Anda di halaman 1dari 34

USULAN PENELITIAN / PROPOSAL SKRIPSI

BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


DENGAN KEJADIAN DIARE BALITA DI DESA
KALI BELUK WILAYAH KERJA PUSKESMAS
WARUNGASEM KABUPATEN BATANG

Diajukan sebagai syarat


Pembuatan skripsi
Dosen Pembimbing :
Bp. M. Choiroel Anwar, S.KM, M.Kes.
Bp. Purwanto, S.KM, S.KM, M.Kes, DAP & E.

Oleh :
Marhiyanto
Npm. 05 00 33 F

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


UNIVERSITAS PEKALONGAN
2009

0
BAB I
PENDAHULUAN

2.1. Latar Belakang

Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang tidak

hanya dihadapi oleh Negara berkembang termasuk Indonesia, tetapi juga Negara –

Negara maju di Indonesia diare masih masuk dalam 10 besar penyakit. Karena angka

kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh diare masih tinggi. Penyakit diare dapat

menyerang kepada siapa saja, terutama pada bayi dan balita.

Menurut WHO, diare di definisikan sebagai bertambahnya frekuensi defekasi dari

biasanya atau lebih dari 3 kali sehari, disertai dengan perubahan konsistensi tinja dengan

atau tanpa darah, penyebab diare bermacam - macam yaitu bisa karena kuman, bakteri,

amuba, stress/depresi (gangguan psicologi), keracunan makanan akan tetapi infeksi usus

adalah penyebab utama kejadian diare yang mengakibatkan kematian ada 3 – 4 manusia

tiap tahun.

Berdasarkan data WHO, pada tahun 2000 – 2003 diare merupakan penyebab

kematian nomor 3 di dunia. Pada anak dibawah umur 5 tahun dengan Proportional

Mortality Rasio (PMR) sebesar 17 %, setelah kematian neonatal 37 % dan pneumonia

19% pada tahun yang sama. Diare di Asia Tenggara juga menempati urutan ketiga

penyebab kematian pada anak dibawah umur lima tahun dengan PMR sebesar 18%.

Hasil survey di Indonesia menunjukkan bahwa angka kesakitan diare untuk

seluruh golongan umur adalah 280 per 1000 peduduk dan pada golongan balita penyebab

diare 15 kali setiap tahunya. Angka kematian akibat diare yang di dapat dari survey

kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995. bila diproyeksikan pada penduduk

1
Indonesia saat ini terdapat 112.000 per tahun pada semua golongan atau 45 per 100 000

penduduk. Pada golongan balita terjadi 55 000 kematian per tahun atau 2,5 per 100.000

(Dep.Kes. 2000).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Batang pada tahun 2006

jumlah penderita diare pada umur balita sebanyak 7601 Penderita, pada tahun 2007

jumlah penderita diare balita adalah 9989 Penderita,. Pada tahun 2008 sampai bulan

desember sebanyak 10458 Penderita,. Di Puskesmas Warungasem pada tahun 2006

jumlah penderita diare balita adalah 262 Penderita, tahun 2007 berjumlah 276 penderita,

tahun 2008 sampai bulan desember sebanyak 427 penderita..

Berkaitan dengan masalah penyakit diare, penulis yang merupakan pegawai

puskesmas Warungasem mengamati,bahwa sejak tahun 2006 penderita diare di Desa

Kalibeluk wilayah kerja Puskesmas Warungasem Kabupaten Batang memiliki penderita

diare yang paling tinggi dari 18 desa yang ada di Kecamatan Warungasem Kabupaten

Batang..Pada tahun 2006 jumlah diare pada usia balita berjumlah 78, pada tahun 2007

berjumlah 90 penderita dan pada tahun 2008 berjumlah 93 penderita. Hal ini di akibatkan

karena kurangnya tingkat kesadaran masyarakat tersebut untuk menjaga lingkungan

tempat tinggalnya.

Dalam upaya menurunkan angka kesakitan akibat diare yang terjadi di Desa

Kalibeluk perlu diketahui beberapa factor yang berkaitan dengan kejadian diare. Banyak

factor yang secara langsung dan tidak langsung dapat mendorong terjadinya diare, factor-

faktor tersebut antara lain adalah keadaan gizi, kependudukan, lingkungan dan perilaku.

2
Factor yang diduga sangat berkaitan erat dengan kejadian diare adalah factor

tersedianya sarana air bersih, pembuangan tinja dan air limbah, perilaku higiene

perorangan, dan kependudukan.

Factor-faktor yang mempengaruhi pencemaran air oleh kuman penyebab diare

adalah: jarak sumber air dan sumber pencemar,kedalaman sumber air kurang sehingga

terjadi pencemaran perembasan dari air permukaan , PH tanah,kandungan zat organic

dalam tanah,dan konstruksi sarana air.

Pengawasan terhadap kualitas air pada sumber air minum sangat diperlukan agar

air yang dikonsumsi oleh tubuh manusia benar-benar aman dan terjamin dari kuman

penyakit yang membahayakan kesehatan.

Selain sumber air minum, jamban juga merupakan sarana sanitasi yang penting

berkaitan dengan kejadian diare. Jenis jamban yang digunakan akan mrmpengaruhi mata

rantai penularan penyakit diare. Jamban yang tidak sanitarian memperpendek mata rantai

penularan penyakit diare.

Menjalarnya penakit diare disebabkan adanya sanitasi lingkungan yang kurang

baik, seperti masih adanya masyarakat yang membuang sampah tidak pada tempatnya,

kurangnya perhatian terhadap kesehatan makanan dan minuman yang menyebabkan

banyak masyarakat terutama usia balita yang terkena penyakit diare.oleh karena itu

dengan memperhatikan sanitasi lingkukngan diharapkan dapat mematikan bakteri

penyebab diare sehingga penduduk akan terbebas dari penyakit diare.

