Abstract Abstrak
Most Islamic scholars agree that underage Kebanyakan ulama Muslim sepakat bahwa
marriage is permissible under certain con pernikahan di bawah umur halal dengan
ditions. Furthermore, supported by the fact beberapa syarat. Dengan demikian, didu
that our legal system does not incriminate kung dengan fakta bahwa sistem hukum kita
such marriage and there is still controversy tidak mengkriminalisasi pernikahan seperti
in the society regarding this issue, underage itu dan bahwa isu ini masih menjadi perde
marriage should not be criminalized in the batan di masyarakat, pernikahan dini tidak
future laws. boleh dikriminalisasi dalam hukum yang
akan datang
Kata Kunci: perkawinan di bawah umur, fuqaha, ius constitutum, ius operatum, ius
constituendum.
*
Laporan Penelitian Tim Tahun 2009.
**
Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (e-mail: supriyadi@ugm.
ac.id).
***
Dosen Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (e-mail: yulkarnain.harahab@
mail.ugm.ac.id).
1
Heru Susetyo, “Pernikahan di Bawah Umur: Tantangan Legislasi dan Harmonisasi Hukum”, www.reformasi
kuhp.org, diakses tanggal 22 Januari 2009.
590 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 3, Oktober 2009, Halaman 409 - 628
Perlindungan Anak sendiri telah menangani 14-15 tahun. fuqaha lain menyatakan usia
21 kasus serupa sejak tahun 2003 dan 30-40 Aisyah ketika itu adalah 17-18 tahun. Bahkan
persen anak berhasil dikembalikan. ada fuqaha yang berdasarkan penelitiannya
Perkawinan yang dilakukan oleh se (dengan menghubungkan usia Fatimah/
orang laki-laki bergelar syeikh (suatu gelar puteri Nabi) menyatakan bahwa usia Aisyah
kehormatan bagi seseorang yang memiliki ketika dinikahi Nabi berusia 24 tahun.
kapasitas ilmu yang mumpuni dalam agama Berdasarkan kenyataan tersebut, se
Islam) menimbulkan kesan bahwa Islam bagian fuqaha seperti Ibnu Syubromah,
membolehkan atau melegalkan perkawinan menyatakan bahwa agama Islam melarang
dengan seorang yang masih anak-anak (di pernikahan dini (pernikahan sebelum usia
bawah umur). Syeikh tersebut berdalih baligh). Menurutnya, nilai esensial perni-
bahwa apa yang dilakukannya adalah men kahan adalah memenuhi kebutuhan biologis
contoh perbuatan Nabi Muhammad SAW dan melanggengkan keturunan, sementara
yang menikahi Aisyah R.A. yang ketika itu dua hal ini tidak terdapat pada anak yang be-
baru berusia 9 (sembilan) tahun. Padahal lum baligh. Sedangkan fuqaha-fuqaha yang
di kalangan fuqaha (ahli hukum Islam) lain berpendapat sebaliknya. Dari kaca mata
sendiri, hadits tersebut terus diperdebatkan hukum Islam, persoalan batas usia minimal
kesahihannya, baik dari segi sanad (orang untuk menikah tidak terdapat ketentuan
yang meriwayatkan hadits tersebut) maupun yang tegas dalam Al-Qur’an dan hadits nabi
dari segi matan (isi hadits tersebut). Dari sehingga hal ini merupakan wilayah kajian
segi sanad, orang yang meriwayatkan hadits fikih, yang terikat oleh ruang dan waktu.
tersebut adalah Hisyam bin Urwah, seorang Oleh karena itu tidak mengherankan jika
sahabat Nabi yang ketika menerima hadits terjadi keragaman pendapat antara fuqaha
tersebut usianya sudah sangat renta dan Timur Tengah dengan fuqaha Indonesia
diragukan kecerdasan dan daya ingatnya mengenai hal tersebut.
dalam meriwayatkan suatu hadits. Oleh Perkawinan antara Syeikh Puji dengan
karena itu Imam Malik (pendiri mazhab Ulfa ternyata juga mendapatkan reaksi keras
Maliki) secara tegas menolak hadits-hadits dari kalangan lembaga swadaya masyarakat
yang diriwayatkan Hisyam bin Urwah. (LSM). Salah satunya dari Jaringan Pembela
Adapun dari segi matan, banyak fuqaha Perempuan dan Anak Jawa Tengah yang
yang meragukan kebenaran hadits tersebut. meminta kepolisian agar tetap memproses
Imam Thabari misalnya, berdasarkan Pujiono Cahyo Widianto, meskipun peng
pengkajiannya secara logis dan sistematis usaha itu membatalkan perkawinannya
memperkirakan bahwa usia Aisyah ketika dengan anak tersebut. Menurut Jaringan
dinikahi Nabi Muhammad SAW berusia Pembela Perempuan dan Anak Jawa
2
“Syekh Puji Siap Ceraikan Lutfiana”, www.antara.co.id, diakses 22 Januari 2009.
3
Khaeron Sirin, ”Fikih Perkawinan di Bawah Umur”, www.ptiq.ac.id, diakses tanggal 23 Januari 2009.
4
Yusuf Fatawie, ”Pernikahan Dini Dalam Perspektif Agama dan Negara”, dalam www.pesantrenvirtual.com,
diakses tanggal 23 Januari 2009.
