Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN RISIKO BUNUH DIRI

A. Konsep Dasar Risiko Bunuh Diri


1. Pengertian
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat

mengakhiri kehidupan. Prilaku bunuh diri yang tampak pada seseorang disebabkan

karena stres yang tinggi dn kegagalan mekanisme koping yang digunakan dalam

mengatasi masalah (Keliat dan Akemat, 2009; dikutip Damaiyanti, 2012)

Bunuh diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami resiko untuk

menyakiti diri sendiri atau melakukan tindakan yang dapat mengancam

nyawa.Dalam sumber lain dikatakan bahwa bunuh diri sebagai perilaku

dekstruktif terhadap diri sendiri yang jika tidak dicegah dapat mengarah pada

kematian. Perilaku dekstruktif diri yang mencakup setiap bentuk aktivitas bunuh

diri, niatnya adalah kematian dan individu menyadari hal ini sebagai sesuatu yang

diinginkan (Fitria,2009 dikutip Damaiyanti, 2012).

Bunuh diri adalah setiap aktivitas yang jika tidak dicegah dapat mengarah

pada kematian.Bunuh diri adalah berisiko menyakiti diri sendiri dan cedera yang

mengancam jiwa (Nanda,I, 2012)

Bunuh diri adalah suatu tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri

untuk mengakhiri kehidupan.Bunuh diri merupakan koping terakhir dari individu

untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Jenny. Dkk. , 2010)


2. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Peningkatan Berisiko Destruktif diri Pencederaan Bunuh


Diri destruktif tidak langsungdiri Diri diri

Perilaku bunuh diri menunjukkan kegagalan mekanisme koping.Ancaman bunuh

diri mungkin menunjukkan upaya terakhir untuk mendapatkan pertolongan agar dapat

mengatasi masalah.Bunuh diri yang terjadi merupakan keggaln koping dan

mekanisme adaptif pada diri seseorang.

a. Peningkatan diri. Seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahanan diri

secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahanan diri sebagai

contoh seseorang mempertahankan diri dari pendapatannya yang berbeda

mengenai loyalitas terhadap pimpinan ditempat kerjanya.

b. Berisiko destruktif. Seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko mengalami

prilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi yang seharusnya

dapat mempertahankan diri seperti, seseorang merasakan patah, semangat kerja


ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan padahal sudah melakukan

pekerjaan secara optimal.

c. Destruktif diri tidak langsung. Seseorang telah mengambil sikap yang kurang

tepat (maladaptif) terhadap situasi yang membutuhkan dirinya untuk

mempertahankan diri. Misalnya, karena pandangan pimpinan terhadap kerjanya

yang tidak loyal, maka seseorang karyawan menjadi tidak masuk kantor atau

bekerja seenaknya dan tidak optimal.

d. Pencederaan diri. Seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau pencederaan

diri akibat hilangnya harapan terhadap situasi yang ada.

e. Bunuh diri. Seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan

nyawanya hilang.

3. Etiologi
1. Faktor Prediposisi
Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku

dekstruktif diri sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut:

a. Diagnosis Psikiatrik

Lebih deri 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara

bunuh diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang

dapat membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri

adalah gangguan afektif, penyalah gunaan zat dan skizofrenia.

b. Sifat Kepribadian
Tiga tipe sifat kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya risiko

bunuh diri adalah antipasti, implusif, dan depresi.

c. Lingkungan Psikososial

Faktor prediposisi terjadinya prilaku bunuh diri, diantaranya adalah

pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan social, kejadian-kejadian

negatif dalam hidup, penyakit kronis, perpisahan atau bahkan percceraian.

Kekuatan dukungan social sangat penting dalam menciptakan intervensi

yang terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab masalah,

respin seseorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.

d. Riwayat Keluarga

Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan

faktor.Penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan

bunuh diri.

e. Faktor Biokimia

Data menunjukan bahwa pada klien dengan risiko bunuh diri terjadi

peningkatan zat-zat kimia yang terdapat dalam otak seperti serotonin,

adrenalin, dan dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui

rekaman gelombang otak Electro Encephalo Graph (EEG)

2. Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh setres berlebihan yang

dialami oleh individu.Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang

memalukan. Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau
membaca melalui media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun

percobaan bunuh diri. Bagi individu yang emosisnya labil, hal tersebut

menjadi sangat rentan.