Melihat kenyataan tersebut penulis tertarik untuk memilih Desa Kalibeluk sebagai

obyek penelitian untuk menganalisis beberapa factor yang berhubungan dengan tingkat

kejadian yang di alami oleh masyasrakat Desa Kalibeluk tersebut.

3
2.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Warungasem Kabupaten Batang pada

kondisi akhir tahun 2008 di Desa Kalibeluk, jumlah penderita diare sebagian besar di

derita oleh Balita sebanyak 93 orang (33,7%) dengan jumlah kesakitan 93 melihat

kenyataan ini di khawatirkan jika tidak dilakukan pencegahan sedini mungkin akan

bertambah jumlah penderita diare di Desa Kalibeluk.

Berdasarkan pengamatan langsung di lapangan ternyata masih banyak penduduk

yang kurang memperhatikan sanitasi tempat tinggalnya, seperti masih adanya penduduk

yang tidak memiliki jamban, kurang tersedianya air bersih dan adanya tempat sampah.

Beberapa factor diduga sebagai penyebab diare adalah kurangnya perhatian

masyarakat terhadap sanitasi lingkungan yang sehat, dan kurangnya perhatian masyarakat

terhadap pentingnya kesehatan.

Dari fenomena-fenomena tersebut diatas yang mendorong penulis untuk lebih

jauh mengetahui beberapa faktor yang berhubungan dengan kejadian diare balita. Atas

dasar uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk mengambil judul penelitian ini :

“Beberapa factor yang berhubungan dengan kejadian Diare Balita di Desa Kalibeluk

wilayah Puskesmas Warungasem Kabupaten Batang”.

Perumusan masalah yang akan di bahas berdasarkan uraian diatas adalah beberapa

faktor yang berhubungan dengan kejadian diare balita di Desa Kalibeluk Kecamatan

Warungasem Kabupaten Batang.

4
2.3. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Mengetahui beberapa factor yang berhubungan dengan kejadian diare balita di

Desa Kalibeluk Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang.

b. Tujuan Khusus

1. Mendiskripsikan kejadian diare menurut keadaan lingkungan, dan perilaku

hygiene dan kejadian diare di Desa Kalibeluk Kecamatan Warungasem.

2. Mendiskripsikan masing-masing factor (factor umur ibu, tingkat

pendidikan, status bekerja/tidak bekerja, jenis sumber air, kualitas

mikrobiologis air, kondisi tempat pencemaran sumber air, jarak jamban,

kepadatan hunian, kebiasaan mencuci tangan dan kebiasaan merebus air

minum) dan kejadian diare di Desa Kalibeluk Kecamatan Warungasem

Kabupaten Batang.

3. Menganalisis hubungan factor-faktor (factor umur ibu, tingkat pendidikan,

status bekerja/tidak bekerja, jenis sumber air, kualitas biologis air, kondisi

tempat pencemaran air, jarak jamban, kepadatan hunian kebiasaan

mencuci tangan dan kebiasaan merebus air untuk minum) terhadap

kejadian diare.

2.4. Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan dan instansi terkait untuk

menentukan kebijakan dalam program pembrantasan penyakit diare.

2. Sebagai bahan informasi bagi institusi perguruan tinggi pada umumnya dan

5
F.I.K pada khususnya dalam upaya pengembangan penelitian di bidang ilmu

kesehatan masyarakat.

3. Sebagai bahan acuan penelitian lanjutan yang lebih dalam lagi penelitian

selanjutnya.

2.5. Ruang Lingkup

1. Lingkup Keilmuan

Lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah bidang Epidemiologi Penyakit

Menular dengan kajian khusus mengenai beberapa faktor yang berkaitan dengan

kejadian diare hubungan dengan hygiene dan sanitasi lingkungan.

2. Lingkup Sasaran

Lingkup sasaran pada penelitian ini adalah ibu rumah tangga/penanggung jawab

keluarga di Desa Kalibeluk Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang.

3. Lingkup Masalah

Lingkup masalah pada penelitian ini dibatasi pada analisa beberapa faktor yang

berkaitan dengan kejadian diare yaitu factor lingkungan berupa sumber air

minum, kondisi tingkat pencemaran sumber air, jenis jamban dan kepadatan

hunian, factor perilaku hygiene berupa praktek cuci tangan dan praktek merebus

air sebelum digunakan untuk minum, dan karakteristik ibu berupa umur,

pendidikan dan pekerjaan ibu.

4. Lingkup Metodologi

Jenis penelitian ini adalah penelitian penjelas (explanatory research) dengan

menggunakan metode survey dan menggunakan desain penelitian belah

bintang(crossectional).

6
5. Lingkup Lokasi

Lingkup lokasi yaitu Desa Kalibeluk Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang.

6. Lingkup Waktu

Lingkup waktu pada penelitian ini dilaksanakan pada bulan juli 2008

2.6. Hasil penelitian terdahulu

Penelitian tentang beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare

Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Warungasem Kabupaten Batang , belum pernah

dilakukan, namun ada penelitian serupa di Wilayah Kerja Puskesmas Wonotunggal yang

di teliti oleh Bachtiar Mansyah , Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro

Semarang pada rahun 2005, adapun hasil penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

1. lingkungan dan perilaku hygiene masysrakat di Desa Sigayam Kecamatan

Wonotunggal sebagian besar kurang memenuhi sysrat kesehatan, dan banyak

balita yang mengalami diare.

