pendidikan pada anak dengan menciptakan aura dan lingkungan dimana anak

dapat mengexplorasi pengalaman yang memberikan kesempatan padanya untuk

mengetahui dan memahami pengalaman belajar yang diperolehnhya dari

lingkungan, dengan cara mengamati, meniru dan berexperimen yang berlangsung

secara berulang ulang dan melibatkan seluruh potensi dan kecerdasan anak.
11

Anak adalah pribadi yang unik dan melewati beberapa perkembangan kepribadian

secara terus menerus maka lingkungan yang diupayakan dan di inginkan oleh

pendidik dan orang tua yang dapat memberikan kesempatan lebih banyak pada

anak untuk mengexplorasi berbagai pengalaman dan berbagai suasana, hendaknya

memperhatikan keunikan anak-anak dan disesuaikan dengan tahap perkembangan

anak.

Menurut Berk, (dalam Sujiono, 2013:6) menjelaskan bahwa Anak usia dini adalah

sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat

bagi kehidupan selanjutnya. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun

pada masa ini proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek

sedang mengalami masa yang cepat dalam rentang perkembangan hidup manusia

Proses pembelajaran sebagai bentuk perlakuan yang diberikan pada anak harus

memperhatikan karakteristik yang dimiliki setiap tahapan perkembangan anak.

Berdasarkan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional


berkaitan dengan pendidikan anak usia dini tertulis pada pasal 28 ayat 1
yang berbunyi “pendidikan anak usia dini diselengarakan bagi anak sejak
lahir sampai dengan 6 tahun dan bukan merupakan persyaratan untuk
mengikuti pendidikan dasar”. Selanjutnya pada bab 1 pasal 1 ayat 1
ditegaskan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upya pembinaan
yang ditujukan pada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan
dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan yang lebih lanjut (Depdiknas, USPN,2004:4).

Pendidikan pada anak usia dini pada dasarnya meliputi seluruh upaya dan

tindakan yang dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam proses perawatan,

pengasuh dan pendidikan pada anak dengan menciptakan lingkungan dimana anak

dapat mengexplor apa yang ia inginkan yang memberikan kesempatan padanya

untuk mengetahui dan memahami pengalaman belajar seperti apa yang


12

diperolehnya dari lingkungan sekolah, keluarga dan teman sebaya, melalui cara

mengamati, meniru, dan menemukan sendri permainan-permainan yang ia mau,

dan berlangsung secara berulang ulang dan melibatkan seluruh potensi dan

kecerdasan anak itu sendiri.

Oleh karena itu anak merupakan pribadi yang unik dan melewati berbagai tahap

perkembangan kepribadian, maka lingkungan yang diupayakan oleh pendidik dan

orang tua yang dapat memberikan kesempatan pada anak untuk mengexplorasi

berbagai pengalaman dengan berbagai suasana, hendaklah memperhatikan

keunikan anak-anak dan disesuaikan dengan tahap perkembangan kepribadian

anak. Contoh : jika anak dibiasakan untuk berdoa sebelum melakukan kegiatan

baik dirumah maupun di lingkungan sekolah dengan cara yang paling mudah

dimengerti anak, sedikit demi sedikit anak pasti anak terbiasa untuk berdoa

walaupun tidak didampingi oleh orang tua ataupun guru mereka.

B. Konsep-Konsep Kemampuan Sosial Anak Usia Dini

Prilaku sosial adalah kegiatan yang berhubungan dengan orang lain. Kegiatan

yang berkaitan dengan pihak lain yang memerlukan dalam bersosialisasi dalam

hal tingkah laku yang dapat diterima oleh orang lain, belajar memainkan peran

soaial yang dapat diterima oleh orang lain, serta mengembangkan sikap sosial

yang layak diterima oleh orang lain.

