Anda di halaman 1dari 117

UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTIK KERJA PROFESI DI


PT AVENTIS PHARMA
PERIODE BULAN JANUARI-FEBRUARI TAHUN 2019

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

FARRAH FEDRICIA SABRINA


1406639610

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2019
UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTIK KERJA PROFESI DI


PT AVENTIS PHARMA
PERIODE BULAN JANUARI-FEBRUARI TAHUN 2019

LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

FARRAH FEDRICIA SABRINA


1406639610

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2019

ii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa

laporan ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai peraturan yang berlaku di

Universitas Indonesia.

Jika dikemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan bertanggung

jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia

kepada saya.

Penyusun,

Farrah Fedricia Sabrina

iii
PERNYATAAN ORISINALITAS

Laporan Praktek Kerja ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Farrah Fedricia Sabrina

NPM : 1406639610

Tanda Tangan :

Tanggal : Juni 2019

iv
v
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan laporan praktik kerja ini. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit
bagi saya untuk menyelesaikan laporan ini, oleh karena itu saya mengucapkan terima
kasih kepada:
(1) Ervina Dwi Astuti, S.Farm., Apt. dan Kurnia Sari Setio Putri, M. Farm., Apt.
selaku pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
mengarahkan saya dalam penyusunan laporan ini;
(2) Dekan Fakultas Farmasi dan Ketua Program Studi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia atas kesempatan dan dukungan yang diberikan untuk
mengikuti program studi ini;
(3) Pimpinan PT Aventis Pharma yang telah memberikan kesempatan kepada saya
untuk melaksanakan praktik kerja;
(4) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
(5) Sahabat yang telah banyak membantu saya dalam menyelesaikan laporan ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Depok, 2019

Penulis

vi
DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .............................................. iii


PERNYATAAN ORISINALITAS........................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN .......................................Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vi
DAFTAR ISI ............................................................................................................. vii
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................ 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM ...................................................................................... 3
2.1 Industri Farmasi ............................................................................................. 3
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik ................................................................... 9
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS ................................................................................. 36
3.1 Sejarah PT Aventis Pharma ......................................................................... 36
3.2 Lokasi dan Sarana ........................................................................................ 37
3.3 Struktur Organisasi PT Aventis Pharma ...................................................... 38
3.4 Produk PT Aventis Pharma .......................................................................... 38
BAB 4 PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER ............. 41
4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan ................................................... 41
4.2 Kegiatan ....................................................................................................... 41
BAB 5 PEMBAHASAN ........................................................................................... 46
5.1 Regulatory Affairs ........................................................................................ 46
5.2 Produksi ....................................................................................................... 50
5.3 Pengawasan Mutu ........................................................................................ 53
5.4 Pharmacovigilance, Quality Commercial dan Anti-Counterfeit ................. 57
5.5 Plant Supply Chain ...................................................................................... 59
5.6 Market Supply Chain (MSC) ....................................................................... 62
5.7 Health, Safety, and Environment (HSE) Policy ........................................... 63
5.8 Quality Assurance (QA) .............................................................................. 64
5.9 Quality System ............................................................................................. 65
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 67
6.1 Kesimpulan .................................................................................................. 67
6.2 Saran ............................................................................................................ 67
DAFTAR ACUAN .................................................................................................... 68

vii Universitas Indonesia


DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Kegiatan yang Dilakukan selama PKPA di PT Aventis Pharma ........... 41

viii Universitas Indonesia


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi PT Aventis Pharma ............................................ 73


Lampiran 2. Struktur Organisasi Departemen Regulatory Affairs ......................... 73
Lampiran 3. Struktur Organisasi Industrial Affairs ............................................... 75
Lampiran 4. Struktur Organisasi Departemen Produksi ........................................ 76

ix Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut undang-undang nomor 36 tahun 2009, kesehatan merupakan hak
asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan, sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia yang dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dilaksanakan berdasarkan prinsip non
diskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya
manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi
pembangunan nasional. Untuk itu, diperlukan sumber daya di bidang kesehatan
termasuk sediaan farmasi (obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika) hingga
tenaga kesehatan.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799 Tahun 2010, industri
farmasi merupakan badan usaha yang memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk
melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Dalam melaksanakan
kegiatannya, pemerintah melakukan kontrol dan pengawasan terhadap industri
farmasi dengan membuat peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan nomor
34 tahun 2018 tentang pedoman cara pembuatan obat yang baik (CPOB), dengan
tujuan untuk memastikan agar mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan
dan tujuan penggunaannya, karena masyarakat perlu dilindungi dari penggunaan
sediaan farmasi yang secara ilmiah tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan
manfaat. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan pengendalian mutu. Pedoman
CPOB wajib menjadi acuan bagi industri farmasi dan sarana yang melakukan
kegiatan pembuatan obat dan bahan obat.
Diperlukan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi dan
keterampilan dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di industri farmasi, salah
satunya Apoteker. Industri farmasi harus memiliki 3 (tiga) orang Apoteker sebagai

1 Universitas Indonesia
2

penanggung jawab masing-masing pada bidang pemastian mutu, produksi, dan


pengawasan mutu setiap produksi Sediaan Farmasi (Presiden RI, 2009). Meski bukan
termasuk pekerjaan kefarmasian yang utama, namun apoteker juga memegang
peranan penting di industri farmasi termasuk dalam pengembangan, registrasi,
penanganan komplain dan pemasaran produk.
Setelah mendapatkan ilmu pengetahuan berupa teori selama perkuliahan,
seorang calon Apoteker perlu menerapkan keilmuan di industri farmasi secara
langsung. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan praktik
kerja profesi di industri farmasi. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker
Universitas Indonesia mengadakan kerja sama dengan PT Aventis Pharma dalam
rangka menyelenggarakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Praktik kerja ini
diharapkan dapat memberikan pengetahuan praktis dengan melihat dan terlibat
langsung dalam pekerjaan kefarmasian di industri farmasi.

1.2 Tujuan
Tujuan praktik kerja profesi di industri farmasi PT Aventis Pharma adalah
sebagai berikut:
1. Memahami peran, tugas, dan tanggung jawab Apoteker di Industri Farmasi,
khususnya di PT Aventis Pharma
2. Memahami peran dan tanggung jawab apoteker dalam proses registrasi
produk obat di departemen Regulatory Affairs
3. Memahami penerapan GMP/ CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) di
Industri Farmasi, khususnya di PT Aventis Pharma

Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM

2.1 Industri Farmasi


2.1.1 Definisi
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799
Tahun 2010 tentang Industri Farmasi, Industri Farmasi adalah badan usaha yang
memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau
bahan obat. Proses pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh
Industri Farmasi dan Instalasi Farmasi Rumah sakit (untuk pelaksanaan pelayanan
kesehatan). Pembuatan obat adalah seluruh tahapan kegiatan dalam menghasilkan
obat, yang meliputi pengadaan bahan awal dan bahan pengemas, produksi,
pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu sampai diperoleh obat untuk
didistribusikan. Obat adalah bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan
dan kontrasepsi, untuk manusia.
2.1.2 Persyaratan Usaha Industri Farmasi
Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh izin Industri Farmasi
dari Direktur Jenderal setelah memenuhi persyaratan CPOB dan memenuhi
kelengkapan persyaratan administratif (permohonan izin industri farmasi diajukan
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan kepala dinas
kesehatan provinsi setempat). Industri Farmasi yang membuat obat dan/atau bahan
obat yang termasuk dalam golongan narkotika wajib memperoleh izin khusus untuk
memproduksi narkotika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Persyaratan untuk memperoleh izin Industri Farmasi sebagaimana dimaksud dalam
PMK Nomor 1799 Tahun 2010 terdiri atas:
a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas

3 Universitas Indonesia
4

b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat


c. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker Warga Negara
Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu,
produksi, dan pengawasan mutu
e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung
dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.
Surat permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh direktur utama
dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dengan kelengkapan sebagai berikut
(Menteri Kesehatan, 2010):
a. Fotokopi persetujuan prinsip Industri Farmasi
b. Surat Persetujuan Penanaman Modal untuk Industri Farmasi dalam rangka
Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri
c. Daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan
d. Jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya
e. Fotokopi sertifikat upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan/Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
f. Rekomendasi kelengkapan administrative izin industry farmasi dari kepala
dinas kesehatan provinsi
g. Rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari Kepala Badan
h. Daftar pustaka wajib seperti Farmakope Indonesia edisi terakhir
i. Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker
penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu,
dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu
j. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab
produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker
penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan

Universitas Indonesia
5

k. Fotokopi ijazah dan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) dari masing-
masing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab
pengawasan mutu dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu
l. Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung
atau tidak langsung dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang
kefarmasian.
Untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip yang
diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan dan Kepala dinas kesehatan provinsi. Permohonan persetujuan prinsip yang
dilakukan oleh industri Penanaman Modal Asing (PMA) atau Penanaman Modal
Dalam Negeri (PMDN), pemohon harus memperoleh Surat Persetujuan Penanaman
Modal dari instansi yang menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai
ketentuan perundang-undangan. Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal
setelah pemohon mengajukan permohonan persetujuan Rencana Induk Pembangunan
(RIP) kepada Kepala Badan dan disetujui oleh Kepala Badan. RIP diberikan oleh
Kepala Badan paling lama dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak
permohonan (Menteri Kesehatan, 2010).
Permohonan persetujuan prinsip diajukan dengan kelengkapan sebagai berikut
(Menteri Kesehatan, 2010):
a. Fotokopi akta pendirian badan hukum yang sah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan
b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk/identitas direksi dan komisaris perusahaan
c. Susunan direksi dan komisaris
d. Pernyataan direksi dan komisaris tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang farmasi
e. Fotokopi sertifikat tanah/bukti kepemilikan tanah
f. Fotokopi Surat Izin Tempat Usaha berdasarkan Undang-Undang Gangguan
(HO)
g. Fotokopi Surat Tanda Daftar Perusahaan

Universitas Indonesia
6

h. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan


i. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak
j. Persetujuan lokasi dari pemerintah daerah provinsi
k. Persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan
l. Rencana Investasi dan kegiatan pembuatan obat
m. Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing apoteker
penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu,
dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan.
n. Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker penanggung jawab
produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan mutu, dan apoteker
penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan perusahaan.
Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal paling lama dalam waktu 14
(empat belas) hari kerja setelah permohonan. Setelah diberikan, pemohon dapat
langsung melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan, dan instalasi
peralatan, termasuk produksi percobaan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. Persetujuan prinsip berlaku selama 3 (tiga) tahun. Persetujuan prinsip batal
demi hukum bila setelah jangka waktu 3 (tiga) tahun dan/atau setelah jangka waktu 1
(satu) tahun perpanjangan pemohon belum menyelesaikan pembangunan fisik,
dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan (Menteri Kesehatan, 2010).
2.1.3 Penyelenggaraan Industri Farmasi (Menteri Kesehatan, 2010)
Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB. Pemenuhan persyaratan
CPOB dibuktikan dengan sertifikat CPOB yang berlaku selama 5 (lima) tahun
sepanjang memenuhi persyaratan, dengan ketentuan mengenai persyaratan dan tata
cara sertifikasi CPOB diatur oleh Kepala Badan. Industri Farmasi juga wajib
melakukan farmakovigilans. Apabila Industri Farmasi menemukan obat dan/atau
bahan obat hasil produksinya yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan
keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu, Industri Farmasi wajib melaporkan hal
tersebut kepada Kepala Badan, dengan ketentuan lebih lanjut mengenai
farmakovigilans diatur oleh Kepala Badan.

Universitas Indonesia
7

Industri Farmasi mempunyai fungsi sebagai berikut:


a. Pembuatan obat dan/atau bahan obat
b. Pendidikan dan pelatihan
c. Penelitian dan pengembangan
Izin industri farmasi berlaku untuk seterusnya selama masih berproduksi dan
memenuhi peraturan perundang-undangan. Industri Farmasi yang akan melakukan
perubahan bermakna terhadap pemenuhan persyaratan CPOB, baik untuk perubahan
kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib melapor dan mendapat persetujuan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Industri Farmasi yang melakukan
perubahan alamat di lokasi yang sama atau perubahan alamat dan pindah lokasi,
perubahan penanggung jawab, atau nama industri harus dilakukan perubahan izin,
dengan mengajukan permohonan perubahan izin kepada Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala Badan dan kepala dinas kesehatan provinsi setempat.
Industri Farmasi yang menghasilkan obat dapat mendistribusikan atau
menyalurkan hasil produksinya langsung kepada pedagang besar farmasi, apotek,
instalasi farmasi rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, klinik, dan toko obat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Industri Farmasi yang
menghasilkan bahan obat dapat mendistribusikan atau menyalurkan hasil produksinya
langsung kepada pedagang besar bahan baku farmasi, dan instalasi farmasi rumah
sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Industri Farmasi dapat membuat obat secara kontrak kepada Industri Farmasi lain
yang telah menerapkan CPOB. Industri Farmasi pemberi kontrak wajib memiliki izin
industri farmasi dan paling sedikit memiliki 1 (satu) fasilitas produksi sediaan yang
telah memenuhi persyaratan CPOB. Industri Farmasi pemberi kontrak dan Industri
Farmasi penerima kontrak bertanggung jawab terhadap keamanan,
khasiat/kemanfaatan, dan mutu obat.
Industri Farmasi dapat melakukan perjanjian dengan perorangan atau badan usaha
yang memiliki hak kekayaan intelektual di bidang obat dan/atau bahan obat untuk

Universitas Indonesia
8

membuat obat dan/atau bahan obat. Perjanjian harus memuat ketentuan bahwa izin
edar obat yang diperjanjikan dimiliki oleh Industri Farmasi.
2.1.4 Pelaporan (Menteri Kesehatan, 2010)
Industri Farmasi wajib menyampaikan laporan industri secara berkala
mengenai kegiatan usahanya sekali dalam 6 (enam) bulan, meliputi jumlah dan nilai
produksi setiap obat atau bahan obat yang dihasilkan dan sekali dalam 1 (satu) tahun.
Laporan Industri Farmasi disampaikan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Badan, dan dapat dilaporkan secara elektronik. Direktur Jenderal
dapat mengubah bentuk dan isi formulir laporan sesuai kebutuhan.
2.1.5 Pembinaan dan Pengawasan (Menteri Kesehatan, 2010)
Pembinaaan terhadap pengembangan Industri Farmasi dilakukan oleh
Direktur Jenderal. Pengawasan terhadap Industri Farmasi dilakukan oleh Kepala
Badan. Dalam melaksanakan pengawasan tenaga pengawas dapat melakukan
pemeriksaan dan:
a. Memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan pembuatan,
penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan obat dan bahan obat untuk
memeriksa, meneliti, dan mengambil contoh segala sesuatu yang digunakan
dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan perdagangan
obat dan bahan obat
b. Membuka dan meneliti kemasan obat dan bahan obat
c. Memeriksa dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan
mengenai kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan
perdagangan obat dan bahan obat, termasuk menggandakan atau mengutip
keterangan tersebut
d. Mengambil gambar (foto) seluruh atau sebagian fasilitas dan peralatan yang
digunakan dalam pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, dan/atau
perdagangan obat dan bahan obat
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan ini dapat dikenakan sanksi
administratif berupa:

Universitas Indonesia
9

a. Peringatan secara tertulis


b. Larangan mengedarkan untuk sementara waktu dan/atau perintah untuk
penarikan kembali obat atau bahan obat dari peredaran bagi obat atau bahan
obat yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan,
khasiat/kemanfaatan, atau mutu
c. Perintah pemusnahan obat atau bahan obat, jika terbukti tidak memenuhi
persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, atau mutu
d. Penghentian sementara kegiatan
e. Pembekuan izin industri farmasi
f. Pencabutan izin industri farmasi
Penghentian sementara kegiatan dapat dikenakan untuk seluruh kegiatan atau
sebagian kegiatan. Sanksi administratif diberikan oleh Kepala Badan untuk huruf a
sampai d. sanksi administratif diberikan oleh Direktur Jenderal atas rekomendasi
Kepala Badan untuk huruf e dan f.
2.2 Cara Pembuatan Obat yang Baik (Kepala Badan POM, 2018)
Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) adalah cara membuat obat dan/atau
bahan obat yang bertujuan untuk mencapai standar mutu dan menjamin obat dibuat
secara konsisten, memastikan agar mutu obat dan/atau bahan obat yang dihasilkan
sesuai dengan persyaratan Izin Edar, Persetujuan Uji Klinik atau spesifikasi CPOB,
dan sesuai dengan tujuan penggunaannya (Kepala Badan POM, 2018). Istilah
pembuatan mencakup seluruh kegiatan penerimaan bahan, produksi, pengemasan
ulang, pelabelan, pelabelan ulang, pengawasan mutu, pelulusan, penyimpanan dan
distribusi dari obat serta pengawasan terkait (CPOB mencakup seluruh aspek
produksi dan pengendalian mutu). Pedoman CPOB wajib menjadi acuan bagi industri
farmasi dan sarana yang melakukan kegiatan pembuatan obat dan bahan obat.
Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 34 Tahun 2018 tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang baik,
pedoman yang harus dipenuhi dalam penerapan CPOB (Kepala Badan POM, 2018),
yaitu:

Universitas Indonesia
10

a. Sistem mutu industri farmasi


b. Personalia
c. Bangunan-fasilitas
d. Peralatan
e. Produksi
f. Cara penyimpanan dan pengiriman obat yang baik
g. Pengawasan mutu
h. Inspeksi diri
i. Keluhan dan penarikan produk
j. Dokumentasi
k. Kegiatan alih daya
l. Kualifikasi dan validasi
m. Pembuatan produk steril
n. Pembuatan bahan dan produk biologi untuk penggunaan manusia
o. Pembuatan gas medisinal
p. Pembuatan inhalasi dan dosis terukur bertekanan
q. Pembuatan produk darah
r. Pembuatan obat uji klinik
s. Sistem komputerisasi
t. Cara pembuatan bahan baku aktif obat yang baik
u. Pembuatan radiofarmaka
v. Penggunaan radiasi pengion dalam pembuatan obat
w. Sampel pembanding dan sampel pertinggal
x. Pelulusan real time dan pelulusan parametris
y. Manajemen risiko mutu
Industri farmasi dan sarana yang tidak mengikuti acuan Pedoman CPOB dapat
dikenai sanksi administratif berupa peringatan, peringatan keras, penghentian
sementara kegiatan, pembekuan sertifikat CPOB, pencabutan sertifikat CPOB,
dan/atau rekomendasi pencabutan izin industri farmasi (Kepala Badan POM, 2018).

Universitas Indonesia
11

Penerapan pedoman CPOB dibuktikan dengan sertifikat CPOB, yang merupakan


dokumen sah sebagai bukti bahwa industri farmasi atau sarana telah memenuhi
persyaratan CPOB dalam membuat obat dan/atau bahan obat.
Prinsip dasar CPOB adalah farmasi (Kepala Badan POM, 2018):
a. Semua proses pembuatan obat ditetapkan secara jelas, dikaji sistematis,
berdasarkan pengalaman dan terbukti obat yang dihasilkan memenuhi
persyaratan mutu dan spesifikasi yang ditetapkan secara konsisten
b. Tahap kritis proses pembuatan, perubahan signifikan dalam proses divalidasi
c. Tersedia semua fasilitas CPOB yang diperlukan (personel terkualifikasi dan
terlatih; bangunan-fasilitas yang memadai; peralatan dan sarana yang sesuai;
bahan, wadah dan label yang benar; prosedur dan instruksi yang disetujui
sesuai sistem mutu industri farmasi; tempat penyimpanan dan transportasi
memadai).
d. Prosedur dan instruksi ditulis dengan Bahasa yang jelas, tidak bermakna
ganda, dapat diterapkan pada fasilitas yang tersedia
e. Prosedur dilaksanakan dengan benar dan operator diberi pelatihan
f. Pencatatan dilakukan selama pembuatan yang menunjukkan semua langkah
pembuatan dalam prosedur yang ditetapkan benar-benar dilaksanakan dan
jumlah serta mutu produk sesuai yang diharapkan
g. Setiap penyimpangan signifikan dicatat, diinvestigasi untuk menentukan akar
masalah dan tindakan korektif dan tindakan pencegahan
h. Catatan penggunaan, distribusi obat (agar dapat ditelusuri riwayat bets,
disimpan secara komprehensif dan mudah diakses)
i. CDOB memperkecil risiko yang berdampak pada mutu obat
j. Sistem penarikan bets obat dari peredaran tersedia
k. Keluhan terhadap produk beredar dikaji, penyebab cacat mutu diinvestigasi,
serta tindakan yang tepat diambil untuk mencegah keberulangan keluhan

Universitas Indonesia
12

2.2.1 Sistem Mutu Industri Farmasi (Kepala Badan POM, 2018).


Pemegang Izin Industri farmasi harus membuat obat yang sesuai dengan
tujuan penggunaannya, memenuhi persyaratan Izin Edar atau Persetujuan Uji Klinik
(jika perlu), dan tidak menimbulkan risiko yang dapat membahayakan pasien yang
menggunakan terkait dengan keamanan, mutu, atau efektivitas obat yang tidak
memadai. Manajemen puncak diperlukan industri farmasi untuk memberi arahan dan
mengendalikan perusahaan atau pabrik dalam memobilisasi sumber daya dalam
perusahaan atau pabrik agar bertindak mengikuti regulasi. Manajemen puncak
bertanggung jawab untuk pencapaian sasaran mutu, yang memerlukan partisipasi dan
komitmen dari personel pada semua tingkat di berbagai departemen, juga pemasok
dan distributor. Sasaran mutu dicapai dengan membuat sistem mutu yang didesain
secara komprehensif, dengan penerapan yang benar, serta mencakup CPOB dan
Manajemen Risiko Mutu. Pelaksanaan sistem didokumentasi dan dimonitor
efektivitasnya, didukung oleh personel yang kompeten, bangunan dan sarana serta
peralatan yang memadai.
Manajemen mutu adalah suatu konsep yang mencakup semua aspek baik secara
individual, maupun secara kolektif, yang mempengaruhi mutu produk, atau totalitas
semua pengaturan yang dibuat dengan tujuan untuk memastikan obat memiliki mutu
yang sesuai tujuan penggunaannya. Oleh sebab itu, manajemen mutu juga mencakup
CPOB.
Unsur dasar manajemen mutu adalah sebagai berikut:
a. Suatu infrastruktur atau sistem mutu industri farmasi yang tepat mencakup
struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya
b. Tindakan sistematis yang diperlukan untuk mendapatkan kepastian (dengan
tingkat kepercayaan tinggi), sehingga produk yang dihasilkan selalu
memenuhi persyaratan yang ditetapkan, keseluruhan tindakan ini disebut
pemastian mutu
CPOB diterapkan pada semua tahap siklus hidup dari pembuatan obat hingga produk
tidak diproduksi lagi. Namun, sistem mutu dapat meluas ke tahap siklus hidup

