Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Carpal Tunnel Syndrome (CTS) adalah sekumpulan gejala yang timbul
akibat penekanan nervus medianus dalam carpal tunnel (terowongan karpal) di
pergelangan tangan, ketika nervus medianus melewati terowongan tersebut dari
lengan bawah menuju ke tangan. CTS adalah salah satu sindroma yang dilaporkan
oleh badan-badan statistik perburuhan di negara maju sebagai sindroma yang
sering dijumpai di kalangan pekerja-pekerja industri. CTS menjadi salah satu
masalah besar dalam dunia okupasi akibat tingginya angka prevalensi yang diikuti
dengan tingginya biaya yang harus dikeluarkan oleh pekerja kalangan industri.
Beberapa faktor seringkali dikaitkan sebagai faktor-faktor risiko terjadinya CTS
pada pekerja, misalnya gerakan berulang dengan kekuatan, tekanan pada otot,
getaran, suhu, postur kerja yang tidak ergonomik, dan lain-lain.1,2
National Health Interview Study (NIHS) memperkirakan bahwa prevalensi
CTS di Amerika Serikat yang dilaporkan sendiri diantara populasi dewasa sebesar
1.55% (2,6 juta penduduk). Kejadian CTS lebih sering mengenai wanita daripada
pria dengan kisaran usia 25–64 tahun dengan prevalensi tertinggi pada wanita usia
lebih dari 55 tahun. Sindroma tersebut bersifat unilateral pada 42% kasus (29%
kanan, 13% kiri) dan 58% bilateral. Di Indonesia, urutan prevalensi CTS dalam
masalah kerja belum diketahui akibat minimnya diagnosis penyakit akibat kerja
yang dilaporkan karena sulitnya penegakan diagnosis tersebut. Penelitian
mengenai pekerjaan dengan risiko tinggi pada pergelangan tangan dan tangan
menyatakan prevalensi CTS antara 5,6–15%.3,4,5
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk mengetahui dan
mempelajari lebih dalam mengenai kasus Carpal Tunnel Syndrome, sehingga
apabila dijumpai kasus mengenai Carpal Tunnel Syndrome maka dokter umum
mampu menegakkan diagnosis secara klinis agar dapat memberikan penatalaksaan
secara tepat dan akurat.
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 Identifikasi
Nama : Eka Elektrika
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Sumur Tinggi III, 5 Ilir, Ilir Timur 2
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 12 Maret 2019

2.2 Anamnesis
Penderita datang berobat ke Poliklinik Neurologi RSMH dengan
kesemutan di tangan kiri dan kanan yang memberat sejak 3 bulan yang lalu.
Sejak 3 tahun yang lalu, penderita mengeluh ujung-ujung jari tangan
terasa kebas. Terkadang keluhan kebas pada ujung jari tangan disertai
dengan kesemutan dan nyeri di telapak tangan. Kesemutan dan kebas timbul
terutama saat penderita beraktivitas. Akibat keluhan tersebut, penderita
mengaku sulit memegang barang karena kekakuan pada jari-jari tangannya.
Selain itu, keluhan yang dirasakan mengganggu kegiatan harian penderita,
seperti memegang gelas untuk minum, memakai pakaian, mandi, dan
sebagainya. Keluhan di tangan kiri lebih berat dibandingkan dengan tangan
kanan. Penderita tidak mengeluh mual dan muntah. Pasien tidak merasakan
adanya pandangan berkunang atau ganda, telinga berdenging, kejang, rasa
baal/kesemutan pada tubuh, kelemahan sesisi tubuh, gangguan berbicara,
maupun kehilangan kesadaran.
Penderita menyangkal adanya riwayat darah tinggi maupun kencing
manis serta riwayat penyakit jantung ataupun ginjal. Penderita sehari-hari
bekerja dengan menggunakan komputer dan mengetik.
Kesemutan dan kebas dirasakan pasien pertama kali 3 tahun yang lalu
dan dirasakan semakin sering dan memberat dalam waktu 3 bulan.
2.3 Pemeriksaan Fisik
Status Presense
Status Internus
Kesadaran : GCS = 15 (E: 4, M: 6, V: 5)
Gizi : Cukup
Suhu Badan : 36,5°C Jantung : HR 81x/m, m(-), g(-)
Nadi : 82x/menit Paru-paru : ves (+), N, R(-),W(-)
Pernapasan : 20 x/menit Hepar : tidak teraba
Tekanan Darah : 130/90 mmHg Lien : tidak teraba
Berat Badan : 60 kg Anggota Gerak: edema (-)
Tinggi Badan : 160 cm Genitalia : tidak diperiksa