Menurut Bar-Tal dalam Susanto (2011:138) perilaku sosial diartikan sebagai

perilaku yang dilakukan secara suka rela (voluntary), yang dapat menguntungkan

atau menyenangkan orang lain tanpa antisipasi reward external. Perilaku sosial ini

di lakukan dengan tujuan yang baik, seperti menolong, membantu, berbagi, dan
13

menyumbang. Adapun menurut Stang dan Wrightsman dalam Raven dan Rubin

(1983) mengartikan perilaku sosial sebagai suatu perilaku yang secara sukarela di

llakukan dengan tujuan agar dapat bermanfaat untuk orang lain.

Secara spesifik, Hurlock dalam Susanto (2011: 139) mengklasifikasikan pola

perilaku sosial pada anak kedalam pola-pola perilaku sebagai berikut yaitu,

meniru, persaingan, kerjasama, simpati, empati, dukungan sosial, membagi dan

prilaku akrab. Adapun yang dimaksudkan dengan delapan pola prilaku tersebut

yaitu:

1. Meniru, anak usia dini suka sekali meniru pilaku oang lain atau oang tua,

sodara, guru, teman sebaya atau orang disekitarnya. Prilaku meniru anak bisa

dibilang alamiah karena kebanyakan anak usia dini suka menirukan prilaku

orang lain disekitarnya.

2. Persaingan, anak usia dini suka sekali bersaing pada saat dalam keluarga

anak-anak bersaing dengan sodara atau sepupunya untuk mendapatkan pujian

dan perhatian dari orang-orang yang ada dirumah tersebut.

Ketika persaingan dalam lingkungan sekolah dan teman sebaya anak-anak

akan mencari perhatian guru dengan cara menunjukan hasil karyanya atau

banyak tanya agar lebih terlihat menonjol dari teman yang lainya.

3. Kerjasama, mulai tahun ketiga akhir anak mulai bermain secara baik dan

bersama teman dengan membentuk suatu kelompok anak usia dini mudah

bekerjasama sesama teman karena anak usia dini suka berganti ganti teman

dalam jangka waktu lama atau sebentar.


14

4. Simpati, anak mudah bersimpati terhadap orang lain karena ketika anak

berusia lebih dari tiga tahun semakin banyak kontak bermain dengan teman

maka simpati akan cepat berkembang.

5. Empati, sama saja dengan simpatik bisa merasakan keadaan emosional orang

lain atau lebih mengembangkan diri untuk membayangkan diri sendiri di

tempat orang lain.

6. Dukungan sosial, anak lebih mementingkan dukungan dari teman-temanya

dari pada dukungan dari orang tuanya.

7. Membagi, sama saja dengan berbagi, anak mulai mengetahui bahwa salah

satu cara mendapatkan persetujuan sosial yang baik dengan cara berbagi

miliknya kepada orang lain termasuk orang tua, sodara, guru, dan teman

sebaya.

8. Prilaku Akrab, anak usia dini sering kali berprilaku mengakrapkan diri

denngan oang yang baru dikenalnya, ketika mereka merasa nyaman dengan

guru atau temanya mereka tidak segan untuk memeluk, merangkul, mau

digendong, dan memegang tangan. Banyak tanya untuk membuat suasana

semakin akrab.

Menurut Wiyani, A (2014:132) menjelaskan bahwa Jika orangtua atau pendidik

PAUD membandingkan tingkat pencapaian perkembangan sosial-emosi anak

pada usia 5-6 tahun dengan usia sebelumnya, akan terlihat bahwa pada usia 5-6

tahun anak semakin matang dalam segala hal. Anak akan lebih percaya diri,

memiliki banyak teman, dapat bercakap-cakap dengan orang dewasa secara


15

nyaman dan dipenuhi oleh semangat serta antusias yang sangat tinggi saat

melakukanya.

