FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2019
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2019
ii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa
laporan ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai peraturan yang berlaku di
Universitas Indonesia.
Jika dikemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan bertanggung
jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia
kepada saya.
Penyusun,
iii
PERNYATAAN ORISINALITAS
NPM : 1406639610
Tanda Tangan :
iv
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan praktik kerja ini. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit
bagi saya untuk menyelesaikan laporan ini, oleh karena itu saya mengucapkan terima
kasih kepada:
(1) Ervina Dwi Astuti, S.Farm., Apt. dan Kurnia Sari Setio Putri, M. Farm., Apt.
selaku pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
mengarahkan saya dalam penyusunan laporan ini;
(2) Dekan Fakultas Farmasi dan Ketua Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia atas kesempatan dan dukungan yang diberikan untuk
mengikuti program studi ini;
(3) Pimpinan PT Aventis Pharma yang telah memberikan kesempatan kepada saya
untuk melaksanakan praktik kerja;
(4) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
(5) Sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan laporan ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Depok, 2019
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Tabel 4.1 Kegiatan yang Dilakukan selama PKPA di PT Aventis Pharma ........... 41
ix Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1 Universitas Indonesia
2
1.2 Tujuan
Tujuan praktik kerja profesi di industri farmasi PT Aventis Pharma adalah
sebagai berikut:
1. Memahami peran, tugas, dan tanggung jawab Apoteker di Industri Farmasi,
khususnya di PT Aventis Pharma
2. Memahami peran dan tanggung jawab apoteker dalam proses registrasi
produk obat di departemen Regulatory Affairs
3. Memahami penerapan GMP/ CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) di
Industri Farmasi, khususnya di PT Aventis Pharma
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM
3 Universitas Indonesia
4
Universitas Indonesia
5
k. Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dari masing-
masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab
pengawasan mutu dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu
l. Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung
atau tidak langsung dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang
kefarmasian.
Untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip yang
diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan dan Kepala dinas kesehatan provinsi. Permohonan persetujuan prinsip yang
dilakukan oleh industri Penanaman Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN), pemohon harus memperoleh Surat Persetujuan Penanaman
Modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai
ketentuan perundang-undangan. Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal
setelah pemohon mengajukan permohonan persetujuan Rencana Induk Pembangunan
(RIP) kepada Kepala Badan dan disetujui oleh Kepala Badan. RIP diberikan oleh
Kepala Badan paling lama dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak
permohonan (Menteri Kesehatan, 2010).
Permohonan persetujuan prinsip diajukan dengan kelengkapan sebagai berikut
(Menteri Kesehatan, 2010):
a. Fotokopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan
b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk/identitas direksi dan komisaris perusahaan
c. Susunan direksi dan komisaris
d. Pernyataan direksi dan komisaris tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi
e. Fotokopi sertifikat tanah/bukti kepemilikan tanah
f. Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha berdasarkan Undang-Undang Gangguan
(HO)
g. Fotokopi Surat Tanda Daftar Perusahaan
Universitas Indonesia
6
Universitas Indonesia
7
Universitas Indonesia
8
membuat obat dan/atau bahan obat. Perjanjian harus memuat ketentuan bahwa izin
edar obat yang diperjanjikan dimiliki oleh Industri Farmasi.
2.1.4 Pelaporan (Menteri Kesehatan, 2010)
Industri Farmasi wajib menyampaikan laporan industri secara berkala
mengenai kegiatan usahanya sekali dalam 6 (enam) bulan, meliputi jumlah dan nilai
produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan dan sekali dalam 1 (satu) tahun.
Laporan Industri Farmasi disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Badan, dan dapat dilaporkan secara elektronik. Direktur Jenderal
dapat mengubah bentuk dan isi formulir laporan sesuai kebutuhan.
2.1.5 Pembinaan dan Pengawasan (Menteri Kesehatan, 2010)
Pembinaaan terhadap pengembangan Industri Farmasi dilakukan oleh
Direktur Jenderal. Pengawasan terhadap Industri Farmasi dilakukan oleh Kepala
Badan. Dalam melaksanakan pengawasan tenaga pengawas dapat melakukan
pemeriksaan dan:
a. Memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan pembuatan,
penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan obat dan bahan obat untuk
memeriksa, meneliti, dan mengambil contoh segala sesuatu yang digunakan
dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan
obat dan bahan obat
b. Membuka dan meneliti kemasan obat dan bahan obat
c. Memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan
mengenai kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan
perdagangan obat dan bahan obat, termasuk menggandakan atau mengutip
keterangan tersebut
d. Mengambil gambar (foto) seluruh atau sebagian fasilitas dan peralatan yang
digunakan dalam pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau
perdagangan obat dan bahan obat
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan ini dapat dikenakan sanksi
administratif berupa:
Universitas Indonesia
9
Universitas Indonesia
10
Universitas Indonesia
11
Universitas Indonesia
12
Universitas Indonesia
13
Universitas Indonesia
14
Universitas Indonesia
15
Universitas Indonesia
16
Universitas Indonesia
17
Universitas Indonesia
18
Universitas Indonesia
19
Universitas Indonesia
20
hendaklah dipasang untuk menahan debu. Pemakaian alat penghisap debu pada
pembuatan tablet dan kapsul sangat dianjurkan. Produk cair, krim dan salep mudah
terkena kontaminasi terutama terhadap mikroba atau kontaminan lain selama proses
pembuatan. Oleh karena itu, tindakan khusus harus diambil untuk mencegah
kontaminasi.
Seleksi, kualifikasi, persetujuan dan pemeliharaan pemasok bahan pengemas
primer dan bahan cetak hendaklah diperhatikan sama seperti bahan awal. Pada
umumnya, proses pengisian dan penutupan hendaklah segera disertai dengan
pemberian label. Bila tidak, hendaklah diterapkan prosedur yang tepat untuk
memastikan agar tidak terjadi kecampurbauran atau salah pemberian label. Selama
proses pengolahan dan pengemasan bets hendaklah diambil sampel pada awal, tengah
dan akhir proses oleh personel yang ditunjuk. Hasil pengujian/pemeriksaan selama-
proses hendaklah dicatat, dan dokumen tersebut hendaklah menjadi bagian dari
Catatan Bets.
Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas dan
disimpan terpisah di “area terlarang” (restricted area). Bahan atau produk tersebut
hendaklah dikembalikan kepada pemasoknya atau, bila dianggap perlu, diolah ulang
atau dimusnahkan. Langkah apa pun yang diambil hendaklah lebih dulu disetujui oleh
kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan dicatat. Karantina produk jadi
merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk
didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang
ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengemasan bets
memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan. Sistem distribusi hendaklah
menghasilkan catatan sedemikian rupa sehingga distribusi tiap bets/lot obat dapat
segera diketahui untuk mempermudah penyelidikan atau penarikan jika diperlukan.
Kondisi penyimpanan obat dan bahan hendaklah sesuai dengan yang tertera
pada penandaan berdasarkan hasil uji stabilitas. Industri farmasi atau pemilik Izin
Edar hendaklah melapor kepada otoritas terkait dalam waktu yang tepat, setiap
kendala dalam kegiatan pembuatan yang dapat mengakibatkan
Universitas Indonesia
21
Universitas Indonesia
22
Universitas Indonesia
23
penyimpanan dengan luas yang memadai untuk ruangan instrumen, sampel, baku
pembanding, pelarut, pereaksi dan catatan.
Kegiatan pengambilan sampel hendaklah dilaksanakan dan dicatat sesuai
dengan prosedur tertulis yang telah disetujui. Pengambilan sampel hendaklah
dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah kontaminasi atau efek lain yang
berpengaruh tidak baik terhadap mutu. Wadah yang diambil sampelnya hendaklah
diberi label yang mencantumkan antara lain isi wadah, nomor bets, tanggal
pengambilan sampel dan tanda bahwa sampel diambil dari wadah tersebut. Wadah
hendaklah ditutup rapat kembali setelah pengambilan sampel.
Setelah dipasarkan, stabilitas obat hendaklah dipantau menurut program
berkesinambungan yang sesuai, yang memungkinkan pendeteksian semua masalah
stabilitas (misal perubahan pada tingkat impuritas, atau profil disolusi) yang berkaitan
dengan formula dalam kemasan yang dipasarkan. Tujuan dari program stabilitas
pasca pemasaran adalah untuk memantau produk selama masa edar dan untuk
menentukan bahwa produk tetap, dan dapat diperkirakan akan tetap, memenuhi
spesifikasinya selama dijaga dalam kondisi penyimpanan yang tertera pada label.
Hal ini berlaku bagi obat dalam kemasan yang dijual, namun hendaklah
dipertimbangkan pencakupan dalam program bagi produk ruahan. Misal, apabila
produk ruahan disimpan dalam jangka waktu yang lama sebelum dikemas dan/atau
dikirim dari tempat produksi ke tempat pengemasan, dampak terhadap stabilitas
produk yang dikemas dalam kondisi lingkungan sekeliling hendaklah dievaluasi dan
dikaji. Di samping itu, hendaklah dipertimbangkan produk antara yang disimpan dan
digunakan setelah jangka waktu yang diperpanjang. Studi stabilitas produk hasil
rekonstitusi dilakukan saat pengembangan produk dan tidak memerlukan pemantauan
yang berbasis pasca pemasaran. Namun, apabila relevan, stabilitas produk hasil
rekonstitusi dapat juga dipantau.
