Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS BAHAN DAN HASIL INDUSTRI

RINA SULASTRI SILITONGA


CGA 116 026

JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2018
“PENENTUAN FOSFAT DENGAN METODE FAJANS”
1.1 Dasar Teori
Analisa titrimetri atau analisa volumetric adalah analisis kuantitatif dengan
mereaksikan suatu zat yang dianalisis dengan larutan baku (standar) yang telah
diketahui konsentrasinya secara teliti, dan reaksi antara zat yang dianalisis dan
larutan standar tersebut berlangsung secara kuantitatif.Larutan baku (standar)
adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan
konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas).
Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah
di capai. Umumnya indicator yang digunakan adalah indicator azo dengan warna
yang spesifik pada berbagai perubahan pH.
Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara
stokiometri antara zat yang dianalisis dan larutan standar.Titik akhir titrasi adalah
titik dimana terjadi perubahan warna pada indicator yang menunjukkan titik
ekuivalen reaksi antara zat yyang dianalisis dan larutan standar.
Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan
titik akhir titrasi. Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat
mempengaruhi hasil analisis pada suatu senyawa.

1.2 Tujuan

1. Mengetahuipengertiandarimetodefajan
2. MengetahuicaramenstandarisasiSebuahlarutan Baku
3. Mengetahui konsentrasi larutan baku dengan larutan NaCl dengan metode
titrasi pengendapan untuk menentukan kadar fosfat.
2.1 Pengertian Metode Fajan

Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan pembentukan endapan dari


garam yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi
jenis ini adalah pencapaian keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran
ditambahkan pada analit, tidak adanya interferensi yang menggangu titrasi, dan titik akhir
titrasi yang mudah diamati.
Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal adalah melibatkan
reaksi pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-) dengan ion perak Ag+. Titrasi ini biasanya
disebut sebagai Argentometri yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halida (pada
umumnya) dengan menggunakan larutan standart perak nitrat AgNO3. Titrasi argentometri
tidak hanya dapat digunakan untuk menentukan ion halide akan tetapi juga dapat dipakai
untuk menentukan merkaptan (thioalkohol), asam lemak, dan beberapa anion divalent seperti
ion fosfat PO43- dan ion arsenat AsO43-.
Dasar titrasi argentometri adalah pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara
titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl
dimana ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang
tidak mudah larut AgCl.

Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq) -> AgCl(s) + NaNO3(aq).

Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi
dengan indicator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat CrO42- dimana dengan
indicator ini ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik
akhir titrasi dapat diamati. Inikator lain yang bisa dipakai adalah tiosianida dan indicator
adsorbsi. Berdasarkan jenis indicator dan teknik titrasi yang dipakai maka titrasi argentometri
dapat dibedakan atas Argentometri dengan metode Mohr, Volhard, atau Fajans. Selain
menggunakan jenis indicator diatas maka kita juga dapat menggunakan metode potensiometri
untuk menentukan titik ekuivalen.
Ketajaman titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan yang terbentuk dari
reaksi antara analit dan titrant. Endapan dengan kelarutan yang kecil akan
menghasilkan kurva titrasi argentometri yang memiliki kecuraman yang tinggi sehingga titik
ekuivalen mudah ditentukan, akan tetapi endapan dengan kelarutan rendah akan
menghasilkan kurva titrasi yang landai sehingga titik ekuivalen agak sulit ditentukan. Hal ini
analog dengan kurva titrasi antara asam kuat dengan basa kuat dan anatara asam lemah
dengan basa kuat. Oleh karena itu langkah awal yang kami lakukan dalam penentuan kadar
fosfat secara fajan adalah sebagai berikut:

1.1. Standarisasi larutan AgNO3 dengan larutan standar NaCl

Menstandarisasi larutan AgNO3 dengan larutan standar NaCl secara Argentometri


metode Fajans. Langkah kerja yang dilakukan adalah menyiapkan larutan standar
dengan cara melarutkan NaCl (yang telah dikeringkan dengan oven selama 1 jam dengan
suhu 1100C) ke dalam aquades didalam labu ukur dengan tujuan agar Konsentrasi Nacl
menjadi turun sehingga pada saat proses titrasi titran yang dibutuhkan tidak terlalu besar,.
Kemudian diambil larutan NaCl tersebut dengan pipet volume, selanjutnya dituangkan ke
dalam labu erlenmeyer 250 ml. Kemudian ditambah dengan indikator diklorofluoroscein
dan gram dekstrin. Dimana pada proses titrasi yang bereaksi adalah ion dan . Langkah
selanjutnya titrasi dengan larutan AgNO3 yang telah disiapkan, sampai pertama kali atau
deperoleh titik ekuivalen sehingg terbentuk warna merah muda pada permukaan endapan
AgCl yang terbentuk.Reaksi yang terjadiPadapembakuanlarutanadalah:

AgNO3(aq) + NaCl–(aq) AgCl + NaNO3(aq)

Kadar Cl–= x 100 %

1.2. Penentuan Fosfat

Dalam penetuan fosfat ini langkah yang diambil adalah mengambil 10,00 ml
larutan 2P0,1M dengan pipet volume, tuangkan ke dalam labu Erlenmeyer 250 ml.
Kemudian ditambah dengan aquades 25 ml dan methanol 25 ml selanjutnyaditambah 2
tetes indikator alizarin red s dan larutan HCl encer (1:10) tetes demi tetes sampai larutan
berwarna kuning.Titrasi secara cepat dengan larutan BaCl2 0,05 M sampai mendekati
titik ekivalen (sekitar 90%). Tambahkan 3 tetes lagi indikator.
Reaksi yang terjadi Selama titrasi (sebelum TE):

Ba2+ + + PO42- → BaPO4 : PO42- Mn+

Kemudian setelah TE:

BaPO4 : Ba2+ + Ind- → BaPO4 : Ba2+ Ind- (merah muda)

Titrasi dilanjutkan sampai terbentuk warna merah jambu yang hilang kembali
(tidak permanen). Titik akhir titrasi tercapai jika telah terbentuk warna merah jambu yang
permanen.

Percobaan dilakukan 3 kali

– Hitung molaritas (M) ion sulfat yang ada dalam sampel. MPO42-=

1.3. Perubahan Indikator

Dalam penentuan fosfat ini menggunakan indicator adsorpsi dimana dari sebuah
komponen organic ada permukaan sebuah endapan dapat menyebabkan pergeseran
elektronik dalam molekul yang mengubah warnanya. Fenomena ini dapat dipergunakan
untuk mendeteksi titik akhir dari titrasi pengendapan garam-garam perak. Senyawa organic
yang dipergunakan dalam halinidiacu sebagai indicator adsorpsi. Mekanisme yang berlaku
bagi indikator-indikator semacam ini dijelaskan oleh fajan sebagai berikut :

dalam titrasi dengan Ag+, sebelum titik ekuivalen partikel-partikel koloid dari AgCl
bermuatan negative, akibat adsorpsi ion Cl–dari laruatan :

(AgCl) .Cl– M+

Ion-ion Cl– yang teradsorpsi membentuk lapisan primer, yang mengakibatkan


pertikel-partikel koloid bermuatan negative, pertikel-partikel ini menarik ion-ion positif dari
larutan untuk membentuk sebuah lapisan skunder yang lebih longgar keadaanya.

Daitas titik ekuivalen kelebihan ion-ion Ag+menggantikan ion-ion Cl– dari lapisan
primer dan partikel-partikelnya menjadi bermuatan Positif:

AgCl . Ag+ X–

Anion-anion dlam larutan tertarik untuk membentuk lapisan sekunder.


Fluoresensi adalah sebuah asam organik lemah, yang biasa kita sebut dengan HFI. Ketika
fluoresensi ditambahkan kedalam botoltitrasi, anion FI–tidak dapat diasorpsi oleh
koloidperakkloridaselam ion-ion kloridaber lebih. Bagaimanapun juga, ketika ion-ion perak
berlebih, ion-ion FI–dapat tertarik kepermukaan partikel-pertikel bermuatan positif:

(AgCl) . Ag+ FI–

Agregat yang dihasilkan berwarna merah jambu dan warna ini cukup kuat menjadi sebuah
indicator visual.

Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam memilih indikator adsorpsi :

a) Pada TE jangan dibiarkan AgCl menggumpal menjadi partikel besar, karena akan
menurunkan dengan tajam daya adsorpsi permukaan endapan terhadap indikator. Jika itu
terjadi, diatasi dengan penambahan dextrin,sebagai koloid pelindung agar endapan
terdispersi lebih banyak. Dengan adanya dextrin maka perubahan warna menjadi reversibel,
dan setelah lewat TE dapat dilakukan titrasi balik dengan larutan baku Cl-.

b) Adsorpsi indikator harus mulai terjadi sesaat sebelum TE dan makin cepat pada TE.
Indikator yang jelek performansinya akanteradsorpsi kuat sehingga mensubstitusi ion-ion
yang telah teradsorpsi sebelum TE.

c) pH larutan harus terkontrol agar dapat mempertahankan konsentrasi ion dari indikator
asam lemah ataupun basa. Misalnya, fluoresein (Ka = 10-7) dalam larutan yang lebih asam
dari pH 7 melepas fluoreseinat sangat kecil sehingga perubahan warna tidak dapat diamati.
Fluoresein hanya dapat digunakan pada pH 7-10, sedangan difluoresein (Ka=10-4) digunakan
pada pH 4-10.

d) Sebaiknya dipilih ion indikator yang muatannya berlewanan dengan ion penitrasi.
Adsorpsi indikator tidak terjadi sebelum terjadi kelebihan titran.Pada titrasi Ag+ dengan Cl-
dapat digunakan metil violet (garam klorida dari suatu basa organik) sebagai indikator
adsorpsi.Kation tidak teradsorpsi sebelum terjadi kelebihan Cl- dan koloid
bermuatan negatif.Dalam hal tersebut dapat digunakan indikator diklorofluoresein, tetapi
harus ditambahkan sesaat menjelang TE.
TITRASI ARGENTOMETRI DENGAN METODE MOHR

Oleh: Rendhika Taufik Yudoseno (1112016200036) Aini


Nadhokhotani Herpi,Annisa Etika Arum,Fikri Sholiha

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA JURUSAN


PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS


ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014

ABSTRACT

Kebanyakan klorida larut dalam air, sehingga banyak sekali kemungkinan limbah
hasil produksi yang berupa cairan mengandung klorida, dan jika limbah ini mengalir dan
bercampur pada air sungai, danau, laut, dan meresap dalam tanah dalam jumlah yang
berlebihan akan mengakibatkan kerusakan lingkungan, karena klorida mempunyai sifat
yang beracun pada lingkungan. Oleh sebab itu perlu adanya analisis klorida dengan
menggunakan berbagai macam metode untuk menentukan besarnya kadar klorida yang
terkandung dalam suatu sampel. Pada percobaan ini ditentukan kadar klorida yang
terkandung dalam air yang mengandung magnesium klorida dengan menggunakan metode
argentometri

Metode titrasi argentometri yang melibatkan garam perak. Perak tak dapat dititrasi
langsung dengan ion klorida, dengan menggunakan indikator kromat. Tetapi dengan
menambahkan larutan klorida standar secara berlebihan dan mentitrasi dengan
menggunakan indikator kromat.

INTRODUCTION

Dalam dunia industri erat kaitannya berbicara bahan-bahan kimia. Tak dipungkiri
bahan kimia banyak terkandung dalam segala kebutuhan hidup. Tak hanya itu, bahan
kimia juga tak terlepas dari lingkungan sekitar. Namun jika jumlahnya sudah diluar batas
normal maka hal itulah yang menyebabkan adanya bahaya bagi kehidupan. Sehingga
berapa banyak jumlah zat atau komponen yang terkandung didalam suatu sampel
merupakan sesuatu yang diperlukan untuk diketahui. Dalam analisis kauntitatif hal hal
tersebut merupakan cakupannya. Analisis kuantitatif menyediakan berbagai teknik untuk
memenuhi permintaan tersebut diatas. Salah satu teknik dalam menentukan jumlah zat
suatu sampel adalah analisis titrimetri Istilah analisis titrimetri mangacu pada analisis
kimia kuantitatif yang dilakukan dengan menciptakan volume suatu larutan yang
konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif
dengan larutan dari zat yang akan ditetapkan. Larutan dengan kekuatan konsentrasi yang
diketahui tetap itu, disebut larutan standar. Bobot zat yang hendak ditetapkan dihitung
dari volume larutan standar yang digunakan dan hukum- hukum stoikiometri yang
diketahui (Vogel,1994: 359).

