Anda di halaman 1dari 14

PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591

(Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X


Vol.15 No. 02 Desember 2018

STUDI PROSPEKTIF POTENSI INTERAKSI OBAT GOLONGAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN


PEDIATRI DI RUMAH SAKIT ANANDA PURWOKERTO

PROSPECTIVE STUDY OF POTENTIAL INTERACTIONS OF ANTIBIOTICS IN PEDIATRIC


PATIENTS AT ANANDA PURWOKERTO HOSPITAL

Much Ilham Novalisa Aji Wibowo, Rima Anggita Pratiwi, Elza Sundhani

Faculty of Pharmacy, Universitas Muhammadiyah Purwokerto,


Jl. Raya Dukuhwaluh, Dukuhwaluh, Kembaran, Purwokerto 53182, Indonesia
Email: aji.wibowo.ump@gmail.com (Much Ilham Novalisa Aji WIbowo)

ABSTRAK

Interaksi obat terjadi pada saat efek suatu obat (index drug) berubah akibat adanya
suatu interaksi dengan obat lain (precipitant drug), makanan, atau minuman. Perubahan
ini dapat berinteraksi menghasilkan efek yang dikehendaki (Desirable Drug Interaction),
atau efek sebaliknya yaitu tidak dikehendaki (Adverse Drug Interaction). Dilaporkan
bahwa kejadian interaksi obat lebih banyak terjadi pada pasien dewasa, sedangkan
laporan mengenai kejadian interaksi obat pada pasien anak masih sedikit. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui potensi interaksi obat golongan antibiotik yang terjadi
pada resep pasien pediatri di Rumah Sakit Ananda, Purwokerto. Penelitian dilakukan
secara deskriptif noneksperimental dengan pengambilan data prospektif dilakukan pada
data rekam medik dan resep pasien pediatri pada bulan Februari – April 2018. Sampel
diperoleh secara purposive sampling dengan kriteria inklusi pasien pediatri yang
tergolong bayi (usia 28 hari–23 bulan), anak–anak (usia 2–11 tahun), dan remaja (usia
12–18 tahun), pasien pediatri yang mendapat resep obat yang mengandung antibiotik,
pasien pediatri yang mendapat obat ≥2 macam obat secara bersamaan, pasien pediatri
yang dirawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Ananda Purwokerto. Hasil penelitian
menunjukkan terdapat 11 kasus kombinasi obat yang diidentifikasi berpotensi
menyebabkan interaksi obat. Jenis interaksi obat terjadi pada interaksi farmakokinetik
(54,5%) dan farmakodinamik (45,5%). Potensi interaksi antibiotik dengan antibiotik
maupun dengan obat lain terjadi pada kategori mayor (18,2%), moderat (72,7%), dan
minor (9,1%). Kesimpulan penelitian yaitu terdapat interaksi antara antibiotik dengan
antibiotik maupun dengan obat lain. Interaksi obat terjadi pada fase farmakokinetik dan
farmakodinamik. Tingkat keparahan interaksi yang terjadi yaitu mayor, moderat, dan
minor.

Kata kunci: antibiotic, interaksi obat, pediatrik, rumah sakit.

243
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591
(Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X
Vol.15 No. 02 Desember 2018

ABSTRACT

Drug interactions occur when the effect of a drug is changed due to an interaction with
other drugs, foods, or drinks. This change can produce the desired effect (Desirable Drug
Interaction) or undesired ones (Adverse Drug Interaction). It is reported that the
incidence of drug interactions is more common in adult patients, while those in pediatric
patients are less reported. This study aims to determine the potential drug interactions
occurring in pediatric patients prescribed with antibiotics in Ananda Hospital
Purwokerto. It is a nonexperimental descriptive study with prospective data collection
and is subjected to the medical record and prescription of pediatric patients in February -
April 2018. Samples were obtained by purposive sampling with inclusion criteria as
follow: pediatric patients including infants (28 days-23 months old), children (2-11 years
old), and adolescents (12-18 years old), received prescribtion containing antibiotics,
prescribed with ≥2 types of drugs simultaneously, and hospitalized in Ananda Hospital
Purwokerto. The results showed there were 11 cases of drug combinations identified as
potentially causing drug interactions. Types of drug interactions were pharmacokinetic
(54.5%) and pharmacodynamics (45.5%) interactions. Potential antibiotic-antibiotic
interactions as well as interactions with other drugs could be categorized into the major
(18.2%), moderate (72.7%), and minor (9.1%) categories. It can be concluded there was
interactions between antibiotics with antibiotics and also with other drugs, that occurred
in the pharmacokinetic and pharmacodynamic phases. The severity of those interactions
were in major, moderate, and minor category.