Jumlah bets dan frekuensi pengujian hendaklah memberikan data yang cukup
jumlahnya untuk memungkinkan melakukan analisis trend. Kecuali dijustifikasi lain,
minimal satu bets per tahun dari produk yang dibuat untuk tiap kekuatan dan tiap
Universitas Indonesia
24
jenis pengemasan primer, bila relevan, hendaklah dicakup dalam program studi
stabilitas (kecuali tidak ada yang diproduksi selama setahun). Untuk produk di mana
pemantauan stabilitas pasca pemasaran akan memerlukan pengujian yang
menggunakan hewan dan tidak tersedia alternatif yang sesuai, teknik yang tervalidasi
tersedia, frekuensi pengujian dapat dipertimbangkan pendekatan risiko – manfaat.
Prinsip desain bracketing dan matrixing dapat diterapkan jika dijustifikasi dalam
protokol secara ilmiah.
Bagian pengawasan mutu memiliki wewenang khusus untuk memberikan
keputusan akhir meluluskan atau menolak mutu bahan baku, produk obat ataupun hal
lain yang mempengaruhi mutu obat. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang
diterapkan bagian pengawasan mutu menjamin bahwa pengujian yang diperlukan
telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui
sebelum didistribusikan.
2.2.8 Inspeksi Diri (Kepala Badan POM, 2018)
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi
dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi
diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan
untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah
dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan
yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif. Inspeksi diri hendaklah
dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal
terjadi penarikan obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk
tindakan perbaikan hendaklah dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri
hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.
Hendaklah dibuat instruksi tertulis untuk inspeksi diri yang menyajikan
standar persyaratan minimal dan seragam mengenai ketentuan CPOB yang diperiksa
secara berkala menurut program yang telah disusun untuk memverifikasi kepatuhan
prinsip pemastian mutu. Inspeksi diri dilakukan secara independen dan rinci oleh
personil perusahaan yang kompeten dan berpengalaman dalam bidang masing-masing
Universitas Indonesia
25
dan memahami CPOB. Inspeksi diri dapat dilakukan per bagian sesuai dengan
kebutuhan pabrik namun inspeksi diri yang menyeluruh hendaknya dilaksanakan
minimal satu kali dalam setahun. Semua hasil inspeksi hendaklah dicatat.
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit
mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem
manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu
umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim yang
dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat
diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak.
Kepala bagian pemastian mutu bertanggungjawab bersama bagian lain terkait
untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal
dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Hendaklah
dilakukan evaluasi sebelum pemasok disetujui dan dimasukkan ke dalam daftar
pemasok. Evaluasi hendaklah mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan
yang dipasok. Jika audit diperlukan, hendaklah menetapkan kemampuan pemasok
dalam pemenuhan standar CPOB. Semua pemasok yang ditetapkan, dievaluasi secara
teratur.
Untuk melindungi kesehatan masyarakat, suatu sistem dan prosedur yang
sesuai hendaklah tersedia untuk mencatat, menilai, menginvestigasi dan meninjau
keluhan termasuk potensi cacat mutu dan, jika perlu, segera melakukan penarikan
obat termasuk obat uji klinik dari jalur distribusi secara efektif.
2.2.9 Keluhan dan Penarikan Produk (Kepala Badan POM, 2018).
Untuk melindungi kesehatan masyarakat, suatu sistem dan prosedur yang
sesuai hendaklah tersedia untuk mencatat, menilai, menginvestigasi dan meninjau
keluhan termasuk potensi cacat mutu dan, jika perlu, segera melakukan penarikan
obat termasuk obat uji klinik dari jalur distribusi secara efektif. Prinsip-prinsip
Manajemen Risiko Mutu hendaklah diterapkan pada investigasi, penilaian cacat mutu
dan proses pengambilan keputusan terkait dengan tindakan penarikan produk,
tindakan perbaikan dan pencegahan serta tindakan pengurangan-risiko lain.
Universitas Indonesia
26
Semua otoritas pengawas obat terkait hendaklah diberitahu secara tepat waktu
jika ada cacat mutu yang terkonfirmasi (kesalahan pembuatan, kerusakan produk,
temuan pemalsuan, ketidakpatuhan terhadap izin edar atau spesifikasi produk, atau
isu mutu serius lain) terhadap obat atau obat uji klinik yang dapat mengakibatkan
penarikan produk atau pembatasan pasokan. Apabila ditemukan produk yang beredar
tidak sesuai dengan izin edarnya, hendaklah dilaporkan kepada Badan POM dan/atau
otoritas pengawas obat terkait sesuai dengan ketentuan berlaku. Dalam hal kegiatan
alih daya, kontrak hendaklah menggambarkan peran dan tanggung jawab pabrik
pembuat, pemegang izin edar dan/atau sponsor dan pihak ketiga terkait lainnya dalam
kaitan dengan penilaian, pengambilan keputusan, dan penyebaran informasi dan
implementasi tindakan pengurangan-risiko yang berkaitan dengan produk cacat.
Personel yang terlatih dan berpengalaman hendaklah bertanggung jawab
untuk mengelola investigasi keluhan dan cacat mutu serta memutuskan langkah-
langkah yang harus diambil untuk mengelola setiap potensi risiko yang muncul akibat
masalah tersebut, termasuk penarikan. Personel tersebut hendaklah independen dari
bagian penjualan dan pemasaran, kecuali jika ada justifikasi. Apabila personel
tersebut bukan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), hendaklah kepala
bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) segera diberitahukan secara formal setiap
investigasi, setiap tindakan pengurangan-risiko dan setiap pelaksanaan penarikan
obat.
Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci tindakan yang diambil
setelah menerima keluhan. Semua keluhan hendaklah didokumentasikan dan dinilai
untuk menetapkan apakah terjadi cacat mutu atau masalah lain. Karena tidak semua
keluhan yang diterima diakibatkan oleh cacat mutu, keluhan yang tidak menunjukkan
potensi cacat mutu hendaklah didokumentasikan dengan tepat dan dikomunikasikan
kepada bagian atau personel yang relevan yang bertanggung jawab atas investigasi
dan pengelolaan keluhan terkait, misal dugaan efek samping.
Tingkat analisis akar masalah yang tepat hendaklah diterapkan selama
investigasi cacat mutu. Apabila akar masalah cacat mutu yang sebenarnya tidak dapat
Universitas Indonesia
27
Universitas Indonesia
28
Universitas Indonesia
29
Universitas Indonesia
30
Universitas Indonesia
31
● Ringkasan fasilitas, peralatan, sistem dan proses, dan status kualifikasi dan
validasi
● Pengendalian perubahan dan penanganan penyimpangan pada kualifikasi dan
validasi
● Pedoman dalam pengembangan kriteria keberterimaan
● Acuan dokumen yang digunakan
● Strategi kualifikasi dan validasi, termasuk rekualifikasi, bila diperlukan.
Setiap perubahan signifikan terhadap protokol yang disetujui selama
pelaksanaan validasi, misal kriteria keberterimaan, parameter operasional, dan lain-
lain, hendaklah didokumentasikan sebagai penyimpangan dan dijustifikasi secara
ilmiah. Pengkajian dan pengambilan kesimpulan validasi hendaklah dilaporkan dan
hasil yang diperoleh dibandingkan dengan kriteria keberterimaan. Tiap perubahan
terhadap kriteria keberterimaan hendaklah dijustifikasi secara ilmiah dan
rekomendasi akhir dibuat sebagai hasil validasi.
a. Tahap Kualifikasi untuk Peralatan, Fasilitas, Sarana Penunjang, dan Sistem
Kegiatan kualifikasi mempertimbangkan semua tahap mulai dari
pengembangan awal sesuai spesifikasi kebutuhan pengguna sampai pada akhir
penggunaan. Tahap utama dan beberapa kriteria yang disarankan dapat disertakan
dalam setiap urutan berikut:
● Spesifikasi kebutuhan pengguna (SKP)
● Kualifikasi Desain (KD)
● Factory Acceptance Testing (FAT) /Site Acceptance Testing (SAT)
● Kualifikasi Instalasi (KI)
● Kualifikasi Operasional (KO)
● Kualifikasi Kinerja (KK)
Lakukan evaluasi terhadap peralatan, fasilitas, sarana penunjang, dan sistem
secara berkala untuk memastikan bahwa status kualifikasi tetap terkendali, kualifikasi
ulang dan dilakukan pada periode waktu tertentu, periode hendaklah dijustifikasi dan
kriteria untuk evaluasi ditetapkan.
Universitas Indonesia
32
b. Validasi Proses
Validasi proses menetapkan bahwa semua atribut mutu dan parameter proses
yang dianggap penting untuk memastikan keadaan terkendali dan mutu produk yang
memenuhi persyaratan dapat dipenuhi secara konsisten oleh proses tersebut. Dasar
penetapan parameter proses dan atribut mutu yang kritis atau tidak kritis
didokumentasikan dengan jelas, dengan mempertimbangkan hasil penilaian risiko.
