Isi Fiks
Isi Fiks
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Orang tua memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pembentukan kepribadian
dan pendidikan anak orang tua harus memiliki pengetahuan tentang perkembangan anak
dan cara mendidik anak supaya anak dapat mencapai tahapan tertentu yang mengantarkan
anak untuk siap dalam kehidupan bermasyarakat. Saat ini banyak orang tua yang tidak
mengetahui atau mengenal sedikit informasi mengenai perkembangan anak. Oleh karena
itu banyak orang tua yang merasa anaknya sulit untuk ditangani dan secara tidak sadar
melakukan tindakan-tindakan keras kepada anaknya (Fudyartanta, 2012).
Tindak kekerasan terhadap anak-anak sering terjadi dibelakangan ini terutama
masalah tindak kekerasan yang sering dilakukan oleh orang tua kepada anaknya.
Dibuktikan pada data dari pengaduan langsung ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) pada tahun 2014 ada 622 kasus yang terdiri dari kekerasan fisik, kekerasan psikis
dan kekerasan seksual. Kasus kekerasan fisik terhadap anak, lanjutnya, sejak Januari
hingga April 2014 sebanyak 94 kasus, kekerasan psikis sebanyak 12 kasus dan kekerasan
seksual sebanyak 459 kasus (KPAI, 2014).
Berkembangnya budaya dalam masyarakat kita saat ini bahwa orang tua dengan
mudah berbicara kasar, memarahi, memaki, dan membentak anak-anak mereka dengan
kata-kata yang tidak pantas dan bersifat mengancam. Hal ini sering terjadi bila orang tua
sedang marah (Jallaludin, 2007 dalam Astuti, 2014).
World Health Organization (2006), dan John N. Briere, yang merupakan seorang
profesor psikiatri dan psikologi di Keck School of Medicine, University of Southern
California menyebutkan bahwa ada empat macam kekerasan anak yang umum terjadi.
Keempat macam kekerasan tersebut adalah emotional abuse, physical abuse, neglect dan
sexual abuse. Perkembangan kecerdasan anak akan terhambat jika mereka mengalami
salah satu dari abuse ini, apalagi untuk menderita keempat sekaligus. Satu dari keempat
yang dilakukan terus menerus akan menyebabkan anak menderita gangguan psikologis
(Jallaludin, 2007 dalam Astuti, 2014).
Dari beberapa fenomena di atas maka penulis tertarik untuk menulis makalah tentang
Abuse Psikiatrik.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Abuse Psikiatrik?
1
2. Apa yang menyebabkan terjadinya Abuse Psikiatrik?
3. Bagaimana proses terjadinya Abuse Psikiatrik?
4. Apa saja tanda dan gejala Abuse Psikiatrik?
5. Bagaimana kondisi kegawatdaruratan Abuse Psikiatrik?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendiagnosa Abuse
Psikiatrik?
