Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan maternal-perinatal adalah pemberian layanan kesehatan yang
berkualitas dan profesional yang mengidentifikasi, berfokus dan beradaptasi
dengan kebutuhan fisik dan psikososial ibu bersalin, keluarga dan bayi baru lahir.
Persalinan proses yang dilalui oleh ibu hamil pada akhir trimester kehamilan
dimana terjadi pengeluaran janin melalui jalan lahir sampai dengan bayi dan ibu
dapat melangsungkan kehidupannya secara terpisah dengan atau tanpa penyulit
persalinan. Setiap wanita hamil menginginkan proses persalinan yang normal,
namun karena berbagai penyebab dan factor resiko yang membahayakan baik bagi
ibu dan bayinya.
Dari sudut praktis, memimpin persalinan adalah suatu seni, walaupun memerlukan
ilmu obsteri yang harus diketahui penolong. Oleh karena itu dukun beranak masih
mempunyai peranan penting dan memerlukan pendidikan dan latihan, terutama
dinegara-negara berkembang.
Kadang-kadang persalinan menemui hambatan yang tak terelakkan. Sebagai
contoh, saat panggul ibu terlalu kecil untuk dilewati bayi, atau bayi terlalu besar,
dsb. Saat itu, dibutuhkan bantuan supaya persalinan bisa berlanjut dan bayi bisa
lahir dengan selamat. Yang paling sering digunakan adalah persalinan dengan
vakum, forsep, atau sesar.
Pertolongan persalinan dengan tindakan pembedahan merupakan tindakan untuk
menyelamatkan ibu dan bayi. Resiko infeksi setelah persalinan merupakan
ancaman yang dapat membahayakan sehingga perawatan setelah operasi
memerlukan perhatian dan penanganan yang tepat untuk menurunkan angka
kesakitan dan angka kematian. Seorang perawat mempunyai tugas untuk
mempersiapkan pasien sebelum pelaksanaan persalinan tindakan, untuk
mengurangi resiko komplikasi yang tidak diharapkan, maka perawat harus
mengetahui penatalaksanaan tindakan pembedahan vakum ekstrasi, ekstraksi
forcep dan section caesarea. Sehingga mampu memberikan komunikasi, informasi,
edukasi dan motivasi kepada ibu dan keluarga. Selain itu dalam rencana persalinan
tindakan pembedahan tersebut perlu diperhatikan bahwasanya operasi tersebut
tidak menambah beratnya penderitaan atau cacat. Maka dari itu perlu persiapan
yang matang sehingga dapat dicapai optimalisasi ibu maupun bayinya. Persiapan
sebelum tindakan pembedahan meliputi persiapan mental dan fisik penderita.
Dengan tindakan pembedahan diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu
dan angka kematian perinatal.
1.2 Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
a. Diharapkan mahasiswa mampu memahami tentang penatalaksanaan
klien dengan partus tindakan pembedahan.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan klien dengan partus
tindakan ekstraksi forsep
b. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan klien dengan partus
tindakan ekstraksi vakum
c. Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan klien dengan partus
tindakan seksio saesaria
BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1 Anatomi Fisiologi