Universitas Indonesia
13

pengembangan produk, yang memfasilitasi inovasi serta memperkuat hubungan


antara kegiatan pengembangan dan pembuatan produk.
Pengawasan mutu adalah bagian dari CPOB yang mencakup pengambilan
sampel, spesifikasi dan pengujian, serta mencakup organisasi, dokumentasi dan
prosedur pelulusan yang memastikan bahwa pengujian telah dilakukan. Bahan tidak
boleh diluluskan untuk digunakan, produk tidak boleh diluluskan untuk dijual atau
didistribusi hingga mutunya dinilai memuaskan.
Prinsip dasar pengawasan mutu adalah sebagai berikut:
a. Fasilitas memadai, personel terlatih, tersedia prosedur yang disetujui untuk
pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan awal, bahan
pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, dan bila perlu untuk
pemantauan kondisi lingkungan
b. Pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personel yang ditetapkan dengan
metode yang disetujui
c. Metode pengujian tervalidasi
d. Pencatatan dilakukan selama pembuatan yang menunjukkan semua langkah
yang dipersyaratkan benar-benar telah dilaksanakan. Setiap penyimpangan
dicatat lengkap dan diinvestigasi
e. Produk jadi berisi ZA dengan komposisi (kualitatif dan kuantitatif) sesuai
dengan yang tertera dalam Izin edar atau persetujuan uji klinik, dengan derajat
kemurnian yang dipersyaratkan, dikemas dalam wadar yang sesuai dan
pelabelan yang tepat
f. Dibuat catatan hasil pemeriksaan dan pengujian bahan awal, bahan pengemas,
produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang dinilai terhadap
spesifikasi
g. Sampel pertinggal bahan awal dan produk jadi disimpan dalam jumlah yang
sesuai untuk pengujian ulang di kemudian hari jika perlu. Sampel produk jadi
disimpan dalam kemasan akhir

Universitas Indonesia
14

Pengkajian mutu produk secara berkala dilakukan terhadap semua obat


terdaftar, termasuk produk ekspor, dengan tujuan untuk membuktikan konsistensi
proses, kesesuaian dengan spesifikasi bahan awal, bahan pengemas dan produk
jadi, untuk melihat trend dan mengidentifikasi perbaikan yang diperlukan untuk
produk dan proses. Pengkajian mutu produk secara berkala dilakukan biasanya
setiap tahun dan didokumentasikan, dengan mempertimbangkan hasil kajian
ulang sebelumnya dan meliputi paling sedikit:
a. Kajian terhadap bahan awal dan bahan pengemas yang digunakan untuk
produk, terutama untuk pemasok baru, khususnya pengkajian ketertelusuran
rantai pasokan ZA
b. Kajian terhadap pengawasan selama proses kritis dan hasil pengujian produk
jadi
c. Kajian terhadap semua bets yang tidak memenuhi spesifikasi
d. Kajian terhadap semua penyimpangan atau ketidaksesuaian mutu yang
signifikan, dilakukan investigasi, tindakan korektif, dan pencegahan
e. Kajian terhadap semua perubahan terhadap proses atau metode analisis
f. Kajian terhadap variasi Izin Edar yang diajukan, disetujui, atau ditolak
termasuk dokumen registrasi termasuk produk ekspor
g. Kajian terhadap hasil program pemantauan stabilitas dan segala tren yang
tidak dikehendaki
h. Kajian terhadap semua produk kembalian, keluhan dan penarikan obat terkait
mutu produk, termasuk investigasi, yang dilakukan
i. Kajian kelayakan tindakan korektif sebelumnya terhadap proses produk atau
peralatan
j. Kajian terhadap komitmen pasca pemasaran dilakukan pada obat yang baru
mendapatkan persetujuan pendaftaran dan variasi persetujuan pendaftaran
k. Status kualifikasi peralatan dan sarana penunjang kritis yang relevan seperti
sistem tata udara (HVAC), sistem pengolahan air, gas bertekanan, dan lain-
lain

Universitas Indonesia
15

l. Kajian terhadap ketentuan teknis kontrak pembuatan obat sebagaimana


diuraikan dalam kontrak untuk memastikan tetap mutakhir
Manajemen risiko mutu adalah suatu proses sistematis untuk melakukan
penilaian, pengendalian, komunikasi dan pengkajian risiko terhadap mutu obat.
Proses ini kemudian diaplikasikan secara proaktif maupun retrospektif.
Prinsip manajemen risiko mutu adalah:
a. Evaluasi risiko terhadap mutu dilakukan berdasarkan pengetahuan secara
ilmiah, pengalaman dengan proses yang sudah disetujui dan pada akhirnya
dikaitkan pada perlindungan pasien
b. Tingkat upaya pengambilan tindakan, formalitas, dan dokumentasi dari proses
manajemen risiko mutu sepadan dengan tingkat risiko
2.2.2 Personalia (Kepala Badan POM, 2018)
Obat yang dibuat dengan benar mengandalkan sumber daya manusia. Oleh
sebab itu, industri farmasi harus bertanggung jawab dalam menyediakan personel
yang terkualifikasi dengan jumlah yang memadai untuk melaksanakan semua tugas.
Tanggung jawab individual dipahami secara jelas dan didokumentasikan. Seluruh
personel hendaklah memahami prinsip CPOB yang berkaitan dengan tugasnya serta
memperoleh pelatihan awal dan berkelanjutan yang diberikan oleh orang yang
terkualifikasi, termasuk instruksi hygiene yang berkaitan dengan pekerjaannya,
seperti pemeriksaan kesehatan (tidak ada penyakit menular atau lesi terbuka yang
dapat mempengaruhi mutu produk), penggunaan pakaian pelindung, larangan
menyimpan makanan, minuman, obat-obatan dan merokok di area produksi, sarana
cuci tangan, dan lain-lain. Tiap personel tidak boleh dibebani tanggung jawab yang
berlebihan sehingga menimbulkan risiko terhadap kualitas. Personel kunci harus
memenuhi persyaratan kualifikasi yang ditetapkan dalam regulasi nasional, dan
hendaklah selalu hadir untuk melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan izin
industri farmasi. Manajemen puncak yang menunjuk personel kunci termasuk kepala
produksi, kepala pengawasan mutu, dan kepala pemastian mutu yang dijabat oleh
apoteker purnawaktu, dan harus independen satu sama lain. Manajemen puncak

Universitas Indonesia
16

memiliki tanggung jawab tertinggi untuk memastikan efektivitas penerapan sistem


mutu industri farmasi untuk mencapai sasaran mutu, peran, tanggung jawab, dan
wewenang tersebut ditetapkan, dikomunikasikan serta diterapkan di seluruh
organisasi.
2.2.3 Bangunan dan Fasilitas (Kepala Badan POM, 2018)
Bangunan-fasilitas untuk pembuatan obat harus memiliki desain, konstruksi
dan letak yang memadai, serta dirawat kondisinya untuk kemudahan pelaksanaan
operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus dibuat sedemikian rupa
untuk memperkecil risiko terjadi ketidakjelasan, kontaminasi silang dan kesalahan
lain, serta memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk
menghindari kontaminasi silang, penumpukan debu atau kotoran, dan dampak lain
yang dapat menurunkan mutu obat. Tindakan pencegahan hendaklah diambil untuk
mencegah personel yang tidak berkepentingan masuk. Area produksi, area
penyimpanan dan area pengawasan mutu tidak boleh digunakan sebagai jalur lalu
lintas bagi personel yang tidak bekerja di area tersebut.
Penimbangan bahan awal dan perkiraan hasil nyata produk dengan cara
penimbangan hendaklah dilakukan di area penimbangan terpisah yang didesain
khusus untuk kegiatan tersebut. Area ini dapat menjadi bagian dari area penyimpanan
atau area produksi. Kontaminasi silang hendaklah dicegah untuk semua produk
melalui desain dan pengoperasian fasilitas pembuatan yang tepat. Tindakan
pencegahan kontaminasi silang hendaklah sepadan dengan risikonya. Prinsip
Manajemen Risiko Mutu hendaklah digunakan untuk menilai dan mengendalikan
risiko. Area penyimpanan hendaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk
menyimpan dengan rapi dan teratur berbagai macam bahan dan produk seperti bahan
awal dan bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, produk
dalam status karantina, produk yang telah diluluskan, produk yang ditolak, produk
yang dikembalikan atau produk yang ditarik dari peredaran. Laboratorium
pengawasan mutu hendaklah terpisah dari area produksi. Area pengujian biologi,
mikrobiologi dan radioisotop hendaklah dipisahkan satu dengan yang lain. Luas

Universitas Indonesia
17

ruang hendaklah memadai untuk mencegah pencampurbauran dan kontaminasi


silang.
Kelas kebersihan ruang/area untuk pembuatan obat didasarkan pada jumlah
maksimum partikulat udara dan jumlah maksimum mikroba udara yang
diperbolehkan untuk tiap kelas kebersihan. Kelas kebersihan tersebut hendaklah
disesuaikan dengan tingkat risiko terhadap produk yang dibuat. Pada Pembuatan
produk steril dibagi atas 4 kelas kebersihan (Kepala Badan POM, 2018), yaitu:
a. Kelas A, untuk kegiatan yang berisiko tinggi, misal zona pengisian, wadah
tutup karet, ampul dan vial terbuka, penyambungan secara aseptis. Umumnya
kondisi ini dicapai dengan memasang unit aliran udara laminar (laminar air
flow) di tempat kerja.
b. Kelas B, untuk pembuatan dan pengisian secara aseptis, Kelas ini adalah
lingkungan latar belakang untuk zona Kelas A.
c. Kelas C dan D adalah area bersih untuk melakukan tahap proses pembuatan
yang mengandung risiko lebih rendah.
d. Kelas E adalah kelas kebersihan ruang untuk pengolahan produk nonsteril,
dimana persyaratan jumlah maksimum partikulat udara pada kondisi
nonoperasional adalah 3.520.000 partikel/m3 untuk partikel ukuran ≥ 0,5 μm
dan 29.000 untuk partikel ukuran ≥ 5 μm. Jumlah maksimum mikroba udara
ditetapkan oleh industri berdasarkan kajian risiko dari jenis sediaan yang
ditangani misal cair, krim, padat.
2.2.4 Peralatan (Kepala Badan POM, 2018)
Peralatan untuk pembuatan obat hendaklah memiliki desain dan konstruksi
yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat,
agar mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets-ke-bets dan untuk
memudahkan pembersihan serta pemeliharaan agar dapat mencegah kontaminasi
silang, penumpukan debu atau kotoran dan, hal-hal yang umumnya berdampak buruk
pada mutu produk.

Universitas Indonesia
18

Peralatan produksi yang digunakan hendaklah tidak berakibat buruk pada


produk. Bagian alat produksi yang bersentuhan dengan produk tidak boleh bersifat
reaktif, aditif atau absorbtif yang dapat memengaruhi mutu dan berakibat buruk pada
produk. Peralatan satu sama lain hendaklah ditempatkan pada jarak yang cukup untuk
menghindari kesesakan serta memastikan tidak terjadi kekeliruan dan
ketercampurbauran produk.
Setelah digunakan, peralatan hendaklah dibersihkan baik bagian luar maupun
bagian dalam sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, serta dijaga dan disimpan
dalam kondisi yang bersih. Tiap kali sebelum dipakai, kebersihannya diperiksa untuk
memastikan bahwa semua produk atau bahan dari bets sebelumnya telah dihilangkan.
Metode pembersihan dengan cara vakum atau cara basah lebih dianjurkan. Udara
bertekanan dan sikat hendaklah digunakan dengan hati-hati dan bila mungkin
dihindarkan karena menambah risiko kontaminasi produk.
Peralatan hendaklah dipelihara sesuai jadwal untuk mencegah malfungsi atau
kontaminasi yang dapat mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian produk.
Kegiatan perbaikan dan pemeliharaan tidak boleh menimbulkan risiko terhadap mutu
produk. Peralatan umum (tidak dikhususkan) hendaklah dibersihkan setelah
digunakan memproduksi produk yang berbeda untuk mencegah kontaminasi-silang.
2.2.5 Produksi (Kepala Badan POM, 2018)
Kegiatan produksi hendaklah dilaksanakan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan dan memenuhi ketentuan CPOB yang menjamin senantiasa menghasilkan
obat yang memenuhi persyaratan mutu serta memenuhi ketentuan izin pembuatan dan
izin edar. Produksi hendaklah dilakukan dan disupervisi oleh personel yang
kompeten. Pengolahan produk yang berbeda tidak boleh dilakukan secara bersamaan
atau berurutan dalam ruang kerja yang sama kecuali tidak ada risiko terjadi
kecampurbauran ataupun kontaminasi silang. Kontaminasi silang hendaklah dicegah
dengan memerhatikan desain bangunan-fasilitas dan peralatan seperti yang dijelaskan
masing-masing dalam Bab 3 Bangunan-Fasilitas dan Bab 4 Peralatan. Pencegahan
kontaminasi silang hendaklah didukung dengan memerhatikan desain proses dan

Universitas Indonesia
19

pelaksanaan tindakan teknis atau tindakan terorganisasi yang relevan, termasuk


proses pembersihan yang efektif, untuk mengendalikan risiko kontaminasi silang.
Semua penerimaan, pengeluaran dan jumlah bahan tersisa hendaklah dicatat.
Catatan hendaklah berisi keterangan mengenai pasokan, nomor bets/lot, tanggal
penerimaan atau penyerahan, tanggal pelulusan dan tanggal kadaluwarsa bila ada.
Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets/lot dengan
tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara, produk ruahan atau
produk jadi dapat diidentifikasi. Sistem penomoran bets/lot yang digunakan pada
tahap pengolahan dan tahap pengemasan hendaklah saling berkaitan.
Apabila suatu formula pembuatan atau metode preparasi baru diadopsi,
hendaklah diambil langkah untuk membuktikan prosedur tersebut cocok untuk
pelaksanaan produksi rutin, dan bahwa proses yang telah ditetapkan dengan
menggunakan bahan dan peralatan yang telah ditentukan, akan senantiasa
menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu.
Penimbangan atau penghitungan dan penyerahan bahan awal, bahan
pengemas, produk antara dan produk ruahan dianggap sebagai bagian dari siklus
produksi dan memerlukan dokumentasi serta rekonsiliasi yang lengkap. Pengendalian
terhadap pengeluaran bahan dan produk tersebut untuk produksi, dari gudang, area
penyerahan, atau antar bagian produksi, adalah sangat penting. Bahan awal, bahan
pengemas, produk antara dan produk ruahan tidak boleh dikembalikan ke gudang
penyimpanan kecuali memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan.
Kondisi lingkungan di area pengolahan hendaklah dipantau dan dikendalikan
agar selalu berada pada tingkat yang dipersyaratkan untuk kegiatan pengolahan.
Sebelum kegiatan pengolahan dimulai hendaklah diambil langkah untuk memastikan
area pengolahan dan peralatan bersih dan bebas dari bahan awal, produk atau
dokumen yang tidak diperlukan untuk kegiatan pengolahan yang akan dilakukan.
Sistem penghisap udara yang efektif hendaklah dipasang dengan letak lubang
pembuangan sedemikian rupa untuk menghindarkan kontaminasi terhadap produk
atau proses lain. Sistem penyaringan udara yang efektif atau sistem lain yang sesuai

Universitas Indonesia
20

hendaklah dipasang untuk menahan debu. Pemakaian alat penghisap debu pada
pembuatan tablet dan kapsul sangat dianjurkan. Produk cair, krim dan salep mudah
terkena kontaminasi terutama terhadap mikroba atau kontaminan lain selama proses
pembuatan. Oleh karena itu, tindakan khusus harus diambil untuk mencegah
kontaminasi.
Seleksi, kualifikasi, persetujuan dan pemeliharaan pemasok bahan pengemas
primer dan bahan cetak hendaklah diperhatikan sama seperti bahan awal. Pada
umumnya, proses pengisian dan penutupan hendaklah segera disertai dengan
pemberian label. Bila tidak, hendaklah diterapkan prosedur yang tepat untuk
memastikan agar tidak terjadi kecampurbauran atau salah pemberian label. Selama
proses pengolahan dan pengemasan bets hendaklah diambil sampel pada awal, tengah
dan akhir proses oleh personel yang ditunjuk. Hasil pengujian/pemeriksaan selama-
proses hendaklah dicatat, dan dokumen tersebut hendaklah menjadi bagian dari
Catatan Bets.
Bahan dan produk yang ditolak hendaklah diberi penandaan yang jelas dan
disimpan terpisah di “area terlarang” (restricted area). Bahan atau produk tersebut
hendaklah dikembalikan kepada pemasoknya atau, bila dianggap perlu, diolah ulang
atau dimusnahkan. Langkah apa pun yang diambil hendaklah lebih dulu disetujui oleh
kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) dan dicatat. Karantina produk jadi
merupakan tahap akhir pengendalian sebelum penyerahan ke gudang dan siap untuk
didistribusikan. Sebelum diluluskan untuk diserahkan ke gudang, pengawasan yang
ketat hendaklah dilaksanakan untuk memastikan produk dan catatan pengemasan bets
memenuhi semua spesifikasi yang ditentukan. Sistem distribusi hendaklah
menghasilkan catatan sedemikian rupa sehingga distribusi tiap bets/lot obat dapat
segera diketahui untuk mempermudah penyelidikan atau penarikan jika diperlukan.
Kondisi penyimpanan obat dan bahan hendaklah sesuai dengan yang tertera
pada penandaan berdasarkan hasil uji stabilitas. Industri farmasi atau pemilik Izin
Edar hendaklah melapor kepada otoritas terkait dalam waktu yang tepat, setiap
kendala dalam kegiatan pembuatan yang dapat mengakibatkan

Universitas Indonesia
21

keterbatasan/ketergangguan pasokan. Otoritas terkait yang dimaksud adalah


Kementerian Kesehatan dan Badan POM.
2.2.6 Cara Penyimpanan dan Pengiriman Obat yang Baik (Kepala Badan POM,
2018)
Penyimpanan dan pengiriman adalah bagian yang penting dalam kegiatan dan
manajemen rantai pemasok obat yang terintegrasi. Dokumen ini menetapkan langkah-
langkah yang tepat untuk membantu pemenuhan tanggung jawab bagi semua yang
terlibat dalam kegiatan pengiriman dan penyimpanan produk. Dokumen ini
memberikan pedoman bagi penyimpanan dan pengiriman produk jadi dari Industri
Farmasi ke distributor.
Untuk menjaga mutu awal obat, semua kegiatan dalam penyimpanan dan
pengirimannya hendaklah dilaksanakan sesuai prinsip CPOB dan CDOB. Personel
kunci yang terlibat dalam penyimpanan dan pengiriman obat hendaklah memiliki
kemampuan dan pengalaman yang sesuai dengan tanggung jawab mereka untuk
memastikan bahwa obat disimpan dan dikirim dengan tepat. Tiap personel tidak
boleh dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk menghindarkan risiko terhadap
mutu produk.
Hendaklah tersedia prosedur pelulusan obat yang disetujui untuk memastikan
bahwa obat dijual dan didistribusikan hanya kepada distributor dan/atau sarana yang
berwenang. Hendaklah dilakukan rekonsiliasi stok secara berkala dengan
membandingkan jumlah persediaan (stok) sebenarnya dengan yang tercatat.
Hendaklah dilakukan pemeriksaan jumlah produk pada saat penerimaan untuk
memastikan jumlah yang diterima sesuai dengan jumlah yang tercantum dalam
catatan penyerahan dari produksi.
Industri farmasi hendaklah menginformasikan semua kondisi penyimpanan
dan pengangkutan yang sesuai kepada pihak yang bertanggung jawab atas
transportasi obat. Perusahaan yang mengangkut harus menjamin kepatuhan terhadap
ketentuan ini. Label wadah pengiriman tidak perlu mencantumkan deskripsi lengkap
mengenai identitas isinya (untuk menghalangi pencurian), namun hendaklah tetap

Universitas Indonesia
22

mencantumkan informasi yang memadai mengenai kondisi penanganan dan


penyimpanan serta tindakan yang diperlukan untuk menjamin penanganan yang tepat.
Hendaklah dilakukan validasi pengiriman untuk membuktikan bahwa seluruh kondisi
penyimpanan terpenuhi pada seluruh rantai distribusi.
Hendaklah tersedia prosedur dan catatan tertulis yang mendokumentasikan
seluruh kegiatan yang berhubungan dengan penyimpanan dan pengiriman obat,
termasuk semua tanda terima dan hal terkait yang dapat diterapkan. Nama penerima
produk tersebut hendaklah tercantum dalam semua terkait. Tiap kegiatan yang terkait
dengan penyimpanan dan pengiriman obat yang didelegasikan kepada orang atau
sarana lain hendaklah dilaksanakan sesuai kontrak tertulis yang disetujui oleh
pemberi dan penerima kontrak tersebut. Penerima kontrak hendaklah diaudit secara
berkala.
2.2.7 Pengawasan Mutu (Kepala Badan POM, 2018)
Pengawasan Mutu mencakup pengambilan sampel, spesifikasi, pengujian
serta termasuk pengaturan, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang memastikan
bahwa semua pengujian yang relevan telah dilakukan, dan bahan tidak diluluskan
untuk dipakai atau produk diluluskan untuk dijual, sampai mutunya telah dibuktikan
persyaratan. Pengawasan Mutu tidak terbatas pada kegiatan laboratorium, tapi juga
harus terlibat dalam semua keputusan yang terkait dengan mutu produk.
Pengawasan Mutu mempunyai tanggung jawab, antara lain adalah:
a. Membuat, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu
b. Mengawasi pengendalian sampel pembanding dan/atau sampel pertinggal dari
bahan dan produk bila perlu
c. Memastikan kebenaran label pada wadah bahan dan produk
d. Memastikan pelaksanaan pemantauan stabilitas dari produk
e. Ikut serta dalam investigasi dari keluhan yang terkait dengan mutu produk
Ruang laboratorium hendaklah diatur sesuai dengan jenis kegiatan untuk
mencegah kontaminasi. Pengujian biologi, mikrobiologi dan pengujian produk
radioisotop dipisahkan satu dengan yang lain. Hendaklah disediakan tempat