Ketersediaan pengetahuan proses, yang mendasari justifikasi design space dan
pengembangan model matematis (jika digunakan), sangat penting untuk memastikan
strategi pengendalian proses.
Jenis validasi yang dapat digunakan pada validasi proses obat untuk uji klimik
adalah sebagai berikut:
● Validasi konkuren
● Validasi proses tradisional
● Verifikasi proses kontinu
● Pendekatan hibrida
● Verifikasi proses on-going selama siklus hidup produk
Verifikasi transportasi dibutuhkan untuk Obat jadi, obat untuk uji klinik,
produk ruahan, dan sampel yang diangkut dari lokasi pabrik sesuai kondisi yang
ditentukan dalam Izin Edar, label yang disetujui, spesifikasi produk, atau yang dapat
dijustifikasi oleh Industri Farmasi. Kondisi variabel diperkirakan selama transportasi,
maka dilakukan pemantauan dan pencatatan terus-menerus kondisi lingkungan kritis
yang terpapar terhadap produk, kecuali dijustifikasi lain.
Variasi pada parameter peralatan terutama selama proses pengemasan primer
dapat berdampak signifikan terhadap integritas dan fungsi kemasan yang benar
karenanya perlu dilakukan kualifikasi.Sarana penunjang dan metode analisis yang
digunakan juga divalidasi karena memiliki dampak langsung pada produk. Semua
metode analisis yang digunakan dalam kualifikasi, validasi, atau pembersihan
hendaklah divalidasi dengan batas deteksi dan kuantifikasi yang tepat.
Universitas Indonesia
33
Universitas Indonesia
34
kepada Kepala Badan dengan mengisi formulir dan melampirkan dokumen pra
registrasi dan dokumen registrasi. Dokumen pra registrasi dan dokumen registrasi
harus menggunakan Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Permohonan pra registrasi
dan registrasi dapat diajukan secara elektronik atau manual sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Permohonan pra registrasi dikenai biaya penerimaan negara bukan
pajak (PNBP) sesuai ketentuan undang-undang, yang harus dibayar paling lambat 10
hari sejak surat perintah bayar (SPB) diterbitkan (Kepala Badan POM, 2017).
Dokumen registrasi terdiri atas:
a. bagian I : dokumen administratif, Informasi Produk dan Label (etiket,
strip/blister, ampul/vial, catch cover/amplop, dan bungkus
luar)
b. bagian II : dokumen mutu.
c. bagian III : dokumen non klinik.
d. bagian IV : dokumen klinik.
Dokumen registrasi disusun sesuai dengan format ASEAN Common
Technical Dossier (ACTD).
Evaluasi merupakan penilaian terhadap aspek khasiat, keamanan, mutu,
Informasi Produk, dan/atau Label sesuai dengan kriteria dan kategori Registrasi.
Evaluasi dilaksanakan sesuai dengan jalur evaluasi. Jalur evaluasi terdiri atas (Kepala
Badan POM, 2017):
a. jalur 7 (tujuh) Hari meliputi Registrasi Obat khusus ekspor
b. jalur 10 (sepuluh) Hari meliputi Registrasi Ulang
c. jalur 40 (empat puluh) Hari meliputi Registrasi Variasi Minor
d. jalur 100 (seratus) Hari
e. jalur 120 (seratus dua puluh) Hari
f. jalur 150 (seratus lima puluh) Hari
g. jalur 300 (tiga ratus) Hari
Tim Penilai Obat Nasional (TPON) melakukan pembahasan terhadap hasil
evaluasi dan memberikan rekomendasi keputusan kepada Kepala Badan. Kepala
Universitas Indonesia
35
Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
36 Universitas Indonesia
37
Universitas Indonesia
38
Universitas Indonesia
39
manufacturing) dan bentuk sediaan injeksi termasuk vaksin diimpor (fully finished
imported). Produk PT Aventis Pharma secara garis besar dapat dibagi menjadi lima,
yaitu:
a. Produk yang diproduksi sendiri di pabrik (Jakarta site) untuk keperluan lokal
(dalam negeri) dan ekspor (luar negeri).
b. Produk impor dari Sanofi Global yang dikemas ulang (repackaging) di pabrik
(Jakarta site)
c. Produk impor yang berupa finished goods
d. Produk ruahan yang diimpor untuk diproses, baik melalui proses pengolahan
maupun pengemasan di pabrik (Jakarta site) untuk keperluan lokal dan ekspor
e. Produk toll manufacturing yang dibuat berdasarkan kontrak dengan industri
farmasi lain
Universitas Indonesia
BAB 4
4.2 Kegiatan
Seluruh kegiatan yang dilakukan selama Praktik Kerja Profesi di PT Aventis
Pharma, termasuk pelaksanaan tugas khusus dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Kegiatan yang Dilakukan selama PKPA di PT Aventis Pharma
Hari Tanggal Uraian Kegiatan
Rabu 2 Januari 2019 1. Perkenalan dan pembagian divisi
2. Pengenalan lingkungan kerja
3. Membaca SOP PT Aventis Pharma
dan PerKa BPOM tentang kriteria dan
tatalaksana registrasi obat
Kamis 3 Januari 2019 1. Registrasi variasi obat di BPOM
Jumat 4 Januari 2019 1. Mereview API (Abbreviated Product
Information) dan PIL (Patient
Information Leaflet)
Senin 7 Januari 2019 1. Mentranslate PAR produk biologi
2. Submit pra registrasi obat dan produk
biologi di BPOM
Rabu 8 Januari 2019 1. Melanjutkan mentranslate PAR
(publish assessment report) vaksin
2. Mengambil approval letter di BPOM
41 Universitas Indonesia
42
Universitas Indonesia
43
2. Induksi HSE
Jumat 25 Januari 2019 1. Menambahkan data CAS Number
pada file excel
2. Melanjutkan PPT
3. Merapikan folder Veeva
Senin 28 Januari 2019 1. Merapikan folder Veeva
2. Print dokumen registrasi dan
membuat cover letter
3. Memasukkan receipt letter (tanda
terima) dan in letter (surat masuk) ke
dalam ordner
Selasa 29 Januari 2019 1. Melakukan scan dokumen
Rabu 30 Januari 2019 1. Mengumpulkan PPT
2. Membuat PIL (patient information
leaflet)
Kamis 31 Januari 2019 1. Registrasi renewal ke BPOM
2. Melanjutkan membuat PIL
Jumat 1 Februari 2019 1. Induksi
Senin 4 Februari 2019 1. Membuat PIL
2. Memasukkan data kedalam excel dan
merapikan data dalam folder
Rabu 6 Februari 2019 1. Induksi QS (quality system)
2. Mereview PI dan PIL
3. Memasukkan data eksipien ke sistem
AERO BPOM
Kamis 7 Februari 2019 1. Melanjutkan memasukkan data ke
sistem AERO BPOM
2. Melanjutkan memasukkan data
kedalam excel dan merapikan data
Universitas Indonesia
44
dalam folder
Jumat 8 Februari 2019 1. Merevisi PI
2. Melanjutkan merapikan folder Veeva
3. Merevisi API dan eksipien di excel
Senin 11 Februari 2019 1. Merevisi PIL
2. Membuat laporan PKPA
Selasa 12 Februari 2019 1. Merapikan folder Veeva
2. Membuat laporan PKPA
Rabu 13 Februari 2019 1. Merapikan excel vaccine
2. Mengedit atau menambahkan data
produk biologi di website Kemenkes
Kamis 14 Februari 2019 1. Merevisi PPT
2. Melakukan cek PI
3. Melakukan scan dokumen NIE dan
form registrasi
Jumat 15 Februari 2019 1. Merevisi PPT
2. Melakukan scan dokumen produk
biologi
Senin 18 Februari 2019 1. Membuat Laporan PKPA
Selasa 19 Februari 2019 1. Mereview PI vaksin
Rabu 20 Februari 2019 1. Membuat Laporan PKPA
Kamis 21 Februari 2019 1. Membuat Laporan PKPA
Jumat 22 Februari 2019 1. Membuat Laporan PKPA
2. Induksi HSE WWTP
Senin 25 Februari 2019 1. Review PI vaksin
2. Review translasi PI Bahasa Inggris ke
Bahasa Indonesia
3. Edit pengajuan praregistrasi produk
vaksin di NEW AERO
Universitas Indonesia
45
Universitas Indonesia
BAB 5
PEMBAHASAN
pendidikan farmasi dan bergelar Apoteker. Struktur Organisasi RA dapat dilihat pada
Lampiran 2.
Departemen RA bertugas menangani segala hal yang berkaitan dengan
registrasi obat ke BPOM. Registrasi yang dilakukan dapat berupa:
1. Registrasi Baru untuk obat dengan zat aktif baru, bentuk sediaan baru, kekuatan
baru atau kombinasi baru yang belum pernah disetujui di Indonesia. Registrasi
baru juga dapat dilakukan untuk obat generik, yaitu obat yang mengandung zat
aktif dengan komposisi, kekuatan, bentuk sediaan, rute pemberian, indikasi dan
posologi sama dengan obat originator yang sudah disetujui di Indonesia, juga
untuk produk biologi seperti vaksin, imunosera, antigen, hormon, enzim, produk
darah dan produk hasil fermentasi lainnya (termasuk antibodi monoklonal dan
produk yang berasal dari teknologi rekombinan DNA).