Status Psikiatrikus
Sikap : wajar, kooperatif Ekspresi Muka : wajar
Perhatian : ada Kontak Psikik : ada

Status Neurologikus
Kepala
Bentuk : normocephali Deformitas : tidak ada
Ukuran : normal Fraktur : tidak ada
Simetris : simetris Nyeri fraktur : tidak ada
Hematom : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Tumor : tidak ada Pulsasi : tidak ada kelainan

Leher
Sikap : lurus Deformitas : tidak ada
Torticolis : tidak ada Tumor : tidak ada
Kaku kuduk : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada kelainan
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Anosmia - -
Hyposmia - -
Parosmia - -

N.Opticus Kanan Kiri


Visus 6/6 6/6
Campus visi V.O.D V.O.S

- Anopsia tidak diperiksa tidak diperiksa


- Hemianopsia tidak diperiksa tidak diperiksa
Fundus Oculi
- Papil edema tidak diperiksa tidak diperiksa
- Papil atrofi tidak diperiksa tidak diperiksa
- Perdarahan retina tidak diperiksa tidak diperiksa

Nn. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens


Kanan Kiri
Diplopia tidak ada tidak ada
Celah mata menutup sempurna menutup sempurna
Ptosis tidak ada tidak ada
Sikap bola mata
- Strabismus tidak ada tidak ada
- Exophtalmus tidak ada tidak ada
- Enophtalmus tidak ada tidak ada
- Deviation conjugae tidak ada tidak ada
Gerakan bola mata

Pupil
- Bentuknya bulat bulat
- Besarnya Ø 3 mm Ø 3 mm
- Isokori/anisokor isokor isokor
- Midriasis/miosis tidak ada tidak ada
- Refleks cahaya
- Langsung ada ada
- Konsensuil ada ada
- Akomodasi ada ada
- Argyll Robertson tidak ada tidak ada

N.Trigeminus Kanan Kiri


Motorik
- Menggigit tidak terganggu tidak terganggu
- Trismus tidak ada tidak ada
- Refleks kornea tidak dilakukan tidak dilakukan
Sensorik
- Dahi normal normal
- Pipi normal normal
- Dagu normal normal

N.Facialis Kanan Kiri


Motorik
Mengerutkan dahi simetris simetris
Menutup mata lagophtalmus (-) lagophtalmus (-)
Menunjukkan gigi simetris simetris
Lipatan nasolabialis simetris simetris
Bentuk Muka
- Istirahat simetris
- Berbicara/bersiul simetris
Sensorik
2/3 depan lidah tidak dilakukan tidak dilakukan
Otonom
- Salivasi tidak ada kelainan
- Lakrimasi tidak ada kelainan
- Chovstek’s sign tidak diperiksa

N. Statoacusticus
N. Cochlearis Kanan Kiri
Suara bisikan Normal Normal
Detik arloji tidak dilakukan
Tes Weber tidak dilakukan
Tes Rinne tidak dilakukan

N. Vestibularis
Nistagmus tidak ada tidak ada
Vertigo tidak ada tidak ada

N. Glossopharingeus dan N. Vagus


Arcus pharingeus simetris
Uvula di tengah
Gangguan menelan tidak ada
Suara serak/sengau tidak ada
Denyut jantung normal (81x/m, reguler)
Refleks
- Muntah (+)
- Batuk tidak diperiksa
- Okulokardiak tidak diperiksa
- Sinus karotikus tidak diperiksa
Sensorik
- 1/3 belakang lidah tidak diperiksa

N. Accessorius
Mengangkat bahu tidak ada kelainan
Memutar kepala tidak ada kelainan

N. Hypoglossus
Mengulur lidah deviasi (-)
Fasikulasi tidak ada kelainan
Atrofi papil tidak ada
Disartria tidak ada

MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan cukup cukup
Kekuatan 5 5
Tonus normal normal
Refleks fisiologis
- Biceps normal normal
- Triceps normal normal
- Radius normal normal
- Ulna normal normal
Refleks patologis
- Hoffman Tromner tidak ada
- Leri tidak dilakukan
- Meyer tidak dilakukan

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan cukup cukup
Kekuatan 5 5
Tonus normal normal
Klonus
- Paha tidak ada tidak ada
- Kaki tidak ada tidak ada
Refleks fisiologis
- KPR normal normal
- APR normal normal
Refleks patologis
- Babinsky tidak ada tidak ada
- Chaddock tidak ada tidak ada
- Oppenheim tidak ada tidak ada
- Gordon tidak ada tidak ada
- Schaeffer tidak ada tidak ada
- Rossolimo tidak ada tidak ada
- Mendel Bechterew tidak ada tidak ada
Refleks kulit perut
- Atas tidak dilakukan
- Tengah tidak dilakukan
- Bawah tidak dilakukan
Refleks cremaster tidak dilakukan