A. Genitalia Eksternal
1. Vulva
Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi perineum),
terdiri dari mons pubis, labia mayora, labia minora, clitoris, hymen,
vestibulum, orificium urethrae externum, kelenjar-kelenjar pada
dinding vagina.
2. Mons pubis / mons veneris
Lapisan lemak di bagian anterior symphisis os pubis. Pada masa
pubertas daerah ini mulai ditumbuhi rambut pubis.
3. Labia mayora
Lapisan lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan belakang,
banyak mengandung pleksus vena. Homolog embriologik dengan
skrotum pada pria. Ligamentum rotundum uteri berakhir pada
batas atas labia mayora. Di bagian bawah perineum, labia mayora
menyatu (pada commisura posterior).
4. Labia minora
Lipatan jaringan tipis di balik labia mayora, tidak mempunyai
folikel rambut. Banyak terdapat pembuluh darah, otot polos dan
ujung serabut saraf.
5. Clitoris
Terdiri dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian superior
vulva, dan corpus clitoridis yang tertanam di dalam dinding
anterior vagina. Homolog embriologik dengan penis pada pria.
Terdapat juga reseptor androgen pada clitoris. Banyak pembuluh
darah dan ujung serabut saraf, sangat sensitif.
6. Vestibulum
Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas
lateral labia minora. Berasal dari sinus urogenital. Terdapat 6
lubang/orificium, yaitu orificium urethrae externum, introitus
vaginae, ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri dan duktus Skene
kanan-kiri. Antara fourchet dan vagina terdapat fossa navicularis.
7. Introitus / orificium vagina
Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup
lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa
robekan.
Hymen normal terdapat lubang kecil untuk aliran darah menstruasi,
dapat berbentuk bulan sabit, bulat, oval, cribiformis, septum atau
fimbriae. Akibat coitus atau trauma lain, hymen dapat robek dan
bentuk lubang menjadi tidak beraturan dengan robekan (misalnya
berbentuk fimbriae). Bentuk himen postpartum disebut parous.
Corrunculae myrtiformis adalah sisa2 selaput dara yang robek yang
tampak pada wanita pernah melahirkan / para. Hymen yang
abnormal, misalnya primer tidak berlubang (hymen imperforata)
menutup total lubang vagina, dapat menyebabkan darah menstruasi
terkumpul di rongga genitalia interna.
8. Vagina
Rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi
cervix uteri di bagian kranial dorsal sampai ke vulva di bagian
kaudal ventral. Daerah di sekitar cervix disebut fornix, dibagi
dalam 4 kuadran : fornix anterior, fornix posterior, dan fornix
lateral kanan dan kiri. Vagina memiliki dinding ventral dan dinding
dorsal yang elastis. Dilapisi epitel skuamosa berlapis, berubah
mengikuti siklus haid. Fungsi vagina: untuk mengeluarkan ekskresi
uterus pada haid, untuk jalan lahir dan untuk kopulasi
(persetubuhan).
Bagian atas vagina terbentuk dari duktus Mulleri, bawah dari sinus
urogenitalis. Batas dalam secara klinis yaitu fornices anterior,
posterior dan lateralis di sekitar cervix uteri. Titik Grayenbergh (G-
spot), merupakan titik daerah sensorik di sekitar 1/3 anterior
dinding vagina, sangat sensitif terhadap stimulasi orgasmus
vaginal.
9. Perineum
Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas otot-
otot diafragma pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma
urogenitalis (m.perinealis transversus profunda, m.constrictor
urethra).
Perineal body adalah raphe median m.levator ani, antara anus dan
vagina.
Perineum meregang pada persalinan, kadang perlu dipotong
(episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah ruptur.
B. Genitalia Internal
1. Uterus
Suatu organ muskular berbentuk seperti buah pir, dilapisi
peritoneum (serosa). Selama kehamilan berfungsi sebagai tempat
implatansi, retensi dan nutrisi konseptus. Pada saat persalinan
dengan adanya kontraksi dinding uterus dan pembukaan serviks
uterus, isi konsepsi dikeluarkan. Terdiri dari corpus, fundus, cornu,
isthmus dan serviks uteri.
2. Serviks uteri
Bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis (berbatasan /
menembus dinding dalam vagina) dan pars supravaginalis. Terdiri
dari 3 komponen utama: otot polos, jalinan jaringan ikat (kolagen
dan glikosamin) dan elastin. Bagian luar di dalam rongga vagina
yaitu portio cervicis uteri (dinding) dengan lubang ostium uteri
externum (luar, arah vagina) dilapisi epitel skuamokolumnar
mukosa serviks, dan ostium uteri internum (dalam, arah cavum).
Sebelum melahirkan (nullipara / primigravida) lubang ostium
externum bulat kecil, setelah pernah / riwayat melahirkan
(primipara/ multigravida) berbentuk garis melintang. Posisi serviks
mengarah ke kaudal-posterior, setinggi spina ischiadica. Kelenjar
mukosa serviks menghasilkan lendir getah serviks yang
mengandung glikoprotein kaya karbohidrat (musin) dan larutan
berbagai garam, peptida dan air. Ketebalan mukosa dan viskositas
lendir serviks dipengaruhi siklus haid.
3. Corpus uteri
Terdiri dari : paling luar lapisan serosa/peritoneum yang melekat
pada ligamentum latum uteri di intraabdomen, tengah lapisan
muskular/miometrium berupa otot polos tiga lapis (dari luar ke
dalam arah serabut otot longitudinal, anyaman dan sirkular), serta
dalam lapisan endometrium yang melapisi dinding cavum uteri,
menebal dan runtuh sesuai siklus haid akibat pengaruh hormon-
hormon ovarium. Posisi corpus intraabdomen mendatar dengan
fleksi ke anterior, fundus uteri berada di atas vesica urinaria.
Proporsi ukuran corpus terhadap isthmus dan serviks uterus
bervariasi selama pertumbuhan dan perkembangan wanita
(gambar).
4. Ligamenta penyangga uterus
Ligamentum latum uteri, ligamentum rotundum uteri, ligamentum
cardinale, ligamentum ovarii, ligamentum sacrouterina propium,
ligamentum infundibulopelvicum, ligamentum vesicouterina,
ligamentum rectouterina.
5. Vaskularisasi uterus
Terutama dari arteri uterina cabang arteri hypogastrica/illiaca
interna, serta arteri ovarica cabang aorta abdominalis.
6. Salping / Tuba Falopii
Embriologik uterus dan tuba berasal dari ductus Mulleri. Sepasang
tuba kiri-kanan, panjang 8-14 cm, berfungsi sebagai jalan
transportasi ovum dari ovarium sampai cavum uteri.
Dinding tuba terdiri tiga lapisan : serosa, muskular (longitudinal
dan sirkular) serta mukosa dengan epitel bersilia. Terdiri dari pars
interstitialis, pars isthmica, pars ampularis, serta pars infundibulum
dengan fimbria, dengan karakteristik silia dan ketebalan dinding
yang berbeda-beda pada setiap bagiannya (gambar).
7. Pars isthmica (proksimal/isthmus)
Merupakan bagian dengan lumen tersempit, terdapat sfingter
uterotuba pengendali transfer gamet.
8. Pars ampularis (medial/ampula)
Tempat yang sering terjadi fertilisasi adalah daerah ampula /
infundibulum, dan pada hamil ektopik (patologik) sering juga
terjadi implantasi di dinding tuba bagian ini. Pars infundibulum
(distal)
Dilengkapi dengan fimbriae serta ostium tubae abdominale pada
ujungnya, melekat dengan permukaan ovarium. Fimbriae berfungsi
“menangkap” ovum yang keluar saat ovulasi dari permukaan
ovarium, dan membawanya ke dalam tuba.
9. Mesosalping
Jaringan ikat penyangga tuba (seperti halnya mesenterium pada
usus).
10. Ovarium
Organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga
peritoneum, sepasang kiri-kanan. Dilapisi mesovarium, sebagai
jaringan ikat dan jalan pembuluh darah dan saraf. Terdiri dari
korteks dan medula. Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan
pematangan folikel menjadi ovum (dari sel epitel germinal
primordial di lapisan terluar epital ovarium di korteks), ovulasi
(pengeluaran ovum), sintesis dan sekresi hormon-hormon steroid
(estrogen oleh teka interna folikel, progesteron oleh korpus luteum
pascaovulasi). Berhubungan dengan pars infundibulum tuba
Falopii melalui perlekatan fimbriae. Fimbriae “menangkap” ovum
yang dilepaskan pada saat ovulasi. Ovarium terfiksasi oleh
ligamentum ovarii proprium, ligamentum infundibulopelvicum
dan jaringan ikat mesovarium. Vaskularisasi dari cabang aorta
abdominalis inferior terhadap arteri renalis.

2.2 Pengertian Ekstraksi Vakum


Vacum ekstraksi adalah suatu tindakan bantuan persalinan dimana janin
dilahirkan dengan ekstraksi menggunakan tekanan negatif (daya hampa
udara) dengan alat vacum (negatif-presure vacum ekstraktor) yang
dipasang dikepalanya. Hanya sebagai alat ekstraksi tidak baik sebagai alat
rotasi (Farogh, 2009)
Ekstraksi vacum adalah metode pelahiran dengan memasang sebuah
mangkuk (Cup) vakum di kepala janin dan tekanan negatif.
(Bobak,Ledwig,Jensen, 2005, hal 799).
Ekstraksi vakum adalah tindakan obstetrik yang bertujuan untuk
mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu dan
ekstraksi pada bayi (Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal.2007:495)
Vakum ekstraksi adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan
dengan akstraksi tenaga negative (vakum) di kepalanya (Kapita Selekta,
2001).
Menurut Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal (2007) vakum ekstraksi adalah tindakan obstetrik yang bertujuan
untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi tenaga mengedan ibu
dan ekstraksi pada bayi.
Syarat-syarat ekstraksi vakum
1. Pembukaan lengkap atau hampir lengkap
2. Presentasi kepala, janin aterm, TBJ > 2500 g
3. Cukup bulan (tidak prematur)
4. Tidak ada sempit panggul
5. Kepala sudah masuk pintu atas panggul
6. Anak hidup dan tidak gawat janin
7. Penurunan sampai H III/IV (dasar panggul)
8. Kontraksi baik
9. Ibu kooperatif dan mampu untuk mengejan
10. Ketuban sudah pecah atau dipecahkan
11. Analgesia yang sesuai
12. Kandung kencing ibu kosong
Ekstraksi vakum adalah suatu persalinan buatan, janin dilahirkan dengan
ekstraksi tenaga negatif (vakum) di kepalanya. (Kapita selekta Kedokteran
: 331)

2.3 Etiologi
1. Kelainan dari ibu :
a. Kelainan uterus
b. Tumor dari uterus yang mendesak uterus
c. Kelainan bawaan uterus
d. Kelainan panggul: panggul atas yang terlalu luas atau terlalu
sempit dapat menganggu fiksasi dari kepala janin
e. Kelainan dari jumlah air ketuban hidram nion
f. Kelainan implantasi plasenta
2. Kelainan dari janin:
a. Bayi prematur, ukuran kepala keci,l fiksasi kepala tidak
sempurna.
b. Kehamilan ganda, kehamilan yang kemnbar, janin menyesuaikan
dirinya dalam rahim
c. Bayi mati, presentasi bokong terjadi pada keadaan ini karena
gerakan janin yang tidak ada
d. Bayi dengan kelainan bawaan, dapat menganggu fiksasi dari
kepala bayi

2.4 Patofisiologi

Adanya beberapa faktor baik faktor ibu maupun janin mengakibatkan


tindakan ekstraksi forsep/ekstraksi vakum dilakukan. Ketidakmampuan
mengejan, keletihan, penyakit jantung (eklampsia), section secarea pada
persalinan sebelumnya, kala II yang lama, fetal distress dan posisi janin
oksiput posterior atau oksiput transverse mengakibatkan persalinan tidak
sanggup dilakukan secara normal.
Untuk melahirkan secara per vaginam maka perlu tindakan ekstraksi
vacum/forsep. Tindakan ekstraksi foesep/vacuum mengakibatkan
terjadinya laserasi pada servuk uteri dan vagina ibu. Disamping itu terjadi
laserasi pada kepala janin yang sanggup menimbulkan perdarahan
intrakranial.