Key words: antibiotics, drug interactions, hospitals, paediatrics.

244
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591
(Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X
Vol.15 No. 02 Desember 2018

Pendahuluan obat diperkirakan akibat terjadinya


Interaksi obat terjadi pada saat interaksi obat (Setiawati, 1995).
efek suatu obat (index drug) berubah Kemudian menurut penelitian Farida
akibat adanya suatu interaksi dengan dan Soleqah (2016) di RSUD Dr.
obat lain (precipitant drug), makanan, Moewardi Surakarta menunjukkan
atau minuman. Perubahan ini dapat bahwa pada peresepan 64 pasien
berinteraksi menghasilkan efek yang pneumonia dengan penyakit penyerta,
dikehendaki (Desirable Drug ditemukan 12 jenis obat yang
Interaction), atau efek sebaliknya yaitu berpotensi berinteraksi dengan
tidak dikehendaki (Adverse Drug antibiotik. Potensi interaksi antibiotik
Interaction) (Ament et al., 2000). dengan obat lain berdasarkan literatur
Potensi terjadinya interaksi obat terjadi pada fase absorbsi (12,82%),
dalam suatu resep obat masih sering metabolisme (35,9%), dan ekskresi
terjadi di seluruh dunia termasuk (51,28%). Profil keamanan suatu obat
Indonesia. Bahkan dilaporkan dalam baru didapatkan setelah obat tersebut
penelitian di Amerika, terjadi kejadian sudah diedarkan dan digunakan secara
interaksi obat di rumah sakit sebesar luas di masyarakat, termasuk oleh
7,3 dan 88% di antaranya terjadi pada populasi pasien yang sebelumnya tidak
kelompok pasien khusus (geriatri) terwakili dalam uji klinik obat tersebut,
(Juurlink et al., 2003). Dilaporkan bahwa salah satunya adalah anak-anak.
kejadian interaksi obat banyak terjadi Konsekuensinya, diperlukan beberapa
pada pasien dewasa, tetapi laporan bulan atau bahkan tahun sebelum
mengenai kejadian interaksi obat pada diperoleh data yang memadai tentang
pasien anak masih sedikit (Sjahadat dan masalah efek samping akibat interaksi
Muthmainah, 2013). obat.
Suatu survei mengenai insiden Berdasarkan masalah tersebut
efek samping penderita rawat inap yang maka diperlukan suatu studi untuk
menerima 5 macam obat adalah 3,5%, mengidentifikasi potensi interaksi obat
sedangkan yang mendapat 16–20 antibiotik dengan semua obat yang
macam obat menderita efek samping diresepkan kepada pasien pediatri di
sebesar 54%. Peningkatan kejadian efek Rumah Sakit Ananda Purwokerto.
samping melebihi peningkatan jumlah Dengan mengetahui potensi interaksi,

245
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591
(Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X
Vol.15 No. 02 Desember 2018