SENSORIK
Tidak ada kelainan fungsi eksteroseptif dan proprioseptif.
FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : tidak ada
Afasia sensorik : tidak ada
Apraksia : tidak ada
Agrafia : tidak ada
Alexia : tidak ada
Afasia nominal : tidak ada

FUNGSI VEGETATIF
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : tidak ada kelainan

KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : tidak ada
Lordosis : tidak ada
Gibbus : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Tumor : tidak ada
Meningocele : tidak ada
Hematoma : tidak ada
Nyeri ketok : tidak ada

GEJALA RANGSANG MENINGEAL


Kanan Kiri
Kaku kuduk tidak ada
Kernig tidak ada tidak ada
Lasseque tidak ada tidak ada
Brudzinsky
- Neck tidak ada
- Cheek tidak ada
- Symphisis tidak ada
- Leg I tidak ada tidak ada
- Leg II tidak ada tidak ada

GAIT DAN KESEIMBANGAN


Gait Keseimbangan dan Koordinasi
Ataxia :tidak dilakukan Romberg : tidak dilakukan
Hemiplegic :tidak dilakukan Dysmetri :
Scissor :tidak dilakukan - jari-jari : tidak dilakukan
Propulsion :tidak dilakukan - jari hidung : tidak dilakukan
Histeric :tidak dilakukan - tumit-tumit : tidak dilakukan
Limping :tidak dilakukan Rebound phenomen: tidak dilakukan
Steppage :tidak dilakukan Dysdiadochokinesis: tidak dilakukan
Astasia-Abasia :tidak dilakukan Trunk Ataxia : tidak dilakukan
Limb Ataxia : tidak dilakukan

GERAKAN ABNORMAL
Tremor : tidak ada
Chorea : tidak ada
Athetosis : tidak ada
Ballismus : tidak ada
Dystoni : tidak ada
Myocloni : tidak ada

PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Kanan Kiri
Phalen test Positif Positif
Tinnel test Positif Positif

2.4 Diagnosis Banding


1. Carpal Tunnel Syndrome
2. Pronator Teres Syndrome

2.5 Diagnosis Kerja


1. Diagnosis klinis : Hipestesi manus bilateral
2. Diagnosis topis : N.medianus
3. Diagnosis etiologis : Carpal Tunnel Syndrome bilateral

2.6 Tatalaksana
Non Farmakologis
 Disarankan melakukan Elektroneuromiografi (ENMG).
 Mengistirahatkan tangan dan tidak menggunakan tangan untuk
kegiatan yang berlebihan seperti mengangkat beban berat dan lain-lain.
Farmakologis
 Paracetamol 400 mg
 Natrium diklofenak 30 mg 2 x 1 capsul
 Diazepam 1mg
 Gabapentin 1x300mg
 Neurodex 1x1tab

2.7 Prognosis
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Functionam : Bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

Carpal Tunnel Syndorme


3.1 Definisi
Carpal Tunnel Syndrome (CTS) atau sindroma terowongan karpal
merupakan suatu sindroma neuropati kompresif yang sering terjadi, didefinisikan
sebagai penekanan dan/atau tarikan pada nervus medianus dalam terowongan
karpal di pergelangan tangan. Penekanan nervus medianus dapat terjadi akibat
adanya penyempitan terowongan karpal sehingga dapat menyebabkan kelemahan,
baal (paresthesia), bahkan nyeri pada daerah distribusi nervus medianus.4,6

Gambar 1. Kompresi pada nervus medianus

Penderita CTS seringkali mengalami parestesia pada permukaan palmar ibu


jari, telunjuk dan jari tengah, dan separuh radial jari manis. Nyeri dapat terasa di
lengan bawah dan pada beberapa kasus hingga ke bahu dan leher. Kesemutan
pada jari sering timbul pada malam hari dan akan berkurang apabila penderita
menggoyang atau menggerak-gerakkan tangan. Kelemahan dan atrofi otot tenar
biasanya timbul belakangan dan dapat timbul tanpa gangguan sensorik yang
bermakna. Kelemahan otot tenar bermanifestasi sebagai penurunan kekuatan
abduksi, oposisi dan fleksi jempol.6,7
3.2 Anatomi
Canalis carpi atau terowongan karpal secara anatomis terdapat di bagian
dalam dasar dari pergelangan tangan, dibentuk oleh tulang-tulang karpal dan
sebuah pita membranosa yang kuat. Terdapat delapan buah tulang karpal yang
tersusun atas dua baris. Baris proksimal terdiri atas (dari lateral ke medial)
scaphoideum, lunatum, triqutrum, dan pisiforme. Baris distal terdiri atas (dari
lateral ke medial) trapezium, trapezoideum, capitatum, dan hamatum. Secara
bersama-sama, tulang-tulang karpal pada permukaan anteriornya membentuk
cekungan yang akan menjadi dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku.
Sedangkan atapnya dibentuk oleh sebuah pita membranosa yang kuat disebut
flexor retinaculum. Terowongan karpal berukuran hampir sebesar ruas jari jempol
dan terletak di bagian distal lekukan dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke
bagian lengan bawah di regio cubiti sekitar 3 cm.6,8