Supriyadi dan Harahap, Perkawinan di Bawah Umur 591
5
“Proses Hukum Syeh Puji Jalan Terus”, www.tempointeraktif.com, diakses tanggal 22 Januari 2009.
6
Ronny Hanitijo Soemitro, 1994, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 52.
7
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, hlm. 52.
592 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 3, Oktober 2009, Halaman 409 - 628
an anak perempuan yang masih kecil badan akan mengakibatkan adanya dlarar,
oleh bapaknya dibolehkan, sedangkan maka hal itu terlarang, baik pernikahan pada
pernikahan anak lelaki yang masih ke- usia dini maupun sudah dewasa. Kedua,
cil dilarang. pandangan kedua yang dikemukakan oleh
Keputusan Komisi Fatwa MUI ter Ibn Syubrumah dan Abu Bakr al-Asham,
sebut di atas, sejalan dengan pendapat menyatakan bahwa pernikahan usia dini
yang dikemukakan Dr. HM Asrorun Ni’am hukumnya terlarang secara mutlak. Ketiga,
Sholeh, MA, yang menyatakan bahwa dalam pandangan ketiga yang dikemukakan Ibn
literatur fikih Islam tidak terdapat ketentuan Hazm. Beliau memilah antara pernikahan
secara eksplisit mengenai batasan usia anak lelaki kecil dengan anak perempuan
pernikahan. Dengan demikian perkawinan kecil. Pernikahan anak perempuan yang
yang dilakukan orang yang sudah tua masih kecil oleh bapaknya dibolehkan, se
dipandang sah sepanjang memenuhi syarat dangkan pernikahan anak lelaki yang masih
dan rukunnya, sebagaimana juga sah bagi kecil dilarang. Argumen yang dijadikan
anak-anak yang masih kecil. landasan adalah zhahir hadits pernikahan
Pernikahan dini adalah pernikahan Aisyah dengan Nabi SAW.10
yang dilaksanakan sesuai dengan syarat dan Ulama Hanabilah menegaskan bahwa
rukunnya, namun mempelai masih kecil. sekalipun pernikahan usia dini sah secara
Batasan pengertian kecil di sini merujuk fikih, namun tidak serta merta boleh hidup
pada beberapa ketentuan fikih yang bersifat bersama dan melakukan hubungan suami
kualitatif, yakni anak yang belum baligh isteri. Patokan bolehnya berkumpul adalah
dan secara psikis belum siap menjalankan kemampuan dan kesiapan psikologis pe
tanggung jawab kerumahtanggaan. Semen rempuan untuk menjalani hidup bersama.
tara dalam perspektif hukum positif, pe Ibn Qudamah menyatakan bahwa dalam
ngertian kecil disini adalah anak yang masih kondisi si perempuan masih kecil dan dirasa
di bawah umur 19 tahun (bagi laki-laki) dan belum siap (baik secara fisik maupun psikis)
di bawah 16 tahun (bagi perempuan). untuk menjalankan tanggung jawab hidup
Secara umum, dalam menjawab hukum berumahtangga, maka walinya menahan
pernikahan dini, pendapat para fuqaha dapat untuk tidak hidup bersama dulu, sampai si
dikategorikan menjadi tiga kelompok. perempuan mencapai kondisi yang sudah
Pertama, pandangan jumhur fuqaha, siap. Bahkan lebih tegas lagi, Imam al-
yang membolehkan pernikahan usia dini. Bahuty menegaskan jika si perempuan me
Walaupun demikian, kebolehan pernikahan rasa khawatir atas dirinya, maka dia boleh
dini ini tidak serta merta membolehkan menolak ajakan suami untuk berhubungan
adanya hubungan badan. Jika hubungan badan.11
8
HM Asrorun Ni’am Sholeh, “Pernikahan Usia Dini Perspektif Fikih Munakahah”, dalam Ijma’ Ulama, 2009,
Majelis Ulama Indonesia, hlm. 213.
9
ibid, hlm. 214.
10
ibid, hlm. 214-218.
11
ibid, hlm. 219-220.
594 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 3, Oktober 2009, Halaman 409 - 628
Jika telah terjadi pernikahan usia dini, dari pernikahan dini, maka jika terjadi per-
yakni seorang wali menikahkan anaknya nikahan usia dini harus memenuhi ketentuan
yang masih kecil, maka pernikahan tersebut sebagai berikut:
hukumnya sah dan mengikat sifatnya. Dalam a. Yang menikahkan adalah walinya, dan
hal ini, menurut Imam Malik, Imam Syafi’i menurut Ulama Syafi’iyyah, hanya
dan Ulama Hijaz, si perempuan tidak ada oleh ayah atau kakek (dari ayah), tidak
lagi khiyar untuk memfasakh; akan tetapi boleh menikahkan dirinya sendiri atau
menurut Ahl al-Iraq, ia mempunyai hak oleh hakim;
memilih (khiyar) jika telah dewasa. b. Pelaksanaan pernikahan tersebut untuk
Asrorun Ni’am Sholeh berpendapat kemaslahatan mempelai serta diyakini
bahwa pernikahan dini dibolehkan sepan- tidak mengakibatkan dlarar bagi
jang pelaksanaannya terdapat mashlahat mempelai;
yang rajihah bagi kedua mempelai, namun c. Tidak dibolehkan melakukan hubungan
jika hal itu akan melahirkan dlarar bagi suami isteri sampai tiba masa yang
mempelai maka pernikahan menjadi haram; secara fisik maupun psikologis siap
dan dalam kondisi yang demikian, mempe- menjalankan tanggung jawab hidup
lai mempunyai hak untuk fasakh. Selanjut- berumah tangga.
nya mengingat pernikahan termasuk dalam d. Untuk mencegah terjadinya hubungan
kategori fikih ijtima’i, maka pengaturan ulil suami isteri pada usia masih kecil,
amri terhadap masalah ini sangat dimung- maka pihak wali dapat memisahkan
kinkan, bahkan mentaatinya adalah suatu ke- keduanya.13
harusan. Dengan demikian, meskipun secara Walaupun dalam Al-Qur’an mau-
fikih persoalan penetapan usia pernikahan pun hadits tidak disebutkan secara tersurat
diperselisihkan, namun jika sudah ditetap- (tekstual) umur nikah/kawin, tetapi secara
kan oleh ulil amri, maka umat Islam mempu tersirat (kontekstual) Al-Qur’an maupun al-
nyai kewajiban syar’i untuk mengikutinya.12 Hadits tidak menutup kemungkinan untuk
Dengan demikian, pengaturan usia pernikah menetapkan usia nikah/kawin. Dalam rea
an dapat dibenarkan, sepanjang pengaturan litanya, Negara-negara Islam atau Negara-
usia pernikahan tersebut bukan bersifat pem- negara berpenduduk muslim memiliki
batasan (tahdid). peraturan perundang-undangan yang di da
Meskipun pernikahan usia dini dibo lamnya mengatur usia nikah/kawin secara
lehkan, namun untuk menjaga kemashlahat- beraneka ragam, sebagaimana terlihat dalam
an dan agar tercapai maqashid al-syari’ah tabel berikut:14
12
ibid, hlm. 221-222.
13
ibid, hlm. 223.
14
Muhammad Amin Suma, 2004, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Rajawali Press, Jakarta, hlm. 167.
Supriyadi dan Harahap, Perkawinan di Bawah Umur 595
Tabel 1
Usia Nikah di Beberapa Negara Islam
Minimal Usia Kawin
No. Negara
Pria Wanita
1. Aljazair 21 18
2. Bangladesh 21 18
3. Mesir 18 16
4. Indonesia 19 16
5. Iraq 18 18
6. Yordania 16 15
7. Libanon 18 17
8. Libya 18 16
9. Malaysia 18 16
10. Maroko 18 15
11. Yaman Utara 15 15
12. Pakistan 18 16
13. Somalia 18 18
14. Yaman Selatan 18 16
15. Syria 18 17
16. Tunisia 19 17
17. Turki 17 15
Sumber: http://ww1.yuwie.com/blog/entry.asp?id=968520&eid=629455.
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat puan pada umumnya lebih muda 1-6 tahun
bahwa usia nikah yang dianut negara-negara dibandingkan dengan rata-rata usia nikah
Islam dan negara-negara berpenduduk Mus- kaum laki-laki. Negara Arab Saudi sendiri
lim, rata-rata berkisar antara 15-21 tahun. tidak menetapkan batas usia minimal untuk
Pada umumnya negara islam atau negara menikah15, sehingga beberapa saat yang lalu
yang berpenduduk Muslim membedakan pernah terjadi perkawinan seorang gadis
usia kawin antara calon mempelai laki-laki berusia 8 tahun, dengan pria yang berusia 51
dengan calon mempelai perempuan (kecu- tahun, walaupun akhirnya perkawinan terse-
ali Irak dan Somalia yang tidak membeda- but diputuskan (diceraikan) atas tuntutan ibu
bedakan antara usia kawin perempuan dan si bocah.
laki-laki, yakni sama-sama harus berusia Khoiruddin Nasution sependapat de
minimal 18 tahun). Untuk laki-laki, rata- ngan Muh. Amin Suma, bahwa Al-Qur’an
rata menetapkan usia 16 hingga 21 tahun, secara tekstual dan tegas tidak menyebut usia
sementara untuk perempuan, rata-rata antara nikah, namun ada ayat yang dapat diindika-
15 sampai 18 tahun. Jadi usia nikah perem- sikan menunjukkan itu, yakni QS An-Nisa
15
Khoiruddin Nasution, “Pernikahan Dini di Arab Saudi”, dimuat dalam harian Kedaulatan Rakyat, 8 Mei 2009,
hlm. 14.
596 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 3, Oktober 2009, Halaman 409 - 628
ayat 6. Ayat ini menetapkan bahwa umur karena tidak diketemukan dasar hukum yang
kawinlah sebagai masa untuk menyerahkan melarangnya. Walaupun usia pernikahan
tanggung jawab pemeliharaan harta kepada tidak ditentukan secara pasti, namun untuk
mereka. Dalam menunjukkan umur nikah melihat layak tidaknya seseorang untuk
dan sekaligus umur dewasa dimaksud, ayat menikah harus dilihat tujuan pernikahan itu
ini menggunakan kata kunci rusyd, yang sendiri, yaitu apakah tujuan pernikahan bisa
dalam tafsir Departemen Agama RI, diarti- terwujud kalau anak tersebut masih kecil,
kan cerdas (pandai memelihara harta). Ayat dan juga apakah yang bersangkutan dapat
inilah yang dijadikan dasar para ahli agama menunaikan kewajibannya sebagai seorang
untuk menyatakan bahwa usia nikah bukan suami/isteri. Dengan demikian syarat untuk
hanya sekedar akil baligh yang ditandai den- menikah tidak cukup sekedar sudah baligh
gan haid dan mimpi basah, tetapi harus su- saja, tetapi juga telah memiliki kemampuan
dah dewasa (mature/rusyd). Dengan demiki- fisik, kemampuan mental, intelektual dan
an, dari berbagai tinjauan dapat disimpulkan spiritual, dan terutama kemampuannya
bahwa perkawinan ideal adalah perkawinan bertanggung jawab mencukupi kebutuhan
pasangan yang sudah mature, bukan hanya keluarga (khususnya bagi calon suami).
sekedar akil baligh.16 Menyikapi adanya pernikahan sese
Hal yang dipaparkan di atas selaras orang yang sudah dewasa dengan calon
dengan hasil wawancara terhadap para pasangannya yang masih di bawah umur,
ulama yang menjadi narasumber penelitian narasumber berpendapat bahwa hal itu cen-
ini, yang menegaskan bahwa secara tekstual derung banyak madharatnya dan dampak-
tidak diketemukan ayat al-Qur’an ataupun nya citra Islam makin terpuruk, sehingga dia
Hadits yang membatasi/menentukan usia tidak setuju terhadap praktik semacam itu18.
pernikahan17, sehingga di kalangan ulama Di samping itu, perkawinan semacam itu di-
sendiri terdapat perbedaan pendapat me pandang tidak memenuhi syarat kafaah (ke-
nyangkut usia pernikahan. Ibnu Subrumah seimbangan) yang dituntunkan dalam ajaran
menyatakan untuk menikah disyaratkan Islam.
harus sudah baligh, sedangkan ulama lain Fenomena perkawinan di bawah umur
seperti Hasan dan Ibrahim An Nakhai sering terjadi dalam praktik di Kantor Urusan
serta Abu Hanifah menyatakan bahwa Agama yang menjadi sampel penelitian ini,
pernikahan di bawah umur diperbolehkan seperti terlihat dalam tabel di bawah ini.
16
ibid.
17
Hasil wawancara dengan Bpk Zaeni Munir Fadholi (Majelis Tarjih DPW Muhammadiyah DIY), Bp Ashariyat
(Rois Suriah PWNU DIY), Bp Ahmad Muhsin (Sekretaris Umum MUI DIY) bulan Mei 2009.
18
ibid.
Supriyadi dan Harahap, Perkawinan di Bawah Umur 597
Tabel 2
Pernikahan di Bawah Umur di KUA Tahun 2005-2008
No. KUA Jumlah
1. Depok, Sleman 3
2. Sewon, Bantul 20
3 Jetis, Yogyakarta 16
Jumlah 39
Sumber: Data Sekunder Tahun 2005-2008
Tabel 3
Permohonan Dispensasi Nikah yang Diputus PA Tahun 2005-2008
No. Pengadilan Agama Jumlah
1. Pengadilan Agama Sleman 15
2. Pengadilan Agama Bantul 183
3. Pengadilan Agama Yogyakarta 56
Jumlah 254
19
Hasil wawancara dengan Bp Dalhari (Kepala KUA Depok), Bapak Fauzy (Kepala KUA Sewon), Bp Saeful
(Kepala KUA Jetis) bulan Mei 2009.
20
ibid.
598 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 3, Oktober 2009, Halaman 409 - 628
21
Hasil wawancara dengan Bp Qosim (Hakim PA Bantul), BP Dedi Supriyadi (hakim PA Sleman), Bp Saifurrah-
man (Hakim PA Yogyakarta) bulan Mei 2009.
22
ibid.
Supriyadi dan Harahap, Perkawinan di Bawah Umur 599
23
Sudarto, 1986, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, hlm. 93.
24
ibid, hlm. 151.
25
Hasil wawancara yang dilakukan Elvi Marzuni, S.H., MH., Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta, Muslim,
S.H., Hakim Pengadilan Negeri Sleman, dan Suharyanti, S.H., Hakim Pengadilan Negeri Bantul, pada bulan
Mei 2009.
600 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 3, Oktober 2009, Halaman 409 - 628
Pasal 279 KUHP merupakan salah dan sanksinya terhadap perbuatan tersebut di
satu pasal yang berkaitan dengan kejahatan dalam praktik. Hasil penelitian di Pengadilan
terhadap asal usul perkawinan. Pasal ini Negeri Yogyakarta, Pengadilan Negeri Sle-
mengancam dengan pidana penjara paling man dan Pengadilan Negeri Bantul menun-
lama lima tahun terhadap dua perbuatan. jukkan bahwa selama ini tidak ada kasus
Pertama, barangsiapa yang mengadakan pidana terkait dengan perkawinan di bawah
perkawinan padahal mengetahui bahwa umur. Dengan kata lain, belum pernah ada
perkawinan atau perkawinan-perkawinan proses pemeriksaan sidang pengadilan kare-
yang telah ada menjadi penghalang yang sah na orang telah melakukan perkawinan di
untuk itu. Apabila pelaku perbuatan ini me- bawah umur.
nyembunyikan kepada pihak lainnya bahwa Ada beberapa faktor yang dimungkin
perkawinan-perkawinannya yang telah ada kan melatarbelakangi hal tersebut. Pertama,
menjadi penghalang yang sah untuk itu, masyarakat yang enggan untuk melapor jika
maka diancam dengan pidana penjara pa terjadi masalah yang timbul dari perkawinan
ling lama tujuh tahun. Kedua, barangsiapa di bawah umur atau timbul tindak pidana di
mengadakan perkawinan padahal diketahui dalamnya. Hal ini mungkin disebabkan kare-
bahwa perkawinannya atau perkawinan- na sebagian masyarakat masih menganggap
perkawinan pihak lain menjadi penghalang bahwa perkawinan di bawah umur bukan
yang sah untuk itu.26 merupakan suatu perbuatan yang tercela atau
Pasal 288 KUHP tersebut menyatakan memang masyarakat belum tahu persis pe
bahwa barangsiapa bersetubuh dengan ngaturan hukumnya. Kedua, materi hukum
seorang wanita di dalam pernikahan, yang (legal substance) yang masih belum jelas
diketahui atau sepatutnya harus diduga pengaturannya terkait dengan perkawinan
bahwa sebelum mampu dikawin, diancam, di bawah umur. Seperti diutarakan sebelum-
apabila perbuatan mengakibatkan luka-luka, nya bahwa hukum pidana positif Indonesia
dengan pidana penjara paling lama empat tidak mengatur larangan sekaligus ancaman
tahun. Jika perbuatan mengakibatkan luka- pidana bagi perbuatan perkawinan di bawah
luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling umur. Kasus Syeikh Puji merupakan kasus
lama delapan tahun. Jika perbuatan meng yang baru meskipun dalam praktiknya ba
akibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara nyak sekali kasus serupa yang bisa terseret
paling lama dua belas tahun. 27 hukum. Oleh karena itu, mengingat belum
ada pengaturan hukumnya, maka kesimpulan
b. Perspektif Ius Operandum penyidik dalam merumuskan berkas perkara
Perkawinan di bawah umur dilihat dari hingga sampai pada putusan Hakim dalam
perspektif ius operandum pada hakikatnya menyikapi kasus tersebut (Syeikh Puji) ten-
berkaitan dengan penerapan hukum pidana tu akan menjadi khasanah baru dalam ranah
26
Moeljatno, 2007, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 101.
27
ibid, hlm. 105-106.
Supriyadi dan Harahap, Perkawinan di Bawah Umur 601
hukum pidana. Selain itu, tidak adanya kasus asli kriminalisasi (criminalization) sebagai
perkawinan di bawah umur yang pernah di- proses untuk menjadikan suatu perbuatan
periksa di pengadilan merupakan salah satu yang semula bukan tindak pidana menjadi
kesulitan dalam menyikapi aspek hukum tindak pidana. Kedua, kriminalisasi dapat
pidana menyangkut fenomena perkawinan diartikan pula sebagai mengaktualisasikan
di bawah umur. Bahkan di Komisi Perlin peraturan hukum pidana agar lebih efektif.
dungan Anak Indonesia Yogyakarta sejak Misalnya, penggunaan fungsi hukum pidana
berdirinya lembaga ini belum ada satu pun dalam tindak pidana lingkungan yang semu-
kasus yang dilaporkan oleh masyarakat terha la bersifat “ultimum remedium” menjadi
dap masalah yang timbul terkait terjadinya “primum remedium”. Ketiga, kriminalisasi
perkawinan di bawah umur.28 diartikan pula sebagai usaha untuk memper-
luas berlakunya hukum pidana. Hal ini ter-
c. Perspektif Ius Constituendum lihat dari pengaturan “corporate crime liabi
Perkawinan di bawah umur dilihat lity” yang bersifat umum dalam Rancangan
dari perspektif hukum pidana sebagai ius Undang-Undang tentang KUHP.31
constituendum memiliki kaitan dengan ma- Dalam proses kriminalisasi, maka ter
salah kriminalisasi. Menurut Sudarto, krimi- dapat ukuran-ukuran yang harus diperhati-
nalisasi merupakan proses penetapan suatu kan oleh pembentuk undang-undang untuk
perbuatan orang sebagai perbuatan yang menetapkan suatu perbuatan itu sebagai
dapat dipidana. Proses ini diakhiri dengan tindak pidana. Sudarto mengingatkan 4 (em-
terbentuknya undang-undang dimana per- pat) hal yang perlu diperhatikan dalam kri
buatan itu diancam dengan suatu sanksi minalisasi. Pertama, tujuan hukum pidana.
yang berupa pidana.29 Hal senada dikemuka- Kedua, penetapan perbuatan yang tidak
kan Barda Nawawi Arief, bahwa kebijakan dikehendaki. Ketiga, perbandingan antara
kriminalisasi adalah suatu kebijakan dalam sarana dan hasil. Keempat, kemampuan
menetapkan suatu perbuatan yang semula badan penegak hukum.32
bukan tindak pidana (tidak dipidana), men- Menurut Muladi, ada beberapa hal
jadi suatu tindak pidana (perbuatan yang yang secara doktrinal harus dijadikan pedo-
dapat dipidana).30 man kriminalisasi. Pertama, kriminalisasi
Muladi mendefinisikan kriminalisasi tidak boleh berkesan menimbulkan “over
ke dalam tiga pengertian. Pertama, makna criminalization” yang masuk dalam kategori
28
Hasil wawancara yang dilakukan Elvi Marzuni, S.H., MH., Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta, Muslim,
S.H., Hakim Pengadilan Negeri Sleman, Suharyanti, S.H., Hakim Pengadilan Negeri Bantul, dan Dr. Sari
Murti, S.H., M.Hum, Ketua KPAI Yogyakarta, pada bulan Mei 2009.
29
Sudarto, 1986, op. cit., hlm. 31.
30
Barda Nawawi Arief, 2001, Kebijakan Kriminalisasi dan Masalah Yurisdiksi Tindak Pidana Mayantara,
makalah pada Seminar Nasional Penyusunan RUU Teknologi Informasi, Kerjasama FH/MIH UNDIP-De-
partemen Perhubungan, Semarang, 26 Juli 2001, hlm. 2-3.
31
Muladi, 2002, Politik Hukum Pidana, Dasar Kriminalisasi dan Dekriminalisasi serta Beberapa Perkemban
gan Asas Dalam RUU KUHP, Makalah disampaikan pada Penataran Hukum Pidana dan Kriminologi, Ker-
jasama ASPEHUPIKI dan FH Ubaya, Surabaya, 14 Januari 2002, hlm. 8.
32
Sudarto, op. cit., hlm. 36-40.
602 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 3, Oktober 2009, Halaman 409 - 628
33
Muladi, op .cit., hlm. 9-10.
34
Barda Nawawi Arief, op. cit., hlm. 31-32.
Supriyadi dan Harahap, Perkawinan di Bawah Umur 603
wujud atau sifatnya adalah bertentangan menilai apakah suatu perbuatan perkawinan
dengan tata atau ketertiban yang dike di bawah umur itu dapat dipandang sebagai
hendaki masyarakat. Dengan kata lain, perbuatan tercela di masyarakat. Dalam
perbuatan tersebut bertentangan dengan atau dinamika hukum, aspek tersebut sangat
menghambat akan terlaksananya tata dalam dipengaruhi oleh sosiologi kultural atau
pergaulan masyarakat yang baik dan adil. religi. Dari sisi sosiologi kultural, tidak
Oleh karena itu, perbuatan tersebut dilarang semua masyarakat menganggap bahwa
keras atau pantang dilakukan. Dengan perbuatan perkawinan di bawah umur
demikian, konsepsi ini dapat disamakan dapat dipandang sebagai perbuatan tercela.
atau disesuaikan dengan konsepsi perbuatan Terlebih lagi jika lapisan masyarakat tersebut
pantang (pantangan) atau pemali yang telah memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi
lama dikenal dalam masyarakat Indonesia terhadap adat atau pun budayanya masing-
asli sejak jaman nenek moyang kita.35 masing. Misalnya dalam komunitas adat di
Pengertian “perbuatan tercela” dalam Sumatra Barat dan Sumatra Utara, dikenal
hukum pidana dapat dikaitkan pula dengan istilah “kawin gantung”. Kawin gantung ini
istilah “rechtsdelict” atau “mala per se” dan merupakan bentuk perkawinan masyarakat
“wetsdelict” atau “mala quia prohibita”. untuk menikahi pasangannya yang belum
Rechtsdelict adalah suatu perbuatan yang patut untuk dikawini (belum cukup umur)
bertentangan dengan keadilan, terlepas dengan suatu perjanjian bahwa si laki-laki
apakah perbuatan itu dilarang dan diancam akan menyebadani isterinya jika si isteri
pidana dalam suatu undang-undang atau telah cukup umur. Dalam pandangan agama,
tidak, jadi yang benar-benar dirasakan oleh misalnya agama Islam, hukum syariat yang
masyarakat sebagai bertentangan dengan bertumpu pada Al Quran dan As Sunnah
keadilan, seperti pembunuhan, pencurian, tidak secara terang menegaskan kualifikasi
pemerkosaan dan sebagainya. Sedangkan umur bagi seorang (perempuan atau laki-
wetsdelict merupakan perbuatan yang oleh laki) untuk mengadakan perkawinan. Hukum
umum baru dirasakan sebagai perbuatan syariat hanya menganjurkan bahwa seseorang
yang bertentangan dengan keadilan bisa untuk mengadakan perkawinan jika
(perbuatan pidana) karena undang-undang telah mampu secara jasmani dan rohani
menyatakannya demikian, jadi sebenarnya untuk menikah, cukup umur ( An Nisaa: 6)
tidak segera dirasakan sebagai bertentangan atau untuk menghindari kemudharatan yang
dengan rasa keadilan.36 lebih besar misalnya jika si laki-laki tidak
Dalam kaitannya dengan tercela atau dapat menahan hawa nafsunya. Namun
tidaknya perbuatan perkawinan di bawah demikian, berdasarkan Kitab Fiqh dan
umur di dalam kehidupan masyarakat, Ijtihad Ulama yang dimanifestasikan dalam
ada banyak aspek untuk menentukan atau bentuk hadirya Kompilasi Hukum Islam
35
Moeljatno, 1993, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 2-3.
36
Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang, hlm. 56.
604 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 3, Oktober 2009, Halaman 409 - 628
37
Hasil wawancara yang dilakukan Elvi Marzuni, S.H., MH., Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta pada bulan
Mei 2009.
38
ibid.
39
Hasil wawancara yang dilakukan Muslim, S.H., Hakim Pengadilan Negeri Sleman pada bulan Mei 2009.
Supriyadi dan Harahap, Perkawinan di Bawah Umur 605
muskan dalam revisi undang-undang tentang pat, aspek kerugian yang akan timbul dari
perkawinan. Ada beberapa masalah utama perkawinan di bawah umur terutama bagi
yang akan muncul jika nantinya perkawinan anak perempuan tetap sesuatu yang harus
di bawah umur dikriminalisasikan. Pertama, diperhatikan. Jadi, meskipun belum layak
pembuktian yang sulit di pengadilan, tidak untuk dikriminalisasikan, revisi dalam un-
pantas jika suatu perkawinan yang sah seka- dang-undang tentang perkawinan patut un-
lipun dalam ikatan perkawinan di bawah tuk dilakukan terutama terhadap (1) defi-
umur dicampuri oleh hukum pidana kecuali nisi yang jelas tentang apa yang dimaksud
ada sesuatu yang secara nyata ada suatu keja- tentang perkawinan atau perkawinan di di
hatan yang tidak bisa ditoleransi oleh hukum bawah umur; (2) kualifikasi umur mengenai
pidana dan tidak bisa diterima oleh pihak batas dibolehkannya perkawinan sehingga
yang dirugikan, misalnya dalam Undang- dapat mencegah terjadinya perkawinan di
Undang tentang Penghapusan Kekerasan bawah umur; dan (3) siapa yang bisa dikena-
dalam Rumah Tangga, aparatur hukum akan kan sanksi pidana dalam kaitannya dengan
bertindak jika terjadi kekerasan fisik yang perkawinan di bawah umur jika diperlukan
terjadi dalam rumah tangga atas pengaduan sanksi pidana.40
dari korban atau pihak-pihak yang berke- Perkawinan di bawah umur sebagai
pentingan. Terhadap perkawinan di bawah perbuatan tercela adalah kesimpulan yang
umur, harus ada konstelasi hukum yang te- cenderung sarkarsme. Lebih tepat jika
gas, terutama terhadap unsur manakah yang perkawinan di bawah umur lebih dianggap
dapat dipandang pantas untuk dikriminal- sebagai suatu perbuatan yang tidak semes-
isasikan. Kedua, jalannya proses pengaduan tinya dilakukan. Perbuatan yang tidak se-
jika terjadi perkawinan di bawah umur. Ma- mestinya dilakukan dirasakan lebih moderat
salah yang akan timbul adalah jika perkawin dan lebih representatif karena tidak semua
an di bawah umur dilaksanakan dengan cara kelompok masyarakat menganggap perka
dan tujuan yang baik. Apakah pihak isteri winan di bawah umur bertentangan dengan
mau mengadukan suaminya sedangkan nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Oleh
diketahui bahwa latar belakang perkawin karena itu, kriminalisasi masih belum per-
an di bawah umur adalah atas dasar suka lu untuk dilakukan. Bercermin pada kasus
sama suka. Dalam mengomentari jawaban Syeikh Puji ketika “blow up” dan menjadi
ini Narasumber mengutip kalimat dari Ulfa konsumsi publik sehingga mengundang per-
(isteri Syeikh Puji) di salah satu surat kabar hatian banyak pakar hukum untuk memberi-
yang latar belakang perkawinannya adalah kan analisa, tidak lantas bisa dijadikan suatu
karena dia (Ulfa) sangat mencintai Syeikh dasar untuk dikriminalisasikan dalam hukum
Puji begitu juga sebaliknya. Ketiga, tidak pidana. Tingkat keefektifan suatu peraturan
semua masyarakat menganggap perkawinan jika nantinya suatu perbuatan dikriminalisa-
di bawah umur adalah sesuatu yang tercela sikan dan diterapkan adalah hal yang patut
dan patut untuk dikriminalisasikan. Keem- untuk dijadikan pertanyaan. 41
40
ibid.
41
Hasil wawancara yang dilakukan Suharyanti, S.H., Hakim Pengadilan Negeri Bantul pada bulan Mei 2009.
606 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 3, Oktober 2009, Halaman 409 - 628
Saat ini, tingkat elit cenderung sangat buh kembang baik fisik maupun emosional.
mudah membentuk suatu peraturan apabila Masa depan anak seakan-akan direduksi
ada suatu masalah yang terpublikasi ke per- oleh adanya hubungan perkawinan di bawah
mukaan. Inilah yang harus diperhatikan, umur, padahal anak berhak untuk memilih
banyak sekali peraturan yang dibuat pada masa depannya sendiri. Seorang anak yang
akhirnya tidak berjalan dengan semestinya melakukan perkawinan di bawah umur juga
dan belum tentu efektif di masyarakat. Me- secara emosional belum siap untuk menjadi
mang, dalam hal yang praktis, aturan hukum ibu yang ideal bagi anak yang nanti mungkin
khususnya hukum pidana harus menyesuai- dilahirkannya. Kedua, seorang anak belum
kan diri dengan perkembangan di masyara- cakap dalam mengambil suatu keputusan.
kat sehingga terkadang dibutuhkan suatu Dalam kasus Syeikh Puji bisa dilihat bahwa
kriminalisasi, jika pun nantinya masalah perkawinan di bawah umur yang terjadi sa
perkawinan di bawah umur ternyata pada ngat dipengaruhi oleh faktor ekonomi, bisa
perkembangannya berakhir pada krimina jadi peranan keluarga terutama orang tua
lisasi, semestinya harus merupakan suatu (bukan inisiatif anak sendiri) sangat berpe
perumusan keputusan yang matang terkait ngaruh terjadinya perkawinan tersebut. Ke-
dengan seluruh aspek pidananya sehingga tiga, secara medis, banyak kelemahan bagi
peraturan baru tersebut dapat berlaku efektif perempuan di bawah umur yang melakukan
di masyarakat.42 perkawinan di bawah umur seperti rentan
Ketua Komisi Perlindungan Anak In- menimbulkan penyakit kanker serviks dan
donesia (KPAI) Yogyakarta memiliki pan- kegagalan kehamilan yang bahkan bisa me-
dangan lain mengenai perkawinan di bawah nimbulkan kematian bagi si ibu (usia rahim
umur. Menurutnya, perkawinan di bawah yang prematur). 43
umur termasuk perbuatan tercela di ma- Dalam kaitannya dengan kriminalisasi
syarakat, meskipun perkawinan di bawah perkawinan di bawah umur, Dr. Sari Murti,
umur oleh sebagian masyarakat termasuk S.H., M.Hum. kurang setuju jika masalah
masyarakat adat di Indonesia dianggap se- perkawinan di bawah umur dilegalformalkan
bagai perbuatan yang lazim. Hal ini karena dalam hukum pidana karena masalah
dari banyak aspek harus diakui jika di dalam perkawinan di bawah umur lebih banyak
hubungan perkawinan yang terjadi di bawah menyangkut masalah keperdataan dan
umur banyak sekali menimbulkan kerugian masalah perkawinan di bawah umur saat
terutama bagi pihak perempuan. Ada be- ini masih merupakan perdebatan yang
berapa kerugian yang bisa ditimbulkan dari belum ada mufakat terkait keberadaannya
perkawinan di bawah umur. Pertama, anak (pandangan masyarakat masih terkotak-
yang berada di bawah umur merupakan kotak). Namun demikian, melihat realitas
seorang yang masih berada dalam fase tum- yang terjadi, kriminalisasi terkait perkawinan
42
ibid.
43
Hasil wawancara yang dilakukan Dr. Sari Murti, S.H., M.Hum, Ketua KPAI Yogyakarta, pada bulan Mei
2009.
Supriyadi dan Harahap, Perkawinan di Bawah Umur 607
di bawah umur dirasakan sangat diperlukan. dengan fatwa dari MUI yang menyatakan
Apalagi dinamika pandangan masyarakat bahwa Pernikahan usia dini (pernikahan
yang semakin cenderung berekspektasi di bawah umur) hukumnya sah sepanjang
negatif terhadap dampak yang ditimbulkan telah terpenuhinya syarat dan rukun nikah,
dari terjadinya perkawinan di bawah umur tetapi haram jika mengakibatkan mudlarat.
terutama bagi perempuan. Undang-Undang Pendapat ini didasarkan pada alasan bahwa
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan dalam Islam tidak ada ketentuan yang tegas/
Anak sebenarnya secara tidak langsung definitif tentang batas umur untuk melang-
bisa dikaitkan dengan adanya penerapan sungkan perkawinan.
sanksi pidana meskipun tidak secara tegas Kedua, dilihat dari aspek ius consti
pengaturannya dalam hubungan perkawinan tutum, maka selama ini belum ada hukum
di bawah umur. Dalam peraturan tersebut, pidana positif di Indonesia yang melarang
orang tua mempunyai peran penting perkawinan di bawah umur, sehingga tidak
dalam mencegah atau menghambat ter ada sanksi pidana yang dapat digunakan un-
jadinya perkawinan di bawah umur. tuk menjerat pelaku perkawinan di bawah
Misalnya orang tua bisa dipidana jika anak umur. Hukum pidana positif hanya meng
diperdagangkan dan dieksploitasi, tetapi atur perbuatan pidana yang muncul dalam
larangan dan ancaman pidana yang tegas ikatan perkawinan (termasuk perkawinan di
tentang larangan perkawinan di bawah umur bawah umur) seperti Pasal 279 KUHP, Pasal
sepengetahuannya belum ada.44 288 KUHP, Undang-Undang No. 23 Tahun
2002, Undang-Undang No. 23 Tahun 2004.
E. Kesimpulan Dilihat dari aspek ius operandum, dalam
Berdasarkan hasil penelitian dan pem- praktik ternyata tidak ditemukan adanya
bahasan di atas dapat dirumuskan beberapa perkara pidana perkawinan di bawah umur
kesimpulan. Pertama, jumhur ulama ber- yang diperiksa di sidang pengadilan. Dilihat
pendapat bahwa pernikahan di bawah umur dari aspek ius constituendum, perkawinan di
diperbolehkan, namun demikian kebolehan bawah umur juga belum layak dikriminalisa-
pernikahan di bawah umur ini tidak serta sikan dalam peraturan perundang-undangan
merta membolehkan hubungan badan an- yang akan datang, karena masih adanya
tara pasangan tersebut. Hal ini juga sejalan perdebatan di tengah masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
44
ibid.
608 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 3, Oktober 2009, Halaman 409 - 628