mekanisme interaksi obat, dan tingkat 3. Pasien pediatri yang mendapat obat
keparahan interaksi obat antibiotik yang ≥2 jenis obat (antibiotik dan/atau
terjadi pada resep pasien pediatri, dapat nonantibiotik) secara bersamaan.
diperkirakan kemungkinan resiko yang 4. Pasien pediatri yang dirawat di
dihadapi serta penanganannya. Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
Ananda, Purwokerto.
Metode Penelitian Sedangkan kriteria eksklusi yang
Sampel Penelitian digunakan meliputi pasien pediatri
Studi ini merupakan penelitian dalam perawatan gawat darurat dan
survei noneksperimental menggunakan ICU.
metode survei deskriptif dan teknik Alat dan Bahan
pengambilan data dilakukan secara Alat dan bahan yang digunakan
prospektif. Peneliti melakukan follow up dalam penelitian ini antara lain rekam
data-data primer yang didapat dari medik pasien, resep obat, lembar
rekam medis sesaat setelah visite dokter pengumpulan data pasien, dan aplikasi
di ruangan pada periode Februari–April android drugs.com. Data yang diperoleh
2018. Jumlah sampel adalah 100 data diolah secara deskriptif yang digunakan
peresepan. Sampel penelitian diambil untuk melaporkan hasil dalam bentuk
secara purposive sampling dengan distribusi frekuensi dan persentase (%).
beberapa pertimbangan kriteria inklusi
yaitu: Hasil dan Pembahasan
1. Pasien pediatri dari dokter umum, Karakteristik Pasien Berdasarkan Jenis
Kelamin
dokter spesialis anak, atau dokter
Berdasarkan hasil pengolahan
spesialis lain yang tergolong bayi (usia
data 100 pasien pediatri yang mendapat
28 hari–23 bulan), anak–anak (usia 2–
resep antibiotik (Tabel 1), terdapat
11 tahun), dan remaja (usia 12–18
jumlah pasien pediatrik perempuan lebih
tahun) sesuai The International
banyak daripada laki-laki yaitu 52 pasien
Commite on Harmonization (2015).
(52%). Menurut Rahayuningsih dan
2. Pasien pediatri yang mendapat resep
Mulyadi (2017), perempuan cenderung
obat yang mengandung antibiotik.
memiliki kondisi fisik yang lebih lemah
dari laki-laki, hal ini berkorelasi dengan

246
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591
(Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X
Vol.15 No. 02 Desember 2018

sistem imunitasnya yang mengakibatkan perempuan mudah mengalami infeksi.

Tabel 1. Karakteristik pasien


Variabel ∑ (%)
A. Jenis Kelamin
1. Laki - laki 48 48
2. Perempuan 52 52
B. Usia
1. Bayi (28 hari–23 bulan) 34 34
2. Anak–anak (2–11 tahun) 45 45
3. Remaja (12–18 tahun) 21 21
C. Diagnosa Penyakit
1. Bronkitis 12 10,71
2. Bronkopneumonia 11 9,82
3. Demam Tifoid 15 13,39
4. DADS (Diare Akut Dehidrasi Sedang) 10 8,93
5. Febris 36 32,14
6. GEA (Gastroenteritis Akut) 8 7,14
7. ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) 9 8,04
8. Kejang Demam 5 4,46
9. Post Apendiktomi 3 2,68
10. Tuberkulosis 3 2,68

Karakteristik Pasien Berdasarkan Usia adalah pasien pediatri kelompok usia


Pasien pediatri yang mendapat remaja usia 12–18 tahun sebanyak 21
resep obat antibiotik tertinggi pada (21%). Hal ini dikarenakan sistem
pasien pediatri kelompok anak–anak usia imunitas pada usia remaja masih baik
2–11 tahun sebanyak 45 pasien (45%). dibandingkan umur dewasa tua, anak,
Bayi dan anak–anak merupakan dan usia lanjut (Ramadhan et al., 2015).
kelompok usia yang memiliki sistem Karakteristik Pasien Berdasarkan
Diagnosa Penyakit
kekebalan tubuh yang belum sempurna
Terdapat 10 diagnosa penyakit
dibandingkan dengan orang dewasa
tertinggi yang diderita oleh pasien
sehingga kelompok usia ini lebih rentan
pediatri yang dirawat inap di Rumah
terinfeksi bakteri dan berbagai sumber
Sakit Ananda, Purwokerto (Tabel 1).
penyakit lainnya (Ramadhan et al.,
Diagnosa penyakit tertinggi yaitu febris
2015). Pasien pediatri yang mendapat
sebanyak 36 pasien (32,14%). Demam
resep obat antibiotik paling sedikit

247
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591
(Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X
Vol.15 No. 02 Desember 2018