7. Bagaimana penatalaksanaan Abuse Psikiatrik?
8. Bagaimana asuhan keperawatan gawat darurat Abuse Psikiatrik?
1.3 TUJUAN
Tujuan disusun makalah ini adalah sebagai berikut :
1.3.1 Tujuan Umum
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Keperawatan
Gawat Darurat.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui dan memahami tentang definisi Abuse Psikiatrik
b. Mengetahui dan memahami tentang etiologi Abuse Psikiatrik
c. Mengetahui dan memahami tentang patofisiologi dan clinical pathway
Abuse Psikiatrik
d. Mengetahui dan memahami tentang tanda dan gejala Abuse Psikiatrik
e. Mengetahui dan memahami tentang kondisi kegawat daruratan pada Abuse
Psikiatrik
f. Mengetahui dan memahami tentang pemeriksaan penunjang kondisi
kegawat daruratan Abuse Psikiatrik
g. Mengetahui dan memahami tentang penatalaksanaan Abuse Psikiatrik
h. Mengetahui dan memahami tentang asuhan keperawatan teori kondisi
kegawat daruratan Abuse Psikiatrik
1.4 MANFAAT
Manfaat disusun makalah ini adalah sebagai berikut :
1.4.1 Untuk Mahasiswa
a. Menambah pengetahuan tentang asuhan keperawatan kegawat daruratan pada
Abuse Psikiatrik
b. Mengembangkan kreatifitas dan bakat penulis
c. Menilai sejauh mana penulis memahami teori yang sudah di dapat tentang
asuhan keperawatan kegawat daruratan pada Abuse Psikiatrik
2
d. Sebagai persyaratan dalam menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan
Gawat Darurat
1.4.2 Untuk Institusi Stikes Zainul Hasan Genggong
a. Makalah ini dapat menjadi audit internal kualitas pengajar
b. Sebagai tambahan informasi dan bahan kepustakaan dalam pemberian materi
tentang asuhan keperawatan kegawat daruratan pada Abuse Psikiatrik
1.4.3 Untuk Pembaca
Pembaca dapat mengetahui, memahami dan menguasai tentang asuhan
keperawatan kegawat daruratan pada Abuse Psikiatrik.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Menurut WHO (World Health Organization) abuse adalah menggunakan kekuatan
fisik atau kekuasaan, ancaman atau perlakuan kasar dengan mengakibatkan kematian,
trauma, meninggalkan kerusakan, menyebabkan luka, atau pengambilan hak. Kekuatan
fisik dan penggunaaan kekuasaan termasuk kekerasan meliputi penyiksaan fisik,
penelantaran, dan seksual (Makhmudi, 2009).
Child abuse adalah tindakan lisan atau perilaku yang menimbulkan konsekuensi
emosional yang merugikan (Wong, 2013).
Menurut Farida (2013), Kekerasan kata-kata (Child abuse ) adalah semua bentuk
tindakan ucapan yang mempunyai sifat menghina, membentak, memaki, memarahi dan
menakuti dengan mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas.
2.2 ETIOLOGI
Perilaku abuse banyak disebabkan oleh berbagai faktor yang menstimulus
kejadiannya, antara lain (Videbeck, 2008) :
a) Faktor biologis
Serotonin merupakan inhibitor utama pada perilaku abuse. Jadi, apabila kadar
serotonin didalam tubuh rendah maka akan menyebabkan peningkatan perilaku abuse.
Selain itu, peningkatan aktivitas dopamine dan norepinefrin di otak dikaitkan dengan
peningkatan perilaku yang impulsive. Lalu kerusakkan terjadi pada sistem limbik,
lobus frontal dan lobus temporal otak dapat mengubah kemampuan individu untuk
memodulasi agresi sehingga timbul perilaku abuse.
b) Faktor psikologis
Setiap manusia akan mengekspresikan diri sesuai dengan usia
perkembangannya. Contohnya seperti bayi dan toddler yang mengekspresikan dirinya
dengan suara keras dan intens. Ketika anak tumbuh dewasa diharapkan dapat
mengembangkan kontrol implusnya (kemampuan untuk menunda terpenuhinya
keinginan) dan perilaku yang tepat secara sosial. Kegagalan dalam mengembangkan
kualitas tersebut dapat menyebabkan individu yang impulsive, mudah frustasi dan
rentan terhadap perilaku abuse.
Psikologis individu dalam kenyataan juga memiliki peranan untuk
memunculkan perilaku agresif. Hal ini remaja dalam fasenya, mereka seringkali
mengalami gangguan psikis (misalnya tersinggung) sehubungan dengan
4
perkembangan pribadi yang semakin pesat, karena menghadapi berbagai hal yang
dapat menjadikan hambatan baginya. Akibatnya, ini akan menjadi salah satu
penyebab yang mendukung terjadinya perilaku abuse.
c) Faktor lingkungan
Faktor situasional merupakan stimulus yang muncul pada situasi tertentu yang
mengarahkan perhatian individu kearah agresi sebagai respon potensial. Faktor-faktor
ini diantaranya adalah alkohol dan temperatur atau suhu lingkungan.
d) Faktor sosial
Berbagai kondisi sosial yang merugikan ditelaah sebagai penyebab potensial
timbulnya tingkah laku abuse pada individu termasuk faktor-faktor berikut :
1. Keluarga
Keluarga yang mendasari segala segi perkembangan pribadi seorang anak.
