Anda di halaman 1dari 14

PERPAJAKAN

PPN dan Mekanisme PPN

Nama Kelompok:

1. Natalia Agustin 17.05.52.0007


2. Bernike Bilha Damaris M. 17.05.52.0059
3. Fazira Nurliyan Sari 17.05.52.0061

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS STIKUBANK SEMARANG
2018
A. UU Nomor 42 Tahun 2009

TENTANG

PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983

TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA

DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

Menimbang:

a. bahwa dalam rangka lebih meningkatkan kepastian hukum dan keadilan,


menciptakan sistem perpajakan yang lebih sederhana, serta mengamankan
penerimaan negara agar pembangunan nasional dapat dilaksanakan secara mandiri
perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983
tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah;

b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu


membentuk Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah;

Mengingat:

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4999);

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang


dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1983 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3264) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000
Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3986);

B. Pengertian PPN

Pajak Pemungut Pertambahan Nilai adalah bendaharawan Pemerintah, badan, atau


instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan
melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah, badan, atau
instansi Pemerintah tersebut.

Wajib Pungut PPN melakukan pemungutan PPN/PPnBM terhadap penyerahan


Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak oleh rekanan kepada Wajib Pungut tersebut.

Kewajiban-kewajiban Pemungut PPN sebagai konsekuensi penunjukan sebagai pemungut


PPN antara lain:

1. Mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP,

2. Wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang..

Yang termasuk Wajib Pungut (Wapu) PPN dan PPnBM adalah:

1. Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara;

a) Diirektorat Jenderal Anggaran (Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara) yang


sekarang menjadi Direktorat Jenderal Perbendaharaan (Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara)

b) Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri/Ketua Lembaga sebagai Bendahara /


Bendahara;

c) Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah

2. Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi; dan
kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya
panas bumi.

Yang dimaksud dengan Kontraktor atau Pemegang Kuasa/ Pemegang Izin adalah:

a) kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi; dan

b) kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya


panas bumi, yang meliputi kantor pusat, cabang, maupun unitnya.

3. Badan Usaha Milik Negara Mulai tanggal 1 Juli 2012, BUMN yang ditunjuk
sebagai Pemungut PPN. Dengan demikian, PPN dan PPnBM yang terutang atas
penyerahan BKP dan/atau JKP oleh PKP Rekanan kepada BUMN yang memenuhi
ketentuan sebagai Pemungut PPN wajib dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh
BUMN.
C. PPN Ditanggung dan PPN Dibebaskan Pemerintah

PPN Dibebaskan adalah membebaskan kewajiban memungut PPN kepada orang atau
badan yang menyerahkan:

1. Barang Kena Pajak (BKP) yang bersifat strategis . Artinya secara objek, barang
yang diserahkan tetap masuk dalam kategori BKP namun karena pertimbangan
pemerintah maka dimasukkan dalam klasifikasi barang yang strategis sehingga saat
diserahkan, barang tersebut mendapat fasilitas dibebaskan dari PPN.

2. Barang Kena Pajak (BKP) tertentu. Objek tertentu dalam hal ini meliputi barang-
barang yang diperlukan untuk kepentingan umum atau untuk kepentingan nasional
yang dikelola oleh unit-unit pemerintah. Contoh barang yang masuk dalam kategori
tertentu antara lain: Impor Senjata, Amunisi, Alat Angkutan di Darat

3. Jasa Kena Pajak (JKP) tertentu. Antara lain jasa yang diserahkan kontraktor untuk
pemborong bangunan rumah sederhana/ rumah sangat sederhana/ rumah susun
sederhana/ pondok boro/ asrama mahasiswa yang batasannya ditetapkan oleh Menteri
Keuangan,

Berdasarkan Pasal 16B UU PPN 1984 dan Perubahannya, fasilitas berupa pembebasan
PPN dapat diberikan kepada:

kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean, penyerahan
Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;

Barang Kena Pajak yang atas impornya dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai adalah :

Senjata, amunisi, alat angkutan di air, alat angkutan di bawah air, alat angkutan di udara, alat
angkutan di darat, kendaraan

Barang Kena Pajak yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai adalah :

Rumah sederhana, rumah sangat sederhana, rumah susun sederhana, vaksin polio, buku-buku