2.5 Pathway
Komplikasi
1) Pada ibu : Bisa terjadi perdarahan akibat atonia uteri atau trauma, trauma jalan
lahir dan infeksi.
2) Pada janin : Aberasi dan laserasi kulit kepala, sefalhematoma yang biasanya
hilang dalam 3-4 minggu, nekrosis kulit kepala, perdarahan intakranial (sangat
jarang) jaundice, fraktur clavikula, kerusakan N VI dan N VII.
Pemeriksaan Penunjang
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
A. Identitas Klien
B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama Biasanya mengeluh nyeri (daerah luka operasi,
laserasi jalan lahir), cemas dll.
2. Riwayat kesehatan sekarang Pengembangan dari keluhan
utama, misalnya: nyeri yang dikaji dengan PQRST.
3. Riwayat Penyakit Dahulu Untuk mendapatkan informasi
mengenai masalah klien yang mungkin menyertai dan
menyebabkan dilakukan tindakan pembedahan, seperti ca
servik.
4. Riwayat kesehatan keluarga Adakah anggota keluarga yang
mempunyai penyakit keturunan seperti hipertensi, DM, jantung.
atau riwayat penyakit menular seperti hepatitis dan TBC dan
riwayat persalinan misalnya secsio karena panggul sempit
5. Riwayat Obstetri dan Ginekologi
a. Riwayat Ginekologi
1) Riwayat Menstruasi, pernikahan ke berapa bagi klien
dan suami.
2) Riwayat Keluarga Berencana Jenis kontrasepsi yang
digunakan sebelum hamil, waktu dan lamanya, apakah
ada masalah, jenis kontrasepsi yang akan digunakan.
b. Riwayat Obstetri
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu. b)
Tahun persalinan, tempat persalinan, umur kehamilan, jenis
kelamin anak, BB anak, keluhan saat hamil, dan keadaan
anak sekarang. h. Pemeriksaan Fisik 1) Head to to atau per
sistem. 2) Sama seperti pemeriksaan ibu hamil lainnya. 3)
Masalah perlu dikaji kesiapan untuk tindakan pembedahan.
i. Pemeriksaan penunjang Hasil pemeriksaan HB dan
leukosit menjadi hal yang harus diperhatikan untuk melihat
adakah tanda anemia dan infeksi. Golongan darah, urine:
untuk menentukan kadar albumin atau glukosa 2.
Kemungkinan Diagnosa Keperawatan a. Pre Tindakan 1)
Kurang pengetahuan mengenai prosedur pembedahan atau
pemasangan alat forcep dan vakum berhubungan dengan
kurang pemajanan / tidak mengenal informasi, kesalahan
interpretasi. 2) Nyeri berhubungan dengan kontraksi otot
uterus yang lebih lama. 3) Ansietas berhubungan dengan
krisis situasi, ancaman konsep diri, ancaman yang
dirasakan actual dari kesejahteraan maternal dan janin,
transmisi interpersonal. 4) Resiko tinggi kerusakan
pertukaran gas terhadap janin berhubungan dengan
perubahan aliran darah ke plasenta dan atau melalui tali
pusat. b. Pasca Tindakan 1) Nyeri berhubungan dengan
trauma pembedahan, efek-efek anesthesi, efek-efek
hormonal, distensi kandung kemih/ andomen atau
perlukaan jalanlahir akibat invasive alat forcep dan vakum.
2) Cemas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri, transmisi
atau kontak interpersonal, kebutuhan tidak terpeuhi. 3) Resiko injuri pada ibu dan
janin berhubungan dengan trauma jaringan akibat pemasangan alat forsep dan
tindakan pembedahan. 4) Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan
trauma gangguan integritas kulit akibat prosedur pambedahan atau perlukaan jalan
lahir akibat penggunaan alat forsep. 5) Konstipasi berhubungan dengan penurunan
tonus otot (diastasis reksti, kelebihan analgetik atau anestesi, efek-efek progesteron,
dehidrasi, diare pra persalinan, kurang masukan, nyeri perineal atau infeksi). 6)
Kurangnya pengetahuan mengenai perubahan fisiologis, periode pemulihan,
perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurang
mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber 7) Perubahan
eliminasi urin berhubungan dengan trauma/diversi mekanis, eek-efek hormonal
(perpindahan cairan dan peningkatan aliran plasma ginjal), efek-efek anestesi 8)
Kurang perawatan diri berhubungan dengan efek-efek anesthesi, penurunan
kekuatan dan ketahanan, ketidaknyamanan fisik

3. Perencanaan Keperawatan a. Pre Tindakan 1) Kurang pengetahuan mengenai


prosedur pembedahan atau pemasangan alat forcep dan vakum berhubungan
dengan kurang pemajanan /tidak mengenal informasi, kesalahan interpretasi.
Tujuan : klien mengetahui tentang prosedur pembedahan atau pemasangan alat
forcep dan vakum. Kriteria hasil : a) Klien mengungkapkan pemahaman tentang
indikasi kelahiran sesaria, atau persalinan dengan forsep atau vakum.
b) Mengenali ini sebagai metode alternative kelahiran bayi. Intervensi Rasional a)
Kaji kebutuhan belajar
b) Catat tingkat stress dan apakah prosedur direncanakan atau tidak c) Berikan
informasi akurat dengan istilah-istilah sederhana, anjurkan pasangan untuk
mengajukan pertanyaan dan mengungkapkan pemahaman mereka d) Gambarkan
prosedur pra operatif dengan jelas, atau prosedur pemasangan forcep atau vakum
dengan jelas, dan berikan rasional dengan tepat. e) Berikan penyuluhan
pascaoperatif; termasuk instruksi latihan kaki, batuk,
a) Metode kelahiran alternative ini biasanya sudah didiskusikan dengan dokter bila
ditemukan adanya indikasi namun ada yang belum atau klien yang mengalami lagi
kelahiran dengan sesaria tidak dapat mengingat dengan jelas atau memahami detil-
detil melahirkan sebelumnya. b) Mengidentifikasi kesiapan klien/pasangan untuk
menerima informasi c) Memberikan informasi dan mengklarifikasi kesalahan
konsep. Memberikan kesempatan untuk mengevaluasi pemahaman klien/pasangan
terhadap situasi.

d) Informasi memungkinkan klien mengantisipasi kejadian dan memahami alasan


intervensi/tindakan.

