Case CTS Fix
Case CTS Fix
PENDAHULUAN
2.1 Identifikasi
Nama : Eka Elektrika
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan Sumur Tinggi III, 5 Ilir, Ilir Timur 2
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 12 Maret 2019
2.2 Anamnesis
Penderita datang berobat ke Poliklinik Neurologi RSMH dengan
kesemutan di tangan kiri dan kanan yang memberat sejak 3 bulan yang lalu.
Sejak 3 tahun yang lalu, penderita mengeluh ujung-ujung jari tangan
terasa kebas. Terkadang keluhan kebas pada ujung jari tangan disertai
dengan kesemutan dan nyeri di telapak tangan. Kesemutan dan kebas timbul
terutama saat penderita beraktivitas. Akibat keluhan tersebut, penderita
mengaku sulit memegang barang karena kekakuan pada jari-jari tangannya.
Selain itu, keluhan yang dirasakan mengganggu kegiatan harian penderita,
seperti memegang gelas untuk minum, memakai pakaian, mandi, dan
sebagainya. Keluhan di tangan kiri lebih berat dibandingkan dengan tangan
kanan. Penderita tidak mengeluh mual dan muntah. Pasien tidak merasakan
adanya pandangan berkunang atau ganda, telinga berdenging, kejang, rasa
baal/kesemutan pada tubuh, kelemahan sesisi tubuh, gangguan berbicara,
maupun kehilangan kesadaran.
Penderita menyangkal adanya riwayat darah tinggi maupun kencing
manis serta riwayat penyakit jantung ataupun ginjal. Penderita sehari-hari
bekerja dengan menggunakan komputer dan mengetik.
Kesemutan dan kebas dirasakan pasien pertama kali 3 tahun yang lalu
dan dirasakan semakin sering dan memberat dalam waktu 3 bulan.
2.3 Pemeriksaan Fisik
Status Presense
Status Internus
Kesadaran : GCS = 15 (E: 4, M: 6, V: 5)
Gizi : Cukup
Suhu Badan : 36,5°C Jantung : HR 81x/m, m(-), g(-)
Nadi : 82x/menit Paru-paru : ves (+), N, R(-),W(-)
Pernapasan : 20 x/menit Hepar : tidak teraba
Tekanan Darah : 130/90 mmHg Lien : tidak teraba
Berat Badan : 60 kg Anggota Gerak: edema (-)
Tinggi Badan : 160 cm Genitalia : tidak diperiksa
Status Psikiatrikus
Sikap : wajar, kooperatif Ekspresi Muka : wajar
Perhatian : ada Kontak Psikik : ada
Status Neurologikus
Kepala
Bentuk : normocephali Deformitas : tidak ada
Ukuran : normal Fraktur : tidak ada
Simetris : simetris Nyeri fraktur : tidak ada
Hematom : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada pelebaran
Tumor : tidak ada Pulsasi : tidak ada kelainan
Leher
Sikap : lurus Deformitas : tidak ada
Torticolis : tidak ada Tumor : tidak ada
Kaku kuduk : tidak ada Pembuluh darah : tidak ada kelainan
SYARAF-SYARAF OTAK
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman tidak ada kelainan tidak ada kelainan
Anosmia - -
Hyposmia - -
Parosmia - -
Pupil
- Bentuknya bulat bulat
- Besarnya Ø 3 mm Ø 3 mm
- Isokori/anisokor isokor isokor
- Midriasis/miosis tidak ada tidak ada
- Refleks cahaya
- Langsung ada ada
- Konsensuil ada ada
- Akomodasi ada ada
- Argyll Robertson tidak ada tidak ada
N. Statoacusticus
N. Cochlearis Kanan Kiri
Suara bisikan Normal Normal
Detik arloji tidak dilakukan
Tes Weber tidak dilakukan
Tes Rinne tidak dilakukan
N. Vestibularis
Nistagmus tidak ada tidak ada
Vertigo tidak ada tidak ada
N. Accessorius
Mengangkat bahu tidak ada kelainan
Memutar kepala tidak ada kelainan
N. Hypoglossus
Mengulur lidah deviasi (-)
Fasikulasi tidak ada kelainan
Atrofi papil tidak ada
Disartria tidak ada
MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan cukup cukup
Kekuatan 5 5
Tonus normal normal
Refleks fisiologis
- Biceps normal normal
- Triceps normal normal
- Radius normal normal
- Ulna normal normal
Refleks patologis
- Hoffman Tromner tidak ada
- Leri tidak dilakukan
- Meyer tidak dilakukan
SENSORIK
Tidak ada kelainan fungsi eksteroseptif dan proprioseptif.