2. Sebagian besar umur ibu 20-34 tahun dengan berpendidikan SD-SLTP, dan

bekerja. Jenis sumber air yang digunakan terbanyak menggunakan sumur gali

dengan timba, dengan kualitas mikrobiologis jelek, kondisi temmmpat

pencemaran air tinggi, jenis jamban yang digunakan jamban tanpa septic tank,

dengan jarak jamban kurang memenuhi syarat < 10 m dan mempunyai kepadatan

hunian > 10 m² serta mempunyai kebiasaan tidak mencuci tangan tatapi merebus

air minum sebelum dikonsumsi.

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Landasan Teori

1. Definisi Diare

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih

banyak dari biasanya (normal 100 – 200 ml/jam tinja) dengan tinja berbentuk

cairan (1/2 padat) dapat pula disertai frekwensi defekasi yang meningkat.

Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyebab utama

sakit dan meninggalnya anak di berbagai negara yang sedang berkembang.Tiap

tahun diperhitungkan sekitar 3 – 4 juta anak balita di Negara berkembang

meninggal dunia karena diare. Pada daerah endemis diare lebih banyak terjadi

pada anak, sedangkan pada keadaan out break (epidemic) menyerang semua

golongan umur.

2. Penyebab Utama Diare

penyebab utama diare adalah :

a. Infeksi usus oleh virus, bakteri atau parasit

b. Infeksi lain

Infeksi apapun pada anak seperti otitis media ,pneumonia, campak dapat

menyebabkan diare atau muntah.

c. Malaria merupakan penyebab diare atau muntah yang sering terjadi pada

anak-anak

8
d. Malnutrisi energi protein sering menyebabkan diare. Ini biasanya karena

intolerasi laktosa.

e. Diet makanan yang merangsang usus dapat menyebabkan diare.

f. Kasus-kasus bedah . kadang-kadang pibel, intususepsi atau apendiktis akut

memberikan gejala awal berupa diare.

3. Proses Penularan Diare

Proses penularan diare adalah :

a. Penderita diare dapat mengeluarkan kotoran yang mengandung kuman

penyebab

b. Bila pembuanngan kotoran ini tidak dilakukan di jamban yang tertutup dapat

menjadi sumber penularan

c. Kuman pada kotoran dapat langsung ditularkan pada orang lain apabila

melekat pada tangan dan kemudian dimasukkan ke mulu atau dipakai untuk

memegang makanan.

d. Kuman dapat mencemari air bila kotoran tersebut terbawa atau terkena air.

Kalau yang tercemar tersebut dipergunakan oran untuk keperluan sehari-hari

tanpa direbus atau dimasak, misalnya untuk menggosok gigi, berkumur atau

mencuci sayur lalap, ia dapat menulari orang tersebut dengan penyakit diare.

4. Gejala Penyakit Diare

Gejala penyakit diare adalah :

a. Muak-mual sehingga anak cengeng dan gelisah

b. Suhu tubuh meningkat

c. Nafsu makan kurang atau tidak ada

9
d. BAB (buang air besar) tiga kali atau lebih dalam sehari, mungkin disertai

lender atau darah

e. Kadang-kadang muntah teradi sebelum atau sesudah diare

Secara klinis diare karena infeksi akut dibagi menjadi dua golongan yang

pertama, koleriiform, pada diare yang terutama terdiri atas cairan saja. Kedua,

disentriform, pada diare didapatkan lender kental dan kadang-kadang darah.

5. Akibat Penyakit Diare

Akibat penyakit diare adalah kekurangan cairan tubuh dan garam -

garaman yang sangat berguna bagi kelangsungan hidup manusia. Makin lama

seseorang terkena penyakt diare, makin banyak dan cepat pula tubuhnya

kehilangan cairan. Akibat kekurang cairan ini disebut dehidrasi.

Ada tiga tingkatan dehidrasi, dimana tiap tingkatan tergantung dari banyak

dan lamanya seseorang mengalami diare. Tingkatan dehidrasi tersebut antara

lain :

1. Dehidrasi ringan

Gejala :

1) Hilang cairan tubuh 2 – 5%/kg berat badan

2) Kekenyalan kulit berkurang

3) suara serak

2. Dehidrasi Sedang

Gejala :

1) Hilang cairan 5 – 8% liter/kg berat badan

2) Kekenyalan kulit jelek

10
3) Suara serak

4) Pernafasan cepat dan dalam

5) Jatuh dalam pre shock

6) Tensi (tekanan darah menurun)

3. Dehidrasi Berat

1) Hilangnya cairan 8 – 10% liter/kg berat badan

2) Tanda – tanda tingkat dua sedang

3) kesadaran menurun

4) Otot menjadi kaku

5) Pusar kebiru – biruan

6) Tensi turun hingga 0 mm Hg

B. Pengaruh Lingkungan Terhadap Kejadian Penyakit Diare

Pengaruh perbaikan lingkungan khususnya dalam penyediaan air minum dan

jamban keluarga dalam penyelidikan di berbagai Negara, telah menunjukkan

penurunan angka kesakitan dari penyakit diare dari analisa lebih lanjut diketahui

pengaruh perbaikan sanitasi hamper selalu dibarengi dengan perbaikan lainya,

misalnya status ekonomi, peningkatan kesadaran dan pengetahuan tentang perilaku

hidup sehat, dan sebagainya.