Jasa Kena Pajak tertentu yang atas penyerahannya dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai adalah :

Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Laut Nasional, Perusahaan Penangkapan Ikan
Nasional, Jasa yang diterima oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, Jasa
perawatan atau reparasi kereta api yang diterima oleh PT (PERSERO) Kereta Api Indonesia;

Pada hakikatnya barang/jasa yang diberikan fasilitas PPN dibebaskan sama dengan Non
BKP/Non JKP. Pembeli/konsumen tetap menanggung beban PPN, yaitu yang telah terutang
pada mata rantai produksi dan distribusi sebelumnya. Beban PPN ini akhirnya menjadi
tanggungan pembeli karena digeser secara bertahap dalam tiap mata rantai produksi dan
distribusi. Keuntungan dari fasilitas PPN Dibebaskan yang diterima hanya sebesar PPN atas
nilai tambah pada level pemberian fasilitas itu saja.

PPN Tidak Dipungut, Berdasarkan Pasal 16B UU PPN 1984 dan Perubahannya, fasilitas
berupa PPN tidak dipungut dapat diberikan kepada:

a) kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean;

b) penyerahan Barang Kena Pajak tertentu atau penyerahan Jasa Kena Pajak tertentu;

c) impor Barang Kena Pajak tertentu;

d) pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud tertentu dari luar Daerah Pabean
di dalam Daerah Pabean;

e) pemanfaatan Jasa Kena Pajak tertentu dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah
Pabean.

PPN Tidak Dipungut (ditanggung) pada hakikatnya sama dengan pengenaan PPN
dengan tarif 0%. Keduanya sama tidak memungut PPN dan dibolehkan mengkreditkan
Pajak Masukan. sehingga konsumen yang membeli barang atau jasa yang diberiPPN Tidak
Dipungut sama sekali tidak akan menanggung beban PPN. Jika PPN Tidak Dipungut
diberikan sebelum pada level konsumsi akhir (yaitu pada bagian hulu dari mata rantai
produksi dan distribusi), sejatinya tidak akan memberi manfaat sama sekali dari sisi beban
pajak dan penanggung pajaknya. Konsumen akhir tetap akan menanggung PPN sebesar tarif
dikali harga beli.

D. Pemungut PPN

Pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM dilakukan pada saat:

1. Penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP,

2. penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum


penyerahan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP; atau

3. penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.

Mekanisme pemungutan PPN adalah rekanan menerbitkan faktur pajak dan membuat
SSP atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN. Selanjutnya
Pemungut PPN berkewajiban menyetorkan PPN yang dipungut ke kas negara dan kemudian
melaporkan PPN yang dipungutnya. Rekanan menerima faktur pajak dan SSP sebagai bukti
pemungutan PPN.

Mekanisme pemungutan PPN untuk masing-masing Pemungut adalah sebagai berikut:


1. Bendaharawan Pemerintah dan KPPN adalah sebagai berikut mekanisme nya:

a) PKP rekanan Pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat
menyampaikan tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN baik
untuk sebagian maupun seluruh pembayaran.

b) Rekanan menerbitkan faktur pajak dengan kode transaksi “02”.

c) Apabila pembayaran diterima sebelum penagihan atau sebelum penyerahan


BKP dan/atau JKP, Faktur Pajak wajib diterbitkan pada saat pembayaran
diterima.

d) Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN dan
atau PPnBM.

e) Apabila penyerahan BKP tersebut terutang PPnBM maka PKP rekanan


Pemerintah mencantumkan jumlah PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak.

2. Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi; dan
kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya
panas bumi.

Mekanisme pemungutan PPN untuk kontraktor kontrak kerja sama adalah sebagai
berikut Rekanan wajib membuat Faktur Pajak dan SSP atas setiap penyerahan BKP
dan/atau JKP kepada Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin.

3. Badan Usaha Milik Negara

Mekanisme pemungutan PPN untuk BUMN adalah sebagai berikut: Rekanan wajib
membuat Faktur Pajak dan SSP atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada
BUMN

a) Terkait Pembuatan dan Pengisian Faktur Pajak

- Faktur Pajak harus dibuat pada saat pemungutan.