Universitas Indonesia
23

penyimpanan dengan luas yang memadai untuk ruangan instrumen, sampel, baku
pembanding, pelarut, pereaksi dan catatan.
Kegiatan pengambilan sampel hendaklah dilaksanakan dan dicatat sesuai
dengan prosedur tertulis yang telah disetujui. Pengambilan sampel hendaklah
dilakukan sedemikian rupa untuk mencegah kontaminasi atau efek lain yang
berpengaruh tidak baik terhadap mutu. Wadah yang diambil sampelnya hendaklah
diberi label yang mencantumkan antara lain isi wadah, nomor bets, tanggal
pengambilan sampel dan tanda bahwa sampel diambil dari wadah tersebut. Wadah
hendaklah ditutup rapat kembali setelah pengambilan sampel.
Setelah dipasarkan, stabilitas obat hendaklah dipantau menurut program
berkesinambungan yang sesuai, yang memungkinkan pendeteksian semua masalah
stabilitas (misal perubahan pada tingkat impuritas, atau profil disolusi) yang berkaitan
dengan formula dalam kemasan yang dipasarkan. Tujuan dari program stabilitas
pasca pemasaran adalah untuk memantau produk selama masa edar dan untuk
menentukan bahwa produk tetap, dan dapat diperkirakan akan tetap, memenuhi
spesifikasinya selama dijaga dalam kondisi penyimpanan yang tertera pada label.
Hal ini berlaku bagi obat dalam kemasan yang dijual, namun hendaklah
dipertimbangkan pencakupan dalam program bagi produk ruahan. Misal, apabila
produk ruahan disimpan dalam jangka waktu yang lama sebelum dikemas dan/atau
dikirim dari tempat produksi ke tempat pengemasan, dampak terhadap stabilitas
produk yang dikemas dalam kondisi lingkungan sekeliling hendaklah dievaluasi dan
dikaji. Di samping itu, hendaklah dipertimbangkan produk antara yang disimpan dan
digunakan setelah jangka waktu yang diperpanjang. Studi stabilitas produk hasil
rekonstitusi dilakukan saat pengembangan produk dan tidak memerlukan pemantauan
yang berbasis pasca pemasaran. Namun, apabila relevan, stabilitas produk hasil
rekonstitusi dapat juga dipantau.
Jumlah bets dan frekuensi pengujian hendaklah memberikan data yang cukup
jumlahnya untuk memungkinkan melakukan analisis trend. Kecuali dijustifikasi lain,
minimal satu bets per tahun dari produk yang dibuat untuk tiap kekuatan dan tiap

Universitas Indonesia
24

jenis pengemasan primer, bila relevan, hendaklah dicakup dalam program studi
stabilitas (kecuali tidak ada yang diproduksi selama setahun). Untuk produk di mana
pemantauan stabilitas pasca pemasaran akan memerlukan pengujian yang
menggunakan hewan dan tidak tersedia alternatif yang sesuai, teknik yang tervalidasi
tersedia, frekuensi pengujian dapat dipertimbangkan pendekatan risiko – manfaat.
Prinsip desain bracketing dan matrixing dapat diterapkan jika dijustifikasi dalam
protokol secara ilmiah.
Bagian pengawasan mutu memiliki wewenang khusus untuk memberikan
keputusan akhir meluluskan atau menolak mutu bahan baku, produk obat ataupun hal
lain yang mempengaruhi mutu obat. Dokumentasi dan prosedur pelulusan yang
diterapkan bagian pengawasan mutu menjamin bahwa pengujian yang diperlukan
telah dilakukan sebelum bahan digunakan dalam produksi dan produk disetujui
sebelum didistribusikan.
2.2.8 Inspeksi Diri (Kepala Badan POM, 2018)
Tujuan inspeksi diri adalah untuk mengevaluasi apakah semua aspek produksi
dan pengawasan mutu industri farmasi memenuhi ketentuan CPOB. Program inspeksi
diri hendaklah dirancang untuk mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CPOB dan
untuk menetapkan tindakan perbaikan yang diperlukan. Inspeksi diri hendaklah
dilakukan secara independen dan rinci oleh petugas yang kompeten dari perusahaan
yang dapat mengevaluasi penerapan CPOB secara objektif. Inspeksi diri hendaklah
dilakukan secara rutin dan, di samping itu, pada situasi khusus, misalnya dalam hal
terjadi penarikan obat jadi atau terjadi penolakan yang berulang. Semua saran untuk
tindakan perbaikan hendaklah dilaksanakan. Prosedur dan catatan inspeksi diri
hendaklah didokumentasikan dan dibuat program tindak lanjut yang efektif.
Hendaklah dibuat instruksi tertulis untuk inspeksi diri yang menyajikan
standar persyaratan minimal dan seragam mengenai ketentuan CPOB yang diperiksa
secara berkala menurut program yang telah disusun untuk memverifikasi kepatuhan
prinsip pemastian mutu. Inspeksi diri dilakukan secara independen dan rinci oleh
personil perusahaan yang kompeten dan berpengalaman dalam bidang masing-masing

Universitas Indonesia
25

dan memahami CPOB. Inspeksi diri dapat dilakukan per bagian sesuai dengan
kebutuhan pabrik namun inspeksi diri yang menyeluruh hendaknya dilaksanakan
minimal satu kali dalam setahun. Semua hasil inspeksi hendaklah dicatat.
Penyelenggaraan audit mutu berguna sebagai pelengkap inspeksi diri. Audit
mutu meliputi pemeriksaan dan penilaian semua atau sebagian dari sistem
manajemen mutu dengan tujuan spesifik untuk meningkatkannya. Audit mutu
umumnya dilaksanakan oleh spesialis dari luar atau independen atau suatu tim yang
dibentuk khusus untuk hal ini oleh manajemen perusahaan. Audit mutu juga dapat
diperluas terhadap pemasok dan penerima kontrak.
Kepala bagian pemastian mutu bertanggungjawab bersama bagian lain terkait
untuk memberi persetujuan pemasok yang dapat diandalkan memasok bahan awal
dan bahan pengemas yang memenuhi spesifikasi yang ditentukan. Hendaklah
dilakukan evaluasi sebelum pemasok disetujui dan dimasukkan ke dalam daftar
pemasok. Evaluasi hendaklah mempertimbangkan riwayat pemasok dan sifat bahan
yang dipasok. Jika audit diperlukan, hendaklah menetapkan kemampuan pemasok
dalam pemenuhan standar CPOB. Semua pemasok yang ditetapkan, dievaluasi secara
teratur.
Untuk melindungi kesehatan masyarakat, suatu sistem dan prosedur yang
sesuai hendaklah tersedia untuk mencatat, menilai, menginvestigasi dan meninjau
keluhan termasuk potensi cacat mutu dan, jika perlu, segera melakukan penarikan
obat termasuk obat uji klinik dari jalur distribusi secara efektif.
2.2.9 Keluhan dan Penarikan Produk (Kepala Badan POM, 2018).
Untuk melindungi kesehatan masyarakat, suatu sistem dan prosedur yang
sesuai hendaklah tersedia untuk mencatat, menilai, menginvestigasi dan meninjau
keluhan termasuk potensi cacat mutu dan, jika perlu, segera melakukan penarikan
obat termasuk obat uji klinik dari jalur distribusi secara efektif. Prinsip-prinsip
Manajemen Risiko Mutu hendaklah diterapkan pada investigasi, penilaian cacat mutu
dan proses pengambilan keputusan terkait dengan tindakan penarikan produk,
tindakan perbaikan dan pencegahan serta tindakan pengurangan-risiko lain.

Universitas Indonesia
26

Semua otoritas pengawas obat terkait hendaklah diberitahu secara tepat waktu
jika ada cacat mutu yang terkonfirmasi (kesalahan pembuatan, kerusakan produk,
temuan pemalsuan, ketidakpatuhan terhadap izin edar atau spesifikasi produk, atau
isu mutu serius lain) terhadap obat atau obat uji klinik yang dapat mengakibatkan
penarikan produk atau pembatasan pasokan. Apabila ditemukan produk yang beredar
tidak sesuai dengan izin edarnya, hendaklah dilaporkan kepada Badan POM dan/atau
otoritas pengawas obat terkait sesuai dengan ketentuan berlaku. Dalam hal kegiatan
alih daya, kontrak hendaklah menggambarkan peran dan tanggung jawab pabrik
pembuat, pemegang izin edar dan/atau sponsor dan pihak ketiga terkait lainnya dalam
kaitan dengan penilaian, pengambilan keputusan, dan penyebaran informasi dan
implementasi tindakan pengurangan-risiko yang berkaitan dengan produk cacat.
Personel yang terlatih dan berpengalaman hendaklah bertanggung jawab
untuk mengelola investigasi keluhan dan cacat mutu serta memutuskan langkah-
langkah yang harus diambil untuk mengelola setiap potensi risiko yang muncul akibat
masalah tersebut, termasuk penarikan. Personel tersebut hendaklah independen dari
bagian penjualan dan pemasaran, kecuali jika ada justifikasi. Apabila personel
tersebut bukan kepala bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu), hendaklah kepala
bagian Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) segera diberitahukan secara formal setiap
investigasi, setiap tindakan pengurangan-risiko dan setiap pelaksanaan penarikan
obat.
Hendaklah tersedia prosedur tertulis yang merinci tindakan yang diambil
setelah menerima keluhan. Semua keluhan hendaklah didokumentasikan dan dinilai
untuk menetapkan apakah terjadi cacat mutu atau masalah lain. Karena tidak semua
keluhan yang diterima diakibatkan oleh cacat mutu, keluhan yang tidak menunjukkan
potensi cacat mutu hendaklah didokumentasikan dengan tepat dan dikomunikasikan
kepada bagian atau personel yang relevan yang bertanggung jawab atas investigasi
dan pengelolaan keluhan terkait, misal dugaan efek samping.
Tingkat analisis akar masalah yang tepat hendaklah diterapkan selama
investigasi cacat mutu. Apabila akar masalah cacat mutu yang sebenarnya tidak dapat

Universitas Indonesia
27

ditentukan, pertimbangan hendaklah diberikan untuk mengidentifikasi akar masalah


yang paling mungkin dan tindakan untuk mengatasinya. Keputusan yang dibuat
selama dan setelah investigasi cacat mutu hendaklah mencerminkan tingkat risiko
yang ditunjukkan oleh cacat mutu serta keseriusan setiap ketidakpatuhan terhadap
persyaratan dokumen izin edar/spesifikasi produk atau CPOB. Keputusan tersebut
hendaklah diambil tepat waktu untuk memastikan keselamatan pasien dengan cara
yang sesuai dengan tingkat risiko yang diakibatkan oleh masalah tersebut. Catatan
cacat mutu hendaklah ditinjau dan dilakukan analisis tren secara berkala.
Produk yang ditarik hendaklah diberi identitas dan disimpan terpisah di area
yang aman sementara menunggu keputusan terhadap produk tersebut. Disposisi
formal dari semua bets yang ditarik hendaklah dibuat dan didokumentasikan.
Perkembangan proses penarikan hendaklah dicatat sampai selesai dan dibuat laporan
akhir, termasuk hasil rekonsiliasi antara jumlah produk/bets yang dikirim dan yang
dikembalikan.
2.2.10 Dokumentasi (Kepala Badan POM, 2018).
Dokumentasi adalah bagian dari sistem informasi manajemen dan
dokumentasi yang baik merupakan bagian yang esensial dari pemastian mutu. Tujuan
utama sistem dokumentasi yang dimanfaatkan haruslah untuk membangun,
mengendalikan, memantau dan mencatat semua kegiatan yang secara langsung atau
tidak langsung berdampak pada semua aspek kualitas obat. Sistem Mutu Industri
Farmasi hendaklah mencakup penjabaran rinci yang memadai terhadap pemahaman
umum mengenai persyaratan, di samping memberikan pencatatan berbagai proses dan
evaluasi setiap pengamatan yang memadai.
Ada dua jenis dokumentasi utama yang digunakan untuk mengelola dan
mencatat pemenuhan CPOB: prosedur/instruksi (petunjuk, persyaratan) dan
catatan/laporan. Pelaksanaan dokumentasi yang tepat hendaklah diterapkan sesuai
dengan jenis dokumen.

Universitas Indonesia
28

Pengendalian yang sesuai hendaklah diterapkan untuk memastikan


keakuratan, integritas, ketersediaan dan keterbacaan dokumen. Dokumen hendaklah
bebas dari kesalahan dan tersedia secara tertulis.
Dokumentasi CPOB yang diperlukan berdasarkan jenisnya:
1. Dokumen Induk Industri Farmasi (DIIF): Dokumen yang menjelaskan tentang
aktivitas terkait CPOB.
2. Instruksi (Petunjuk & Persyaratan): Spesifikasi, dokumen produksi induk,
formula pembuatan, prosedur pengolahan, prosedur pengemasan, dan
instruksi pengujian/metode analisis, prosedur (Protap), protokol, perjanjian
teknis.
3. Catatan/Laporan: Cacatan, sertifikat analisis, laporan.
Dalam pembuatan dan pengendalian dokumen hendaklah dipahami,
didokumentasikan dengan baik, dan divalidasi dengan tepat kemudian disetujui,
ditandatangani dan diberi tanggal oleh personel yang tepat dan diberi wewenang.
Dokumen dalam Sistem Mutu Industri Farmasi hendaklah dikaji secara berkala.
Dokumen tidak boleh ditulis-tangan, namun bila dokumen memerlukan pencatatan
data, hendaklah disediakan cukup ruangan untuk mencatat data, pencatatan ditulis-
tangan dengan jelas, terbaca, dan tidak dapat dihapus. Semua perubahan terhadap
pencatatan pada dokumen ditandatangani dan diberi tanggal; perubahan
memungkinkan pembacaan informasi semula. Catatan pembuatan disimpan paling
sedikit satu tahun setelah tanggal kadaluwarsa produk jadi.
Dokumen yang diperlukan berupa:
1. Spesifikasi: spesifikasi bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk
ruahan, dan produk jadi.
2. Dokumen Produksi Induk: nama, bentuk sediaan, kekuatan dan deskripsi produk,
nama penyusun dan bagiannya, nama pemeriksa serta daftar distribusi dokumen.
3. Formula pembuatan dan prosedur produksi: prosedur pengolahan induk, prosedur
pengemasan induk, catatan pengolahan bets, catatan pengemasan bets.

Universitas Indonesia
29

4. Prosedur dan Catatan: Penerimaan, pengambilan sampel, pengujian, prosedur


pembersihan dan sanitasi, dan lain-lain.
2.2.11 Kegiatan Alih Daya (Kepala Badan POM, 2018).
Aktivitas yang tercakup dalam Pedoman CPOB yang dialihdayakan
hendaklah didefinisikan, disetujui dan dikendalikan dengan benar untuk
menghindarkan kesalahpahaman yang dapat menghasilkan produk atau pekerjaan
dengan mutu yang tidak memuaskan. Hendaklah dibuat kontrak tertulis antara
Pemberi Kontrak dan Penerima Kontrak yang secara jelas menentukan peran dan
tanggung jawab masing-masing pihak. Sistem Mutu Industri Farmasi dari Pemberi
Kontrak hendaklah menyatakan secara jelas prosedur pelulusan tiap bets produk
untuk diedarkan yang menjadi tanggung jawab penuh Kepala Pemastian Mutu.
Pemberi kontrak hendaklah:
● Bertanggung jawab menilai kompetensi penerima kontrak dalam melaksanakan
pekerjaan atau pengujian yang diperlukan.
● Menyediakan informasi bagi penerima kontrak untuk melaksanakan pekerjaan
kontrak secara benar sesuai izin edar dan persyaratan legal lain.
● Memastikan produk diproses dan bahan yang dikirimkan oleh penerima kontrak
memenuhi spesifikasi yang ditetapkan atau telah diluluskan.
Penerima kontrak hendaklah:
● Mempunyai gedung dan peralatan cukup, pengetahuan dan pengalaman, dan
personil kompeten
● Memastikan produk dan bahan diterima sesuai dengan tujuan penggunaannya.
● Tidak mengalihkan pekerjaan atau pengujian kepada pihak ketiga tanpa
persetujuan pihak pemberi kontrak
● Membatasi diri dari segala aktifitas yang berpengaruh buruk pada mutu
Kontrak dibuat antara pemberi kontrak dan penerima kontrak dengan
menetapkan tanggung jawab masing-masing yang berhubungan dengan produksi dan
pengendalian mutu produk. Aspek teknis kontrak dibuat personil kompeten yang

Universitas Indonesia
30

mempunyai pengetahuan sesuai di bidang teknologi farmasi, analisis dan Cara


Pembuatan Obat yang Baik.
Kontrak menyatakan jelas prosedur pelulusan tiap bets produk untuk
diedarkan dan memastikan tiap bets dibuat dan diperiksa pemenuhannya terhadap
persyaratan izin edar yang menjadi tanggung jawab kepala bagian pemastian mutu.
Catatan pembuatan, analisis dan distribusi, serta sampel pertinggal hendaklah
disimpan oleh, atau disediakan untuk, pemberi kontrak. Kontrak menguraikan
penanganan bahan awal, pengemas, produk antara dan ruahan, dan produk jadi bila
bahan atau produk tersebut ditolak. Kontrak juga menguraikan prosedur yang harus
diikuti bila analisis berdasarkan kontrak menunjukkan bahwa produk yang diuji harus
ditolak.
2.2.12 Kualifikasi dan Validasi (Kepala Badan POM, 2018).
CPOB mempersyaratkan industri farmasi mengendalikan aspek kritis kegiatan
yang dilakukan melalui kualifikasi dan validasi sepanjang siklus hidup produk dan
proses. Tiap perubahan yang direncanakan terhadap fasilitas, peralatan, sarana
penunjang, dan proses, yang dapat memengaruhi mutu produk, hendaklah
didokumentasikan secara formal dan dampak pada status validasi atau strategi
pengendaliannya dinilai. Data pendukung kualifikasi dan/atau studi validasi yang
diperoleh dari sumber di luar program industri dapat digunakan, dengan syarat
pendekatan ini telah dijustifikasi dan ada jaminan yang memadai bahwa pengendalian
telah dilakukan saat mengambil alih data tersebut.
Pengorganisasian dan perencanaan kualifikasi dan validasi direncanakan
dengan mempertimbangkan siklus hidup fasilitas, peralatan, sarana penunjang, proses
dan produk, serta dilakukan oleh personel yang telah mendapat pelatihan dan
mengikuti prosedur yang telah disetujui. Elemen kunci program ditetapkan secara
jelas dan didokumentasikan dalam Rencana Induk Validasi (RIV) atau dokumen lain
yang setara yakni mencakup:
● Kebijakan kualifikasi dan validasi
● Struktur organisasi

Universitas Indonesia
31

● Ringkasan fasilitas, peralatan, sistem dan proses, dan status kualifikasi dan
validasi
● Pengendalian perubahan dan penanganan penyimpangan pada kualifikasi dan
validasi
● Pedoman dalam pengembangan kriteria keberterimaan
● Acuan dokumen yang digunakan
● Strategi kualifikasi dan validasi, termasuk rekualifikasi, bila diperlukan.
Setiap perubahan signifikan terhadap protokol yang disetujui selama
pelaksanaan validasi, misal kriteria keberterimaan, parameter operasional, dan lain-
lain, hendaklah didokumentasikan sebagai penyimpangan dan dijustifikasi secara
ilmiah. Pengkajian dan pengambilan kesimpulan validasi hendaklah dilaporkan dan
hasil yang diperoleh dibandingkan dengan kriteria keberterimaan. Tiap perubahan
terhadap kriteria keberterimaan hendaklah dijustifikasi secara ilmiah dan
rekomendasi akhir dibuat sebagai hasil validasi.
a. Tahap Kualifikasi untuk Peralatan, Fasilitas, Sarana Penunjang, dan Sistem
Kegiatan kualifikasi mempertimbangkan semua tahap mulai dari
pengembangan awal sesuai spesifikasi kebutuhan pengguna sampai pada akhir
penggunaan. Tahap utama dan beberapa kriteria yang disarankan dapat disertakan
dalam setiap urutan berikut:
● Spesifikasi kebutuhan pengguna (SKP)
● Kualifikasi Desain (KD)
● Factory Acceptance Testing (FAT) /Site Acceptance Testing (SAT)
● Kualifikasi Instalasi (KI)
● Kualifikasi Operasional (KO)
● Kualifikasi Kinerja (KK)
Lakukan evaluasi terhadap peralatan, fasilitas, sarana penunjang, dan sistem
secara berkala untuk memastikan bahwa status kualifikasi tetap terkendali, kualifikasi
ulang dan dilakukan pada periode waktu tertentu, periode hendaklah dijustifikasi dan
kriteria untuk evaluasi ditetapkan.

Universitas Indonesia
32

b. Validasi Proses
Validasi proses menetapkan bahwa semua atribut mutu dan parameter proses
yang dianggap penting untuk memastikan keadaan terkendali dan mutu produk yang
memenuhi persyaratan dapat dipenuhi secara konsisten oleh proses tersebut. Dasar
penetapan parameter proses dan atribut mutu yang kritis atau tidak kritis
didokumentasikan dengan jelas, dengan mempertimbangkan hasil penilaian risiko.
Ketersediaan pengetahuan proses, yang mendasari justifikasi design space dan
pengembangan model matematis (jika digunakan), sangat penting untuk memastikan
strategi pengendalian proses.
Jenis validasi yang dapat digunakan pada validasi proses obat untuk uji klimik
adalah sebagai berikut:
● Validasi konkuren
● Validasi proses tradisional
● Verifikasi proses kontinu
● Pendekatan hibrida
● Verifikasi proses on-going selama siklus hidup produk
Verifikasi transportasi dibutuhkan untuk Obat jadi, obat untuk uji klinik,
produk ruahan, dan sampel yang diangkut dari lokasi pabrik sesuai kondisi yang
ditentukan dalam Izin Edar, label yang disetujui, spesifikasi produk, atau yang dapat
dijustifikasi oleh Industri Farmasi. Kondisi variabel diperkirakan selama transportasi,
maka dilakukan pemantauan dan pencatatan terus-menerus kondisi lingkungan kritis
yang terpapar terhadap produk, kecuali dijustifikasi lain.
Variasi pada parameter peralatan terutama selama proses pengemasan primer
dapat berdampak signifikan terhadap integritas dan fungsi kemasan yang benar
karenanya perlu dilakukan kualifikasi.Sarana penunjang dan metode analisis yang
digunakan juga divalidasi karena memiliki dampak langsung pada produk. Semua
metode analisis yang digunakan dalam kualifikasi, validasi, atau pembersihan
hendaklah divalidasi dengan batas deteksi dan kuantifikasi yang tepat.

Universitas Indonesia
33

Validasi pembersihan hendaklah dilakukan untuk mengonfirmasi efektivitas


prosedur pembersihan peralatan yang kontak dengan produk. Pemeriksaan kebersihan
secara visual merupakan bagian penting dari kriteria dalam validasi pembersihan.
Prosedur tertulis yang merinci mengenai langkah yang diambil bila ada perubahan
terhadap bahan awal, komponen produk, peralatan, proses, bangunan-fasilitas, ragam
produk, proses produksi atau metode pengujian, ukuran bets, design space, atau
perubahan apapun pada siklus hidup produk yang mungkin berpengaruh pada mutu
atau reprodusibilitas.