FUNGSI LUHUR
Afasia motorik : tidak ada
Afasia sensorik : tidak ada
Apraksia : tidak ada
Agrafia : tidak ada
Alexia : tidak ada
Afasia nominal : tidak ada
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : tidak ada kelainan
Defekasi : tidak ada kelainan
KOLUMNA VERTEBRALIS
Kyphosis : tidak ada
Lordosis : tidak ada
Gibbus : tidak ada
Deformitas : tidak ada
Tumor : tidak ada
Meningocele : tidak ada
Hematoma : tidak ada
Nyeri ketok : tidak ada
GERAKAN ABNORMAL
Tremor : tidak ada
Chorea : tidak ada
Athetosis : tidak ada
Ballismus : tidak ada
Dystoni : tidak ada
Myocloni : tidak ada
PEMERIKSAAN TAMBAHAN
Kanan Kiri
Phalen test Positif Positif
Tinnel test Positif Positif
2.6 Tatalaksana
Non Farmakologis
Disarankan melakukan Elektroneuromiografi (ENMG).
Mengistirahatkan tangan dan tidak menggunakan tangan untuk
kegiatan yang berlebihan seperti mengangkat beban berat dan lain-lain.
Farmakologis
Paracetamol 400 mg
Natrium diklofenak 30 mg 2 x 1 capsul
Diazepam 1mg
Gabapentin 1x300mg
Neurodex 1x1tab
2.7 Prognosis
Quo ad Vitam : Bonam
Quo ad Functionam : Bonam
Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Carpal tunnel menjadi tempat lewatnya nervus medianus dan sembilan ruas
tendon flexor jari. Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan
pergerakan pada jari-jari tangan. Jari tangan dan otot-otot fleksor pada
pergelangan tangan beserta tendon-tendonnya berorigo pada epicondilus medial
pada regio cubiti dan berinsersi pada tulang-tulang metaphalangeal,
interphalangeal proksimal dan interphalangeal distal yang membentuk jari tangan
dan jempol. Pada carpal tunnel, nervus medianus bercabang menjadi komponen
radial dan ulnar. Komponen radial dar nervus medianus akan menjadi cabang
sensorik pada permukaan palmar jari-jari pertama dan kedua dan cabang motorik
m. abductor pollicis brevis, m. opponens pollicis, dan bagian atas dari m. flexor
pollicis brevis. Komponen ulnaris dari nervus medianus memberikan cabang
sensorik ke permukaan jari kedua, ketiga, dan sisi radial jari keempat. Saraf
median dapat mempersarafi permukaan dorsal jari kedua, ketiga, dan keempat
bagian distal sendi interphalangeal proksimal.6,8
Setiap perubahan yang mempersempit terowongan ini akan menyebabkan
tekanan pada struktur yang paling rentan didalamnya yaitu nervus medianus.