e) Memberikan tehnik untuk mencegah komplikasi yang berhubungan dengan statis


vena dan pneumonia hipostatik dan
dan nafas dalam; teknik pembebatan; dan latihan pengetatan abdomen.
menurunkan stress pada sisi operasi.
2) Nyeri berhubungan dengan kontraksi otot uterus Tujuan : Klien dapat
mengungkapkan rasa nyeri Kriteria hasil : Klien dapat mengungkapkan
penurunan ketidaknyamanan/nyeri Intervensi Rasional a) Kaji lokasi, sifat, dan
durasi nyeri, khususnya saat berhubungan dengan indikasi kelahiran sesaria, atau
persalinan dengan forcep atau vakum b) Hilangkan factor-faktor yang
menghasilkan ansietas (mis kehilangan kontrol) berikan informasi akurat, dan
anjurkan keberadaan pasangan.
c) Instruksikan teknik relaksasi; posisikan senyaman mungkin.

d) Kolaboratif berikan sedative, narkotik, atau obat praoperatif


a) Menandakan ketepatan pilihan tindakan.

b) Tingkat toleransi ansietas adalah individual dan dipengaruhi oleh berbagai factor.
Ansietas berlebihan pada respon terhadap situasi darurat dapat meningkatkan
ketidak nyamanan karena rasa takut, tegang dan nyeri yang saling berhubungan dan
merubah kemampuan klien untuk mengatasi. c) Dapat membantu dalam reduksi
ansitas dan ketegangan dan meningkatkan kenyamanan. d) Meningkatkan
kenyamanan dengan memblok impuls nyeri.
Mempunyai potensial kerja agen anestetik.

3) Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman konsep diri, ancaman yang
dirasakan actual dari kesejahteraan maternal dan janin, transmisi interpersonal
Tujuan : Ansietas berkurang. Kriteria hasil : a) Klien dapat mengungkapkan rasa
takut pada keselamatan klien dan janin. b) Klien mendiskusikan perasaan tentang
kelahiran sesaria. c) Klien tampak benar-benar rileks. d) Klien dapat menggunakan
sumber/system pendukung dengan efektif. Intervensi Rasional a) Kaji respon
psikologi pada kejadian dan ketersediaan system pendukung b) Pastikan apakah
prosedur direncanakan atau tidak direncanakan.
c) Tetap bersama klien dan tetap tenang. Bicara perlahan. Tunjukkan empati.

d) Beri penguatan aspek positif dari ibu dan kondisi janin.


a) Makin klien merasakan ancaman, makin besar tingkat ansietas. b) Pada kelahiran
sesaria yang tidak direncanakan, klien/pasangan biasanya tidak mempunyai waktu
untuk persiapan secara psikologi atau fisiologis. c) Membantu membatasi transmisi
ansietas interpersonal dan mendokumentasikan perhatian terhadap klien/pasangan.
d) Memfokuskan pada kemungkinan keberhasilan

e) Dukung/arahkan kembali mekanisme koping yang diekspresikan.

f) Diskusikan pengalaman/harapan kelahiran anak pada masa lalu, bila tepat.


hasil akhir dan membantu membawa ancaman yang dirasakan /actual ke dalam
perspektif. e) Mendukung mekanisme koping dasar dan otomatik, meningkatkan
kepercyaan diri dan penerimaan, dan menurunkan ansietas. f) Klien dapat
mengalami penyimpangan memori dari melahirkan masa lalu atau persepsi tidak
realistis dari abnormalitas kelahitan sesaria yang akan meningkatkan ansietas. 4)
Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas terhadap janin berhubungan dengan
perubahan aliran darah ke plasenta dan atau melalui tali pusat. Tujuan : Tidak
terjadi kerusakan gas terhadap janin Kriteria hasil : a) Janin menunjukkan denyut
jantung janin (DJJ) dalam batas normal. b) Janin memanifestasikan variabilitas
normal pada strip pemantau. c) Janin bebas dari deselerasi variable lambat atau
lama. Intervensi Rasional a) Perhatikan adanya pada ibu factor-faktor yang secara
negative mempengaruhi a) Penurunan volume sirkulasi atau vasospasme dalam
plasenta menurunkan
sirkulasi plasenta dan oksigenasi janin. b) Lanjutkan pemantauan DJJ, perhatikan
perubahan denyut per denyut atau deselerasi selama dan setelah kontraksi.

c) Perhatikan adanya variabel deselarasi; perubahan posisi klien dari sisi ke sisi.

d) Perhatikan warna dan jumlah cairan amnion bila pecah ketuban.

e) Auskultasi jantung janin bila ketuban pecah.

f) Pantau respons jantung janin untuk obat praoperasi atau anastesi regional.

ketersediaan oksigen untuk ambilan janin. b) Distres janin dapat terjadi, karena
hipoksia; mungkin dimanifestasikan dengan penurunan variabilitas, deselerasi
lambat, dan takikardia yang diikuti dengan bradikardia. c) Kompresi tali pusat
diantara jalan lahir dan bagian presentasi dapat dihilangkan dengan perubahan
posisi. d) Distres janin pada presentasi vertex dimanifestasikan dengan kandungan
mekonium, yang merupakan akibat dari respon vagal pada hipoksia.

e) Prolaps terlihat atau samar dari tali pusat pada tidak adanya dilatasi serviks penuh
dapat memerlukan kelahiran sesaria. f) Narkotik biasanya menurunkan variabilitas
DJJ dan memerlukan pemberian nalokson(Narcan) setelah melahirkan untuk
memperbaiki depresi pernapasan narkotik. Hipotensi maternal pada respos terhadap
anesthesia secara

g) Kolaborasi Berikan lead internal, dan pemantauan janin elektronik sesuai


indikasi. Bantu dokter dengan peninggian verteks,bila diperlukan Atur adanya
dokter anak dan perawat perawatan intensif neonatal pada ruang melahirkan untuk
jadual dan kelahiran sesaria darurat.

umum menyebabkan bradikardia janin sementara, menurunkan variabilitas, dan


tidur. g) kolaborasi Memberikan pengukuran lebih akurat dari respons dan
kondisi janin. Perubahan posisi dapat menghilangkan tekanan pada tali pusat.
Bayi mungkin praterm atau dapat mengalami perubahan respons, karena kondisi
dasar maternal dan/atau perubahan proses kelahiran, memerlukan perawatan
segera/resusitasi.

b. Pasca Tindakan 1) Nyeri berhubungan dengan dengan trauma pembedahan, efek-


efek anesthesi, efek-efek hormonal, distensi kandung kemih/andomen . atau
perlukaan jalan lahir akibat invasive alat forcepdan vakum Tujuan: rasa nyaman
terpenuhi dan tidak terasa nyeri Kriteria: a) Mengidentifikasi dan menggunakan
intervensi untuk mengtatasi nyeri/ketidaknyamanan dengan tepat. b)
Mengungkapkan berkurangnya nyeri.
c) Tampak relaks, mampu tidur/istirahat dengan tepat. Intervensi Rasional a)
Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyamanan. Perhatikan isyarat verbal dan
nonverbal seperti meringis, kaku dan gerakan melindungi atau terbatas.
b) Berikan informasi dan petunjuk antisipasi mengenai penyebab ketidaknyamanan
dan intervensi yang tepat c) Observasi tanda-tanda vital.

d) Perhatikan nyeri tekan uterus dan adanya karakteristik nyeri klien: perhatikan
infus oksitosin pasca operasi. e) Ubah posisi klien, kurangi rangsangan yang
berbahaya dan berikan gosokan punggung. f) Anjurkan penggunaan pernafasan
relaksasi dan distraksi.
a) Meningkatkan pemecahan masalah, membantu mengurangi nyeri berkenaan
dengan ansietas dan ketakutan karena ketidaktahuan dan memberikan rasa kontrol.
b) Pada banyak klien, nyeri dapat menyebabkan gelisah serta dapat meningkatkan
TD dan nadi.