Dari penyelidikan – penyelidikan yang dilakukan pada akhir – akhir ini

ditemukan pula penyediaan air minum dan jamban keluarga secara fisik tidak

menjamin hilangnya diare/kolera dari daerah bersangkutan. Sikap dan tingkah laku

manusia yang memanfaatkan sarana tersebut menentukan pula berhasil tidaknya

sanitasi dalam mengurangi masalah diare dan kolera.

11
Dalam jangka panjang untuk memmmperoleh hasil nyata dalam penurunan

angka kesakitan penyakit diare, maka secara cepat upaya peningkatan kesehatan

lingkungan dan kebersihan perorangan harus secara mantap dilaksanakan baik dalam

pengembangan penyediaan sarananya maupun dalam perubahan sikap dan tingkah

laku masyarakat yang memanfaatkanya.

Untuk menurunkan angka kesakitan penyakit diare intervensi kegiatan

kegiatan lingkungan pada sector perumahan dan pemukiman harus ditunjukkan

kepada penyediaan air bersih dan air minum yang aman, fasilitas pembuangan tinja

yang saniter, dan pengelolaan limbah rumah tangga yang memenuhi syarat kesehatan.

Disamping itu factor pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat merupakan hal

yang sangat penting, dan dalam banyak hal merupakan factor penentu dalam kondisi

lingkungan yang mempengaruhi kesehatan. Hygiene perorangan yang tidak baik

menghilangkan dampak penyediaan air yang aman, karena air tersebut tercemar

ketika dimanfaatkan dirumah.

Dari berbagai penelitian di berbagai Negara disimpulkan bahwa penurunan

insiden penyakit diare dapat diharapkan jika intervensi yang dilakukan paling sedikit

3 komponen secara bersamaan yaitu, penyediaan air bersih, sanitasi dan pendidikan

hygiene perorangan.

C. Upaya Peningkatan Keadaan Sanitasi Lingkungan dan Kebersihan Perorangan

Seperti sudah dijelaskan terdahulu bahwa penyebaran penyakit diare/kolera

yang menjadi masalah penting adalah adanya pencemaran air minum oleh kotoran

manusia yang mengandung kuman – kuman penyebab diare dan kebiasaan

masyarakat yang kurang sehat, antara lain membuang kotoran / sampah disembarang

12
tempat. Dalam suatu wabah yang pertama – tama perlu ditinjau bagaimana

penyediaan air bersih di daerah tersebut bagaimana pengawasanya dan bagaimana

sistim penyediaan / penyiapan dari masing – masing rumah dalam kenyataan di

Indonesia Dinas Kesehatan hanya bertugas untuk mengusahakan agar air yang

dipakai penduduk itu aman / tidak berbahaya, maka pencegahan yang efektif adalah

mengusahakan sejauh mana air tersebut tidak terkontaminasi oleh kuman – kuman.

1. Dalam pengawasan penyediaan air minum ada beberapa hal yang perlu dilakukan

antara lain :

a. Sumur Gali

Untuk menghindari pencemaran air sumur gali maka pembuatan sumur gali

harus memenuhi syarat yaitu : mempunyai jarak 8 – 10 meter dari jamban,

lantai sumur kedap air radius 1 meter di sekeliling sumur dan dinding sumur

kedap air sampai dengan kedalaman 3 meter. Bila diduga sumur gali tersebut

terkontaminasi oleh kuman penyebab diare maka perlu adanya kaporisasi.

Dalam keadaan KLB diadakan kaporisasi ± 6 sumur disekitar penderita.

b. Sumur Pompa

Penggunaan air yang berasal dari sumur pompa harus diperhatikan letak sumur

pompa supaya tidak terkontaminir oleh tangki septic, pembuangan air kotor,

resepan jamban di sekitarnya.

c. Air Permukaan

Kalau di suatu desa mempergunakan air permukaan sebagai sumber air minum,

maka perlu adanya suatu kelompok masyarakat yang bertugas mengawasi air

permukaan tersebut oleh kontaminasi penduduk di sekitarnya.

13
d. Perpipaan

Penggunaan air dengan perpipaan perlu adanya pengawasan terhadap system

distribusi air, terutama kemungkinan adanya kebocoran pipa atau smbungan

selama perjalanan air sampai ke pemakai, untuk itu air perpipaan ini harus

memenuhi sysrat sisa khlor + 0,2 – 0,4 mgr/lt.

Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan

tidak berbau. Air minumpun seharusnya tidak mengandung kuman pathogen

dan segala makhluk hidup yang membahayakan manusia, juga tidak dapat

diterima estetis, dan dapat merugikan secara ekonomis. Air seharusnya tidak

korosi, tidak meninggalkan endapan pada seluruh jaringan distribusi, pada

hakekatnya tujuan ini dibuat untuk mencegah terjadinya serta meluasnya

penyakit bawaan air.

Atas dasar pemikiran tersebut dibuat standar air minum yaitu suatu

parameter yang memberi petunjuk tentang besarnya konsentrasi berbagai

parameter yang sebaiknya diperolehkan ada didalam air minum agar tujuan

penyediaan air bersih dapat tercapai.

Di Indonesia standar air minum diatur dalam Keputusan Menteri

Kesehatan RI Nomor : 907/MENKES/SK/VII/2002 mengenai syarat – syarat

dan pengawasan kualitas air minum. Air untuk kebutuhan rumah tangga harus

memenuhi syarat – syarat : kualitas fisik, kualitas kimia, radio aktivitas dan

mikro biologis ditunjukkan dengan adanya Escherichia coli dalam sample air

yang diperiksa.

14
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 907/MENKES/SK/VII/2002

tersebut parameter mikrobiologis yang harus dipenuhi adalah air minum harus

terbebas dari bakteri coli. Kadar maksimum yang diperbolehkan baik coliform

tinja maupun fecal coliform adalah 0/100 ml air, sedangkan untuk air bersih

kadar maksimum yang diperbolehkan adalah 50/100 ml air.