merupakan salah satu manifestasi yang hingga <5 yakni sebanyak 88 lembar
umum terjadi pada anak (Hartini dan (88%) (Tabel 2). Pasien pediatri yang
Pertiwi, 2015). Indikasi febris dibutuhkan dirawat inap mendapat resep obat
antibiotik dikarenakan data leukosit dengan jumlah jenis obat ≥5 dikarenakan
meningkat dan suhu di atas rata–rata. beberapa pasien memiliki diagnosis
Demam yang terjadi karena infeksi virus penyakit lebih dari satu dan beberapa
akan sembuh dalam beberapa hari, pasien mendapat terapi antibiotik
sedangkan demam yang disebabkan kombinasi seperti pada pasien TB paru
karena infeksi bakteri berdurasi lebih sehingga pasien tersebut membutuhkan
dari 3 hari dan kondisi tubuh anak akan pengobatan yang lebih banyak. Menurut
lemah (Maharani et al., 2017). Rikomah (2016), kemungkinan terjadinya
Karakteristik Resep Berdasarkan Jumlah interaksi obat akan semakin besar
dan Jenis Obat
dengan meningkatnya kompleksitas
Karakteristik pasien
obat–obat yang digunakan dalam
menunjukkan jumlah jenis obat ≥5 lebih
pengobatan.
banyak dari pada jumlah jenis obat 2

Tabel 2. Karakteristik resep


Variabel ∑ (%)
A. Jumlah & Jenis Obat
1. 2 - < 5 12 12
2. ≥ 5 88 88
B. Jenis Antibiotik
1. Ampisilin 16 14,81
2. Cefixime 12 11,11
3. Ceftriaxone 47 43,52
4. Cefotaxime 27 25,00
5. Gentamisin 6 5,56

Karakteristik Antibiotik pada Resep sebanyak 47 pasien (43,52%).


Pasien Pediatri
Ceftriaxone merupakan golongan
Terdapat 5 jenis antibiotik yang
sefalosporin generasi ke-3 yang umum
digunakan oleh pasien pediatri (Tabel 2).
dan banyak digunakan karena
Antibiotik yang banyak digunakan oleh
mempunyai potensi antibakteri yang
pasien pediatri yaitu ceftriaxone

248
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591
(Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X
Vol.15 No. 02 Desember 2018

tinggi, dan memiliki potensi toksisitas (55%) resep pasien pediatri yang
yang rendah. Jenis antibiotik tersebut mengalami interaksi obat (Tabel 3).
memiliki spektrum yang luas sehingga Adapun literatur yang digunakan antara
dapat mengatasi dengan baik pada lain aplikasi drugs.com tahun 2018,
bakteri gram positif maupun gram Stockley’s Drug Interaction (Baxter,
negatif dan beberapa bakteri anaerob 2010), Drug Interaction Facts (Tatro,
lain termasuk Streptococcus 2008), dan Drug Information Handbook
pneumoniae, Haemophilus influenzae, tahun 2009 (Aberg et al., 2009). Interaksi
dan Pseudomonas (Sinaga et al., 2017). obat dianggap penting secara klinis jika
Antibiotik ini juga lebih tahan terhadap berakibat meningkatkan toksisitas
resistensi laktamase, tetapi khasiatnya dan/atau mengurangi efektivitas obat
terhadap staphylococcus lebih rendah yang berinteraksi, terutama jika
(Tjay dan Rahardja, 2015). menyangkut obat dengan batas
Potensi Interaksi Obat pada Resep Pasien keamanan yang sempit (indeks terapi
Pediatri
sempit) misalnya glikosida jantung,
Berdasarkan studi literatur
antikoagulan, dan obat–obat sitostatik
identifikasi interaksi obat pada 100 resep
(Rikomah, 2016).
pasien pediatri didapatkan sebanyak 55

Tabel 3. Potensi interaksi obat pada resep pasien pediatri


Potensi Interaksi Obat ∑ (%)
Ada Interaksi Obat 55 55
Tidak Ada Interaksi Obat 45 45
Total 100 100

Potensi Interaksi Obat Berdasarkan dengan penelitian Utami (2013) yang


Jumlah Jenis Obat
menunjukkan bahwa kejadian interaksi
Berdasarkan data pada Tabel 4,
obat lebih banyak terjadi pada pasien
dapat diketahui potensi interaksi obat
yang menerima ≥5 macam obat
lebih banyak terjadi pada lembar resep
dibandingkan dengan pasien yang
dengan jumlah obat ≥5 yaitu sebanyak
menerima <5 macam obat. Keadaan ini
55 lembar resep (62,5%). Hal ini sejalan
dapat terjadi pada pasien rawat jalan

249
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591
(Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X
Vol.15 No. 02 Desember 2018

dan rawat inap yang ditandai dengan polifarmasi yang kemudian akan
adanya kejadian efek samping maupun berpotensi terjadi interaksi obat
perubahan khasiat akibat terapi (Rambhade et al., 2012). Polifarmasi bisa
kombinasi obat (Chelkeba et al., 2011). sangat merugikan pada anak–anak
Peresepan obat pada pasien anak yang karena kondisi fisiologis mereka yang
berisikan banyaknya macam obat dalam terbatas (Getachew et al., 2016).
satu resep memungkinkan terjadinya