2. Registrasi Variasi untuk obat yang mengalami perubahan yang telah memiliki
izin edar, seperti perubahan formulasi, metode analisis, perubahan klim
penandaan, penambahan indikasi dan lain sebagainya. Perubahan ini akan
diklasifikasikan ke dalam variasi major, variasi minor dengan persetujuan, atau
variasi minor dengan notifikasi.
3. Registrasi Ulang untuk produk dengan masa berlaku izin edar yang segera
berakhir (Kepala Badan POM, 2017).
Selain bertanggung jawab dalam penyiapan persyaratan registrasi obat,
departemen regulatory juga sebagai pihak yang melakukan negosiasi apabila terjadi
permasalahan dalam proses registrasi seperti tambahan data, sebagai pengontrol
selama proses registrasi, dan sebagai pihak yang mengarsip dokumen yang telah
dilakukan registrasi (PT Aventis Pharma, 2019b dan PT Aventis Pharma, 2015).
Registrasi obat hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi di Indonesia yang
memiliki izin dari Menteri Kesehatan RI dan wajib memenuhi peryaratan CPOB.
Selain itu, registrasi obat harus didukung dengan dokumen penunjang berupa data
ilmiah (scientific data) yang menunjang khasiat dan keamanan, data mutu (formula
produk, spesifikasi, control of product and packaging material), dan informasi
Universitas Indonesia
48
produk (brosur, label, dan lain-lain). Untuk registrasi obat impor diutamakan untuk
obat program kesehatan masyarakat, penemuan baru, dan obat yang dibutuhkan tetapi
tidak dapat diproduksi di dalam negeri (Kepala Badan POM, 2017).
Prosedur registrasi obat dibagi menjadi 2 tahap, tahap pertama yaitu pra-
registrasi untuk menentukan kategori registrasi, jalur evaluasi, biaya sesuai PNBP
(Penerimaan Negara Bukan Pajak), dan kelengkapan dokumen. Kemudian
dilanjutkan dengan tahap kedua yaitu registrasi, yaitu dilakukan pembayaran biaya
evaluasi, penyerahan dokumen registrasi, dan dimulainya proses evaluasi. Alur proses
registrasi obat diawali dengan pendaftar (industri farmasi) mengajukan pendaftaran
pra-registrasi. Kemudian dilakukan proses pra-registrasi dengan memasukkan
dokumen-dokumen yang diperlukan dan dilakukan konsultasi. Jika memenuhi syarat,
maka BPOM akan menerbitkan HPR (Hasil Pra-Registrasi) yang dapat dilanjutkan
dengan pendaftaran obat (tahap registrasi), jika tidak memenuhi syarat, maka
pendaftar mengajukan kembali pendaftaran pra-registrasi. Pada tahap registrasi,
pendaftar menyerahkan dokumen-dokumen yang disyaratkan sesuai kategori
registrasi yang ditetapkan. Dokumen yang harus diserahkan ke Badan POM terdiri
dari 4 dokumen mengikuti format ACTD (ASEAN Common Technical Dossier),
yaitu dokumen administratif, dokumen mutu, dokumen non-klinik, dan dokumen
klinik. Setelah didaftarkan, BPOM akan melakukan pemeriksaan kelengkapan data,
yang selanjutnya dilakukan evaluasi obat oleh panitia penilai obat dan KOMNAS
POJ untuk menilai efikasi dan keamanan serta mutu obat. Jika tidak memenuhi syarat
berupa diperlukan tambahan data, maka pendaftar harus melengkapi data yang
disyaratkan. Apabila BPOM mengeluarkan surat penolakan, maka produsen dapat
mengajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis kepada Kepala BPOM
dan melalui alur yang telah ditentukan di PerKaBPOM Nomor 24 Tahun 2017, atau
pendaftar dapat mengajukan ulang dari tahap awal registrasi, dan biaya registrasi
tidak dapat dikembalikan. Jika hasil evaluasi memenuhi syarat, BPOM memberikan
approvable letter. Approvable letter adalah surat pemberitahuan persetujuan kepada
industri farmasi untuk melakukan persiapan pembuatan obat dengan skala komersial
Universitas Indonesia
49
atau persiapan pelaksanaan importasi obat sebelum diterbitkan persetujuan izin edar,
yang berlaku selama 2 tahun. Persetujuan Izin Edar diterbitkan apabila hasil
pembuatan obat skala komersial memenuhi persyaratan, antara lain diproduksi
ditempat yang memenuhi persyaratan CPOB dan hasil produksi memenuhi syarat
yang ditetapkan yang dibuktikan dengan dokumen. Persetujuan dapat langsung
diterbitkan tanpa mekanisme approvable letter jika dokumen yang disubmit
merupakan generik dari produk dengan nama dagang yang sudah beredar, dengan
melengkapi batch record terakhir, dan jika produsen pembuat obat jadi telah
memiliki produk sejenis yang telah beredar (produk toll), dengan persyaratan
memiliki spesifikasi, formula, sumber bahan baku, proses dan tempat produksi serta
jenis kemasan yang sama, dengan melengkapi batch record terakhir (Kepala Badan
POM, 2017 dan PT Aventis Pharma, 2018a).
Departemen RA juga menangani pemeriksaan dokumen terkait produk obat,
seperti PI (Product Information), PIL (Patient Information Leaflet), API (Abbreviated
Product Information), PAR (Publish Assessment Report) dan pemeriksaan
promotional material. PI (Product Information) yang akan digunakan harus sesuai
dengan PI yang telah disetujui oleh BPOM. PI memberikan informasi mengenai
kualitas, keamanan, dan efektivitas obat. PIL (Patient Information Leaflet)
merupakan informasi mengenai produk yang ditujukan bagi pasien, sehingga PIL
menggunakan Bahasa yang dapat dipahami oleh pasien. API (Abridged Product
Information) merupakan ringkasan mengenai informasi produk yang disediakan oleh
departemen regulatory untuk departemen marketing sebagai acuan dalam membuat
promotional material. Promotional Material dibuat oleh departemen marketing,
merupakan materi promosi yang berisi informasi produk untuk meningkatkan
penjualan produk obat. Promotional Material direview oleh departemen regulatory
untuk memeriksa kesesuaian isi dengan dokumen yang telah disetujui oleh BPOM
(PT Aventis Pharma, 2015 dan PT Aventis Pharma 2018b).
Universitas Indonesia
50
5.2 Produksi
Departemen produksi di PT Aventis Pharma terbagi ke dalam dua sub
departemen, yaitu Processing dan Primary Packaging Unit. Kegiatan yang dilakukan
di PT. Aventis Pharma, Jakarta Indonesia adalah memproduksi sediaan-sediaan non
steril baik sediaan semisolid dan solid, pengemasan primer dan sekunder. Oleh karena
itu, area produksinya dibedakan menjadi 3 kelas (PT Aventis Pharma, 2018c), yaitu:
a. kelas 3 (grey area), merupakan area yang digunakan untuk produksi
sediaan non steril, dan sama dengan ISO kelas 8. Pada kelas 3, batas
jumlah partikel permeter kubik untuk masing-masing ukuran 0,5 µm dan
5 µm adalah 3.520.000 dan 29.300
b. kelas 2, area ini disebut juga area yang digunakan untuk pengolahan
produk kemasan. Ruangan ataupun area yang masuk dalam kelas ini
adalah ruang produksi untuk produk non steril. Snofi menjadikan kelas ini
sebagai ruangan yang digunakan untuk pengemasan sekunder
c. kelas 1, digunakan sebagai area penunjang seluruh kegiatan
Universitas Indonesia
51
Universitas Indonesia
52
Universitas Indonesia
53
Universitas Indonesia
54
Universitas Indonesia
55
Universitas Indonesia
56
Universitas Indonesia
57
Untuk release, departemen QC hanya melakukan release bahan baku (zat aktif
dan eksipien) dan kemasan. Pada sediaan yang dilakukan repackaging, QC hanya
melakukan pemeriksaan COA, bila sesuai maka akan direlease, kemudian bagian
produksi akan melakukan repackaging. Untuk bulk, departemen QC melakukan
analisa, dan QA yang melakukan release.
Tindak lanjut yang diambil sesuai dengan hasil pemeriksaan, antara lain
dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh sama dan produk yang sudah released,
dengan tindak lanjut sebagai berikut:
a. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh sama oleh pemeriksa berbeda.
b. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh baru oleh pemeriksa pertama (bila
perlu).
c. Membandingkan hasil pemeriksaan ulang diatas dengan persyaratan test method
dan farmakope (EP, USP, dan FI).
d. Contoh pemeriksaan ulang diambil 2 kali dari pemeriksaan normal.
Apabila dianggap perlu, dilakukan pemeriksaan terhadap prosedur pengolahan
bets produk yang bersangkutan. Setelah hasil penyelidikan lengkap, serahkan hasil
tersebut kepada QO Manager untuk dievaluasi dan diambil keputusan akhir mengenai
status produk yang bersangkutan (PT Aventis Pharma, 2019m).