Penentuan kualitas mikrobiologis pada air minum dilatarbelakangi oleh

dasar pemikiran bahwa air tersebut akan membahayakan kesehatan si peminum.

Oleh karena itu, maka penentuan kualitas mikrobiologis air didasarkan terhadap

indicator yang selalu ditemui dalam tinja manusia atau hewan berdarah panas

baik yang sehat maupun yang tidak dikenal dengan nama coliform. Bakteri

coliform merupakan segolongan besar dan heterogen kuman-kuman batang dan

gram negatif. Kuman coliform merupakan penghuni normal dalam usus

beberapa hari setelah bayi dilahirkan.

Escherichia coli adalah suatu prototype, yaitu bakteri coli yang berasal dari

feses langsung, adanya species tersebut dalam jumlah besar dalam air minum

menunjukkan adanya kontaminasi air permukaan.

Sejak diketahui bahwa bakteri coli tersebar padamsemua individu, maka

analisis biologis air minum ditunjukkan kepada adanya bakteri tersebut.

Walaupun adanya bakteri tersebut tidak dapat memastikan adanya jasad secara

langsung. Tetapi dari hasil yang didapat memberikan kesimpulan bahwa bakteri

coli dalam jumlah tertentu dalam air dapat digunakan sebagai indikator adanya

jasad patogen.

15
2. Perbaikan Jamban Keluarga

Pembuangan kotoran manusia yang memenuhi syarat kesehatan

merupakan salah satu kegiatan dalam usaha perbaikan kesehatan lingkungan

hidup manusia. Sehingga dapat memutuskan rantai penularan penyakit yang

ditularkan melalui tinja ke mulut. Pelaksanaan sistem pembuangan kotoran

manusia itu sendiri. Kebiasaan membuat kotoran yang tidak sehat dan keadaan

sarana jamban yang tidak saniter terhanyut oleh air hujan, terbawa oleh

binatang/serangga, kaki orang dan lain-lain. Oleh karena itu, berhasilnya sistem

pembuangan kotoran ini tergantung dari tingkah laku masyarakat itu sendiri.

Syarat-syarat jamban yang sehat

a. Tidak mengakibatkan pengotoran pada sumber air minum yang ada di

sekitarnya baik air permukaan atau air tanah

b. Tidak mengakibatkan pengotorann tanah

c. Tidak memungkinkan berkembangbiaknya lalat dan serangga

d. Mencegah berkembangbiaknya bibit cacing

e. Tidak mudah dicapai oleh serangga dan hewan lain

f. Mencegah gangguan bau dan pemandangan yang tidak menyedapkan

g. Konstruksi dan penyelenggaraan sederhana, mudah dan murah

h. Dapat diterima oleh masya rakat.

3. Kesehatan Perorangan

Disamping adanya usaha perbaikan/pengawasan terhadap penyediaan air

bersih dan jamban, tingkah laku dan kebiasaan masyarakat sangat erat

hubungannya dengan terjadinya penyakit diare/kolera terutama yang

16
berhubungan dengan kesehatan perorangan. Hal-hal yang perlu diperhatikan

dalam perbaikan kesehatan perorangan adalah sebagai berikut :

a. Setiap mau makan dan buang air besar/kecil tangan harus dicuci bersih

(sebaiknya pakai sabun)

b. Membiasakan berak tidak disembarang tempat tetapi harus dikakus

terutama bagi penderita diare/kolera

c. Makan dan minum makanan dan minuman yang sudah dimasak

d. Jangan makan/minum makanan yang sudah basi

e. Buanglah makanan dalam kaleng yang telah menggelembung atau rusak

f. Membiasakan susu peras yang telah imasak terlebih dahulu

g. Membiasakan membuang sampah ke tempat pembuangan sampah atau

dibakar

h. Dalam keadaan wabah tidak boleh mandi di sugai.

4. Perumahan sehat

Rumah tinggal merupakan kebutuhan pokok disamping sandang dan

pangan. Demi kenyamanan tinggal di rumah maka seharusnya rumah memenuhi

kebutuhan kondisi tempat tinggal yang sehat. Rumah yang sehat dengan tata

ruang yang memenuhi syarat dapat menghindari terjadinya penularan penyakit.

Syarat-syarat rumah sehat adalah :

a. Tersedia air bersih, penampungan air bekas, tempat sampah, jamban,

saluran pembuangan air hujan.

b. Halaman rumah harus selalu dibersihkan, perkarangan ditanami tumbuh-

tumbuhan yang bermanfaat.

17
c. Ruang rumah cukup luas dan tidak padat penghuninya.

d. Kamar-kamar harus memiliki ventilasi yang baik.

e. Dinding dan lantai harus kering, tidak lembab.

f. Ada jalan keluar untuk asap dapur melalui lubang langit-langit.

D. FAKTOR KARAKTERISTIK

Faktor karakteristik menurut L. Green (1973) factor-faktor yang

berpengaruh meliputi :

1. Faktor predisposisi ini berada dalam individu, yang mencakup pengetahuan,

kepercayaan/keyakinan, nilai-nilai dan persepsi yang berkenaan dengan motivasi

seseorang atau kelompok untuk bertindak. Dapat dikatakan bahwa factor

predisposisi merupakan preferensi pribadi yang dibawa seseorang atau kelompok

ke dalam pengalaman belajar. Preferensi ini mungkin mendukung atau menghambat

perilaku kesehatan.