Pada usia dini, standar tingkat percapaian perkemangan anak usia dini adalah

mampu untuk berinteraksi dengan orang lain dan mulai dapat mematuhi

peraturan, dapat mengendalikan emosinya, menunjukan sikap percaya diri, serta

dapat menjaga diri sendiri seperti:

1. Dapat berinteraksi dengan teman sebaya dan orang dewasa lainya pada usia

5-6 tahun, hubungan yang dijalin dengan teman sebaya akan lebih dalam dan

dapat menghabiskan lebih banyak waktu. Teman sebaya merupakan anak-

anak yang tingkat usianya kurang lebih sama dengan si anak. Teman sebaya

tidak hanya menjadi teman main saja tetapi menjadi bahan perbandingan di

luar keluarganya. Melalui teman sebaya, anak memperoleh umpan balik

(feedback) mengenai kemampuanya, mempelajari kembali apa yang mereka

lakukan lebih baik atau kurang menurut mereka dibanding dengan teman

sebayanya, dimana hal tersebut sulit dilakukan dirumah karena sodara

kandungnya bisanya lebih tua atau lebih muda.

2. Dapat menunjukan rasa percaya diri sikap positif yang ditampilkan oleh

orang tua ataupun pendidikan PAUD kepada anak sangat berpengaruh

terhadap perkembangan rasa percaya diri anak usia 5-6 tahun. Pemberian

penghargaan, pujian, pola asuh demokratis, sikap ramah dan murah senyum

dari orang tua, orang dewasa di sekitar tempat tinggal atau pendidik PAUD

meupakan sikap positif yang sangat mempengaruhi perkembangan rasa

percaya diri anak. Anak usia 5-6 tahun yang memiliki rasa percaya diri dapat

ditunjukan dengan enam kemampuan berikut ini :


16

a. Berani bertanya dan menjawab saat di tanya teman, guru, orang tuanya

atau orang dewasa lainya

b. Mau mengemukakaan pendapat secara sederhana

c. Mengambil keputusan secara sederhana

d. Bermain pura pura atau bermain peran tentang suatu profesi yang biasaya

anak sukai bahkan anak kagumi

e. Bekerja secara mandiri mampu menggunakan pakaian, makan, mandi

dan lain-lain sendiri

f. Berani bercerita secara sederhana.

3. Dapat menunjukan sikap kemandirian pada usia 5-6 tahun, anak idealnya

sudah bisa mengatur dirinya sendiri misalnya mengenakan dan melepaskan

pakaianya sendiri, cuci tangan, membersikan diri di kamar mandi dan bahkan

merapikan pakaianya sendiri. Misalnya anak bisa merapikan mainanya

sendiri tanpa bantuan orang lain hingga ia mampu merapikan maianya

tersebut dengan rapi seperti bentuk semula yang ia liat.

4. Dapat menunjukan emosi yang wajar seperti menangis, tertawa setiap anak

mempunyai masalah di dalam rumahnya biasanya akan terbawa sampai di

sekolah.

5. Terbiasakan menunjukan sikap kedisiplinan dan menaati peraturan pada anak

usia 5-6 tahun.

6. Dapat bertanggung jawab terhadap apa yang telah ia lakukan

7. Terbiasa menjaga lingkungan seperti membuang sampah pada tempatnya,

mencuci tanganya ketika kotor, membersikan bekas makanya, dan lain-lain.


17

Sedangkan menurut Sofyan (2013:127) menjelaskan tentang tujuan pendidikan

nasional adalah untuk mengembangkan manusia indonesia seutuhnya. Berarti

kepribadian seseorang sangat mempengaruhi perkembangan diri di lingkunganya.

Biasanya untuk mengembangkan kemampuan sosial anak di rumah, sekolah, dan

teman sebaya dengan melalui pendidikan yaitu:

a. Pendidikan dikeluarga atau dirumah sangatlah penting jika dibandingkan

dengn pendidikan saat disekolah dan lingkungan teman sebaya. Karena sering

di katakan pendidikan keluarga adalah pendidikan yang utama dan sangat

penting untuk kelangsungan hidup kedepanya.

b. Pendidikan di sekolah formal maupun non formal yang mempengaruhi anak

saat berkembang karena anak akan bergaul dengan anak-anak lain atau teman

sebaya yang beragam budaya, agama dan tingkahlaku.