Gambar 2. Anatomi Carpal Tunnel

Carpal tunnel menjadi tempat lewatnya nervus medianus dan sembilan ruas
tendon flexor jari. Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan
pergerakan pada jari-jari tangan. Jari tangan dan otot-otot fleksor pada
pergelangan tangan beserta tendon-tendonnya berorigo pada epicondilus medial
pada regio cubiti dan berinsersi pada tulang-tulang metaphalangeal,
interphalangeal proksimal dan interphalangeal distal yang membentuk jari tangan
dan jempol. Pada carpal tunnel, nervus medianus bercabang menjadi komponen
radial dan ulnar. Komponen radial dar nervus medianus akan menjadi cabang
sensorik pada permukaan palmar jari-jari pertama dan kedua dan cabang motorik
m. abductor pollicis brevis, m. opponens pollicis, dan bagian atas dari m. flexor
pollicis brevis. Komponen ulnaris dari nervus medianus memberikan cabang
sensorik ke permukaan jari kedua, ketiga, dan sisi radial jari keempat. Saraf
median dapat mempersarafi permukaan dorsal jari kedua, ketiga, dan keempat
bagian distal sendi interphalangeal proksimal.6,8
Setiap perubahan yang mempersempit terowongan ini akan menyebabkan
tekanan pada struktur yang paling rentan didalamnya yaitu nervus medianus.
Penekanan terhadap nervus medianus menyebabkan nervus tersebut semakin
masuk ke dalam ligamentum carpi transversumsehingga terjadi atrofi eminensia
thenar, kelemahan pada otot fleksor pollicis brevis, otot opponens pollicis dan otot
abductor pollicis brevis yang diikuti dengan hilangnya kemampuan sensorik
ligametum carpi transversum yang dipersarafi oleh bagian distal nervus
medianus.6,7

3.3 Epidemiologi
National Health Interview Study (NIHS) memperkirakan bahwa prevalensi
CTS di Amerika Serikat yang dilaporkan sendiri diantara populasi dewasasebesar
1.55% (2,6 juta penduduk). Kejadian CTS lebih sering mengenai wanita daripada
pria dengan kisaran usia 25–64 tahun dengan prevalensi tertinggi pada wanita usia
lebih dari 55 tahun. Sindroma tersebut bersifat unilateral pada 42% kasus (29%
kanan, 13% kiri) dan 58% bilateral. Di Indonesia, urutan prevalensi CTS dalam
masalah kerja belum diketahui akibat minimnya diagnosis penyakit akibat kerja
yang dilaporkan karena sulitnya penegakan diagnosis tersebut. Penelitian
mengenai pekerjaan dengan risiko tinggi pada pergelangan tangan dan tangan
menyatakan prevalensi CTS antara 5,6–15%.3,4,5
3.4 Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan dan mempengaruhi oleh berbagai
faktor, antara lain:7
 Kelainan anatomi : kelainan tekanan muskulus fleksor, kista ganglionik,
lipoma, congenitally small carpal canal, trombosis arteri
 Infeksi :lyme disease, infeksi mikrobakterial dan septic arthritis
 Inflamasi : penyakit jaringan penyangga, gout atau pseudogout, tenosinovitis
fleksor non spesifik, rheumatoid arthritis, osteoarthritis
 Kelainan metabolik : akromegali, amiloidosis, diabetes mellitus,
hipertiroidisme, hipotiroidisme
 Peningkatan volume kanal : gagal jantung kongestif, edema, obesitas,
kehamilan
 Trauma : fraktur tulang pergelangan tangan (tersering akibat fraktur Colle),
dislokasi salah satu tulang karpal, tekanan yang kuat misalnya melindungi diri
dari benda berat dengan menggunakan pergelangan tangan, hematom akibat
pendarahan interna pada pergelangan tangan, deformitas akibat penyembuhan
fraktur lama yang tidak sempurna.
 Kebiasaan/aktivitas : mengetik komputer, main video atau alat musik,
mengendarai mobil atau motor atau aktivitas yang terus-menerus dan rutin
seperti ahli bedah dan dokter gigi.

