Anda di halaman 1dari 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini, bumi kita banyak mengalami kemajuan dan perubahan yang berkesinambungan di
segala sektor kehidupan. Perkara-perkara baru yang belum dikenal oleh manusia sebelumnya
banyak bermunculan. Bahkan, sebelumnya perkara tersebut tidak pernah terbayang akan
menjadi sebuah keniscayaan, kini menjadi kenyataan yang tidak bisa dipungkiri lagi. Banyak
sekali orang atau para ilmuan yang melakukan ekperimen yang menjuru agar manusia lebih
maju. Salah satunya adalah mengkloning. Kloning (Klonasi) adalah teknik membuat keturunan
dengan kode genetik yang sama dengan induknya pada makhluk hidup tertentu baik berupa
tumbuhan, hewan, maupun manusia. Pada percobaan kloning ini ilmuan ada yang gagal dan ada
pula yang berhasil. Dengan mengkloning ini makhluk hidup termasuk manusia bisa digandakan.
Dalam makalah ini akan dibahas lebih banyak lagi tentang kloning

B. Rumusan Masalah
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kloning Tumbuhan

Nama lain dari kloning pada tumbuhan adalah kultur jaringan, yaitu suatu teknik untuk
mengisolasi sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian tersebut pada
nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik, sehingga
bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman
sempurna kembali.

Secara singkat kloning pada sel tumbuhan (baik dari akar, batang, dan daun) bisa
dilakukan dengan cara memotong organ tumbuhan yang diinginkan. Lalu kita mencari
eksplan, mengambil selnya dan memindahkan ke media berisi nutrisi agar cepat tumbuh.
Eksplan ini akan menggumpal menjadi gumpalan yang bernama kalus. Kalus adalah cikal
bakal akar, batang, dan daun. Kalus kemudian ditanam di media tanah dan akan menjadi
sebuah tanaman baru.

B. Sejarah Kloning Tumbuhan

Sejarah perkembangan teknik kultur jaringan dimulai pada tahun 1838 ketika Sehwann dan
Schleiden mengemukakan teori totipotensi yang menyatakan bahwa sel-sel bersifat otonom,
dan pada prinsipnya mampu beregerasi menjadi tanaman lengkap. Teori yang dikemukakan
ini merupakan dasar dari spekulasi. Haberlandt pada awal abad ke-20 yang menyatakan
bahwa jaringan tanaman dapat diisilasi dan dikultur dan berkembang menjadi tanaman
normal dengan melakukan manipulasi terhadap kondisi lingkungan dan nutrisinya.
Walaupun usaha Haberlandt menerapkan teknik kultur jaringan tanaman pada tahun 1902
mengalami kegagalan, namun antara tahun 1907. Harrison, Burrows, dan Carrel berhasil
mengkulturkan jaringan hewan dan manusia secara in vitro.

Keberhasilan aplikasi teknik kultur jaringan sebagai sarana perbanyakan tanaman secara
vegetatif pertama kali dilaporkan oleh White pada tahun 1934, yakni melalui kultur akar
tomat. Selanjutnya pada tahun 1939, Gautheret, Nobecourt, dan White berhasil
menumbuhkan kalus tembakau dan wortel secara in vitro. Setelah Perang Dunia II,
perkembangan teknik kultur jaringan sangat cepat, dan menghasilkan berbagai penelitian
yang memiliki arti penting bagi dunia pertanian, kehutanan, dan hortikultura yang telah
dipublikasikan.

Pada awalnya, perkembangan teknik kultur jaringan tanaman berada dibelakang teknik
kultur jaringan manusia. Hal itu disebabkan lembatnya penemuan hormon tanaman (zat
pengatur tumbuh). Ditemukannya auksin IAA pada tahun 1934 oleh Kogl dan Haagen-Smith
telah membuka peluang yang besar bagi kemajuan kultur jaringan tanaman.

Anda mungkin juga menyukai