C. Faktor-Faktor Yang Mendukung Perkembangan Sosial Emosional Anak

Usia Dini

Faktor-faktor yang mendukung kemampuan sosial emosional anak usia dini

dijelaskan oleh Novan Ardy Wiyani (2014: 43). Anak usia dini sebagai individu

mengalami perkembangan yang bersifat unik. Anak berkembang dengan cara

tertentu seperti individu lain. selain terdapat beberapa persamaan yang umum

dalam pola-pola perkembangan yang dialami setiap anak, terjadinya perbedaan-

perbedaan sendiri dalam perkembangan anak yang bisa terjadi setiap saat. Hal itu

di sebabkan perkembangan pada dasarnya merupakan suatu proses perubahan

yang melibatkan berberapa faktor yang paling berpengaruh satu sama lain.
18

Menurut Novan Ardy Wiyani (2014: 44-52). faktor yang dapat memberikan

pengaruh terhadap perkembangan sosial dan emosi anak usia dini sebagai berikut:

- Faktor lingkungan

Faktor lingkungan diartikan sebagai kekuatan yang kompleks dari dunia fisik

dan sosial yang memiliki pengaruh terhadap susunan biologis serta

pengalaman pesikologis, termasuk pengalaman sosial dan emosi anak sejak

sebelum ada dan sesudah anak lahir. Faktor lingkungan ini meliputi semua

pengaruh lingkungan termasuk didalamnya pengaruh berikut ini:

a. Keluarga

Pada ilmu pendidikan, keluarga menjadi lingkungan pendidikan yang pertama

dan utama. Dengan demikian, dapatlah dikatakan lingkungan keluarga

memiliki peran yang utama dalam menentukan perkembangan sosial dan

emosi anak usia dini dikemudian hari dan untuk kehidupan selanjutnya yang

akan mereka jalani, dan dilingkungan keluarga ini lah anak pertama kalinya

menerima pendidikan dari orang tuanya atau orang terdekatnya. Orang tua

mereka merupakan pendidik bagi mereka pola asuh orang tua, sikap, serta

situasi dan kondisi yang sedang melingkupi orang tua dapat memberikan

pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan sosial dan emosi anak.

Misalnya saja saat orang tua menerapkan pola asuh yang sangat keras dalam

mendidik anak. Pola asuh yang sangat keras tersebut cenderung memaksakan

kepada anak untuk selalu menuruti perintah yang diberikan oleh orang

tuanya. Kebiasaan tersebut pasti akan menjadikan anak merasa tertekan yang
19

pada akhirnya akan menjadi anak yang menutup diri dari pergaulan dengan

orang lain. Dan sebaliknya jika orang tua menerapkan pola asuh yang baik,

anak akan menjadi sosok yang berfikiran terbuka yang menjadikan anak akan

lebih mau untuk bergaul dan memiliki jiwa sosial yang tinggi terhadap orang

lain. Status ekonomi dan setatus sosial orang tua juga ikut dalam

memengaruhi perkembangan sosial dan emosi anak.

Contohnya anak yang tinggal dilingkungan keluarga yang kurang mampu

dapat membuat anak memiliki masalah sosial dan emosi serta memiliki

potensi koknitif yang buruk. Keadaan ekonomi orang tua yang buruk juga

pastinya sangat berpengaruh terhadap pemberian makanan yang bergizi bagi

anak yang mana pemberian makanan yang bergizi tersebut akan sangat

menentukan pertumbuhan fisik dan berpengaruh terhadap perkembangan

pesikisnya, termasuk perkembangan sosial dan emosinya.