3.5 Patogenesis
Terdapat beberapa hipotesis mengenai patogenesis CTS. Pada umumnya
meliputi faktor mekanik dan faktor vaskular dalam timbulnya CTS. Sebagian
besar CTS terjadi secara perlahan-lahan (kronis) akibat gerakan pada pergelangan
tangan yang terus menerus sehingga terjadi penebalan atau tenosinovitits pada
fleksor retinakulum. Hal ini merupakan penyebab tersering dari CTS. Pada
keadaan kronis terdapat penebalan fleksor retinakulum yang menekan nervus
medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama pada nervus medianus akan
menyebabkan tekanan intrafasikuler meninggi. Keadaan ini menyebabkan
perlambatan aliran vena intrafasikuler. Bendungan atau kongesti ini lama-
kelamaan akan mengganggu nutrisi intrafasikuler, selanjutnya terjadi anoksia
yang akan merusak endotel dan menimbulkan kebocoran protein sehingga terjadi
edema epineural. Hipotesis ini dapat menerangkan keluhan yang sering terjadi
pada CTS berupa rasa nyeri dan bengkak terutama pada malam atau pagi hari
yang akan menghilang atau berkurang setelah tangan yang bersangkutan digerak-
gerakkan atau diurut, mungkin karena terjadi perbaikan dari gangguan vaskuler
yang terjadi. Bila keadaan ini berlanjut, akan terjadi fibrosis epineural dan
merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan
jaringan ikat sehingga fungsi nervus medianus terganggu.4,7
Pada CTS akut, biasanya terjadi kompresi yang melebihi tekanan perfusi
kapiler sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi saraf dan saraf menjadi iskemik,
selain itu juga terjadi peninggian tekanan fasikuler yang akan memperberat
keadaan iskemik ini. Pelebaran pembuluh darah akan menyebabkan edema dan
menimbulkan gangguan aliran darah pada saraf dan merusak saraf tersebut (sama
seperti kondisi kronis). Pengaruh mekanik atau tekanan langsung pada saraf tepi
dapat pula menimbulkan invaginasi nodus Ranvier dan demielinisasi setempat
sehingga konduksi saraf terganggu.4,7

3.6 Klasifikasi
Berdasarkan gejala yang terjadi, CTS diklasifikasikan menjadi:
 Grade 1A :subclinical median nerve irritability
- Tes phalen atau tinel positif
- Tidak ada deficit motorik atau deficit sensorik
- Perlu modifikasi aktivitas yang melibatkan tangan untuk pencegahan
penyakit yang memberat
 Grade 1B :mild carpal tunnel syndrome
- Mati rasa singkat
- Kesemutan
- Nyeri pergelangan tangan di malam hari atau dengan nyeri yang berulang
- Tidak ada deficit motorik atau deficit sensorik
- Gejala menghilang dengan pengobatan atau aktivitas yang diperingan
- Terapi bisa memberikan manfaat
 Grade 1C :moderate carpal tunnel syndrome
- Gejala sering timbul
- Tanda-tanda iritabilitas nervus medianus
- Ada kelemahan saraf sensorik dan motorik
 Grade2 :moderate-severe carpal tunnel syndrome
- Gejala lebih sering timbul
- Ada tanda deficit motorik dan deficit sensorik
- Bebat (splint) biasanya mengurangi gejala
- Bisa membaik dengan dekompresi bedah
 Grade3 :severe carpal tunnel syndrome
- Gejala berkelanjutan
- Ada deficit motorik dan deficit sensorik
- Denervasi pada EMG
- Bebat (splint) biasanya mengurangi gejala
- Dengan terapi bedah, pemulihan lama dan tidak bisa kembali seperti semula

3.7 Gejala Klinis


Pada tahap awal gejala umumnya berupa gangguan sensorik saja. Gangguan
motorik hanya terjadi pada keadaan yang berat. Gejala awal biasanya berupa
parestesia, baal (numbness) atau rasa seperti terkena aliran listrik (tingling) pada
jari dan setengah sisi radial jari sesuai dengan distribusi sensorik nervus
medianus, walaupun kadang-kadang dirasakan pada seluruh jari-jari.9,10
Keluhan parestesia biasanya lebih menonjol di malam hari. Gejala lainnya
adalah nyeri di tangan yang juga dirasakan lebih berat pada malam hari sehingga
sering membangunkan penderita dari tidurnya. Rasa nyeri ini umumnya agak
berkurang bila penderita memijat atau menggerak-gerakkan tangannya atau
dengan meletakkan tangannya pada posisi yang lebih tinggi. Nyeri juga akan
berkurang bila penderita lebih banyak mengistirahatkan tangannya.10,11
Apabila tidak segera ditagani dengan baik maka jari-jari menjadi kurang
terampil misalnya saat memungut benda-benda kecil. Kelemahan pada tangan
juga sering dinyatakan dengan keluhan adanya kesulitan yang dirasakan penderita
sewaktu menggenggam. Pada tahap lanjut dapat dijumpai atrofi otot-otot thenar
(oppones pollicis dan abductor pollicis brevis) dan otot-otot lainya yang
diinervasi oleh nervus medianus.10