Tingkat pengetahuan pada umumnya dapat membentuk sikap tertentu

dalam diri seseorang dan mempengaruhi tindakan dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan demikian, tingkat pengetahuan lingkungan yang dapat membentuk sikap

positif terhadap masalah liingkungan. Dalam hal ini semakin tinggi semakin tinggi

tingkat pengetahuan ibu terhadap lingkungan, akan berusaha untuk memelihara

faktor-faktor lingkungan yang menjadi penyebab terjadinya diare. Pengetahuan

yang baik terhadap lingkungan yang sehat akan menghasilkan sikap dan perilaku

yang baik pula terhadap lingkungan, sebaliknya pengetahuan yang rendah dapat

menimbulkan pencemaran pada lingkungan dan berakibat pada meningkatnya

kejadian diare.

18
Adanya pengetahuan terhadap manfaat sesuatu hal, akan menyebabkan

orang mempunyai keyakinan/kepercayaan yang baik ini akan mempengaruhi niat

untuk ikut serta dalam kegiatan yang dikaitkan dengan hal tersebut. Niat untuk ikut

serta dalam suatu kegiatan sangat tergantung apakah seseorang mempunyai

keyakinan/kepercayaan yang baik terhadap kegiatan tersebut. Selanjutnya

keyakinan/kepercayaan yang baik ini akan mempengaruhi niat untuk ikut serta

dalam kegiatan yang dikaitkan dengan hal tersebut. Niat untuk ikut serta dalam

suatu kegiatan sangat tergantung apakah seseorang mempunyai

keyakinan/kepercayaan yang baik terhadap kegiatan tersebut. Adanya niat untuk

melakukan suatu kegiatan akhirnya sangat menentukan apakah kegiatan tersebut

benar-benar dilakukan.

2. Faktor enabling (factor-faktor pemungkin)

Factor ini mencakup ketersediaan sarana, keterjangkauan sarana/fasilitas

pelayanan kesehatan, prioritas program, komitmen di bidang keehatan serta

sebagai ketrampilan petugas yang semuanya diperlukan untuk melakukan

perilaku kesehatan.

3. Faktor reinforcing (factor-faktor penguat)

Faktor penguat adalah factor yang menentukan apakah tindakan kesehatan

memperoleh reaksi positif (mendukung/menguatkan) atau reaksi negative

(melemahkan/menghilangkan/tidak mendukung).

Menurut Soekidjo (1993), perilaku kesehatan pada dasarnya adalah reapon

seseorang (organisme) terhadap rangsangan yang berkaitan dengan sakit,

penyakit, system pelayanan kesehatan, makan serta lingkungan. Batasan ini

19
mempunyai dua unsur pokok , yaitu respon/reaksi dan perangsang/stimulus.

Reaksi manusia dapat bersifat positif dan negative, sedangkan perangsang disini

terdiri dari 4 unsur pokok, yaitu sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan

dan lingkungan.

Perilaku terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespon

baik pasif maupun aktif yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit

tersebut.

20
3.2 Kerangka Teori

Faktor-faktor mendasar
(Predipossing Faktors)
- Tingkat pengetahuan ibu
- Kepercayaan/keyakinan
- Nilai-nilai
- Persesi
- Pendidikan
- Pekerjaan/status ibu bekerja
- Umur
- Perilaku hygiene

Faktor-faktor pemungkin

(Enabling Faktor)
- Ketersediaan sarana
- Kurangnya penyuluhan Kejadian Diare
Kesehatan
- Kondisi Ekonomi
- Kurang Gizi

Faktor-faktor penguat
(Reinforcing Faktor)
- Lingkungan kotor
- Makanan dan minuman
yang tercemar
- Jenis sumber air
- Tk pencemaran sumber air
- Jenis jamban
- Jarak jamban dgn sumber air
- Kepadatan hunian

21
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara

konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian –penelitian yang

akan dilakukan (Notoatmodjo,2002,hlm.69).

Untuk menggambarkan pengaruh variable bebas dan variable terikat maka

disusun kerangka konsep sebagai berikut :

Variabel bebas Variabel terikat

Umur Ibu

Pendidikan Ibu

Status Ibu

Jenis sumber air

Tingkat pencemaran
Sumber air
Kejadian Diare

Jenis jamban

Jarak jamban dengan


Sumber air

Kepadatan hunian

Kebiasaan untuk mencuci


tangan

Cara merebus air minum

22
B. Hipotesis

Berdasarkan masalah, tujuan penelitian dan kerangka konseptual yang telah

dipaparkan terlebih dahulu, maka hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Ada hubungan antara umur ibu dengan kejadian diare di Desa Kalibeluk

2. Ada hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian diare di Desa Kalibeluk.

3. Ada hubungan antara status ibu bekerja dengan diare di Desa Kalibeluk

4. Ada hubungan jenis sumber air dengan kejadian diare di DEsa Kalibeluk

5. Ada hubungan antara kondisi tingkat pencemaran sumber air dengan kejadian

diare di Desa Kalibeluk.

6. Ada hubungan antara jenis jamban yang digunakan oleh anggota keluarga dengan

kejadian diare di Desa Kalibeluk

7. Ada hubungan antara jarak jamban ke sumber air dengan kejadian diare di Desa

Kalibeluk

8. Ada hubungan antara kepadatan hunian dengan kejadian diare di Desa Kalibeluk

9. Ada hubungan antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare di Desa

Kalibeluk

10. Ada hubungan antara cara merebus air minum dengan kejadian diare di Desa

Kalibeluk.