Misalnya seorang anak yang sering sakit-sakitan karena kekurangan gizi,

tentu ia akan menghabiskan banyak waktunya dirumah dan pergaulan dengan

teman-temanya pun menjadi terbatasi. Jika keadaan seperti itu berlangsuing

lama hal itu sangat memengaruhi kemampuanya dalam berhubungan dengan

orang lain. Ia pun akan menjadi sosok anak yang mudah minder dan sering

menutup diri bahkan, terkadang ia mendapatkan perlakuan yang negatif dari

anak lain, misalnya tidak diajak main bersama karena teman-temanya takut

tertular oleh penyakit anak tersebut.


20

Kemudian, jika orang tua si anak duda atau janda baik karena percerai atau

kematian juga akan berpengaruh terhadap perkembangan sosial dan

emosional anak. Anak akan cenderung merasa kurang kasih sayang dan

akibatnya dapat menjadikanya mengalami masalah emosi seperti kurang

percaya diri dan secara sosial ia akan mengalami kesulitan dalam bergaul

karena merasa minder.

Biasanya jika orang tua memiliki anak tunggal mereka sepenuhnya

memberikan perhatian kepadanya dan anak akan cenderung memiliki sifat

manja, dan kurang bisa bergaul dengan teman sebayanya, suka menarik

perhatian orang dewasa dengan cara kekanak-kanakan dan sebagainya.

Sementara itu seorang anak yang memiliki banyak saudara orang tuanya akan

sibuk membagi perhatian untuk sodara-sodara lainya.

b. Sekolah

Sekolah merupakan lingkungan kedua bagi anak, disekolah anak

berhubungan dengan pendidik PAUD dan teman sebayanya. Hubungan antara

anak dengan pendidik PAUD dan anak dengan teman sebayanya dapat

memmengaruhi perkembangan anak sosial dan emosi anak. Stimulus yang

diberikan oleh pendidik PAUD terhadap anak memiliki pengaruh yang tidak

sedikit guna mengoptimalkan perkembangan sosial dan emosi anak. Pendidik

PAUD merupakan wakil dari orang tua mereka saat berada disekolah. Pola

asuh dan prilaku yang ditrampilkan oleh pendidik PAUD dihadapan anak

juga dapat memengaruhi perkembangan sosial dan emosinya.


21

Contohnya: jika pendidik PAUD mudah melakukan kekerasan, khususnya

kekerasan secara fisik terhadap anak, pada saat itu anak juga akan

menyelesaikan berbagai masalah yang dialaminya dengan kekerasan pula

karena ia telah melihat contoh cara menyelesaikan masalah dengan

melakukan kekerasan yang dilihat dari gurunya, pastinya hal itu dapat

menghambat perkembangan sosial dan emosinya.

Prilaku yang ditampilkan oleh teman sebaya juga memiliki andil yang tidak

sedikit dalam menentukan perkembangan sosial dan emosi seorang anak. Jika

seorang anak dan teman sebayanya dapat bermain sesuai dengan aturan, hal

itu dapat mengoptimalkan perkembangan sosila dan emosinya.

c. Teman sebaya

Teman sebaya adalah hubungan individu pada anak-anak atau remaja dengan

tingkat usia yang sama serta melibatkan keakraban yang relatif besar dalam

kelompoknya. Jadi lingkungan teman sebaya ini yang memiliki peran

penting untuk anak bisa membedakan baik buruk prilaku dan mengasah

tingkat kematangan dalam dirinya dengan membandingkan antara teman satu

dengan yang lainya.

D. Ciri-ciri Sosial Anak Usia Dini

Anak-anak usia dini biasanya mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.

Umumnya anak usia dini memiliki satu atau dua teman dekat, tetapi teman dekat

anak usia dini ini mudah berganti-ganti. Mereka biasanya mudah menyesuaikan
22

diri untuk bersosialisasi dengan orang baru. Teman dekat yang dipilihnya

biasanya memiliki jenis kelamin yang sama, kemudian bertambah dengan teman

berjenis kelamin yang berbeda. Kelompok bermain anak usia dini cenderung kecil

dan tidak terorganisasi secara baik, oleh karena itu kelompok ini mudah berganti.

