Anda di halaman 1dari 10

A.

DEFINISI
Osteoartritis adalah penyakit peradangan sendi yang sering muncul pada usia
lanjut. Jarang dijumpai pada usia dibawah 40 tahun dan lebih sering dijumpai pada
usia diatas 60 tahun. Osteoartritis yang dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif
atau osteoartrosis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang
paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas).
(Smeltzer , C Suzanne, 2002 hal 1087)
Osteoartritis merupakan golongan rematik sebagai penyebab kecacatan yang
menduduki urutan pertama dan akan meningkat dengan meningkatnya usia, penyakit
ini jarang ditemui pada usia di bawah 46 tahun tetapi lebih sering dijumpai pada usia
di atas 60 tahun. Faktor umur dan jenis kelamin menunjukkan adanya perbedaan
frekuensi (Sunarto, 1994, Solomon, 1997).
Penyakit Sendi Degeneratif (osteoarthritis) adalah penyakit kerusakan tulang
rawan sendi yang berkembang lambat dan penyebabnya belum diketahui (Kalim,
IPD,1997). Atau gangguan pada sendi yang bergerak ( Price & Wilson,1995).
Osteoarthritis yang juga dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif atau
osteoarthritis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling
sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas).
Sedangkan menurut Harry Isbagio & A. Zainal Efendi (1995) osteoartritis
merupakan kelainan sendi non inflamasi yang mengenai sendi yang dapat digerakkan,
terutama sendi penumpu badan, dengan gambaran patologis yang karakteristik berupa
buruknya tulang rawan sendi serta terbentuknya tulang-tulang baru pada sub kondrial
dan tepi-tepi tulang yang membentuk sendi, sebagai hasil akhir terjadi perubahan
biokimia, metabolisme, fisiologis dan patologis secara serentak pada jaringan hialin
rawan, jaringan subkondrial dan jaringan tulang yang membentuk persendian. (R.
Boedhi Darmojo & Martono Hadi ,1999)
Osteoartritis diklasifikasikan menjadi :
1. Tipe primer (idiopatik) tanpa kejadian atau penyakit sebelumnya yang
berhubungan dengan osteoartritis
2. Tipe sekunder seperti akibat trauma, infeksi dan pernah fraktur (Long,
C Barbara, 1996 hal 336)
B. Etiologi Penyebab dari osteoartritis hingga saat ini masih belum terungkap, namun
beberapa faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis antara lain adalah :
1. Umur. Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor ketuaan
adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya orteoartritis semakin meningkat
dengan bertambahnya umur. Osteoartritis hampir tak pernah pada anak-anak,
jarang pada umur dibawah 40 tahun dan sering pada umur diatas 60 tahun.
Perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya umur
dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk
pigmen yang berwarna kuning.
2. Jenis Kelamin. Wanita lebih sering terkena osteoartritis lutut dan sendi , dan
lelaki lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher.
Secara keeluruhan dibawah 45 tahun frekuensi osteoartritis kurang lebih sama
pada laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun frekuensi oeteoartritis lebih
banyak pada wanita dari pada pria hal ini menunjukkan adanya peran
hormonal pada patogenesis osteoartritis.
3. Genetic Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis missal,
pada ibu dari seorang wanita dengan osteoartritis pada sendi-sendi inter
falang distal terdapat dua kali lebih sering osteoartritis pada sendi-sendi
tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai tiga kali lebih
sering dari pada ibu dan anak perempuan dari wanita tanpa osteoarthritis.
Heberden node merupakan salah satu bentuk osteoartritis yang biasanya
ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis, sedangkan
wanita, hanya salah satu dari orang tuanya yang terkena.
4. Suku. Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada osteoartritis nampaknya
terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa, misalnya
osteoartritis paha lebih jarang diantara orang-orang kulit hitam dan usia dari
pada kaukasia. Osteoartritis lebih sering dijumpai pada orang – orang
Amerika asli dari pada orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan
perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital
dan pertumbuhan.
5. Kegemukan Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan
meningkatnya resiko untuk timbulnya osteoartritis baik pada wanita maupun
pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada
sendi yang menanggung beban, tapi juga dengan osteoartritis sendi lain
(tangan atau sternoklavikula).
6. Cedera sendi, pekerjaan dan olah raga (trauma) Kegiatan fisik yang dapat
menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang menimbulkan kerusakan pada
integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut.
7. Kepadatan tulang dan pengausan (wear and tear) Pemakaian sendi yang
berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan sendi melalui dua mekanisme
yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena bahan yang harus
dikandungnya.
8. Akibat penyakit radang sendi lain Infeksi (artritis rematord; infeksi akut,
infeksi kronis) menimbulkan reaksi peradangan dan pengeluaran enzim
perusak matriks rawan sendi oleh membran sinovial dan sel-sel radang.
9. Joint Mallignment Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan,
maka rawan sendi akan membal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil /
seimbang sehingga mempercepat proses degenerasi.
10. Penyakit endokrin Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam
proteglikan yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga
merusak sifat fisik rawan sendi, ligamen, tendo, sinovia, dan kulit. Pada
diabetes melitus, glukosa akan menyebabkan produksi proteaglikan menurun.
11. Deposit pada rawan sendi Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis,
kalsium pirofosfat dapat mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam
hemogentisis, kristal monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi.
C. PATOFISIOLOGI
Penyakit sendi degeneratif merupakan suatu penyakit kronik, tidak meradang, dan
progresif lambat, yang seakan-akan merupakan proses penuaan, rawan sendi
mengalami kemunduran dan degenerasi disertai dengan pertumbuhan tulang baru
pada bagian tepi sendi. Osteoarthritis dapat dianggap sebagai hasil akhir banyak
proses patologi yang menyatu menjadi suatu predisposisi penyakit yang menyeluruh.
Osteoarthritis mengenai kartiloago artikuler, tulang subkondrium ( lempeng tulang
yang menyangga kartilago artikuler) serta sinovium dan menyebabkan keadaan
campuran dari proses degenerasi, inflamasi, serta perbaikan. Proses degeneratif dasar
dalam sendi telah berkembang luas hingga sudah berada diluar pandangan bahwa
penyakit tersebut hanya semata-mata proses “aus akibat pemakaian” yang
berhubungan dengan penuaaan. Faktor resiko bagi osteoarthritis mencakup usia, jenis
kelamin wanita, predisposisi genetic, obesitas, stress mekanik sendi,trauma sendi,
kelainan sendi atau tulang yang dialami sebelumnya, dan riwayat penyakit inflamasi,
endokrin serta metabolik. Unsur herediter osteoarthritis yang dikenal sebagai nodal
generalized osteoarthritis ( yang mengenal tiga atau lebih kelompoksendi) telah
dikomfirmasikan. Tipe osteoarthritis ini meliputi proses inflamasi primer. Wanita
pascamenopause dalam keluarga yang sama ternyata memiliki tipe osteoarthritis pada
tangan yang ditandai dengan timbulnya nodus pada sendi interfalang distal dan
proksimal tangan. Gangguan congenital dan perkembangan pada koksa sudah
diketahui benar sebagai predisposisi dalam diri seseorang untuk mengalami
osteartritis koksa. Gangguan ini mencakup sublokasi-dislokasi congenital sendi
koksa,displasia, asetabulum, penyakit Legg-Calve-Perthes dan pergeseran epifise
kaput femoris. Obesitas memiliki kaitan dengan osteoarthritis sendi lutut pada wanita.
Meskipun keadaan ini mungkin terjadi akibat stress mekanik tambahan, dan
ketidaksejajaran sendi lulut terhadap bagian tubuh lainnya karena diameter paha,
namun obesitas dapat memberikan efek metabolik langsung pada kartilago. Secara
mekanis,obesitas dianggap meningkatkan gaya sendi dan arena itu menyebabkan
generasi kartilago. Teori faktor metabolik yang berkaitan dengan dan menyebabkan
osteoarthritis. Obesitas akan disertai dengan peningkatan masa tulang subkondrium
yang dapat menimbulkan kekakuan pada tulang sehingga menjadi kurang lentur
terhadap dampak beban muatan yang akan mentrasmisikan lebih besar gaya pada
kartilago artikuler yang melapisi atasnya dan dengan demikian memuat tulang
tersebut lebih rentan terhadap cidera. Faktor-faktor mekanis seperti trauma sendi,
aktivitas olahraga dan pekerjaan juga turut terlibat. Factor-faktor ini mencakup
kerusakan pada ligamentum krusiatum dan robekan menikus, aktivitas fisik yang
berat dan kebiasaan sering berlutut. Proses degenerasi ini disebabkan oleh proses
pemecahan kondrosit yang merupakan unsur penting rawan sendi. Pemecahan
tersebut diduga diawali oleh stress biomekanik tertentu. Pengeluaran enzim lisosom
menyebabkan dipecahnya polisakarida protein yang membentuk matriks di sekeliling
kondrosit sehingga mengakibatkan kerusakan tulang rawan. Sendi yang paling sering
terkena adalah sendi yang harus menanggung berat badan, seperti panggul lutut dan
kolumna vertebralis. Sendi interfalanga distal dan proksimasi. Osteoartritis pada
beberapa kejadian akan mengakibatkan terbatasnya gerakan. Hal ini disebabkan oleh
adanya rasa nyeri yang dialami atau diakibatkan penyempitan ruang sendi atau kurang
digunakannya sendi tersebut. Perubahan-perubahan degeneratif yang mengakibatkan
karena peristiwa-peristiwa tertentu misalnya cedera sendi infeksi sendi deformitas
congenital dan penyakit peradangan sendi lainnya akan menyebabkan trauma pada
kartilago yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik sehingga menyebabkan fraktur ada
ligamen atau adanya perubahan metabolisme sendi yang pada akhirnya
mengakibatkan tulang rawan mengalami erosi dan kehancuran, tulang menjadi tebal
dan terjadi penyempitan rongga sendi yang menyebabkan nyeri, kaki kripitasi,
deformitas, adanya hipertropi atau nodulus. ( Soeparman ,1995)
OSTEOARTHTRITIS LANJUT
D. MANIFESTASI KLINIK Gejala-gejala utama ialah adanya nyeri pada sendi yang
terkena, terutama waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan, mula-
mula rasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang saat istirahat. Terdapat
hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi, dan
perubahan gaya berjalan. Nyeri pada osteoarthritis disebabkan oeh inflamasi
sinova,peregangan kapsula dan ligamentum sendi, iritasi ujung-ujung saraf dalam
periosteum akibat pertumbuhan osteofit, mikrofraktur, trabekulum, hipertensi
intraoseus, bursitis, tendonitis, dan spasme otot. Gangguan fungsional disebabkan
oleh rasa nyeri ketika sendi digerakkan dan keterbatasan gerakan yang terjadi akibat
perubahan structural dalam sendi. Meskipun osteoarthritis terjadi paling sering pada
sendi penyokong berat badan ( panggul, lutut, servikal, dan tulag belakang), sendi
tengah dan ujung jari juga sering terkena. Mungkin ada nodus tulanh yang khas, pada
inspeksi dan palpasi ini biasanya tidak ada nyeri, kecuali ada inflamasi. Gejala khas
pada penderita OA : Rasa nyeri pada sendi Merupakan gambaran primer pada
osteoartritis, nyeri akan bertambah apabila sedang melakukan sesuatu kegiatan fisik.
Kekakuan dan keterbatasan gerak Biasanya akan berlangsung 15 - 30 menit dan
timbul setelah istirahat atau saat memulai kegiatan fisik. Peradangan Sinovitis
sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang sendi akan
menimbulkan pembengkakan dan peregangan simpai sendi yang semua ini akan
menimbulkan rasa nyeri. Mekanik Nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah
melakukan aktivitas lama dan akan berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada
hubungannya dengan keadaan penyakit yang telah lanjut dimana rawan sendi telah
rusak berat. Nyeri biasanya berlokasi pada sendi yang terkena tetapi dapat menjalar,
misalnya pada osteoartritis coxae nyeri dapat dirasakan di lutut, bokong sebelah
lateril, dan tungkai atas. Nyeri dapat timbul pada waktu dingin, akan tetapi hal ini
belum dapat diketahui penyebabnya. Pembengkakan Sendi Pembengkakan sendi
merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan cairan dalam ruang sendi biasanya
teraba panas tanpa adanya pemerahan. Deformitas Disebabkan oleh distruksi lokal
rawan sendi. Gangguan Fungsi Timbul akibat Ketidakserasian antara tulang
pembentuk sendi.
E. KOMPLIKASI
1. Gangguan/kesulitan gerak
2. Kelumpuhan yang menurunkan kualitas hidup penderita.
3. Resiko jatuh
4. Patah tulang
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar-X. Gambar sinar X pada engsel akan menunjukkan perubahan yang
terjadi pada tulang seperti pecahnya tulang rawan.
2. Tes darah. Tes darah akan membantu memberi informasi untuk memeriksa
rematik.
3. Analisa cairan engsel Dokter akan mengambil contoh sampel cairan pada
engsel untuk kemudian diketahui apakah nyeri/ngilu tersebut disebabkan oleh
encok atau infeksi.
4. Artroskopi Artroskopi adalah alat kecil berupa kamera yang diletakkan dalan
engsel tulang. Dokter akan mengamati ketidaknormalan yang terjadi.
5. Foto Rontgent menunjukkan penurunan progresif massa kartilago sendi
sebagai penyempitan rongga sendi
6. Serologi dan cairan sinovial dalam batas normal
G. PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa Sampai sekarang belum ada obat yang spesifik yang khas
untuk osteoartritis, oleh karena patogenesisnya yang belum jelas, obat yang
diberikan bertujuan untuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan mobilitas dan
mengurangi ketidak mampuan. Obat-obat anti inflamasinon steroid (OAINS)
bekerja sebagai analgetik dan sekaligus mengurangi sinovitis, meskipun tak
dapat memperbaiki atau menghentikan proses patologis osteoartritis.
a. Analgesic yang dapatdipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4,9 g/hari
atau profoksifen HCL. Asam salisilat juga cukup efektif namun
perhatikan efek samping pada saluran cerna dan ginjal
b. Jika tidak berpengaruh, atau tidak dapat peradangan maka OAINS
seperti fenofrofin, piroksikam,ibuprofen dapat digunakan. Dosis untuk
osteoarthritis biasanya ½-1/3 dosis penuh untuk arthritis rematoid.
Karena pemakaian biasanya untuk jangka panjang, efek samping
utama adalahganggauan mukosa lambung dan gangguan faal ginjal.
c. Injeksi cortisone. Dokter akan menyuntikkan cortocosteroid pada
engsel yang mempu mengurangi nyeri/ngilu.
d. Suplementasi-visco. Tindakan ini berupa injeksi turunan asam
hyluronik yang akan mengurangi nyeri pada pangkal tulang. Tindakan
ini hanya dilakukan jika osteoarhtritis pada lutut.
2. Perlindungan sendi Osteoartritis mungkin timbul atau diperkuat karena
mekanisme tubuh yang kurang baik. Perlu dihindari aktivitas yang berlebihan
pada sendi yang sakit. Pemakaian tongkat, alat-alat listrik yang dapat
memperingan kerja sendi juga perlu diperhatikan. Beban pada lutut berlebihan
karena kakai yang tertekuk (pronatio).
3. Diet Diet untuk menurunkan berat badan pasien osteoartritis yang gemuk
harus menjadi program utama pengobatan osteoartritis. Penurunan berat badan
seringkali dapat mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.
4. Dukungan psikososial Dukungan psikososial diperlukan pasien osteoartritis
oleh karena sifatnya yang menahun dan ketidakmampuannya yang
ditimbulkannya. Disatu pihak pasien ingin menyembunyikan
ketidakmampuannya, dipihak lain dia ingin orang lain turut memikirkan
penyakitnya. Pasien osteoartritis sering kali keberatan untuk memakai alat-alat
pembantu karena faktor-faktor psikologis.
5. Persoalan Seksual Gangguan seksual dapat dijumpai pada pasien osteoartritis
terutama pada tulang belakang, paha dan lutut. Sering kali diskusi karena ini
harus dimulai dari dokter karena biasanya pasien enggan mengutarakannya.
6. Fisioterapi Fisioterapi berperan penting pada penatalaksanaan osteoartritis,
yang meliputi pemakaian panas dan dingin dan program latihan ynag tepat.
Pemakaian panas yang sedang diberikan sebelum latihan untk mengurangi
rasa nyeri dan kekakuan. Pada sendi yang masih aktif sebaiknya diberi dingin
dan obat-obat gosok jangan dipakai sebelum pamanasan. Berbagai sumber
panas dapat dipakai seperti Hidrokolator, bantalan elektrik, ultrasonic,
inframerah, mandi paraffin dan mandi dari pancuran panas. Program latihan
bertujuan untuk memperbaiki gerak sendi dan memperkuat otot yang biasanya
atropik pada sekitar sendi osteoartritis. Latihan isometrik lebih baik dari pada
isotonik karena mengurangi tegangan pada sendi. Atropi rawan sendi dan
tulang yang timbul pada tungkai yang lumpuh timbul karena berkurangnya
beban ke sendi oleh karena kontraksi otot. Oleh karena otot-otot periartikular
memegang peran penting terhadap perlindungan rawan senadi dari beban,
maka penguatan otot-otot tersebut adalah penting.
7. Operasi Operasi perlu dipertimbangkan pada pasien osteoartritis dengan
kerusakan sendi yang nyata dengan nyari yang menetap dan kelemahan fungsi.
Tindakan yang dilakukan adalah osteotomy untuk mengoreksi ketidaklurusan
atau ketidaksesuaian, debridement sendi untuk menghilangkan fragmen tulang
rawan sendi, pebersihan osteofit.
a. Penggantian engsel (artroplasti). Engsel yang rusak akan diangkat dan
diganti dengan alat yang terbuat dari plastik atau metal yang disebut
prostesis.
b. Pembersihan sambungan (debridemen). Dokter bedah tulang akan
mengangkat serpihan tulang rawan yang rusak dan mengganggu
pergerakan yang menyebabkan nyeri saat tulang bergerak.
c. Penataan tulang. Opsi ini diambil untuk osteoatritis pada anak dan
remaja. Penataan dilakukan agar sambungan/engsel tidak menerima
beban saat bergerak.
8. Terapi konservatif mencakup penggunaan kompres hangat, penurunan berat
badan, upaya untuk menhistirahatkan sendi serta menghindari penggunaan
sendi yang berlebihan pemakaian alat-alat ortotail. Untuk menyangga sendi
yang mengalami inflamasi ( bidai penopang) dan latihan isometric serta
postural. Terapi okupasioanl dan fisioterapi dapat membantu pasien untuk
mengadopsi strategi penangan mandiri.
H. PROGNOSIS
Umumnya baik, sebagian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat
konservatif. Hanya kasus-kasus berat yang memerlukan operasi.
I. I. PENCEGAHAN
Untuk mencegah osteoarthritis, lakukan hal-hal berikut: 1. Konsumsi makanan
sehat seperti buah-buahan, sayur dan kacang-kacangan. 2. Minum obat yang
direkomendasikan dokter. 3. Pertimbangkan untuk menggunakan alat bantu saat
beraktivitas untuk mengurangi bahaya. 4. Jaga gerakan yang dapat menyebabkan
cidera tulang. 5. Jika mengangkat benda, usahakan beban terbagi merata pada seluruh
sambungan tulang. 6. Pilih sepatu yang tepat. 7. Ketahui batas kemampuan gerakan
dan kemampuan mengangkat beban. 8. Teknik relaksasi juga dapat membantu, seperti
mengambil napas dalam dan hipnosis. II. KONSEP KEPERAWATAN A.
PENGKAJIAN 1. Aktivitas/Istirahat Gejala: a. Nyeri sendi karena gerakan, nyeri
tekan, memburuk dengan stress pada sendi : kekakuan pada pagi hari. b. Keletihan c.
Keterbatasan ruang gerak, atropi otot, kulit: kontraktor/kelainan pada sendi dan otot.
Tanda: a. Malaise b. Keterbatasan rentang gerak ; atrofi otot, kulit : kontraktur atau
kelainan pada sendi dan otot 2. Kardiovaskuler Gejala : Jantung cepat, tekanan darah
menurun Tanda : Fenomena Raynaud dari tangan (misalnya pucat litermiten, sianosis
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal. 3. Integritas Ego a.
Faktor-faktor stress akut atau kronis : Misalnya finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, factor-faktor hubungan b. Keputusasaan dan ketidak berdayaan c.
Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi misalnya ketergantungan
pada orang lain 4. Makanan Atau Cairan a. Ketidakmampuan untuk menghasilkan/
mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat : mual. b. Anoreksia c. Kesulitan untuk
mengunyah d. Kekeringan pada membran mukosa 5. Higiene Berbagai kesulitan
untuk melaksanakan aktivitas pribadi, ketergantungan pada orang lain. 6.
Neurosensori Gejala: kebas/kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada
jari tangan Tanda: Pembengkakan sendi 7. Nyeri / Kenyamanan a. Fase akut dari
nyeri (kemungkinan tidak disertai dengan pembengkakan jaringan lunak pada sendi).
b. Terasa nyeri kronis dan kekakuan (terutama pada pagi hari). 8. Keamanan a.
Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga b. Kekeringan pada
mata dan membran mukosa c. Kulit mengkilat, tegang, nodul sub mitaneus d. Lesi
kulit, ulkas kaki e. Kesulitan dalam menangani tugas/pemeliharaan rumah tangga f.
Demam ringan menetap g. Kekeringan pada mata dan membran mukosa 9. Interaksi
Sosial Gejala: kerusakan interaksi dan keluarga / orang lsin : perubahan peran: isolasi
10. Penyuluhan/Pembelajaran a. Riwayat rematik pada keluarga b. Penggunaan
makanan kesehatan, vitamin, penyembuhan penyakit tanpa pengujian c. Riwayat
perikarditis, lesi tepi katup. Fibrosis pulmonal, pkeuritis. C. DIAGNOSA
KEPERAWATAN 1. Nyeri b/d penurunan fungsi tulang, distensi jaringan oleh
akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi. 2. Kerusakan Mobilitas Fisik
berhubungan dengan : Deformitas skeletal, Nyeri, ketidaknyamanan , Penurunan
kekuatan otot 3. Risiko cedera b/d penurunan fungsi tulang. 4. Perubahan pola tidur
b/d nyeri 5. Defisit perawatan diri b/d nyeri dan kelemahan, Kerusakan
Auskuloskeletal : Penurunan Kekuatan, Daya tahan, nyeri pada waktu bergerak,
Depresi. 6. Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran b/d perubahan
kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum, Peningkatan penggunaan energi,
ketidakseimbangan mobilitas. 7. Resiko Tinggi terhadap Kerusakan Penatalaksanaan
Lingkungan berhubungan dengan : Proses penyakit degeneratif jangka panjang,
Sistem pendukung tidak adekuat. 8. Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar)
Mengenai Penyakit, Prognosis dan Kebutuhan Perawatan dan Pengobatan b/d
kurangnya pemahaman / mengingat kesalahan interpretasi informasi. D.
INTERVENSI KEPERAWATAN Diagnosa 1: Nyeri b/d penurunan fungsi tulang,
distensi jaringan oleh akumulasi cairan/proses inflamasi, distruksi sendi. Kriteria
hasil: nyeri hilang atau tekontrol Intervensi : 1. Kaji keluhan nyeri, catat lokasi dan
intensitas (skala 0 – 10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa
sakit non verbal. R/ Membantu dalam menentukan kebutuhan managemen nyeri dan
keefektifan program. 2. Berikan matras atau kasur keras, bantal kecil. Tinggikan linen
tempat tidur sesuai kebutuhan. R/Matras yang lembut/empuk, bantal yang besar akan
mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan setres pada sendi
yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang
terinflamasi / nyeri. 3. Biarkan pasien mengambil posisi yang nyaman pada waktu
tidur atau duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi. R/ Pada
penyakit berat, tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri atau cedera
sendi. 4. Pantau penggunaan bantal. 5. Dorong untuk sering mengubah posisi. Bantu
pasien untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan di bawah,
hindari gerakan yang menyentak. R/ Mencegah terjadinya kelelahan umum dan
kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/rasa sakit pada sendi. 6.
Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun.
Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali
sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi. R/ Panas meningkatkan relaksasi otot dan
mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitifitas
pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan. 7. Pantau suhu
kompres. 8. Berikan masase yang lembut. R/ Meningkatkan elaksasi/mengurangi
tegangan otot. 9. Beri obat sebelum aktivitas atau latihan yang direncanakan sesuai
petunjuk seperti asetil salisilat R/ Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot,
memudahkan untuk ikut serta dalam terapi. 10. Dorong penggunaan teknik
manajemen stress misalnya relaksasi progresif sentuhan terapeutik bio feedback,
visualisasi, pedoman imajinasi hipnotis diri dan pengendalian nafas. 11. Libatkan
dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu. 12. Beri obat sebelum
aktivitas/latihan yang direncanakan sesuai petunjuk. 13. Bantu klien dengan terapi
fisik. Diagnosa 2 :Kerusakan mobilitas fisik b/d deformitas skeletal, nyeri,
ketidaknyamanan, penurunan kekuatan otot. Kriteria Hasil : Klien mampu
berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan. Intervensi : 1. Pantau tingkat
inflamasi/rasa sakit pada sendi 2. Pertahankan istirahat tirah baring/duduk jika
diperlukan. R/ Untuk mencegah kelelahan dan mempertahankan kekuatan 3. Jadwal
aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus-menerus dan tidur malam hari
tidak terganggu. 4. Bantu klien dengan rentang gerak aktif/pasif dan latihan resistif
dan isometric jika memungkinkan. 5. Bantu bergerak dengan bantuan seminimal
mungkin. R/ Meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. 6. Dorong
klien mempertahankan postur tegak, duduk tinggi, berdiri dan berjalan. R/
Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas. 7. Berikan lingkungan
yang aman dan menganjurkan untuk menggunakan alat bantu. R/ Menghindari cedera
akibat kecelakaan seperti jatuh. 8. Berikan obat-obatan sesuai indikasi seperti steroid.
R/ Untuk menekan inflamasi sistemik akut. 9. Kolaborasi ahli terapi fisik/okupasi dan
spesialis vasional. Diagnosa 3 : Risiko cedera b/d penurunan fungsi tulang, kerusakan
mobilitas fisik. Kriteria Hasil : Klien dapat mempertahankan keselamatan fisik.
Intervensi : 1. Kendalikan lingkungan dengan : Menyingkirkan bahaya yang tampak
jelas, mengurangi potensial cedera akibat jatuh ketika tidur misalnya menggunakan
penyanggah tempat tidur, usahakan posisi tempat tidur rendah, gunakan pencahayaan
malam siapkan lampu panggil 2. Memantau regimen medikasi. 3. Izinkan
kemandirian dan kebebasan maksimum dengan memberikan kebebasan dalam
lingkungan yang aman, hindari penggunaan restrain, ketika pasien melamun alihkan
perhatiannya ketimbang mengagetkannya. R/ Lingkungan yang bebas bahaya akan
mengurangi resiko cedera dan membebaskan keluarga dari kekhawatiran yang
konstan. Hal ini akan memberikan pasien merasa otonomi, restrain dapat
meningkatkan agitasi, mengagetkan pasien akan meningkatkan ansietas. Diagnosa 4 :
Perubahan pola tidur b/d nyeri Kriteria Hasil : Klien dapat memenuhi kebutuhan
istirahat atau tidur. Intervensi : 1. Tentukan kebiasaan tidur biasanya dan biasanya dan
perubahan yang terjadi. R/ Mengkaji perlunya dan mengidentifikasi intervensi yang
tepat. 2. Berikan tempat tidur yang nyaman. R/ Meningkatkan kenyamaan tidur serta
dukungan fisiologis/psikologis. 3. Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam
pola lama dan lingkungan baru. R/ Bila rutinitas baru mengandung aspek sebanyak
kebiasaan lama, stress dan ansietas yang berhubungan dapat berkurang. 4.
Instruksikan tindakan relaksasi. R/ Membantu menginduksi tidur. 5. Tingkatkan
regimen kenyamanan waktu tidur, misalnya mandi hangat dan massage. R/
Meningkatkan efek relaksasi. 6. Gunakan pagar tempat tidur sesuai indikasi:
rendahkan tempat tidur bila mungkin. R/ Dapat merasakan takut jatuh karena
perubahan ukuran dan tinggi tempat tidur, pagar tempat untuk membantu mengubah
posisi . 7. Hindari mengganggui bila mungkin, misalnya membangunkan untuk obat
atau terapi. R/ Tidur tanpa gangguan lebih menimbulkan rasa segar dan pasien
mungkin mungkin tidak mampu kembali tidur bila terbangun. 8. Berikan sedatif,
hipnotik sesuai indikasi. R/ Mungkin diberikan untuk membantu pasien tidur atau
istirahat. Diagnosa 5 : Defisit perawatan diri b/d nyeri dan kelemahan, kerusakan
auskuloskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
Kriteria Hasil : Klien dapat melaksanakan aktivitas perawatan sendiri secara mandiri.
Intervensi : 1. Kaji tingkat fungsi fisik. R/ Mengidentifikasi tingkat bantuan/dukungan
yang diperlukan. 2. Diskusikan tingkat fungsi umum; sebelum timbul eksaserbasi
penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi. 3. Pertahankan
mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan. R/ Mendukung kemandirian
fisik/emosional. 4. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri,
identifikasi untuk modifikasi lingkungan. R/ Menyiapkan untuk meningkatkan
kemandirian yang akan meningkatkan harga diri. 5. Identifikasikasi untuk perawatan
yang diperlukan, misalnya; lift, peninggian dudukan toilet, kursi roda. R/ Memberikan
kesempatan untuk dapat melakukan aktivitas secara mandiri. 6. Kolaborasi untuk
mencapai terapi okupasi. Diagnosa 6 : Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan
peran b/d perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan
penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas. Kriteria hasil : mengungkapkan
peningkatan rasa percaya kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan gaya
hidup dan kemungkinan keterbatasan. Intervensi : 1. Dorong pengungkapan mengenai
masalah mengenai proses penyakit, harapan masa depan. R/ Beri kesempatan untuk
mengidentifikasi rasa takut/kesal menghadapinya secara langsung. 2. Diskusikan arti
dari kehilangan/perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana
pandangan pribadi psien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari termasuk
aspek-aspek seksual. R/ Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi
persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap
intervensi atau konseling lebih lanjut. 3. Diskusikan persepsi pasien mengenai
bagaiman orang terdekat menerima keterbatasan. R/ Isyarat verbal/nonverbal orang
terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang
dirinya sendiri. 4. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan.
R/Nyeri melelahkan, dan perasaan marah, bermusuhan umum terjadi. 5. Perhatikan
perilaku menarik diri, penguanan menyangkal atau terlalu memperhatikan
tubuh/perubahan. R/ Dapat menunjukkan emosional atau metode maladaptive,
membutuhkan intervensi lebih lanjut atau dukungan psikologis. 6. Susun batasan pada
prilaku maladaptive. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat
membantu koping. R/ Membantu pasien mempertahankan kontrol diri yang dapat
meningkatkan perasaan harga diri. 7. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan
perawatan dan membuat jadwal aktivitas. R/ Meningkatkan perasaan
kompetensi/harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong partisipasi dan
terapi. 8. Rujuk pada konseling psikiatri. R/ Pasien/orang terdekat mungkin
membutuhkadukungann selama berhadapan dengan proses jangka
panjang/ketidakmampuan. 9. Berikan obat-obat sesuai petunjuk. R/ Mungkin
dibutuhkan pada saat munculnya depresi hebat sampai pasien mengembangkan
kemampuankoping yang efektif. Diagnosa 7 : Resiko Tinggi terhadap Kerusakan
Penatalaksanaan Lingkungan berhubungan dengan : Proses penyakit degeneratif
jangka panjang, Sistem pendukung tidak adekuat. Kriteria Hasil : 1. Mempertahankan
keamanan lingkungan yang meningkatkan perkembangan. 2. Mendemonstrasikan
penggunaan sumber-sumber yang efektif dan tepat. Intervensi: 1. Kaji tingkat fungsi
fisik 2. Evaluasi lingkungan untuk mengkaji kemampuan dalam perawatan untuk diri
sendiri. 3. Tentukan sumber-sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan situasi
individual. 4. Identifikasi untuk peralatan yang diperlukan misal alat bantu mobilisasi.
Diagnosa 8 : Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar) Mengenai Penyakit, Prognosis
dan Kebutuhan Perawatan dan Pengobatan berhubungan dengan: Kurangnya
pemahaman / mengingat kesalahan interpretasi informasi. Kriteria Hasil : 1.
Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/pragnosis dan perawatan. 2.
Mengembangkan rencana untuk perawatan diri termasuk modifikasi gaya hidup yang
konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas. Intervensi : 1. Tinjau
proses penyakit, prognosis dan harapan masa depan 2. Diskusikan kebiasaan pasien
dalam melaksanakan proses sakit melalui diet, obat-obatan dan program diet
seimbang, latihan dan istirahat. 3. Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas
terintegrasi yang realistis, istirahat, perawatan diri, pemberian obat-obatan, terapi
fisik, dan manajemen stress. 4. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen
farmakologi terapi. 5. Identifikasi efek samping obat. 6. Diskusikan teknik
menghemat energi. 7. Berikan informasi tentang alat bantu misalnya tongkat, tempat
duduk, dan palang keamanan. 8. Dorong klien untuk mempertahankan posisi tubuh
yang benar baik pada saat istirahat maupun pada saat melakukan aktivitas. 9.
Diskusikan pentingnya pemeriksaan lanjutan misalnya LED, kadar salisilat, PT. 10.
Beri konseling sesuai dengan prioritas kebutuhan klien.
DAFTAR PUSTAKA Depkes, RI (1995), Penerapan Proses Keperawatan
pada Klien dengan Gangguan Sistem Maskuloskeletal, Jakarta, Pusdiknakes. Doenges
E Marilynn, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta
http://www.klikdokter.com/medisaz/read/2010/07/05/97/osteoartritis
http://www.lenterabiru.com/2009/01/osteoartritis.htm Kalim, Handono, 1996., Ilmu
Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Long C Barbara, Perawatan Medikal
Bedah (Suatu pendekatan proses Keperawatan), Yayasan Ikatan alumni Pendidikan
Keperawatan Pajajaran, Bandung, 1996 Potter, patricia A.2005. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan . Jakarta : EGC Prince, Sylvia Anderson, 2000.,
Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit., Ed. 4, EGC, Jakarta. R. Boedhi
Darmojo & Martono Hadi (1999), Geriatri Ilmu Kesehatan Usia Lanjut, Jakarta, Balai
Penerbit FK Universitas Indonesia Smeltzer S. C. & Bare B.G. (2001). Buku ajar
keperawatan medikal bedah brunner suddart. Ed. 8. Vol. 3. Penerbit buku kedokteran
EGC. Jakarta. Soeparman (1995), Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Kedua, Jakarta, Balai
Penerbit FKUI Diposting oleh Murni Cania di 18.22 Kirimkan Ini lewat
EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest Posting
Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Posting Komentar (Atom) Mengenai
Saya Foto saya Murni Cania Lihat profil lengkapku My Music clocklink love free Get
a Glitter Calendar Click Here widget Arsip Blog ▼ 2014 (5) ▼ Februari (2) Kata-
kata Mutiara Jangan memohon pada Tuhan tuk m... askep OSTEOARTRITIS ►
Januari (3) ► 2013 (4)

Make Google view image button visible again: https://goo.gl/DYGbub

Anda mungkin juga menyukai