Titrasi argentometri didasarkan pada reaksi :

AgNO3 + Cl - → AgCl(s) + NO3-

Kalium kromat dapat digunakan sebagai suatu indicator, menghasilkan warna


merah dengan kelebihan ion Ag+ . titrasi yang lebih banyak dapat digunakan adalah
metode titrasi balik. Kelebihan AgNO3 ditambahkan ke dalam sampel yang mengandung
ion klorida atau bromida. Kelebihan AgNO3 kemudian dititrasi dengan ammonium
tiosinat, dan ammonium fero sulfat digunakan sebagai indicator pada kelebihan SCN-.

AgNO3 + NH4SCN → AgSCN(s) + NH4NO3-

Sebelum titrasi balik dapat dilakukan, AgCl yang mengendap harus disaring atau
dilapisi dengan dietilftalat untuk mencegah SCN- menyebabkan penguraian AgCl. Klorin
yang dikombinasikan secara organic harus dibebaskan melalui hidrolisis dengan natrium
hidroksida sebelum titrasi. Suatu halogen yang menempel pada cincin aromatik tidak
dapat dibebaskan melalui hidrolisis dan halida aromatik harus dibakar dalam tabung
oksigen agar dapat melepaskan halogen untuk titrasi.

Persis seperti sistem asam basa bisa dipergunakan sebagai indikator untuk sebuah
titrasi asam basa, pembentukan suatu endapan lain dapat dipergunakan untuk
mengindikasikan selesainya sebuah titrasi pengendapan. Contoh yang paling terkenal dari
kasus ini adalah yang disebut titrasi Mohr klorida dengan ion perak, di mana ion kromat
dipergunakan sebagai indikator. Kemunculan awal endapan perak kromat berwarna
kemerah- merahan diambil sebagai titik akhir dari titrasi (Underwood: 1998).

Tentu saja penting bahwa pengendapan indikator terjadi pada titik ekivalen atau
didekat titik ekivalen dari titrasi tersebut. Perak kromat lebih mudah larut dari pada perak
klorida. Jika ion-ion perak ditambahkan dalam suatu larutan yang mengandung ion klorida
dengan konsentrasi besardan ion kromat dengan konsentrasi kecil, perak klorida akan
mengendap terlebih dahulu,perak kromat tidak terbentuk sebelum konsentrasi ion perak
meningkat sampai nilai yang cukup besar untuk melebihi Ksp dari perak kromat. Titrasi
Mohr terbataspadalarutan-larutan dengan nilai pH sekitar 6 sampai 10. Dalam larutan-
larutan yang lebih alkalin, perak oksida mengendap. Dalam larutan-larutan asam,
konsentrasi kromat secara besar-besaran menurun (Underwood: 1998).

Metode Mohr dapat pula diaplikasikan dalam titrasi dengan ion bromida dengan
perak, dan juga ion sianida dalam larutan-larutan yang sedikit alkalin. Efek- efek
adsorbsi membuat titrasi dari ion-ion iodida dan tiosianat tidak memungkinkan. Perak
tidak dapat dititrasi secara langsung dengan klorida menggunakan indikator kromat.
Perak.
TITRASI PENGENDAPAN METODE VOLHARD
Mashfufatul Ilmah (1112016200027)
Eka Yuli Kartika, Eka Noviana Nindi Astuti, Nina Afria
Damayanti 8 April 2014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA

ABSTRACT

Terdapat berbagai macam cara titrasi pengendapan salah satunya yaitu metode
volhard. Metode volhard didasari oleh pengendapan perak tiosisanat dalam larutan asam
nitrit, dengan ion besi (III) digunakan untuk mendeteksi kelebihan ion tiosianat. Dalam
percobaan ini didapatkan molaritas dai KSCN sebesar0.2M. Dalam titrasi pengendapan
untuk indikator harulah dipilih idikator yang teapat, dalam metode volhard indikator ang
digunakan adalah larutan besi(III) klorida. Proses titrasi dilakukan hingga terbentuk warna
merah pada larutan.