Panten dalam susanto (2011:150) mengamati tingkah laku sosial anak usia dini

ketika mereka sedang bemain bebas sebagai beikiut:

a. Tingkah laku unocupied anak tidak bemain dengan sunguh-sungguh. Ia

mungkin berdiri disekitar anak lain dan memandang temanya tanpa

melakukan kegiatan apapun.

b. Bermain soliter anak bermain sendiri menggunakan alat permainan yang

berbeda dengan apa yang dimainkan teman didiekatnya. Mereka tidak

berusaha untuk saling bicara.

c. Tingkah laku onloker anak menghabiskan waktu dengan mengamati.

Kadang memberikan komentar tentang apa yang dilakukan temnya.

E. Penelitian Yang Relevan

1. Penelitian dengan judul “Faktor Dominan yang Mempengaruhi Kemampuan

Berinteraksi Sosial” Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia

Dini FKIP Untan oleh Benny Dikta Rianggi Ria

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan faktor-faktor yang

mempengaruhi kemampuan berinteraksi sosial pada anak yang bermasalah di

kelompok usia 5-6 tahun TK Barunawati Pontianak Barat. Sumber data terdiri

dari 4 guru di kelompok anak usia 5-6 tahun, 4 orang tua subyek kasus, dan 4

anak sebagai subyek kasus. Hasil analisis data menunjukkan bahwa konsep
23

diri anak merupakan faktor internal yang dominan mempengaruhi

kemampuan berinteraksi sosial anak. Sedangkan dorongan dari guru

merupakan faktor eksternal yang dominan memperngaruhi kemampuan

berinteraksi sosial anak. Faktor yang paling dominan mempengaruhi

kemampuan berinteraksi sosial anak adalah dorongan dari guru.

2. Penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan

Sosial Anak Usia 5-6 Tahun di Taman Kanak-Kanak Kemala Bhayangkari I

Pekanbaru Kecamatan Pekanbaru Kota Tahun Ajaran 2011/2012”.

Latar belakang dari penelitian ini adalah kurang mampunya anak dalam

bersosial ini terlihat antara anak laki-laki dan anak perempuan tidak mau

bermain secara bersama-sama, ada juga anak masih memilih-milih teman

untuk bermain, ada juga anak selalu ingin mendapatkan permainan yang

disukainya tanpa mau bergantian dengan teman lain, anak hanya

mementingkan kesenangannya sendiri serta kurangnya kerjasama dan

kekompakan ketika bermain yang melibatkan tim. Oleh karena itu perlu

diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan sosial anak dan

faktor dominan yang mempengaruhi kemampuan sosial anak menjadi rendah.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apa saja faktor yang

mempengaruhi kemampuan sosial anak dan mengetahui seberapa besar faktor

yang mempengaruhinya.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.

Alat pengumpulan data yang digunakan berupa lembar observasi serta

wawancara pada anak. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 48 anak
24

yang terdiri dari 29 orang anak laki-laki dan 19 orang anak perempuan. Dari

hasil penelitian tersebut didapatkan kesimpulan bahwa faktor dominan yang

menyebabkan rendahnya kemampuan sosial anak usia 5-6 tahun di Taman

Kanak-kanak Kemala Bhayangkari I Pekanbaru adalah faktor intelektual,

emosional, dan pendidikan dan kematangan. Sedangkan untuk faktor status

sosial ekonomi dan keluarga juga berpengaruh, akan tetapi sudah bisa

dikategorikan baik.