- Faktur Pajak dibuat dalam rangkap 2 (dua) lembar kesatu untuk BUMN;
dan lembar kedua untuk Rekanan

- Pada Faktur Pajak yang dibuat, BUMN yang melakukan pemungutan


wajib membubuhkan cap "Disetor Tanggal .............." dan
menandatanganinya.

- Dalam hal penyerahan BKP selain terutang PPN juga terutang PPnBM,
maka Rekanan harus mencantumkan juga jumlah PPnBM yang terutang
pada Faktur Pajak.

- Rekanan membuat faktur pajak dengan Kode Transaksi “03”

b) Terkait Pembuatan dan Pengisian SSP


- Rekanan mengisi SSP dengan membubuhkan NPWP serta identitas
Rekanan, tetapi penandatanganan SSP dilakukan oleh BUMN sebagai
penyetor atas nama Rekanan.

- SSP dibuat dalam rangkap empat (empat) dengan peruntukkan sebagai


berikut: lembar kesatu untuk Rekanan, lembar kedua untuk KPPN melalui
Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar ketiga untuk Rekanan yang
dilampirkan pada SPT Masa PPN; dan lembar keempat untuk Bank
Persepsi atau Kantor Pos

c) Pada SSP, Kode Akun Pajak diisi dengan kode 411211 dan Kode Jenis
Setoran 900.

Pemungutan PPN yang dikecualikan untuk masing-masing Pemungut adalah sebagai


berikut:

1. Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.

Pengecualian pemungutan PPN untuk Bendaharawan Pemerintah dan KPPN adalah


sebagai berikut:

a) Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah)


dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;

b) Pembayaran untuk pembebasan tanah;

c) Pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menurut ketentuan


perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut
dan/atau dibebaskan dari pengenaan PPN;

d) Pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan Bukan Bahan Bakar
Minyak oleh PT (PERSERO) PERTAMINA;

e) Pembayaran atas rekening telepon;

2. Kontraktor kontrak kerja sama pengusahaan minyak dan gas bumi; dan
kontraktor atau pemegang kuasa/pemegang izin pengusahaan sumber daya
panas bumi.

Pengecualian pemungutan PPN untuk kontraktor kontrak kerja sama adalah sebagai
berikut:

a) Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta


rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
b) Pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menurut ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas Pajak PPN tidak
dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan PPN;

c) Pembayaran atas penyerahan Bahan Bakar Minyak dan bukan Bahan Bakar
Minyak oleh PT PERTAMINA (Persero);

d) Pembayaran atas rekening telepon;

e) Pembayaran atas jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan


penerbangan

3. Badan Usaha Milik Negara

Pengecualian pemungutan PPN untuk BUMN adalah sebagai berikut: Rekanan wajib
membuat Faktur Pajak dan SSP atas setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada
BUMN

a) Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta


rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;

b) Pembayaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP yang menurut ketentuan


perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas Pajak PPN tidak
dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan PPN;

c) Pembayaran atas penyerahan Barang

E. PERHITUNGAN PPN DALAM MASA

PPN dan PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan Tarif Pajak dengan
Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

 TARIF PPN & PPnBM


1) Tarif PPN adalah 10% (sepuluh persen).
2) Tarif PPN sebesar 0% (sepuluh persen) diterapkan atas:
 ekspor Barang Kena Pajak (BKP) Berwujud;
 ekspor BKP Tidak Berwujud; dan
 ekspor Jasa Kena Pajak.
3) Tarif PPnBM adalah paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200%.
4) Tarif PPnBM atas ekspor BKP yang tergolong mewah adalah 0% (nol persen)

 Cara menghitung pajak pertambahan nilai


1. PKP “A” menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual Rp 25.000.000,00

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang:

= 10% x Rp25.000.000,00
= Rp2.500.000,00

PPN sebesar Rp2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak “A”.

2. PKP “B” melakukan penyerahan Jasa Kena Pajak dengan memperoleh

Penggantian sebesar Rp20.000.000,00

PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “B”

= 10% x Rp20.000.000,00

= Rp 2.000.000,00

PPN sebesar Rp2.000.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh
Pengusaha Kena Pajak “B”.