Tabel 4. Potensi interaksi obat berdasarkan jumlah jenis obat


∑ Jenis Obat Interaksi Tidak berinteraksi ∑
2 - <5 N 0 12 12
% 0% 100% 100%
≥5 N 55 33 88
% 62,5% 37,5% 100%
N 55 45 100
Total % 55% 45% 100%

Penggunaan Antibiotik yang Berpotensi efek yang sinergis karena dapat


Memiliki Interaksi Obat
meningkatkan efek bakterisida. Namun
Tabel 5 menunjukkan hasil
jika diberikan sekaligus, kedua
analisis dari 55 resep pasien pediatri
antibiotika tersebut akan bersifat
yang mengalami interaksi obat. Terdapat
antagonis (Almasdy et al., 2013).
11 kasus interaksi antibiotik-antibiotik
Rifampisin dan isoniazid merupakan
maupun dengan obat lain jika diberikan
induktor kuat enzim pada sistem
secara bersamaan. Potensi interaksi obat
isoenzim sitokrom P-450 sehingga dapat
golongan antibiotik banyak terjadi pada
mengakibatkan penurunan konsentrasi
interaksi antara ampisilin dan gentamisin
obat–obat yang dimetabolisme oleh
sebanyak 5 kasus (45,5%). Kombinasi
sistem isoenzim tersebut (Sukandar dan
kedua obat tersebut dapat memberikan
Hartini, 2012).

250
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591
(Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X
Vol.15 No. 02 Desember 2018

Tabel 5. Penggunaan antibiotik yang berpotensi memiliki interaksi obat


Interaksi Obat Tingkat Pola Fase Interaksi Jumlah Persentase
Keparahan Mekanisme Obat (%)
Ampisilin dan Moderat Farmakodinamik Sinergis 5 45,5
Gentamisin
Isoniazid dan Mayor Farmakokinetika Metabolisme 2 18,2
Parasetamol
Rifampisin dan Moderat Farmakokinetika Metabolisme 2 18,2
Parasetamol
Isoniazid dan Minor Farmakokinetika Metabolisme 1 9,1
Metilprednisolon
Rifampisin dan Moderat Farmakokinetika Metabolisme 1 9,1
Metilprednisolon
Total 11 100

Potensi Interaksi Obat Antibiotik bisa meningkat atau menurun. Akibat


Berdasarkan Pola Mekanisme Interaksi
selanjutnya adalah terjadi peningkatan
Obat
toksisitas atau bahkan penurunan
Berdasarkan hasil analisis pola
efektifitas obat tersebut (Baxter, 2010).
mekanisme interaksi obat (Tabel 6),
Kemudian mekanisme interaksi obat
interaksi obat antibiotik yang paling
secara farmakodinamik menunjukkan
banyak terjadi yaitu pada mekanisme
bahwa obat–obat yang diberikan saling
interaksi farmakokinetik sebanyak 6
berinteraksi pada sistem reseptor,
kasus (54,5%). Mekanisme interaksi obat
tempat kerja atau sistem fisiologis yang
pada fase farmakokinetik, maka salah
sama sehingga terjadi efek yang aditif,
satu obat (index drug) mempengaruhi
sinergis (saling memperkuat), dan
proses absorpsi, distribusi, metabolism,
antagonis (saling menghilangkan)
atau ekskresi obat kedua (precipitant
(Chelkeba et al., 2013).
drug) sehingga kadar plasma kedua obat

Tabel 6. Potensi interaksi obat antibiotik berdasarkan pola


mekanisme interaksi obat
Mekanisme Interaksi Jumlah (%)
Farmakokinetik 6 54,5
Farmakodinamik 5 45,5
Total 11 100

251
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591
(Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X
Vol.15 No. 02 Desember 2018