c) Selama 12 jam pertama pascapartum kondisi uterus kuat dan teratur dan ini
berlanjut selama dua sampai tiga hari berikutnya, meskipun frekuensi dan
intensitasnya dikurangi. Faktor yang memperberat nyeri penyerta meliputi
multipara, overdistensi uterus, menyusui dan pemberian preparat ergot dan
oksitosin.

d) Meningkatkan kenyamanan dan menurunkan distraksi tidak menyanangkan,


meningkatkan rasa sejahtera. e) Relaksasi otot dan mengalihkan perhatian dari
sensasi nyeri
f) Nafas dalam meningkatkan upaya pernafasan. Pembebatan menurunkan
ketegangan area

g) Lakukan latihan nafas dalam, spirometri insentif dan batuk dengan menggunakan
prosedurprosedur pembebatan dengan tepat, 30 menit setelah pemberian analgesik
h) Anjurkan ambulasi dini. Anjurakan menghindari makanan atau cairan
pembentuk gas. i) Anjurkan penggunaan posisi rekumben lateral kiri.

j) Inspeksi hemoroid pada perineum. Anjurkan penggunaan kompres es selama 20


menit setiap 4 jam, penggunan kompres witch hazel dan peninggian pelvis pada
bantal sesuai kebutuhan. k) Palpasi kandung kemih, perhatikan adanya rasa penuh.
Memudahkan berkemih periodik
insisi dan mengurangi nyeri dan ketidaknyamanan berkenaan dengan gerakan otot
abdomen. Batuk Diindikasikan bila sekresi atau ronchi terdengar. g) Menurunkan
pembentukan gas dan meningkatkan peristaltik untuk menghilangkan
ketidaknyamanan akibat akumulasi gas yang sering memuncak pada hari ketiga
setelah kelahiran plasenta.

h) Memungkinkan gas meningkat dari kolon desendens ke sigmoid, memudahkan


pengeluaran i) Membantu regresi hemoroid dan varises vulva dengan meningkatkan
vasokonstriksi menurunkan ketidaknyamanandan gatal dan meningkatkan
kembalinya fungsi usus normal.
j) Kembalinya fungsi kandung kemih normal memerlukan empat sampai tujuh hari
dan over distensi kandung kemih menciptakan perasaan dorongan dan
ketidaknyamanan. k) Kebocoran cairan serebrospinal melalui duramater ke dalam
ruang ekstradural menurunkan volume yang diperlukan untuk
setelah pengangkatan kateter indwelling.

l) Evaluasi terhadap sakit kepala khususnya setelah anestesi subarakhnoid.

m) Anjurkan tirah baring pada posisi datar berbaring, timgkatkan cairan, berikan
minuman berkafein, bantu sesuai kebutuhan pada perawatan klien dan bayi dan
berikan ikatan abdominal bila klien tegak, pada adanya sakit kepala spinal.

n) Inspeksi jaringan payudara dan puting; kaji terhadap adanya pembesaran atau
puting pecah. o) Anjurkan menggunakan bra penyokong
menyokong jaringan otak, menyebabkan batang otak turun ke dasar tengkorak bila
klien pada posisi tegak.
l) Menurunkan beratnya sakit kepala dengan meningkatkan cairan yang ada untuk
produksi CSS dan membatasi perpindahan posisi otak. Sakit kepala berat dapat
mengganggu kemampuan klien untuk melakukan perawatan diri dan perawatan
bayi.

m) Pada 24 jam pascapartum, payudara harus lunak dan tidak nyeri tekan, dengan
puting bebas dari area pecah-pecah atau adanya kemerahan. Pembesaran payudara,
nyeri tekan puting atau adanya pecah-pecah pada puting (bila klien menyusui) dapat
terjadi dua sampai hari pasca partum dan memerlukan intervensi segera untuk
memudahkan kontinuitas menyusui dan mencegah komplikasi lebih serius. n)
Mengangkat payudara ke dalam dan ke atas, mengakibatkan posisi lebih nyaman
dan menurunkan kelelahan otot. o) Membantu laktasi klien merangsang aliran ASI
dan

p) Berikan informasi tentang menyusui: frekuensi pemberian makan, memberikan


kompres panas pada payudara sebelum menyusui, posisi yang tepat pada bayi dan
mengeluarkan ASI secara manual

q) Anjurkan klien mulai memberi makan dari puting yang tidak nyeri tekan selama
beberapa kali pemberian makan secara berkala bila hanya satu puting,

r) Berikan kompres es pada area aksila payudara bila klien tidak merencanakan
menyusui. Berikan kompresi ketat dengan pengiikat selama 72 jam atau
penggunaan bra penyokong ketat. Hindari pemajanan berlebihan payudara terhadap
panas atau rangsangan payudara oleh bayi, pasangan
menghilangkan stasis dan ketegangan. Penggunaan “gendongan Football”
mengarahkan kaki bayi menjauh dari abdomen. Bantal membantu menyokong bayi
dan melindungi insisi dalam posisi duduk atau miring. p) Respon menghisap
pertama kuat dan mungkin nyeri. Mulai memberikan makan dengan payudara yang
tidak sakit kemudian dilanjutkan pada payudara yang sakit mungkin mengurangi
nyeri dan meningkatkan penyembuhan. q) Pengikatan dan kompres es mencegah
laktasi dengan cara– cara mekanis dan metode yang disukai untuk supresi laktasi.
Ketidaknyamanan berakhir kirakira 48 sampai 72 jam, tetapi berkurang atau hilang
dengan menghindari stimulasi puting. r) Meningatkan kenyamanan, yang
memperbaiki status psikologis dan meningkatkan morbilitas. Penggunaaan obat
yang bijaksana memungkinkan ibu yang menyusui menikmati dalm memberikan
makan tanpa efekefek samping pada bayi.
seksual atau klien sampai supresi selesai. (Kira-kira satu minggu ) s) Kolaborasi
pemberian analgetik setiap tiga sampai empat jam, berlanjut dari rute IV atau IM
sampai ke rute oral. Berikan obat pada klien yang menyusui 48 sampai 60 menit
sebelum menyusui.

2.) Cemas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman pada konsep diri, transmisi
atau kontak interpersonal, kebutuhan tidak terpeuhi. Tujuan: rasa aman klien
terpernuhi: cemas hilang Kriteria: a) Mengungkapkan kesadaran akan perasaan
ansietas b) Mengidentifikasi cara untuk menurunkan atau menghilangkan ansietas
c) Melaporkan bahwa ansietas sudah menurun ke tingkat yang dapat diatasi d)
Kelihatan rileks, dapat tidur/istirahat dengan benar. Intervensi Rasional a) Kaji
tingkat kecemasan klien dan sumber masalah

b) Dorong klien atau pasangan untuk mengungkapkan perasaan. c) Bantu klien atau
pasangan dalam mengidentifikasi
a) Untuk mengetahui tingkat kecemasan ringan, sedang atau berat sehingga
memudahkan untuk menentukan intervensi b) Klien akan terasa lega setelah
mengungkapkan perasaannya.

c) Membantu memfasilitasi adaptasi yang positif terhadap


mekanisme koping yang lazim dan perkembangan strategi koping baru jika
dibutuhkan. d) Berikan informasi yang akurat tentang keadaan klien dan bayi

e) Mulai kontak antara klien/pasangan dengan bayi sesegera mungkin.


peran baru : mengurangi perasaan ansietas.

d) Khayalan yang disebabkan oleh kurangnya informasi atau kesalahfahaman dapat


meningkatkan tingkat kecemasan. e) Mengurangi ansietas yang mungkin
berhubungan dengan penanganan bayi.