Universitas Indonesia
58
occupational exposure, off label use, efek menguntungkan yang tidak diharapkan,
kesalahan pemberian obat/ medication error, dan keadaan lain. Waktu pelaporan
sejak kejadian tersebut muncul ke perusahaan farmasi adalah 1 hari kerja, sedangkan
pelaporan ke Badan POM adalah 6 bulan, untuk kasus yang serius harus segera di
laporkan ke Badan POM dalam waktu 15 hari kalender sejak karyawan perusahaan
dikontak. Referensi data pharmacovigilance dapat mengambil dari literatur, data
klinis, data pihak ketiga (perusahaan farmasi lain), kongres, laporan spontan, dan
BPOM. Informasi yang minimal diperoleh dari konsumen yang melaporkan yaitu
pasien yang teridentifikasi, pelapor yang teridentifikasi, nama produk, dan kejadian
terkait data (PT Aventis Pharma, 2018e).
Quality commercial berperan dalam menangani keluhan produk setelah
release. Penanganan terhadap keluhan bertujuan untuk menghindari efek samping
yang mungkin terjadi, mengetahui hasil CPOB sudah baik atau belum, dan
melakukan komunikasi langsung kepada konsumen. Komplain terhadap produk
terkait dengan identitas (expired date), kualitas, durabilitas, reabilitas, kinerja,
keamanan, dan khasiat. Terdapat 4 kategori KTKO, kategori 1 untuk produk dengan
efek sangat serius yang dapat menyebabkan kematian dan bersifat permanen, kategori
2 untuk produk yang dapat menyebabkan efek samping sementara dan tidak bersifat
permanen (contohnya gatal-gatal), kategori 3 untuk produk dengan efek samping
terhadap kesehatan (contohnya tidak terdapat nomor bets), dan kategori 4 jika tidak
terdapat efek samping namun dapat merusak citra perusahaan (seperti tablet pecah
dan lain-lain). Kategori produk dapat meningkat ke kategori di atasnya bila terjadi
KTKO sebanyak 3 kali berturut-turut. Konsumen yang melaporkan KTKO kemudian
mengisi formulir yang menginformasikan nama pelapor, alamat, kode pos pelapor,
nama produk, nomor bets, tanggal kedaluwarsa produk, deskripsi keluhan, dan foto
produk. Alur pelaporan yaitu konsumen dapat melapor ke outlet tempat pembelian
obat, lalu outlet akan meneruskan laporan kepada distributor, dan distributor akan
menyampaikan laporan kepada quality commercial industri yang membuat produk
untuk ditindaklanjuti atau konsumen dapat mengirim email keluhan kepada industri
Universitas Indonesia
59
terkait. Proses investigasi dilakukan dalam 45 hari kalender dan sampel maksimal
diterima 1 minggu setelah pelaporan. Investigasi dilakukan berdasarkan dokumentasi
dan analisis laboratorium jika diperlukan. Apabila investigasi telah selesai, maka
penanganannya dapat berupa penggantian produk jika diperlukan atau diberikan surat
respons atas komplain tersebut (PT Aventis Pharma, 2017). Produk dapat ditarik dari
peredaran/ recall jika produk tidak memenuhi persyaratan yang telah disetujui,
kemudian produk recall dilaporkan kepada Badan regulasi yang berwenang, yaitu
Badan POM. Tujuan penanganan terhadap KTKO yaitu memastikan produk aman
dan reliable ketika sampai ke konsumen (PT Aventis Pharma, 2018f).
Divisi Anti-Counterfeit bertugas untuk menangani keluhan terkait obat palsu.
Hal yang krusial untuk identifikasi obat palsu adalah penandaan, identitas, dan
sumber. Contoh pemalsuan yang dapat dilakukan diantaranya produk tanpa zat aktif,
dosis atau jenis zat aktif tidak sesuai, dan zat aktif benar namun kemasannya berbeda.
Divisi Anti-Counterfeit akan mendeteksi adanya peredaran obat palsu dengan cara
membeli produk secara acak di tempat yang diduga menjual obat palsu, selanjutnya
obat tersebut dianalisis. Jika produk terbukti palsu, perusahaan dapat mengambil
tindakan dengan melaporkan kepada BPOM bagian Deputi Penindakan (Direktorat
Pengamanan, Direktorat Intelijen, dan Direktorat Penyidikan) (PT Aventis Pharma,
2018f).
Universitas Indonesia
60
5.5.1 Planning
Pada sub bagian administrasi bertugas untuk pembelian barang (purchase
order) dan memantau alur kedatangan barang, dari mulai pemesanan, kemudian
pesanan diterima dan dikirimkan oleh pemasok, sampai pesanan tiba di gudang.
Untuk kegiatan importasi, bahan baku impor dapat diperoleh dari intercompany
maupun third party (dari luar perusahaan). Pengiriman bahan baku dapat
menggunakan transportasi udara untuk bahan dengan kuantitas kecil, atau dengan
transportasi laut untuk bahan dengan kuantitas besar. Bahan baku impor yang dikirim
harus memiliki izin dari Badan POM. Produk Non NAPZA memerlukan beberapa
dokumen sebagai persyaratan, Antara lain COA (certificate of analysis), packing list,
sertifikat CPOB/ GMP, MSDS (material safety data sheet), invoice, air bill untuk
transportasi udara atau bill of landing untuk transportasi laut. Dokumen tersebut
dikirimkan melalui email sebelum produk impor diberangkatkan. Industri farmasi
pengimpor melakukan submit SKI (surat keterangan impor) ke BPOM melalui e-
BPOM, yang disetujui dalam waktu + 1 hari (keluar izin dari BPOM). Kemudian
industri farmasi akan menginformasikan forwarder untuk dibuatkan PIB
(pemberitahuan info produk) dan cek kesesuaian produk. Setelah PIB dibayarkan,
kemudian disubmit di website beacukai. Jika tidak terdapat masalah dokumen dan
produk, disebut greenline dan dikeluarkan SPPB (surat perintah pengeluaran produk).
Jika dokumen dan produk tidak sesuai, disebut redline dan barang harus dilakukan
cek fisik oleh pihak beacukai di area GMP (PT Aventis Pharma, 2018g).
Untuk produk NAPZA (narkotika, psikotropika, prekursor dan zat adiktif)
harus dilaporkan kepada Kementrian Kesehatan, dan sebelumnya telah mengajukan
RKT (rencana kebutuhan tahunan) kepada Kementrian Kesehatan dan Badan POM
(Menteri Kesehatan, 2015). Kemudian industri farmasi melakukan submit AHP
(analisis hasil pemeriksaan) di website ENAPZA Badan POM. Jika telah disetujui,
dokumen AHP diberikan kepada Departemen Kesehatan beserta dokumen lain (COA
dan lain-lain). Kemudian diterbitkan SPI (surat pemberitahuan impor) sebanyak 2
lembar (1 lembar untuk beacukai, 1 lembar untuk diberikan kepada negara asal untuk
Universitas Indonesia
61
export liason), dan manufacturer akan memberikan SPI kepada badan regulasi di
negaranya untuk mendapatkan export liason. Setelah export liason jadi, manufacturer
akan mengirimkan produk tersebut ke industri pengimpor, melalui jalur udara atau
laut. Alur kegiatan ekspor produk sama seperti alur impor. Setelah barang tiba di
warehouse, industri farmasi harus melakukan realisasi impor/ ekspor dengan tujuan
untuk memberitahukan kepada Badan POM bahwa produk berhasil masuk dan QC
(quality control) melakukan pengujian pada sampel produk. Tim produksi akan
melakukan pelaporan bulanan terkait penggunaan NAPZA dan penyalurannya kepada
Badan POM dan Departemen Kesehatan (Menteri Kesehatan, 2013).
Toll manufacturing terbagi 2, yaitu toll in (menerima produksi dari industri
farmasi lain) dan toll out (menggunakan fasilitas produksi industri farmasi lain untuk
memproduksi produk). Bentuk kerja sama toll manufacture juga terbagi dua, yaitu
pure buy dimana semua urusan terkait toll manufacture dikerjakan oleh perusahaan
lain, atau non-pure buy dimana semua urusan dikerjakan oleh perusahaan kita. Antara
kedua perusahaan yang melakukan kerja sama akan melakukan pertemuan secara
rutin untuk membahas mengenai stok dan permasalahan yang muncul, seperti
keterlambatan pembuatan atau defisit. Di dalam sistem kerjasama, terdapat
perencanaan untuk minimal 3 bulan ke depan, sehingga suatu pesanan tidak bisa
dibuat secara mendadak, tujuannya di dalam 3 bulan tersebut, bahan-bahan yang
dibutuhkan untuk pembuatan suatu produk sudah terkumpul (Menteri Kesehatan,
2010).
5.5.2 Warehouse
Gudang di PT Aventis Pharma terbagi menjadi 3 sub bagian, yaitu gudang
untuk farma, vaksin, dan Customer Health Care (CHC). Lingkungan di dalam
gudang diatur untuk menjaga mutu barang-barang yang disimpan di dalamnya.
Keamanan dan kebersihan gudang membutuhkan perhatian khusus. Tidak semua
orang dapat masuk ke dalam gudang, dan di depan pintunya dijaga oleh satu orang
petugas keamanan. Sedangkan kebersihan gudang dijaga melalui perbedaan tekanan
antar ruangan (PT Aventis Pharma, 2018h).