Pengaruh-pengaruh orang yang tinggal di sekeliling sangat berpengaruh terhadap
perkembangan remaja, apakah hal itu memberi pengaruh baik ataupun buruk.
2. Masyarakat
Dalam teori sosialnya, Behrman et all (2000) menyatakan bahwa pergaulan
modern, rusaknya nilai kegotongroyongan secara umum, dan kelainan sosial baik
pada individu maupun kelompok besar dapat mengakibatkan peningkatan agresif
pada anak dan remaja.
2.3 KLASIFIKASI
Ada beberapa jenis abuse:
1. Seksual Abuse
Kekerasan seksual (sexual abuse), dapat didefinisikan sebagai perilaku seksual
secara fisik maupun non fisik oleh orang yang lebih tua atau memiliki kekuasaan
terhadap korban, bertujuan untuk memuaskan hasrat seksual pelakunya. Korban
mungkin saja belum atau tidak memahami perlakuan yang dilakukan terhadap
dirinya, mereka hanya merasa tidak nyaman, sakit, takut, merasa bersalah, dan
perasaan lain yang tidak menyenangkan (FKUI, 2011).
2. Drug Abuse
Drug abuse Penyalahgunaan obat atau "drug abuse" berasal dari kata “salah
guna” atau “tidak tepat guna”, merupakan suatu penyelewengan penggunaan obat
bukan untuk tujuan medis/pengobatan atau tidak sesuai dengan indikasinya
3. Physical Abuse
5
Physical abuse merupakan kekerasan yang dilakukan terhadap anak sehingga
anak mengalami luka fisik yang bukan di sebabkan oleh kecelakaan akan tetapi
disebabkan oleh pukulan, luka bakar, gigitan, cekikan, dan pemanasan yang
mengakibatkan memar, bilur, patah tulang, luka perut dan luka dalam yang serius
4. Verbal abuse
Verbal abuse atau lebuh dikenal dengan kekerasan verbal merupakan
kekerasan terhadap perasaan.memuntahkan kata-kata kasar tanpa menyentuh fisik,
kata-kata menfitnah, kata-kata yang mengancam, menakutkan, menghina atau
membesar-besarkan kesalah orang lain, merupakan kekerasan verbal (Sutikno, 2010).
Kekerasan verbal biasanya terjadi ketika ibu sedang sibuk dari anaknya
meminta perhatian namun si ibu menyuruh anaknya untuk diam dan jangan menangis
bahkan dapat mengeluarkan kata-kata kamu bodoh, kamu cerewet, kamu kurang ajar,
kamu menyebalkan, dan yang lainnya. Kata-kata yang seperti itulah yang dapat
diingat oleh sang anak, bila dilakukan secara berlangsung oleh ibu (Rahmad 2010).
Tidak hanya seorang ibu yang dapat melakukan verbal abuse, seorang
ayahpun bisa melaukan verbal abuse ketika ia merasa kesal, anak jadah, pakai
kupingmu untuk mendengarkan nasehat orang tua. Muak aku melihat perangaimu itu
. ini merupakan contoh verbal abuse ketika ayah merasa kesal karena nasehatnya
tidak didengarkan oleh ananya (Sutikno 2010).
2.4 PATOFISIOLOGI DAN CLINICAL PATHWAY
Child abuse adalah suatu kelalaian tindakan atau perbuatan orang tua atau orang yang
merawat anak yang mengakibatkan anak menjadi terganggu mental maupun fisik,
perkembangan emosional, dan perkembangan anak secara umum.