3. Seseorang mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dengan

Nilai Impor sebesar Rp15.000.000,00. PPN yang dipungut melalui Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai

= 10% x Rp15.000.000,00

= Rp 1.500.000,00

PPN sebesar Rp 1.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

F. JURNAL TRANSAKSI TERKAIT DENGAN PPN

a) Contoh Jurnal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Masukan

Perlakuan PPN atas pembelian bagi pembeli sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah
Pajak masukan, tapi bagi pembeli yang bukan Pengusaha Kena Pajak (Non PKP) nilai PPN
tersebut ditambahkan ke dalam harga beli barang.

1. Contoh Pembeli Bukan Pengusaha Kena Pajak (Non PKP)

Toko Elektronik “Sido Terang” yang berstatus Non PKP membeli 10 Unit TV LG 20 inc
dari Toko“ Surya” dengan rincian sebagai berikut:

Harga 10 Unit TV Rp 50.000.000


@ 5.000.000
PPN 10% Rp 5.000.000
Jumlah Nota Kontan Rp 55.000.000
Jurnal Sistem Periodik Jurnal Sistem Periodik
Pembelian Rp Persediaan Rp
55.000.000 Barang Dagang 55.000.000
Kas Rp Kas Rp
55.000.000 55.000.000

2. Contoh Pembeli Adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Toko elektronik CV Advance yang berstatus PKP membeli 10 Unit Komputer Toshiba
dari Pengusaha Kena Pajak PT. Sony dengan rincian sebagai berikut:

Harga 10 Unit Komputer @ Rp 50.000.000


5.000.000
PPN 10% Rp 50.000.000
Jumlah Nota Kontan Rp 55.000.000

Jurnal Sistim periodik Jurnal Sistim periodik


Pembelian Rp. 55.000.000 Persediaan Rp 50.000.000
Barang
Dagang
PPN Rp 5.000.000 Rp 50.000.000
Masukan
Hutang Rp 55.000.000 Hutang Rp
Dagang Dagang 55.000.000

3. Nota Retur

Retur atau pengembalian Sebagian Barang Kena Pajak kepada penjualan disebut dengan
retur pembelian. Bukti transaksi ini jika di dalam akuntansi dibuatkan Nota
Debet, namun dalam akuntansi pajak dibuatkan Nota Retur yang fungsinya mencatat
retur pembelian dan mengkredit PPN Masukan sebesar 10% dari nilai barang yang
dikembalikan.

Berdasarkan contoh 2 diatas, jika CV Advance mengembalikan 2 komputer yang dibeli


kepada PT. Sony, maka perhitungan yang dibuat CV Advance adalah sebagai berikut:

Nilai BKP (Barang Kena Pajak) yang dikembalikan adalah:

2 Unit Komputer @ Rp Rp 10.000.000


5.000.000 Jumlah Nota Retur
PPN Masukan 10% X Rp Rp 1.000.000
10.000.000
Jumlah Nota Retur Rp 11.000.000
Jurnal D K Jurnal Sistem D K
Sistem Perpetual
Periodik
Hutang 11.000.000 Hutang Rp
Dagang Dagang 11.000.000
Retur Rp Persediaan Rp
Pembelian 10.000.000 barang dagang 10.000.000
PPN Rp PPN Masukan Rp
Masukan 1.000.000 1.000.000

4. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM)

Jika yang dibeli adalah barang dagang dengan kategori barang mewah (peraturan
perpajakan) maka selain dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM sesuai dengan tarif
barang mewah pada peraturan perpajakan. Nilai PPnBM tersebut digunakan untuk
menambah nilai harga pokok barang tersebut jadi tidak boleh dicatat sebagai PPnBM
masukan.

Contoh:

PT. Subur Jaya membeli 1000 krat minuman ringan sirup ABC dari PT. ABC. Dengan
rincian berikut ini:

Harga 1000 krat sirup @ 200 Rp 200.000


PPN 10% = 10% X Rp 200.000 Rp 20.000
PPn-BM 20% Rp 40.000
Jumlah Invoice Rp 260.000

Catatan: peraturan perpajakan menetapkan bahwa minuman ringan masuk dalam kategori
barang mewah dan dikenakan tarif 20%.