Potensi Interaksi Farmakokinetik Obat pada fase metabolisme. Penggunaan


Antibiotik
isoniazid dan kortikosteroid secara
Interaksi obat golongan
bersamaan akan menyebabkan
antibiotik yang ditemukan berinteraksi
penurunan konsentrasi serum isoniazid
secara farmakokinetik pada penelitian ini
melalui peningkatan asetilasi hepatik
terjadi pada penggunaan obat isoniazid
atau renal clearance oleh isoniazid
dengan parasetamol serta rifampisin dan
(Tatro, 2008).
parasetamol pada penderita TBC.
Potensi Interaksi Farmakodinamik Obat
Interaksi tersebut terjadi pada fase Antibiotik
metabolisme yang menyebabkan Interaksi farmakodinamik pada
isoniazid dan rifampisin dapat penelitian ini juga ditemukan pada
meningkatkan efek obat parasetamol pasien yaitu interaksi antara ampisilin
dengan mempengaruhi metabolisme dengan gentamisin. Menurut Baxter
enzim CYP2E1. Isoniazid dan rifampisin (2010) terdapat suatu laporan
akan menginduksi sitokrom P450 penemuan klinis yang menunjukkan
isoenzim CYP2E1 sehingga metabolisme bahwa penggunaan kombinasi kedua
parasetamol menjadi metabolit toksik obat tersebut dapat memberikan efek
sehingga menyebabkan meningkatnya menguntungkan (sinergis), terutama
hepatotoksisitas (Baxter, 2010). dalam pengobatan infeksi Pseudomonas.
Interaksi rifampisin dengan Selain itu, pemberian penisilin parenteral
metilprednisolon juga termasuk dalam tertentu dapat menonaktifkan
kategori interaksi farmakokinetik. aminoglikosida tertentu secara in vivo
Mekanisme interaksi tersebut terjadi maupun in vitro (drug.com). Secara in
pada fase metabolisme dimana vitro, interaksi antara ampisilin dengan
rifampisin akan menginduksi enzim aminoglikosida dapat menyebabkan
metabolisme CYP450 pada berkurangnya efek aminoglikosida,
kortikosteroid sehingga dapat seperti gentamisin. Hal ini terjadi karena
mengurangi efektivitas dan gugus amino pada aminoglikosida dan
bioavailability dari kortikosteroid cincin β-laktam pada penisilin
(Baxter, 2010). Isoniazid dan berinteraksi secara kimia untuk
metilprednisolon juga termasuk jenis membentuk amida yang tidak aktif
interaksi farmakokinetik karena terjadi secara biologis (drug.com). Interaksi

252
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591
(Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X
Vol.15 No. 02 Desember 2018

tersebut biasa disebut dengan interaksi tidak dapat bercampur (inkompatibel).


farmaseutik yang terjadi di luar tubuh Interaksi ini mengakibatkan inaktivasi
sebelum obat diberikan antara obat yang obat (Setiawati, 2007).

Tabel 7. Potensi interaksi obat antibiotik berdasarkan tingkat


keparahan interaksi obat

Tingkat Keparahan Jumlah Persentase (%)


Mayor 2 18,2
Moderat 8 72,7
Minor 1 9,1
Total 11 100%

Interaksi obat pada kategori (Baxter, 2010). Jika tidak dapat dihindari,
moderat menunjukan efek yang maka meningkatkan dosis kortikosteroid
bermakna secara klinis, kombinasi obat menjadi 2 sampai 3 kali lipat adalah
ini masih bisa digunakan hanya dalam pilihan lain di samping monitoring ketat
keadaan khusus dan dengan monitoring pada pasien (Tatro, 2008). Kategori
ketat dari tenaga kesehatan. Dalam moderat selanjutnya adalah kombinasi
penelitian ini ditemukan pada interaksi ampisilin dan gentamisin. Penggunaan
antara OAT (Obat Antituberkulosis) kedua obat ini harus diberikan secara
rifampisin dengan parasetamol. terpisah selama terapi kombinasi dan
Monitoring ketat diperlukan pada pasien tidak dicampur dalam wadah IV yang
dan jika terjadi perubahan dalam tes sama. Penggunaan kombinasi obat
fungsi hati, sebaiknya dipertimbangkan ampisilin dan gentamisin di Rumah Sakit
untuk penghentian salah satu atau Ananda, Purwokerto diberikan secara
kedua obat tersebut. Interaksi antara terpisah selama terapi kombinasi,
OAT rifampisin dengan metilprednisolon sehingga tidak terjadi interaksi
juga termasuk dalam kategori moderat farmaseutik yang menyebabkan
karena interaksi tersebut akan terurainya gentamisin secara fisikokimia
mengurangi efektivitas dan (Almasdy et al., 2013).
bioavailability dari metilprednisolon