Ada beberapa factor yang menyebabkan terjadinya child abuse yaitu factor anak,
factor orang tua, dan factor lingkungan. Faktor anak bisa dikarenakan oleh anak tidak
diinginkan, anak cacat, retardasi mental, dan lain-lain. Faktor orang tua yaitu orang tua
pecandu alcohol, narkoba, kelainan jiwa, depresi/stress, pengalaman penganiayaan waktu
kecil. Sedangkan factor lingkungan yaitu keluarga kurang harmonis, orang tua tidak
bekerja, kemiskinan, kepadatan hunian.
Child abuse dapat dilakukan oleh orang tua, anggota keluarga dan orang lain akan
menimbulkan tindakan kekerasan yang dapat mengakibatkan luka seperti lecet dan lebab
pada bagian tubuh anak sehingga dapat mengakibatkan nyeri akut pada daerah luka.
Selain itu tindakan child abuse juga dapat menyebabkan masalah kesehatan mental dan
gangguan psikologis sehingga anak memiliki risiko prilaku kekerasan terhadap diri
6
sendiri. Akibat child abuse, anak biasanya ditelantarkan sehingga dapat mengakibatkan
asupan diet pada anak tidak cukup sehingga kadar glukosa darah cenderung rendah dan
memiliki resiko ketidakstabilan kadar gula darah.
7
2.5 MANIFESTASI KLINIS
CA dicurigai bila luka tidak terjelaskan, tidak dapat dijelaskan, atau tidak masuk akal.
Jika luka tidak cocok dengan riwayat yang diberikan atau perkembangan anak, pelaku
harus dilaporkan. Beberapa tanda atau manifestasi yang dapat digunakan untuk
menentukan CA, yaitu (Kusuma, 2010) :
1. Cedera kulit merupakan tanda CA yang paling umum dan mudah ditemukan. Bekas
gigitan manusia tampak sebagai daerah lonjong dengan bekas gigi, tanda hisapan,
atau tanda dorongan lidah. Memar multipel atau memar pada tempat-tempat yang
tidak terjangkau menunjukkan bahwa anak mengalami penganiayaan.
2. Kerontokan rambut traumatik terjadi ketika rambut anak ditarik, atau dipakai untuk
menyeret, atau menyentak anak. Akibatnya dapat memecahkan pembuluh darah di
bawah kulit kulit kepala. Adanya akumulasi darah membantu membedakan antara
kerontokan rambut akibat penganiayaan atau non penganiayaan.
3. Gangguan Perilaku, ditandai dengan malas untuk melakukan aktifitas sehari-hari.
4. Gangguan Kognisi, ditandai dengan sulit untuk berkonsentrasi, tidak fokus ketika
sedang belajar, sering melamun dan termenung sendiri.
5. Gangguan Emosional, ditandai dengan adanya gangguan mood dan suasana hati serta
menyalahkan diri sendiri
2.6 KONDISI KEGAWATDARURATAN
A. Aspek kedaruratan dalam kasus child abuse
Kedaruratan dalam kasus child abuse berbeda dengan kedaruratan pada penyakit
atau masalah kesehatan lainnya. Apabila pada penyakit atau masalah kesehatan anak
lebih difokuskan untuk upaya penanganan yang bersifat kuratif, sedangkan untuk
kasus child abuse selain kedaruratan untuk aspek kuratif, terdapat pula aspek
kedaruratan dalam deteksi dini, diagnosis, dan tentunya penanganan
kegawatdaruratan. Hal tersebut di atas bertujuan untuk mencegah terjadinya dampak
kasus child abuse, baik dampak jangka pendek maupun dampak jangka panjang
terutama bagi anak dan keluarga.
Deteksi dini adanya kasus child abuse memegang peran sangat penting, karena
dengan kita perhatian dan memikirkan adanya kecurigaan kasus child abuse, akan
diupayakan untuk melakukan penanganan secara menyeluruh. Untuk deteksi dini
kejadian child abuse harus dilakukan segera mungkin pada saat kasus datang, bila
waktu tersebut tidak digunakan dengan baik, akan banyak bukti-bukti yang hilang.