INTRODUCTION

Telah ditunjukkan sebelumnya bahwa salah satu permasalahan titrasi pengendapan


adalah menemukan indikator yang cocok. Dalam titrasi-titrasi yang melibatkan garam-
garam perak ada tiga indikator yang telah sukses dikembangkan selama ini. Metode mohr
menggunakan ion kromat, CrO42-, untukmengendapkan Ag2CrO4 coklat. Metode volhard
menggunakan ion Fe3+, untuk membentuk sebuah kompleks yang berwarna dengan ion
tiosianat,SCN-. Dan metode fajans menggunkan indikator-indikator adsorbsi (Underwood,
227: 1998).

Metode volhard didasari oleh pengendapan perak tiosisanat dalam larutan asam nitrit,
dengan ion besi (III) digunakan untuk mendeteksi kelebihan ion tiosianat: Ag+ +
SCN- AgSCN(s)

Fe3+ + SCN- FeSCN2+ (merah).

Metode ini dapat dipergunakan untuk titrasi langsung perak dengan larutan
standar tiosianatatau untuk titrasi tidak langsung dari ion-ion klorida, bromida dan
iodida. Dalam titrasi tidak langsung, kelebihan dariperak nitrat standar ditambahkan
dan kemudian dititrasi dengan tiosianat standar. Metode volhard dipergunakan
secara luas untuk perak dan klorida mengingat titrasinya dapat dijalankan dalam
larutan asam. Kenyataannya, ada keinginan untuk menggunakan sebuah media asam
untuk mencegah hidrolisis dari indikatorion besi(III). Metode-metode umum lainnya
untukperak dan klorida membutuhkan larutan yang mendekti netral untuk
kesuksesan titrasi. Banyak katoin yang mengendap pada kondidsi semacam ini dan
karenanya menggannggu dalam metode ini (Underwood, 228: 1998).

Metode ini dapat dipakai untuk anion-anion (misalnya klorida, bromida, dan
iodida) yang diendapkan lengkap oleh perak dan sangat sedikit sekali dapat larut
dalam asam nitrat encer. Larutan perak nitrat standar yang berlebih, ditambahkan
kepada larutan yang mengandung asam nitrat bebas itu, dan larutan perak nitrat yang
tersisa dititrasi denganlarutaan tiosianat standar. Ini kadang-kadang disebut proses
residu. Anoin-anion yang garam peraknya hanya sedikit dapat larut dalam air, tetapi
dapat larut dalam asam nitrat, seperti fosfat,arsenat,kromat,sulfida, dan oksalat,
dapat diendapkan dalam larutannetral dengan larutan perak nitrat standarberlebih
(Bassett, 397-398: 1991).

Dalam menentukan bromida dn iodida dengan menggunkan metode tak


langsung volhard, reaksi dengan tisoanat tidak menimbulkan masalah mengingat
AgBr mempunyai kelarutan yanghampir sama dengan AgSCN, dan AgI dianggap
jauh kurang dapat larut dibanding AgSCN (Underwood, 229:1998).
MATERIAL AND METHODS

Alat

Alat dan bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah stati dan klem (1 buah),
buret (1buah), corong (1 buah), erlenmeyer (1 buah), gelas ukur (1 buah), pipet tetes
(secukupnya), AgNO3 (5.5 mL), NaBr (10 mL), KSCN (20 mL), FeCl3 (5 tetes).

Metode
Percobaan ini dilakukan dengan cara titrasi, sehingga langkah pertama yaitU
memesang buret pada statif dan klem, buret isi dengan larutan KSCN 20 mL.
Yang dititrasi adalah larutan NaBr 10 mL yang telah ditambahkan dengan larutan
AgNO3 sebanyak 5.5 mL dan juga 5 tetes indikator FeCl3 dalam erlenmeyer.
Titrasi dilakukan hingga terbentuk warna merah pada larutan NaBr.

RESULTS AND DISCUSSION

NaBr 10 mL + AgNO3 5.5 mL Larutan seperti susu dengan


endapan hijau muda
Dititrasi dengan KSCN 4.3mL Larutan berwarna merah

Diketahui volume NaBr : 10


mL Volume AgNO3 : 5.5
mL
Volume KSCN : 4.3 mL

Molaritas AgNO3 : 0.1 M

Mencari konsentrasi NaBr

M1 x V1 = M2 x
V2 1.0 x 5.5 =
M2 x 10 M2 =
0.055M
Molaritas NaBr
= 0.055M
Mencari
konsentrasi
KSCN M1 x V1
= M2 x V2
0.055 x 15.5 = M2 x 4.5
M2 =

Molaritas KSCN = 0.2M


Metode titrasi pada percobaan ini didasarkan pada perak tiosinat dalam larutan yang
bersifat asam, untuk mencegah terjadinya pengendapan Fe(OH)3-, bila endapan Fe(OH)3-
terbentuk maka hasil akhir titrasi tidak tepat, dengan menggunakan ion besi untuk
mendeteksi kelebihan ion tiosianat. Mula-mula natrium bromida 10mL ditambahkan
dengan larutan perak nitrat, reaksi yang terjadi yaitu: NaBr + AgNO3 NaNO3 + AgBr.
Reaksi ini terjadi dalam suasana asam yaitu dengan adanya senyawa NO3. Ion perak nitrat
yang ditambahkan secara berlebih menghasilkan larutan seperti susu dengan adanya
endapan hijau muda yang menunjukan adanya reaksi antara narium bromida dan perak
nitrat. Dari perhitungan hasil titrasi dapat diperoleh bahwa konsentrasi NaBr adalah 0.55 M
dan molaritas KSCN sebesar 0.2 M.

Ion bromida yang direaksian dengan larutan perak nitrat akan menghasilkan
endapan seperti dadih ynag berwarna kuning pucat, perak bromida, AgBr, yang sangat
sedikitlarut dalam larutan amonia encer, tapi mudah larut dalam larutan amonia
pekat.endapan juga larut dalam larutan kalium sianida dan narium tiosulfat, tetapi tidak
larut dalam asam nitrat encer (Svehla, 348: 1979).

Larutan perak nitrat yang digunakan ditambahkan secaraberlebih yang nantinya


akan dititrasi dengan larutan KSCN, pada awal titrasi larutan berwarna mendekati merah
dan seperti susu yang menunjukan adanya reaksi antara ion perak dan ion tiosiana, reksi
yang terjadi yaitu:
Ag+ + SCN- AgSCN(s). Titrasi lebih lanjut hingga menghasilkan warna merah karena
adanya reaksi antara Fe3+ dengan SCN- reaksi yang terjadi adalah: Fe3+ + SCN-
[FeSCN]2+. Volume KSCN yang digunakan adalah 4.3 mL untuk menjadikan larutan
berwarna merah. Adanya asam nitrat dalam titrasimetode volhard ini dapat mengganggu
proses titrasi, karena berreaksi dengan tiosianat dengan menghasilkan warna merah
peralihan. Titik akhir tirasi dinyatakan dengan indikator ion Fe3+ yang dengan ion SCN-
berlebih menghasilkan warna merah.

CONCLUSION

Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa Metode volhard


menggunakan ion Fe3+, untuk membentuk sebuah kompleks yang berwarna dengan ion
tiosianat,SCN-. Metode volhard didasari oleh pengendapan perak tiosisanat dalam larutan
asam nitrit, dengan ion besi (III) digunakan untuk mendeteksi kelebihan ion tiosianat.
Titik akhir tirasi dinyatakan dengan indikator ion Fe3+ yang dengan ion SCN- berlebih

Anda mungkin juga menyukai