3.8 Penegakan Diagnosis


Diagnosis carpal tunnel syndrome ditegakan berdasarkan gejala-gejala yang
ada dan disukung oleh beberapa pemeriksaan:9
1. Pemeriksaan fisik

Haruslah dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan


perhatian khusus pada fungsi motorik, sensorik, dan otonom tangan.
Beberapa pemeriksaan tes provokasi yang dapat membantu menegakan
diagnosis carpal tunnel syndrome adalah sebagai berikut:
a. Flick’s sign

Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakan


jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong
diagnosa.
b. Thenar wasting

Pada inspeksi dan palpasi terdapat atrofi otot-otot thenar.


c. Wrist extension test

Penderita melakukan ekstensi secara maksimal, sebaiknya dilakukan


secara serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila
dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti carpal tunnel syndrome,
maka tes ini menyokong.
d. Phalen’s test

Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam waktu


60 detik timbul gejala seperti carpal tunnel syndrome, tes ini
menyokong diagnosis.
e. Torniquet test

Dilakukan pemasangan tourniquet dengan menggunakan tensimeter


diatas siku dengan tekanan sedikit diatas sistolik. Bila dalam 1 menit
timbul gejala CTS maka tes ini menyokong.
f. Tinel’s sign

Tes ini mendukung diagnosis bila timbul parestesia atau nyeri pada
daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada
terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
g. Pressure test

Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan menggunakan


ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti
CTS, tes ini menyokong
h. Luthy’s sign

Penderita diminta melingkari bu jari dan jari telunjuk pada botol atau
gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya
dengan rapat maka tes ini menyokong diagnosa.
i. Pemeriksaan fungsi otonom

Diperhatikan adakah perbedaan keringat, kulit yang kering atau licin


yang terbatas pada daerah inervasi nervus medianus.
j. Pemeriksaan sensibilitas

Bila penderita tidak dapat membedakan dua titik (two-point


discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah nervus medianus,
tes dianggap positif.
2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)

a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukan adanya fibrilasi, polifasik,


gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-otot
thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-otot
lumbrikal. EMG bisa normal pada 31% kasus carpal tunnel syndrome.
b. Kecepatan hantar saraf pada 15-20% kasus bisa normal. Pada yang
lainnya KHS akan menurun dan masa latent distal dapat memanjang,
menunjukan adanya gangguan pada konduksi saraf di pergelangan
tangan. Masa laten sensorik lebih sensitif dari masa laten motorik.

3. Pemerksaan radilogis

Pemeriksaan foto roentgen pada pergelangan tangan dapat membantu


melihat apakah penyebab dari CTS terdapat penyebab lain seperti fraktur
atau artritis.
4. Pemeriksaan laboratorium

Bila etiologi dari CTS belum jelas seperti pada usia muda tanpa adanya
gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan
seperti kadar gula darah, kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.

Gambar 3. Tes Tinnel (kiri) dan Tes Phalen (kanan)