2.3 Registrasi Obat


Obat yang akan diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki Izin Edar
untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia. Untuk mendapatkan izin edar harus
dilakukan registrasi. Registrasi Obat yang selanjutnya disebut Registrasi adalah
prosedur pendaftaran dan evaluasi Obat untuk mendapatkan persetujuan. Pemilik Izin
Edar adalah Pendaftar yang telah mendapatkan Izin Edar untuk Obat yang diajukan
Registrasi. Terdapat 7 kategori registrasi obat, yang terdiri dari registrasi baru,
registrasi variasi dan registrasi ulang (Kepala Badan POM, 2017).
Nama obat yang dilakukan registrasi dapat berupa obat dagang atau obat
generik. Nama generik sesuai dengan International Nonproprietary Names Modified
yang ditetapkan oleh WHO atau nama yang ditetapkan dalam program kesehatan
nasional. Nama dagang merupakan nama yang diberikan oleh pendaftar sebagai
identitas obat. Registrasi dilakukan dengan menyerahkan dokumen registrasi. Obat
yang diregistrasi dapat berupa obat produksi dalam negeri atau obat impor.
Permohonan registrasi obat produksi dalam negeri, pendaftar harus memenuhi
persyaratan memiliki izin industri farmasi dan memiliki sertifikat CPOB yang masih
berlaku sesuai dengan bentuk dan jenis sediaan yang didaftarkan (Kepala Badan
POM, 2017).
Registrasi terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap pra registrasi dan tahap registrasi.
Permohonan pra registrasi dan registrasi diajukan oleh Pendaftar secara tertulis

Universitas Indonesia
34

kepada Kepala Badan dengan mengisi formulir dan melampirkan dokumen pra
registrasi dan dokumen registrasi. Dokumen pra registrasi dan dokumen registrasi
harus menggunakan Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Permohonan pra registrasi
dan registrasi dapat diajukan secara elektronik atau manual sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Permohonan pra registrasi dikenai biaya penerimaan negara bukan
pajak (PNBP) sesuai ketentuan undang-undang, yang harus dibayar paling lambat 10
hari sejak surat perintah bayar (SPB) diterbitkan (Kepala Badan POM, 2017).
Dokumen registrasi terdiri atas:
a. bagian I : dokumen administratif, Informasi Produk dan Label (etiket,
strip/blister, ampul/vial, catch cover/amplop, dan bungkus
luar)
b. bagian II : dokumen mutu.
c. bagian III : dokumen non klinik.
d. bagian IV : dokumen klinik.
Dokumen registrasi disusun sesuai dengan format ASEAN Common
Technical Dossier (ACTD).
Evaluasi merupakan penilaian terhadap aspek khasiat, keamanan, mutu,
Informasi Produk, dan/atau Label sesuai dengan kriteria dan kategori Registrasi.
Evaluasi dilaksanakan sesuai dengan jalur evaluasi. Jalur evaluasi terdiri atas (Kepala
Badan POM, 2017):
a. jalur 7 (tujuh) Hari meliputi Registrasi Obat khusus ekspor
b. jalur 10 (sepuluh) Hari meliputi Registrasi Ulang
c. jalur 40 (empat puluh) Hari meliputi Registrasi Variasi Minor
d. jalur 100 (seratus) Hari
e. jalur 120 (seratus dua puluh) Hari
f. jalur 150 (seratus lima puluh) Hari
g. jalur 300 (tiga ratus) Hari
Tim Penilai Obat Nasional (TPON) melakukan pembahasan terhadap hasil
evaluasi dan memberikan rekomendasi keputusan kepada Kepala Badan. Kepala

Universitas Indonesia
35

Badan menyampaikan keputusan hasil evaluasi secara tertulis kepada Pendaftar


paling lama 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak pelaksanaan rapat berkala TPON
(Kepala Badan POM, 2017).

Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS

3.1 Sejarah PT Aventis Pharma


PT Aventis Pharma merupakan perusahaan yang bergerak di bidang kesehatan
dan merupakan perusahaan multinasional dari Sanofi Group. Sanofi Group berpusat
di Prancis dengan portofolio produk farmasi (obat resep dan obat generik), vaksin,
dan produk kesehatan konsumen. Sanofi saat ini beroperasi di lebih dari 170 negara
dengan 100.000 orang karyawan. Sanofi Indonesia, melalui badan hukum PT Aventis
Pharma, telah beroperasi di Indonesia lebih dari 60 tahun, dengan jumlah karyawan
sekitar 650 orang dari berbagai departemen.
Sejarah PT Aventis Pharma di Indonesia yaitu pada tahun 1956 berdiri PT
Hoechst Indonesia sebagai kantor perwakilan dari Hoechst AG, Jerman untuk produk
farmasi dan tekstil. Hoechst AG pertama didirikan tahun 1863 di Frankfurt, Jerman.
Pada waktu itu Hoechst bergerak di bidang kimia khususnya pewarna sintesis,
kemudian pada tahun 1883 Hoechst AG memasuki bidang farmasi. Tahun 1950
Hoechst mulai memasarkan produk-produknya sampai ke Indonesia dengan
membuka perwakilan dagang yang berpusat di Hotel Des Indes (saat ini Duta
Merlin/Carefour), Jakarta. Tahun 1956 perwakilan dagang ini berlanjut dengan nama
PT Hoechst Indonesia.
PT Hoechst Indonesia ditetapkan sebagai PT Hoechst Pharmaceutical
Indonesia pada tahun 1969, sebagai joint venture (80% Hoechst AG, 20% Abidin)
yang berlokasi di Pulo Mas (PT Aventis Pharma sekarang). Perusahaan ini
memperoleh izin dari Departemen Kesehatan RI pada tanggal 3 Juni 1972 untuk
memproduksi dan memasarkan obat-obat yang diproduksinya. Pada tahun 1972
dilakukan produksi pertama, yaitu tablet Novalgin. Pada tahun 1995, PT Hoechst
mengakuisisi PT Marion-Merell-Dow, yaitu perusahaan Farmasi di Amerika Serikat,
sehingga pada tahun 1997, terbentuklah PT Hoechst Marion Roussel dan PT HPI
berubah nama menjadi PT Hoechst Marion Roussel Indonesia.

36 Universitas Indonesia
37

Pada tahun 1999, PT Hoechst Marion Roussel bergabung dengan Rhone


Poulenc yaitu, suatu perusahaan kimia-farmasi Perancis, sehingga terbentuk Aventis
SA (suatu Holding Company) yang berkedudukan di Strassbourg, Perancis. Aventis
SA memiliki anak perusahaan baru, antara lain Aventis Pharma AG yang berlokasi di
Frankfrut, Jerman. Di Indonesia, penggabungan antara PT Hoechst Marion Roussel
Indonesia dan PT Rhone Poulenc Rorer diresmikan tanggal 3 Mei 2001 dengan nama
PT Aventis Pharma.
PT Sanofi merupakan perusahaan farmasi yang dibentuk oleh Rene Sautier
dan Jeam-Francois Dehecq pada 10 September 1973. Sanofi berkembang secara
signifikan dengan mengakuisisi atau berinvestasi di beberapa perusahaan farmasi
tertua dan terkenal di Perancis, Eropa, dan Amerika. Pada tahun 1999, PT Sanofi
bergabung dengan PT Synthelabo dan tahun 2004 PT Sanofi Synthelabo bergabung
dan diakuisisi oleh PT Aventis Pharma membentuk PT Sanofi-Aventis. Sanofi-
Aventis Group telah berubah nama menjadi Sanofi Group pada tanggal 6 Mei 2011.
PT Sanofi Group Indonesia terdiri atas 1 (satu) badan hukum, yaitu PT Aventis
Pharma.

3.2 Lokasi dan Sarana


Kantor pusat Sanofi Indonesia berlokasi di Pulo Mas, Jakarta dengan luas
lahan sebesar 37.500 m2 atau 150 x 250 m, dan berupa lapangan rumput seluas
24.000 m2. Pada kawasan ini terdapat beberapa gedung utama, yaitu:
a. Factory Building, yang terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian produksi
(processing dan packaging) dan warehouse seluas 3160 m2
b. Office Building 1 seluas 540 m2
c. Office Building 2 seluas 540 m2
d. Multi purpose building, yang digunakan untuk office, bagian quality operation
seluas 450 m2
e. Energy Building and Workshop seluas 485 m2

Universitas Indonesia
38

3.3 Struktur Organisasi PT Aventis Pharma


PT Aventis Pharma dipimpin oleh seorang Country Chair and GM Rx dibantu
oleh advisor presiden direktur dan kepala staff. Terdapat 21 departemen yang ada di
PT Aventis Pharma, diantaranya Diabetes dan KAM, Kardiotrombosis, Trade,
Vaksin, CHC, Market access, Communication and Public Affairs, Business
Excellence, Center of Service Excellence, Human Resources, Finances, Supply
Chain, Industrial Affairs, Legal, Ethic & Business Integrity, Medical, Regulatory,
Quality, Procurement, dan Drug Safety. Struktur organisasi PT Aventis Pharma dapat
dilihat pada Lampiran 1.
Pada departemen industrial affairs terdapat subdepartemen produksi, mutu,
technical services, Plant Supply Chain, Controller, dan Health, Safety, and
Environtment. Semua subdepartemen tersebut dipimpin oleh seorang manajer.
Manajer departemen produksi membawahi dua bagian, yaitu processing dan
packaging. Manajer departemen operasi mutu (quality operation) membawahi bagian
pemastian mutu, sistem mutu, dan pengawasan mutu. Manajer Technical Services
Departement membawahi manufacturing dan technical services. Manajer Plant
Supply Chain membawahi gudang dan perencanaan.
Departemen Regulatory Affairs dipimpin oleh seorang kepala staff dan
membawahi empat orang manajer yang menangani jenis produk berbeda, meliputi
produk Consumer Health Care (CHC), produk diabetes, produk dari Sanofi
Genzyme, produk onkologi, produk kardiovaskular, dan produk vaksin. Masing-
masing manajer membawahi petugas registrasi.

3.4 Produk PT Aventis Pharma


PT Aventis Pharma terlibat dalam proses pengolahan dan pengemasan produk
obat. Aktivitas yang dilakukan di fasilitas site meliputi pengolahan, pengemasan dan
pergudangan. Jenis sediaan yang diproduksi di PT. Aventis Pharma adalah sediaan
solid (tablet biasa dan tablet salut film) dan semi solid (krim, ovula, suppositoria, dan
salep), sedangkan untuk bentuk sediaan sirup dilakukan di pabrik lain (toll

Universitas Indonesia
39

manufacturing) dan bentuk sediaan injeksi termasuk vaksin diimpor (fully finished
imported). Produk PT Aventis Pharma secara garis besar dapat dibagi menjadi lima,
yaitu:
a. Produk yang diproduksi sendiri di pabrik (Jakarta site) untuk keperluan lokal
(dalam negeri) dan ekspor (luar negeri).
b. Produk impor dari Sanofi Global yang dikemas ulang (repackaging) di pabrik
(Jakarta site)
c. Produk impor yang berupa finished goods
d. Produk ruahan yang diimpor untuk diproses, baik melalui proses pengolahan
maupun pengemasan di pabrik (Jakarta site) untuk keperluan lokal dan ekspor
e. Produk toll manufacturing yang dibuat berdasarkan kontrak dengan industri
farmasi lain

3.5 Regulatory Affairs (RA) PT Aventis Pharma


Regulatory Affairs (RA) PT Aventis Pharma memiliki peran dan tanggung
jawab antara lain (PT Aventis Pharma, 2019a):
a. berperan dalam menilai kesesuaian pengajuan produk ke otoritas
kesehatan
b. melakukan penilaian terhadap perubahan dan mengelola tindakan yang
dilakukan
c. membuat, meninjau, dan menyetujui dokumen project dan dokumen
regulatory
d. menelusuri dan mengelola permintaan otoritas kesehatan
e. melakukan komunikasi dengan masing-masing anggota regulatory
f. berpartisipasi/ memberikan dukungan untuk persiapan dan inspeksi
CPOB
g. melakukan komunikasi dengan otoritas kesehatan atau pihak ketiga
mengenai masalah atau topik terkait produk
h. mengatur pertemuan yang diperlukan antara semua pihak dan
menegosiasikan masalah sesuai kebutuhan
Universitas Indonesia
40

i. memberikan input dan sumber daya ke arah pengembangan dan


implementasi sistem, prosedur, dan/ atau perangkat regulasi baru
j. RA bertanggung jawab untuk selalu mengikuti perkembangan
pedoman regulasi dan perkembangan teknis/ ilmiah
k. RA bertanggung jawab atas pengawasan sehari-hari pada staf
regulatori.

Universitas Indonesia
BAB 4

PELAKSANAAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

4.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan


Praktik Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu mulai
tanggal 2 Januari 2019 sampai dengan 28 Februari 2019 di PT Aventis Pharma yang
berlokasi di Jalan Jendral Ahmad Yani, Pulomas, Jakarta Timur.

4.2 Kegiatan
Seluruh kegiatan yang dilakukan selama Praktik Kerja Profesi di PT Aventis
Pharma, termasuk pelaksanaan tugas khusus dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Kegiatan yang Dilakukan selama PKPA di PT Aventis Pharma
Hari Tanggal Uraian Kegiatan
Rabu 2 Januari 2019 1. Perkenalan dan pembagian divisi
2. Pengenalan lingkungan kerja
3. Membaca SOP PT Aventis Pharma
dan PerKa BPOM tentang kriteria dan
tatalaksana registrasi obat
Kamis 3 Januari 2019 1. Registrasi variasi obat di BPOM
Jumat 4 Januari 2019 1. Mereview API (Abbreviated Product
Information) dan PIL (Patient
Information Leaflet)
Senin 7 Januari 2019 1. Mentranslate PAR produk biologi
2. Submit pra registrasi obat dan produk
biologi di BPOM
Rabu 8 Januari 2019 1. Melanjutkan mentranslate PAR
(publish assessment report) vaksin
2. Mengambil approval letter di BPOM
41 Universitas Indonesia
42

Kamis 9 Januari 2019 1. NCC (National Company Conference)


Jumat 10 Januari 2019 1. NCC (National Company Conference)
Senin 14 Januari 2019 1. Registrasi produk biologi di BPOM
2. Membuat list Labelling di Excel
3. Membuat API produk biologi
Selasa 15 Januari 2019 1. Menyusun dokumen registrasi
Rabu 16 Januari 2019 1. Merapikan dokumen
2. Menyusun dan print dokumen
registrasi
3. Membuat PPT SOP
4. Melakukan scan dokumen
5. Induksi Warehouse dengan Bapak
Yulia
Kamis 17 Januari 2019 1. Melanjutkan membuat PPT
Jumat 18 Januari 2019 1. Membuat API produk biologi
2. Membuat list zat aktif di excel
3. Merapikan approval letter ke dalam
ordner
4. Melanjutkan membuat PPT
Senin 21 Januari 2019 1. Melanjutkan PPT
2. Mengambil approval letter di BPOM
3. Menyusun dokumen registrasi produk
biologi
Selasa 22 Januari 2019 1. Melanjutkan PPT
2. Menyiapkan dokumen registrasi
variasi major
3. Melakukan scan dokumen
Rabu 23 Januari 2019 1. Induksi Plant Visit
Kamis 24 Januari 2019 1. Melanjutkan PPT

Universitas Indonesia
43

2. Induksi HSE
Jumat 25 Januari 2019 1. Menambahkan data CAS Number
pada file excel
2. Melanjutkan PPT
3. Merapikan folder Veeva
Senin 28 Januari 2019 1. Merapikan folder Veeva
2. Print dokumen registrasi dan
membuat cover letter
3. Memasukkan receipt letter (tanda
terima) dan in letter (surat masuk) ke
dalam ordner
Selasa 29 Januari 2019 1. Melakukan scan dokumen
Rabu 30 Januari 2019 1. Mengumpulkan PPT
2. Membuat PIL (patient information
leaflet)
Kamis 31 Januari 2019 1. Registrasi renewal ke BPOM
2. Melanjutkan membuat PIL
Jumat 1 Februari 2019 1. Induksi
Senin 4 Februari 2019 1. Membuat PIL
2. Memasukkan data kedalam excel dan
merapikan data dalam folder
Rabu 6 Februari 2019 1. Induksi QS (quality system)
2. Mereview PI dan PIL
3. Memasukkan data eksipien ke sistem
AERO BPOM
Kamis 7 Februari 2019 1. Melanjutkan memasukkan data ke
sistem AERO BPOM
2. Melanjutkan memasukkan data
kedalam excel dan merapikan data

Universitas Indonesia
44

dalam folder
Jumat 8 Februari 2019 1. Merevisi PI
2. Melanjutkan merapikan folder Veeva
3. Merevisi API dan eksipien di excel
Senin 11 Februari 2019 1. Merevisi PIL
2. Membuat laporan PKPA
Selasa 12 Februari 2019 1. Merapikan folder Veeva
2. Membuat laporan PKPA
Rabu 13 Februari 2019 1. Merapikan excel vaccine
2. Mengedit atau menambahkan data
produk biologi di website Kemenkes
Kamis 14 Februari 2019 1. Merevisi PPT
2. Melakukan cek PI
3. Melakukan scan dokumen NIE dan
form registrasi
Jumat 15 Februari 2019 1. Merevisi PPT
2. Melakukan scan dokumen produk
biologi
Senin 18 Februari 2019 1. Membuat Laporan PKPA
Selasa 19 Februari 2019 1. Mereview PI vaksin
Rabu 20 Februari 2019 1. Membuat Laporan PKPA
Kamis 21 Februari 2019 1. Membuat Laporan PKPA
Jumat 22 Februari 2019 1. Membuat Laporan PKPA
2. Induksi HSE WWTP
Senin 25 Februari 2019 1. Review PI vaksin
2. Review translasi PI Bahasa Inggris ke
Bahasa Indonesia
3. Edit pengajuan praregistrasi produk
vaksin di NEW AERO

Universitas Indonesia
45

Selasa 26 Februari 2019 1. Menyerahkan dokumen registrasi


vaksin ke loket B
Rabu 27 Februari 2019 1. Mengambil approval (NIE baru)
vaksin di loket C Badan POM
Kamis 28 Februari 2019 1. Induksi Tecnichal Sercive Department
2. Mengumpulkan Laporan PKPA

Universitas Indonesia
BAB 5
PEMBAHASAN

Pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di PT Aventis Pharma


dilaksanakan dalam waktu 8 (delapan) minggu, yaitu pada periode Januari 2019 -
Februari 2019. Penulis ditempatkan pada departemen Regulatory Affairs, yaitu
departemen yang bertanggung jawab dalam registrasi produk farmasi PT Aventis
Pharma untuk dapat diedarkan. Selama kegiatan PKPA, penulis juga diberikan
kesempatan untuk induksi ke departemen lainnya. Tujuan dari induksi ini adalah
untuk mengetahui peran dan fungsi masing-masing departemen dan keterkaitannya
dengan departemen lain. Induksi dilaksanakan pada departemen Plant Supply Chain,
HSE (Health, Safety, Environment), Pharmacovigilance, Anti Counterfeit, Quality
Commercial, Quality System, Regulatory, Market Supply Chain, Production, Quality
Control, dan Quality Assurance.

5.1 Regulatory Affairs


Registrasi merupakan prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk
mendapatkan persetujuan yang diajukan pendaftar kepada Kepala Badan POM,
dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dari peredaran produk yang tidak
memenuhi persyaratan khasiat, keamanan dan mutu (Kepala Badan POM, 2017).
Departemen Regulatory Affairs memiliki peran sebagai penghubung antara
perusahaan dan pihak berwenang, dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM), untuk memastikan bahwa produk obat yang diproduksi dan didistribusikan
mematuhi peraturan yang berlaku di Indonesia. Departemen Regulatory Affairs (RA)
dipimpin oleh seorang kepala regulatory, yang membawahi 4 orang senior manager
yang bertanggung jawab pada masing-masing jenis produk, yaitu vaksin, obat
kardiovaskuler dan Genzyme, CHC (Consumer Health Care), serta obat diabetes dan
onkologi. Kepala regulatori juga membawahi seorang Regulatory Executive dan
Regulatory Officer. Seluruh karyawan dalam departemen regulatory memiliki latar
46 Universitas Indonesia
47

pendidikan farmasi dan bergelar Apoteker. Struktur Organisasi RA dapat dilihat pada
Lampiran 2.
Departemen RA bertugas menangani segala hal yang berkaitan dengan
registrasi obat ke BPOM. Registrasi yang dilakukan dapat berupa:
1. Registrasi Baru untuk obat dengan zat aktif baru, bentuk sediaan baru, kekuatan
baru atau kombinasi baru yang belum pernah disetujui di Indonesia. Registrasi
baru juga dapat dilakukan untuk obat generik, yaitu obat yang mengandung zat
aktif dengan komposisi, kekuatan, bentuk sediaan, rute pemberian, indikasi dan
posologi sama dengan obat originator yang sudah disetujui di Indonesia, juga
untuk produk biologi seperti vaksin, imunosera, antigen, hormon, enzim, produk
darah dan produk hasil fermentasi lainnya (termasuk antibodi monoklonal dan
produk yang berasal dari teknologi rekombinan DNA).
2. Registrasi Variasi untuk obat yang mengalami perubahan yang telah memiliki
izin edar, seperti perubahan formulasi, metode analisis, perubahan klim
penandaan, penambahan indikasi dan lain sebagainya. Perubahan ini akan
diklasifikasikan ke dalam variasi major, variasi minor dengan persetujuan, atau
variasi minor dengan notifikasi.
3. Registrasi Ulang untuk produk dengan masa berlaku izin edar yang segera
berakhir (Kepala Badan POM, 2017).
Selain bertanggung jawab dalam penyiapan persyaratan registrasi obat,
departemen regulatory juga sebagai pihak yang melakukan negosiasi apabila terjadi
permasalahan dalam proses registrasi seperti tambahan data, sebagai pengontrol
selama proses registrasi, dan sebagai pihak yang mengarsip dokumen yang telah
dilakukan registrasi (PT Aventis Pharma, 2019b dan PT Aventis Pharma, 2015).
Registrasi obat hanya dapat dilakukan oleh industri farmasi di Indonesia yang
memiliki izin dari Menteri Kesehatan RI dan wajib memenuhi peryaratan CPOB.
Selain itu, registrasi obat harus didukung dengan dokumen penunjang berupa data
ilmiah (scientific data) yang menunjang khasiat dan keamanan, data mutu (formula
produk, spesifikasi, control of product and packaging material), dan informasi

Universitas Indonesia
48

produk (brosur, label, dan lain-lain). Untuk registrasi obat impor diutamakan untuk
obat program kesehatan masyarakat, penemuan baru, dan obat yang dibutuhkan tetapi
tidak dapat diproduksi di dalam negeri (Kepala Badan POM, 2017).
Prosedur registrasi obat dibagi menjadi 2 tahap, tahap pertama yaitu pra-
registrasi untuk menentukan kategori registrasi, jalur evaluasi, biaya sesuai PNBP
(Penerimaan Negara Bukan Pajak), dan kelengkapan dokumen. Kemudian
dilanjutkan dengan tahap kedua yaitu registrasi, yaitu dilakukan pembayaran biaya
evaluasi, penyerahan dokumen registrasi, dan dimulainya proses evaluasi. Alur proses
registrasi obat diawali dengan pendaftar (industri farmasi) mengajukan pendaftaran
pra-registrasi. Kemudian dilakukan proses pra-registrasi dengan memasukkan
dokumen-dokumen yang diperlukan dan dilakukan konsultasi. Jika memenuhi syarat,
maka BPOM akan menerbitkan HPR (Hasil Pra-Registrasi) yang dapat dilanjutkan
dengan pendaftaran obat (tahap registrasi), jika tidak memenuhi syarat, maka
pendaftar mengajukan kembali pendaftaran pra-registrasi. Pada tahap registrasi,
pendaftar menyerahkan dokumen-dokumen yang disyaratkan sesuai kategori
registrasi yang ditetapkan. Dokumen yang harus diserahkan ke Badan POM terdiri
dari 4 dokumen mengikuti format ACTD (ASEAN Common Technical Dossier),
yaitu dokumen administratif, dokumen mutu, dokumen non-klinik, dan dokumen
klinik. Setelah didaftarkan, BPOM akan melakukan pemeriksaan kelengkapan data,
yang selanjutnya dilakukan evaluasi obat oleh panitia penilai obat dan KOMNAS
POJ untuk menilai efikasi dan keamanan serta mutu obat. Jika tidak memenuhi syarat
berupa diperlukan tambahan data, maka pendaftar harus melengkapi data yang
disyaratkan. Apabila BPOM mengeluarkan surat penolakan, maka produsen dapat
mengajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis kepada Kepala BPOM
dan melalui alur yang telah ditentukan di PerKaBPOM Nomor 24 Tahun 2017, atau
pendaftar dapat mengajukan ulang dari tahap awal registrasi, dan biaya registrasi
tidak dapat dikembalikan. Jika hasil evaluasi memenuhi syarat, BPOM memberikan
approvable letter. Approvable letter adalah surat pemberitahuan persetujuan kepada
industri farmasi untuk melakukan persiapan pembuatan obat dengan skala komersial

Universitas Indonesia
49

atau persiapan pelaksanaan importasi obat sebelum diterbitkan persetujuan izin edar,
yang berlaku selama 2 tahun. Persetujuan Izin Edar diterbitkan apabila hasil
pembuatan obat skala komersial memenuhi persyaratan, antara lain diproduksi
ditempat yang memenuhi persyaratan CPOB dan hasil produksi memenuhi syarat
yang ditetapkan yang dibuktikan dengan dokumen. Persetujuan dapat langsung
diterbitkan tanpa mekanisme approvable letter jika dokumen yang disubmit
merupakan generik dari produk dengan nama dagang yang sudah beredar, dengan
melengkapi batch record terakhir, dan jika produsen pembuat obat jadi telah
memiliki produk sejenis yang telah beredar (produk toll), dengan persyaratan
memiliki spesifikasi, formula, sumber bahan baku, proses dan tempat produksi serta
jenis kemasan yang sama, dengan melengkapi batch record terakhir (Kepala Badan
POM, 2017 dan PT Aventis Pharma, 2018a).
Departemen RA juga menangani pemeriksaan dokumen terkait produk obat,
seperti PI (Product Information), PIL (Patient Information Leaflet), API (Abbreviated
Product Information), PAR (Publish Assessment Report) dan pemeriksaan
promotional material. PI (Product Information) yang akan digunakan harus sesuai
dengan PI yang telah disetujui oleh BPOM. PI memberikan informasi mengenai
kualitas, keamanan, dan efektivitas obat. PIL (Patient Information Leaflet)
merupakan informasi mengenai produk yang ditujukan bagi pasien, sehingga PIL
menggunakan Bahasa yang dapat dipahami oleh pasien. API (Abridged Product
Information) merupakan ringkasan mengenai informasi produk yang disediakan oleh
departemen regulatory untuk departemen marketing sebagai acuan dalam membuat
promotional material. Promotional Material dibuat oleh departemen marketing,
merupakan materi promosi yang berisi informasi produk untuk meningkatkan
penjualan produk obat. Promotional Material direview oleh departemen regulatory
untuk memeriksa kesesuaian isi dengan dokumen yang telah disetujui oleh BPOM
(PT Aventis Pharma, 2015 dan PT Aventis Pharma 2018b).