23
C. Variabel dan Definisi Operasional

Definisi Operasional digunakan untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian

variable-variabel yang diamati/diteliti. Definisi operasional ini juga bermanfaat untuk

mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variable-variabel yang

bersangkutan serta pengembangan instrument (alat ukur) (Notoatmodjo,2002,hlm.

46).

Definisi Operasional Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Diare

Balita.

Cara mengukur / Skala

No Variabel Definisi Cara menilai


1 Dependen : Balita yang menderita diare Kuesioner Nominal

Kejadian diare yang ditandai dengan berak Kategori :

melembek sampai mencair dan - ya (menderita diare)

frekwensinya lebih dari 3 kali - tidak (tidak menderita

dalam sehari yang dinyatakan diare)

oleh responden pada bulan ….

2008

2 Independen kuesioner

a. Umur Ibu Yang dimaksud umur dalam interval

penelitian ini adalah umur

kronologis ibu yaitu tanggal

ketika survey dilakukan

dikurangi

24
No Variabel Definisi Cara mengukur/menilai Skala
Tanggal lahir ibu yang

dinyatakan dalam tahun,

dengan ukuran

dikelompokkan menjadi :

- < 20 tahun

- 20 – 30 tahun

- 31 – 40 tahun

- ≥ 40 tahun

b. Pendidikan Jenjang sekolah tertinggi Rendah untuk SD - SLTP Nominal

Ibu yang pernah dijalani oleh Tinggi untuk SLTA

Ibu keatas

c. Status Ibu Pekerjaan yang dilakukan Kategori : - bekerja Nomina

Bekerja Ibu untuk memperoleh upah - tidak bekerja

atau gaji dalam kurun waktu

12 bulan terakhir

d. Jenis Sumber Sarana yang digunakan Kategori : Nominall

Air untuk keperluan 1. Sumur gali dengan

mendapatkan air bersih yang timba

dibedakan menjadi sumur 2. Sumur gali dengan

gali dengan timba, sumur pompa

gali dengan pompa, PDAM 3. PDAM


No Variabel Definisi Cara mengukur/menilai Skala
e. Kondisi Keadaan sumber air yang Tidak tahu skor 0 Ordinal

tingkat dinilai dari tinggi rendahnya Menjawab salah skor 1

25
Pencemaran skor resiko pencemaran, Menjawab tetapi kurang

Sumber Air yang meliputi 9 variabel lengkap skor 2

penilaian yaitu : Menjawab benar skor 3

1. Jarak jamban Kategori :

2. Jarak septi tank 1. Pencemaran rendah

3. Jarak SPAL 2. Pencemaran sedang

4. Lantai semen 3. Pencemaran tinggi

5. Lantai rusak 4. Pencemaran sangat

6. Genangan air dilantai tinggi

7. Peletakan ember timba

8. Bibir sumur

9. Dinding sumur

f. Jenis Jamban Jenis jamban yang Dalam dua factor, Nominal

digunakan oleh anggota kelompok yang

keluarga yang dibedakan menggunakan jamban

menjadi jamban leher angsa cemplung dan yang

dengan septic tank, jamban selainya disatukan dalam

leher angsa tanpa septic kelompok jamban tanpa

tank, jamban cemplung dan septic tank

selainya
No Variabel Definisi Cara mengukur/menilai Skala
Kategori :

- Kualitas jelek jika

jamban tanpa septictank

26
- Kualitas baik jika

jamban leher angsa

dengan septic tank

g. Jarak Jamban Jarak tempat penampumgan Kategori : Nominal

tinja ke sumber air (sumur) - Memenuhi syarat jika

yang dinyatakan dengan radius jarak > 10 meter

memenuhi syarat atau tidak - Tidak memenuhi syarat

memenuhi syarat. jika radius jarak < 10

meter

h. Kepadatan Luas bangunan tempat Ukuran : Nominal

Hunian tinggal dibandingkan dengan - Padat bila <10m2/orang

jumlah penghuninya - Tidak padat bila >10m2

berdasarkan persyaratan

rumah sehat.

i. Praktek Cuci Perilaku cuci tangan anggota Dikategorikan : Nominal

Tangan keluarga sebelum makan dan - Ya (bila melakukanya)

sehabis buang air besar - Tidak (bila tidak me

lakukanya)

No Variabel Definisi Cara mengukur/menilai Skala


j. Praktek Mere Tindakan merebus air Dikategorikan : Nominal

bus Air sebelum dihidangkan untuk - Ya (apabila melakukan)

Diminum - Tidak (bila tidak me

27
lakukanya

D. Jenis dan Desain Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian penjelasan (explanatory research) karena

menjelaskan hubungan antara variable-variabel yang telah ditetapkan dan menguji

hipotesa yang telah dirumuskan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode

survey dengan menggunakan pendekatan studi belah bintang (cross sectional)

E. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi penelitian adalah ibu yang mempunyai balita yang berada di Desa

Kalibeluk Kecamatan Warungasem Kabupaten Batang yang berjumlah 145 orang.

4. Sampel Penelitian

Sampel dari penelitian diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

n = NZ² P(1 – p 0

(N – 1) G² + Z² P (1 – p)

Keterangan :

n = besar sample

N = jumlah populasi

P = proporsi tidak dikeyahui, maka p = 0,5

Tingkat kepercayaan 95%, Z = 1,96

Presesi, jarak dalam persen dari nilai P sesungguhnya untuk ketepatan uji sebesar

90%, maka G = 0,1

28
Dari rumus tersebut maka dapat dihitung besar sample :

n= 145 (1,96)² x 0,5 x 0,5

(145 – 1) (0,1)² x 0,5 x 0,5

n = 139,258

2,4004

n = 58,0014 atau sebesar 58 responden

F. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sample dalam penelitian ini menggunakan pengambilan

sample secara acak acak sistematis (systematic random sampling). Sample diambil

dengan membuat daftar anggota populasi yang diambil dari register bidan secara acak

antara 1 sampai n. kemudian dibagi dengan jumlah sample yang di inginkan.

