Anda di halaman 1dari 95

LAPORAN TUGAS GAMBAR

PROPELLER DAN STERN TUBE ARRANGEMENT

Disusun Oleh :
Nama : Aziz Rofii
NRP : 0316030026
Program Study : D3 Teknik Permesinan Kapal

PROGRAM STUDY D3 TEKNIK PERMESINAN KAPAL


JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
2018
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Propeller merupakan bentuk alat penggerak kapal yang paling
umum digunakan dalam menggerakkan kapal. Sebuah propeller yang
digunakan dalam kapal mempunyai bagian daun baling – baling ( blade )
yang menjorok kearah tertentu dari hub atau bos. Bos ini dipasang pada
poros yang digerakkan oleh mesin penggerak utama kapal.
Sebuah kapal berjalan dengan menggunakan suatu daya dorong
yang dalam istilahnya disebut sebagai thrust. Daya dorong tersebut
dihasilkan oleh suatu motor atau engine yang ditransmisikan melalui suatu
poros (sistem transmisi yang banyak digunakan) kemudian daya tersebut
disalurkan ke propeller. Daya dorong yang ditransmisikan tersebut dalam
menggerakkan kapal akan sangat dipengaruhi oleh bagaimana kita
mendesain propeller itu sendiri. Semakin baik desainnya baik dari segi
bentuk, effisiensi, jumlah daun, dan lain sebagainya maka akan semakin
besar daya dorong yang akan dihasilkan.
Untuk mendesain propeller pertama-tama kita harus tahu dulu
ukuran utama daripada kapal yang akan ditentukan atau direncanakan
propellernya tersebut. Kemudian dari data itu kita menghitung tahanan
total dari kapal. Dalam laporan ini metode yang digunakan untuk
menghitung tahanan total kapal adalah metode Holtrop.
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui gambaran secara global mengenai konstruksi
dari propeller dan stren tube serta untuk mengetahui bagian-bagian yang
terdapat dalam propeller dan stern tube tersebut, dan juga sebagai
pedoman pada saat reparasi .
1.3 Langkah – langkah Pengerjaan Tugas Gambar
1. Pemilihan motor penggerak kapal
− Perhitungan tahanan kapal
− Perhitungan daya motor penggerak kapal
− Pemilihan motor penggerak kapal
2. Perhitungan dan penentuan type propeller
− Perhitungan type propeller
− Perhitungan kavitasi
− Perhitungan dimensi gambar propeller
3. Perhitungan dan penentuan sistem perporosan
− Perhitungan diameter poros propeller
− Perhitungan perlengkapan propeller

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 1


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

BAB II
PROPELLER

2.1 Perhitungan Daya Kapal dan Pemilihan Mesin Induk


Tujuan dari pemilihan motor penggerak utama kapal adalah
menentukan jenis serta type dari motor penggerak utama kapal yang sesuai
dengan kebutuhan kapal. Kebutuhan ini didasarkan dari besarnya tahanan
kapal yang diakibatkan oleh beberapa faktor diantara nya dimensi utama
kapal serta kecepatan dan rute kapal yang diinginkan.

Langkah – langkah dalam pemilihan motor penggerak kapal antara lain :


1. Menghitung besarnya tahanan kapal
2. Menghitung besarnya kebutuhan daya motor penggerak kapal
3. Menentukan jenis dan type dari motor penggerak utama kapal

2.1.1 Perhitungan tahanan kapal


Definisi dari tahanan kapal adalah gaya fluida yang bekerja pada
kapal sedemikian rupa sehingga melawan gerakan kapal tersebut. Pada
perhitungan tahanan, pertama ditentukan dulu koefisien masing-masing
tahanan yang diperoleh dari diagram dan tabel. Pedoman dalam
perhitungan merujuk pada buku tahanan dan propulsi kapal (Holtrop)
Data utama kapal :
− Nama : KM Soewaskito

− Tipe : Oil Tanker

− Dimensi utama :
Lpp : 95,18 meter
Lwl : 98,04 meter
B : 16,2 meter
H : 8,2 meter
T : 6,58 meter
Cb : 0,73
Vs : 12 Knots

− Rute pelayaran : Pelabuhan Semayang, Balikpapan – Pelabuhan


Amoy, Johor, Malaysia

− Radius pelayaran : 1059 Nautical mil

2.1.2 Unit dan simbol


2.1.2.1 Dimensi utama
• B = Breadth
Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 2
Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

• H = Depth
• T = Draft
• TF = Draught on fore perpendicular
• TA = draught on after perpendiculer
• LPP = Length between perpendicular
• LDISP = Length of displacement
• LWL = Length on water line
• LOA = Length over all
• VS = Service speed
• VT = Trial speed
• LCB = Longitudinal center of bouyancy

2.1.2.2 Koefisien utama


• CW = Water plane coefficient
• CM = Midship coefficient
• CB = Block coeeficient
• CP = Prismatic coefficient

2.1.2.3 Tahanan metode Holtrop


• Rn = Reynold number
• CF = friction coefficient
• Fn = Froude number
• CSTERN = Stern shape parameter
• (1+K1) = Form factor of the hull
• S = Wetted surface area
• RF (1+K1) = Viscous resistance
• DBOSS = Boss diameter
• SBOSS = Boss area
• SKEMUDI = Rudder area
• SAPP = Appendage surface area
• (1+K2)eq = appendage resistance factor
• RAPP = Appendage resistance
• iE = Half angle of entrance
• hB = Position of the centre of the transverse area ABT
above the keel
• RW = Wave resistance
• PB = Measure of the emmergence of the bow
• Fni = Froude number based on bulb immersion
• RB = Additional pressure resistance of bulbous bow
near the water
Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 3
Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

• FnT = Froude number based on transom immersion


• RTR = Additional pressure resistance due to transom
immersion
• CA = Correlation allowance coefficient
• RA = Model ship correlatIon resistance

2.1.3 Langkah perhitungan


1. Menentukan batasan pada metode Holtrop
• Fn = hingga 1,0

• Cp = 0,55 – 0,85

• B/T = 2,1 – 4,0

• L/B = 3,9 – 14,9

2. Perhitungan tahanan total


• RTOTAL = RF(1+k) + RAPP + RW + RB + RTR + RA

Dimana,
Rf = Frictional resistance according to tha ITTC 1957
formula

(1+k) = From factor of the Hull

RAPP = Appendage resistance

RB = Additional pressure resistance of bulbous bow


near the water surface

RTR = Additional pressure resistance due to transom


immersion

RA = Model-ship correlation allowance resistance

• Menghitung volume displacement


▼ = Lwl x B x T x Cbwl

• Menghitung berat displacement


∆ = Lwl x B x T x Cbwl x ρ

• Menghitung luas permukaan basah


S = L (2T + B)(Cm0.5) (0.453 + 0.4425 Cb - 02862 Cm –
0.003467 (B/T) + 0.396 Cwp) + 2.38 ABT/Cb
Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 4
Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Dimana,
ABT = Luas penampang melintang bulbous bow

a. Menghitung tahanan gesek kapal (Rf)


Saat menghitung tahanan gesek kapal metode yang digunakan
adalah metode ITTC 1957

Dimana,
Rf = 1/2 ρ CF (1+k1) S V2

− Menghitung Reynold Number


Rn = (Vs x Lwl)/υ

Dimana,
υ = viskositas kinematis air laut pada 28

= 0,8847 x 10-6 m2/s

− Koefisien gesek (Cf)


Cf = 0.075/ (Log Rn-2)2

− Menghitung nilai LR
LR = L(1-Cp + 0.06Cp LCB/(4Cp -1))

− Menghitung niali C14


C14 = 1 + 0.011 x CSTERN

− Menghitung form factor (1+k)


(1+k) = 0.93 + 0.487118 C14 (B/L)1.06806 (T/L) 0.46106

(L/LR)0.121563 (L3/▼) 0.36486 (1-Cp)-0.604247

b. Menghitung tahanan tambahan (RAPP)


RAPP = 1/2 ρ V2 SAPP(1+k2)eq CF

− Menghitung SAPP boss


SAPP boss = 1.5 . π . D²

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 5


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

− Menghitung SAPP rudder


SAPP rudder = c1.c2.c3.c4(1.75.L.T/100)

Dimana,
L = Lwl

c1 = untuk faktor tipe kapal

= 1,0 untuk kapal umum

= 0,9 untuk bulk carier dan tanker dangan

displacemen ≥ 50.000 ton

= 1,7 untuk tug dan trawler

c2 = untuk faktor tipe rudder

= 1,0 untuk kapal umum

= 0,9 semi spader rudder

= 0,8 untuk double rudder

= 0,7 untuk high lift rudder

c3 = untuk faktor profil rudder

= 1,0 untuk NACA-profil dan plat rudder

= 0,8 untuk hollow profil

c4 = untuk rudder arrangement

= 1,0 untuk rudder in the propeller jet

= 1,5 untuk rudder outside the propeller jet

− Menghitung nilai (1+k2)eq

c. Menghitung tahanan gelombang (RW) untuk Fn ≤ 0,4


RW = C1 C2 C5 ▼ ρ g exp { m1 Fnd + m2 cos (λ Fn-2) }

Dimana nilai d = -0,91

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 6


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

− Menghitung Froude Number


Fn = V / ( g x Lwl )0.5

− Menghitung nilai C7
C7 = B/L
Ketika, 0,11 < B/L < 0,25

− Menghitung nilai iE
iE = 1+89exp{-(L/B)0.80856(1-Cwp)0.30484(1-CP
0.0225LCB)0.6367(LR/B)0.34574(100▼/L3)0.16302}

− Menghitung nilai C1
C1 = 2223105(C7)3.78613(T/B)1.07961(90-IE)(-1.37565)

− Menghitung nilai C3
C3 = 0.56ABT^1.5/{BT(0.31√ABT + TF - hB)}

Dimana,
AT = Luas tansom atau luas yang tercelup ke air

hB = Tinggi pusat bulb dari baseline


=0

TF = Sarat pada bagian haluan

ABT = Luas penampang melintang dari bulbus


bow
“Karena kapal ini tidak memiliki bulbous bow maka
luas penampang dari bulbous bow ABT = 0”

− Menghitung nilai C2
C2 = koeffisien karena adanya bulbous bow

= Exp ( - 1.89 * C30.5)

− Menghitung nilai C5
C5 = koeffisien karena bentuk buritan kapal

= 1-0.8(AT/B.T.Cm)

Dimana,
AT = Luas transom atau luas yang tercelup air
“Transom pada kapal ini luas permukaan

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 7


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

seluruhnya berada diatas permukaan air,


sehingga nilai AT = 0”
− Menghitung nilai λ
λ = 1.446 Cp - 0.03 L/B

Dimana, L/B < 12

− Menghitung nilai C16


C16 = 8.07981 Cp - 13.8673 Cp2 + 6.984388 Cp3

(Ketika Cp < 0,80)

− Menghitung nilai m1
m1 = 0.0140407 L/T - 1.75254 ▼1/3 /L + 4.79323 B/L –
C16

− Menghitung nilai C15


• L3/ ▼ ≤ 512 C15 = -1,6939

• 512 < L3/ ▼ < 1727 C15 = (-1.69385) + (L3/ 1/3


- 8.0)/ 2.37

• L3/ ▼ > 1727 C15 = 0

− Menghitung nilai m2
m2 = C15 Cp2 exp(-0.1 Fn-2)

d. Menghitung nilai tahanan tambahan dari bulbous bow ( RB)


RB = 0.11 exp (-3PB-2) Fni3 ABT1.5 ρ g / ( 1+ Fni2 )

e. Menghitung nilai tahanan tambahan dari Transom (RTR)


RTR = 0.5 ρ. V2.AT.C6

Dimana,
AT = Luas transom atau luas yang tercelup ke air

f. Menghitung model – ship correlation allowance (RA)


− Menghitung nilai C4
TF/L ≤ 0.04 C4 = TF /L

TF/L > 0.04 C4 = 0.04

− Menghitung nilai CA

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 8


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

CA = 0.006(L+100)-0.16-
0.00205+0.003(L/7.5)0.5*Cb4*C2(0.04-C4)

− Menghitung nilai Model Ship Correlation Allowance (RA)


RA = 0.5 ρ. V2.CA.S

g. Menghitung tahanan kapal (RT)


RT = RF(1+k) + RAPP + RW + RB + RTR + RA

h. Menghitung nilai tahanan service kapal (Rtservice)


Rtservice = (1+sea margin) RT

2.1.4 Detail perhitungan


1. Menentukan batasan pada metode Holtrop
• Fn = hingga 1,0

• Cp = 0,55 – 0,85

• B/T = 2,1 – 4,0

• L/B = 3,9 – 14,9

2. Perhitungan tahanan total


• RTOTAL = RF(1+k) + RAPP + RW + RB + RTR + RA

Dimana,
Rf = Frictional resistance according to tha ITTC 1957
formula

(1+k) = From factor of the Hull

RAPP = Appendage resistance

RB = Additional pressure resistance of bulbous bow


near the water surface

RTR = Additional pressure resistance due to transom


immersion

RA = Model-ship correlation allowance resistance

• Menghitung volume displacement


▼ = Lwl x B x T x Cbwl

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 9


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

= 98,04 x 16,2 x 6,58 x 0,73

= 7628,990 m3

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 10


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Menghitung berat displacement


∆ = Lwl x B x T x Cbwl x ρ

= 98,04 x 16,2 x 6,58 x 0,738 x 1,025

= 7819,715 ton

Dimana,
ρ = 1,025 ton/m3

• Menghitung luas permukaan basah


S = L (2T + B)(Cm0,5) (0,453 + 0,4425 Cb – 0,2862 Cm –
0,003467 (B/T) + 0,396 Cwp) + 2,38 ABT/Cb

= 98,04 (2(6,58)+ (16,2))(0.990,5) (0.453 + 0.4425 (0.738) -


0.2862 (0.99) - 0.003467 (16,2/6,58) + 0.396(0.831)) + 2.38
(0)/(0.738)

= 2358,649 m2

Dimana,
ABT = Luas penampang melintang bulbous bow
(An approximate power prediction method, page 1)

a. Menghitung tahanan gesek kapal (Rf)


Saat menghitung tahanan gesek kapal metode yang digunakan
adalah metode ITTC 1957

Dimana,
Rf = 1/2 ρ CF (1+k1) S V2

− Menghitung Reynold Number


Rn = (Vs x Lwl)/υ

= (6,173 x 98,04) /0.88470 x 10-6

= 684111085,2
Dimana,
υ = viskositas kinematis air laut pada 28
= 0,8847 x 10-6 m2/s
(Principal Naval Architecture vol II, page 385)