Pada kasus kekerasan fisik pada anak, beberapa cedera yang harus dicurigai adanya
child abuse adalah:
8
1. memar pada bayi
2. fraktur multipel
3. cedera kepala berat pada bayi dan balita
4. fraktur iga
5. hematom subdural dan perdarahan retina
6. patah tulang pada anak
7. luka bakar multipel atau memiliki bentuk tertentu
Faktor risiko kekerasan pada anak ditinjau dari 3 aspek, yaitu faktor masyarakat atau
sosial, faktor orang tua, dan faktor anak.
Pada kasus kekerasan seksual pada anak, beberapa hal yang perlu dilakukan dalam
kedaruratan dalam deteksi dini, yaitu:
9
1. mendapatkan informasi selengkap mungkin baik dari anak maupun orangtua,
perhatikan cara mendapatkan informasi tersebut jangan sampai menyebabkan anak
mengalami trauma kembali
2. catat semua gejala yang ada pada saat pemeriksaan (perdarahan vagina, adanya sekret,
luka atau memar di sekitar genetalia)
3. lakukan pemeriksaan pediatrik secara umum
4. identifikasi juga adanya masalah perilaku pada anak
5. masalah kesehatan lainnya yang dikeluhkan oleh anak.
10
2.8 PENATALAKSANAAN
Menurut Suda (2006) ada beberapa model program counseling yang dapat diberikan
kepada anak yang mengalami child abuse, yaitu :
a. The dynamics of sexual abuse
Artinya, terapi difokuskan pada pengambangan konsepsi. Pada kasus tersebut
kdsalahan dan tanggung jawa berada pada pelaku bukan pada korban. Anak dijamin
tidak disalahkan meskipun telah terjadi kontak seksual.
b. Protective behaviors counseling
Artinya, anak-anak dilatih menguasai keterampilan mengurangi kerentannya
sesuai dengan usia. Pelatihan anak prasekolah dapat dibatasi berkata tidak terhadap
sentuhan-sentuhan yang tidak diinginkan, menjauh secepatnya dari orang yang
kelihatan sebagai abusive person, melaporkan pada orangtua atau orang dewasa yang
dipercaya dapat membantu menghentikan perlakuan salah.
c. Survivor atau self-esteem counseling
Artinya, menyadarkan anak-anak yang menjadi korban bahwa mereka
sebenarnya bukanlah korban, melainkan orang yang mampu bertahan (survivor)
dalam menghadapi masalah sexual abuse. Keempat, feeling counseling. Artinya,
terlebih dahulu harus diidentifikasi kemampuan anak yang mengalami sexual abuse
untuk mengenali berbagai perasaan. Kemudian mereka didorong untuk
mengekspresikan perasaan-perasaannya yang tidak menyenangkan, baik pada saat
mengalami sexual abuse maupun sesudahnya. Selanjutnya mereka diberi kesempatan
untuk secara tepat memfokuskan perasaan marahnya terhadap pelaku yang telah
menyakitinya, atau kepada orang tua, polisi, pekerja sosial, atau lembaga peradilan
yang tidak dapat melindungi mereka.
d. Cognitif terapy
Artinya, konsep dasar dalam teknik ini adalah perasaan-perasaan seseorang
mengenai beragam jenis dalam kehidupannya dipengaruhi oleh pikiran-pikiran
mengenai kejadian tersebut secara berulang-lingkar.
2.9 ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
1. Pengkajian
Perawat seringkali menjadi orang yang pertamakali menemui adanya tanda adanya
kekerasan pada anak (lihat indicator fisik dn kebiasaan pada macam-macam child abuse
di atas). Saat abuse terjadi, penting bagi perawat untuk mendapatkan seluruh
11
gambarannya, bicaralah dahulu dengan orang tua tanpa disertai anak, kemudian
menginterview anak.
1. Identifikasi orang tua yang memiliki anak yang ditempatkan di rumah orang lain atau
saudaranya untuk beberapa waktu.
2. Identifikasi adanya riwayat abuse pada orang tua di masa lalu, depresi, atau masalah
psikiatrik.