Universitas Indonesia
50

5.2 Produksi
Departemen produksi di PT Aventis Pharma terbagi ke dalam dua sub
departemen, yaitu Processing dan Primary Packaging Unit. Kegiatan yang dilakukan
di PT. Aventis Pharma, Jakarta Indonesia adalah memproduksi sediaan-sediaan non
steril baik sediaan semisolid dan solid, pengemasan primer dan sekunder. Oleh karena
itu, area produksinya dibedakan menjadi 3 kelas (PT Aventis Pharma, 2018c), yaitu:
a. kelas 3 (grey area), merupakan area yang digunakan untuk produksi
sediaan non steril, dan sama dengan ISO kelas 8. Pada kelas 3, batas
jumlah partikel permeter kubik untuk masing-masing ukuran 0,5 µm dan
5 µm adalah 3.520.000 dan 29.300
b. kelas 2, area ini disebut juga area yang digunakan untuk pengolahan
produk kemasan. Ruangan ataupun area yang masuk dalam kelas ini
adalah ruang produksi untuk produk non steril. Snofi menjadikan kelas ini
sebagai ruangan yang digunakan untuk pengemasan sekunder
c. kelas 1, digunakan sebagai area penunjang seluruh kegiatan

Aturan mengenai ruangan tersebut ada di dalam Aventis Global Guidelines


yang merupakan standar GMP milik Aventis Pharma induk. GMP tersebut mengacu
pada standar GMP tertinggi dari Amerika, Jepang dan Eropa. Site Produksi yang ada
di Indonesia hanya memproduksi sediaan nonsteril dalam bentuk solid dan semisolid.
Tata ruang yang ada di site produksi sudah sesuai dengan aturan CPOB, diantaranya
memiliki luas yang memadai, permukaan dinding, lantai, dan langit-langitnya halus,
tidak retak, tidak melepaskan partikulat, dilapisi oleh epoksi, tidak memiliki sudut,
dan untuk letak pipa, lampu, dan ventilasi tidak memiliki ceruk serta memiliki
pengendali udara. Alur dalam pembuatan suatu produk adalah sebagai berikut:
5.2.1 Penerimaan Material (PT Aventis Pharma, 2018d)
Bahan dari warehouse (WH) dibawa ke ruangan yang bernama Airlock Raw
Material, kemudian dilakukan pemeriksaan pada lembar transfer order (TO),
meliputi data bahan yang direquest by system SAP seperti nama bahan, nomor bets,

Universitas Indonesia
51

tanggal kadaluwarsa, dan jumlah request. Masing-masing bahan dipisahkan dalam


sekat dan maksimal 3 hari penyimpanan. Jika bahan tidak digunakan, maka akan
dikembalikan ke warehouse. Di ruangan tersebut terdapat vakum yang berfungsi
untuk menarik partikel yang menempel di kemasan bahan baku. Untuk kemasan yang
melepas partikulat, maka kemasan tersebut harus dibungkus menggunakan plastik.
5.2.2 Penimbangan (PT Aventis Pharma, 2019c)
Selanjutnya, bahan baku masuk ke dalam ruang timbang. Dari kemasan asli,
bahan ditimbang. Terdapat 2 jenis timbangan, yaitu timbangan untuk bobot bahan 1
kg sampai dengan 150 kg (dibawah LAF vertikal), dan timbangan untuk bobot bahan
1 g sampai dengan 1 kg (dibawah LAF horizontal). Kemudian bahan yang ditimbang
dimasukkan ke dalam plastik dan diberi label yang berisi nama material, nomor bets,
nama produk yang akan dibuat, dan nomor bets produk yang dibuat, selanjutnya
plastik tersebut dimasukkan ke dalam troli. Jika ada sisa bahan, maka bahan baku
tersebut dimasukkan ke barell terpisah dan disimpan di area khusus yang ada di
ruang timbang (ruang remaining material), jadi bahan yang sudah dibuka tidak
dikembalikan lagi ke gudang. Urutan penimbangan yang pertama adalah eksipien
padat tidak berwarna, eksipien cair tidak berwarna, eksipien padat berwarna, dan
terakhir adalah zat aktif (untuk mencegah kontaminasi silang). Ruangan dan alat
selalu dibersihkan sebelum masuk ke penimbangan untuk produk selanjutnya.
Timbangan tersebut dilakukan kalibrasi setiap 6 bulan sekali, namun setiap hari
dilakukan verifikasi.
5.2.3 Granulasi Untuk Produk Solid (PT Aventis Pharma, 2019d)
Setelah ditimbang, bahan diletakkan di ruang batch staging (ruang antara), di
dalam kerangkeng dan ditandai dengan label. Selanjutnya, bahan baku yang sudah
ditimbang masuk ke dalam ruang granulasi. Ruangan tersebut dapat digunakan untuk
granulasi basah maupun kering, di dalamnya terdapat blender, fluid bed dryer, dan
ayakan. Pada proses granulasi basah, bahan-bahan dimixing, kemudian ditambahkan
binder. Lalu campuran bahan dimasukkan ke dalam bowl, kemudian dipindahkan ke
dalam fluid bed dryer untuk mengeringkan granulasi basah. Setelah proses granulasi,

Universitas Indonesia
52

dilakukan pehitungan perolehan kembali. Setelah proses granulasi selesai, granul-


granul tersebut diletakkan di dalam drum. Kemudian drum tersebut akan dimasukkan
ke dalam ruang lubrikasi. Di dalam ruang lubrikasi, granul dicampur dengan lubrikan
dan disintegran luar. Sampling untuk validasi dilakukan sebelum dan sesudah proses
lubrikasi. Ruang lubrikasi dilengkapi dengan keamanan khusus, dimana mesin tidak
akan menyala jika ruangan tidak dikunci dari luar. Kemudian produk akan masuk ke
dalam ruang batch staging (ruang antara) sebelum masuk ke proses tableting.
5.2.4 Pencetakan Produk Solid (PT Aventis Pharma, 2019e)
Tahapan berikutnya adalah pencetakan tablet di ruang cetak tablet. Setelah
dicetak, tablet akan dihilangkan debunya kemudian dilewatkan di bawah metal
detector, tujuannya adalah untuk melihat apabila ada alat yang patah dan ikut
tercampur ke dalam produk. Kemudian diambil sampel tablet untuk dilakukan proses
land clearance dan land opening, yaitu pemeriksaan fisik tablet (kekuatan,
keseragaman bobot, waktu hancur, ukuran, ketebalan dan keregasan), dan didata di
dalam batch record. Terakhir, apabila tablet memerlukan penyalutan, maka dapat
dilakukan penyalutan di ruangan terpisah. Tablet dipanaskan, kemudian dibuat cairan
penyalut di dalam tank terpisah. Cairan penyalut dialirkan ke dalam mesin coating
dan dispray ke tablet. Untuk proses control, dalam interval waktu tertentu diambil
sampel tablet dan ditimbang bobotnya. Untuk sampel QC, tablet diambil sebelum
disalut dan sesudah dilakukan penyalutan. Setelah proses produksi selesai, produk
akan dikirim ke ruangan blistering sebagai kemasan primer, lalu blister jalan dan
produk otomatis filling. Blister akan ditutup menggunakan panas, kemudian
embossing batch number pada blister. Lalu dilakukan pemeriksaan kelengkapan
produk dalam blister, jika tidak lengkap maka produk direject. Kemudian dilakukan
sampling kemasan untuk diuji kebocorannya. Kemasan dipotong sesuai dengan
jumlah yang sudah ditentukan, kemudian masuk ke kemasan sekunder dan diberi
leaflet, setelah itu produk akan masuk ke dalam gudang.

Universitas Indonesia
53

5.2.5 Pembuatan Produk Semisolid (PT Aventis Pharma, 2019f)


Proses pembuatan produk semsisolid dilakukan di ruangan terpisah dari ruang
cetak tablet. Fase minyak dilelehkan di dalam ruang lain, kemudian dimasukkan ke
dalam mesin mixing, dan fase air juga dimasukkan ke dalam mesin mixing. Setelah
campuran tercampur homogen, bahan tersebut diletakkan di dalam kontainer yang
dikelilingi water jacket untuk mencegah pembekuan, kemudian baru dilakukan filling
ke dalam kemasan. Pada ruang filling dan mixing terdapat air lock (untuk produk
dengan perubahan RH yang cepat). Kemudian produk dibekukan di kulkas, setelah itu
dilakukan sealing, print tanggal kadaluwarsa dan batch number.
Setelah itu dilewatkan ke kamera untuk melihat kesesuaian penampilannya.
Untuk proses kontrol produk krim dilakukan oleh bagian pengawasan mutu. Proses
kontrol pada produk krim diantaranya berat tube, penampilan dan kebocoran (blue
test) yang diperiksa setiap 1 jam. Kemudian untuk proses kontrol produk supositoria
diantaranya bobot tiap roll, waktu leleh, dan uji kebocoran. Karena produk
supositoria rentan tidak seragam, maka setiap sampel dari setiap hopper dikirimkan
ke bagian pengawasan mutu.

5.3 Pengawasan Mutu


Quality Control Unit dipimpin seorang Quality Control Manager yang
bertanggung jawab kepada QO Manager. Departemen QC di PT Aventis Pharma
bertugas melakukan pemeriksaan/ sampling untuk bahan baku (raw material), bulk,
mikrobiologi, kemasan (packaging material), uji stabilitas, serta evaluasi terhadap
hasil uji diluar spesifikasi (HULS) (PT Aventis Pharma, 2019g).
Untuk melaksanakan pemeriksaan, QC membuat prosedur kerja analisis
pemeriksaan yang disebut testing method. Acuan metode yang digunakan
berdasarkan Sanofi global (terutama untuk finished product), untuk bahan baku (raw
material) acuan metode lihat pada monografi dan disesuaikan dengan dokumen
metode analisis Sanofi Global. Untuk pemeriksaan bahan baku, prosedur dari
farmakope tidak perlu divalidasi, tetapi cukup diverifikasi sesuai dengan kondisi

Universitas Indonesia
54

pemeriksaan aktual, namun untuk pemeriksaan produk ruahan perlu dilakukan


validasi terhadap metode yang diadopsi.
Terdapat subunit pada QC dalam melaksanakan tugasnya, terdiri dari:
a. Chemical and physical control
Chemical and physical control berperan melakukan
pemeriksaan bahan baku (zat aktif dan eksipien) dan produk ruahan
berdasarkan testing method. Untuk bahan baku, setiap bahan baku
harus disertai dengan sertifikat analisis sebagai acuan pemeriksaan
bahan tersebut. Pada pelaksanannya, bahan baku akan masuk gudang
dengan status “karantina” pada sistem komputer. QC akan menerima
form good receipt slip yang dikirim oleh warehouse, kemudian QC
akan melakukan sampling terhadap bahan baku. Pengambilan sampel
dilakukan di ruang sampling di warehouse under LAF dengan kondisi
udara terkendali (suhu tidak lebih dari 25°C, perbedaan tekanan diatas
7,5 Pa dan kelembaban antara 30-60 %), dengan ruangan dan alat
dalam status “bersih”. Bahan yang telah diambil contohnya ditutup
kembali dengan label berwarna merah yang bertuliskan Quality
Control Unit beserta tanda tangan dan tanggal dilakukan sampling.
Setelah selesai, semua alat yang digunakan untuk sampling dibungkus
dengan plastik dan ditempelkan label merah pada alat tersebut agar
dibersihkan, juga pada pintu masuk ruang sampling ditempelkan label
merah (PT Aventis Pharma, 2019h).
Pemeriksaan raw material dilakukan di ruang sampling under
LAF di laboratorium QC, dan melakukan pemeriksaan sesuai dengan
yang tertera pada testing method. Sebagian sampel disimpan sebagai
contoh pertinggal (retain sample). Uji mikrobiologi dilakukan apabila
disyaratkan dalam testing method (PT Aventis Pharma, 2019h).
Hasil pemeriksaan dicatat dalam Catatan Hasil Pemeriksaan
(CHP), untuk melakukan record terhadap semua tahapan yang

Universitas Indonesia
55

dilakukan. Apabila bahan/ produk di gudang sesuai dengan spesifikasi


pada test method, maka diberi label “RELEASED” yang berwarna
hijau atau diberi label “REJECTED” yang berwarna merah dan
dipindahkan ke daerah reject pada gudang apabila bahan/produk
setelah dianalisa tidak masuk spesifikasi. Label disahkan oleh QC
manager dan didistribusikan ke bagian Warehouse, Production dan
Plant Logistics Department (PT Aventis Pharma, 2019h).
Untuk produk ruahan (produk tahap akhir sebelum dikemas),
pengambilan sampel dilakukan pada saat pembuatan berlangsung,
yaitu diawal, tengah dan akhir proses oleh bagian produksi. Cara
pengambilan sampel sama dengan yang dilakukan pada bahan baku,
dan pemeriksaan dilakukan sesuai dengan spesifikasi produk (PT
Aventis Pharma, 2019i).
Untuk finished product, sampel diambil untuk dilakukan uji
stabilitas dan sebagai retain sample yang disimpan dalam 3 kondisi,
yaitu pada suhu 30 oC, < 25 oC, dan < 8 oC (PT Aventis Pharma,
2019h).
b. Sampling-testing of packaging material
Sebelum bahan dipesan, desain bahan pengemas disiapkan
berdasarkan artwork yang disetujui. Setelah diterima, bahan pengemas
akan diambil contohnya untuk diperiksa. Untuk primary packaging,
sampel diambil di ruang sampling under LAF. Untuk secondary
packaging, sampel diambil di area warehouse. Pemeriksaan dilakukan
di laboratorium QC sesuai spesifikasi (seperti jenis bahan, kesesuaian
bobot dan warna). Hasil pemeriksaan dicatat dalam Catatan Hasil
Pemeriksaan. Sejumlah contoh bahan pengemas primer yang telah
lulus disimpan sebagai contoh pertinggal sesuai dengan ketentuan
lengkap dengan identitasnya (PT Aventis Pharma, 2019j).
c. Microbiological

Universitas Indonesia
56

Cemaran mikroba mempengaruhi mutu dan kestabilan produk


maka dilakukan pemeriksaan mikrobiologi terhadap bahan, ruangan
produksi dan laboratorium mikrobiologi. Kegiatan yang dilakukan
antara lain (PT Aventis Pharma, 2019k):
1. Pemeriksaan mikrobiologi bahan baku (apabila disyaratkan
dalam test method) dan produk ruahan.
2. Pemeriksaan cemaran partikel dan mikroba di ruang
produksi dan laboratorium mikrobiologi
3. Pemeriksaan cemaran mikroba di permukaan
4. Pemeriksaan mutu air yang akan digunakan dalam proses
produksi.
5. Pemeriksaan air hasil bilasan pencucian alat yang
digunakan proses produksi.
Bila hasil pemeriksaan berada diluar spesifikasi (HULS), maka prosedur yang
dilakukan adalah raise issue kepada manajer, kemudian melakukan update ke QA,
lalu akan direcord, dan dilakukan system initial laboratory investigation. Bila terjadi
out of specification maka harus dilaporkan dalam waktu 1 X 24 jam. Tahapan dalam
system initial laboratory investigation adalah sebagai berikut (PT Aventis Pharma,
2019l):
1. Laboratory investigation, dengan melihat apakah yang melakukan sudah
ditrainning atau belum, melakukan cek alat berfungsi atau tidak, melakukan cek
alat yang dipakai sudah biasa dipakai atau tidak, alat sudah dilakukan validasi dan
kalibrasi atau tidak, apakah sudah pernah terjadi sebelumnya, apakah SPO
(standar prosedur operasional) sudah benar atau terjadi perubahan, melakukan cek
terhadap reagent yang digunakan, memeriksa penyiapan sampel yang dilakukan
benar atau tidak.
2. Spesific investigation, seperti melihat apakah tidak sesuai karena instrumen yang
dipakai, bagaimana kondisi kolom, bagaimana volume injeksi, metode yang
dilakukan sudah benar atau tidak, fase gerak, tR, dan system suitability diperiksa.

Universitas Indonesia
57

Untuk release, departemen QC hanya melakukan release bahan baku (zat aktif
dan eksipien) dan kemasan. Pada sediaan yang dilakukan repackaging, QC hanya
melakukan pemeriksaan COA, bila sesuai maka akan direlease, kemudian bagian
produksi akan melakukan repackaging. Untuk bulk, departemen QC melakukan
analisa, dan QA yang melakukan release.
Tindak lanjut yang diambil sesuai dengan hasil pemeriksaan, antara lain
dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh sama dan produk yang sudah released,
dengan tindak lanjut sebagai berikut:
a. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh sama oleh pemeriksa berbeda.
b. Dilakukan pemeriksaan ulang terhadap contoh baru oleh pemeriksa pertama (bila
perlu).
c. Membandingkan hasil pemeriksaan ulang diatas dengan persyaratan test method
dan farmakope (EP, USP, dan FI).
d. Contoh pemeriksaan ulang diambil 2 kali dari pemeriksaan normal.
Apabila dianggap perlu, dilakukan pemeriksaan terhadap prosedur pengolahan
bets produk yang bersangkutan. Setelah hasil penyelidikan lengkap, serahkan hasil
tersebut kepada QO Manager untuk dievaluasi dan diambil keputusan akhir mengenai
status produk yang bersangkutan (PT Aventis Pharma, 2019m).

5.4 Pharmacovigilance, Quality Commercial dan Anti-Counterfeit


Terdapat 3 tipe keluhan konsumen terhadap suatu produk, yaitu pelaporan
efek samping obat (pharmacovigilance), keluhan teknis kualitas obat (KTKO/ PTC),
dan terduga obat palsu. Pharmacovigilance adalah ilmu yang berhubungan dengan
pengenalan, penilaian, pemahaman, dan pencegahan terjadinya kejadian yang tidak
diinginkan yang disebabkan oleh suatu produk obat (WHO). Data pharmacovigilance
perusahaan wajib dilaporkan kepada Badan Regulasi yang berwenang, dalam hal ini
Badan POM untuk mencegah adanya efek yang tidak diinginkan bagi pasien.
Terdapat beberapa tipe pharmacovigilance, antara lain adverse event, overdose,
missuse, drug abuse, paparan pada ibu hamil/ menyusui, lack of efficacy,

Universitas Indonesia
58

occupational exposure, off label use, efek menguntungkan yang tidak diharapkan,
kesalahan pemberian obat/ medication error, dan keadaan lain. Waktu pelaporan
sejak kejadian tersebut muncul ke perusahaan farmasi adalah 1 hari kerja, sedangkan
pelaporan ke Badan POM adalah 6 bulan, untuk kasus yang serius harus segera di
laporkan ke Badan POM dalam waktu 15 hari kalender sejak karyawan perusahaan
dikontak. Referensi data pharmacovigilance dapat mengambil dari literatur, data
klinis, data pihak ketiga (perusahaan farmasi lain), kongres, laporan spontan, dan
BPOM. Informasi yang minimal diperoleh dari konsumen yang melaporkan yaitu
pasien yang teridentifikasi, pelapor yang teridentifikasi, nama produk, dan kejadian
terkait data (PT Aventis Pharma, 2018e).
Quality commercial berperan dalam menangani keluhan produk setelah
release. Penanganan terhadap keluhan bertujuan untuk menghindari efek samping
yang mungkin terjadi, mengetahui hasil CPOB sudah baik atau belum, dan
melakukan komunikasi langsung kepada konsumen. Komplain terhadap produk
terkait dengan identitas (expired date), kualitas, durabilitas, reabilitas, kinerja,
keamanan, dan khasiat. Terdapat 4 kategori KTKO, kategori 1 untuk produk dengan
efek sangat serius yang dapat menyebabkan kematian dan bersifat permanen, kategori
2 untuk produk yang dapat menyebabkan efek samping sementara dan tidak bersifat
permanen (contohnya gatal-gatal), kategori 3 untuk produk dengan efek samping
terhadap kesehatan (contohnya tidak terdapat nomor bets), dan kategori 4 jika tidak
terdapat efek samping namun dapat merusak citra perusahaan (seperti tablet pecah
dan lain-lain). Kategori produk dapat meningkat ke kategori di atasnya bila terjadi
KTKO sebanyak 3 kali berturut-turut. Konsumen yang melaporkan KTKO kemudian
mengisi formulir yang menginformasikan nama pelapor, alamat, kode pos pelapor,
nama produk, nomor bets, tanggal kedaluwarsa produk, deskripsi keluhan, dan foto
produk. Alur pelaporan yaitu konsumen dapat melapor ke outlet tempat pembelian
obat, lalu outlet akan meneruskan laporan kepada distributor, dan distributor akan
menyampaikan laporan kepada quality commercial industri yang membuat produk
untuk ditindaklanjuti atau konsumen dapat mengirim email keluhan kepada industri

Universitas Indonesia
59

terkait. Proses investigasi dilakukan dalam 45 hari kalender dan sampel maksimal
diterima 1 minggu setelah pelaporan. Investigasi dilakukan berdasarkan dokumentasi
dan analisis laboratorium jika diperlukan. Apabila investigasi telah selesai, maka
penanganannya dapat berupa penggantian produk jika diperlukan atau diberikan surat
respons atas komplain tersebut (PT Aventis Pharma, 2017). Produk dapat ditarik dari
peredaran/ recall jika produk tidak memenuhi persyaratan yang telah disetujui,
kemudian produk recall dilaporkan kepada Badan regulasi yang berwenang, yaitu
Badan POM. Tujuan penanganan terhadap KTKO yaitu memastikan produk aman
dan reliable ketika sampai ke konsumen (PT Aventis Pharma, 2018f).
Divisi Anti-Counterfeit bertugas untuk menangani keluhan terkait obat palsu.
Hal yang krusial untuk identifikasi obat palsu adalah penandaan, identitas, dan
sumber. Contoh pemalsuan yang dapat dilakukan diantaranya produk tanpa zat aktif,
dosis atau jenis zat aktif tidak sesuai, dan zat aktif benar namun kemasannya berbeda.
Divisi Anti-Counterfeit akan mendeteksi adanya peredaran obat palsu dengan cara
membeli produk secara acak di tempat yang diduga menjual obat palsu, selanjutnya
obat tersebut dianalisis. Jika produk terbukti palsu, perusahaan dapat mengambil
tindakan dengan melaporkan kepada BPOM bagian Deputi Penindakan (Direktorat
Pengamanan, Direktorat Intelijen, dan Direktorat Penyidikan) (PT Aventis Pharma,
2018f).

