Anda di halaman 1dari 20

PERKAWINAN DI BAWAH UMUR DALAM PERSPEKTIF HUKUM

PIDANA DAN HUKUM ISLAM*

Supriyadi** dan Yulkarnain Harahap***

Abstract Abstrak
Most Islamic scholars agree that underage Kebanyakan ulama Muslim sepakat bahwa
marriage is permissible under certain con­ pernikahan di bawah umur halal dengan
ditions. Furthermore, supported by the fact beberapa syarat. Dengan demikian, didu­
that our legal system does not incriminate kung dengan fakta bahwa sistem hukum kita
such marriage and there is still controversy tidak mengkriminalisasi pernikahan seperti
in the society regarding this issue, underage itu dan bahwa isu ini masih menjadi perde­
marriage should not be criminalized in the batan di masyarakat, pernikahan dini tidak
future laws. boleh dikriminalisasi dalam hukum yang
akan datang

Kata Kunci: perkawinan di bawah umur, fuqaha, ius constitutum, ius operatum, ius
constituendum.

A. Latar Belakang Masalah karena masalah ekonomi, rendahnya pen-


Perkawinan di bawah umur kembali didikan, pemahaman budaya dan nilai-nilai
mengundang perdebatan setelah terungkap- agama tertentu, atau karena hamil terlebih
nya perkawinan antara Pujiono Cahyo Widi- dahulu yang lebih populer dengan istilah
anto alias Syeikh Puji dengan seorang gadis married by accident.
yang ditengarai masih berusia di bawah Menurut Ketua Umum Komisi Na-
umur (12 tahun) bernama Luthfiana Ulfa. sional (Komnas) Perlindungan Anak, Seto
Padahal perkawinan semacam ini bukanlah Mulyadi, kasus yang terjadi pada Syeikh
sesuatu hal yang baru di Indonesia. Praktek Puji sebenarnya merupakan fenomena gu-
perkawinan di bawah umur sebenarnya su- nung es. Kasus Syeikh Puji terungkap kare-
dah lama terjadi di tengah masyarakat. Fak- na yang bersangkutan pengusaha sukses
tor penyebabnya juga bervariasi, antara lain dan merupakan tokoh masyarakat. Komnas

*
Laporan Penelitian Tim Tahun 2009.
**
Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (e-mail: supriyadi@ugm.
ac.id).
***
Dosen Hukum Islam Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (e-mail: yulkarnain.harahab@
mail.ugm.ac.id).
1
Heru Susetyo, “Pernikahan di Bawah Umur: Tantangan Legislasi dan Harmonisasi Hukum”, www.reformasi­
kuhp.org, diakses tanggal 22 Januari 2009.
590 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 3, Oktober 2009, Halaman 409 - 628