3. Identifikasi situasi krisis yang dapat menimbulkan abuse
4. Identifikasi bayi atau anak yang memerlukan perawatan dengan ketergantungan tinggi
(seperti prematur, bayi berat lahir rendah, intoleransi makanan, ketidakmampuan
perkembangan, hiperaktif, dan gangguan kurang perhatian)
5. Monitor reaksi orang tua observasi adanya rasa jijik, takut atau kecewa dengan jenis
kelamin anak yang dilahirkan.
6. Kaji pengetahuan orang tua tentang kebutuhan dasar anak dan perawatan anak.
7. Kaji respon psikologis pada trauma
8. Kaji keadekuatan dan adanya support system
9. Situasi Keluarga.
Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa keperawatan
berkaitan dengan child abuse, antara lain:
1. Psikososial
a. Melalaikan diri (neglect), baju dan rambut kotor, bau
b. Gagal tumbuh dengan baik
c. Keterlambatan perkembangan tingkat kognitif, psikomotor, dan psikososial
d. With drawl (memisahkan diri) dari orang-orang dewasa
2. Muskuloskeletal
a. FrakturDislokasi
b. Keseleo (sprain)
3. Genito Urinaria
a. Infeksi saluran kemih
b. per vagina
c. pada vagina/penis
d. Nyeri waktu miksi
e. Laserasi pada organ genetalia eksternal, vagina, dan anus.
4. Integumen
a. Lesi sirkulasi (biasanya pada kasus luka bakar oleh karena rokok)
12
b. Luka bakar pada kulit, memar dan abrasi
c. Tanda-tanda gigitan manusia yang tidak dapat dijelaskan
d. Bengkak.
Ada dua peranan radiologi dalam menegakkan diagnosis perlakuan salah pada
anak, yaitu untuk identifiaksi fokus dari jejas, dokumentasi. Pemeriksaan radiologi pada
anak di bawah usia 2 tahun sebaiknya dilakukan untuk meneliti tulang, sedangkan pada
anak diatas 4-5 tahun hanya perlu dilakukan jika ada rasa nyeri tulang, keterbatasan
dalam pergerakan pada saat pemeriksaan fisik. Adanya fraktur multiple dengan tingkat
penyembuhan adanya penyaniayaan fisik.
a) CT-scan lebih sensitif dan spesifik untuk lesi serebral akut dan kronik, hanya
diindikasikan pada pengniayaan anak atau seorang bayi yang mengalami trauma
kepala yang berat.
b) MRI (Magnetik Resonance Imaging) lebih sensitif pada lesi yang subakut dan
kronik seperti perdarahan subdural dan sub arakhnoid.
c) Ultrasonografi digunakan untuk mendiagnosis adanya lesi visceral
d) Pemeriksaan kolposkopi untuk mengevaluasi anak yang mengalami penganiayaan
seksual.
2. Diagnosa Keperawatan
a) Koping defensif
b) Ketidakberdayaan
c) Harga diri rendah
d) Gangguan pola tidur
e) Ketakutan
3. Intervensi Keperawatan
1. Koping Defensif
a. Batasan Karateristik
1) Kesulitan membina hubungan
2) Menyangkal masalah yang terjadi
3) Kurangnya sistem dukungan
4) Takut akan hinaan
5) Takut gagal
b. NOC (koping)
13
Indikator Outcome 1 2 3 4 5
130201 Mengidentifikasi pola koping yang efektif
130205 Menyatakan penerimaan terhadap situasi
130221 Mencari informasi terpercaya tentang penobatan
130207 Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi stres
130208 Adaptasi perubahan hidup
130210 Menggunakan prilaku untuk mengurangi stress
130222 Menggunakan system dukungan personal
130211 Mengidentivikasi beberapa setrategi koping
130212 Menggunakan strategi koping yang efektif
130213 Menghindari stress yang terlalu banyak
130214 Menyatakan butuh bantuan
c. NIC
1) Peningkatan koping
a. Dukungan hubungan dengan orang yang memiliki ketertarikan dan tujuan
yang sama
b. Gunakan pendekatan yang tenang dan menberikan jaminan
c. Berikan suasana penerimaan
2) Peningkatan harga diri
a. Bantu pasien untuk menemukan penerimaan diri
b. Dukung tanggung jawab pada diri sendiri dengan tepat
c. Bantu pasien untuk menerima ketergantunganterhadap orang lain dengan
cepat
3) Modifikasi perilaku
a. Tentukan motivasi pasien terhadap perilaku
b. Hindari menunjukkan perilaku atau ketidak tertarikan pada saat pasien
berjuang untuk merubah perilaku
c. Dukung pasien untuk memeriksa perilakunya sendiri
2. Ketidak Berdayaan
a. batasan karakteristik
1) frustasi tentang ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sebelumnya.