253
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591
(Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X
Vol.15 No. 02 Desember 2018

Interaksi obat pada kategori antibiotik dengan antibiotik maupun


minor secara klinis tidak memberikan antibiotik dengan obat lain terjadi pada
manifestasi klinik yang berbahaya jika kategori mayor (18,2%), kategori
digunakan, namun tetap perlu dilakukan moderat (72,7%) dan kategori minor
monitoring pada saat penggunaannya (9,1%).
(Barliana et al., 2013). Interaksi obat
golongan antibiotik yang terjadi pada Daftar Pustaka
kategori minor terjadi pada interaksi Aberg, J.A., Lacy, C.F., Amstrong, L.L,
Goldman, M.P, Lance, L.L. 2009.
antara isoniazid dan metilprednisolon.
Drug Information Handbook. 17th
Penggunaan kedua obat ini secara edition. Washington: Lexi-Comp
for the American Pharmacists
bersamaan dapat menyebabkan
Association.
penurunan konsentrasi serum isoniazid,
Almasdy, D., Deswinar, Helen. 2013.
namun hal ini tidak membutuhkan
Evaluasi penggunaan antibiotika
tindakan khusus. pada suatu rumah sakit
pemerintah di Kota Padang.
Prosiding Seminar Nasional
Kesimpulan Perkembangan Terkini Sains
Farmasi dan Klinik III. 4-5 Oktober
Terdapat interaksi obat antara
2013. Universitas Andalas,
antibiotik dengan antibiotik maupun Kampus Limau Manis, Padang.
antibiotik dengan obat lain pada pasien
Ament, P.W., Bertolino, J.G., Liszewski,
pediatri di Rumah Sakit Ananda, J.L. 2000. Clinical pharmacology:
clinically significant drug
Purwokerto periode Februari–April 2018.
interactions. American Family
Antibiotik yang berinteraksi antara lain Physician, 61:1745-1754.
ampisilin-gentamisin, isoniazid-
Drug Interactions Checker.
parasetamol, rifampisin-parasetamol, https://www.drugs.com/
drug_interactions.php. Diakses
isoniazid-metilprednisolon, rifampisin-
pada bulan Februari - April 2018.
metilprednisolon. Jenis interaksi obat
U.S Food and Drug Administration. 2015.
antara antibiotik dengan antibiotik
The International Commite on
maupun antibiotik dengan obat lain Harmonization.
https://www.fda.gov/downloads/
terjadi pada interaksi farmakokinetik
Drugs/NewsEvents/UCM446914.p
(54,5%) dan pada interaksi df. Diakses pada 4 Januari 2018.
farmakodinamik (45,5%). Tingkat
Barliana, M.I., Sari, D.R., Faturrahman,
keparahan interaksi obat antara M. 2013. Analisis potensi interaksi

254
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591
(Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X
Vol.15 No. 02 Desember 2018

obat dan manifestasi klinik resep Journal of Tropical Biomedicine,


anak di Apotek Bandung. Jurnal 6(6):534–538.
Farmasi Klinik Indonesia, 2(3):121–
126. Hartini, S., Pertiwi, P.P. 2015. Efektifitas
kompres air hangat terhadap
Baxter, K. 2010. Stockley’s Drug penurunan suhu tubuh anak
Interactions. London: demam usia 1 - 3 tahun di SMC RS
Pharmaceutical Press. Telogorejo Semarang. Jurnal Ilmu
Keperawatan STIKES Telogorejo
Chelkeba, L., Alemseged, F., Bedada, W. Semarang, 2015:1-5.
2013. Assessment of potential
drug-drug interactions among Juurlink, D.N., Mamdani, M., Kopp,
outpatients receiving A., Laupacis, A., Redelmeier, D.A.
cardiovascular medications at 2003. Drug-drug interaction
Jimma University specialized among elderly patients
hospital. South West Ethiopia, hospitalized for drug toxicity.
2(2):144–152. JAMA, 289(13):1652-1658.