Selanjutnya yang terkenal sample adalah setiap kelipatan dari hasil yang diperoleh.

Dalam penelitian ini jumlah populasi adalah 145 dan sample yang di inginkan

sebanyak 58 responden, maka intervalnya adalah 145 : 59 = 2,45 dibulatkan menjadi

3, maka anggota populasi yang terkena sample adalah setiap anggota yang

mempunyai nomor kelipatan 3. pengambilan pertama dilakukan melalui undian.

Adapun sample dalam penelitian ini adalah ibu yang balitanya terkena diare dan ibu

yang balitanya tidak terkena diare, mengingat jumlah sample dalam penelitian ini

jumlahnya 58 dan secara kebetulan jumlahnya setelah dibandingkan adalah 50% :

50%.

G. Jenis Data

1. Data Primer

29
Diperoleh dengan menggunakan alat bantu kuesioner dengan cara wawancara

kepada ibu balita responden, Bidan Desa dan petugas penyuluhan kesehatan yang

ada di wilayah Puskesmas Warungasem.

2. Data Sekunder

Diperoleh dari data-data dan laporan yang ada di Puskesmas Warungasem

Kabupaten Batang

H. Instrumen Pengumpulan data

Instrumen yang dipakai untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan kuesioner.

I. Tehnik dan Pengolahan Data

1. Pengolahan Data

Data yang telah dikumpulkan, dilakukan proses pengolahan data sebagai berikut :

a. Editing (memeriksa data)

Memeriksa kelengkapan data, keterbacaan tulisan, dan memeriksa jawaban

responden sesuai dengan maksud pertanyaan yang diajukan.

b. Coding (memberi jode)

Memberi tanda pada kuesioner atau lembar koding terpisah. Koding dilakukan

dengan memberi angka untuk memudahkan dalam pengolahan data.

c. Entry Data

Memasukkan data yang sudah di koding dalam program statistic computer.

d. Tabulasi

30
Memasukkan data kedalam data menurut sifat tertentu sesuai dengan tujuan

penelitian, menyajikan data dalam bentuk table distribusi frekuensi dan tabel

silang.

2. Analisis Data

a. Analisis Univariate yang dilakukan terhadap tiap variable dari hasil penelitian.

Pada analisa ini hanya menghasilkan distribusi dan prosentase dari tiap

Variable.

b. Analisis Bivariate yang dilakukan terhadap dua variable yang diduga

berhubungan. Dalam analisis ini dilakukan pengujian statistic dengan chi

square (x²).

Data yang diperoleh kemudian di analisis dengan menggunakan program SPSS

dengan menggunakan analisis chi square bivariat analitik untuk mencari

hubungan variable bebas dan variable terikat dengan uji statistic yang sesuai

dengan tujuan penelitian dan salah satu skala data yang ada yaitu normal. Uji

statistic yang digunakan adalah chi square (X²). Analisis dilakukan dengan

menggunakan program SPSS for Windows versi 10.0

Uji square

a. Tujuan

Chi square digunakan untuk mengetahui hubungan variable yang bebas

dengan variable terikat.

b. Rumus :

(1) r k (Oij – Eij)²

X² = Σ Σ

31
i=1 j=1 Eij

c. Keterangan :

X² : Chi square

Oij : Nilai pengamatan dari objek yang diamati pada baris ke-i

dan kolom ke-j

Eij : Nilai harapan menurut kejadian yang berada pada baris

Ke-i dan kolom ke-j

α : 0,05

a,b,c,d : Nilai pengamatan pada petak-petak table kontingensi

2x2

n : jumlah sample

r k

Σ Σ : jumlah langsung dari seluruh sel

i=1 j=1

d. Aturan Penggunaan

Dipakai nilai table kontingensi > 2 x 2 dengan syarat :

Tidak ada petak yang memiliki nilai frekuensi harapan kurang dari satu.

Nilai frekuensi harapan (Eij) yang kurang dari 5 tidak lebih dari 20 %

e. Interpretasi

Berdasarkan perbandingan Chi square hitung dan table

- Jika X² hitung ≥ X² table atau - X² hitung ≤ - X² table untuk

32
α = 0,05 dan derajat bebas = (r – 1)(k – 1) maka Ho ditolak

- Jika X² hitung < X² table atau - X² hitung > - X² table untuk

α = 0,05 dan derajat bebas = (r – 1)(k – 1) maka Ho diterima

Berdasarkan p value

- Jika p value > 0,05 maka Ho diterima

- Jika p value < 0,05 maka Ho ditolak

(2)

Yates Correction :

(lad – bcl − n/2)²


X² =
(a + c)(b + d)(c + d)(a + b – n/2)²

Rumus (2) dipakai bila table 2 x 2

- Jika n > 40, nilai harapan tidak ada syarat

- Bila n besarnya antara 20 sampai dengan 40 uji chi square bisa

digunakan bila ada frekuensi yang diharapkan adalah 5 atau lebih dan bila

ada frekuensi yang diharapkan kurang dari 5, maka menggunakan uji

ketepatan dari fisher (Fisher Exact Test)

- Bila n < 20, gunakan uji Fisher Exact

- Tingkat kepercayaan : 95% (α = 5)

33

Anda mungkin juga menyukai