2) depresi
3) Malu
14
b. NOC
1) Kepercayaan mengenai kesehatan: merasakan kemampuan melakukan
2) Tingkat Depresi
No. Kode 1 2 3 4 5
2. 120814 Kesedihan
3. 120816 Kesedian
3) Tingkat Kecemasan
No Kode Indicator 1 2 3 4 5
1 121104 Distress
c. NIC
1) Dukungan emosional
a. diskusikan dengan pasien mengengenai pengalaman emosinya.
b. eksplorasi apa yang memicu emosi pasien
c. rangkul atau sentuh pasien dengan penuh dukungan
15
2) inspirasi harapan
a. bantu pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi area dari harapan dalam
hidup
b. informasikan pada pasien mengenai apakah situasi yang terjadi sekarang
bersifat sementara
c. kembangkan dalm mekanisme koping pasien
3) peningkatan keterlibatan keluarga
a. identifikasi kemampuan anggota keluarga untuk terlibat dalam perawatan
pasien
b. tentukan sumber daya fisik, emosional dan edukasi dari pemberi perawatan
utama
c. monitor keterlibatan anggota keluarga dalam perawatan pasien.
2) Tingkat depresi
Kode Indicator 1 2 3 4 5
120801 Perasaan depresi
120827 Peristiwa kehidupan yang negatif
120814 Kesedihan
c. Intervensi (NIC)
1) Peningkatan citra tubuh
16
a. Tentukan harapan citra diri pasien didasarkan pada tahap perkembangan
b. Gunakan bimbingan antisipatif menyiapkan pasien terkait dengan
perubahan citra tubuh
c. Tentukan persepsi pasien dan keluarga terkait dengan perubahan citra diri
dan realitas
2) Konseling
a. Bangun hubungan terapiutik yang berdasarkan pada rasa saling percaya
dan saling menghormati
b. Tunjukkan empati, kehangatan, dan ketulusan
c. Sediakan privasi dan berikan kejaminan kerahasiaan
Indikator Outcome 1 2 3 4 5
000401 jam tidur
000402 jam tidur yang diobservasi
000403 pola tidur
000404 kualitas tidur
000405 efisiensi tidur
000407 tidur rutin
000418 tidur dari awal sampai habis dimalam
hari secara konsisten
000408 perasaan segar setelah tidur
000410 mudah bangun pada saat yang tepat
000419 tempat tidur yang nyaman
000420 suhu ruangan yang nyaman
17
c. Intervensi
1) Peningkatan tidur
a. Perkirakan tidur atau siklus bangun pasien didalam perawatan perencanaan
b. Jelaskan pentingnya tidur yang cukup selama kehamilan, penyakit, tekanan
psikososial dan lain lain
c. Dorong pasien untuk menetapkan rutinitas tidur untuk memfasilitasi
perpindahan dari terjaga menuju tidur
2) Pemijatan
a. Tempatkan pada posisi yang nyaman untuk memfasilitasi pemijatan
b. Tetapkan lama waktu pemijatan untuk mencapai respons yang diinginkan
c. Sesuaikan area pemijatan, teknik dan tekanan sesuai dengan persepsi
kenyamanan pasien dan tujuan pemijatan
3) pengurangan kecemasan
a. Gunakan pendekapan yang tenang dan meyakinkan
b. Dorong keluarga untuk mendampingi klien dengan cara yang tepat
c. Dukung penggunaan mekanisme koping yang sesuai
18
121030 Prilaku menghindar
121034 Kepanikan
19
a. Sediakan lingkungan yang tidak mengancam
b. Berada disisi pasien dan sediakan jaminan keamanan selama periode
kecemasan
c. Bantu pasien atau keluarga mengidentifikasi faktr apa saja yang
meningkatkan rasa keamanan
20
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Child Abuse (Kekerasan anak) adalah penganiayaan fisik, seksual atau emosional atau
penelantaran anak atau anak-anak. Di Amerika Serikat, Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) and the Department for Children And Families (DCF) (Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) dan Departemen Anak dan Keluarga
(DCF)) mendefinisikan penganiayaan anak sebagai setiap tindakan atau serangkaian
tindakan atau kelalaian oleh orang tua atau pengasuh lainnya yang mengakibatkan
kerugian, potensi bahaya, atau ancaman membahayakan anak.