Universitas Indonesia
62
Universitas Indonesia
63
Universitas Indonesia
64
Universitas Indonesia
65
tahun sebelumnya, mereview raw material yang digunakan, status alat yang
digunakan, metode analisis apakah sudah tervalidasi, kualitas air, stabilitas, dan
bagaimana rekomendasi tahun sebelumnya (PT Aventis Pharma, 2017d). QA turut
serta dalam project qualification plan peralatan, dengan tahapan pertama melakukan
design qualification (user requirement, functional qualification). Design qualification
akan menjadi panduan untuk melakukan IQ (installation qualification), OQ
(operational qualification), dan PQ (performance qualification). Pemastian mutu
peralatan produksi yang digunakan juga dilakukan, seperti challenge test terhadap
metal detektor untuk memastikan apakah alat bekerja atau tidak, atau terhadap
kamera apakah dapat melakukan input dengan benar (sesuai kode pada folding box
atau packaging material) (PT Aventis Pharma, 2017e). QA juga melakukan
pengecekan bangunan, yaitu kesesuaian di lapangan dengan persyaratan GMP seperti
syarat ruangan, tekanan, dan peletakkan material (PT Aventis Pharma, 2017f).
Cleaning validation yang dilakukan oleh QA salah satunya dengan teknik swap
(untuk area yang sulit dijangkau), validasi metode analisis dan detergen yang
digunakan adalah detergen yang sudah memiliki LD50, sehingga dapat ditentukan
batasnya (PT Aventis Pharma, 2017g).
Universitas Indonesia
66
Universitas Indonesia
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil Praktek Kerja Profesi di PT Aventis Pharma adalah
sebagai berikut:
a. Apoteker memiliki peranan penting di Regulatory Affairs industri farmasi antara
lain sebagai penghubung industri dengan otoritas kesehatan untuk registrasi
produk, membuat dan menyetujui dokumen registrasi, melakukan penilaian
terhadap perubahan dan tindakan yang dilakukan, serta mengikuti perkembangan
pedoman regulasi dan perkembangan teknis/ ilmiah.
b. Selama PKPA, penulis mendapatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan
pengalaman praktis dalam melakukan registrasi produk obat jadi yang dilakukan
PT Aventis Pharma.
c. PT Aventis Pharma telah menerapkan setiap aspek CPOB dengan baik dan
mengacu pada GMP internasional, CPOB, serta Kebijakan dan Panduan Mutu
Sanofi Global untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan.
6.2 Saran
1. Penerapan CPOB PT Aventis Pharma harus selalu dipertahankan untuk
menjamin produk yang dipasarkan berkhasiat, bermutu, dan aman bagi
masyarakat.
67 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2017. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2017
Tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Jakarta
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2018). Peraturan Kepala Badan POM
Nomor 34 Tahun 2018 Tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Jakarta.
Menteri Kesehatan RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799 Tahun
2010 Tentang Industri Farmasi. Jakarta.
Menteri Kesehatan RI. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2013
Tentang Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
Jakarta.
Menteri Kesehatan RI. (2015). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015
Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, Dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. Jakarta.
Menteri Lingkungan Hidup RI. (2014). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor
2 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah. Jakarta.
Presiden RI. (2009). Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Jakarta.
Presiden RI. (2009). Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Tentang
Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.
PT Aventis Pharma. (2015). Management Interaction with Health Authorities Nomor
071/SOP/REG/MIwHA/AUG/2015. Jakarta: PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2016a). Health, Safety, and Environment Policy. Jakarta: PT
Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2016b). Wastewater Treatment Plant. Jakarta: PT Aventis
Pharma.
68 Universitas Indonesia
69
Universitas Indonesia
70
Universitas Indonesia
71
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
72
73
Advidor to President
Head of Staff Director
Diabetes and
KAM Market Access HR Medical
Cardio Communication
Thrombosys and Public Affairs Finance Regulatory
Diabetes and
Trade KAM Supply Chain Quality
Diabetes and
Vaccines KAM Industrial Affairs Procurement
Universitas Indonesia
74
INDONESIA
Regulatory
Officer Regulatory
Affairs
Executive
Universitas Indonesia
75
Universitas Indonesia
76
Universitas Indonesia
Lampiran 5. Tugas Khusus
UNIVERSITAS INDONESIA
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2019
i Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
ii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
iv Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1 Universitas Indonesia
2
obat khusus ekspor dilakukan oleh pendaftar. Untuk Registrasi Obat dengan Zat Aktif
yang dilindungi paten di Indonesia hanya dapat dilakukan oleh Pendaftar pemilik hak
paten; atau Pendaftar yang ditunjuk oleh pemilik hak paten (Kepala Badan POM,
2017).
Registrasi terdiri dari tahap pra registrasi dan registrasi yang diajukan secara
tertulis kepada Kepala Badan dengan melampirkan dokumen sesuai ketentuan
perundang-undangan. Dokumen registrasi terdiri atas dokumen administratif,
dokumen mutu, dokumen non klinik, dan dokumen klinik yang mengikuti format
ACTD (Asean Common Technical Dossier) atau ICH (International Council for
Harmonisation). Kemudian BPOM menetapkan jalur evaluasi, dan melakukan
penilaian terhadap aspek khasiat, keamanan, mutu, informasi produk, dan/atau label
sesuai dengan kriteria dan kategori registrasi. Setelah itu BPOM menerbitkan surat
persetujuan, dapat berupa NIE yang berlaku paling lama 5 tahun selama mengikuti
peraturan perundang-undangan, persetujuan khusus ekspor, atau persetujuan registrasi
variasi, yang merupakan bukti tertulis sehingga obat dapat diedarkan di masyarakat
(Kepala Badan POM, 2017).
Apoteker dalam industri farmasi memiliki banyak peran, salah satunya dalam
melakukan registrasi obat, yaitu sebagai penghubung antara perusahaan dengan pihak
berwenang seperti BPOM, untuk memastikan obat diproduksi dan didistribusikan
sesuai peraturan yang berlaku dan terdapat bukti tertulis yang sah. Serangkaian
kegiatan dari awal penyiapan dokumen untuk pengajuan registrasi hingga menerima
hasil evaluasi dan memperoleh persetujuan untuk dapat diedarkan melibatkan peran
dari Apoteker. Oleh karena itu, mahasiswa Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
diberikan tugas khusus mengenai penyiapan dan penyusunan dokumen pra registrasi
variasi major pada produk “Y” untuk dapat lebih memahami peran Apoteker dalam
bidang registrasi obat.
Universitas Indonesia
3
1.2 Tujuan
Tugas khusus yang diberikan pada saat Praktik Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di PT Aventis Pharma memiliki tujuan untuk mengetahui dan memahami
penyiapan dan penyusunan dokumen produk “Y” untuk keperluan pra registrasi
variasi major dan mengetahui tata cara pelaksanaan registrasi variasi major untuk
produk vaksin.
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4 Universitas Indonesia
5
Universitas Indonesia
6
Registrasi Ulang adalah Registrasi perpanjangan masa berlaku Izin Edar yang
masuk dalam kategori 7.
Universitas Indonesia
7
(memerlukan teknologi dan fasilitas produksi khusus, orphan drug, obat yang
diproduksi secara sentralistik/MNC). Registrasi obat impor harus dilengkapi dengan
justifikasi bahwa obat tersebut tidak dapat diproduksi di Indonesia. Industri farmasi di
luar negeri wajib memiliki izin industri farmasi, memenuhi persyaratan CPOB dan
memiliki laporan hasil inspeksi terakhir paling lama 2 tahun dari otoritas negara
setempat (Kepala Badan POM, 2017).
Registrasi Narkotika hanya dapat dilakukan oleh pendaftar yang memiliki izin
khusus untuk memproduksi Narkotika dari Menteri Kesehatan. Registrasi Obat
Lisensi dilakukan oleh Pendaftar yang telah mendapatkan penunjukan dari pemberi
lisensi, dan memenuhi ketentuan memiliki izin industri farmasi, memiliki sertifikat
CPOB, dan memiliki dokumen perjanjian lisensi. Registrasi obat khusus ekspor
dilakukan oleh pendaftar (Kepala Badan POM, 2017).
Obat khusus ekspor terdiri dari obat produksi dalam negeri yang ditujukan
khusus ekspor dan obat impor khusus ekspor. Pendaftar registrasi produksi dalam
negeri khusus ekspor harus memenuhi persyaratan memiliki izin industri farmasi dan
memiliki sertifikat CPOB. Sedangkan pendaftar untuk registrasi impor khusus ekspor
harus memenuhi persyaratan memiliki izin industri farmasi, memiliki sertifikat
CPOB, dan mendapatkan persetujuan tertulis dari industri farmasi di luar negeri. Obat
khusus ekspor dilarang diedarkan di Indonesia (Kepala Badan POM, 2017).
Registrasi Obat dengan Zat Aktif yang dilindungi paten di Indonesia hanya
dapat dilakukan oleh pendaftar pemilik hak paten atau pendaftar yang ditunjuk oleh
pemilik hak paten. Registrasi obat generik pertama yang masih dilindungi paten di
Indonesia dapat diajukan oleh pendaftar bukan pemilik hak paten 5 (lima) tahun
sebelum berakhirnya perlindungan paten dengan menyerahkan dokumen informasi
tanggal berakhirnya masa perlindungan paten dari instansi yang berwenang dan data
ekivalensi dan/atau data lain untuk menjamin kesetaraan khasiat, keamanan dan
mutu. Izin edar dikeluarkan setelah habis masa perlindungan paten (Kepala Badan
POM, 2017).