3). Resiko injuri pada ibu dan janin berhubungan dengan trauma jaringan akibat
pemasangan alat forsep dan tindakan pembedahan. Tujuan: injuri tidak terjadi
Kriteria: a) Mendemonstrasikan perilaku untuk menurunkan faktor-faktor resiko
dan/atau perlindungan diri. b) Bebas dari komplikasi Intervensi Rasional a) Tinjau
ulang catatan prenatal dan intranatal terhadap faktor-faktor yang
mempredisposisikan klien pada komplikasi. Catat kadar Hb dan kehilangan darah
operatif

a) Adanya faktor-faktor resiko seperti kelelahan miometrial , distensi uterus


berlebihan, stimulasi oksitosin lama atau tromboflebitis prenatal memungkinkan
klien lebih rentan tehadap komplikasi pasca operasi.
b) Observasi tanda-tanda vital

c) Inspeksi balutan terhadap perdarahan berlebihan

d) Perhatikan karakter dan jumlah aliran lochea dan konsistensi fundus. e) Pantau
intake-output, (perhatikan penampilan, warna, konsentrasi dan berat jenis urine)
f) Anjurkan ambulasi dini dan latihan.

g) Pemasangan alat forsep atau vakum dengan teknik yang benar


b) Meningkatnya tanda-tanda vital menunjukkan adanya hipertensi. c) Luka bedah
dengan drain dapat membasahi balutan, namun rembesan biasanya tidak terlihat
dan dapat menunjukkan terjadinya komplikasi. d) Tonjolan uterus mengakibatkan
peningkatan aliran dan kehilangan darah. e) Bila pengeluaran menurun, berat jenis
meningkat, dan sebaliknya. Urine yang mengandung darah atau bekuan
menunjukan kemungkinan truma kandung kemih berkenaan dengan intervensi
pembedahan. f) Meningkatkan sirkulasi dan aliran balik vena dari ekstremitas
bawah, menurunkan resiko pembentukkan thrombus yang berkenaan dengan stasis.
g) Untuk mengurangi risiko trauma jaringan pada ibu dan janin

4).Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan trauma gangguan integritas


kulit akibat prosedur pambedahan . atau perlukaan jalan lahir akibat penggunaan
alat forsep. Tujuan: Infeksi tidak terjadi
Kriteria: a) Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk menurunkan resiko dan
meningkatkan penyembuhan b) Menunjukkan luka bebas dari drainage purulen
dengan tanda awal penyembuhan, uterus lunak/tidak nyeri tekan, dengan aliran dan
karakter lochea normal. c) Bebas dari infeksi, tidak demam, tidak ada bunyi nafas
adventisius dan urine jernih kuning pucat.

Intervensi Rasional a. Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan dengan cermat
dan pembuangan pengalas kotoran, pembalut perineal, dan linen terkontaminasi
dengan tepat.

b. Tinjau ulang Hb/Ht prenatal: perhatikan adanya kondisi yang


mempredisposisikan klien pada infeksi pasca operasi.
c. Kaji status nutrisi klien.

d. Anjurkan masukan cairan oral dan diet tinggi protein, vitamin C dan besi.
a. Membantu mencegah dan membatasi penyebaran infeksi.

b. Anemia, diabetes, dan persalinan yang lama sebelum kelahiran sesarea


meningkatkan resiko infeksi dan perlambatan penyembuhan. c. Klien yang BB-nya
20 % di bawah berat normal atau yang anemia atau malnutrisi lebih rentan terhadap
infeksi pasca partum d. Mencegah dehidrasi, memaksimalkan volume sirkulasi dan
aliran urine.

e. Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat atau rembesan.

f. Kaji suhu, nadi dan jumlah sel darah putih.


g. Kaji lokasi dan kontraktilitas uterus; perhatikan involusi atau adanya nyeri tekan
uterus ekstrem.

h. Perhatikan jumlah dan bau rabas lochea atau perubahan pada kemajuan normal
dari rubra menjadi serosa
Protein dan vitamin C diperlukan untuk pembentukkan kolagen; besi diperlukan
untuk sintesis Hb. e. Rembesan dapat menandakan hematoma, gangguan penyatuan
jaringan atau dehisens luka, memerlukan intervensi lanjut. f. Demam setelah pasca
operasi hari ketiga, leukositosis dan takhikardi menunjukan infeksi. Peningkatan
suhu sampai 38,30C dalam 24 jam pertama sangat mengindikasikan infeksi,
peningkatan sampai 380C pada hari kedua dalam sepuluh hari pertama pasca
partum adalah bermakna. g. Perlambatan involusi meningkatkan resiko
endometritis. Perkembangan nyeri tekan ekstrim menandakan kemungkinan
jaringan plasenta tertahan atau infeksi. h. Secara normal lochea berbau amis;
namun pada endometritis rabas mungkin purulen dan berbau busuk dan

i. Lakukan teknik septic dan aseptic pada pemasangan alat forsep atau vakum. j.
Lakukan persiapan pre operasi dengan mencukur daerah insisi pembedahan,
pengosongan kolon dan kandung kemih, serta puasa untuk pengosongan lambung.
dapat gagal menunjukkan kemajuan dari lokhea rubra menjadi serosa sampai alba.
i. Untuk mencegah masuknya kuman melalui perlukaan jalan lahir j. Untuk
mencegah infeksi akibat insisi dan pengeluaran feces dan isi lambung,
5) Gangguan eliminasi: konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot
(diastasis reksti, kelebihan analgetik atau anestesi, efek-efek progesteron, dehidrasi,
diare pra persalinan, kurang masukan, nyeri perineal atau infeksi). Tujuan:
Konstipasi tidak terjadi Kriteria: a) Mendemonstrasikan kembali motilitas usus
dibuktikan oleh bising usus aktif dan keluarnya flatus. b) Mendapatkan kembali
pola eliminasi biasanya/optimal dalam empat hari pasca partum. Intervensi
Rasional a) Auskultasi bising usus tiap 4 jam setelah kelahiran saesaria

a) Menentukan kesiapan terhadap pemberian makan peroral dan kemungkinan


terjadinya komplikasi
b) Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan

c) Anjurkan cairan oral yang adekuat. Anjurkan diet makanan kasar dan
buahbuahan dan sayuran dengan bijinya.

d) Anjurkan latihan kaki dan pengencangan abdominal, tingkatkan ambulasi dini.

e) Identifikasi aktivitas-aktivitas dimana klien dapat menggunakannya di rumah


untuk merangsang kerja usus f) Kolaborasi pemberian analgesik 30 menit sebelum
ambulasi.

g) Kolaborasi pemberian pelunak faeces atau katartik ringan


b) Menandakan pembentukan gas dan akumulasi atau kemungkinan ilieus paralitik
c) Makanan kasar (buah, sayur khususnya kulit dan bijinya) dan meningkatnya
cairan, merangsang eliminasi dan mencegah terjadinya konstipasi defekasi d)
Latihan kaki mengencangkan otot-otot abdomen dan memperbaiki motilitas
abdomen. Ambulasi progresif setelah 24 jam meningkatkan peristaltik dan
pengeluaran gas dan menghilangkan atau mencegah nyeri karena gas. e) Membantu
dalam menciptakan kembali pola evakuasi normal dan meningkatkan kemandirian.
f) Memudahkan kemampuan klien untuk ambulasi namun narkotik bila digunakan
dapat menurunkan motilitas usus. g) Melunakkan faeces, merangsang peristaltiik
dan membantu mengembalikan fungsi usus.
h) Berikan sabun hipertonik atau kecil untuk enema
h) Meningkatkan evakuasi usus dan menghilangkan distensi karena gas.