Penyalahgunaan anak dapat terjadi di rumah anak, atau dalam organisasi, sekolah atau
komunitas anak berinteraksi. Ada empat kategori utama kekerasan terhadap anak:
pengabaian, kekerasan fisik, kekerasan psikologis atau emosional, dan kekerasan
seksual. Etiologi, fator penyebab kekerasan pada anak baik kekerasan fisik atau psikhis
yaitu: Stress yang berasal dari anak, Stress keluarga, dan Stress berasal dari orangtua.
Manifestasi klinis atau dampak dari kekerasan anak baik fisik atupun pshikis yaitu:
Akibat pada fisik anak, Akibat pada tumbuh kembang anak, Akibat dari penganiayaan
seksual.
Diagnostik perlakuan salah dapat ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik yang teliti, dokumentasi riwayat psikologis yang lengkap,
laboratorium dan radiologi. Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan
kekerasan pada anak adalah melalui: Pelayanan kesehatan, Pendidikan, Penegak hukum
dan keamanan dan Media massa.
3.2 SARAN
Kekerasan memang tidak dapat ditolerir, apalagi terhadap anak. Menyarankan
agar orangtua bahkan semua orang 'bergerak' bila mengetahui anak mengalami
kekerasan. Tidak perlu ragu meski pelaku kekerasan datang dari kerabat atau
pasangan Anda sendiri. Sebab bila ada seseorang yang mengetaui ada anak mendapat
kekerasan, namun tidak ada tindakan akan terancam tahanan 5 tahun penjara sesuai
pasal 78 Tahun 2002. Berpikir untuk bertindak menyudahi kekerasan ini merupakan
langkah apik yang pertama. Selanjutnya orangtua dapat melakukan :
1. Menegur pelaku tindak kekerasan. Bentuk teguran tidak harus keras, point
terpenting adalah pelaku menyadari bahwa perilakunya itu menyimpang dan
merugikan anak.
21
2. Berikan masukan bagaimana cara menangani anak untuk kasus pengasuh atau
seseorang yang melakukan kekerasan karena tidak sabar menghadapi anak. Ingatkan
bahwa anak-anak belum bisa bersikap seperti orang dewasa.
3. Hentikan dengan paksa bila pelaku masih melakukan kekerasan. Bila kekerasan
dilakukan oleh pengasuh seperti pembantu atau baby sitter, segeralah memutuskan
kontrak kerja.
4. Laporkan pada pihak yang berwajib bila luka yang diakibatkan oleh kekerasan
masuk dalam kategori fatal, misalnya luka robek yang parah, luka tusuk, atau
pemerkosaan.
5. Memantau tumbuh kembang anak sesuai dengan usia perkembangannya. Jika tidak
sesuai dengan tahap perkembangannya, segeralah datang ke ahli medis tumbuh
kembang, misalnya psikolog.
Lakukan fisum untuk kasus kekerasan secara fisik. Sehingga saat Anda ingin melaporkan
pelaku pada pihak berwajib, Anda memiliki bukti otentik.
22
DAFTAR PUSTAKA
23