F. Kerangka Fikir

Karakteristik anak usia dini adalah unik, tidak bisa ditebak, dan suka menirukan

apa yang ia lihat di sekitar lingkungan hidup dimanapun dia berada. Berdasarkan

peraturan pemerintah No.58 tahun 2009 terdapat Lima aspek perkembangan yaitu

nilai moral agama, fisik motorik, kognitif, bahasa, dan sosial emosional lima

aspek perkembangan tersebut hendak.

Sosial adalah upaya pengenalan atau sosialisasi seseorang terhadap orang lain

yang berada di luar dirinya atau lingkunganya, serta timbal balik dari segi-segi

kehidupan bersama yang mengadakan hubungan satu dengan lainya, baik dalam

segi perorangan atau kelompok. Proses sosial yang dimaksud berbagai segi

kehidupan bersama, misalnya mempengaruhi antara sosial dan politik, politik dan

ekonomi, ekonomi dan hukum. Tetapi proses sosial yang dimaksudkan ialah

termasuk hubungan sosial anak dengan sesamanya, baik teman sebaya atau orang

dewasa bagai mana cara anak bersosialisasi dengan orang lain, seperti dengan
25

lingkungan rumah, sekolah anggota keluarga, guru, teman sebaya, ataupun

masyarakat lingkungan rumahnya.

Perkembangan sosial adalah suatu pencapaian kematangan dalam hubungan sosial

dapat menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi

menjadi suatu kesatuan untuk saling berinteraksi dan berkomunikasi antar

individu atau kelompok. Sosialisasi merupakan suatu proses pengembangan

mental atau tingkah laku yang mendorong seseorang untuk menyelesaikan diri

sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sesuai dengan keinginan

yang berasal dari diri anak itu sendiri. Prilaku sosial anak ditandai dengan adanya

aktifitas dengan teman sebaya dan menginginkan kuat untuk bisa diterima sebagai

suatu anggota kelompok. Anak susah menggunakan sopan santun saat

berkomunikasi dan bergaul, anak kurang mengenal budaya setempat.

Berdasarkan uraian tersebut, maka kerangka pikir dalam penelitian ini dapat

dilihat pada gambar d bawah ini:


Faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan sosial yaitu:

1. Lingkungan keluarga yaitu lingkungan


yang memiliki peran utama dalam
menentukan perkembangan sosial dan Kemampuan
emosi anak usia dini dikemudian hari. sosial anak

2. Lingkungan sekolah yaitu lingkungan


kedua bagi anak untuk berhubungan
dengan pendidik dan teman sebayanya.

3. Teman sebaya adalah lingkunagn anak-


anak atau remaja yang memiliki usia
atau tingkat kematangan yang kurang
lebih sama dengan usianya.

Gambar 1. Kerangka Berfikir Studi Deskriptif


26

Untuk itu terdapat beberapa alasan, mengapa anak harus mempelajari prilaku

sosial, setidaknya ada empat alasan bagaimana yang dikemukakan oleh Sujiono

dalam (Susanto 2011:140) sebagai berikut:

a. Agar anak dapat bertingkah laku yang diterima lingkunganya


b. Agar anak dapat memainkan peranan sosial yang bisa diterima
kelompoknya, misalnya berperan sebagi laki-laki dan perempuan.
c. Agar anak dapat mengembangkan sikap sosial yang sehat terhadap
lingkunganya yang merupakan modal penting untuk sukses dalam
kehidupan sosialnya kelak.
d. Agar anak mampu menyesuaikan diri dengan baik, dan akibatnya
lingkunganya pun dapat menerimanya dengan senang hati.

Dari beberapa alasan di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan sosial sangat

berpengaruh terhadap kehidupan dan sosialisasi individu terhadap lingkungan,

keluarga, sekolah dan teman sebaya.

G. Pertanyaan Peneliti

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir diatas, maka pertanyaan yang

diajukan dalam penelitian ini adalah :

Bagaimanakah kemampuan sosial anak dilihat dari faktor lingkungan keluarga,

lingkungan sekolah dan lingkungan teman sebaya?

Anda mungkin juga menyukai