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 11


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

− Koefisien gesek (Cf)


Cf = 0,075/ (Log Rn-2)2

= 0.075/(Log 684111085,2-2)2

= 0.001605
(Principal Naval Architecture vol II, page 233)
− Menghitung nilai LR
LR = L(1-Cp + 0.06Cp LCB/(4Cp -1))

= 98,04 (1-0,776+0.06 (0,776)(0.609)/(4(0.776) -1))

= 23,264 m

(Practical Ship Design, page 181)

− Menghitung nilai C14


C14 = 1 + 0,011 x CSTERN

= 1 + 0,011 x (-8)

= 0,912

Dimana,
Nilai CSTERN = -8
(Practical Ship Design, page 182)

− Menghitung form factor (1+k1)


(1+k1) = 0,93 + 0,487118 C14 (B/L)1,06806 (T/L) 0,46106

(L/LR)0,121563 (L3/▼) 0,36486 (1-Cp)-0,604247

= 0.93 + 0.487118 x 0,912 (16,2/98,04)1.06806


(6,58/98,04)0.46106(98,04/23,264)0.121563
((98,04)3/7628,99) 0.36486 (1-0.776)-0.604248

= 1.249

(An approximate power prediction method, page 1)

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 12


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Sehingga nilai RF,


RF = 1/2 ρ CF (1+k1) S V2

= 1/2 (1.025)(0.001605) (1.249)(2358,649)(6,173)2

= 67,506 kN

b. Menghitung tahanan tambahan (RAPP)


RAPP = 1/2 ρ V2 SAPP(1+k2)eq CF

− Menghitung SAPP boss


SAPP boss = 1,5 . π . D²

Dimana,
Dboss = 0,12 x T

= 0,12 x 6,58

= 0,7896 m

Sehingga,
SAPP boss = 1,5 . π . D²

= 1,5 . π . 0,7896²

= 2.937 m2

− Menghitung SAPP rudder


SAPP rudder = c1.c2.c3.c4(1,75.L.T/100)

Dimana,
L = Lwl

c1 = untuk faktor tipe kapal

= 1,0 untuk kapal umum

= 0,9 untuk bulk carier dan tanker dangan

displacemen ≥ 50.000 ton

= 1,7 untuk tug dan trawler

c2 = untuk faktor tipe rudder

= 1,0 untuk kapal umum

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 13


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

= 0,9 semi spader rudder

= 0,8 untuk double rudder

= 0,7 untuk high lift rudder

c3 = untuk faktor profil rudder

= 1,0 untuk NACA-profil dan plat rudder

= 0,8 untuk hollow profil

c4 = untuk rudder arrangement

= 1,0 untuk rudder in the propeller jet

= 1,5 untuk rudder outside the propeller jet

Dari nilai c diatas maka diambil :


c1 = 1,0 (kapal umum dan berat displacemen < 50.000
ton

c2 = 1,0 ( tipe kemudi kapal umum)

c3 = 1,0 (profil NACA dan kemudi plat

c4 = 1,0 (untuk kemudi belakang propeller)

Sehingga,
SAPP rudder = c1.c2.c3.c4(1,75.L.T/100)

= 1 . 1 . 1 . 1(1,75 . 98,04 . 6,58/100)

= 11,289 m2

(BKI Volume II section 14.A)

Menghitung nilai (1+k2)eq

Type of
appendage SAPP(m2) 1+k2 SAPP*(1+k2)
Rudder 11,289 1,5 16,934
Bossing 2,937 2 5,873
14,226 3,5 22,807

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 14


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

= 22,807/14,226
= 1,603
(An approximate power prediction method, page 2)

Sehingga,
RAPP = 1/2 ρ V2 SAPP(1+k2)eq CF

=1/2(1.025)(6,173)²(11,289)(1,603)(0.00160
5)

= 0,715 kN

(An approximate power prediction method, page 2)

c. Menghitung tahanan gelombang (RW) untuk Fn ≤ 0,4


RW = C1 C2 C5 ▼ ρ g exp { m1 Fnd + m2 cos (λ Fn-2) }

Dimana nilai d = -0,91


− Menghitung Froude Number
Fn = V / ( g x Lwl )0.5

= (6,173) / (9.8 x 98,04)^0.5

= 0,199
(Ship resistance and propulsion, page 8)

− Menghitung nilai C7
C7 = B/L Ketika, 0,11 < B/L < 0,25

= 16,2 / 98,04

= 0.165
(An approximate power prediction method, page 2)

− Menghitung nilai iE
iE = 1+89exp{-(L/B)0,80856(1-Cwp)0,30484(1-CP
0,0225LCB)0,6367(LR/B)0,34574(100▼/L3)0,16302}

=1+89exp{-(98,04/16,2)0.80856(1-0.857)0.30484(1-
0.776-0.0225(0,609))0,6367(23,264/16,2)0.34574(100
(7628,99)/98,04)0.16302}

= 35,070

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 15


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

(An approximate power prediction method, page 2)

− Menghitung nilai C1
C1 = 2223105(C7)3,78613(T/B)1,07961(90-IE)(-1,37565)

= 2223105(0.165)3.78613(6,58/16,2)1.07961(90-
35,070)(-1.37565)
= 3,722
(An approximate power prediction method, page 2)

− Menghitung nilai C3
C3 = 0.56ABT^1.5/{BT(0.31√ABT + TF - hB)}

Dimana,
AT = Luas tansom atau luas yang tercelup ke air

hB = Tinggi pusat bulb dari baseline


=0

TF = Sarat pada bagian haluan

ABT = Luas penampang melintang dari bulbus


bow
“Karena kapal ini tidak memiliki bulbous bow maka
luas penampang dari bulbous bow ABT = 0”

Sehingga nilai C3 = 0
(An approximate power prediction method, page 2)

− Menghitung nilai C2 (koeffisien karena adanya


bulbousbow)
C2 = Exp ( - 1.89 * C30.5)

= Exp ( - 1.89 * 00.5)

=1
(An approximate power prediction method, page 2)

− Menghitung nilai C5
C5 = koeffisien karena bentuk buritan kapal

= 1-0.8(AT/B.T.Cm)

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 16


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Dimana,
AT = Luas transom atau luas yang tercelup air
“Transom pada kapal ini luas permukaan
seluruhnya berada diatas permukaan air,
sehingga nilai AT = 0”
Sehingga,
C5 = 1-0.8(AT/B.T.Cm)

= 1-0.8(0/16,2x6,58x0,99)

=1
(An approximate power prediction method, page 2)

− Menghitung nilai λ
λ = 1.446 Cp - 0.03 L/B L/B < 12

Dimana,
L/B = 98,04/16,2

= 6,052
Sehingga,
λ = 1.446 Cp - 0.03 L/B

= 1.446 (0.776) - 0.03 (98,04/16,2)

= 0,941
(An approximate power prediction method, page 2)

− Menghitung nilai C16


C16 = 8.07981 Cpwl - 13.8673 Cp2 + 6.984388 Cp3

Sehingga,
C16 = 8.07981 Cpwl - 13.8673 Cp2 + 6.984388 Cp3

= 8.07981 (0.776) - 13.8673 (0.776)2 + 6.984388 )


(0.776)3

= 1,183
(An approximate power prediction method, page 2)

− Menghitung nilai m1 (koefisien karena lambung kapal)


m1 = 0.0140407 L/T - 1.75254 ▼1/3 /L + 4.79323 B/L –
C16

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 17


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

=(0.0140407(98,04/6,58)) - 1.75254 (7628,990)1/3


/98,04 + (4.79323 16,2/98,04) - 1.183
= -2,118
(An approximate power prediction method, page 28)

− Menghitung nilai C15


• L3/ ▼ ≤ 512 C15 = -1.69385

• 512 < L3/ ▼ < 1727 C15 = (-1.69385) + (L3/ 1/3


- 8.0)/ 2.37

• L3/ ▼ > 1727 C15 = 0

Dimana,
L3/ ▼ = 98,043/7628,990

= 123,522

Maka,
C15 = -1,69385
(An approximate power prediction method, page 2)

− Menghitung nilai m2
m2 = C15 Cp2 exp(-0.1 Fn-2)

= C15 (0.776)2 exp(-0.1 (0,199)-2)

= -0,082
(An approximate power prediction method, page 2)

Sehingga,
RW = C1 C2 C5 ▼ ρ g exp { m1 Fnd + m2 cos (λ
Fn-2) }

= (3,722)(1) (1)(7628,99)(1.025)(9.8)exp{(-
2,118)(0,199-0.91+(-0.082)cos(0,941 (0.199)-2)}
= 28,414 kN
(An approximate power prediction method, page 2)

d. Menghitung nilai tahanan tambahan dari bulbous bow ( RB)


Kapal ini tidak menggunakan Bulbous Bow

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 18


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Sehingga,
RB = 0.11 exp (-3PB-2) Fni3 ABT1.5 ρ g / ( 1+ Fni2 )

=0

e. Menghitung nilai tahanan tambahan dari Transom (RTR)


Transom pada kapal ini luas permukaan seluruhnya berada
diatas permukaan air, sehingga AT = 0
Maka,
RTR = 0.5 ρ. V2.AT.C6

=0

Dimana,
AT = Luas transom atau luas yang tercelup ke air
(An approximate power prediction method, page 3)

f. Menghitung model – ship correlation allowance (RA)


− Menghitung nilai C4
TF/L ≤ 0.04 C4 = TF /L

TF/L > 0.04 C4 = 0.04

Dimana,
TF/L = 6,58/98,04

= 0,067

Maka nilai C4 = 0,04


(An approximate power prediction method, page 3)

− Menghitung nilai CA
CA = 0.006(L+100)-0.16-
0.00205+0.003(L/7.5)0.5*Cb4*C2(0.04-C4)

= 0.006(98,04+100)-0.16-0.00205 +
0.003(98,04/7.5)0.5*0.73*1(0.04-0.04)
= 0.0005244
(An approximate power prediction method, page 3)

− Sehingga nilai Model Ship Correlation Allowance (RA)


RA = 0.5 ρ. V2.CA.S

= (0.5)(1.025)(6.533)2(0.000524369)(2339,730)

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 19


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

= 24,156 kN

(An approximate power prediction method, page 3)

g. Menghitung tahanan kapal (RT)


RT = RF(1+k) + RAPP + RW + RB + RTR + RA

= (92,357 x 1,249) kN + 0.715 kN + 28,414 kN + 0


kN + 0 kN + 24,156 kN
= 168,625 kN

h. Menghitung nilai tahanan service kapal (Rtservice)


Sebelum menentukan nilai Rtservice harus menetukan nilai sea
margin, diaman nilai ini masih dalam kondisi pelayaran
normal sehingga perlu adanya tahanan tambahan untuk jalura
pelayaran. Kapal ini berlayar di perairan Nusantara, maka
diasumsikan nilai sea marginnya = 15%

Sehingga,
Rtservice = (1+sea margin) RT

= (1+15%) 168,625 kN

= 193,918 kN

2.1.5 Kesimpulan

NO UNIT SIMBOL NILAI SATUAN

1 Volume Displacement ▼ 7628,990 Meter3

2 Weight Displacement ∆ 7819,715 Ton

3 Watted surface area S 2358,649 Meter2

4 Reynold number RN 684111085,2

5 Friction coefficient CF 0,001605

6 Froude number FN 0,199

7 Friction resistance RF 92,357 kN

8 Appendage resistance RAPP 0,715 kN

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 20


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

9 Wave resistance RW 28,414 kN

10 Bulbo resistance RB 0 kN

11 Transom resistance RTR 0 kN

12 Model ship correlation RA 24,156 kN


resistance

13 Total resistance RT 168,625 kN

14 Ship resistance Rtdinas 193,918 kN

2.2 Perhitungan Daya Mesin Induk

Secara umum kapal yang bergerak di air dengan kecepatan tertentu,


maka akan mengalami gaya hambat (resistance) yang berlawanan dengan
arah gerak kapal tersebut. Besarnya gaya hambat yang terjadi harus
mampu diatasi oleh gaya dorong kapal (thrust) yang dihasilkan dari kerja
alat gerak kapal (propulsor). Daya yang disalurkan (PD ) ke alat gerak
kapal adalah berasal dari Daya Poros (PS), sedangkan Daya Poros sendiri
bersumber dari Daya Rem (PB) yang merupakan daya luaran motor
penggerak kapal.

Ada beberapa pengertian mengenai daya yang sering digunakan


dalam melakukan estimasi terhadap kebutuhan daya pada sistem
penggerak kapal, antara lain : (i) Daya Efektif (Effective Power-PE); (ii)
Daya Dorong (Thrust Power-PT); (iii) Daya yang disalurkan (Delivered
Power-PD); (iv) Daya Poros (Shaft Power-PS); (v) Daya Rem (Brake
Power-PB); dan (vi) Daya yang diindikasi (Indicated Power-PI).

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 21


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

2.2.1 Unit dan simbol


• BHPMCR = Brake horse power Maximum continuous rating
• MCRSCR = Brake horse power Service continuous rating
• SHP = Shaft horse power
• DHP = Delivered horse power
• EHP = Effective horse power
• THP = Trust horse power
• Va = advance velocity
• w = wake fraction
• t = thrust deduction factor
• ɳO = efficiency propeller in open water
• ɳR = relative rotative efficiency
• ɳH = Hull efficiency
• ɳD = Quasi propulsion efficiency
• ɳS = Shaft efficiency

2.2.2 Langkah perhitngan


a. Menghitung effective horse power (EHP)
Besarnya daya yang dibutuhkan untuk mengatasi gaya hambat dari
badan kapal (Hull) agar dapat sesuai dengan kecepatan sebesar Vs
EHP = RT x Vs

b. Menghitunng delivered horse power (DHP)


DHP = EHP/Pc

− Menghitung nilai Pc (Coefficient Propulsif)


Pc = ɳrr x ɳP x ɳH (untuk kapal baling-baling tunggal)

Dimana,
ɳrr = Ratio antara efisiensi baling-baling pada saat open water.
Behind the ship umumnya berkisar (1,02 – 1,05)

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 22


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

ɳP = Ratio antara daya dorong dengan daya yang disalurkan


(40% - 70%)

ɳH = Efisiensi Ratio antara daya efektif dengan daya dorong


(1-t)/(1-w)

• Menghitung diameter maksimum propeller


Dmaks = 0,60 x T

• Menghitung Wake Fiction


Wake friction atau arus ikut adalah perbedaan kecepatan kapal
dengan kecepatan aliran air yang menuju ke baling – baling.
Pada kapal ini digunakan single screw propeller, maka nilai w
adalah sebagai berikut :
− Menghitung nilai CB
C8 = B S / (L T D)

− Menghitung nilai C9
C9 = C8

− Menghitung nilai C11


C11 =T/D

− Menghitung nilai C19


C19 = 0.18567 / ( 1.3571 - Cm ) - 0.71276 + 0.38648 Cp

− Menghitung nilai C20


C20 = 1+0,0015 CSTERN

− Menghitung nilai Cp1


Cp1 = 1.45 Cp - 0.315 - 0.0225 LCB

− Menghitung nilai CV
CV = (1+k) CF + CA

− Menghitung nilai wake friction (w)


W = C9.C20.Cv.L/T(0.050776+0.93405.C11.Cv/
(1-Cp1))+0.27951.C20√(B/(L(1-Cp1))+C19.C20

• Menghitung trust deducton factor (t)


t = 0.25014 (B/L)0.2896 (√(B.T)/D )0.2646/(1-Cp+0.0225LCB)
0.01762
+0.0015 CSTERN

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 23


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

c. Menghitung thrust horse power (THP)


THP = EHP / ɳH

d. Menghitung shaft horse power (SHP)


SHP = DHP / ɳSɳB

e. Menghitung brake horse power (BHP)


a. BHPSCR = SHP / ɳG

b. BHPMCR = BHPSCR / 0,90

2.2.3 Detail perhitungan


1. Menghitung effective horse power (EHP)
Besarnya daya yang dibutuhkan untuk mengatasi gaya hambat dari
badan kapal (Hull) agar dapat sesuai dengan kecepatan sebesar Vs
EHP = RT x Vs

Dimana,
RT = 193,9184 kN

Vs = 6,173 m/s

Sehingga,
EHP = RT x Vs

= 211,5758 x 6,533

= 1197,12 kW

= 1604,72 HP

2. Menghitunng delivered horse power (DHP)


DHP = EHP/Pc

a. Menghitung nilai Pc (Coefficient Propulsif)


Pc = ɳrr x ɳP x ɳH (untuk kapal baling-baling tunggal)

Dimana,
ɳrr = Ratio antara efisiensi baling-baling pada saat open water.
Behind the ship umumnya berkisar (1,02 – 1,05)

= diambil 1,02

ɳP = Ratio antara daya dorong dengan daya yang disalurkan


(40% - 70%)
Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 24
Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

= diambil 47 % atau 0,47

ɳH = Efisiensi Ratio antara daya efektif dengan daya dorong


(1-t)/(1-w)

• Menghitung diameter maksimum propeller


Dmaks = 0,60 x T

= 0,61 x 6,68

= 4,0 m
• Menghitung Wake Fiction
Wake friction atau arus ikut adalah perbedaan kecepatan kapal
dengan kecepatan aliran air yang menuju ke baling – baling.
Pada kapal ini digunakan single screw propeller, maka nilai w
adalah sebagai berikut :
− Menghitung nilai C8
C8 = B S / (L T D)

= 13,5 x 1760,587 / (85,7 x 5,71 x 3,4)

= 13,999
(Principles of Naval Architecture. Hal 162)

− Menghitung nilai C9
C9 = C8

= 13,999
(Principles of Naval Architecture. Hal 162)

− Menghitung nilai C11


C11 =T/D

= 5,71 / 3,4

= 1,667
(Principles of Naval Architecture. Hal 162)

− Menghitung nilai C19


C19 = 0.18567 / ( 1.3571 - Cm ) - 0.71276 + 0.38648 Cp

= 0,18567 /(1,3571 – 0,989)5 - 0,71276 + 0,38648 x


0,743
= 0,081

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 25


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

(Principles of Naval Architecture. Hal 162)


− Menghitung nilai C20
C20 = 1+0,0015 CSTERN

= 1+(0.0015 x (-8))

= 0,988
(Principles of Naval Architecture. Hal 162)

Menghitung nilai Cp1

Cp1 = 1.45 Cp - 0.315 - 0.0225 LCB

= (1,45 x 0,743)-0.315-(0,0225 x 0,533)

= 0,751
(Principles of Naval Architecture. Hal 162)
− Menghitung nilai CV
CV = (1+k) CF + CA

Dimana,
CF = 0.001631

CA = 0.000549

Sehingga,
CV = (1+k) CF + CA

= (1,204 x 0.001631) +0.000549

= 0,002511694
(Principles of Naval Architecture. Hal 162)

− Menghitung nilai wake friction (w)


w = C9.C20.Cv.L/T(0,050776+0,93405.C11.Cv/
(1-Cp1))+0,27951.C20√(B/(L(1-Cp1))+C19.C20

=14,757x0.988x0.0022529182x(98,04/6,58)x(0.050
776+0.93405 x 1,639x0.002529182/(1-0.797)
+0.27951 x 0.988 √(16,2/(98,04(1-0.0,797)) +
(0.092 x 0.988)

= 0,154
(An approximate power prediction method, page 3)

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 26


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

• Menghitung trust deducton factor (t)


t = 0,25014 (B/L)0.2896 (√(B.T)/D )0.2646/(1-Cp+0,0225LCB)
0.01762
+0,0015 CSTERN

= 0.25014 (16,2/98,04)0.2896 (√(16,2x6,58)/4,0)0.2646/(1-


0,776+0.0225x0,609)0.01762+0.0015x(-8)

= 0.154
(Principles of Naval Architecture. Hal 162)

Jadi ηH dan Pc adalah sebagai berikut,


− ηH = (1 – t) / (1 – w)

= (1-0.154)/(1-0.130)

= 0,972
(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Page 152)

− Pc = ɳrr x ɳP x ɳH

= 1.02 x 0.47 x 0.972

= 0,5
(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Hal 152)

Sehingga, nilai DHP = EHP / Pc

= 1197,12 / 0,5

= 2568,23 kW

= 3442,67 HP
(Ship Resistance and propulsion, page 10)

3. Menghitung thrust horse power (THP)


Ketika kapal bergerak maju, propeller akan berakselerasi dengan
air.Akselerasi tersebut akan meningkatkan momentum air.
Berdasarkan hukum kedua newton, gaya ekuivalen dengan
peningkatan akselerasi momentum air, disebut thrust. Intinya, THP
adalah daya yang dikirimkan propeller ke air.
THP = EHP / ɳH

= 1197,12 / 0,972

= 1231,21 kW

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 27


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

= 1650,42 HP
(Ship Resistance and propulsion, page 10)

4. Menghitung shaft horse power (SHP)


Daya Poros (PS) adalah daya yang terukur hingga daerah di depan
bantalan tabung poros (stern tube) dari sistem perporosan penggerak
kapal. Untuk kapal yang kamar mesinnya terletak di bagian belakang,
akan mengalami losses sebesar 2%. Sedangkan pada kapal yang
kamar mesinnya pada daerah midship kapal, mengalami losses sebesar
3%. Pada perencanaan kali menggunakan / menempatkan kamar
mesin kapal di bagian belakang, sehingga mengalami losses sebesar
2%. Jadi efisiensi transmisi porosnya (ηsηb) adalah 0,98
SHP = DHP / ɳSɳB

= 2568,23/ 0.98

= 2620,65 kW

= 3512,93 HP
(Ship Resistance and propulsion, page 10)

5. Menghitung brake horse power (BHP)


a. BHPSCR
Besarnya daya mesin induk yang diperlukan pada perencanaan
baling - baling dan tabung poros baling - baling ini tidak terlepas
oleh adanya harga efisiensi sistem roda gigi transmisi atau ɳG.
Adanya harga efisiensi sistem roda gigi transmisi ɳG ini karena
direncanakan pada hubungan sistem transmisi daya antara motor
induk dengan poros propeler terpasang sistem roda gigi reduksi.
Sistem roda gigi pada kapal ini direncanakan menggunakan Gigi
Reduksi Tunggal atau Single Reduction Gears dengan loss 2%
untuk arah maju dan Gigi Pembalik atau Reversing Gears dengan
loss 1%. Harga efisiensi sistem roda gigi transmisi atau ɳG dari
setiap sistem adalah :
1. ɳG Single Reduction Gears = 0,98

2. ɳG Reversing Gears = 0,99


3. (Ship Resistance and propulsion, page 10)

Daya Poros yang telah direncanakan di sini adalah daya maju,


Sehingga untuk daya motor penggerak yang diperlukan adalah
` BHPSCR = SHP / ɳG

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 28


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

= 2620,65 / 0.98

= 2674,13 kW

= 3584,62 HP
(Ship Resistance and propulsion, page 10)

b. BHPMCR
BHP (Brake Horse Power) yaitu daya yang didistribusikan
untuk pengerak utama. Besarnya daya motor penggerak utama
(BHP) adalah daya keluaran pada pelayaran normal atau SCR
(Service Continue Rating), dimana besarnya adalah 85 % dari daya
keluaran pada kondisi maksimum atau MCR (Maximum Continue
Rating). Sedangkan daya keluaran pada kondisi maksimum (MCR)
motor induk ini adalah
BHPMCR = BHPSCR / 0,85

= 2674,13 / 0,85

= 3146,04 kW

= 4217,21 HP
(Ship Resistance and propulsion, page 10)

2.2.4 Kesimpulan

NO UNIT SIMBOL NILAI SATUAN

1 Propeller max diameter DMAKS 4,0 Meter

2 Wake fraction W 0,130

3 Thrust deduction factor t 0,154

4 Hull efficiency ɳH 0,972

5 Efficiency relative ɳRR 1,02


rotative

6 Propulsive efficiency ɳp 0,47

7 Propulsive coefficient PC 0,5

8 Effective horse power EHP 1197,12 kW

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 29


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

9 Delivery horse power DHP 2568,23 kW

10 Thrust horse power THP 1231,21 kW

11 Shaft horse power SHP 2620,65 kW

12 Break horse power BHPSCR 2674,13 kW


(service continuous
rating)

13 Break horse power BHPMCR 3146,04 kW


(maksimum continuous
rating)

2.3 Pemilihan Main Engine


Pemilihan mesin induk (main angine) dilakukan setelah daya mesin
penggerak utama yang diperlukan diketahui melalui perhitungan
menggunakan rumusan. Pertimbangan dalam pemilihan mesin induk dapat
dilakukan dengan optimalisasi segi teknik dan ekonomi.Untuk segi teknis
antara lain dimensi yang cukup, kehandalan, berat mesin induk, unjuk
kerja mesin, ukuran mesin induk dan masih banyak lagi seperti SFOC dan
sebagainya yang perlu pertimbangan. Sedangkan untuk faktor ekonomis
antara lain harga mesin induk, keawetan, spare part, bahan bakar, minyak
pelumas serta pelumasan. Adapun mengenai daya kerja dan putaran kerja
yang sesuai dengan perhitungan kondisi kapal dapat dilakukan dengan
mengatur putaran kerja sehingga diperoleh daya seperti yang telah
ditentukan.
Pemilihan mesin utama dengan menentukan karakteristik dasar
sebagai berikut ini :
• Daya yang diperkirakan
• Factor kecepatan yang diinginkan
• Jenis kontruksi sistemnya

Dari berbagai pertimbangan diatas, maka dalam perencanaan untuk


kapal KM SOEWASKITO dipilih mesin induk sebagai berikut :

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 30


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 31


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 32


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Keterangan :
• Merk : MaK Caterpillar
• Type : 9M 25 E
• Cycle : 4 stroke
• Power max : 3150 kW
: 4233 HP
• Cylinder : 9 in-line
• Bore : 255 mm
• Piston stroke : 400 mm

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 33


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Selengkapnya data spesifikasi ini dapat dilihat pada lampiran spec engine
dari motor diesel tipe tersebut.

2.3.1 Langkah perhitungan ulang daya engine MaK Caterpillar


Setelah mesin dipilih, maka daya pada kapal perlu dihitung kembali.
Dari data mesin yang ada maka hasil perhitungan adalah sebagai berikut:
1. BHPMCR
Dimana BHPMCR ini diambil dari data spesifikasi engine motor diesel
MaK Caterpillar.

2. BHPSCR = BHPMCR x 0,85

3. SHP = BHPSCR x ɳG

4. DHP = SHP x ɳSɳB

5. EHP = DHP x PC

6. THP = EHP x ɳH

2.3.2 Detail perhitungan ulang daya engine MaK Caterpillar


Setelah mesin dipilih, maka daya pada kapal perlu dihitung
kembali. Dari data mesin yang ada maka hasil perhitungan adalah sebagai
berikut:
1. BHPMCR
Dimana BHPMCR ini diambil dari data spesifikasi engine motor diesel
MaK Caterpillar.
BHPMCR = 3150 kW

= 4233 HP
(MaK Caterpillar. Quick Guide to Propulsion Packages. Hal 4)

2. BHPSCR = BHPMCR x 0,85

= 3150 x 0.85

= 2678 kW

= 3589 HP

3. SHP = BHPSCR x ɳG

= 2678x 0.98
Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 34
Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

= 2623,95 kW

= 3517 HP

4. DHP = SHP x ɳSɳB

= 2623,95 x 0.98

= 2571 kW

= 3447 HP

5. EHP = DHP x PC

= 2571 x 0.671

= 1199 kW

= 1607 HP

6. THP = EHP x ɳH

= 1199 x 0,965

= 1165 kW

= 1562 HP

2.3.3 Kesimpulan

NO UNIT SIMBOL NILAI SATUAN

1 Rotary per minutes mesin Rpm 750 Rpm

2 MEP MEP 27,4 Bar

3 Specific fuel oil SFOC 187 g/kWh


consumption

4 Specific lubricating oil SLOC 0,6 g/kWh


consumption

5 Break horse power BHPMCR 3150 Kw


(maksimum continuous

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 35


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

rating)

6 Break horse power BHPSCR 2678 Kw


(service continuous
rating)

7 Shaft horse power SHP 2623,95 Kw

8 Delivery horse power DHP 2571 Kw

9 Effective horse power EHP 1199 Kw

10 Thrust horse power THP 1165 Kw

2.4 Pemilihan Propeller dan Pemeriksaan Terhadap Kavitasi


2.4.1 Pemilihan propeller
Tujuan dari pemilihan type propeller adalah menentukan karakteristik
propeller yang sesuai dengan karakteristik badan kapal dan besarnya daya
yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan misi kapal. Dengan
diperolehnya karakteristik type propeller maka dapat ditentukan efisiensi
daya yang ditransmisikan oleh motor induk ke propeller. Langkah –
langkah dalam pemilihan type propeller :
1. Perhitungan dan pemilihan type propeller

2. Perhitungan syarat kavitasi

3. Design dan gambar type propeller

2.4.2 Propeller design


2.4.2.1 Unit dan simbol
• Va = Velocity advanced
• BP = Power adsorpsion
• P = Pitch
• P/D = Pitch ratio
• J = Advanced coefficient
• D = Diameter
• ɳ = Effisiency
• Ae/AO = Expanded area ratio
• AP/AO = Projected area ratio
• AD/AO = Developed area ratio

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 36


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

• AO = Disk Area / Area of tip circle


• AD = Developed Area of blade
• AP = Projected Area of blade
• Vr = Relative velocity
• T = Thrust Propeller
• C = Thrust Coefficient
• σ0.7R = Local cavitation number

2.4.2.2 Langkah perhitungan


1. Memilih propeller dengan metode BP - δ
Pembacaan grafik Bp dilakukan untuk memperoleh nilai P/D
dan 1/J0. Sebelum membaca grafik, terlebih dahulu dihitung nilai
dari 0.1739x(Bp0,5) , nilai inilah yang akan menjadi patokan dalam
pembacaan grafik. Cara pembacaan grafik adalah dengan menarik
garis lurus keatas dari nilai 0.1739x(Bp0,5) yang sudah dihitung
sampai memotong garis lengkung memanjang. Kemudian dari
perpotongan ini ditarik garis lurus horizontal sehingga diperoleh
nilai P/D. Untuk mengetahui nilai 1/J0 maka dari perpotongan tadi
dibuat garis melengkung yang serupa dengan garis melengkung
yang terdekat.
Nilai 1/J0 digunakan untuk menghitung koefisien advance (δ0)
yang digunakan untuk menghitung coefficient advance.

a. Menghitung nilai NPROP


NPROP = Nmain engine / ratio gearbox

b. Menghitung nilai Va
Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 37
Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Va = Vs x (1-w)

c. Menghitung nilai Bp

d. Menghitung nilai 0,1739x(Bp0,5)


Dari pembacaan grafik didapatkan
• P/Do

• 1/J0

e. Menghitung nilai δo
δo = (1/J0) / 0,009875

f. Menghitung nilai Do

g. Menghitung nilai Db
Db = 0,96 x Do

h. Menghitung nilai δb
δb = (Db x N) / Va

i. Menghitung nilai 1/Jb


1/Jb = 0,009875 x δb

j. Setelah nilai 1/Jb didapat, maka kembali pada pembacaan


grafik, dari pembacaan grafik tersebut akan didapat nilai :
• P / Db

• ɳ

Cara pembacaan grafik adalah dengan menarik garis lengkung


dari 1/Jb pada grafik menurut garis yang terdekat sampai
memotong garis lengkung. Kemudian dari perpotongan ini
ditarik garis lurus horizontal sehingga diperoleh nilai P/Db.
Untuk mengetahui nilai η dari propeller maka dari perpotongan
tadi ditarik garis lengkung sejajar dengan grafik effisiensi yang
terdekat sehingga didapatkan η nya.

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 38


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

k. Menentukan syarat untuk memilih propeller


Db < DMAX

2. Menghitung kavitasi
Kavitasi adalah peristiwa munculnya gelembung – gelembung
uap air pada permukaan daun propeller yang mana disebabkan oleh
perbedaan tekanan yang besar pada tekanan pada back dan tekanan
yang terjadi pada face. Peristiwa kavitasi ini sangat merugikan bagi
propeller karena gelembung – gelembung uap air yang muncul
dapat bersifat korosif dan mengikis permukaan daun propeller,
sehingga mengakibatkan menurunnya effisiensi propeller karena
kerusakan pada propeller itu sendiri. Perhitungan kavitasi sangat
perlu dilakukan untuk memastikan bahwa propeller yang dipakai
bebas dari kerusakan yang disebabkan oleh proses kavitasi yang
terjadi pada daun propeller. Diagram yang digunakan dalam
perhitungan kavitasi adalah diagram Burril. Sebelum membaca
diagram Burril.
a. T (thrust)
T = EHP / (1-t)
(Ship Resistance and propulsion, page 30)

b. Ao (disk area/area of tip circle)


Ao = 1/4 π D2
(principles of naval architecture vol II, page 138)

c. Vr2 = Va2 + (0.7 x π x N x D)2

d. τc (thrust coefficient)
τc = T/ ( 0,5 x ρ x Ap x VR2)
(Ship Resistance and propulsion, page 30)

e. σ0,7R (local cavitation number)

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 39


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

188,2 + 19,62 h
 0.7R =
Va + (4,836 xn 2 xD 2 )
2

f. Ap (projected area of blade)


Ap = AD x (1.067 - 0.229(P/D))

g. Dari pembacaan burril’s diagram maka akan didapatkan nilai


τc

Setelah nilai σ 0.7R diketahui, maka nilai τc dapat


diketahui dengan pembacaan diagram Burril. Cara pembacaan
diagram adalah dengan menarik garis vertical keatas pada nilai
σ 0.7R sampai memotong garis putus – putus yang kedua
(Suggested upper limit for merchant ship propellers). Dari
perpotongan ini maka ditarik garis horizontal sehingga
didapatkan nilai τc. Suatu propeller dikatakan tidak mengalami
kavitasi apabila :
τc burril > τc hitungan

h. Syarat kedua dalam pemilihan propeller yaitu jika τc burril <


τc hitungan. Dalam keadaan ini artinya propeller bebas kavitasi

3. Menentukan jenis propeller

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 40


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Yang harus ditentukan saat menentukan jenis propeller antara


lain yaitu type propeller, diameter propeller, pitch propeller,
effisiensi propeller dan kecepatan putar propeller. Dalam
penentuannya harus memilih effisiensi yang tinggi untuk
menghindari terjadinya kavitasi.

4. Menghitung ulang daya kapal


a. Menghitung daya efektif
EHP = RT x Vs

b. Menghitunng delivered horse power (DHP)


DHP = EHP/Pc

− Menghitung nilai Pc (Coefficient Propulsif)


Pc = ɳrr x ɳP x ɳH (untuk kapal baling-baling tunggal)

Dimana,
ɳrr = Ratio antara efisiensi baling-baling pada saat open
water.
Behind the ship umumnya berkisar (1,02 – 1,05)

ɳP = Ratio antara daya dorong dengan daya yang


disalurkan
(40% - 70%)

ɳH = Efisiensi Ratio antara daya efektif dengan daya


dorong
(1-t)/(1-w)

c. Menghitung daya dorong (THP)


THP = EHP / ɳH

d. Menghitung daya pada poros baling – baling (SHP)


SHP = DHP / ɳSɳB

e. Menghitung daya penggerak utama (BHP)


− BHPSCR = SHP / ɳG

− BHPMCR = BHPSCR / 0,90

2.4.2.3 Detail perhitungan


1. Memilih propeller dengan metode BP - δ

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 41


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

a. Menghitung nilai NPROP


NPROP = Nmain engine / ratio gearbox

= 750 / 3,19149

= 235 rpm
(Principles of Naval Architecture. Hal 191)

b. Menghitung nilai Va
Va = Vs x (1-w)

= (6,173) x (1-0,112)

= 5,373 m/s

= 10,445 knot
(Principles of Naval Architecture. Hal 191)

c. Menghitung nilai Bp

= (174 x3517^0.5)/10,445^2.5

= 39,53
(Principles of Naval Architecture. Hal 191)

d. Menghitung nilai 0,1739x(Bp0,5)

0,1739x(Bp0,5) = 0,1739x(20,560,5)

= 1,09
(Principles of Naval Architecture. Hal 191)

Jenis SHP N Vs Va
N.Prop(Rpm) w Bp1 0.1739√Bp1
Prop. (HP) (engine) (knot) (knot)
B4-40 3517 750 234 0,130 12 10,445 39,53 1,09
B4-55 3517 750 234 0,130 12 10,445 39,53 1,09
B4-70 3517 750 234 0,130 12 10,445 39,53 1,09
B4-85 3517 750 234 0,130 12 10,445 39,53 1,09
B4-100 3517 750 234 0,130 12 10,445 39,53 1,09
B3-35 3517 750 234 0,130 12 10,445 39,53 1,09
B3-50 3517 750 234 0,130 12 10,445 39,53 1,09
B3-65 3517 750 234 0,130 12 10,445 39,53 1,09

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 42


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

B3-80 3517 750 234 0,130 12 10,445 39,53 1,09


B5-45 3517 750 234 0,130 12 10,445 39,53 1,09
B5-60 3517 750 234 0,130 12 10,445 39,53 1,09
B5-75 3517 750 234 0,130 12 10,445 39,53 1,09
B5-90 3517 750 234 0,130 12 10,445 39,53 1,09
B5-105 3517 750 234 0,130 12 10,445 39,53 1,09

e. Menghitung nilai δo
δo = (1/J0) / 0,009875
(Principles of Naval Architecture. Hal 191)

Dari pembacaan grafik didapatkan


• P/Do

• 1/J0

Type 0.1739
P/Do 1/Jo δo ηo
propeller (BP)1/2
B4-40 1,09 0,71 2,34 236,96 0,541
B4-55 1,09 0,72 2,345 237,47 0,538
B4-70 1,09 0,73 2,348 237,77 0,528
B4-85 1,09 0,785 2,25 227,85 0,512
B4-100 1,09 0,84 2,16 218,73 0,510
B3-35 1,09 0,68 2,46 249,11 0,540
B3-50 1,09 0,675 2,5 253,16 0,541
B3-65 1,09 0,71 2,4 243,04 0,522
B3-80 1,09 0,77 2,33 235,95 0,502
B5-45 1,09 0,76 2,25 227,85 0,530
B5-60 1,09 0,74 2,28 230,89 0,531
B5-75 1,09 0,76 2,26 228,86 0,528
B5-90 1,09 0,78 2,21 223,80 0,529
B5-105 1,09 0,84 2,16 218,73 0,510

f. Menghitung nilai Do

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 43


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

g. Menghitung nilai Db
Db = 0,96 x Do
(Principles of Naval Architecture. Hal 191)

h. Menghitung nilai δb
δb = (Db x N) / Va
(Principles of Naval Architecture. Hal 191)

i. Menghitung nilai 1/Jb


1/Jb = 0,009875 x δb
(Principles of Naval Architecture. Hal 191)

j. Setelah nilai 1/Jb didapat, maka kembali pada pembacaan


grafik, dari pembacaan grafik tersebut akan didapat nilai :
• P / Db

• ɳb

Berikut adalah tabel nilai – nilai Do, Db, δb, 1/Jb, P/Db dan ɳb.

Type Db (ft)
Do (ft) δb 1/Jb P/Db ηb
propeller single screw

B4-40 10,58 10,15 227,48 2,25 0,730 0,553


B4-55 10,60 10,18 227,97 2,25 0,725 0,552
B4-70 10,61 10,19 228,26 2,25 0,740 0,539
B4-85 10,17 9,76 218,73 2,16 0,790 0,527
B4-100 9,76 9,37 209,98 2,07 0,860 0,512
B3-35 11,12 10,68 239,15 2,36 0,680 0,542
B3-50 11,30 10,85 243,04 2,40 0,682 0,552
B3-65 10,85 10,41 233,32 2,30 0,725 0,532
B3-80 10,53 10,11 226,51 2,24 0,780 0,519
B5-45 10,17 9,76 218,73 2,16 0,770 0,541
B5-60 10,31 9,89 221,65 2,19 0,760 0,540
B5-75 10,22 9,81 219,71 2,17 0,765 0,540
B5-90 9,99 9,59 214,85 2,12 0,801 0,539
B5-105 9,76 9,37 209,98 2,07 0,860 0,515

k. Menentukan syarat untuk memilih propeller


Db < DMAX

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 44


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Apakah
Type Dmax
Db (ft) Db (m) (0.6 - Db < Dmax
propeller (m)
0.7) T
B4-40 10,15 3,10 3,95 0,60 terpenuhi
B4-55 10,18 3,10 3,95 0,60 terpenuhi
B4-70 10,19 3,11 3,95 0,60 terpenuhi
B4-85 9,76 2,98 3,95 0,60 terpenuhi
B4-100 9,37 2,86 3,95 0,60 terpenuhi
B3-35 10,68 3,25 3,95 0,60 terpenuhi
B3-50 10,85 3,31 3,95 0,60 terpenuhi
B3-65 10,41 3,17 3,95 0,60 terpenuhi
B3-80 10,11 3,08 3,95 0,60 terpenuhi
B5-45 9,76 2,98 3,95 0,60 terpenuhi
B5-60 9,89 3,02 3,95 0,60 terpenuhi
B5-75 9,81 2,99 3,95 0,60 terpenuhi
B5-90 9,59 2,92 3,95 0,60 terpenuhi
B5-105 9,37 2,86 3,95 0,60 terpenuhi

2. Menghitung kavitasi
a. T (thrust)
T = R / (1-t)

= 193,918/(1-0,154)

= 229,13 kN
(Principles of Naval Architecture. Hal 182)

b. Ao (disk area/area of tip circle)


Ao = 1/4 π D2
(principles of naval architecture vol II, page 138)

c. Vr2 = Va2 + (0.7 x π x N x D)2

d. τc (thrust coefficient)
τc = T/ ( 0,5 x ρ x Ap x VR2)
(principles of naval architecture vol II, page 182)

e. σ0,7R (local cavitation number)

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 45


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

188,2 + 19,62 h
 0.7R =
Va + (4,836 xn 2 xD 2 )
2

(principles of naval architecture vol II, page 182)

Tabel untuk nilai – nilai Ao sampai σ0,7R


Type NB (rps) Db (m) σ0,7R τC burril VR2 (m/s) A0 AD/A0 AD
B4-40 3,92 3,10 0,254 0,130 738,81 80,942 0,40 32,38
B4-55 3,92 3,10 0,253 0,129 741,85 81,288 0,55 44,71
B4-70 3,92 3,11 0,253 0,129 743,68 81,496 0,70 57,05
B4-85 3,92 2,98 0,274 0,139 685,25 74,835 0,85 63,61
B4-100 3,92 2,86 0,297 0,143 633,79 68,968 1,00 68,97
B3-35 3,92 3,25 0,231 0,121 813,50 89,456 0,35 31,31
B3-50 3,92 3,31 0,224 0,118 839,22 92,389 0,50 46,19
B3-65 3,92 3,17 0,242 0,128 775,69 85,146 0,65 55,34
B3-80 3,92 3,08 0,257 0,131 732,76 80,251 0,80 64,20
B5-45 3,92 2,98 0,274 0,139 685,25 74,835 0,45 33,68
B5-60 3,92 3,02 0,268 0,134 702,87 76,844 0,60 46,11
B5-75 3,92 2,99 0,272 0,138 691,10 75,502 0,75 56,63
B5-90 3,92 2,92 0,284 0,140 662,12 72,198 0,90 64,98
B5-105 3,92 2,86 0,297 0,143 633,79 68,968 1,05 72,42

f. Ap (projected area of blade)


Ap = AD x (1.067 - 0.229(P/D))
(principles of naval architecture vol II, page 182)

Tabel pengecekan kavitasi


Kavitasi
Type AP (m2) τc cal τc burril ?
B4-40 29,13 0,021 0,130 tidak
B4-55 40,28 0,015 0,129 tidak
B4-70 51,20 0,012 0,129 tidak
B4-85 56,36 0,012 0,139 tidak
B3-35 28,53 0,019 0,121 tidak
B3-50 42,08 0,013 0,118 tidak
B3-65 49,86 0,012 0,128 tidak
B3-80 57,04 0,011 0,131 tidak
B4-100 60,01 0,012 0,143 tidak
B5-45 29,99 0,022 0,139 tidak
B5-60 41,17 0,015 0,134 tidak
B5-75 50,50 0,013 0,138 tidak

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 46


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

B5-90 57,41 0,012 0,140 tidak


B5-105 63,01 0,011 0,143 tidak

g. Dari pembacaan burril’s diagram maka akan didapatkan nilai


τc
Setelah nilai σ 0.7R diketahui, maka nilai τc dapat
diketahui dengan pembacaan diagram Burril. Cara pembacaan
diagram adalah dengan menarik garis vertical keatas pada nilai
σ 0.7R sampai memotong garis putus – putus yang kedua
(Suggested upper limit for merchant ship propellers). Dari
perpotongan ini maka ditarik garis horizontal sehingga
didapatkan nilai τc. Suatu propeller dikatakan tidak mengalami
kavitasi apabila :
τc burril > τc hitungan

h. Syarat kedua dalam pemilihan propeller yaitu jika τc burril <


τc hitungan. Dalam keadaan ini artinya propeller bebas kavitasi
Karena nilai kavitasi dari hasil perhitungan lebih kecil dari
angka kavitasi hasil pembacaan grafik buril, maka dapat
disimpilkan bahwa tidak terjadi kavitasi.

3. Menentukan jenis propeller


Dari hasil perhitungan, pembacaan grafik dan pengecekan
kavitasi maka telah ditentukan jenis propeller yang akan digunakan
pada kapal KM Soewaskito dengan spesifikasi sebagai berikut :

Type = B4-40

Db = 3,254 m

P/D = 0,680

ɳ = 0,542

N = 235 rpm

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 47


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

4. Menghitung ulang daya kapal


a. Menghitung daya efektif
EHP = RT x Vs

= 193,918 x 6,173

= 1197,12 kW

= 1604,72 HP

b. Menghitunng delivered horse power (DHP)


DHP = EHP/Pc

− Menghitung nilai Pc (Coefficient Propulsif)


Pc = ɳrr x ɳP x ɳH (untuk kapal baling-baling tunggal)

Dimana,
ɳrr = Ratio antara efisiensi baling-baling pada saat open
water.
Behind the ship umumnya berkisar (1,02 – 1,05)
= 1,03
(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Hal 152)

ɳP = Ratio antara daya dorong dengan daya yang


disalurkan
= 0,542
(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Hal 152)

ɳH = Efisiensi Ratio antara daya efektif dengan daya


dorong
(1-t)/(1-w)
= 0,965
(Edwar V. Lewis. Principles of Naval Architecture. Tabel 5 Hal 160)

Jadi,
Pc = ɳrr x ɳP x ɳH

= 1,03x 0,542 x 0,965

= 0,539

Sehingga, nilai DHP = EHP/Pc

= 1197,12/0,539

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 48


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

= 2222,51 kW

= 2979,23 HP

c. Menghitung daya dorong (THP)


THP = EHP / ɳH

= 1197,12/0,965

= 1240,74 kW

= 1663,19 HP

d. Menghitung daya pada poros baling – baling (SHP)


SHP = DHP / ɳSɳB

= 2222,51/ 0.98

= 2267,86 kW

= 3040,03 HP

e. Menghitung daya penggerak utama (BHP)


− BHPSCR = SHP / ɳG

= 2267,86/0.98

= 2314,15 kW

= 3102,07 HP

− BHPMCR = BHPSCR / 0,85

= 2314,15/ 0,85

= 2722,53 kW

= 3649,50 HP

Daya engine yang dipilih adalah 3150 kW. Maka keperluan


daya masih tercukupi.

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 49


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

2.4.2.4 Kesimpulan

NO UNIT SIMBOL NILAI SATUAN

1 Putaran Mesin NM 750 Rpm

2 Ratio gear 3,2

3 Putaran propeller Np 235 Rpm

4 Velocity advanced Va 10,445 Knot

5 Wake fraction w 0,130

6 Thrust deduction factor t 0,154

7 Power adsorbtion BP 39,53

8 Shaft horse power SHP 2267,86 Kw

9 Delivered horse power DHP 2222,51 Kw

Type propeller B4-40

10 Jumlah daun z 4

11 Pitch ratio P/D 0,680

12 Effisiensi ɳ 0,542

13 Diameter D 3,25 Meter

2.5 Geometri Propeller


Didalam melakukan perancangan propeller, pertama-tama yang harus
dipahami adalah mengenai beberapa definisi yang mempunyai korelasi
langsung terhadap perancangan tersebut (seperti yang ditunjukkan dalam
gambar dibawah), meliputi Power, Velocities, Forces, dan Efficiencies.
Ada 3 (tiga) parameter utama dalam propeller design, antara lain :
1. Delivered Power (Pd)

2. Rate of rotation (N)

3. Speed of Advance (Va)

Adapun definisi dari masing-masing Kondisi Perancangan adalah


sebagai berikut :

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 50


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

− Delivered Power (Pd), adalah power yang di-absorb oleh propeller


dari Shafting System untuk diubah menjadi Thrust Power (Pt).

− Rate of Rotation (N), adalah putaran propeller.

− Speed of Advance (Va), adalah Kecepatan aliran fluida pada disk


propeller. Harga Va adalah lebih rendah dari harga Vs (kecepatan
servis kapal), yangmana hal ini secara umum disebabkan oleh friction
effects dan flow displacement effects dari fluida yang bekerja pada
sepanjang lambung kapal hingga disk propeller.

Penggambaran propeller design serta penentuan parameter


dimensinya, termasuk juga bentuk blade section; thickness; panjang chord
dari masingmasing blade section, dsb. Dapat digunakan tabel Wageningen
B-Screw Series.

2.5.1 Unit dan simbol


• CL = Center Line
• LE = Leading Edge
• TE = Trailing Edge
• Cr = Chord lenght dari blade section pada setiap radius r/R
• Ar = Jarak antara LE ke CL pada setiap radius r/R
• Br = Jarak antara TE ke CL pada setiap radius r/R
• Sr = Maximum blade thicness pada setiap radius r/R

2.5.2 Langkah perhitungan

1. Menghitung nilai – nilai dimensi daun propeller

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 51


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Dimensi propeller meliputi ar, br, cr dan sr. Nilai – nilai diatas
diperoleh dari tabel berikut.

(principles of naval architecture vol II, page 187)

2. Menghitung ordinat YFACE dan YBACK


Titik-titik koordinat yang dibutuhkan oleh profil dapat dihitung
dengan formulasi yang diberikan oleh Van Gent et al (1973) dan Van
Oossanen (1974) adalah sebagai berikut :
• Untuk P > 0
YFACE = V1 x (tmax – tle)

YBACK = (V1 – V2) x (tmax – tle)

• Untuk P < 0
YFACE = V1 x (tmax – tle)

YBACK = (V1 – V2) x (tmax – tle)

Dimana nilai V1 dan V2 (tabulated functions dependent on r/R and


P) merupakan konstanta yang bisa dilihat pada tabel berikut :

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 52


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Nilai V1
P
-1 -0,9 -0,8 -0,7 -0,6 -0,5 -0,4 -0,2 0
r/R
0.7-1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
0,6 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
0,5 0,052 0,033 0,019 0,010 0,004 0,001 0,000 0,000 0,000
0,4 0,147 0,097 0,063 0,040 0,021 0,012 0,004 0,000 0,000
0,3 0,231 0,179 0,133 0,094 0,062 0,038 0,020 0,003 0,000
0,25 0,260 0,212 0,165 0,125 0,090 0,058 0,035 0,008 0,000
0,2 0,283 0,240 0,197 0,157 0,121 0,088 0,059 0,017 0,000
0,15 0,300 0,265 0,230 0,195 0,161 0,128 0,096 0,037 0,000

P
1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,2 0
r/R
0.7-1 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
0,6 0,038 0,007 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
0,5 0,128 0,050 0,021 0,009 0,003 0,001 0,000 0,000 0,000
0,4 0,218 0,109 0,064 0,036 0,019 0,009 0,003 0,000 0,000
0,3 0,292 0,176 0,119 0,079 0,050 0,030 0,015 0,003 0,000
0,25 0,326 0,207 0,147 0,101 0,067 0,042 0,022 0,003 0,000
0,2 0,356 0,235 0,169 0,118 0,080 0,052 0,030 0,005 0,000
0,15 0,386 0,264 0,187 0,132 0,092 0,062 0,038 0,010 0,000

(Marine Propeller and Propulsion, page 104)

Nilai V2
P
-1 -0,9 -0,8 -0,7 -0,6 -0,5 -0,4 -0,2 0
r/R
0.9-1 0,000 0,190 0,360 0,510 0,640 0,750 0,840 0,960 1,000
0,85 0,000 0,190 0,360 0,510 0,640 0,750 0,840 0,960 1,000
0,8 0,000 0,190 0,360 0,510 0,640 0,750 0,840 0,960 1,000
0,7 0,000 0,190 0,360 0,510 0,640 0,750 0,840 0,960 1,000
0,6 0,000 0,189 0,359 0,511 0,642 0,753 0,843 0,961 1,000
0,5 0,000 0,187 0,357 0,514 0,644 0,758 0,846 0,964 1,000
0,4 0,000 0,181 0,350 0,504 0,635 0,753 0,842 0,965 1,000
0,3 0,000 0,167 0,336 0,489 0,620 0,734 0,827 0,958 1,000
0,25 0,000 0,157 0,323 0,474 0,605 0,718 0,814 0,952 1,000
0,2 0,000 0,146 0,306 0,454 0,584 0,700 0,798 0,945 1,000

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 53


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

P
1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,2 0
r/R
0.9-1 0,000 0,190 0,360 0,510 0,640 0,750 0,840 0,960 1
0,85 0,000 0,195 0,366 0,516 0,646 0,755 0,845 0,962 1
0,8 0,000 0,203 0,377 0,527 0,655 0,764 0,852 0,964 1
0,7 0,000 0,234 0,414 0,562 0,684 0,785 0,866 0,968 1
0,6 0,000 0,272 0,462 0,606 0,720 0,809 0,879 0,969 1
0,5 0,000 0,306 0,504 0,643 0,748 0,828 0,888 0,971 1
0,4 0,000 0,324 0,522 0,659 0,759 0,835 0,893 0,973 1
0,3 0,000 0,320 0,513 0,651 0,752 0,832 0,892 0,975 1
0,25 0,000 0,304 0,498 0,636 0,742 0,826 0,890 0,975 1
0,2 0,000 0,284 0,478 0,619 0,728 0,817 0,888 0,975 1
0,15 0,000 0,260 0,452 0,600 0,711 0,806 0,883 0,976 1

(principles of naval architecture vol II, page 188)

3. Menghitung distribusi pitch


Distribusi pitch propeller pada setiap r/R, dapat dilihat pada tabel
berikut ini :

Pitch Distribution of B-3 Propeller


r/R Konstanta (%D)
0,200 82,000
0,300 88,700
0,400 95,000
0,500 99,200
0,600 100,000
0,700 100,000
0,800 100,000
0,900 100,000

(principles of naval architecture vol II, page 186

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 54


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

2.5.3 Detail perhitungan


1. Menghitung nilai – nilai dimensi daun propeller
Dimensi propeller meliputi ar, br, cr dan sr. Nilai – nilai diatas
dipeoleh dari tabel berikut ini :

r/R cr ar/cr ar br/cr br Sr


(Nose Rad)
0,200 1,662 0,541 0,617 0,334 0,350 0,189 0,053 0,057 0,004
0,300 1,882 0,612 0,613 0,375 0,350 0,214 0,046 0,057 0,004
0,400 2,050 0,667 0,601 0,401 0,350 0,233 0,040 0,052 0,003
0,500 2,152 0,700 0,586 0,410 0,350 0,245 0,034 0,045 0,002
0,600 2,187 0,712 0,561 0,399 0,389 0,277 0,028 0,036 0,001
0,700 2,144 0,698 0,524 0,366 0,443 0,309 0,022 0,026 0,001
0,800 1,970 0,641 0,463 0,297 0,478 0,306 0,015 0,015 0,000
0,900 1,582 0,515 0,351 0,181 0,500 0,257 0,009 0,005 0,000
1,000 --- --- --- --- --- 0,003 0,000 ---

2. Menghitung ordinat YFACE dan YBACK


Sesuai dengan formula berikut
• Untuk P > 0
YFACE = V1 x (tmax – tle)

YBACK = (V1 – V2) x (tmax – tle)

• Untuk P < 0
YFACE = V1 x (tmax – tle)

YBACK = (V1 – V2) x (tmax – tle)

Maka didapatkan nilai ordinat profil propeller sebagai berikut :

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 55


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Face pada P > 0


Y face
r Sr 1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,2 0
1,0 0,000 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,9 0,005 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,8 0,015 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,7 0,026 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,6 0,036 0,0014 0,0002 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
0,5 0,045 0,0058 0,0023 0,0010 0,0004 0,0002 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
0,4 0,052 0,0114 0,0057 0,0033 0,0019 0,0010 0,0005 0,0002 0,0000 0,0000
0,3 0,057 0,0166 0,0100 0,0067 0,0045 0,0029 0,0017 0,0008 0,0002 0,0000
0,2 0,057 0,0203 0,0134 0,0096 0,0067 0,0046 0,0030 0,0017 0,0003 0,0000

Face pada P < = 0

r Sr -1 -0.9 -0.8 -0.7 -0.6 -0.5 -0.4 -0.2 0


1,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,9 0,005 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,8 0,015 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,7 0,026 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,6 0,036 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,5 0,045 0,0024 0,0015 0,0009 0,0005 0,0002 0,0001 0,0000 0,0000 0,0000
0,4 0,052 0,0077 0,0051 0,0033 0,0021 0,0011 0,0006 0,0002 0,0000 0,0000
0,3 0,057 0,0131 0,0101 0,0076 0,0053 0,0035 0,0021 0,0011 0,0002 0,0000
0,2 0,057 0,0161 0,0137 0,0112 0,0090 0,0069 0,0050 0,0034 0,0010 0,0000

Back pada P > 0

r Sr 1 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,2 0


1,0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,9 0,005 0,0000 0,0010 0,0019 0,0028 0,0035 0,0041 0,0045 0,0052 0,005
0,8 0,015 0,0000 0,0030 0,0056 0,0078 0,0097 0,0114 0,0127 0,0143 0,015
0,7 0,026 0,0000 0,0060 0,0106 0,0144 0,0176 0,0202 0,0222 0,0249 0,0257
0,6 0,036 0,0014 0,0101 0,0167 0,0219 0,0260 0,0292 0,0317 0,0350 0,036
0,5 0,045 0,0058 0,0161 0,0238 0,0296 0,0341 0,0376 0,0403 0,0441 0,045
0,4 0,052 0,0114 0,0227 0,0307 0,0364 0,0408 0,0442 0,0470 0,0510 0,052
0,3 0,057 0,0166 0,0281 0,0358 0,0413 0,0455 0,0488 0,0514 0,0554 0,057
0,2 0,057 0,0203 0,0297 0,0369 0,0421 0,0461 0,0496 0,0524 0,0560 0,057

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 56


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Back pada P < = 0

r Sr -1 -0.9 -0.8 -0.7 -0.6 -0.5 -0.4 -0.2 0


1,0 0,000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000
0,9 0,005 0,0000 0,0010 0,0019 0,0028 0,0035 0,0041 0,0045 0,0052 0,0054
0,8 0,015 0,0000 0,0028 0,0054 0,0076 0,0095 0,0112 0,0125 0,0143 0,0149
0,7 0,026 0,0000 0,0049 0,0092 0,0131 0,0164 0,0193 0,0216 0,0247 0,0257
0,6 0,036 0,0000 0,0068 0,0129 0,0185 0,0232 0,0272 0,0304 0,0347 0,0361
0,5 0,045 0,0024 0,0100 0,0171 0,0238 0,0294 0,0345 0,0384 0,0438 0,0454
0,4 0,052 0,0077 0,0146 0,0217 0,0285 0,0344 0,0401 0,0444 0,0506 0,0524
0,3 0,057 0,0131 0,0196 0,0266 0,0330 0,0386 0,0437 0,0480 0,0545 0,1
0,2 0,057 0,0161 0,0220 0,0287 0,0349 0,0403 0,0450 0,0490 0,0549 0,1

3. Menghitung distribusi pitch


Distribusi pitch propeller pada setiap r/R, dapat dilihat pada tabel
berikut :

Pitch Distribution of B-4 Propeller


r/R Konstanta (%D) Ordinat
0,200 82,200 0,296
0,300 88,700 0,319
0,400 95,000 0,342
0,500 99,200 0,357
0,600 100,000 0,360
0,700 100,000 0,360
0,800 100,000 0,360
0,900 100,000 0,360

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 57


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 58


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

BAB III
SHAFTING

Laporan tugas gambar stern tube merupakan tugas gambar yang berisikan
perencanaan konstruksi dari stern tube, type jenis pelumasan dan bagian-bagian
yang terdapat dalam stern tube.
3.1 Tujuan
Untuk mengetahui penggambaran secara global tentang konstruksi
dari stren tube dan bagian-bagian yang terdapat dalam stern tube tersebut ,
serta sebagai pedoman pada saat reparasi .

3.2 Unit dan Simbol


• T = Torsi
• Fc = Factor koreksi daya
• Pd = Daya perencanaan
• Ds = Diameter poros
• τ = Tegangan
• Lb = Panjang boss propeller
• Ln = Panjang Lubang dalam boss propeller
• s = Selubung poros
• x = kemiringan
• Da = Diameter terkecil ujung konis
• dn = Diameter luar pengikat boss
• d = diameter luar ulir
• Do = Diameter luar mur
• Mt = Momen torsi
• L = panjang
• B = Lebar
• t = tebal
• R = radius ujung pasak
• t1 = kedalaman alur pasak
• Dba = Diameter boss propeller pada bagian belakang
• Dbf = Diameter boss propeller pada bagian depan
• Db = Diameter boss propeller
• Lb = Panjang boss propeller

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 59


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

• LD = Panjang bantalan duduk dari propeller


• tR = Tebal daun baling – baling
• tB = Tebal poros boss propeller
• rF = Jari – jari dari blade face
• rB = Jari – jari dari blade back

3.3 Langkah Perhitungan


3.3.1 Perencanaan diameter poros propeller
Ds = [(5.1/Ta) x KT x Cb x T]1/3

Dimana,
Ds = Diameter Poros Propeller (mm)

τa = Tegangan Geser Yang Diijinkan (Kg/mm²)

Kt = Faktor Konsentrasi Tegangan

Cb = Faktor Beban Lentur

T = Momen Puntir Rencana (Kg.mm)

1. Menghitung daya perencanaan


Factor Koreksi Daya :
fc = 1.2 – 2.0 (Daya maksimum)

fc = 0.8 – 1.2 (Daya rata-rata)

fc = 1.0 – 1.5 (Daya normal)

Maka Daya Perencanaan :


Pd = fc x SHP

Dimana,
Fc = Faktor Koreksi

P = Daya pada poros (SHP) Dalam Kw

2. Menghitung Kebutuhan Torsi


T = 9.74 x 105 x (Pd/N)

Dimana,
T = Momen Puntir Rencana (Kg.mm)

N = Putaran Poros (rpm)

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 60


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Pd = Daya Perencanaan (Kw)

3. Menghitung Tegangan Yang Diijinkan


τa = σb/(sf1xsf2)

Dimana,
σb = 58 (Kg/mm²)

(Dari material S 45 C)

Sf1 = Untuk material baja karbon

=6

Sf2 = 1,3 – 3

= Diambil 2,3

4. Menghitung Diameter Poros


a. Faktor Konsentrasi Tegangan (Kt)
• Beban halus =1
• Sedikit tumbukan = 1 – 1,5
• Tumbukan = 1,5 – 3

b. Faktor Beban Lentur (Cb)


• Tidak mengalami lenturan = 1
• Mengalami lenturan = 1,2 – 2,3

c. Ds = [(5.1/Ta) x KT x Cb x T]1/3
• Syarat

τ < τa
(Ir. Sularso, MSME DASAR PEMILIHAN DAN PERENCANAAN
ELEMEN MESIN)

• Tegangan yang bekerja pada poros


τ= 5.1 x T / (Ds3) (Kg/mm²)

5. Pemeriksaan Persyaratan (koreksi)


Persyaratan diameter poros menurut BKI adalah sebagai berikut :
Berdasarkan ABS Rules 2006 Part # Section 2 hal 200. The
minimum diameter of propulsiom shafting to be determined by the
following equation :

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 61


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

𝐻 𝐶
Ds’ ≥ 100 x k x √ ( 1 )
𝑅 𝑈+𝐶 2

Dimana :

D = required solid shaft diameter, except hollow shaft; mm (mm, in)


H = power at rated speed; kW (PS, hp) (1 PS = 735W; 1 hp = 746W)
K = shaft design factor, see 4-3-2/Table 1 or 4-3-2/Table 2
R = rated speed rpm
U = minimum specified ultimate tensile strength of shaft material (regardless of
the actual minimum specified tensile strength of the material, the
value of U
used in these calculations is not to exceed that indicated in 4-3-
2/Table 3;

3.3.2 Perencanaan perlengkapan propeller


1. Boss Propeller
a. Diameter boss propeller
Db = 0,167 x Dprop

tr = 0,045 x Dprop

b. Diameter boss propeller terkecil (Dba)


Dba = 0,85 – 0,9

= Diambil 0,9

Dba = 0,9 x Db

c. Diameter boss propeller terbesar (Dbf)


Dbf = 1,05 ~ 1,1

= Diambil 1,1

Dbf = 1,1 x Db

d. Panjang boss propeller (Lb)


Lb = 1,8 ~ 2,4

= Diambil 2,4

Lb = 2,4 x Ds

e. Panjang lubang dalam boss propeller


• Ln/Lb = 0,3

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 62


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Ln = 0,3 x Lb

• tb/tr = 0,75
tb = 0,75 x tr

• rf/tr = 0,75
rf = 0,75 x tr

• rb/tr =1
rb = 1 x tr

2. Selubung poros
S ≥ 0,003 Ds + 7,5

3. Bentuk ujung poros propeller


a. Panjang kronis
Panjang kronis atau Lb berkisar 1,8 – 2,4 diameter poros

Diambil Lb = 2,4 x Ds

b. Kemiringan kronis
Biro Klasifikasi Indonesia menyarankan harga kemiringan kronis
berkisar 1/10 – 1/15

Diambil sebesar 1/12


1/12 = x/Lb

x = 1/12 x Lb

c. Diameter terkecil ujung kronis


Da = Ds – 2x

d. Diameter luar pengikat boss


Biro Klasifikasi Indonesia menyarankan harga diameter luar
pengikat boss atau Du tidak boleh kurang dari 60% diameter poros
dn = 60% x Ds

4. Mur pengikat propeller


a. Diameter luar ulir (d)
Menurut BKI Vol. III, diameter luar ulir (d) ≥ diameter kronis yang
besar :
d ≥ 0,6 x Ds

b. Diameter inti
di = 0,8 x d

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 63


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

c. Diameter luar mur


Do =2xd

d. Tebal/tinggi mur
Dari sularso untuk standar tebal mur adalah 0,8 – 1 diameter luar
ulir, diambil 0,8. Sehingga :
H = 0,9 x d

tebal flens = 0,2 x diameter mur

diameter = 1,5 x diameter mur

5. Perencanaa pasak propeller


a. Momen torsi pada pasak
Momen torsi (Mt) yang terjadi pada pasak yang direncanakan
adalah sebagai berikut :
DHPx75 x60
Mt = kg .m
2 xxN
Dimana,
Mt = Momen torsi (Kg.m)

DHP = Delivery Horse power (HP)

N = Kecepatan putar propeller (rpm)

• Panjang pasak (L) antar 0,75 – 1,5 dari buku DP dan PEM hal.
27, daimbil 1,5

• Lebar pasak (B) antara 25% - 30% dari diameter poros


menurut buku DP dan PEM hal. 27, diambil 27,5%

• Tebal pasak (t)


t = 1/6 x Ds

• Radius ujung pasak (R)


R = 0,125 x Ds

Bila momen rencana T ditekankan pada satu diameter poros


(Ds) maka gaya sentrifugal (F) yang terjadi pada permukaan
poros adalah :

 Pd 
T = 9, 74 105   
 N 

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 64


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Sedangkan tegangan gesek yang diijinkan (τka) untuk


pemkaian umum pada poros diperoleh dengan membagi
kekuatan tarik (σb) dengan faktor keamanan (Sf1 x Sf2) sedang
harga untuk Sf umumnya telah ditentukan :
Sf1 = umumnya diambil 6 (material baja)

Sf2 = 1 – 1,5 jika beban dikenakan secara tiba-tiba

= 1,5 – 3 jika beban dikenakan tumbukan ringan

= 3 – 5 jika beban dikenakan secara tiba-tiba dan


tumbukan berat

• Kedalaman alur pasak pada poros (t1)


t1 = 0,5 x t

• Jari-jari pasak
r5 = 5 mm

r4 > r3 > r2 > r1

r4 = 6 mm

r3 = 5 mm

r2 = 4 mm

r1 = 3 mm

r6 = 0,5 x B

6. Kopling
Ukuran kopling
• Panjang tirus (BKI) untuk kopling :
I = (1,25 – 1,5) x Ds

• Kemiringan tirus :
Untuk konis kopling tidak perlu terlalu panjang maka
direncanakan nilai terendahnya untuk menghitung kemiringan :
x = 1/10 x I

• Diameter terkecil ujung tirus :


Da = Ds – 2x

• Diameter lingkaran baut yang direncanakan


Db = 2,6 x Ds

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 65


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

• Diameter luar kopling


Dout = (3 – 5,8) x Ds

• Ketebalan flange kopling


Berdasarkan BKI Vol. III section 4
Pw  Cw
Sfl = 370 
n D

• Panjang kopling
L = (2.5~5.5)Ds x 0.5 diambil 5

• Baut pengikat flens kopling


Berdasarkan BKI 2005 Vol. III section 4D 4.2
Pw 10 6
Df = 16 x
n  D  z  Rm
Dimana,
Pw = SHP (kW)

D = Diameter lingkaran baut yang direncanakan

Rm = Kekuatan tarik material (N/mm²)

n = Putaran poros (putaran propeller dalam rpm)

Z = Jumlah baut (8) buah

• Mur pengikat flens kopling


a. Diameter luar mur
Do = 2 x diameter luar ulir (d)

b. Tinggi mur
H = (0,8 ~ 1) x d

7. Mur pengikat kopling


Direncanakan dimensi mur pengikat kopling sama dengan dimensi
mur pengikat propeller yaitu :
a. Menurut BKI “78 Vol. III, diameter luar ulir (d) ≥ diameter konis
yang besar :
d ≥ 0,6 x Ds

b. Diameter inti

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 66


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Dari sularso untuk diameter luar ulir > 3 mm maka diameter inti
adalah :
di = 0,8 x d

c. Diameter luar mur


Do =2xd

d. Tebal/tinggi mur
Dari sularso untuk ukuran standar tebal mur adalah (0,8 ~ 1)
diameter luar ulir, sehingga :
H = 0,8 x d

Untuk menambah kekuatan mur guna beabn aksial direncanakan


jenis mur yang digunakan menggunakan flens pada salah satu
ujungnya dengan dimensi sbb :
tebal flens = 0,2 x diameter mur

diameter = 1,2 x daimeter mur

8. Kopling poros antara


Dв = ds + 5dь

Dв = dв + 3dь

a. Momen torsi

b. Jumlah gaya yang bekerja pada seluruh baut

c. Gaya yang bekerja pada seluruh baut

d. Tegangan geser yang bekerja pada sebuah buat


τsb = Fb/As

e. Tegangan kompresi yang bekerja pada sebuah baut

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 67


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

f. Tegangan yang diijinkan


τа = σb / sf1 x sf2

faktor keamanan
• Sf1 =6

• Sf2 = 1,3 – 3

9. Perencanaan pasak kopling


a. Tegangan geser yang diijinkan (τka)

b. Gaya tangensial permukaan poros (F)


F = T/(0,5 x Ds)

Sedangkan,
 Pd 
T = 9, 74 105   
 N 

Dimana,
Pd = daya perencanaan

N = putaran propeller

c. Lebar pasak
B = (0,25~0,35) x Ds

d. Tegangan geser yang bekerja (τk)


τk = F/(B x L)

Syarat pasak (0,75 – 1,5) x Ds , dalam perhitungan ini diambil nilai


0,75 :
L = 0,75 x Ds

e. Tebal pasak (t)

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 68


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

t = 1/6 x Ds

f. Radius ujung pasak (R)


R = 0,125 x Ds

g. Penampang pasak
A =Bxt

h. Kedalaman alur pasak pada poros (t1)


t1 = 50% x t

i. Kedalaman alur pasak pada naf (t2)


t2 = t – t1

Di samping perhitungan di atas, juga diperlukan perhitungan untuk


menghindari dari kerusakan permukaan samping pasak yang
disebabkan oleh tekanan bidang.
Dalam hal ini tekanan permukaan P (kg/mm2) , adalah :
P = F/L x t

Harga tekanan permukaan untuk poros dengan diameter yang besar


(> 100 mm) adalah,Pa = 10 kg/mm2. Karena harga P< Pa, maka
dengan dimensi tersebut telah memenuhi persyaratan.

3.4 Detail Perhitungan


3.4.1 Perencanaa diameter poros propeller
Ds = [(5.1/τa) x Kt x Cb x T]1/3

1. Menghitung daya perencanaan


SHP = 2623,95 kW

Faktor koreksi daya :


fc = 1 – 1,5 (daya normal)

= diambil 1,5

Maka daya perencanaa :


Pd = fc x SHP

= 1,5 x 2623,95

= 3935,92 kW

2. Menghitung kebutuhan torsi

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 69


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

dimana N adalah putaran propeller, dalam perencanaan ini putaran


propeller didapatkan sebesar = 235 rpm
T = 9,74 x 105 x (Pd/N)

= 9,74 x 105 x (3935,92/235)

= 16313152,93 Kg.mm

= 1,6 x 10⁷ Kg.mm

3. Menghitung tegangan yang diijinkan


τa = σb/(sf1xsf2)

Dimana material poros yang digunakan dalam hal ini adalah S 45 C,


dengan memiliki harga:
S 45 C,σb = 58 Kg/mm²

= 580 N/mm²

Sf1 = Untuk material baja karbon

=6

Sf2 = 1,3 – 3

= Diambil 2,3

Sehingga,
τa = 58/(6x2,3)

= 4,20 Kg/mm²

Kt = untuk beban kejutan/tumbukan, nilainya 1,5 – 3, diambil 1,5

Cb = diperkirakan adanya beban lentur, nilainya 1,2 – 2,3, diambil 2

4. Menghitung dimensi poros


a. Fakor konsentrasi tegangan
• Diambil = 1,5

b. Faktor beban lentur


• Diambil = 2

c. Dimensi poros
Ds = [(5,1/τa) x Kt x Cb x T]1/3

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 70


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

= [(5,1/4,20) x 1,5 x 2 x 1,6 . 10⁷]1/3

= 390,15 ~ 390 mm

• Syarat
τ < τa
(Ir. Sularso, MSME DASAR PEMILIHAN DAN PERENCANAAN
ELEMEN MESIN)

• Tegangan yang bekerja pada poros


τ = 5,1 x T / (Ds3) (Kg/mm²)

= (5,1 x 1,6 . 107) / 390

= 1,40 Kg/mm2

5. Pemeriksa persyaratan (koreksi)


Persyaratan Diameter poros menurut BKI adalah sebagai berikut :
Berdasarkan BKI vol. III section 4 . C.2 tentang sistem dan
diameter poros adalah :
𝐻 1 𝐶
Ds’ ≥ 100 x k x √ 𝑅 (𝑈+𝐶 ) ,mm
2

Maka :

2623,95 560
Ds’ = 100 x 1,26 x √ (800+160)
235

Ds’ = 235,30 ~ 235 mm

Dimana :
D = required solid shaft diameter, except hollow shaft; mm (mm, in)
H = power at rated speed; kW (PS, hp) (1 PS = 735W; 1 hp =
746W)
K = shaft design factor, see 4-3-2/Table 1 or 4-3-2/Table 2
R = rated speed rpm
U = minimum specified ultimate tensile strength of shaft material (regardless of
the actual minimum specified tensile strength of the material, the
value of U
used in these calculations is not to exceed that indicated in 4-3-
2/Table 3;
H = 2623,95 KW
K= 1,26 ABS Rules 2006 Part 4 Chapter 3 Section, 2 4-3-2/Table 2
R= 235 RPM
U= 800 ABS Rules 2006 Part 4 Chapter 3 Section 2, 4-3-2/Table 3

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 71


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

c1 = 560
ABS Rules 2006 Part 4 Chapter 3 Section 2, 4-3-2 hal 201
c2 = 160

Sehingga dari persyaratan menurut ABS harga Ds berdasarkan


perhitungan telah memenuhi syarat :
Ds > Ds’

390 mm > 235 mm

Pemilihan diameter direncanakan antara range batas minimum dari


peraturan ABS dan batasan maksimum hasil perhitungan , dengan
demikian maka diameter poros berada pada range tersebut. Dengan
mempertimbangkan besarnya diameter propeller sebesar 3,36 m maka
diambil besar Ds = 390 mm.

3.4.2 Perencanaan perlengkapan propeller

Keterangan Gambar :
Dba = Diameter boss propeller pada bagian belakang ( m )

Dbf = Diameter boss propeller pada bagian depan ( m )

Db = Diameter boss propeller ( m ) = ( Dba + Dbf )/2

Lb = Panjang boss propeller ( m )

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 72


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

LD = Panjang bantalan duduk dari propeller ( m )

tR = Tebal daun baling – baling ( cm )

tB = Tebal poros boss propeller ( cm )

rF = Jari – jari dari blade face ( m )

rB = Jari – jari dari blade back ( m )

1. Boss propeller
a. Diameter boss propeller
• Db = 0,167 x Dprop

= 0,167 x 3250

= 543,38 mm

• tr = 0,045 x Dprop

= 0,045 x 32500

= 151,32 mm
(Van Lammern, “Resistance, Propulsion and steering of ship”)

b. Diameter boss propeller terkecil


Dba/Db = 0,85 – 0,9. Diambil 0,9

Dba = 0,9 x Db

= 0,9 x 543,38

= 518,93 mm
(T. O’brien , “The Design Of Marine Screw Propeller”)

c. Diameter boss propeller terbesar (Dbf)


Dbf/Db = 1,05 – 1,1. Diambil 1,1

Dbf = 1,1 x Db

= 1,1 x 543,38

= 598 mm
(T. O’brien , “The Design Of Marine Screw Propeller”)

d. Panjang boss propeller (Lb)

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 73


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Lb/Ds = 1,8 – 2,4. Diambil 2,4

Lb = 2,4 x Ds

= 2,4 x 390

= 936 mm
(T. O’brien , “The Design Of
Marine Screw Propeller”)

e. Panjang lubang dalam boss


propeller

• Ln/Lb = 0,3

Ln = 0,3 x Lb

= 0,3 x 936

= 281 mm

• tb/tr = 0,75

tb = 0,75 x tr

= 0,75 x 146,42

= 110 mm

• rf/tr = 0,75

rf = 0,75 x tr

= 0,75 x 146,42

= 110 mm

• rb/tr =1

rb = 1 x tr

= 1 x 146,42

= 146,42 mm
(T. O’brien , “The Design Of Marine Screw Propeller”)

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 74


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

2. Selubung poros
Sleeve atau selubung poros merupakan selongsong yang digunakan
sebagai bantalan penumpu bearing untuk mengurangi gesekan bearing
dengan poros juga sebagai seal untuk mencegah kebocoran minyak
pelumas (jika digunakan pelumasan minyak) atau sebagai pencegah
korosi akibat air laut jika digunakan pelumasan air. Ketebalan sleeve
ditentukan sebagai berikut :
S ≥ 0.03 x Ds + 7.5

S ≥ 0.03 x 390 + 7.5

S ≥ 12,45 mm

Maka tebal sleeve yang direncanakan adalah 13 mm

3. Bentuk ujung poros propeller


a. Panjang konis
Panjang Konis atau Lb berkisar antara 1.8 sampai 2.4 diameter
Poros

Diambil, Lb = 2,1 x Ds

= 2,4 x 390

= 819 mm

b. Kemiringan konis
Biro Klasifikasi Indonesia menyarankan harga kemiringan konis
berkisar antara 1/10 sampai 1/15. Diambil sebesar 1/12.
1/12 = x/Lb

x = 1/10 x 819

x = 68 mm
(BKI, Volume 3, 2006)

c. Diameter terkecil ujung konis


Da = Ds – 2x

= 390 – (2 x 68)

= 253,5 ~ 254 mm
(T. O’brien , “The Design Of Marine Screw Propeller”)

d. Diameter luar pengikat boss


Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 75
Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Biro Klasifikasi Indonesia menyarankan harga diameter luar


pengikat boss atau Du tidak boleh kurang dari 60 % diameter
poros.
dn = 60% x Ds

= 0,6 x 390

= 234 mm
(BKI, Volume 3,
2006)

4. Mur pengikat propeller


a. Diameter luar ulir (d)
Menurut BKI Vol. III,
diameter luar ulir (d) ≥
diameter konis yang
besar :
d ≥ 0,6 x Ds

d ≥ 0,6 x 370

d ≥ 234 mm

Dalam hal ini d diambil 234 mm

b. Diameter inti
Dari sularso untuk diameter luar ulir >3 mm maka diameter inti
adalah :
Di = 0,8 x d

= 0,8 x 234

= 187 mm

c. Diameter luar mur


Do =2xd

= 2x 234

= 468 mm

d. Tebal/tinggi mur
Dari sularso untuk ukuran standar tebal mur adalah 0,8~1 diameter
luar ulir, diambil 0,9 sehingga:
H = 0,9 x d
Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 76
Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

= 0,9 x 234

= 211 mm

Untuk menambah kekuatan mur guna menahan beban aksial


direncanakan jenis mur yang digunakan mengguanakan flens pada
salah satu ujungnya dengan dimensi sbb. :
tebal flens = 0,2 x diameter mur

= 0,2 x 211

= 42,2 mm

diameter = 1,5x diameter mur

= 1,5x 211

= 316,5 mm

5. Perencanaan pasak propeller


Dasar perancanaan pasak diambil dari buku Dasar Perencanaan dan
Pemilihan Elemen Mesin Ir. Soelarso Ms.Me. Dalam menentukan
dimensi dan spesifikasi pasak propeller yang diperlukan, berikut ini
urutan perhitungannya:
a. Momen torsi pada pasak
Momen torsi (Mt) yang terjadi pada pasak yang direncanakan
adalah sebagai berikut :

DHPx75 x60
Mt = kg .m
2 xxN

Dimana,
Mt = momen torsi (Kg.m)

DHP = delivery horse power (kW)

N = putaran poros atau putaran propeller (rpm)

Sehingga,

2223 ×75 ×60


Mt = 2 ×3,14 ×235

Mt = 6777 Kg.m

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 77


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Parameter yang dibutuhkan.


• Panjang pasak (L) antara 0,75–1,5 Ds dari buku DP dan PEM
hal. 27 diambil 1.5
L = 1,5 x Ds

= 1,5 x 390

= 585 mm

• Lebar pasak (B) antara 25 % - 30 % dari diameter poros


menurut buku DP dan PEM hal 27 (diambil 27,5 %)
B = 27,5% x Ds

= 27,5% x 370

= 107,3 ~ 107 mm

• Tebal pasak
t = 1/6 x Ds

= 1/6 x 390

= 65 mm

• Radius ujung pasak (R)


R = 0,125 x Ds

= 0,125 x 390

= 48,8 mm

Bila momen rencana T


ditekankan pada suatu
diameter poros (Ds), maka
gaya sentrifugal (F) yang
terjadi pada permukaan
poros adalah :
➢T = 9,74 x 105 x Pd / n

= 9,74 x 105 x (3935,92/235)

= 1,6 x 107 Kg.mm

➢ F = T / 0,5 x Ds

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 78


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

= 1,6 x 107 / (0,5 x 390)

= 83657,19 Kgmm2

Sedangkan tegangan gesek yang diijinkan (τka) untuk


pemakaian umum pada poros diperoleh dengan membagi
kekuatan tarik σb dengan faktor keamanan (Sf1 x Sf2),
sedang harga untuk Sf umumnya telah ditentukan :
Sf1 = umumnya diambil 6 (material baja)

Sf2 = 1,0 – 1,5 , jika beban dikenakan secara tiba-tiba

= 1,5 – 3,0 , jika beban dikenakan tumbukan ringan

= 3,0 – 5,0 , jika beban dikenakan secara tiba-tiba


dan tumbukan berat

Karena beban pada propeller itu dikenakan secara tiba-tiba,

maka diambil harga Sf2 = 1,5. Bahan pasak digunakan S 45


C dengan harga σb = 58 kg/mm2. Sehingga :
58
τka = 6 x1,5

= 6,44 Kg/mm2

Sedangkan tegangan gesek yang terjadi pada pasak adalah :

83657,19
τk = 107,3 ×585

= 1,33 Kg/mm2

karena τk < τka maka pasak dengan diameter tersebut


memenuhi persyaratan bahan.

➢ Kedalaman alur pasak pada poros (t1)


t1 = 0,5 x t

= 0,5 x 65

= 33 mm

➢ Jari-jari pasak
r5 = 5 mm

r4 > r3 > r2 > r1


Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 79
Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

r
4 = 6
mm

r3 = 5 mm

r2 = 4 mm

r1 = 3 mm

r6 = 0,5 x B

= 53,63 ~ 54 mm

6. Kopling
Ukuran kopling
Kopling yang direncanakan diesesuaikan dengan kopling gear box
yang digunakan. Bahan material yang digunakan adalah SF 55 dengan
kekuatan tarik sebesar 60 kg/mm2. Berikut ini perencanaannya.Jumlah
Baut Kopling.

Jumlah baut kopling direncanakan = 8 buah baut


• Panjang tirus (BKI) untuk kopling :
I = (1,25 – 1,5) x Ds

Diambil,
I = 1,5 x Ds

= 1,5 x 390

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 80


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

= 585 mm

• Kemiringan tirus :
Untuk konis kopling yang tidak terlalu panjang maka direncanakan
nilai terendahnya untuk menghitung kemiringan :
x = 1/10 x I

x = 1/10 x 585

x = 58,5 mm

• Diameter terkecil ujung tirus :


Da = Ds – 2 x

Da = 390 – 2 . 58,5

Da = 273 mm

• Diameter lingkaran baut yang direncakan


Db = 2,6 x Ds

Db = 2,6 x 390

Db = 1014 mm

• Diameter luar kopling


Dout = (3 – 5,8) x Ds

Diambil,
Dout = 3 x Ds

Dout = 3 x 390

Dout = 1170 mm

• Ketebalan flange kopling


Berdasarkan BKI Vol. III section 4
Pw  Cw
Sfl = 370 
n D
3935,92 ×0,77
= 370 x√ 235 ×1170

= 38,82 ~ 39 mm

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 81


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Harga minimum diambil 39 mm

• Panjang kopling
L = (2,5 s/d 5,5) x Ds x 0,5 diambil 5

L = 5 x 390 x 0.5

L = 975 mm

• Baut pengikat flens kopling


Berdasarkan BKI 2005 Volume III section 4D 4.2

Df = 16 x
Pw  10 6
Dimana, n  D  z  Rm

Pw = 2623,95 kW

N = 235 rpm

Z = 8 buah baut

Rm = 568,4 N/m2

Sehingga, Pw  10 6
Df = 16 x n  D  z  Rm

2623,95 ×10^6
= 16 x √235 ×1014 ×8 ×568,4

= 24,90 ~ 25 mm

• Mur pengikat flens kopling


a. Diameter luar mur
D0 = 2 xdiameter luar ulir (df)

D0 = 2 x 25

D0 = 50 mm

b. Tinggi mur
H = (0,8~1) x df

H = 0,8 x 25

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 82


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

H = 20 ~ 20 mm

7. Mur pengikat kopling


Direncanakan dimensi mur pengikat kopling sama dengan dimensi
mur pengikat propeller yaitu :
a. Menurut BKI “78 Vol. III, diameter luar ulir (d) ≥ diameter konis
yang besar :
d ≥ 0,6 x Ds

d ≥ 0,6 x 390

d ≥ 234 mm

diambil 234 mm

b. Diameter inti
Dari sularso untuk diameter luar ulir > 3 mm maka diameter inti
adalah :
di = 0,8 x d

di = 0,8 x 234

di = 187,2 mm

c. Diameter luar mur


Do = 2 x d

Do = 2 x 234

Do = 468 mm

d. Tebal/tinggi mur
Dari sularso untuk ukuran standar
tebal mur adalah (0,8~1) diameter luar
ulir, sehingga:
H = 0,8 x d

H = 0,8 x 234

H = 187,2 mm

Untuk menambah kekuatan mur guna menahan beban aksial


direncanakan jenis mur yang digunakan mengguanakan flens pada
salah satu ujungnya dengan dimensi sbb. :
tebal flens = 0,2 x diameter mur
Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 83
Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

= 0,2 x 234

= 46,8 mm

diameter = 1,2 x diameter mur

= 1,2 x 234

= 280,8 mm

8. Kopling poros antara


Kopling flens
• Putaran kerja = 235 rpm

• Diameter poros (Ds) = 390 mm

• Diameter baut = 25 mm

• Bahan baja S45 C dengan σb = 58 Kg/mm2

• kwalitas pembuatan biasa

• perkiraan awal jumlah baut yang memenuhi adalah 8 buah


dB = Ds + 5 Db

= 390 + 5 x 25

= 515 mm

DB = dB + 3 Db

= 515 + 3 x 25

= 590 mm

a. Momen torsi
T = 9,74 x 10⁵ x Pd/n

= 9,74 x 10⁵ x 2623,95 /235

= 1,63 x 107 Kg/mm2

b. Jumlah gaya yang bekerja pada seluruh baut


F = 2 x T / Ds

= (2 x 1,63 . 107)/480
Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 84
Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

= 83657,19 Kg

c. Gaya yang bekerja pada sebuah baut

= (1,1 x 105)/8

= 0,14 x 105 Kg

d. Tegangan geser yang bekerja pada sebuah baut


τsb = Fb / As

= Fb / ( ¼ π db2 )

= 0.14 x 105 / ( ¼ π 252 )

= 28,5 kg/mm2

e. Tegangan kompresi yang bekerja pada sebuah baut


τcb = Fb / Ac

= Fb / ( t x db )

= 0.14 x 105 / ( 65 x 25 )

= 8,62 kg/mm2

f. Tegangan yang diijinkan


τa = σb / sf1 x sf2

Faktor keamanan
➢ sf1 = 6

➢ sf2 = 1,3 – 3

Bahan yang digunakan adalah S45 C dengan σb = 58 Kg/mm2


Faktor keamanan
➢ sf1 = 6

➢ sf2 = 1,3 - 3

Diambil sf2 = 1.5

Sehingga, Tegangan geser yang diijinkan (τA) :

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 85


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

τa = 58 / (6 x 1,5)

= 6,4 Kg/mm2

Karena τsb dan τcb < τa , maka kopling tersebut harus


memenuhi persyaratan dan desain perhitungan tersebut dapat
diterapkan.

9. Perencanaan pasak kopling


a. Bahan pasak yang digunakan adalah S 45 C dengan spesifikasi
sebagai berikut :
σb = 58 Kg/mm

Sfk1 =6

Sfk2 = 1,5

b. Tegangan geser yang diijinkan (τka)


τka = σb/(sfk1 x sfk2)

= 58 / (6 x 1,5)

= 6,44 Kg/mm2

c. Gaya tangensial permukaan poros (F)


F = T/(0,5 x Ds)

Dimana, Ds = 390 mm

 Pd 
T = 9, 74 105   
 N 
Dimana,
Pd = daya perencanaan

= 2623,95 kW

N = putaran propeller

= 235 RPM

Sehingga,
T = 9.74 105 x (2623,95 / 235)

= 1,63 x 107 Kg.mm

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 86


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

F = T/ ( 0.5 x Ds)

= 1,63 . 107 / ( 0,5 x 390 )

= 83589,744 kg

d. Lebar pasak
B = (0,25 – 0,35 ) x Ds , diambil nilai 0,25 x Ds sehingga :

= 0,25 x 390

= 97,5 ~ 98 mm

e. Tegangan geser yang bekerja (τk)


τk = F / ( B x L)

Syarat pasak (0,75 – 1,5) x Ds ,


L ≥ F / ( B x τka)

≥ 133,14 mm

dalam perhitungan ini diambil nilai :


L = 0,75 x Ds

L = 0,75 x 390

L = 292,5 ~ 293 mm

f. Tebal pasak
t = 1/6 x Ds

t = 1/6 x 390

t = 65 mm

g. Radius ujung pasak


R = 0,125 x Ds

R = 0,125 x 390

R = 49 mm

h. Penampang pasak
A= B x t

A= 97,5 x 65
Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 87
Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

A= 6337,5 mm2

i. Kedalaman alur pasak pada poros


t1 = 50 % x t

t1 = 50 % x 65

t1 = 32,5 ~ 33mm

j. Kedalaman alur pasak pada naf


t2 = t – t1

t2 = 65 – 32,5

t2 = 32,5 mm ~ 33 mm

Di samping perhitungan di atas, juga diperlukan perhitungan untuk


menghindari dari kerusakan permukaan samping pasak yang
disebabkan oleh tekanan bidang.
Dalam hal ini tekanan permukaan P (kg/mm2) , adalah :
P =F/(Lxt)

= 83657,19 / ( 293 x 65 )

= 4,40 kg / mm2

Harga tekanan permukaan untuk poros dengan diameter yang besar


(> 100 mm) adalah Pa = 10 kg/mm2. Karena harga P < Pa, maka
dengan dimensi tersebut telah memenuhi persyaratan.

3.5 Perencanaan Stern Tube


Stern tube merupakan tabung poros yang digunakan sebagai media
pelumasan poros propeller dengan bearing juga dapat berfungsi sebagai
penyekat jika terjadi kebocoran. Pada perencanaan ini, sebagai pelumas
poros digunakan minyak. Perencanaan stern tube adalah sebagai berikut :

3.5.1 Langkah perhitungan


1. Jenis pelumas
Jenis pelumasan poros propeller kapal ini direncanakan menggunakan
sistem air laut.

2. Panjang stern tube


Panjang stern tube disesuaikan dengan jarak antara stern post dengan

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 88


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

Sekat belakang kamar mesin dalam hal ini diperoleh berdasarkan jarak
gading.

3. Perencanaan bantalan
Berdasarkan dari BKI vol. III Sec. IV.

• Bahan bantalan yang digunakan adalah Lignum Vitae

• Panjang bantalan belakang = 2 x Ds

• Panjang bantalan depan = 0.8 x Ds

• Tebal bantalan
Menurut BKI III 1988 tebal bantalan efektif adalah sebagai
berikut:
  Ds  
B =     3,175 
  30  
• Jarak maksimum yang diijinkan antara bantalan
lmax = k1 x (Ds1/2)

Dimana , k1 = 280 – 350 (untuk pelumasan dengan air laut)

= (diambil 300)

• Rumah bantalan
a. Bahan Bushing Bearing yang digunakan adalah : manganese
bronze

b. Tebal bushing bearing


tb = 0,18 x Ds

4. Tebal stern tube


  Ds   25.4  
t =    +  3 
  20   4  

b = 1,6 x t

5. Stern post
Berdasarkan BKI vol. III tahun 1988 hal 96.
Tinggi buritan berbentuk segiempat untuk panjang kapal L ≤ 103 m,
maka :
a. Lebar = (1,4 x L) + 90

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 89


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

b. Tebal = (1,6 x L) + 1,5

6. Perencanaan guard
Perencanaan gambar untuk guard adalah sebagai berikut :
a. Panjang guard = 190 mm

b. Tebal guard = 20 mm

3.5.2 Detail perhitungan


1. Panjang stern tube
Panjang tabung poros propeller = 4 x jarak gading

= 4 x 600

= 2400 mm

2. Perencanaan bantalan
Berdasarkan dari BKI 1988 vol. III Sec. IV.
• Bahan bantalan yang digunakan adalah Lignum Vitae

• Panjang bantalan belakang = 2 x Ds

= 2 x 390

= 780 mm

• Panjang bantalan depan = 0.8 x Ds

= 0.8 x 390

= 312 mm

• Tebal bantalan
Menurut BKI III 1988 tebal bantalan efektif adalah sebagai
berikut :
  Ds  
B =   30   3,175 
  
390
= (( 30 ) × 3,175)

= 41,275 ~ 41 mm

• Jarak maksimum yang diijinakan antara bantalan

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 90


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

lmax = k1 x (Ds1/2)

Dimana , k1 = 280 - 350 (untuk pelumasan dengan air laut)

= diambil 320

lmax = k1 x (Ds1/2)

= 320 x (3901/2)

= 6319,49 ~ 6300
mm

• Rumah bantalan
a. Bahan Bushing Bearing
yang digunakan adalah : manganese bronze

b. Tebal Bushing Bearing ( tb )


tb = 0,18 x Ds

= 0.18 x 390

= 70 mm

3. Tebal stern tube


  Ds   25.4  
t =    +  3 
  20   4  

390 25,4
= (( 20 ) + (3 × )
4

= 38,55 mm ~ 39 mm

b = 1,6 x t

= 1,6 x 39

= 62,4 mm

4. Stern post
Berdasarkan BKI vol. III tahun 1988 hal 96.
Tinggi buritan berbentuk segi empat untuk panjang kapal L ≤ 103 m,
maka :
a. Lebar = (1,4 x L) + 90 (dimana L = 98,04 m)

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 91


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

= (1.4 x 85,7 ) + 90

= 227,256 mm ~ 230 mm

b. Tebal = (1,6 x L) + 15

= ( 1.6 x 98,04 ) + 1.5

= 171,84 ~ 172 mm

5. Perencanaan guard
Perencanaan gambar untuk guard adalah sebagai berikut :

Panjang guard = 190 mm

Tebal guard = 20 mm

6. Perencanaaan inlet pipe


Sistem sirkulasi minyak pelumas berdasarkan gaya gravitasi, saluran
inlet pipe pada stern tube dan outlet pipe direncanakan satu buah
dengan diameter luar pipa sebesar 30 mm.

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 92


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

BAB 1V
KESIMPULAN

1. Jenis dan type propeller yang digunakan harus disesuaikan dengan type
kapal, konfigurasi system transmisi dan jenis motor penggeraknya.

2. Hubungan antara hull ship dengan propeller type B4-40 harus diperhatikan
dalam pemilihan propeller, karena untuk mencapai kecepatan dinas maka
thrust yang dibutuhkan oleh kapal harus sama dengan thrust yang
dihasilkan propeller type B4-40

3. Semakin besar diameter propeller type B4-40 maka effisiensinya semakin


besar pula, kenaikan effisiensi dapat juga dikarenakan blade area ratio
yang bertambah besar.

4. Terdapat dua jenis system pelumasan poros propeller (stern tube), yaitu
pelumasan dengan minyak dan pelumasan dengan air laut. Pemilihan jenis
pelumasan disesuaikan dengan kebutuhan dan pertimbangan teknis.

5. Pada pelumasan minyak, digunakan seal sebagai penyekat agar tidak


terjadi kebocoran sedangkan pada system pelumasan air laut tidak
menggunakan seal tetapi menggunakan packaging yang dipasang pada
sekat belakang kamar mesin.

6. Diperlukan poros antara (intermediate shaft) untuk mempermudah


pemasangan/pelepasan dan perbaikan poros.

7. Konstruksi stern tube dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menahan


stern tube bearing agar tidak bergeser.

8. Material dari stern tube disesuaikan dengan pelumasannya. Pada


perencanaan kopling, diameter dan jumlah baut kopling harus sesuai
dengan diameter dan jumlah baut dari flens gearbox.

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 93


Marine Engineering
Aziz Rofii
Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya 0316030026

DAFTAR PUSTAKA

➢ Lewis, Edward V. 1988. Principles of Naval Architecture second revision,


volume II Resistance, Propulsion, and Vibration. Jersey City, NJ : The
Society of Marine Engineers.
➢ Basic Principles of Ship Propulsion
➢ J.Holtrop and G.G.J Mennen. An Approximate of Power Prediction
Method
➢ H. Schneekluth and V. Bertram .1998. Ship Design for Efficiency and
Economy. Oxford : Butterworth
➢ Engine selection guide: MaK Caterpillar
➢ Carlton, John. 2007. Marine Propeller and Propulsion. Oxford :
Butterworth
➢ Sularso. Suga, Kiyokatsu. 2002. Dasar Perencanaan dan Pemilihan
Elemen Mesin. Jakarta : PT. Pradya Paramita.
➢ T.P.O’Brien. 1969. The Design Of Marine Screw Propeller. London:
Hutchinson and co LTD

Laporan Propeller dan Stern Tube Arrangement | 94


Marine Engineering

Anda mungkin juga menyukai