3.9 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari CTS antara lain:
1. Cervical radiculopaty
Biasanya keluhannya akan berkurang bila leher diistirahatkan dan
bertambah berat bila leher bergerak. Distribusi gangguan sensorik sesuai
dermatomnya.
2. Thoracic outlet syndrome
Dijumpi atrofi otot-otot tangan lainnya selain otot-otot thenar. Gangguan
sensorik dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan dan lengan bawah.
3. Pronator teres syndrome
Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di telapak tangan daripada
CTS karena cabang nervus medianus ke kulit telapak tangan tidak
melalui terowongan karpal.
4. De Quervain’s syndrome
Tenosinovitis dari tendon muskulus abduktor pollicis longus dan
ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan tangan yang repetitif.
Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada pergelangan tangan di
dekat ibu jari. Dilakukan Finkelstein’s test denganmempalpasi otot
abduktor ibu jari pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila nyeri
bertambah.
3.10 Tatalaksana
Penatalaksanaan carpal tunnel syndrome tergantung pada etiologi, durasi
gejala, dan intensitas kompresi saraf. Kasus ringan bisa diobati dengan obat anti
inflamasi non steroid (OAINS) dan menggunakan penjepit pergelangan tangan
yang mempertahankan tangan dalam posisi netral selama minimal 2 bulan,
terutama pada malam hari atau selama gerakan berulang. Kasus lebih lanjut dapat
diterapi dengan injeksi steroid lokal yang mengurangi peradangan. Jika tidak
efektif, dan gejala yang cukup mengganggu, operasi sering dianjurkan untuk
meringankan kompresi. Oleh karena itu sebaiknya terapi CTS dibagi atas 2
kelompok, yaitu:12
1. Terapi langsung terhadap CTS
a. Terapi konservatif
- Istirahatkan pergelangan tangan.
- Obat anti inflamasi non steroid.
NSAID dapat mengurangi inflamasi dan membantu menghilangkan
nyeri. Pada umumnya digunakan untuk menghilangkan nyeri ringan
sampai sedang. Obat pilihan untuk terapi awal biasanya adalah ibuprofen.
Untuk pilihan lainnya ada ketoprofen dan naproxen.
- Pemasangan bidai pada posisi netral pergelangan tangan.
Bidai dapat dipasang terus-menerus atau hanya pada malam hari selama
2-3 minggu.
- Injeksi steroid.
Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg atau
metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan
karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke
arah proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon
musculus palmaris longus. Sementara suntikan dapat diulang dalam 7
sampai 10 hari untuk total tiga atau empat suntikan. Tindakan operasi
dapat dipertimbangkan bila hasil terapi belum memuaskan setelah diberi
3 kali suntikan. Suntikan harus digunakan dengan hati-hati untuk pasien
di bawah usia 30 tahun.

- Vitamin B6 (piridoksin).
Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab CTS adalah
defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian
piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa pendapat
menyebutkan bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan
dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar. Namun
pemberian dapat berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri.
- Fisioterapi.
Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.
b. Terapi operatif
Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan
dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat
atau adanya atrofi otot-otot thenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi
pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus
dilakukan operasi bilateral. Pendapat lain menyatakan bahwa tindakan
operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi
otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah
hilangnya sensibilitas yang persisten.14 Biasanya tindakan operasi CTS
dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah
dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik
memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang
minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih
sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa
penyebab CTS seperti adanya massa atau anomaly maupun tenosinovitis
pada terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka.12
2. Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari CTS
Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS harus ditanggulangi,
sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan CTS kembali. Pada keadaan di
mana CTS terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan
penyesuaian ataupun pencegahan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya CTS atau mencegah kekambuhannya antara lain: (a)
mengurangi posisi kaku pada pergelangan tangan, gerakan repetitif, getaran
peralatan tangan pada saat bekerja; (b) desain peralatan kerja supaya tangan dalam
posisi natural saat kerja; (c) modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan
variasi gerakan; (d) mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta
mengupayakan rotasi kerja; serta (e) meningkatkan pengetahuan pekerja tentang
gejala-gejala dini CTS sehingga pekerja dapat mengenali gejala-gejala CTS lebih
dini.12
Di samping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang sering
mendasari terjadinya CTS seperti : trauma akut maupun kronik pada pergelangan
tangan dan daerah sekitarnya, gagal ginjal, penderita yang sering dihemodialisa,
myxedema akibat hipotiroid, akromegali akibat tumor hipofise, kehamilan atau
penggunaan pil kontrasepsi, penyakit kolagen vaskular, artritis, tenosinovitis,
infeksi pergelangan tangan, obesitas dan penyakit lain yang dapat menyebabkan
retensi cairan atau menyebabkan bertambahnya isi terowongan karpal.12
3.11 Pencegahan
Pencegahan untuk CTS bisa dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: (1)
usahakan agar pergelangan tangan selalu dalam posisis netral; (2) perbaiki cara
memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah seluruh tangan dan jari-
jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan hanya menggunakan ibu jari dan
telunjuk; (3) batasi gerakan tangan yang repetitive; (4) istirahatkan tangan secara
periodic; (5) kurangi kecepatan dan kekuatan tangan agar pergelangan tangan
memiliki waktu untuk beristirahat; dan (6) latih otot-otot tangan dan lengan
bawah dengan melakukan peregangan secara teratur.9

3.12 Komplikasi
Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya
sensibilitas yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang
berat adalah reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat,
hiperalgesia, disestesia, dan gangguan trofik.11

3.13 Prognosa
Prognosis dari terapi yang diberikan pada CTS ringan umumnya baik.
Perbaikan yang paling cepat dirasakan adalah hilangnya rasa nyeri yang kemudian
diikuti perbaikan sensorik. Biasanya perbaikan motorik dan otot-otot yang
mengalami atrofi baru diperoleh kemudian. Keseluruhan proses perbaikan CTS
setelah operasi ada yang sampai memakan waktu 18 bulan.11
BAB IV
ANALISIS KASUS