5.5 Plant Supply Chain


Plant Suppy Chain (PSC) merupakan divisi yang melakukan perencanaan
sejak awal pengadaan bahan baku hingga tersedia di warehouse. Plant Supply Chain
berada di bawah departemen Industrial Affair. Di dalamnya terbagi ke dalam dua
bagian, yaitu perencanaan (planning) dan gudang (warehouse). Bagian perencanaan
terbagi ke dalam 4 sub bagian, yaitu administrasi, toll manufacture, importasi, dan
eksportasi.

Universitas Indonesia
60

5.5.1 Planning
Pada sub bagian administrasi bertugas untuk pembelian barang (purchase
order) dan memantau alur kedatangan barang, dari mulai pemesanan, kemudian
pesanan diterima dan dikirimkan oleh pemasok, sampai pesanan tiba di gudang.
Untuk kegiatan importasi, bahan baku impor dapat diperoleh dari intercompany
maupun third party (dari luar perusahaan). Pengiriman bahan baku dapat
menggunakan transportasi udara untuk bahan dengan kuantitas kecil, atau dengan
transportasi laut untuk bahan dengan kuantitas besar. Bahan baku impor yang dikirim
harus memiliki izin dari Badan POM. Produk Non NAPZA memerlukan beberapa
dokumen sebagai persyaratan, Antara lain COA (certificate of analysis), packing list,
sertifikat CPOB/ GMP, MSDS (material safety data sheet), invoice, air bill untuk
transportasi udara atau bill of landing untuk transportasi laut. Dokumen tersebut
dikirimkan melalui email sebelum produk impor diberangkatkan. Industri farmasi
pengimpor melakukan submit SKI (surat keterangan impor) ke BPOM melalui e-
BPOM, yang disetujui dalam waktu + 1 hari (keluar izin dari BPOM). Kemudian
industri farmasi akan menginformasikan forwarder untuk dibuatkan PIB
(pemberitahuan info produk) dan cek kesesuaian produk. Setelah PIB dibayarkan,
kemudian disubmit di website beacukai. Jika tidak terdapat masalah dokumen dan
produk, disebut greenline dan dikeluarkan SPPB (surat perintah pengeluaran produk).
Jika dokumen dan produk tidak sesuai, disebut redline dan barang harus dilakukan
cek fisik oleh pihak beacukai di area GMP (PT Aventis Pharma, 2018g).
Untuk produk NAPZA (narkotika, psikotropika, prekursor dan zat adiktif)
harus dilaporkan kepada Kementrian Kesehatan, dan sebelumnya telah mengajukan
RKT (rencana kebutuhan tahunan) kepada Kementrian Kesehatan dan Badan POM
(Menteri Kesehatan, 2015). Kemudian industri farmasi melakukan submit AHP
(analisis hasil pemeriksaan) di website ENAPZA Badan POM. Jika telah disetujui,
dokumen AHP diberikan kepada Departemen Kesehatan beserta dokumen lain (COA
dan lain-lain). Kemudian diterbitkan SPI (surat pemberitahuan impor) sebanyak 2
lembar (1 lembar untuk beacukai, 1 lembar untuk diberikan kepada negara asal untuk

Universitas Indonesia
61

export liason), dan manufacturer akan memberikan SPI kepada badan regulasi di
negaranya untuk mendapatkan export liason. Setelah export liason jadi, manufacturer
akan mengirimkan produk tersebut ke industri pengimpor, melalui jalur udara atau
laut. Alur kegiatan ekspor produk sama seperti alur impor. Setelah barang tiba di
warehouse, industri farmasi harus melakukan realisasi impor/ ekspor dengan tujuan
untuk memberitahukan kepada Badan POM bahwa produk berhasil masuk dan QC
(quality control) melakukan pengujian pada sampel produk. Tim produksi akan
melakukan pelaporan bulanan terkait penggunaan NAPZA dan penyalurannya kepada
Badan POM dan Departemen Kesehatan (Menteri Kesehatan, 2013).
Toll manufacturing terbagi 2, yaitu toll in (menerima produksi dari industri
farmasi lain) dan toll out (menggunakan fasilitas produksi industri farmasi lain untuk
memproduksi produk). Bentuk kerja sama toll manufacture juga terbagi dua, yaitu
pure buy dimana semua urusan terkait toll manufacture dikerjakan oleh perusahaan
lain, atau non-pure buy dimana semua urusan dikerjakan oleh perusahaan kita. Antara
kedua perusahaan yang melakukan kerja sama akan melakukan pertemuan secara
rutin untuk membahas mengenai stok dan permasalahan yang muncul, seperti
keterlambatan pembuatan atau defisit. Di dalam sistem kerjasama, terdapat
perencanaan untuk minimal 3 bulan ke depan, sehingga suatu pesanan tidak bisa
dibuat secara mendadak, tujuannya di dalam 3 bulan tersebut, bahan-bahan yang
dibutuhkan untuk pembuatan suatu produk sudah terkumpul (Menteri Kesehatan,
2010).
5.5.2 Warehouse
Gudang di PT Aventis Pharma terbagi menjadi 3 sub bagian, yaitu gudang
untuk farma, vaksin, dan Customer Health Care (CHC). Lingkungan di dalam
gudang diatur untuk menjaga mutu barang-barang yang disimpan di dalamnya.
Keamanan dan kebersihan gudang membutuhkan perhatian khusus. Tidak semua
orang dapat masuk ke dalam gudang, dan di depan pintunya dijaga oleh satu orang
petugas keamanan. Sedangkan kebersihan gudang dijaga melalui perbedaan tekanan
antar ruangan (PT Aventis Pharma, 2018h).

Universitas Indonesia
62

Di dalam gudang, terdapat 2 airlock yang berhubungan dengan bagian luar


gudang, masing-masing berfungsi untuk penerimaan dan pengiriman. Selain itu,
terdapat 2 airlock yang berhubungan dengan bagian processing dan 2 airlock lain
dengan bagian packaging. Tujuan dibuatnya airlock adalah untuk mencegah
terjadinya mixed up antara bahan dan produk (PT Aventis Pharma, 2018d).
Penyimpanan di gudang dibagi menjadi tiga berdasarkan pada suhu
penyimpanan yang sesuai, yaitu: suhu 2-8 oC untuk cold storage, 15-25 oC untuk cool
storage, dan 25-30 oC untuk temperatur ambien. Semua bahan baku baru tiba di
gudang diperiksa terlebih dahulu oleh bagian pengawasan mutu sebelum diluluskan
untuk digunakan pada proses produksi. Bahan atau produk yang lulus atau ditolak
ditandai menggunakan label WMS (warehouse management system) yang di
dalamnya tercantum barcode, kode material, nama bahan, bobot, pemasok bahan,
nomor bets, tanggal kedaluwarsa, tanggal retest, nomor index, kondisi penyimpanan,
dan jumlah bahan (PT Aventis Pharma, 2018i).

5.6 Market Supply Chain (MSC)


Market Supply Chain (MSC) merupakan rantai pengiriman barang mulai dari
warehouse hingga sampai di tangan konsumen. Divisi MSC memiliki peran
menangani finished good products (vaksin, ethical products, consumer health care
products) plant (produksi sendiri) dan impor, serta menjalin komunikasi dan
kerjasama penjualan dengan distributor (customer service). Penentuan distributor
berdasarkan keputusan regional perusahaan, dan distributor diaudit sekali dalam 1
tahun. Alur perencanaan (forecasting flow) divisi MSC yaitu membuat rencana
produksi untuk setiap plant, kemudian mendiskusikan program dan target ke setiap
divisi. Jika disetujui, forecast plan dikirim ke setiap plant untuk menyiapkan barang
(PT Aventis Pharma, 2018j).

Universitas Indonesia
63

5.7 Health, Safety, and Environment (HSE) Policy


HSE adalah suatu departemen yang bertanggung jawab terhadap kesehatan,
keselamatan, dan lingkungan. Selama melakukan produksi, terdapat banyak bahaya
yang dapat mengancam pekerja maupun lingkungan sekitar. PT Aventis Pharma tidak
berada di kawasan industri, melainkan di tengah kota, di dekat jalan utama dan
terdapat aliran sungai di depannya. Oleh karena itu, dibutuhkan perhatian lebih untuk
mencegah adanya kerusakan lingkungan. Selama melakukan pekerjaannya, karyawan
yang berada di plant diwajibkan untuk menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD),
instruksi penggunaan APD biasanya ditempel di dalam ruang ganti pegawai. APD
yang digunakan diantaranya jas laboratorium, masker, safety glasses, earplug, dan
lain sebagainya. Selain itu, dibuat pula Standard Operational Procedure (SOP) yang
harus dipatuhi oleh karyawan untuk meminimalkan bahaya saat bekerja. Di beberapa
titik juga disediakan Alat Pemadam Api Ringan (APAR), pintu keluar darurat, dan
pelatihan keselamatan kerja (PT Aventis Pharma, 2016a).
Selama proses produksi dan pengujian produk berlangsung dihasilkan limbah
yang berisiko dapat merusak lingkungan. Jenis limbah yang dihasilkan juga
bervariasi, yaitu limbah padat, cair, dan gas. Berdasarkan tingkat bahayanya, limbah
dipisahkan menjadi limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) seperti produk yang
ditolak atau produk yang sudah kedaluwarsa, dan limbah non B3 seperti air cucian,
sampah dari kantor, dan lain sebagianya. Untuk limbah B3, semua limbah
dikumpulkan dan dikirim ke tempat pengolahan limbah B3 yang sudah disertifikasi
oleh pemerintah, selanjutnya limbah tersebut akan dihancurkan melalui insinerator.
Sedangkan untuk limbah non B3, limbah akan diklasifikasikan menjadi dua bagian,
yaitu limbah yang dapat diolah kembali (recycle) dan limbah yang tidak bisa diolah
kembali. Jika limbah dapat diolah kembali, maka perusahaan yang memiliki limbah
akan mengirimkan limbahnya ke perusahaan yang dapat mengolah limbah tersebut.
Sedangkan untuk limbah yang tidak dapat diolah kembali akan dikirim ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA). Pengolahan limbah cair di PT Aventis Pharma
menggunakan sistem WWTP (Wastewater Treatment Plant). Sistem WWTP

Universitas Indonesia
64

berfungsi untuk mengolah limbah cair yang berbahaya sebelum dibuang ke


lingkungan, caranya dengan menggunakan bakteri pengurai sebagai penyaring limbah
tersebut. Setelah proses pengolahan selesai, dilihat baku mutu air limbah, yaitu
ukuran batas atau kadar unsur pencemar di dalam air limbah yang akan dibuang ke
dalam media air (Menteri Lingkungan Hidup RI, 2014 dan PT Aventis Pharma,
2016b).

5.8 Quality Assurance (QA)


Unit ini bertanggung jawab dalam menjamin mutu suatu produk mulai dari
pemesanan bahan baku dan kemasan obat sampai obat siap dikonsumsi konsumen,
termasuk didalamnya pemilihan pemasok dan distributor. Sistem mutu di PT Aventis
Pharma ditetapkan berdasarkan CPOB dan Aventis Global Quality Standards.
Pengendalian mutu dilakukan terhadap semua faktor yang dapat mempengaruhi mutu
obat yaitu mulai dari bahan awal, bahan pengemas, proses pembuatan, bangunan,
peralatan, dan personalia. Dalam mengendalikan mutu selama proses pembuatan, QA
berperan dalam melakukan verifikasi IPC (in process control) yang telah dilakukan
oleh operator produksi secara random sampling, diantaranya verifikasi (bobot,
friability, dan kekerasan) (PT Aventis Pharma, 2017a). Terdapat 2 jenis validasi
proses yang dilakukan PT Aventis Pharma, yaitu concurrent dan prospektif. Validasi
proses concurrent tidak harus dilakukan pada 3 bets, jika 1 bets telah selesai maka
produk dapat direlease, dan dilakukan pada produk yang dibuat hanya 1 kali dalam
setahun. Validasi proses prospektif dilakukan dengan memvalidasi 3 bets, dan dapat
dipasarkan jika semua bets memenuhi syarat (PT Aventis Pharma, 2017b). Review
terhadap batch record (finished product setelah diperiksa oleh QC), dan release
product ditangani oleh QA (PT Aventis Pharma, 2017c). Setelah produk dipasarkan,
QA melakukan continuous process validation yang dinamakan PQR (product quality
review), yaitu mereview suatu produk selama 1 tahun (minimal 10 bets) dengan
melihat OOS, stabilitas, melihat apakah approval letter BPOM masih valid atau
tidak, berapa jumlah yang direlease, mereview apakah terjadi perubahan dengan

Universitas Indonesia
65

tahun sebelumnya, mereview raw material yang digunakan, status alat yang
digunakan, metode analisis apakah sudah tervalidasi, kualitas air, stabilitas, dan
bagaimana rekomendasi tahun sebelumnya (PT Aventis Pharma, 2017d). QA turut
serta dalam project qualification plan peralatan, dengan tahapan pertama melakukan
design qualification (user requirement, functional qualification). Design qualification
akan menjadi panduan untuk melakukan IQ (installation qualification), OQ
(operational qualification), dan PQ (performance qualification). Pemastian mutu
peralatan produksi yang digunakan juga dilakukan, seperti challenge test terhadap
metal detektor untuk memastikan apakah alat bekerja atau tidak, atau terhadap
kamera apakah dapat melakukan input dengan benar (sesuai kode pada folding box
atau packaging material) (PT Aventis Pharma, 2017e). QA juga melakukan
pengecekan bangunan, yaitu kesesuaian di lapangan dengan persyaratan GMP seperti
syarat ruangan, tekanan, dan peletakkan material (PT Aventis Pharma, 2017f).
Cleaning validation yang dilakukan oleh QA salah satunya dengan teknik swap
(untuk area yang sulit dijangkau), validasi metode analisis dan detergen yang
digunakan adalah detergen yang sudah memiliki LD50, sehingga dapat ditentukan
batasnya (PT Aventis Pharma, 2017g).

5.9 Quality System


Quality System (QS) merupakan bagian dari quality operation (QC, QA, dan
QS). QS memiliki peran serta tanggung jawab, diantaranya yaitu mengelola
dokumentasi SOP. Dokumentasi SOP diatur dalam sistem, yang salah satu fungsinya
adalah remind untuk untuk meninjau SOP oleh divisi terkait (PT Aventis Pharma,
2016c). Untuk control copy document, yaitu dokumen yang tujuannya adalah untuk
didisplay seperti dokumen GMP pada setiap divisi, akan diberikan cap oleh QS
sebelum diserahkan pada setiap divisi. Dokumen yang tidak diberikan cap oleh QS
disebut uncontrolled copy, yang diberikan sebagai dokumen referensi. Tujuan
diberikan cap ini adalah untuk mengontrol dokumen, yang juga dikontrol oleh sistem
(PT Aventis Pharma, 2016d). QS juga melakukan investigasi bila terjadi deviasi

Universitas Indonesia
66

(penyimpangan). Deviasi akan dilaporkan melalui sistem kepada QS, kemudian QS


sebagai kordinator pabrik akan mereview dan melakukan investigasi bersama dengan
divisi lain dalam menentukan penyelesaian dengan CAPA (corrective action
preventive action). Tindakan ini kemudian didokumentasikan di dalam sistem (PT
Aventis Pharma, 2016e).
QS juga melakukan inspeksi diri, yaitu melakukan cek kesesuaian SOP
dengan yang dipraktikkan di lapangan. Inspeksi dilakukan minimal 1 kali dalam
setahun di setiap area, dilakukan oleh tim inspeksi diri yang terdiri dari beberapa
orang dari beberapa departemen (internal PT Aventis Pharma), dengan syarat
minimal 2 tahun bekerja di industri farmasi sejenis dan sudah pernah mendapatkan
training mengenai inspeksi diri. PT Aventis Pharma juga melakukan audit kepada
supplier (zat aktif, eksipien, dan kemasan), untuk memastikan supplier bekerja sesuai
dengan prosedur yang berlaku, sehingga mendapatkan hasil sesuai yang diharapkan
(PT Aventis Pharma, 2016f). QS juga membuat prosedur training, seperti modul
training, mandatory training, refreshment training, dan calendar training (PT
Aventis Pharma, 2016f). QS berperan dalam melakukan chance control, yaitu semua
perubahan didokumentasikan, diusulkan secara terdokumentasi, dan direview.
Perubahan yang diimplementasikan kemudian dievaluasi oleh QS untuk memastikan
apakah perubahan tersebut efektif atau tidak (PT Aventis Pharma, 2016g).

Universitas Indonesia
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari hasil Praktek Kerja Profesi di PT Aventis Pharma adalah
sebagai berikut:
a. Apoteker memiliki peranan penting di Regulatory Affairs industri farmasi antara
lain sebagai penghubung industri dengan otoritas kesehatan untuk registrasi
produk, membuat dan menyetujui dokumen registrasi, melakukan penilaian
terhadap perubahan dan tindakan yang dilakukan, serta mengikuti perkembangan
pedoman regulasi dan perkembangan teknis/ ilmiah.
b. Selama PKPA, penulis mendapatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan
pengalaman praktis dalam melakukan registrasi produk obat jadi yang dilakukan
PT Aventis Pharma.
c. PT Aventis Pharma telah menerapkan setiap aspek CPOB dengan baik dan
mengacu pada GMP internasional, CPOB, serta Kebijakan dan Panduan Mutu
Sanofi Global untuk menjamin kualitas produk yang dihasilkan.

6.2 Saran
1. Penerapan CPOB PT Aventis Pharma harus selalu dipertahankan untuk
menjamin produk yang dipasarkan berkhasiat, bermutu, dan aman bagi
masyarakat.

67 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2017. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2017
Tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Jakarta
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2018). Peraturan Kepala Badan POM
Nomor 34 Tahun 2018 Tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik.
Jakarta.
Menteri Kesehatan RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799 Tahun
2010 Tentang Industri Farmasi. Jakarta.
Menteri Kesehatan RI. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2013
Tentang Impor dan Ekspor Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi.
Jakarta.
Menteri Kesehatan RI. (2015). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2015
Tentang Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, Dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. Jakarta.
Menteri Lingkungan Hidup RI. (2014). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor
2 Tahun 2014 Tentang Baku Mutu Air Limbah. Jakarta.
Presiden RI. (2009). Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Jakarta.
Presiden RI. (2009). Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 Tentang
Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.
PT Aventis Pharma. (2015). Management Interaction with Health Authorities Nomor
071/SOP/REG/MIwHA/AUG/2015. Jakarta: PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2016a). Health, Safety, and Environment Policy. Jakarta: PT
Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2016b). Wastewater Treatment Plant. Jakarta: PT Aventis
Pharma.
68 Universitas Indonesia
69

PT Aventis Pharma. (2016c). Quality System Nomor AG000-33. Jakarta: PT Aventis


Pharma.
PT Aventis Pharma. (2016d). Cara Dokumentasi yang Baik Nomor AO000-41/A.
Jakarta: PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2016e). Manajemen CAPA Nomor AO000-32/C. Jakarta: PT
Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2016f). Inspeksi Diri Nomor AO000-03/L. Jakarta: PT Aventis
Pharma.
PT Aventis Pharma. (2016g). Pengendalian Perubahan Nomor AO000-04/X. Jakarta:
PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2017a). Pengawasan Dalam Proses Produksi Nomor AO000-
19/AB. Jakarta: PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2017b). Validasi Proses Nomor AV000-02/I. Jakarta: PT
Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2017c). Prosedur Pelulusan Produk Ruahan dan Produk Jadi
Nomor AO000-18/X. Jakarta: PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2017d). Peninjauan dan Penilaian Tahunan terhadap Produk /
PQR Nomor AO000-05/L. Jakarta: PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2017e). Kualifikasi Peralatan, Fasilitas, dan Sistem Penunjang
Nomor AG000-10/J. Jakarta: PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2017f). Identifikasi Fasilitas, Utilitas, Peralatan Nomor
AG000-07/I. Jakarta: PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2017g). Pencegahan Kontaminasi, Kontaminasi Silang dan Mix
Up Nomor AG000-29. Jakarta: PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2018a). Product Registration Process Nomor
057/SOP/ID/REG/PRP. Jakarta: PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2018b). Promotional and Non-Promotional Materials
Reviewand Approval Process Nomor 004/LWIN/ID/REG/
MGTPRONONPRORLTCOMP Version 1. Jakarta: PT Aventis Pharma.