a. Prilaku Koping

Klien dengan penyakit kronik yang mengancam kehidupan dapat

melakukan prilaku bunuh diri dan sering kali orang ini secara sadar

memilih untuk melakukan tindakan bunuh diri.Prilaku bunuh diri

berhubungan dengan banyak faktor, baik faktor sosial maupun

budaya.Struktur sosial dan kehidupan bersosial dapat menolong atau

bahkan mendorong klien melakukan prilaku bunuh diri.Isolasi sosial

dapat menyebabkan kesepian dan dapat meningkatkan keinginan

seseorang untuk melakukan bunuh diri.Seseorang yang aktif dalam

kegiatan masyarakat lebih mampu menoleransi stres dan menurunkan

angka bunuh diri.Aktif dalam kegiatan keagamaan juga dapat mencegah

seseorang melakukan tindakan bunuh diri.

b. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah segala sesuatu yang diarahkan untuk

menanggulangi stress.Usaha ini dapat berorientasi pada tugas dan

meliputi usaha pemecahan masalah langsung.Dari sudut kedokteran dapat

dikemukakan bahwa setidak tidaknya orang yang hendak melakukan

bunuh diri egoistic atau anomik berada dalam keadaan patologis.Mereka

semua sedang mengalami gangguan fungsi mental yang bervariasi dari


yang ringan sampai yang berat karena itu perlu ditolong. Pencegahan

bunuh diri altruistic boleh dikatakan tidak mungkin kecuali bila

kebudayaan dan norma – norma masyarakat diubah. Stuart (2006)

mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang berhubungan

dengan perilaku destruktif-diri tidak langsung adalah penyangkalan,

rasionalisasi, intelektualisasi, dan regresi.

Seseorang klien mungkin memakai beberapa variasi mekanisme

koping yang berhubungan dengan prilaku bunuh diri, termasuk denial,

rasionalization, regression, dan magical thinking.Mekanisme pertahanan

diriyang ada seharusnya tidak ditentang tanpa memberikan koping

alternatif.

4. Tanda dan gejala


Menurut Fitria 2009 dalam Damaiyanti 2012, tanda dan gejal dari risiko bunuh

diri adalah:

a. Mempunyai ide untuk bunuh diri

b. Mengungkapkan keinginan untuk mati

c. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan

d. Implusif

e. Menunjukan prilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh)

f. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri

g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat

dosis memantikan)
h. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panik, marah dan

mengasingkan diri)

i. Kesehatan mental (secara klinik, klien terlihat sebagai orang yang depresi,

psikosis dan menyalahgunakan alcohol)

j. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronik atau teriminal)

k. Pengangguran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami

kegagalan dalam karir)

l. Umur 15-19 tahun atau diatas 45 tahun

m. Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan)

n. Pekerjaan

o. Konflik interpersonal

p. Latar belakang keluarga

q. Orientasi seksual

r. Sumber-sumber personal

s. Sumber-sumber social

t. Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil

5. Klasifikasi
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi 3 kategori (Stuart, 2006) :

1. Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa

sesorang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin

bunuh diri mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan


berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mengomunikasikan secara non

verbal.

2. Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang

dilakukan oleh individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak

dicegah.

3. Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau

diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri akan terjadi jika tidak

ditemukan tepat pada waktunya.

Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh

diri, meliputi:

1. Bunuh Diri Anomik

Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh

faktor lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong

seseorang untuk bunuh diri.

2. Bunuh Diri Altruistik

Bunuh diri altruistic adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan

kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.

3. Bunuh Diri Egoistik

Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor

dalam diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.

6. Faktor-faktor Risiko Bunuh Diri


Menurut Nanda-I (2012), faktor-faktor risiko bunuh diri adalah:
a. Perilaku

 Membeli senjata

 Mengubah surat warisan

 Memberikan harta milik/kepemilikan

 Riwayat upaya bunuh diri sebelumnya

 Implusif

 Membuat surat warisan

 Perubahan sikap yang nyata

 Perubahan perilaku yang nyata

 Perubahan performat/kinerja di sekolah secara nyata

 Membeli obat dalam jumlah banyak

 Pemulihan eurofik yang tiba-tiba dari depresi mayor

b. Demograffik

 Usia (mis, lansia, pria dewasa muda, remaja)