Universitas Indonesia
8
Universitas Indonesia
9
tanpa resep dokter harus disertakan pada kemasan terkecil, dapat berupa catch
cover/amplop, blister, atau brosur yang melekat kuat pada kemasan terkecil,
yang terbaca selama penggunaan Obat.
Pendaftar bertanggung jawab atas dokumen yang diserahkan, kebenaran dan
keabsahan informasi yang tercantum dalam dokumen registrasi, dan perubahan data
dan informasi produk yang sedang dalam proses registrasi atau sudah memiliki izin
edar. Setiap perubahan harus mendapatkan persetujuan dari kepala badan (Kepala
Badan POM, 2017).
2.3.1 Pra Registrasi
Permohonan praregistrasi Obat dilakukan untuk penapisan Registrasi meliputi
penentuan kategori Registrasi, penentuan jalur evaluasi, penentuan biaya evaluasi,
dan penentuan dokumen registrasi. Untuk Registrasi Obat Generik kategori 2
produksi dalam negeri, Registrasi Variasi kategori 4 yang tidak memerlukan uji
klinik, dan Registrasi Ulang kategori 7 tidak memerlukan proses permohonan pra
registrasi. Permohonan pengajuan praregistrasi dengan mengisi formulir,
menyerahkan bukti pembayaran biaya praregistrasi, dan melampirkan dokumen
sesuai ketentuan. Hasil Praregistrasi (HPR) diterbitkan dalam jangka waktu paling
lama 40 (empat puluh) Hari terhitung sejak diterimanya permohonan. Permintaan
tambahan data disampaikan secara tertulis kepada Pendaftar, dan tambahan data harus
disampaikan paling lama 20 hari sejak surat permintaan tambahan data, dan dapat
diperpanjang 1 kali dengan dilengkapi justifikasi. Perhitungan waktu evaluasi akan
dilanjutkan (clock on) setelah Pendaftar menyerahkan tambahan data secara lengkap.
Jika pendaftar melakukan registrasi yang memiliki lebih dari 1 kekuatan zat aktif,
maka harus memiliki perbedaan spesifikasi antara lain ukuran, bentuk, dan/atau
warna (Kepala Badan POM, 2017).
2.3.2 Registrasi
2.3.2.1 Registrasi Baru
Permohonan Registrasi Baru diajukan dengan mengisi Formulir dan
kelengkapan dokumen registrasi (Kepala Badan POM, 2017).
Universitas Indonesia
10
Universitas Indonesia
11
2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian terhadap aspek khasiat, keamanan, mutu,
Informasi Produk, dan/atau Label sesuai dengan kriteria dan kategori Registrasi.
Evaluasi dilaksanakan sesuai dengan jalur evaluasi. Jalur evaluasi terdiri atas (Kepala
Badan POM, 2017):
f. jalur 7 (tujuh) Hari meliputi Registrasi Obat khusus ekspor
g. jalur 10 (sepuluh) Hari meliputi Registrasi Ulang
h. jalur 40 (empat puluh) Hari meliputi Registrasi Variasi Minor
i. jalur 100 (seratus) Hari yang meliputi
1) Registrasi Baru Obat Baru dan Produk Biologi yang diindikasikan untuk
terapi penyakit serius yang mengancam nyawa, dan/atau mudah menular,
dan/atau belum ada atau kurangnya pilihan terapi lain yang aman dan efektif
2) Registrasi Baru Obat Baru dan Produk Biologi yang berdasarkan justifikasi
diindikasikan untuk penyakit serius dan langka (Orphan Drug)
3) Registrasi Baru Obat Baru, Produk Biologi, Obat Generik, dan Obat Generik
Bermerek ditujukan untuk program kesehatan nasional yang dilengkapi
dengan dokumen penunjang kebutuhan program atau hasil prakualifikasi
World Health Organization
4) Registrasi Baru Obat Baru dan Produk Biologi yang telah melalui proses Obat
Pengembangan baru
5) Registrasi Baru Obat Generik yang memiliki Formula, sumber bahan baku,
spesifikasi Obat, mutu, spesifikasi kemasan, proses produksi, dan
menggunakan fasilitas produksi yang sama dengan Obat Generik Bermerek
yang telah disetujui
6) Registrasi Variasi Major indikasi baru/posologi baru
7) Registrasi Variasi Major terkait mutu dan Informasi Produk
e. jalur 120 (seratus dua puluh) Hari meliputi Registrasi Baru Obat Baru dan
Registrasi Variasi Major indikasi baru/posologi baru yang telah disetujui
sekurangnya di 3 (tiga) negara dengan sistem evaluasi yang telah dikenal baik
Universitas Indonesia
12
f. jalur 150 (seratus lima puluh) Hari meliputi Registrasi Baru Obat Generik dan
Obat Generik Bermerek yang tidak termasuk dalam jalur evaluasi sebagaimana
dimaksud pada huruf d
g. jalur 300 (tiga ratus) Hari meliputi Registrasi Baru Obat Baru dan Produk
Biologi serta Registrasi Variasi Major indikasi baru/posologi baru yang tidak
termasuk dalam jalur evaluasi sebagaimana dimaksud pada huruf d dan huruf e.
Perhitungan waktu evaluasi sesuai dengan jalur evaluasi, dihitung sejak
dokumen registrasi diterima. Tim Penilai Obat Nasional (TPON) melakukan
pembahasan terhadap hasil evaluasi dan memberikan rekomendasi keputusan kepada
Kepala Badan. Bila diperlukan klarifikasi dan penjelasan teknis secara rinci terhadap
dokumen registrasi, TPON dapat meminta klarifikasi kepada pendaftar melalui
dengar pendapat (Kepala Badan POM, 2017).
Kepala Badan menyampaikan keputusan hasil evaluasi secara tertulis kepada
Pendaftar paling lama 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak pelaksanaan rapat berkala
TPON. Bila diperlukan tambahan data, maka pendaftar harus menyampaikan
tambahan data paling lama 100 hari terhitung sejak tanggal permintaan tambahan data
dan waktu evaluasi dihentikan (clock off) dan akan dilanjutkan (clock on) bila
tambahan data sudah lengkap. Bila tidak menyampaikan tambahan data, maka
pendaftar dapat mengajukan perpanjangan pemenuhan tambahan data 1 kali dengan
dilengkapi justifikasi. Bila pendaftar tidak memenuhi ketentuan, registrasi dinyatakan
batal dan biaya yang telah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali (Kepala Badan
POM, 2017).
Keputusan yang diberikan Kepala Badan mempertimbangkan hasil evaluasi
dokumen registrasi dan/atau rekomendasi TPON, dan/atau hasil pemeriksaan
setempat di fasilitas pembuatan obat (in-situ) berupa pemberian persetujuan (izin
edar, persetujuan khusus ekspor, atau persetujuan registrasi variasi) atau penolakan.
Izin edar diterbitkan bila hasil pembuatan obat skala komersial memenuhi syarat atau
telah menyerahkan bukti pemasukan obat impor. Izin edar dan persetujuan khusus
ekspor berlaku paling lama 5 tahun selama memenuhi peraturan perundang-
Universitas Indonesia
13
undangan. Untuk persetujuan variasi dapat berupa izin edar baru atau surat
persetujuan registrasi variasi, dan Pendaftar wajib melaporkan jumlah, nomor bets,
dan tanggal kedaluwarsa bets terakhir yang diedarkan sebelum pelaksanaan Registrasi
Variasi kepada Kepala Badan. Bila registrasi ditolak, maka pendaftar dapat
mengajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis kepada kepala badan,
yang dapat diajukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak
tanggal surat penolakan dan hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali, dengan
menyerahkan dokumen berupa data baru dan/atau data yang sudah pernah diajukan
dengan dilengkapi justifikasi. Industri Farmasi yang telah mendapatkan Izin Edar
wajib membuat dan mengirimkan laporan produksi atau laporan pemasukan Obat
Impor kepada Kepala Badan, dan wajib melakukan pemantauan khasiat, keamanan
dan mutu Obat selama Obat diedarkan dan melaporkan hasilnya kepada Kepala
Badan (Kepala Badan POM, 2017).
2.6 Sanksi
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan Kepala Badan dapat dikenai
sanksi administratif berupa (Kepala Badan POM, 2017):
a. peringatan tertulis
b. pembatalan proses registrasi
c. pembekuan izin edar obat
d. pencabutan izin edar obat
e. larangan untuk melakukan pendaftaran selama 2 tahun
Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PELAKSANAAN
14 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
15 Universitas Indonesia
16
Universitas Indonesia
17
perubahan yang diajukan dan bukti bayar. Dokumen non klinik terdiri dari tinjauan
studi non klinik (nonclinical overview) dan matriks ringkasan studi non klinik
(nonclinical tabulated summary). Kemudian dokumen klinik berisi tinjauan studi
klinik atau dokumen justifikasi perubahan/penambahan informasi klinik, daftar
dokumen penunjang perubahan informasi produk yang diajukan, matriks studi klinik
yang tersedia untuk pengajuan perubahan informasi produk, laporan studi klinik
(sesuai yang tercantum dalam matriks studi klinik), laporan keamanan
pascapemasaran/PSUR (periodic safety update report) sampai periode terbaru (jika
perlu), dan referensi lain (jika perlu). Data PSUR wajib dilaporkan Industri Farmasi
kepada Kepala Badan jika terdapat obat dan/atau bahan obat hasil produksinya yang
tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan
mutu. Format PSUR sekurang-kurangnya berisi informasi ringkasan eksekutif
(executive summary, status peredaran, data mutakhir mengenai tindak lanjut
regulatori berdasarkan alasan keamanan oleh pemerintah atau pemegang izin edar
(update on regulatory authority or Marketing Authorization Holder Actions for safety
reasons), perubahan informasi keamanan (changes to reference safety information),
data pasien terpapar (patients exposure data), riwayat kasus individu, hasil studi (jika
ada), informasi lain (yang berkaitan dengan efikasi; data keamanan mutakhir yang
penting), dan informasi keamanan menyeluruh (Badan POM, 2011).
Keputusan hasil evaluasi tahap praregistrasi adalah berupa HPR (Hasil Pra
Registrasi), yang bersifat mengikat selama 1 tahun sejak tanggal diterbitkan. Pada
registrasi manual informasi penerbitan HPR akan diumumkan dan diambil melalui
loket C. Badan POM mengeluarkan surat Hasil Praregistrasi (HPR), yang diterbitkan
dalam jangka waktu paling lama 40 (empat puluh) hari terhitung sejak diterimanya
permohonan praregistrasi. HPR berisi kategori registrasi, jalur evaluasi dan biaya
evaluasi. Dalam hal jika diperlukan tambahan data selama proses evaluasi, akan
disampaikan secara tertulis oleh BPOM kepada pendaftar dan pendaftar harus
menyampaikan tambahan data paling lama 20 hari sejak surat permintaan tambahan
data. Departemen regulatory affairs akan menghubungi Sanofi Global untuk
Universitas Indonesia
18
mengirimkan tambahan data yang disampaikan oleh Badan POM. Perhitungan waktu
evaluasi akan dilanjutkan (clock on) setelah Pendaftar menyerahkan tambahan data
secara lengkap (PT Aventis Pharma, 2018a).
Setelah HPR diterbitkan, maka pendaftar dapat melakukan registrasi variasi
major. Dokumen yang disiapkan untuk registrasi sama dengan dokumen yang
dinyatakan lengkap pada saat pengajuan praregistrasi, yaitu dokumen administratif,
dokumen mutu, dokumen non klinik dan dokumen klinik, ditambah dengan dokumen
formulir registrasi. Pendaftar mengisi antrian registrasi melalui www.aero.pom.go.id.
Kemudian evaluator melakukan evaluasi kembali terhadap kelengkapan dokumen
yang diserahkan oleh pendaftar. Dokumen yang lengkap akan dicap lengkap, dan
pendaftar akan diberikan surat perintah bayar (SPB). Di loket D, pendaftar akan
diberikan kode billing, yang dibayarkan pendaftar secara non tunai (melalui bank).
Kemudian, pendaftar menyerahkan SPB, kode billing, dan NTPN (bukti bayar yang
dibuat oleh departemen keuangan PT Aventis Pharma) ke loket D. Kemudian
pendaftar mengisi kuota secara online, yaitu menggunakan perangkat keras berupa
komputer yang disediakan oleh BPOM, atau dapat menggunakan laptop pendaftar.
Setelah itu, pendaftar menyerahkan dokumen-dokumen registrasi di loket A yang
akan dievaluasi oleh evaluator (PT Aventis Pharma, 2018a). Evaluator akan meminta
tambahan data kepada pendaftar bila dibutuhkan secara tertulis, dan paling lama 100
hari sejak surat permintaan tambahan data, pendaftar harus menyampaikan tambahan
data. Pendaftar dapat mengajukan perpanjangan pemenuhan tambahan data 1 (satu)
kali dengan dilengkapi justifikasi. Dalam hal tambahan data, perhitungan waktu
evaluasi dihentikan (clock off). Bila pendaftar tidak dapat memenuhi ketentuan,
registrasi dinyatakan batal dan biaya yang sudah dibayarkan tidak dapat ditarik
kembali dan mengajukan kembali dengan mengikuti tata cara registrasi dari tahap
awal. Keputusan dari Kepala Badan berupa NIE (Nomor Izin Edar) / surat
persetujuan khusus ekspor / surat persetujuan registrasi variasi / surat penolakan.
Apabila BPOM mengeluarkan surat penolakan, maka produsen dapat mengajukan
permohonan peninjauan kembali secara tertulis kepada Kepala BPOM dan melalui
Universitas Indonesia
19
alur yang telah ditentukan di PerKaBPOM Nomor 24 Tahun 2017, atau pendaftar
dapat mengajukan ulang dari tahap awal registrasi, dan biaya registrasi tidak dapat
dikembalikan. Sebelum diterbitkan persetujuan, dapat diterbitkan surat
pemberitahuan persetujuan (approvable letter) (Kepala Badan POM, 2017).
Approvable letter adalah surat pemberitahuan persetujuan kepada industri farmasi
untuk melakukan persiapan pembuatan obat dengan skala komersial, dan pendaftar
dapat melaksanakan pemasukan obat impor yang hanya dapat 1 kali digunakan untuk
pemasukan sebelum diterbitkan persetujuan izin edar. Approvable letter berlaku
selama 2 tahun sejak tanggal diterbitkan. Persetujuan Izin Edar diterbitkan apabila
hasil pembuatan obat skala komersial memenuhi persyaratan, antara lain diproduksi
ditempat yang memenuhi persyaratan CPOB dan hasil produksi memenuhi syarat
yang ditetapkan yang dibuktikan dengan dokumen. Persetujuan dapat langsung
diterbitkan tanpa mekanisme approvable letter jika dokumen yang disubmit
merupakan generik dari produk dengan nama dagang yang sudah beredar, dengan
melengkapi batch record terakhir, dan jika produsen pembuat obat jadi telah
memiliki produk sejenis yang telah beredar (produk toll), dengan persyaratan
memiliki spesifikasi, formula, sumber bahan baku, proses dan tempat produksi serta
jenis kemasan yang sama, dengan melengkapi batch record terakhir (SOP
057/SOP/ID/REG/PRP PT Aventis Pharma). Untuk registrasi variasi major produk
“Y”, hasil evaluasi yang diterbitkan oleh Badan POM adalah Surat Persetujuan Izin
Edar (NIE).
Pada Bulan Februari 2019, sistem registrasi online diresmikan untuk
digunakan dalam melakukan registrasi obat ke Badan POM, pada website www.new-
aero.pom.go.id. Untuk mengakses sistem registrasi obat, seorang pemohon harus
melakukan login sistem, setelah mengetikkan alamat website aplikasi e-registrasi obat
pada address bar. Apabila pemohon berhasil melakukan login, maka aplikasi akan
mengarahkan pemohon ke halaman beranda seperti berikut:
Universitas Indonesia
20
Universitas Indonesia
21
Untuk pengajuan pra registrasi dan registrasi produk melalui e-registrasi, alur
proses registrasi tidak berbeda dengan pengajuan secara manual, yang dapat dilihat
pada gambar berikut (https://new-aero.pom.go.id):
Universitas Indonesia
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Registrasi produk “Y” masuk ke dalam kategori registrasi variasi major yang
memerlukan proses praregistrasi, karena terjadi perubahan pada informasi produk
yang mempengaruhi keamanan yang memerlukan uji klinik. Dokumen praregistrasi
yang dibutuhkan adalalah dokumen administratif (surat pengantar, surat pernyataan
pendaftar, izin industri farmasi, sertifikat CPOB yang masih berlaku untuk bentuk
sediaan yang didaftarkan, sertifikat CPOB produsen zat aktif, data inspeksi CPOB
terakhir dan perubahan terkait paling lama dua tahun yang dikeluarkan oleh BPOM,
surat pernyataan terkait pemenuhan persyaratan registrasi variasi, izin edar dan semua
surat persetujuan registrasi variasi yang diterbitkan oleh BPOM, tabel sandingan,
justifikasi terhadap perubahan yang diajukan, dan informasi produk) dan dokumen
klinik. Evaluator akan meminta tambahan data kepada pendaftar jika diperlukan.
Hasil HPR yang diterbitkan meliputi kategori registrasi, jalur evaluasi, dan biaya
registrasi. Setelah HPR diterbitkan, pendaftar dapat menyusun dokumen registrasi
variasi major produk “Y” berupa dokumen administratif dan dokumen klinik secara
lengkap. Hasil akhir dari Kepala Badan berupa surat persetujuan atau surat
penolakan.
5.2 Saran
1. Penerapan SOP Regulatory Affairs di PT Aventis Pharma yang sudah baik
harus selalu dipertahankan untuk menjamin mutu obat yang beredar di
pasaran.
22 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
23 Universitas Indonesia
LAMPIRAN
24 Universitas Indonesia
25
Universitas Indonesia
26
(lanjutan)
Universitas Indonesia
27
(lanjutan)
Universitas Indonesia
28
(lanjutan)
Universitas Indonesia