Universitas Indonesia
70

PT Aventis Pharma. (2018c). Internal Standard Procedure Nomor JAKAR-SOP-


00061. Jakarta: PT Aventis Pharma
PT Aventis Pharma. (2018d). Penerimaan Barang di Gudang Nomor SO000-11/AG.
Jakarta: PT Aventis Pharma
PT Aventis Pharma. (2018e). Penanganan Keluhan Nomor AO000-20/O. Jakarta: PT
Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2018f). Penarikan Kembali Obat Jadi Nomor AO000-21/J.
Jakarta: PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2018g). Pengadaan Barang Nomor SO000-12/A. Jakarta: PT
Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2018h). Cara Keluar Masuk Gudang Nomor SO000-06/D.
Jakarta: PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2018i). penyimpanan Barang di Gudang Nomor SO000-08/AF.
Jakarta: PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2018j). Market Supply Chain. Jakarta: PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2019a). Retrieved from http://www.sanofi.co.id/. Jakarta: PT
Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2019b). Documenting and Tracking Contact with Health
Authorities Nomor ID-RA-GEN-SOP-07. Jakarta: PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2019c). Cara Menimbang Nomor JAKAR-SOP-000374. Jakarta:
PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2019d). Pengoperasian Wet Granulation Solution Preparation
Nomor JAKAR-SOP-00155. Jakarta: PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2019e). Pengoperasian Mesin Cetak Tablet NomorJAKAR-
SOP-000465. Jakarta: PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2019f). Panduan Mutu Nomor JAKAR-SOP-000219. Jakarta:
PT Aventis Pharma.

Universitas Indonesia
71

PT Aventis Pharma. (2019g). Pengambilan Contoh Bahan Baku, Produk Ruahan


Import dan Bahan Pengemas/Sampling Raw Material Nomor QO000-03/X.
Jakarta: PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2019h). Pemeriksaan Bahan Baku, Produk Setengah Jadi,
Import dan Obat Jadi Import Nomor QO000-06/Y. Jakarta: PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2019i). Pemeriksaan Produk Ruahan Nomor QO000-08/P.
Jakarta: PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2019j). Pemeriksaan Bahan Pengemas Nomor QO000-07/O.
Jakarta: PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2019k). Pemeriksaan Cemaran Partikel dan Mikroba di Ruang
Produksi dan Lab Mikrobiologi Nomor QO000-15/K. Jakarta: PT Aventis
Pharma.
PT Aventis Pharma. (2019l). Manajemen Penyimpangan/Deviasi dalam Aktivitas
Pengolahan dan Distribusi Nomor AO000-02/R. Jakarta: PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2019m). Evaluasi Terhadap Hasil di Luar Spesifikasi dan di
Luar Tren Nomor AO000-01/L. Jakarta: PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2019n). Pemeriksaan Bahan Baku, Produk Setengah Jadi,
Import dan Obat Jadi Import Nomor QO000-06/Y. Jakarta: PT Aventis Pharma.
PT Aventis Pharma. (2019o). Market Supply Chain. Jakarta: PT Aventis Pharma.

Universitas Indonesia
LAMPIRAN

72
73

Lampiran 1. Struktur Organisasi PT Aventis Pharma

Country Chair and


GM Rx

Advidor to President
Head of Staff Director

Diabetes and
KAM Market Access HR Medical

Cardio Communication
Thrombosys and Public Affairs Finance Regulatory

Diabetes and
Trade KAM Supply Chain Quality

Diabetes and
Vaccines KAM Industrial Affairs Procurement

Head of CHC Legal Head of ITS

Ethic & Business


Integrity Drug Safety

Universitas Indonesia
74

Lampiran 2. Struktur Organisasi Departemen Regulatory Affairs

Asia Region Country Chair

INDONESIA

CHC & EP Diabetes, Vaccine CV,


Onco, EP Genzyme, EP

Regulatory
Officer Regulatory
Affairs
Executive

Universitas Indonesia
75

Lampiran 3. Struktur Organisasi Industrial Affairs

Universitas Indonesia
76

Lampiran 4. Struktur Organisasi Departemen Produksi

Universitas Indonesia
Lampiran 5. Tugas Khusus

UNIVERSITAS INDONESIA

PENYIAPAN DOKUMEN PRA REGISTRASI VARIASI


MAJOR
PADA PRODUK VAKSIN “Y”

LAPORAN TUGAS KHUSUS


PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER
DI PT AVENTIS PHARMA

FARRAH FEDRICIA SABRINA


1406639610

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2019

i Universitas Indonesia
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................ 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 4
2.1 Registrasi Obat ............................................................................................... 4
2.2 Kategori Registrasi......................................................................................... 5
2.3 Persyaratan dan Kriteria ................................................................................. 6
2.4 Tatalaksana Registrasi ................................................................................... 8
2.5 Evaluasi ........................................................................................................ 11
2.6 Sanksi ........................................................................................................... 13
BAB 3 METODE PELAKSANAAN ...................................................................... 14
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan ................................................... 14
3.2 Metode Pelaksanaan..................................................................................... 14
BAB 4 PEMBAHASAN ........................................................................................... 15
BAB 5 PENUTUP..................................................................................................... 22
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 22
5.2 Saran ............................................................................................................ 22
DAFTAR ACUAN .................................................................................................... 23

ii Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. Tampilan awal website saat pemohon login .................................... 20


Gambar 4.2. Tampilan menu pengajuan pada aplikasi AeRO ............................. 20
Gambar 4.3. Alur Pra Registrasi Online Melalui Aplikasi AeRO........................ 21
Gambar 4.4. Alur Registrasi Online Melalui Aplikasi AeRO .............................. 21

iii Universitas Indonesia


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Checklist Kelengkapan Dokumen Pra Registrasi Produk “Y” .......... 25

iv Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 24
Tahun 2017 Tentang Kriteria dan Tatalaksana Registrasi Obat, obat adalah obat jadi
termasuk Produk Biologi, yang merupakan bahan atau paduan bahan digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam
rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan peningkatan
kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia.
Registrasi Obat yang selanjutnya disebut Registrasi adalah prosedur
pendaftaran dan evaluasi Obat untuk mendapatkan persetujuan izin edar, yaitu
Industri Farmasi yang telah mendapatkan izin Industri Farmasi, dan memenuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan. Industri Farmasi adalah badan usaha yang
memiliki izin dari Menteri Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan Obat
atau bahan Obat. Obat yang mendapatkan izin edar harus memenuhi kriteria memiliki
khasiat yang meyakinkan, mutu memenuhi syarat termasuk proses produksi sesuai
CPOB, informasi produk dan label berisi informasi yang lengkap, objektif dan tidak
menyesatkan (Kepala Badan POM, 2017).
Registrasi obat terdiri dari registrasi baru (kategori 1 sampai kategori 3),
registrasi variasi (kategori 4 sampai kategori 6), dan registrasi ulang (kategori 7),
dengan nama obat yang diregistrasi dapat menggunakan nama generik atau nama
dagang. untuk produk biologi (termasuk vaksin), penentuan kategori registrasi obat
yang tidak tercantum dalam PerKaBPOM Nomor 24 Tahun 2017 dapat mengacu
pada WHO Expert Committee on Biological Standardization. Obat yang diregistrasi
berupa obat produksi dalam negeri atau obat impor. Untuk Registrasi Narkotika
hanya dapat dilakukan oleh Pendaftar yang memiliki izin khusus untuk memproduksi
Narkotika dari Menteri Kesehatan. Untuk Registrasi Obat Lisensi dilakukan oleh
Pendaftar yang telah mendapatkan penunjukan dari pemberi lisensi, dan registrasi

1 Universitas Indonesia
2

obat khusus ekspor dilakukan oleh pendaftar. Untuk Registrasi Obat dengan Zat Aktif
yang dilindungi paten di Indonesia hanya dapat dilakukan oleh Pendaftar pemilik hak
paten; atau Pendaftar yang ditunjuk oleh pemilik hak paten (Kepala Badan POM,
2017).
Registrasi terdiri dari tahap pra registrasi dan registrasi yang diajukan secara
tertulis kepada Kepala Badan dengan melampirkan dokumen sesuai ketentuan
perundang-undangan. Dokumen registrasi terdiri atas dokumen administratif,
dokumen mutu, dokumen non klinik, dan dokumen klinik yang mengikuti format
ACTD (Asean Common Technical Dossier) atau ICH (International Council for
Harmonisation). Kemudian BPOM menetapkan jalur evaluasi, dan melakukan
penilaian terhadap aspek khasiat, keamanan, mutu, informasi produk, dan/atau label
sesuai dengan kriteria dan kategori registrasi. Setelah itu BPOM menerbitkan surat
persetujuan, dapat berupa NIE yang berlaku paling lama 5 tahun selama mengikuti
peraturan perundang-undangan, persetujuan khusus ekspor, atau persetujuan registrasi
variasi, yang merupakan bukti tertulis sehingga obat dapat diedarkan di masyarakat
(Kepala Badan POM, 2017).
Apoteker dalam industri farmasi memiliki banyak peran, salah satunya dalam
melakukan registrasi obat, yaitu sebagai penghubung antara perusahaan dengan pihak
berwenang seperti BPOM, untuk memastikan obat diproduksi dan didistribusikan
sesuai peraturan yang berlaku dan terdapat bukti tertulis yang sah. Serangkaian
kegiatan dari awal penyiapan dokumen untuk pengajuan registrasi hingga menerima
hasil evaluasi dan memperoleh persetujuan untuk dapat diedarkan melibatkan peran
dari Apoteker. Oleh karena itu, mahasiswa Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA)
diberikan tugas khusus mengenai penyiapan dan penyusunan dokumen pra registrasi
variasi major pada produk “Y” untuk dapat lebih memahami peran Apoteker dalam
bidang registrasi obat.

Universitas Indonesia
3

1.2 Tujuan
Tugas khusus yang diberikan pada saat Praktik Kerja Profesi Apoteker
(PKPA) di PT Aventis Pharma memiliki tujuan untuk mengetahui dan memahami
penyiapan dan penyusunan dokumen produk “Y” untuk keperluan pra registrasi
variasi major dan mengetahui tata cara pelaksanaan registrasi variasi major untuk
produk vaksin.

Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Registrasi Obat


Obat yang akan diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki Izin Edar
untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia. Untuk mendapatkan izin edar harus
dilakukan registrasi. Registrasi Obat yang selanjutnya disebut Registrasi adalah
prosedur pendaftaran dan evaluasi Obat untuk mendapatkan persetujuan. Pemilik Izin
Edar adalah Pendaftar yang telah mendapatkan Izin Edar untuk Obat yang diajukan
Registrasi (Kepala Badan POM, 2017). Registrasi diajukan oleh pendaftar kepada
Kepala Badan.
Obat yang memperoleh izin edar harus memenuhi kriteria berikut:
a. khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai, dibuktikan melalui
uji non klinik dan uji klinik atau bukti-bukti lain sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan;
b. mutu yang memenuhi syarat sesuai dengan standar yang ditetapkan, termasuk
proses produksi sesuai dengan CPOB dan dilengkapi dengan bukti yang sahih;
dan
c. Informasi Produk dan Label berisi informasi lengkap, objektif dan tidak
menyesatkan yang dapat menjamin penggunaan Obat secara tepat, rasional
dan aman.
Obat juga harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. khusus untuk Psikotropika baru, harus memiliki keunggulan dibandingkan
dengan Obat yang telah disetujui beredar di Indonesia; dan
b. khusus Obat program kesehatan nasional, harus sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan oleh instansi pemerintah penyelenggara program kesehatan
nasional (Kepala Badan POM, 2017).

4 Universitas Indonesia
5

2.2 Kategori Registrasi


Terdapat 7 kategori registrasi obat, yang terdiri dari registrasi baru, registrasi
variasi dan registrasi ulang (Kepala Badan POM, 2017).
2.2.1 Registrasi Baru
Registrasi Baru adalah Registrasi untuk Obat yang belum mendapatkan Izin
Edar di Indonesia. Registrasi baru terdiri atas:
a. kategori 1 : Registrasi obat baru dan produk biologi, termasuk
produk biosimilar
b. kategori 2 : Registrasi obat generik dan obat generik bermerek
c. kategori 3 : Registrasi sediaan lain yang mengandung obat dengan
teknologi khusus, dapat berupa transdermal patch,
implant, dan beads.
2.2.2 Registrasi Variasi
Registrasi Variasi adalah Registrasi perubahan pada aspek administratif,
khasiat, keamanan, mutu, dan/atau Informasi Produk dan Label Obat yang telah
memiliki Izin Edar di Indonesia.
Registrasi Variasi terdiri atas:
a. kategori 4 Registrasi Variasi Major. Registrasi Variasi Major adalah
Registrasi Variasi yang berpengaruh bermakna terhadap aspek khasiat,
keamanan dan/atau mutu Obat.
b. kategori 5 Registrasi Variasi Minor. Registrasi Variasi Minor adalah
Registrasi Variasi yang tidak termasuk kategori Registrasi Variasi Major
maupun Registrasi Variasi Notifikasi.
c. kategori 6 Registrasi Variasi Notifikasi. Registrasi Variasi Notifikasi adalah
Registrasi Variasi yang berpengaruh minimal atau tidak berpengaruh sama
sekali terhadap aspek khasiat, keamanan, dan/atau mutu Obat, serta tidak
mengubah informasi pada Izin Edar.
2.2.3 Registrasi Ulang

Universitas Indonesia
6

Registrasi Ulang adalah Registrasi perpanjangan masa berlaku Izin Edar yang
masuk dalam kategori 7.

2.3 Persyaratan dan Kriteria


Nama obat yang dilakukan registrasi dapat berupa obat dagang atau obat
generik. Nama generik sesuai dengan International Nonproprietary Names Modified
yang ditetapkan oleh WHO atau nama yang ditetapkan dalam program kesehatan
nasional. Nama dagang merupakan nama yang diberikan oleh pendaftar sebagai
identitas obat. Registrasi dilakukan dengan menyerahkan dokumen registrasi. Obat
yang diregistrasi dapat berupa obat produksi dalam negeri atau obat impor.
Permohonan registrasi obat produksi dalam negeri, pendaftar harus memenuhi
persyaratan memiliki izin industri farmasi dan memiliki sertifikat CPOB yang masih
berlaku sesuai dengan bentuk dan jenis sediaan yang didaftarkan (Kepala Badan
POM, 2017).
Untuk registrasi obat kontrak (dapat berupa seluruh aspek pembuatan atau
sebagian tahapan pembuatan) produksi dalam negeri, pendaftar merupakan pemberi
kontrak (pemilik izin edar), dan registrasi memenuhi ketentuan yaitu memiliki izin
industri farmasi, memiliki paling sedikit 1 fasilitas produksi yang memenuhi CPOB
(penerima kontrak), dan memiliki dokumen perjanjian kontrak. Pemberi dan
penerima kontrak bertanggung jawab pada khasiat, keamanan dan mutu obat yang
dikontrakkan, dan industri penerima kontrak tidak dapat mengalihkan produksi obat
yang dikontrakkan kepada pihak ketiga. Obat kontrak dapat diproduksi oleh lebih dari
1 tempat produksi dengan memberikan justifikasi, yaitu harus memiliki mutu yang
sama, meliputi formula dan spesifikasi produk (Kepala Badan POM, 2017).
Untuk registrasi obat impor (obat impor dalam bentuk produk ruahan atau
obat impor dalam bentuk produk jadi), registrasi untuk obat impor diutamakan untuk
obat program kesehatan nasional, obat penemuan baru (masih dalam perlindungan
paten atau obat originator, yaitu obat yang pertama kali mendapatkan izin edar di
Indonesia), dan/atau obat yang dibutuhkan tetapi tidak dapat diproduksi di Indonesia

Universitas Indonesia
7

(memerlukan teknologi dan fasilitas produksi khusus, orphan drug, obat yang
diproduksi secara sentralistik/MNC). Registrasi obat impor harus dilengkapi dengan
justifikasi bahwa obat tersebut tidak dapat diproduksi di Indonesia. Industri farmasi di
luar negeri wajib memiliki izin industri farmasi, memenuhi persyaratan CPOB dan
memiliki laporan hasil inspeksi terakhir paling lama 2 tahun dari otoritas negara
setempat (Kepala Badan POM, 2017).
Registrasi Narkotika hanya dapat dilakukan oleh pendaftar yang memiliki izin
khusus untuk memproduksi Narkotika dari Menteri Kesehatan. Registrasi Obat
Lisensi dilakukan oleh Pendaftar yang telah mendapatkan penunjukan dari pemberi
lisensi, dan memenuhi ketentuan memiliki izin industri farmasi, memiliki sertifikat
CPOB, dan memiliki dokumen perjanjian lisensi. Registrasi obat khusus ekspor
dilakukan oleh pendaftar (Kepala Badan POM, 2017).
Obat khusus ekspor terdiri dari obat produksi dalam negeri yang ditujukan
khusus ekspor dan obat impor khusus ekspor. Pendaftar registrasi produksi dalam
negeri khusus ekspor harus memenuhi persyaratan memiliki izin industri farmasi dan
memiliki sertifikat CPOB. Sedangkan pendaftar untuk registrasi impor khusus ekspor
harus memenuhi persyaratan memiliki izin industri farmasi, memiliki sertifikat
CPOB, dan mendapatkan persetujuan tertulis dari industri farmasi di luar negeri. Obat
khusus ekspor dilarang diedarkan di Indonesia (Kepala Badan POM, 2017).
Registrasi Obat dengan Zat Aktif yang dilindungi paten di Indonesia hanya
dapat dilakukan oleh pendaftar pemilik hak paten atau pendaftar yang ditunjuk oleh
pemilik hak paten. Registrasi obat generik pertama yang masih dilindungi paten di
Indonesia dapat diajukan oleh pendaftar bukan pemilik hak paten 5 (lima) tahun
sebelum berakhirnya perlindungan paten dengan menyerahkan dokumen informasi
tanggal berakhirnya masa perlindungan paten dari instansi yang berwenang dan data
ekivalensi dan/atau data lain untuk menjamin kesetaraan khasiat, keamanan dan
mutu. Izin edar dikeluarkan setelah habis masa perlindungan paten (Kepala Badan
POM, 2017).

Universitas Indonesia
8

Registrasi Obat Generik diajukan oleh Pendaftar menggunakan nama generik.


Bila Pendaftar sudah memiliki Obat Generik Bermerek dengan Zat Aktif yang sama,
Obat Generik yang diregistrasi harus dibuat dengan Formula, sumber bahan baku,
spesifikasi Obat, mutu, spesifikasi kemasan, proses produksi, dan menggunakan
fasilitas produksi yang sama (Kepala Badan POM, 2017).

2.4 Tatalaksana Registrasi


Registrasi terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap pra registrasi dan tahap registrasi.
Permohonan pra registrasi dan registrasi diajukan oleh Pendaftar secara tertulis
kepada Kepala Badan dengan mengisi formulir dan melampirkan dokumen pra
registrasi dan dokumen registrasi. Dokumen pra registrasi dan dokumen registrasi
harus menggunakan Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Permohonan pra registrasi
dan registrasi dapat diajukan secara elektronik atau manual sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Permohonan pra registrasi dikenai biaya penerimaan negara bukan
pajak (PNBP) sesuai ketentuan undang-undang, yang harus dibayar paling lambat 10
hari sejak surat perintah bayar (SPB) diterbitkan (Kepala Badan POM, 2017).
Dokumen registrasi terdiri atas:
e. bagian I : dokumen administratif, Informasi Produk dan Label (etiket,
strip/blister, ampul/vial, catch cover/amplop, dan bungkus
luar)
f. bagian II : dokumen mutu.
g. bagian III : dokumen non klinik.
h. bagian IV : dokumen klinik.
Dokumen registrasi disusun sesuai dengan format ASEAN Common
Technical Dossier (ACTD). Dokumen Informasi Produk terdiri atas:
a. Ringkasan Karakteristik Produk/Brosur
b. Informasi Produk untuk Pasien, harus menggunakan bahasa Indonesia, huruf
Latin, dan angka Arab, dan bahasa inggris sesuai dengan informasi yang
disetujui. Hal ini dikecualikan obat khusus ekspor. Untuk golongan Obat

Universitas Indonesia
9

tanpa resep dokter harus disertakan pada kemasan terkecil, dapat berupa catch
cover/amplop, blister, atau brosur yang melekat kuat pada kemasan terkecil,
yang terbaca selama penggunaan Obat.
Pendaftar bertanggung jawab atas dokumen yang diserahkan, kebenaran dan
keabsahan informasi yang tercantum dalam dokumen registrasi, dan perubahan data
dan informasi produk yang sedang dalam proses registrasi atau sudah memiliki izin
edar. Setiap perubahan harus mendapatkan persetujuan dari kepala badan (Kepala
Badan POM, 2017).
2.3.1 Pra Registrasi
Permohonan praregistrasi Obat dilakukan untuk penapisan Registrasi meliputi
penentuan kategori Registrasi, penentuan jalur evaluasi, penentuan biaya evaluasi,
dan penentuan dokumen registrasi. Untuk Registrasi Obat Generik kategori 2
produksi dalam negeri, Registrasi Variasi kategori 4 yang tidak memerlukan uji
klinik, dan Registrasi Ulang kategori 7 tidak memerlukan proses permohonan pra
registrasi. Permohonan pengajuan praregistrasi dengan mengisi formulir,
menyerahkan bukti pembayaran biaya praregistrasi, dan melampirkan dokumen
sesuai ketentuan. Hasil Praregistrasi (HPR) diterbitkan dalam jangka waktu paling
lama 40 (empat puluh) Hari terhitung sejak diterimanya permohonan. Permintaan
tambahan data disampaikan secara tertulis kepada Pendaftar, dan tambahan data harus
disampaikan paling lama 20 hari sejak surat permintaan tambahan data, dan dapat
diperpanjang 1 kali dengan dilengkapi justifikasi. Perhitungan waktu evaluasi akan
dilanjutkan (clock on) setelah Pendaftar menyerahkan tambahan data secara lengkap.
Jika pendaftar melakukan registrasi yang memiliki lebih dari 1 kekuatan zat aktif,
maka harus memiliki perbedaan spesifikasi antara lain ukuran, bentuk, dan/atau
warna (Kepala Badan POM, 2017).
2.3.2 Registrasi
2.3.2.1 Registrasi Baru
Permohonan Registrasi Baru diajukan dengan mengisi Formulir dan
kelengkapan dokumen registrasi (Kepala Badan POM, 2017).