 Perceraian

 Jenis kelamin

 Ras (mis, orang kulit putih, suku asli amerika)

 Janda/duda

c. Fisik

 Nyeri kronik

 Penyakit fisik
 Penyakit terminal

d. Psikologis

 Penganiayaan masa kanak-kanak

 Riwayat bunuh diri dalam keluarga

 Rasa bersalah

 Remaja homoseksual

 Gangguan psikiatrik

 Penyakit psikiatrik

 Penyalahgunaan zat

e. Situasional

 Remaja yang tinggal di tatanan nontradisional (mis, penjara anak-anak,

penjara, rumah singgah, rumah grup/kelompok)

 Ketidakstabilan ekonomi

 Institusionalisasi

 Tinggal sendiri/ pensiun

 Kehilangan otonom

 Kehilangan kebebasan

 Adanya senjata di dalam rumah

f. Sosial
 Bunuh diri masal/ berkelompok

 Gangguan kehidupan keluarga

 Masalah disiplin

 Berduka

 Tidak berdaya

 Putus asa

 Masalah legal

 Kesepian

 Kehilangan hubungan yang penting

 Sistem dukungan yang buruk

 Isolasi sosial

g. Verbal

 Menyatakan keinginan untuk mati

 Mengancam bunuh diri

7. Jenis Bunuh Diri


Menurut Durkheim, bunuh diri dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :

a. Bunuh diri egoistik (faktor dalam diri sendiri)

Individu tidak mampu berinteraksi dengan masyarakat, ini disebabkan oleh

kondisi kebudayaan atau karena masyarakat yang menjadikan individu itu

seolah-olah tidak berkepribadian.kegagalan integrasi dalam keluarga dapat


menerangkan mengapa mereka tidak menikah lebih rentan untuk melakukan

percobaan bunuh diri dibandingkan mereka yang menikah.

a. Bunuh diri altruistik (terkait kehormatan seseorang)

Individu terkait pada tuntutan tradisi khusus ataupun ia cenderung untuk

bunuh diri karena identifikasi terlalu kuat dengan suatu kelompok, ia merasa

kelompok tersebut sangat mengharapkannya.

b. Bunuh diri anomik (faktor lingkungan dan tekanan)

Hal ini terjadi bila terdapat gangguan keseimbangan integrasi antara individu

dan masyarakat, sehingga individu tersebut meninggalkan norma-norma

kelakuan yang biasa.Individu kehilangan pegangan dan tujuan.Masyarakat

atau kelompoknya tidak memberikan kepuasan padanya karena tidak ada

pengaturan atau pengawasan terhadap kebutuhan-kebutuhannya.

8. Perilaku yang Berisiko Bunuh Diri


FAKTOR RISIKO TINGGI RISIKO RENDAH
Umur > 45 th/ akit balig 24-45 tahun/<12 tahun
Jenis Kelamin Pria Wanita
Status Kawin Cerai, pisah janda duda Kawin
Hidup Sosial Terisolasi Aktif bermasyarakat
Keahlian Professional, dr, Ahli Buruh
hukum, mahasiswa
Pekerjaan Pengangguran Bekerja
Kesehatan Fisik Kronik atau Terminal Tak ada masalah medis
serupa
Kesehatan Mental Depresi, dilusi, Gangguan kepribadian
halusinasi
Obat dan Alkohol Kecanduan Tidak pernah
Usahan Bunuh Diri Minimal 1x Tidak pernah
Sebelumnya
Rencana Pasti atau Spefik Kabur (samar)
Cara Tembak, Loncat, Minum obar, racun
Gantung Diri
Tersedianya Alat Selalu tersedia Tidak sedia

9. Penatalaksanaan
Pertolongan pertama biasanya dilakukan secara darurat atau dikamar

pertolongan darurat di RS, dibagian penyakit dalam atau bagian

bedah.Dilakuan pengobatan terhadap luka – luka atau keadaan keracunan,

kesadaran penderita tidak selalu menentukan urgensi suatu tindakan

medis.Penentuan perawatan tidak tergantung pada faktor sosial tetapi

berhubungan erat dengan kriteria yang mencerminkan besarnya kemungkinan

bunuh diri.Bila keadaan keracunan atau terluka sudah dapat diatasi maka

dapat dilakukan evaluasi psikiatri.Tidak adanya hubungan beratnya gangguan

badaniah dengan gangguan psikologik.Penting sekali dalam pengobatannya

untuk menangani juga gangguan mentalnya.Untuk pasien dengan depresi

dapat diberikan terapi elektro konvulsi, obat obat terutama anti depresan dan

psikoterapi.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengakajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan
(Damaiyanti, 2012). Berdasarkan besarnya kemungkinan klien melakukan bunuh diri,
tiga macam perilaku bunuh diri, yaitu:

a. Isyarat bunuh diri


Isyarat bunuh diri ditunjukkan dengan berperilaku secara tidak langsung ingin
bunuh diri, misalnya dengan mengatakan “tolong jaga anak-anak karena saya
akan pergi jauh” atau “Segala sesuatu akan lebih baik tanpa saya”. Dalam kondisi
ini klien mungkin sudah mempunyai ide untuk mengkhiri hidupnya, tetapi tidak
disertai dengan ancaman dan percobaan bunuh diri, klien umumnya
mengungkapkan perasaan seperti rasa bersalah, sedih, marah, putus asa, atau
tidak berdaya. Klien juga mengungkapkan hal-hal negatif tentang diri sendiri
yang menggambarkan harga diri rendah
b. Ancaman bunuh diri
Ancaman bunuh diri umumnya diucaokan oleh klien, berisi keinginan untuk mati
disertai oleh rencana untuk mengakhiri kehidupan dan persiapan alat untuk
melaksanakan rencana tersebut. Secara aktif klien telah memikirkan rencana
bunuh diri. Tetapi tidak disertai dengan percobaan bunuh diri. Walaupun dalam
kondisi ini klien belum pernah mencoba bunuh diri, pengawasan ketat harus
dilakukan. Kesempatan sedikit saja dapat dimanfaatkan klien untuk
melaksanakan rencana bunuh dirinya.
c. Percobaan bunuh diri
Percobaan bunuh diri adalah tindakan klien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupannya. Pada kondisi ini, klien aktif mencoba bunuh diri
dengan cara gantung diri, minum racun, memotong urat nadi atau menjatuhkan
diri dari, minum racun, memotong urat nadi atau menjatuhkan diri dari tempat
tinggi.
2. Pohon masalah

Resiko perilaku kekerasan (pada diri sendiri,


orang lain, liongkungan, verbal)

Effect
Resiko bunuh diri

Core Problem

Harga Diri Rendah Kronik

Causa

3. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa yang diangkat berdasarkan pohon masalah adalah:

1. Resiko Bunuh Diri


2. Harga Diri Rendah Kronik
3. Risiko Perilaku Kekerasan pada diri sendiri, orang lain, lingkungan dan verbal
4. Rencana Keperawatan Resiko Bunuh Diri
Nama klien : Diagnosa Medis :
Ruang: No. CM :