Penekanan terhadap nervus medianus menyebabkan nervus tersebut semakin
masuk ke dalam ligamentum carpi transversumsehingga terjadi atrofi eminensia
thenar, kelemahan pada otot fleksor pollicis brevis, otot opponens pollicis dan otot
abductor pollicis brevis yang diikuti dengan hilangnya kemampuan sensorik
ligametum carpi transversum yang dipersarafi oleh bagian distal nervus
medianus.6,7
3.3 Epidemiologi
National Health Interview Study (NIHS) memperkirakan bahwa prevalensi
CTS di Amerika Serikat yang dilaporkan sendiri diantara populasi dewasasebesar
1.55% (2,6 juta penduduk). Kejadian CTS lebih sering mengenai wanita daripada
pria dengan kisaran usia 25–64 tahun dengan prevalensi tertinggi pada wanita usia
lebih dari 55 tahun. Sindroma tersebut bersifat unilateral pada 42% kasus (29%
kanan, 13% kiri) dan 58% bilateral. Di Indonesia, urutan prevalensi CTS dalam
masalah kerja belum diketahui akibat minimnya diagnosis penyakit akibat kerja
yang dilaporkan karena sulitnya penegakan diagnosis tersebut. Penelitian
mengenai pekerjaan dengan risiko tinggi pada pergelangan tangan dan tangan
menyatakan prevalensi CTS antara 5,6–15%.3,4,5
3.4 Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan dan mempengaruhi oleh berbagai
faktor, antara lain:7
Kelainan anatomi : kelainan tekanan muskulus fleksor, kista ganglionik,
lipoma, congenitally small carpal canal, trombosis arteri
Infeksi :lyme disease, infeksi mikrobakterial dan septic arthritis
Inflamasi : penyakit jaringan penyangga, gout atau pseudogout, tenosinovitis
fleksor non spesifik, rheumatoid arthritis, osteoarthritis
Kelainan metabolik : akromegali, amiloidosis, diabetes mellitus,
hipertiroidisme, hipotiroidisme
Peningkatan volume kanal : gagal jantung kongestif, edema, obesitas,
kehamilan
Trauma : fraktur tulang pergelangan tangan (tersering akibat fraktur Colle),
dislokasi salah satu tulang karpal, tekanan yang kuat misalnya melindungi diri
dari benda berat dengan menggunakan pergelangan tangan, hematom akibat
pendarahan interna pada pergelangan tangan, deformitas akibat penyembuhan
fraktur lama yang tidak sempurna.
Kebiasaan/aktivitas : mengetik komputer, main video atau alat musik,
mengendarai mobil atau motor atau aktivitas yang terus-menerus dan rutin
seperti ahli bedah dan dokter gigi.
3.5 Patogenesis
Terdapat beberapa hipotesis mengenai patogenesis CTS. Pada umumnya
meliputi faktor mekanik dan faktor vaskular dalam timbulnya CTS. Sebagian
besar CTS terjadi secara perlahan-lahan (kronis) akibat gerakan pada pergelangan
tangan yang terus menerus sehingga terjadi penebalan atau tenosinovitits pada
fleksor retinakulum. Hal ini merupakan penyebab tersering dari CTS. Pada
keadaan kronis terdapat penebalan fleksor retinakulum yang menekan nervus
medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama pada nervus medianus akan
menyebabkan tekanan intrafasikuler meninggi. Keadaan ini menyebabkan
perlambatan aliran vena intrafasikuler. Bendungan atau kongesti ini lama-
kelamaan akan mengganggu nutrisi intrafasikuler, selanjutnya terjadi anoksia
yang akan merusak endotel dan menimbulkan kebocoran protein sehingga terjadi
edema epineural. Hipotesis ini dapat menerangkan keluhan yang sering terjadi
pada CTS berupa rasa nyeri dan bengkak terutama pada malam atau pagi hari
yang akan menghilang atau berkurang setelah tangan yang bersangkutan digerak-
gerakkan atau diurut, mungkin karena terjadi perbaikan dari gangguan vaskuler
yang terjadi. Bila keadaan ini berlanjut, akan terjadi fibrosis epineural dan
merusak serabut saraf. Lama-kelamaan saraf menjadi atrofi dan digantikan
jaringan ikat sehingga fungsi nervus medianus terganggu.4,7
Pada CTS akut, biasanya terjadi kompresi yang melebihi tekanan perfusi
kapiler sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi saraf dan saraf menjadi iskemik,
selain itu juga terjadi peninggian tekanan fasikuler yang akan memperberat
keadaan iskemik ini. Pelebaran pembuluh darah akan menyebabkan edema dan
menimbulkan gangguan aliran darah pada saraf dan merusak saraf tersebut (sama
seperti kondisi kronis). Pengaruh mekanik atau tekanan langsung pada saraf tepi
dapat pula menimbulkan invaginasi nodus Ranvier dan demielinisasi setempat
sehingga konduksi saraf terganggu.4,7
3.6 Klasifikasi
Berdasarkan gejala yang terjadi, CTS diklasifikasikan menjadi:
Grade 1A :subclinical median nerve irritability
- Tes phalen atau tinel positif
- Tidak ada deficit motorik atau deficit sensorik
- Perlu modifikasi aktivitas yang melibatkan tangan untuk pencegahan
penyakit yang memberat
Grade 1B :mild carpal tunnel syndrome
- Mati rasa singkat
- Kesemutan
- Nyeri pergelangan tangan di malam hari atau dengan nyeri yang berulang
- Tidak ada deficit motorik atau deficit sensorik
- Gejala menghilang dengan pengobatan atau aktivitas yang diperingan
- Terapi bisa memberikan manfaat
Grade 1C :moderate carpal tunnel syndrome
- Gejala sering timbul
- Tanda-tanda iritabilitas nervus medianus
- Ada kelemahan saraf sensorik dan motorik
Grade2 :moderate-severe carpal tunnel syndrome
- Gejala lebih sering timbul
- Ada tanda deficit motorik dan deficit sensorik
- Bebat (splint) biasanya mengurangi gejala
- Bisa membaik dengan dekompresi bedah
Grade3 :severe carpal tunnel syndrome
- Gejala berkelanjutan
- Ada deficit motorik dan deficit sensorik
- Denervasi pada EMG
- Bebat (splint) biasanya mengurangi gejala
- Dengan terapi bedah, pemulihan lama dan tidak bisa kembali seperti semula
Tes ini mendukung diagnosis bila timbul parestesia atau nyeri pada
daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada
terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
g. Pressure test
Penderita diminta melingkari bu jari dan jari telunjuk pada botol atau
gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat menyentuh dindingnya
dengan rapat maka tes ini menyokong diagnosa.