6) Kurangnya pengetahuan mengenai perubahan fisiologis, periode pemulihan,


perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurang
mengingat, kesalahan interpretasi, tidak mengenal sumber-sumber. Kriteria: a)
Mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis, kebutuhan-kebutuhan
individu, hasil yang diharapkan. b) Melakukan aktivitas-aktivitas/prosedur yang
perlu dengan benar dan penjelasan untuk alasan tindakan. Intervensi Rasional a)
Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar. Bantu klien dan pasangan dalam
mengidentifikasi kebutuhankebutuhan

b) Berikan rencana penyuluhan tertulis

a) Periode paska partum dapat menjadi pengalaman positif bila kesempatan


penyuluhan diberikan untuk membantu mengembangkan pertumbuhan ibu,
maturasi, dan kompetensi. b) Membantu menjamin kelengkapan informasi yang
diterima orang tua dari anggota staf dan menurunkan konfusi klien yang disebabkan
oleh desiminasi nasihat atau informasi yang menimbulkan konflik
c) Perhatikan status psikologis dan respon terhadap kelahiran sesarea serta peran
menjadi ibu

d) Berikan informasi yang berhubungan dengan perubahan fisiologis dan psikologis


yang normal berkenaan dengan kelahiran sesarea dan kebutuhankebutuhan
berkenaan dengan periode paska partum. e) Demonstrasikan teknik-teknik
perawatan bayi. Observasi demonstrasi ulang oleh klien dan pasangan f) Tinjau
ulang informsi berkenaan dengan pilihan tepat untuk pemberian makan bayi, misal:
fisiologi menyusui, pengubahan posisi, perawatan paayu dara dan puting, diet, dan
pengangkatan bayi dari payudara: jenis-jenis formula
c) Ansietas yang berhubunan dengan kemampuan untuk merawat diri sendiri dan
anaknya, kekecewaan pada pengalaman kelahiran, atau masalah-masalah
berkenaan dengan perpisahannya dari anak dapat mempunyai dampak negative
pada kemampuan belajar dan kesiapan klien d) Membantu klien mengenali
perubahan normal dari responrespon abnorma yang mungkin memerlukan tindakan.

e) Membantu orang tua dalam penguasaan tugas-tugas baru

f) Meningkatkan kemandirian dan pengalaman pemberian makan optimal.


atau preparat dan posisi bayi selama menyusu dari botol. g) Diskusikan rencana-
rencana untuk penatalaksanaan dirumah: membantu pekerjaan rumah, susunan fisik
rumah, pengaturan tidur bayi.

h) Diskusikan memulai hubungan koitus seksual lagi dan rencanarencana


kontrasepsi. Berikan informasi tentang metoda yang tersedia, termasuk keuntungan
dan kerugian

i) Berikan atau kuatkan informasi yang berhubungan dengan pemeriksaan pasca


partum lanjutan

g) Klien yang telah menjalani kelahiran sesarea memerlukan bantuan lebih banyak
bila pertama kali di rumah daripada klien yang mengalami kelahiran pervagina.

h) Hubungan dapat dilakukan kembali sesegera mungkin saat klien mulai merasa
nyaman dan pemulihan telah mengalami kemajuan, umumnya enam minggu pasca
partum. Pasangan mungkin perlu mengklarifikasi ketersediaan metoda-metoda
kontrasepsi dan kenyatan bahwa kehamilan dapat terjadi bahkan pada kandungan
enam minggu i) Evaluasi pasca partum untuk klien yang telah mengalami kelahiran
sesarea mungkin dijadwalkan minggu ketiga daripada minggu keenam karena
peningkatan resiko infeksi dan pelambatan pemulihan

7) Perubahan eliminasi urin berhubungan dengan trauma/diversi mekanis, efek-efek


hormonal (perpindahan cairan dan peningkatan aliran plasma ginjal), efek-efek
anestesi Kriteria: a) Mendapatkan pola berkemih yang biasa/optimal setelah
pengangkatan kateter b) Mengosongkan kandung kemih pada setiap berkemih.
Intervensi Rasional a) Pehatikan dan catat jumlah, warna, dan konsentrasi drainage
urin

b) Tes urine terhadap albumin dan aseton

c) Berikan cairan peroral: misal enam sampai delapan gelas perhari bila tepat.

d) Palpasi kandung kemih. Pantau tinggi fundus dan


a) Oliguria (keluaran kurang dari 30 ml perjam) mungkin disebabkan oleh
kelebihan kehilangan cairan, ketidakadekuatan penggantian cairan, atau efek-efek
anti diuretik dari infus oksitosin b) Proses katalitik berkenaan dengan involusi
uterus dapat mengakibatkan proteinuria normal (positif satu) setelah dua hari
pertama pasca partum. Aseton dapat menandakan dehidrasi berkenaan dengan
persalinan yang lama dan atau kelahiran lama c) Cairan meningkatkan hidrasi dan
fungsi ginjal, dan membantu mencegah statis kandung kemih. d) Aliran plasma
ginjal, yang meningkat 25 % sampai 50% selama periode prenatal, tetap
lokasi serta jumlah aliran lochea

e) Perhatikan tanda dan gejala infeksi saluran kemih ( ISK).


f) Gunakan metoda-metoda untuk memudahkan pengangkatan kateter setelah
berkemih

g) Anjurkan klien untuk melakukan kegel exercise setiap hari setelah efek-efek
anestesi berkurang

h) Petahankan infuse intravena selama 24 jam setelah pembedahan, sesuai indikasi.


Tingkatkan jumlah cairan infus jika haluaran 30 ml perjam atau kurang. i)
Lepaskan kateter perprotokol sesuai indikasi

tinggi pada minggu petama pasca partum, mengakibatkan meningkatkan pengisian


kandung kemih. e) Adanya kateter indwelling mempredisposisikan klien pada
masuknya bakteri dan ISK f) Klien harus berkemih dalam enam sampai delapan
jam setelah pengangkatan kateter, masih mungkin mengalami kesulitan
pengosongan kandung kemih secara lengkap g) Melakukan latihan kegel 100 kali
perhari meningkatkan sirkulasi ke perineum, membantu memulihkan dan
menyembuhkan tonus otot pubokkoksigeal, dan mencegah atau menurunkan stres
inkontinensia h) Biasanya, tiga liter cairan, meliputi larutan ringer laktat, adekuat
untuk menggantikan kehilangan aliran ginjal

i) Secara umum kateter mungkin aman dilepaskan antara enam sampai 12 jam pasca
partum: tetapi sebaiknya tidak

j) Pantau tes hasil laboratorium, seperti BUN dan urine 24 jam untuk protein total,
klirens kreatinin, dan asam urat sesuai indikasi
dilepaskan sampai pagi hari setelah pembedahan. j) Pada klien yang telah
mengalami HKK, gangguan ginjal atau vaskuler dapat menetap, atau ini tampak
pertama kali selama periode pasca partum. Bila kadar steroid menurun setelah
kelahiran, fungsi ginjal, dibuktikan oleh BUN dan klirens kreatinin, mulai kembali
pada normal dalam satu minggu: perubahan anatomi (missal dilatasi ureter dan
pelvis ginjal) memerlukan waktu sampai satu bulan untuk kembali ke normal