Diagnosa Perencanaan
Tgl No Diagnosa Intervensi
Keperawatan Tujuan Kriteria Evaluasi
1 Resiko Bunuh Diri 1. Klien dapat 1. Menjawab salam 1.1 Kenalkan diri pada klien
membina 2. Kontak mata 1.2 Tanggapi pembicaraan klien
hubungan saling 3. Menerima perawat dengan sabar dan tidak
percaya 4. Berjabat tangan menyangkal
1.3 Bicara tegas, jelas dan jujur
1.4 Bersifat hargai dan bersahabat
1.5 Temani klien saat keinginan
menciderai diri meningkat
1.6 Jauhkan klien dari benda-benda
yang membahayakan (seperti :
pisau, silet, gunting, tali kaca,
dll)
2. Klien dapat 1. Menceritakan 2.1 Dengarkan keluhan yang kalian
mengekspresika penderitaan secara rasakan
n perasaannya terbuka dan kontruktif 2.2 Bersikap empati untuk
dengan orang lain meningkatkan ungkapan
keraguan, ketakutan dan
keperhatinan
2.3 Beri dorongan pada klien untuk
mengungkapkan mengapa dan
bagaimana harapan karena
harapan adalah hal yang
terpenting dalam kehidupan
2.4 Beri klien waktu dan kesempatan
untuk menceritakan arti
penderitaan kematian dan sekarat
2.5 Beri dorongan pada klien untuk
mengekspresikan tentang
mengapa harapan tidak pasti dan
dalam hal-hal dimana harapan
mempunyai kegagalan
3. Klien dapat 1. Mengenang dan 3.1 Bantu klien untuk memahami
meningkatkan meninjau kembali bahwa ia dapat mengatasi aspek-
harga diri kehidupan secara aspek keputusan dan memisahkan
positif dari aspek harapan
3.2 Kaji dan kerahkan sumber-
sumber internal individu
(outonomi, mandiri, rasional,
pemikiran kognitif, fleksibilitas,
dan spriritulitas)
2. Mempertimbangkan 3.3 Bantu klien mengidentifikasi
nilai-nilai dan arti sumber-sumber harapan (missal:
kehidupan hubungan antar sesama,
3. Mengekspresikan keyakinan, hak-hak untuk
perasaan-perasaan yang diselesaikan)
optimis tentang yang 3.4 Bantu klien mengembangkan
ada tujuan-tujuan realitas jangka
panjang dan jangka pendek
(beralih dari yang sederhana ke
yang lebih kompleks, dapat
menggunakan suatu poster tujuan
untuk menandakan jenis dan
waktu untuk pencapaian tujuan-
tujuan spesifik)
4. Klien 1. Mengekspresikan 4.1 Ajarkan klien untuk
menggunakan perasaan tentang mengantisipasi pengalaman dia
dukungan sosial hubungan yang positif senang melakukan setiap hari
dengan orang terdekat (missal: berjalan membaca
2. Mengekspresikan buku, favorit dan menulis surat)
percaya diri dengan hasil 4.2 Bantu klien untuk mengenali
yang diinginkan hal-hal yang dicintai, yang ia
3. Mengekspresikan sayang dan pentingnya terhadap
percaya diri dengan diri kehidupan orang lain disamping
dan orang lain tentang kegagalan dalam
4. Menetapkan tujuan. kesehatan
Tujuan yang realistis
5. Klien 1. Sumber tersedia 5.1 Kaji dan kerahkan sumber-
menggunakan (keluarga, lingkungan, sumber eksternal individu
dukungan sosial dan masyarakat) (orang terdekat, tim pelayanan
kesehatan, kelompok
pendukung, agama yang
dianutnya)
5.2 Kaji system pendukung
keyakinan (nilai, pengalaman
masa lalu, aktivitas keagamaan,
kepercayaan agama).
Lakukan rujukan selesai
indikasi (missal: konseling dan
pemuka agama.
Rencana Keperawatan Risiko Bunuh Diri

Dalam bentuk Strategi Pelaksanaan

Klien Keluarga
No
SPIP SPIK
1 Mengidentifikasi benda-benda yang Mendiskusikan masalah yang dirasakan
dapat membahayakan klien keluarga dalam merawata klien
Menjelaskan pengertian, tanda dan gejala
2 Mengamankan benda-benda yang dapat risiko bunuh diri, dan jenis prilaku bunuh
membahayakan klien diri
Melakukan kontrak treatment Menjelaskan cara-cara klien resiko bunuh
3
Mengajarkan cara-cara mengendalikan diri
4 dorongan bunuh diri
Melatih cara mengendalikan dorongan
5 bunuh diri

No SPIIP SPIIK
1 Mengidentifikasi aspek positif klien Melatih keluarga mempraktikan cara
2 Mendorong klien untuk berpikir positif merawat klien dengan resiko bunuh diri
tentang diri Melatih keluarga mempraktikan cara
3 Mendorong klien untuk menghargai diri merawat langsung kepada klien resiko
sebagai individu yang berharga bunuh diri
No SP3P SP3 K
1 Mengidentifikasi pola koping yang Membantu keluarga membuat jadwal
biasa diterapkan klien aktivitas di rumah termasuk minum obat
2 Menilai pola koping yang biasa (discharge planning)
dilakukan Menjelaskan follow up klien setelah
3 Mengidentifikasi pola koping yang pulang
konstruktif
Mendorong klien memilih pola
4 koping yang konstruktif
Menganjurkan klien menerapkan pola
5 koping konstruktif dalam kegiatan
harian

SPIVP
1. Membuat rencana masa depan yang
realistis bersama klien
Mengidentifikasi cara mencapai rencana
2 masa depan yang realistis
3 Memberi dorongan klien melakukan
kegiatan dalam rangka meraih masa
depan yang realistis
Menganjurkan klien memasukkan dalam
4 jadwal kegiatan harian
Daftar Pustaka

Damaiyanti, 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai