Oleh
Yuningsih
Muhammad Fuad
Nurlaksana Eko Rusminto
Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Email: yuningsihaja77@gmail.com
ABSTRACT
The problem in this research was how feminism in the novel entitle Perempuan
Berkalung Sorban by Abidah El Khalieqy. The purpose of this study was to
describe feminism in the novel entitle Perempuan Berkalung Sorban by Abidah
El Khalieqy. The method used in this research was descriptive qualitative research
methods. The results showed the author of the novel entitle Perempuan Berkalung
Sorban express demands equality between women and men, the kind of feminism,
Perempuan Berkalung Sorban can be classified as one of the novel redikal wing
feminism, feminism kind of criticism, Perempuan Berkalung Sorban can be
classified as criticism feminist marxist/socialist, Perempuan Berkalung Sorban
novel as one of the novel can be declared eligible femimin nuanced as it contains
moral education dideskripisikan by Annisa through her behaviors.
ABSTRAK
Sampai saat ini masih banyak kaum perempuan yang dipandang lebih
perempuan yang belum biasa lemah, kurang aktif, dan lebih
menikmati pendidikan sepenuhnya. menaruh perhatian kepada keinginan
Masih banyak orang tua yang mengasuh dan mengalah.
beranggapan bahwa anak perempuan Sebaliknya, label maskulin
tidak perlu mendapat pendidikan dilekatkan pada laki-laki yang
yang tinggi karena pada akhirnya dipandang lebih kuat, lebih aktif, dan
mereka hanya akan ke dapur juga. lebih berorientasi pada pencapaian
Hal ini menunjukkan bahwa dalam dominasi, otonomi, dan agresi
masyarakat terdapat anggapan bahwa (Sugihastuti, 2005:13).
tugas utama perempuan adalah ranah
domestik, yaitu tugas Penggunaan teori kritik sastra
kerumahtanggaan. Adapun laki-laki feminisme telah banyak digunakan
akan berperan di ranah publik dalam menganalisis karya sastra.
sehingga mereka diharuskan untuk Kritik sastra feminis sebagai cabang
mendapatkan pendidikan yang lebih ilmu sosiologi sastra berawal dari
baik daripada anak perempuan. Hal hasrat para perempuan feminism
tersebut menunjukkan bahwa dalam untuk menganalisis karya para
masyarakat terdapat pandangan yang pengarang perempuan di masa silam
bersifat androsentris, sudut pandang dan untuk menunjukkan citra
dari perspektif laki-laki, perempuan perempuan dalam karya para penulis
dipandang sebagai objek yang pasif, laki-laki yang menampilkan
bukan subjek (Sofia, 2009: 17). perempuan sebagai makhluk yang
Kendala yang dihadapi oleh ditekan, disalahtafsirkan, dan
perempuan dalam kiprahnya di ranah disepelekan oleh tradisi patriarki
publik maupun domestik berpangkal yang dominan. Dalam masyarakat
pada pandangan-pandangan yang patriarki, perempuan dimasukkan
telah terbentuk dan telah mengakar dalam kubu rumah yang terbatas
dalam masyarakat, khususnya pada lingkungan serta kehidupan di
masyarakat pedesaan tentang hal-hal rumah, sedangkan laki-laki
yang pantas untuk perempuan dan dimasukkan dalam kubu umum yang
yang pantas untuk laki-laki. mencakup lingkungan dan kehidupan
di luar rumah (Djajanegara, 2003:
Secara sosial dan kultural, 30).
perempuan dan laki-laki dibedakan
dalam banyak hal. Laki-laki Saat ini kesadaran masyarakat
dianggap “lebih” dibandingkan tentang pentingnya pengungkapan
dengan perempuan sehingga dan penjelasan tentang fenomena-
memunculkan pandangan inferior fenomena perempuan dalam karya
terhadap keberadaan perempuan di sastra kepada masyarakat semakin
dalam masyarakat. Anggapan bahwa meningkat. Analisis terhadap
perempuan itu irrasional dan perjuangan feminisme dalam novel
emosional menyebabkan mereka Perempuan Berkalung Sorban
tidak layak menjadi pemimpin dan dengan analisis kritik sastra feminis
berakibat munculnya sikap dirasa perlu untuk diungkap. Ada
menempatkan perempuan pada posisi beberapa alasan dipilihnya novel
yang tidak penting (Fakih, 2007:15) Perempuan Berkalung Sorban
Label feminim dilekatkan pada