8) Gangguan pemenuhan ADL: perawatan diri berhubungan dengan efekefek


anesthesi, penurunan kekuatan dan ketahanan, ketidaknyamanan fisik Kriteria: a)
Mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhankebutuhan
perawatan diri b) Mengidentifikasi/mengguanakan sumber-sumber yang tersedia.
Intervensi Rasional
a. Pastikan berat/durasi ketidaknyamanan. Perhatikan adanya sakit kepala pasca
spinal
a) Nyeri berat mempengaruhi respon emosi dan perilaku, sehingga klien mungkin
tidak berfokus pada aktifitas

b. Kaji status psikologis klien

c) Tentukan tipe-tipe anestesi: perhatikan adanya pesanan atau protocol mengenai


pengubahan posisi.

d) Ubah posisi klien setiap satu sampai dua jam: Bantu dalam latihan paru, ambulasi
dan latihan kaki
e) Berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan hygiene (misal perawatan mulut,
mandi, gosokan punggung dan perawatan perineal) f) Berikan analgesic setiap tiga
sampai empat jam, sesuai kebutuhan
perawatan diri sampai kebutuhan fisiknya terhadap kenyamanan terpenuhi b)
Pengalaman nyeri fisik mungkin disertai dengan nyeri mental yang mempengaruhi
keinginan klien dan motivasi untuk mendapatkan otonomi c) Klien yang telah
menjalani anestesi spinal dapat diarahkan untuk berbaring datar dan tanpa bantal
untuk enam sampai delapan jam setelah pemberian anestesi d) Membantu
mencegah komplikasi bedah seperti phlebitis atau pneumonia, yang dapat terjadi
bila ketidaknyamanan mempengaruhi pengubahan/aktifitas normal klien e)
Memperbaiki harga diri: menngkatkan perasaan kesejahteraan.

f) Menurunkan ketidaknyamanan, yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk


melaksanakan perawatan diri
4. Implementasi Pelaksanaan pada klien post partum dengan section caesaria
dilaksanakan sesuai dengan perencanaan perawatan yang meliputi tindakan-
tindakan yang telah direncanakan oleh perawat maupun hasil kolaborasi dengan tim
kesehatan lainnya serta memperhatikan kondisi dan keadaan klien. 5. Evaluasi
Evaluasi dilakukan setelah diberikan tindakan perawatan dengan melihat respon
klien, mengacu pada kriteria evaluasi, tahap ini merupakan proses yang
menentukan sejauh mana tujuan telah tercapai.
BAB III TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN

1. Identitas a. Identitas Pasien Nama : Ny. I Umur : 26 yahun Agama :


Islam Suku/bangsa : Sunda/ Indonesia Pendidikan : SMA Pekerjaan :
Swasta Tanggal masuk RS : 2 Maret 2015 Tanggal pengkajian : 4 Maret 2015
Diagnosa medis : Post SC a/i gagal drip POD 1 Alamat : Jn
Sekepeer RT 04 RW 05 Kelurahan sindang jaya- Mandalajati Bandung b. Identitas
Penanggung jawab Nama : Tn. A Umur : 36 tahun Agama : Islam
Suku/bangsa : Sunda/ Indonesia Pendidikan : SMA Pekerjaan :
Swasta Hubungan dengan klien : Suami Alamat : Jln Sekepeer RT
04 RW 05 kelurahan sindangjaya – Mandalajati

2. Riwayat Kesehatan a. Keluhan utama Nyeri daerah operasi b. Riwayat Kesehatan


Sekarang Nyeri daerah luka operasi yang dirasakan bertambah apabila bergerak
atau batuk, dan berkurang apabila diam atau diistirahatkan. Nyeri dirasakan seperti
ditusuk benda tajam dan mengganggu aktifitas. Nyeri terfokus pada daerah luka op
saja tidak menyebar ke daerah lain. Nyeri yang dirasakan berada pada skala 7 dari
rentang 1-10. Nyeri datang secara terus menerus. c. Riwayat kesehatan dahulu
Klien mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya, klien juga
meyangkal pernah menderita penyakit yang menghruskannnya dirawat. Kalaupun
sakit hanya flu ringan yang sembuh dengan obat warung. d. Riwayat kesehatan
keluarga Menurut pengakuan klien, di dalam keluargana tidak ada yang mempunyai
penyakit keturunan seperti: hypertensi, DM, asma, jantung atau riwayat penyakit
menular seperti: hepatitis dan TBC juga tidak ada riwayat melahirkan bayi kembar.
e. Riwayat obstetri dan ginekologi 1) Riwayat ginekologi a) Riwayat menstruasi
Klien mengatakan pertama kali haid pada usia 13 tahun dengan siklus 28 hari
dengan lama haid sekitar 5-7 hari. HPHT tanggal 19 mei 2014 dengan taksiran
persalinan tanggal 26 februari 2015. b) Riwayat perkawinan Klien menikah pada
usia 21 tahun dan ini merupakan pernikahan pertama baik untuk kien dan suaminya.

c) Riwayat keluarga berencana Klien mengatakan setelah kelahiran anak pertama


menggunakan KB IUD selama satu tahin dan di buka karena ingin merencanakan
kehamilan kedua. Selama di KB klien tidak merasakan keluhan apa-apa. Setelah
persalian kedua klien langsung menggunakan IUD.

2) Riwayat obstetri a) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu Pada
kehamilan dahulu klien rajin memeriksakan kehamilannya ke rumah sakit. Keluhan
yang dirasakan selam hamil merupakan keluhan yang umum dirasakan pada ibu
hamil seperti: mual, pusing dan muntah tetapi tidak sampai mengganggu aktifitas.
Persalinan yang dulu ditolong oleh bidan di rumah sakit secara spontan, selama
persalinan tidak ada hambatan baik intrapartum maupun postpartum. b) Riwayat
persalinan sekarang Klien melahirkan secara SC pada tanggal 3 maret 2015 jam
10:42 WIB dengan indikasi gagal drip pada umur kehamilan 39 minggu. Bayi yang
dilahirkan berjenis kelamin laki-laki dengan berat badan 2980 gram dan panjang
badan 48 cm. Pada saat lahir apgar score 7-9.

3. Pemeriksaan fisik a. Tanda-tanda vital Tekanan Darah : 110/80 mmHG


Nadi : 76 kali permenit Suhu : 36,7 C Respirasi : 20 kali permenit

b. Kepala dan leher Rambut warna hitam, distribusi merata, tidak mudah rontok,
tidak ada lesi dan tidak ada keluhan pusing. Wajah tidak oedema, tidak ada kloasma
gravidarum, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, terkadang terlihat
meringis karena menahan nyeri. Bibir lembab, gigi tidak caries. Leher tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid dan peningkatan JVP. Reflek menelan tidak ada keluhan

c. Dada Pergerakan dada simetris, suara napas vesikuler dan tidak ada pembesaran
jatung. Payudara tampak terlihat simetris antara kiri dan kanan, puting menonjol,
aerola tampak lebih hitam dan kolostrum sudah keluar.
d. Abdomen Ada luka operasi arah transversal perut bagian bawah sepanjang ± 10
cm

Anda mungkin juga menyukai