Farida, Y., Soleqah, A.D. 2016. Lestari, R.A. Hospital Infection Di Ruang
Identifikasi potensi interaksi obat- Perawatan Bedah RSUD
antibiotik pada peresepan Tenriawaru Kelas B Kabupaten
pneumonia. Journal of Bone. Skripsi. Fakultas Ilmu
Pharmaceutical Science and Kesehatan, UIN Alauddin
Clinical Research, 01(02):90–101. Makassar.

Febrianto, A.W., Mukaddas, A. Faustine, Maharani, P., Astiti, A., Mukaddas, A.


I. 2013. Rasionalitas Penggunaan Identifikasi drug related problems
Antibiotik pada Pasien Infeksi (DRPs) pada pasien pediatri
Saluran Kemih (ISK) di Instalasi pneumonia komunitas di Instalasi
Rawat Inap RSUD Undata Palu Rawat Inap RSD Madani Provinsi
Tahun 2012. Natural Science: Sulawesi Tengah. Jurnal Farmasi
Journal of Science and Technology, Galenika, 3(1):57–63.
2(3):20–29.
Ramadhan, N.S., Rasyid, R., Syamsir, E.
Farida, Y., Soleqah, A.D. 2016. 2015. Daya hambat ekstrak daun
Identifikasi potensi interaksi obat- pegagan (Centella asiatica) yang
antibiotik pada peresepan diambil di Batusangkar terhadap
pneumonia. Journal of pertumbuhan kuman Vibrio
Pharmaceutical Science and cholerae secara in vitro. Jurnal
Clinical Research, 01(02):90–101. Kesehatan Andalas, 4(1):202–206.

Getachew, H., Assen, M., Dula, F., Rambhade, S., Chakarborty, A.,
Bhagavathula, A.S. 2016. Potential Shrivastava, A., Patil, U.K.,
drug-drug interactions in pediatric Rambhadeet, A. 2012. A survey on
wards of Gondar University polypharmacy and use of
Hospital, Ethiopia: a cross inappropriate medications.
sectional study. Asian Pacific

255
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591
(Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X
Vol.15 No. 02 Desember 2018

Toxicology International, 19(1):68- rawat inap anak di rumah sakit di


73. Palu. Jurnal Farmasi Klinik
Indonesia, 2(4):1–6.
Rahayuningsih, N., Mulyadi, Y. 2017.
Evaluasi penggunaan antibiotik Sukandar, E.Y., Hartini, S. 2012. Evaluasi
sefalosporin di ruang perawatan penggunaan obat tuberkulosis
bedah salah satu rumah sakit di pada pasien rawat inap di ruang
Kabupaten Tasikmalaya. Jurnal perawatan kelas III di salah satu
Kesehatan Bakti Tunas Husada, 17 rumah sakit di Bandung. Acta
(1):139-147. Pharmaceutica Indonesia,
XXXVII(4):153–158.
Rikomah, S.E. 2016. Farmasi Klinik.
Yogyakarta: Deepublish. Tatro, D.S. 2008. Drug Interaction Facts
2009: The Authority on Drug
Setiawati, A. 1995. Interaksi obat. Interactions. Saint Louis, Mo.:
Dalam: Ganiswara, S.G. (Ed.). Wolters Kluwer Health/Facts &
Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Comparisons.
Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.
Tjay, T.H., Rahardja, K. 2015. Obat-obat
Setiawati, A. 2007. Interaksi obat. Penting, Khasiat, Penggunaan dan
Dalam: Gunawan, S.G., Setiabudy, Efek-Efek Sampingnya. Edisi
R., Nafrialdi, Elysabeth (Eds). ketujuh. Jakarta: PT Elex Media
Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Komputindo.
Jakarta: Departemen Farmakologi
dan Terapetik FK UI. Utami, M.G. 2013. Analisis potensi
interaksi obat antidiabetik oral
Sinaga, C., Tjitrosantoso, H., Fatimawali. pada pasien di instalasi rawat jalan
2017. Evaluasi kerasionalan Askes Rumah Sakit Dokter
penggunaan antibiotik pada Soedarso Pontianak Periode
pasien gagal ginjal di RSUP Prof. Januari-Maret 2013. Skripsi.
Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal Program Studi Farmasi, Fakultas
Ilmiah Pharmacon, 6(3):10-19. Kedokteran, Universitas
Tanjungpura Pontianak.
Sjahadat, A.G., Muthmainah, S.S. 2013.
Analisis interaksi obat pasien

256

Anda mungkin juga menyukai