Nyonya EE, 43 tahun, perempuan, mengeluh sejak 3 tahun yang lalu


merasa kebas dan kesemutan pada ujung-ujung jari kedua tangan. Terkadang
keluhan kebas pada ujung jari tangan disertai dengan kesemutan dan nyeri di
telapak tangan dan timbul terutama saat pasien beraktivitas. Akibat keluhan
tersebut, pasien mengaku sulit memegang barang karena kekakuan pada jari-jari
tangannya. Keluhan yang dirasakan mengganggu kegiatan harian pasien, seperti
memegang gelas untuk minum, memakai pakaian, mandi, dan sebagainya. Sejak 3
bulan yang lalu, pasien mengeluh rasa kebas dan kesemutan dirasakan semakin
hebat terutama pada ibu jari, telunjuk, dan jari tengah, bahkan tanpa dipengaruhi
aktivitas yang dilakukan. Keluhan dirasakan lebih berat pada tangan kiri
dibandingan dengan tangan kanan. Pasien kemudian berobat ke poli saraf RSMH
untuk berobat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tes Phallen postif dan test
Tinnel positif.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan test provokasi yang
telah dilakukan, diagnosis Bilateral Carpal Tunnel Syndrome dapat ditegakkan.
Pada kasus ini rasa kebas dan kesemutan yang dirasakan pasien cukup khas yaitu
pada distribusi nervus medianus setinggi pergelangan tangan. Terapi
medikamentosa yang diberikan untuk mengatasi keluhan nyeri adalah
paracetamol, natrium diklofenak (NSAID) dan diazepam (anticonvulsan) yang
diberikan dua kali sehari. Sedangkan untuk mengatasi neuropati yang terjadi pada
n.medianus diberikan gabapentin. Selain itu, diberikan juga neurodex untuk
vitamin neurotropik yang diminum satu kali sehari. Pasien disarankan untuk
melakukan pemeriksaan penunjang berupa elektroneuromiografi. Pasien juga
diedukasi untuk bisa mengatasi atau mengurangi keluhan kebas dan kesemutan di
rumah dengan mengistirahatkan tangan dan tidak menggunakan tangan untuk
kegiatan yang berlebihan seperti mengangkat beban berat dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

1. Jagga V., Lehri A.,et al. Occupation and Its Association with Carpal Tunnel
Syndrome: A Review. Journal of Exercise Science and Physiotherapy. 2011.
Vol. 7, No. 2: p.68-78.
2. Kurniawan, Bina,et al. Faktor Risiko Kejadian Carpal Tunnel Syndrome
(CTS) pada Wanita Pemetik Melati di Desa Karangcengis, Purbalingga.
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. 2008. Vol. 3, No. 1.
3. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Clinical Practice Guideline on
the Treatment of Carpal Tunnel Syndrome. Journal of Orthopaedic Surgeons.
2008.
4. Gorsché, R. Carpal Tunnel Syndrome. The Canadian Journal of CME. 2001,
p.101-117.
5. Tana, Lusianawaty,et al. Carpal Tunnel Syndrome pada Pekerja Garmen di
Jakarta. Buletin Peneliti Kesehatan. 2004. vol. 32, no. 2: p.73-82.
6. Chammas, M.,J. Boretto, L.M. Burmann, R.M. Ramos, F.C.D.S. Neto, and
J.B.Silva. 2014. Carpal Tunnel Syndrome – Part I (Anatomy, Physiology,
Etiology, and Diagnosis). Rev Bras Ortop. 49(5). p.429-436.
7. Bachrudin, M. 2011. Carpal Tunnel Syndrome. Jurnal saintika medika. 7(14).
Hal 78-87.
8. Snell, Richard S.2007. Clinical Anatomy by Systems. USA: Lippincott
Williams & Wilkins.
9. Barnardo, Jonathan.2004. Carpal tunnel syndrome in hand on practical
advise on management of rheumatic disease. Juni (3): p.1-3.
10. Davis, Larry E, Molly K. King, Jessica L. Schultz. 2005. Carpal tunnel
syndrome in fundamentals of neurologic disease. New York: DemosMedical
Publishing: p.61-63.
11. Aroori, S., Spence, R.A.J. 2008. Carpal tunnel syndrome. Ulster Med J,
77(1): p.6-17.
12. Huldani. 2013. Carpal Tunnel Syndrome. Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat. (http://eprints.unlam.ac.id/205/1/HULDANI%20-
%20CARPAL%20TUNNEL%20SYNDROM.pdf, diakses 18 Maret 2019).

Anda mungkin juga menyukai