Universitas Indonesia
10

2.3.2.2 Registrasi Variasi


Registrasi variasi diajukan bila terdapat Perubahan terhadap Obat yang telah
mendapatkan Izin Edar dapat berupa perubahan aspek administratif, khasiat,
keamanan, mutu, dan/atau Informasi Produk dan Label. Perubahan harus dilaporkan
kepada kepala badan POM melalui mekanisme registrasi variasi. Permohonan
diajukan dengan mengisi formulir dan melampirkan dokumen registrasi variasi sesuai
perubahan yang diajukan.
Untuk registrasi variasi notifikasi, Pendaftar dapat melakukan perubahan dan
melaporkan kepada Kepala Badan paling lambat 6 (enam) bulan sejak dilakukan
perubahan. Jika perubahan yang dilaporkan tidak sesuai dengan jenis perubahan,
notifikasi tersebut ditolak dan Pendaftar harus melakukan Registrasi sesuai dengan
kategori Registrasi Variasi yang ditetapkan (Kepala Badan POM, 2017).
2.3.2.3 Registrasi Ulang
Registrasi Ulang diajukan paling cepat 12 bulan dan paling lambat 2 bulan
sebelum berakhir masa berlaku Izin Edar. Permohonan Registrasi Ulang tanpa
perubahan dapat diajukan paling lambat 1 (satu) bulan sebelum berakhir masa Izin
Edar. Permohonan Registrasi Ulang diajukan dengan mengisi Formulir dan
melampirkan dokumen Registrasi Ulang.
Perpanjangan Izin Edar sebagai persetujuan atas permohonan Registrasi
Ulang berlaku sejak berakhir masa Izin Edar yang lama, sepanjang tidak terdapat
(Kepala Badan POM, 2017):
a. perubahan Zat Aktif
b. perubahan produsen Obat
c. perubahan Pendaftar
d. perubahan bentuk sediaan
e. perubahan Formula
f. perubahan jenis dan besar kemasan
g. pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

Universitas Indonesia
11

2.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian terhadap aspek khasiat, keamanan, mutu,
Informasi Produk, dan/atau Label sesuai dengan kriteria dan kategori Registrasi.
Evaluasi dilaksanakan sesuai dengan jalur evaluasi. Jalur evaluasi terdiri atas (Kepala
Badan POM, 2017):
f. jalur 7 (tujuh) Hari meliputi Registrasi Obat khusus ekspor
g. jalur 10 (sepuluh) Hari meliputi Registrasi Ulang
h. jalur 40 (empat puluh) Hari meliputi Registrasi Variasi Minor
i. jalur 100 (seratus) Hari yang meliputi
1) Registrasi Baru Obat Baru dan Produk Biologi yang diindikasikan untuk
terapi penyakit serius yang mengancam nyawa, dan/atau mudah menular,
dan/atau belum ada atau kurangnya pilihan terapi lain yang aman dan efektif
2) Registrasi Baru Obat Baru dan Produk Biologi yang berdasarkan justifikasi
diindikasikan untuk penyakit serius dan langka (Orphan Drug)
3) Registrasi Baru Obat Baru, Produk Biologi, Obat Generik, dan Obat Generik
Bermerek ditujukan untuk program kesehatan nasional yang dilengkapi
dengan dokumen penunjang kebutuhan program atau hasil prakualifikasi
World Health Organization
4) Registrasi Baru Obat Baru dan Produk Biologi yang telah melalui proses Obat
Pengembangan baru
5) Registrasi Baru Obat Generik yang memiliki Formula, sumber bahan baku,
spesifikasi Obat, mutu, spesifikasi kemasan, proses produksi, dan
menggunakan fasilitas produksi yang sama dengan Obat Generik Bermerek
yang telah disetujui
6) Registrasi Variasi Major indikasi baru/posologi baru
7) Registrasi Variasi Major terkait mutu dan Informasi Produk
e. jalur 120 (seratus dua puluh) Hari meliputi Registrasi Baru Obat Baru dan
Registrasi Variasi Major indikasi baru/posologi baru yang telah disetujui
sekurangnya di 3 (tiga) negara dengan sistem evaluasi yang telah dikenal baik

Universitas Indonesia
12

f. jalur 150 (seratus lima puluh) Hari meliputi Registrasi Baru Obat Generik dan
Obat Generik Bermerek yang tidak termasuk dalam jalur evaluasi sebagaimana
dimaksud pada huruf d
g. jalur 300 (tiga ratus) Hari meliputi Registrasi Baru Obat Baru dan Produk
Biologi serta Registrasi Variasi Major indikasi baru/posologi baru yang tidak
termasuk dalam jalur evaluasi sebagaimana dimaksud pada huruf d dan huruf e.
Perhitungan waktu evaluasi sesuai dengan jalur evaluasi, dihitung sejak
dokumen registrasi diterima. Tim Penilai Obat Nasional (TPON) melakukan
pembahasan terhadap hasil evaluasi dan memberikan rekomendasi keputusan kepada
Kepala Badan. Bila diperlukan klarifikasi dan penjelasan teknis secara rinci terhadap
dokumen registrasi, TPON dapat meminta klarifikasi kepada pendaftar melalui
dengar pendapat (Kepala Badan POM, 2017).
Kepala Badan menyampaikan keputusan hasil evaluasi secara tertulis kepada
Pendaftar paling lama 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak pelaksanaan rapat berkala
TPON. Bila diperlukan tambahan data, maka pendaftar harus menyampaikan
tambahan data paling lama 100 hari terhitung sejak tanggal permintaan tambahan data
dan waktu evaluasi dihentikan (clock off) dan akan dilanjutkan (clock on) bila
tambahan data sudah lengkap. Bila tidak menyampaikan tambahan data, maka
pendaftar dapat mengajukan perpanjangan pemenuhan tambahan data 1 kali dengan
dilengkapi justifikasi. Bila pendaftar tidak memenuhi ketentuan, registrasi dinyatakan
batal dan biaya yang telah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali (Kepala Badan
POM, 2017).
Keputusan yang diberikan Kepala Badan mempertimbangkan hasil evaluasi
dokumen registrasi dan/atau rekomendasi TPON, dan/atau hasil pemeriksaan
setempat di fasilitas pembuatan obat (in-situ) berupa pemberian persetujuan (izin
edar, persetujuan khusus ekspor, atau persetujuan registrasi variasi) atau penolakan.
Izin edar diterbitkan bila hasil pembuatan obat skala komersial memenuhi syarat atau
telah menyerahkan bukti pemasukan obat impor. Izin edar dan persetujuan khusus
ekspor berlaku paling lama 5 tahun selama memenuhi peraturan perundang-

Universitas Indonesia
13

undangan. Untuk persetujuan variasi dapat berupa izin edar baru atau surat
persetujuan registrasi variasi, dan Pendaftar wajib melaporkan jumlah, nomor bets,
dan tanggal kedaluwarsa bets terakhir yang diedarkan sebelum pelaksanaan Registrasi
Variasi kepada Kepala Badan. Bila registrasi ditolak, maka pendaftar dapat
mengajukan permohonan peninjauan kembali secara tertulis kepada kepala badan,
yang dapat diajukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak
tanggal surat penolakan dan hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali, dengan
menyerahkan dokumen berupa data baru dan/atau data yang sudah pernah diajukan
dengan dilengkapi justifikasi. Industri Farmasi yang telah mendapatkan Izin Edar
wajib membuat dan mengirimkan laporan produksi atau laporan pemasukan Obat
Impor kepada Kepala Badan, dan wajib melakukan pemantauan khasiat, keamanan
dan mutu Obat selama Obat diedarkan dan melaporkan hasilnya kepada Kepala
Badan (Kepala Badan POM, 2017).

2.6 Sanksi
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam peraturan Kepala Badan dapat dikenai
sanksi administratif berupa (Kepala Badan POM, 2017):
a. peringatan tertulis
b. pembatalan proses registrasi
c. pembekuan izin edar obat
d. pencabutan izin edar obat
e. larangan untuk melakukan pendaftaran selama 2 tahun

Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan


Pelaksanaan tugas khusus dilakukan selama masa Praktik Kerja Profesi
Apoteker di PT Aventis Pharma yang dilaksanakan pada tanggal 2 Januari 2019
sampai dengan 28 Februari 2019.

3.2 Metode Pelaksanaan


Membuat dan menyiapkan dokumen yang diperlukan untuk praregistrasi
variasi major terkait perubahan informasi produk pada produk vaksin “Y”. Penyiapan
dokumen praregistrasi dibuat berdasarkan checklist praregistrasi variasi yang telah
ditetapkan oleh Badan POM.

14 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN

Registrasi merupakan prosedur pendaftaran dan evaluasi obat yang dilakukan


oleh industri farmasi untuk mendapatkan persetujuan edar terhadap produknya, yang
diajukan oleh pendaftar kepada Kepala Badan sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. Registrasi obat dilakukan untuk menjamin mutu, khasiat, dan keamanan
obat selama beredar di masyarakat. Terdapat departemen khusus untuk menangani
registrasi obat, yaitu departemen Regulatory Affairs (RA). Departemen RA memiliki
tanggung jawab dalam pengajuan registrasi obat, penyiapan dokumen-dokumen
terkait registrasi obat, berkomunikasi dengan pihak berwenang, dan memantau setiap
perubahan yang terjadi pada obat untuk diinformasikan kepada otorisasi pemerintah
terkait perubahan (PT Aventis Pharma, 2018a). Pemerintah memberikan pedoman
registrasi obat bagi setiap industri farmasi, yaitu terdapat dalam PerKa BPOM Nomor
24 Tahun 2017 tentang Kriteria dan Tatalaksana Registrasi Obat. Selain itu, PT
Aventis Pharma juga memiliki pedoman, yaitu SOP (Standard Operational
Procedure) baik lokal maupun global terkait registrasi. Selain obat, registrasi juga
dilakukan terhadap produk biologi, seperti vaksin. Pada produk vaksin, pedoman
WHO Expert Committee on Biological Standardization digunakan sebagai acuan
tambahan, jika tidak terdapat kriteria perubahan diatur dalam PerKaBPOM Nomor 24
tahun 2017. Proses registrasi dibagi ke dalam dua tahap, yaitu tahap pra registrasi
yang kemudian dilanjutkan dengan tahap registrasi. Tahap pra registrasi dilakukan
untuk menentukan kategori registrasi, jalur evaluasi, dan biaya evaluasi untuk tahap
registrasi. Untuk Registrasi Obat Generik kategori 2 produksi dalam negeri,
Registrasi Variasi kategori 4 yang tidak memerlukan uji klinik, dan Registrasi Ulang
kategori 7 tidak memerlukan proses permohonan pra registrasi (Kepala Badan POM,
2017).
Ketika terdapat perubahan suatu produk, baik dari segi mutu, keamanan, atau
khasiat, Sanofi Global akan menginformasikan perubahan tersebut pada masing-

15 Universitas Indonesia
16

masing negara yang terdampak. RA dapat bertanggung jawab untuk mengevaluasi


dan menentukan tindakan/ kategori registrasi yang perlu dilakukan untuk perubahan
tersebut, termasuk persyaratan serta dokumen penunjang yang diperlukan. Dalam
kasus ini terdapat perubahan informasi produk, yaitu terdapat penambahan reaksi
yang tidak diinginkan yang tercatat pada data post marketing, prosedur
penyimpanan, perubahan pada rentang waktu pemberian, penambahan informasi pada
bentuk sediaan, dan perubahan kategori efek unuk pengendara kendaraan bermotor
(rare menjadi uncommon) yang mempengaruhi aspek keamanan yang memerlukan
uji klinik pada produk “Y”.
Perubahan yang terjadi termasuk kedalam kategori registrasi major dan
memerlukan permohonan praregistrasi. Pendaftar mengajukan permohonan
praregistrasi ke Badan POM dengan mengisi formulir antrian melalui
www.aero.pom.go.id. Setelah mendaftar antrian obat, badan POM akan mengirimkan
jadwal evaluasi. Pendaftar membawa dokumen praregistrasi yang diajukan, kemudian
dokumen diperiksa oleh evaluator. Dokumen yang dinyatakan lengkap akan dicap
lengkap dan pendaftar akan diberikan surat perintah bayar (SPB). Pendaftar kemudian
ke loket D BPOM untuk mendapatkan kode billing, yang dibayarkan oleh pendaftar
secara non tunai (melalui bank). Setelah itu, pendaftar mengisi formulir praregistrasi,
menyerahkan bukti pembayaran biaya pra registrasi/ NTPN, kode billing, dan SPB,
dan melampirkan dokumen praregistrasi sesuai ketentuan di loket B BPOM (PT
Aventis Pharma, 2018a).
Berdasarkan PerKaBPOM No 24 Tahun 2017, untuk jenis perubahan
informasi produk yang mempengaruhi aspek keamanan, dokumen yang diserahkan
antara lain dokumen administratif, informasi produk, dan label, dokumen non klinik,
dan dokumen klinik. Dokumen administratif terdiri dari checklist kelengkapan, surat
pengantar, surat pernyataan pemenuhan persyaratan registrasi variasi, justifikasi
impor, sertifikat CPOB produsen zat aktif dan bentuk sediaan yang diajukan, copy
NIE beserta semua surat persetujuan dan semua lampirannya, CPP (certificate of
pharmaceutical product), izin industri farmasi, informasi produk, tabel sandingan

Universitas Indonesia
17

perubahan yang diajukan dan bukti bayar. Dokumen non klinik terdiri dari tinjauan
studi non klinik (nonclinical overview) dan matriks ringkasan studi non klinik
(nonclinical tabulated summary). Kemudian dokumen klinik berisi tinjauan studi
klinik atau dokumen justifikasi perubahan/penambahan informasi klinik, daftar
dokumen penunjang perubahan informasi produk yang diajukan, matriks studi klinik
yang tersedia untuk pengajuan perubahan informasi produk, laporan studi klinik
(sesuai yang tercantum dalam matriks studi klinik), laporan keamanan
pascapemasaran/PSUR (periodic safety update report) sampai periode terbaru (jika
perlu), dan referensi lain (jika perlu). Data PSUR wajib dilaporkan Industri Farmasi
kepada Kepala Badan jika terdapat obat dan/atau bahan obat hasil produksinya yang
tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan
mutu. Format PSUR sekurang-kurangnya berisi informasi ringkasan eksekutif
(executive summary, status peredaran, data mutakhir mengenai tindak lanjut
regulatori berdasarkan alasan keamanan oleh pemerintah atau pemegang izin edar
(update on regulatory authority or Marketing Authorization Holder Actions for safety
reasons), perubahan informasi keamanan (changes to reference safety information),
data pasien terpapar (patients exposure data), riwayat kasus individu, hasil studi (jika
ada), informasi lain (yang berkaitan dengan efikasi; data keamanan mutakhir yang
penting), dan informasi keamanan menyeluruh (Badan POM, 2011).
Keputusan hasil evaluasi tahap praregistrasi adalah berupa HPR (Hasil Pra
Registrasi), yang bersifat mengikat selama 1 tahun sejak tanggal diterbitkan. Pada
registrasi manual informasi penerbitan HPR akan diumumkan dan diambil melalui
loket C. Badan POM mengeluarkan surat Hasil Praregistrasi (HPR), yang diterbitkan
dalam jangka waktu paling lama 40 (empat puluh) hari terhitung sejak diterimanya
permohonan praregistrasi. HPR berisi kategori registrasi, jalur evaluasi dan biaya
evaluasi. Dalam hal jika diperlukan tambahan data selama proses evaluasi, akan
disampaikan secara tertulis oleh BPOM kepada pendaftar dan pendaftar harus
menyampaikan tambahan data paling lama 20 hari sejak surat permintaan tambahan
data. Departemen regulatory affairs akan menghubungi Sanofi Global untuk

Universitas Indonesia
18

mengirimkan tambahan data yang disampaikan oleh Badan POM. Perhitungan waktu
evaluasi akan dilanjutkan (clock on) setelah Pendaftar menyerahkan tambahan data
secara lengkap (PT Aventis Pharma, 2018a).
Setelah HPR diterbitkan, maka pendaftar dapat melakukan registrasi variasi
major. Dokumen yang disiapkan untuk registrasi sama dengan dokumen yang
dinyatakan lengkap pada saat pengajuan praregistrasi, yaitu dokumen administratif,
dokumen mutu, dokumen non klinik dan dokumen klinik, ditambah dengan dokumen
formulir registrasi. Pendaftar mengisi antrian registrasi melalui www.aero.pom.go.id.
Kemudian evaluator melakukan evaluasi kembali terhadap kelengkapan dokumen
yang diserahkan oleh pendaftar. Dokumen yang lengkap akan dicap lengkap, dan
pendaftar akan diberikan surat perintah bayar (SPB). Di loket D, pendaftar akan
diberikan kode billing, yang dibayarkan pendaftar secara non tunai (melalui bank).
Kemudian, pendaftar menyerahkan SPB, kode billing, dan NTPN (bukti bayar yang
dibuat oleh departemen keuangan PT Aventis Pharma) ke loket D. Kemudian
pendaftar mengisi kuota secara online, yaitu menggunakan perangkat keras berupa
komputer yang disediakan oleh BPOM, atau dapat menggunakan laptop pendaftar.
Setelah itu, pendaftar menyerahkan dokumen-dokumen registrasi di loket A yang
akan dievaluasi oleh evaluator (PT Aventis Pharma, 2018a). Evaluator akan meminta
tambahan data kepada pendaftar bila dibutuhkan secara tertulis, dan paling lama 100
hari sejak surat permintaan tambahan data, pendaftar harus menyampaikan tambahan
data. Pendaftar dapat mengajukan perpanjangan pemenuhan tambahan data 1 (satu)
kali dengan dilengkapi justifikasi. Dalam hal tambahan data, perhitungan waktu
evaluasi dihentikan (clock off). Bila pendaftar tidak dapat memenuhi ketentuan,
registrasi dinyatakan batal dan biaya yang sudah dibayarkan tidak dapat ditarik
kembali dan mengajukan kembali dengan mengikuti tata cara registrasi dari tahap
awal. Keputusan dari Kepala Badan berupa NIE (Nomor Izin Edar) / surat
persetujuan khusus ekspor / surat persetujuan registrasi variasi / surat penolakan.
Apabila BPOM mengeluarkan surat penolakan, maka produsen dapat mengajukan
permohonan peninjauan kembali secara tertulis kepada Kepala BPOM dan melalui

Universitas Indonesia
19

alur yang telah ditentukan di PerKaBPOM Nomor 24 Tahun 2017, atau pendaftar
dapat mengajukan ulang dari tahap awal registrasi, dan biaya registrasi tidak dapat
dikembalikan. Sebelum diterbitkan persetujuan, dapat diterbitkan surat
pemberitahuan persetujuan (approvable letter) (Kepala Badan POM, 2017).
Approvable letter adalah surat pemberitahuan persetujuan kepada industri farmasi
untuk melakukan persiapan pembuatan obat dengan skala komersial, dan pendaftar
dapat melaksanakan pemasukan obat impor yang hanya dapat 1 kali digunakan untuk
pemasukan sebelum diterbitkan persetujuan izin edar. Approvable letter berlaku
selama 2 tahun sejak tanggal diterbitkan. Persetujuan Izin Edar diterbitkan apabila
hasil pembuatan obat skala komersial memenuhi persyaratan, antara lain diproduksi
ditempat yang memenuhi persyaratan CPOB dan hasil produksi memenuhi syarat
yang ditetapkan yang dibuktikan dengan dokumen. Persetujuan dapat langsung
diterbitkan tanpa mekanisme approvable letter jika dokumen yang disubmit
merupakan generik dari produk dengan nama dagang yang sudah beredar, dengan
melengkapi batch record terakhir, dan jika produsen pembuat obat jadi telah
memiliki produk sejenis yang telah beredar (produk toll), dengan persyaratan
memiliki spesifikasi, formula, sumber bahan baku, proses dan tempat produksi serta
jenis kemasan yang sama, dengan melengkapi batch record terakhir (SOP
057/SOP/ID/REG/PRP PT Aventis Pharma). Untuk registrasi variasi major produk
“Y”, hasil evaluasi yang diterbitkan oleh Badan POM adalah Surat Persetujuan Izin
Edar (NIE).
Pada Bulan Februari 2019, sistem registrasi online diresmikan untuk
digunakan dalam melakukan registrasi obat ke Badan POM, pada website www.new-
aero.pom.go.id. Untuk mengakses sistem registrasi obat, seorang pemohon harus
melakukan login sistem, setelah mengetikkan alamat website aplikasi e-registrasi obat
pada address bar. Apabila pemohon berhasil melakukan login, maka aplikasi akan
mengarahkan pemohon ke halaman beranda seperti berikut:

Universitas Indonesia
20

Gambar 4.1. Tampilan awal website saat pemohon login


Sumber: www.new-aero.pom.go.id

Kemudian pemohon dapat memilih proses yang hendak dilakukan dengan


memilih menu yang terdapat di sebelah kiri halaman aplikasi, dengan tampilan
sebagai berikut:

Gambar 4.2. Tampilan menu pengajuan pada aplikasi AeRO


Sumber: www.new-aero.pom.go.id

Universitas Indonesia
21

Untuk pengajuan pra registrasi dan registrasi produk melalui e-registrasi, alur
proses registrasi tidak berbeda dengan pengajuan secara manual, yang dapat dilihat
pada gambar berikut (https://new-aero.pom.go.id):

Gambar 4.3. Alur Pra Registrasi Online Melalui Aplikasi AeRO


Sumber: www.new-aero.pom.go.id

Gambar 4.4. Alur Registrasi Online Melalui Aplikasi AeRO


Sumber: www.new-aero.pom.go.id

Sistem online ini diberlakukan untuk kebutuhan industri farmasi akan


prosedur pengajuan registrasi obat dan produk biologi yang lebih efektif, efisien,
cepat, mudah dan transparan.

Universitas Indonesia
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Registrasi produk “Y” masuk ke dalam kategori registrasi variasi major yang
memerlukan proses praregistrasi, karena terjadi perubahan pada informasi produk
yang mempengaruhi keamanan yang memerlukan uji klinik. Dokumen praregistrasi
yang dibutuhkan adalalah dokumen administratif (surat pengantar, surat pernyataan
pendaftar, izin industri farmasi, sertifikat CPOB yang masih berlaku untuk bentuk
sediaan yang didaftarkan, sertifikat CPOB produsen zat aktif, data inspeksi CPOB
terakhir dan perubahan terkait paling lama dua tahun yang dikeluarkan oleh BPOM,
surat pernyataan terkait pemenuhan persyaratan registrasi variasi, izin edar dan semua
surat persetujuan registrasi variasi yang diterbitkan oleh BPOM, tabel sandingan,
justifikasi terhadap perubahan yang diajukan, dan informasi produk) dan dokumen
klinik. Evaluator akan meminta tambahan data kepada pendaftar jika diperlukan.
Hasil HPR yang diterbitkan meliputi kategori registrasi, jalur evaluasi, dan biaya
registrasi. Setelah HPR diterbitkan, pendaftar dapat menyusun dokumen registrasi
variasi major produk “Y” berupa dokumen administratif dan dokumen klinik secara
lengkap. Hasil akhir dari Kepala Badan berupa surat persetujuan atau surat
penolakan.

5.2 Saran
1. Penerapan SOP Regulatory Affairs di PT Aventis Pharma yang sudah baik
harus selalu dipertahankan untuk menjamin mutu obat yang beredar di
pasaran.

22 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN

Aventis Pharma. (2018a). Policy and Procedure Product Registration Process


057/SOP/ID/REG/PRP Version 04. Jakarta.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia HK.03.1.23.12.11.10690
Tahun 2011 Tentang Penerapan Farmakovigilans Bagi Industri Farmasi.
Jakarta.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2017. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2017
Tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Jakarta.

23 Universitas Indonesia
LAMPIRAN

24 Universitas Indonesia
25

Lampiran 1. Checklist Kelengkapan Dokumen Pra Registrasi Produk “Y”

Universitas Indonesia
26

(lanjutan)

Universitas Indonesia
27

(lanjutan)

Universitas Indonesia
28

(lanjutan)

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai