a. Latar Belakang
Asfiksia neonatorum merupakan suatu kejadian kegawat daruratan
yang berupa kegagalan bernafas secara spontan segera setelah lahir dan
sangat berisiko untuk terjadinya kematian dimana keadaan janin tidak
spontan bernapas dan teratur sehingga dapat menurunkan oksigen dan
makin meningkatkan karbondioksida yang menimbulkan akibat buruk dalam
kehidupan berlanjut . keadaan ini disertai dengan hipoksia, hiperapnia dan
berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita Asfiksia ini
merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru
lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Ravindran, 2011).
Faktor risiko kejadian asfiksia sangatlah beragam dan banyak hal
yang mempengaruhi dan berhubungan dengan kejadian asfiksia. Hasil dari
beberapa penelitian menyebutkan bahwa terbukti terdapat hubungan
bermakna antara persalinan lama, berat bayi lahir rendah, ketuban pecah
dini, persalinan dengan tindakan, umur ibu 35 tahun, riwayat obstetri jelek,
kelainan letak janin, dan status ANC buruk dengan kejadian asfiksia bayi baru
lahir (Dewi, 2013).
b. Masalah
1. Jelaskan definisi dari asfiksia!
2. Jelaskan etiologi dari asfiksia!
3. Jelaskan patofisiologi dari asfiksia!
4. Bagaimana gejala dari asfiksia?
5. Bagaimana Penatalaksanaan asfiksia pada neonatus?
c. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari asfiksia
2. Untuk mengetahui etiologi dari asfiksia
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari asfiksia
4. Untuk mengetahui gejala dari asfiksia
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan asfiksia pada neonatus
BAB II
a. Definisi
Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir
yang mengalami gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat
mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya. Salah satu faktor kegagalan
pernapasan dapat disebabkan oleh adanya gangguan sirkulasi dari ibu ke
janin karena ketuban telah pecah atau ketuban pecah dini (Neneng, 2011).
Asfiksia pada bayi baru lahir (BBL) menurut IDAI (Ikatatan Dokter
Anak Indonesia) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat
lahir atau beberapa saat setelah lahir. Berbagai faktor pada ibu dan bayi
berperan sebagai faktor risiko asfiksia perinatal. Penilaian perinatal terhadap
faktor risiko dan penanganan perinatal yang baik pada kehamilan risiko tinggi
sangat mutlak pada asfiksia perinatal Apabila komplikasi asfiksia sudah
terjadi maka diperlukan pendekatan multi disiplin untuk mencegah
kerusakan yang sudah terjadi agar tidak bertambah berat. (Damayanti, 2010).
b. Etiologi
Asfiksia neonatorum dapat terjadi selama kehamilan, pada proses persalinan
dan melahirkan atau periode segera setelah lahir. Janin sangat bergantung
pada pertukaran plasenta untuk oksigen, asupan nutrisi dan pembuangan
produk sisa sehingga gangguan pada aliran darah umbilical maupun plasental
hampir selalu akan menyebabkan asfiksia (Notoadmodjo, 2015). Penyebab
asfiksia menurut (Notoadmodjo, 2015) adalah :
1) Asfiksia dalam kehamilan :
a) Penyakit infeksi akut
b) Penyakit infeksi kronik
c) Keracunan oleh obat-obat bius
2) Asfiksia dalam persalinan :
a) Kekurangan O2 :
(1) Partus lama (rigid serviks dan atonia /insersi uteri)
(2) Ruptur uteri yang memberat, kontraksi uterus terusmenerus mengganggu
sirkulasi darah ke plasenta
(3) Tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada plasenta
(4) Prolaps fenikuli tali pusat akan tertekan antara kepala dan panggul
(5) Pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya
c. Patofisiologi
Menurut (Notoadmodjo, 2015), keadaan hipoksia dimulai dengan
frekuensi jantung dan tekanan darah pada awalnya meningkat dan bayi
melakukan upaya megap-megap (gasping). Bayi kemudian masuk periode
apnea primer. Bayi yang menerima stimulasi adekuat selama apnea primer
akan mulai melakukan usaha nafas lagi. Bayi yang mengalami proses asfiksia
lebih jauh berada dalam tahap apanea sekunder. Apnea sekunder cepat
menyebabkan kematian jika bayi tidak benar-benar didukung oleh
pernafasan buatan dan bila diperlukan kompresi jantung, Selama apnea
sekunder, frekuensi jantung, tekanan darah dan warna bayi berubah dari biru
ke putih karena bayi baru lahir menuju sirkulasi perifer sebagai upaya
memaksimalkaan aliran darah ke organ-organ seperti jantung, ginjal, adrenal.
Selama apnea penurunan oksigen yang tersedia meyebabkan paru-paru
resisten terhadap oksigen sehingga mempersulit kerja resusitasi. Dalam
periode singkat kurang oksigen menyebabkan metabolisme pada bayi baru
lahir berubah menjadi metabolisme anaerob, terutama karena kurangnya
glukosa yang dibutuhkan untuk sumber energi pada saat kegawatdaruratan.
Neonatus yang lahir melalui seksio sesarea, terutama jika tidak ada tanda
persalinan, tidak mendapatkan manfaat dari pengurangan cairan paru dan
penekanan pada toraks sehingga mengalami paru-paru basah yang lebih
persisten. Situasi ini dapat mengakibatkan takipnea pada bayi baru lahir
(transient tachypnea of the newborn TTN).
d. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala bayi asfiksia menurut Safitri, 2014:
1. Apnu Primer : pernapasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus
neuromuscular menurun
2. Apnu sekunder : apabila asfiksia beranjut, bayi menunjukkan pernafasan
megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, bayi terlihat
lemah (pasif), pernapasan makin lama makin lemah.
e. Penatalaksanaan
Menurut Vidia dan Pongki (2016:365), penatalaksanaan Asfiksia meliputi :
1) Tindakan Umum
a) Bersihkan jalan nafas : Kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lender
mudah mengalir, bila perlu digunakan laringoskop untuk membantu
penghisapan lendir dari saluran nafas yang lebih dalam.
b) Rangsang refleks pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak
memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki
menekan tanda achilles.
c) Mempertahankan suhu tubuh.
2) Tindakan Khusus
a) Asfiksia Berat
Berikan o2 dengan tekanan positif dan intermenten melalui pipa
endotrakeal. Dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah
diperkaya dengan o2.
b) Asfiksia Sedang/Ringan
Pasang Relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri) selama 30-
60 detik.
PPersalinan Lama, lilitan tali pusat, Paralisis Pusat Faktor lain : anestesi,
Pernafasan obat-obatan narkotik
PPresentasi janin abnormal
ASFIKSIA
Nafas cepat
Resiko
Denyut jantung
ketidakseimbangan
dan TD menurun Gangguan perfusi ventilasi
Kerusakan otak suhu tubuh
Sumber : Radityo, Adhie Nur, et al., eds. 2012. “Asfiksia Neonatorum Sebagai Faktor Risiko Gagal
Ginjal Akut”. Sari Pediatri, Vol. 13, No. 5, Februari 2012. Semarang: Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/RSUP Dr. Kariadi.
BAB III
RESUME KASUS
A. Rindgkasan kasus
Nama : By.Ny Fitri
TTL : Semarang, 24 maret 2019
BBL : 1900 gr
PB : 42 cm
LK : 29 cm
LD : 28 cm
LILA : 9 cm
Pengkajian pada bayi Ny. F yang dirawat di ruang peristi RSI Sultan
Agung Semarang pada tanggal 24 maret 2019 didapatkan : bayi Ny. F Lahir
secara spontan pada pukul 23.00 dengan keadaan tidak bisa menangis dan
seluruh tubuh biru APGAR score : 8-9-10. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan data bayi Ny, f terlihat gerakan lemah suhu 36 c, nadi :
148x/menit, terlihat penggunaan otot bantu pernapasan . Bayi Ny. f
Terpasang O2 Head Box flow 8 liter, serta terlihat nilai SPO2 95%.
B. Diagnosa Keperawatan
PEMBAHASAN
Bayi ny. F Saat lahir dengan keadaan tidak bisa menangis dan seluruh
tubuh biru. APGAR score 8-9-10. Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan RR
48x/menit, irama pernapasan irregular, terlihat penggunaan otot bantu
pernapasan. Pada kondisi ini bayi Ny. F. Denagn afiksia disertai distress
pernapasan memerlukan oksigen untuk emmenuhi kebutuhan oksigenasinya,
sehingga dilakukan pemberian oksigenasi Headbox .
Menurut (Rupiyanti, R. 2014) asfiksia kelahiran merupakan
konsekuensi dari hipoksia intrapartum diamna bayi membutuhkan resusitasi
lebih lanjut dan berlanjut pada keadaan hypoxic ischemic enchepalophathy
(HIE). Bayi yang dilahirkan setelah hipoksia intrapartum berat memiliki
gambaran klinik yang khas. Bayi menjadi bradikardi, pucat, lemas, dan apneu
dan mengalami asidosis metabolic yang parah, yang telah terakumulasi selama
periode glikolisis anaerob. Keadaan ini memerlukan tindakan resusitasi segera.
Berdasarkan berat ringanya HIE dibedakan menjadi :
a. Ringan : Iritabilitas dan gerakan tangan yang tidka normal, tangisan yang
keras, dan susah minum.
b. Sedang : lesu dan tonus otot menurun, penuruanann gerakan spontan, susah
minum, dan sesekali dpata beradaptasi
c. Berat : tingkt kesadaran yang menurun, tidak ada gerakan spontan, terdapat
gerakan diluar kontrol dan
HIE menuntut perawatan intensif. Bayi baru lahir yang masuk dalam kelompok
parah memiliki resiko >70% mengalami kerusakan otak. Diperkirakan 15-30% dari
kelumpuhan otak merupakan akibat dari hipoksia iskemik intrapartum. Jika bayi baru
lahir tidak bisa bernapas dalam waktu 30 detik pertama, maka dilakukan suction
untuk membebaskan jalan napas, berikan oksigen, berikan stimulus dan jaga
kehangatan. Jika bayi tidak ada repson selama 30-60 detik berikutnya lakukan bagging
dan oksigen 100% dengan memberikan dorongan 30-40 kali permenit. Jika bayi belum
bisa merespon dalam prosedur ini dalam waktu 2-3 menit, maka dilakukan intubasi.
Intubasi merupakan prosedur emergensi untuk menyediakan oksigen dan adanya
penekanan untuk mengembangkan paru-paru. Prosedur ini digunakan hanya untuk
bayi yang lahir dengan asfiksia dan tidak bisa bernapas secara spontan selama 2-2,25
menit dan keadaan apneu dari kelahiran yang jika tidak ditangani akan menyebabkan
asfiksia di otak.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam
proses metabolism untuk mempertahankan kelangsungan hidup
seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh denga cara
menghirup oksigen setiap kali bernapas. Pada bayi dengan asfiksia
disertai dengan distress pernapasan, hal yang terpenting untuk
kelangsungan hidupnya adalah dengan terpenuhinya kebutuhan
oksigen di dalam tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, RT. 2013. Hubungan Sectio Caesarea dengan Kejadian Asfiksia di RSUD
Pringsewu Periode Januari-Juni 2012.Diakses dari https:/
/rosnawibowo.files.wordpress.com/2013/09/ kti-d3.doc tanggal 25 Maret
2015.
Gilang, Notoatmodjo, H. & Rakhmawatie, MD. 2012. Faktor-Faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUD Tugurejo
Semarang.Diakses dari http:// download.portalgaruda.org/article.php
tanggal 25 Maret 2015.
Neneng, YS. 2011. Hubungan antara Jenis Persalinan dengan Kejadian Asfiksia
Neonatorum di RSUD Dr. M Soewandhie Surabaya.Skripsi tidak
dipublikasi.Program Studi S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga Surabaya.
Ravindran & Gietha, S. 2011. Hubungan Asfiksia Neonatorum pada Bayi Baru Lahir
dari Ibu Pre- Eklampsi di RSUP Haji Adam Malik Medan dari Tahun 2008-
2011.Diakses dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/ 37594
tanggal 25 Maret.
Safitri, DF. 2014. Hubungan antara Anemia dalam Kehamilan terhadap Kejadian
Asfiksia Neonatorum Di RSUD Sukoharjo Tahun 2014.Skripsi.Fakultas
Kedokteran Surakarta