i. Pemeriksaan fungsi otonom
3. Pemerksaan radilogis
Bila etiologi dari CTS belum jelas seperti pada usia muda tanpa adanya
gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa pemeriksaan
seperti kadar gula darah, kadar hormon tiroid ataupun darah lengkap.
- Vitamin B6 (piridoksin).
Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu penyebab CTS adalah
defisiensi piridoksin sehingga mereka menganjurkan pemberian
piridoksin 100-300 mg/hari selama 3 bulan. Tetapi beberapa pendapat
menyebutkan bahwa pemberian piridoksin tidak bermanfaat bahkan
dapat menimbulkan neuropati bila diberikan dalam dosis besar. Namun
pemberian dapat berfungsi untuk mengurangi rasa nyeri.
- Fisioterapi.
Ditujukan pada perbaikan vaskularisasi pergelangan tangan.
b. Terapi operatif
Operasi hanya dilakukan pada kasus yang tidak mengalami perbaikan
dengan terapi konservatif atau bila terjadi gangguan sensorik yang berat
atau adanya atrofi otot-otot thenar. Pada CTS bilateral biasanya operasi
pertama dilakukan pada tangan yang paling nyeri walaupun dapat sekaligus
dilakukan operasi bilateral. Pendapat lain menyatakan bahwa tindakan
operasi mutlak dilakukan bila terapi konservatif gagal atau bila ada atrofi
otot-otot thenar, sedangkan indikasi relatif tindakan operasi adalah
hilangnya sensibilitas yang persisten.14 Biasanya tindakan operasi CTS
dilakukan secara terbuka dengan anestesi lokal, tetapi sekarang telah
dikembangkan teknik operasi secara endoskopik. Operasi endoskopik
memungkinkan mobilisasi penderita secara dini dengan jaringan parut yang
minimal, tetapi karena terbatasnya lapangan operasi tindakan ini lebih
sering menimbulkan komplikasi operasi seperti cedera pada saraf. Beberapa
penyebab CTS seperti adanya massa atau anomaly maupun tenosinovitis
pada terowongan karpal lebih baik dioperasi secara terbuka.12
2. Terapi terhadap keadaan atau penyakit yang mendasari CTS
Keadaan atau penyakit yang mendasari terjadinya CTS harus ditanggulangi,
sebab bila tidak dapat menimbulkan kekambuhan CTS kembali. Pada keadaan di
mana CTS terjadi akibat gerakan tangan yang repetitif harus dilakukan
penyesuaian ataupun pencegahan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya CTS atau mencegah kekambuhannya antara lain: (a)
mengurangi posisi kaku pada pergelangan tangan, gerakan repetitif, getaran
peralatan tangan pada saat bekerja; (b) desain peralatan kerja supaya tangan dalam
posisi natural saat kerja; (c) modifikasi tata ruang kerja untuk memudahkan
variasi gerakan; (d) mengubah metode kerja untuk sesekali istirahat pendek serta
mengupayakan rotasi kerja; serta (e) meningkatkan pengetahuan pekerja tentang
gejala-gejala dini CTS sehingga pekerja dapat mengenali gejala-gejala CTS lebih
dini.12
Di samping itu perlu pula diperhatikan beberapa penyakit yang sering
mendasari terjadinya CTS seperti : trauma akut maupun kronik pada pergelangan
tangan dan daerah sekitarnya, gagal ginjal, penderita yang sering dihemodialisa,
myxedema akibat hipotiroid, akromegali akibat tumor hipofise, kehamilan atau
penggunaan pil kontrasepsi, penyakit kolagen vaskular, artritis, tenosinovitis,
infeksi pergelangan tangan, obesitas dan penyakit lain yang dapat menyebabkan