Jurnal D K Jurnal Sistem D K


Sistem Perpetual
Periodik
Pembelian Rp 240.000 Persediaan Barang Rp 240.000
Dagang
PPN Rp 20.000 PPN Masukan Rp 20.000
Masukan
Hutang Rp Hutang Dagang Rp 260.000
Dagang 260.000
b) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Keluaran Dan PPn-BM

Untuk PPN Keluaran pada akhir bulan dikenakan kompensasi dengan PPN Masukan atas
pembelian Barang Kena Pajak (BKP). Ada istilah untuk selisih jika jumlah PPN Keluaran
lebih besar dari PPN Masukan maka disebut PPN kurang bayar (PPN-KB). Tetapi jika jumlah
PPN Keluaran lebih kecil dari PPN Masukan maka selisihnya disebut PPN lebih bayar (PPN-
LB).

1. Contoh Penjualan Tunai dan Kredit

Pengusaha Kena Pajak PT. Surya menjual barang kepada PT. Cendana dengan rincian
sebagai berikut:

100 krat kecap ABC Rp 5.000.000


200 krat sambal ABC Rp 6.000.000 +

Jumlah harga jual Rp 11.000.000


PPN 10% X Rp 11.000.000 Rp 1.100.000 +

Total Faktur Rp 12.100.000

Jurnal D K Jurnal D K
Penjualan Penjualan
Tunai Kredit
Kas Rp Piutang Dagang Rp
12.100.000 12.100.000
Penjualan Rp Penjualan Rp
11.000.000 11.000.000

PPN Rp PPN Keluaran Rp


Keluaran 1.100.000 1.100.000

2. Contoh Penjualan dengan Pembayaran Sebagian

Pengusaha Kena Pajak PT. Surya menjual barang kepada PT. Cendana dengan rincian
seb agai berikut:

100 krat kecap ABC Rp 5.000.000


200 krat sambal ABC Rp 6.000.000
Jumlah harga jual Rp 11.000.000
PPN 10% X Rp 11.000.000 Rp 1.100.000
Total Faktur Rp 12.100.000
Dibayar tunai Rp 4.000.000
Sisa tagihan Rp 8.100.000
Jurnal Pembayaran D K
sebagian:
Kas Rp 4.000.000
Piutang Dagang Rp 8.100.000
Penjualan Rp 11.000.000
PPN Keluaran

3. Contoh Penjualan atas Barang Mewah

PKP PT. Abadi menjual barang dagang kepada PT. MATAHARI sebagai berikut:

100 krat kecap ABC Rp 5.000.000


200 krat sambal ABC Rp 6.000.000
Jumlah harga jual Rp 11.000.000
PPN 10% X Rp 11.000.000 Rp 1.100.000
PPn-BM 20% X Rp 11.000.000 Rp 2.200.000
Total Faktur Rp 14.300.000

Jurnal Penjualan D K
Kredit
Piutang Dagang Rp 14.300.000
Penjualan Rp Rp 11.000.000
11.000.000
PPn Keluaran Rp 1.100.000
Hutang PPn-BM Rp 2.200.000

4. Transaksi Pemakaian Sendiri Atau Pemberian Cuma-Cuma

Barang Kena Pajak yang dipakai sendiri oleh pemilik perusahaan bisa juga digunakan
untuk keperluan karyawan yang diberikan secara Cuma-Cuma, maka transaksi itu hanya
boleh diakui sebagai biaya atau prive sebesar harga pokok ditambah PPN atau PPn-BM atas
barang tersebut tidak termasuk laba kotor yang diharapkan.

Contoh 22

PT. Tirto memberikan 2.000 galon air mineral 19 liter kepada warga dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dilingkungan perusahaan dengan rincian
sebagai berikut:

Harga jual 2000 galon @ Rp.5.000 Rp. 10.000.000


Tambahan laba 20% dari harga jual (Rp. 2.000.000)
Harga Pokok Rp. 8.000.000
PPN 10% x Rp. 8.000.000 Rp. 800.000 +
Biaya Promosi/Prive/Lain-lain Rp. 8.800.000
Jurnal D K
Biaya promosi/Lain- Rp 8.800.000
lain/Prive
Persediaan Barang Rp 8.000.000
Dagang/Penjualan
PPn Keluaran Rp 800.000 Rp 800.000

Anda mungkin juga menyukai