retensi cairan atau menyebabkan bertambahnya isi terowongan karpal.12
3.11 Pencegahan
Pencegahan untuk CTS bisa dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: (1)
usahakan agar pergelangan tangan selalu dalam posisis netral; (2) perbaiki cara
memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah seluruh tangan dan jari-
jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan hanya menggunakan ibu jari dan
telunjuk; (3) batasi gerakan tangan yang repetitive; (4) istirahatkan tangan secara
periodic; (5) kurangi kecepatan dan kekuatan tangan agar pergelangan tangan
memiliki waktu untuk beristirahat; dan (6) latih otot-otot tangan dan lengan
bawah dengan melakukan peregangan secara teratur.9
3.12 Komplikasi
Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya
sensibilitas yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang
berat adalah reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri hebat,
hiperalgesia, disestesia, dan gangguan trofik.11
3.13 Prognosa
Prognosis dari terapi yang diberikan pada CTS ringan umumnya baik.
Perbaikan yang paling cepat dirasakan adalah hilangnya rasa nyeri yang kemudian
diikuti perbaikan sensorik. Biasanya perbaikan motorik dan otot-otot yang
mengalami atrofi baru diperoleh kemudian. Keseluruhan proses perbaikan CTS
setelah operasi ada yang sampai memakan waktu 18 bulan.11
BAB IV
ANALISIS KASUS
1. Jagga V., Lehri A.,et al. Occupation and Its Association with Carpal Tunnel
Syndrome: A Review. Journal of Exercise Science and Physiotherapy. 2011.
Vol. 7, No. 2: p.68-78.
2. Kurniawan, Bina,et al. Faktor Risiko Kejadian Carpal Tunnel Syndrome
(CTS) pada Wanita Pemetik Melati di Desa Karangcengis, Purbalingga.
Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia. 2008. Vol. 3, No. 1.
3. American Academy of Orthopaedic Surgeons. Clinical Practice Guideline on
the Treatment of Carpal Tunnel Syndrome. Journal of Orthopaedic Surgeons.
2008.
4. Gorsché, R. Carpal Tunnel Syndrome. The Canadian Journal of CME. 2001,
p.101-117.
5. Tana, Lusianawaty,et al. Carpal Tunnel Syndrome pada Pekerja Garmen di
Jakarta. Buletin Peneliti Kesehatan. 2004. vol. 32, no. 2: p.73-82.
6. Chammas, M.,J. Boretto, L.M. Burmann, R.M. Ramos, F.C.D.S. Neto, and
J.B.Silva. 2014. Carpal Tunnel Syndrome – Part I (Anatomy, Physiology,
Etiology, and Diagnosis). Rev Bras Ortop. 49(5). p.429-436.
7. Bachrudin, M. 2011. Carpal Tunnel Syndrome. Jurnal saintika medika. 7(14).
Hal 78-87.
8. Snell, Richard S.2007. Clinical Anatomy by Systems. USA: Lippincott
Williams & Wilkins.
9. Barnardo, Jonathan.2004. Carpal tunnel syndrome in hand on practical
advise on management of rheumatic disease. Juni (3): p.1-3.
10. Davis, Larry E, Molly K. King, Jessica L. Schultz. 2005. Carpal tunnel
syndrome in fundamentals of neurologic disease. New York: DemosMedical
Publishing: p.61-63.
11. Aroori, S., Spence, R.A.J. 2008. Carpal tunnel syndrome. Ulster Med J,
77(1): p.6-17.
12. Huldani. 2013. Carpal Tunnel Syndrome. Fakultas Kedokteran Universitas
Lambung Mangkurat. (http://eprints.unlam.ac.id/205/1/HULDANI%20-
%20CARPAL%20TUNNEL%20SYNDROM.pdf, diakses 18 Maret 2019).