Perlindungan Anak sendiri telah menangani 14-15 tahun. fuqaha lain menyatakan usia
21 kasus serupa sejak tahun 2003 dan 30-40 Aisyah ketika itu adalah 17-18 tahun. Bahkan
persen anak berhasil dikembalikan. ada fuqaha yang berdasarkan penelitiannya
Perkawinan yang dilakukan oleh se­ (dengan menghubungkan usia Fatimah/
orang laki-laki bergelar syeikh (suatu gelar puteri Nabi) menyatakan bahwa usia Aisyah
kehormatan bagi seseorang yang memiliki ketika dinikahi Nabi berusia 24 tahun.
kapasitas ilmu yang mumpuni dalam agama Berdasarkan kenyataan tersebut, se­
Islam) menimbulkan kesan bahwa Islam ba­gian fuqaha seperti Ibnu Syubromah,
membolehkan atau melegalkan perkawinan menyatakan bahwa agama Islam melarang
dengan seorang yang masih anak-anak (di pernikahan dini (pernikahan sebelum usia
bawah umur). Syeikh tersebut berdalih baligh). Menurutnya, nilai esensial perni-
bahwa apa yang dilakukannya adalah men­ kahan adalah memenuhi kebutuhan biologis
contoh perbuatan Nabi Muhammad SAW dan melanggengkan keturunan, sementara
yang menikahi Aisyah R.A. yang ketika itu dua hal ini tidak terdapat pada anak yang be-
baru berusia 9 (sembilan) tahun. Padahal lum baligh. Sedangkan fuqaha-fuqaha yang
di kalangan fuqaha (ahli hukum Islam) lain berpendapat sebaliknya. Dari kaca mata
sendiri, hadits tersebut terus diperdebatkan hukum Islam, persoalan batas usia minimal
kesahihannya, baik dari segi sanad (orang untuk menikah tidak terdapat ketentuan
yang meriwayatkan hadits tersebut) maupun yang tegas dalam Al-Qur’an dan hadits nabi
dari segi matan (isi hadits tersebut). Dari sehingga hal ini merupakan wilayah kajian
segi sanad, orang yang meriwayatkan hadits fikih, yang terikat oleh ruang dan waktu.
tersebut adalah Hisyam bin Urwah, seorang Oleh karena itu tidak mengherankan jika
sahabat Nabi yang ketika menerima hadits terjadi keragaman pendapat antara fuqaha
tersebut usianya sudah sangat renta dan Timur Tengah dengan fuqaha Indonesia
diragukan kecerdasan dan daya ingatnya mengenai hal tersebut.
dalam meriwayatkan suatu hadits. Oleh Perkawinan antara Syeikh Puji dengan
karena itu Imam Malik (pendiri mazhab Ulfa ternyata juga mendapatkan reaksi keras
Maliki) secara tegas menolak hadits-hadits dari kalangan lembaga swadaya masyarakat
yang diriwayatkan Hisyam bin Urwah. (LSM). Salah satunya dari Jaringan Pembela
Adapun dari segi matan, banyak fuqaha Perempuan dan Anak Jawa Tengah yang
yang meragukan kebenaran hadits tersebut. meminta kepolisian agar tetap memproses
Imam Thabari misalnya, berdasarkan Pujiono Cahyo Widianto, meskipun peng­
peng­­kajiannya secara logis dan sistematis usaha itu membatalkan perkawinannya
memperkirakan bahwa usia Aisyah ketika dengan anak tersebut. Menurut Jaringan
dinikahi Nabi Muhammad SAW berusia Pembela Perempuan dan Anak Jawa

2
“Syekh Puji Siap Ceraikan Lutfiana”, www.antara.co.id, diakses 22 Januari 2009.
3
Khaeron Sirin, ”Fikih Perkawinan di Bawah Umur”, www.ptiq.ac.id, diakses tanggal 23 Januari 2009.
4
Yusuf Fatawie, ”Pernikahan Dini Dalam Perspektif Agama dan Negara”, dalam www.pesantrenvirtual.com,
diakses tanggal 23 Januari 2009.
Supriyadi dan Harahap, Perkawinan di Bawah Umur 591

Tengah, kasus perkawinan di bawah umur B. Rumusan Permasalahan


merupakan kasus pidana dan bukan delik Bertolak dari latar belakang pemikiran
aduan. Dalam kasus pidana, apa pun yang di atas, maka terdapat 2 (dua) permasalahan
terjadi harus dilanjutkan. Berbeda dengan fundamental yang perlu mendapatkan peng-
delik aduan, jika kedua belah pihak yang kajian terkait dengan fenomena perkawin­
melapor dan bertikai bersepakat, maka dapat an di bawah umur di Indonesia. Pertama,
mengganggap selesai sebuah kasus.  bagaimanakah pandangan ahli hukum ­Islam
Fenomena perkawinan di bawah umur (fuqaha) terhadap perkawinan di bawah
dapat dikatakan telah “menampar” wajah umur? Kedua, bagaimanakah fenomena per­
pembuat hukum dan aparat hukum di negeri kawinan di bawah umur dilihat dari perspek­
ini. Praktek perkawinan di bawah umur tif hukum pidana?
mengindikasikan bahwa hukum perkawinan
Indonesia nyaris seperti hukum yang ‘tak C. Metode Penelitian
bergigi’, karena terjadi pelanggaran hukum Penelitian ini merupakan perpaduan
perkawinan tanpa dapat ditegakkan secara antara penelitian hukum normatif dan
hukum. Kondisi seperti ini sesungguhnya penelitian hukum empiris, karena data yang
tidak dapat dilepaskan dari eksistensi digunakan terdiri dari data sekunder maupun
peraturan perundang-undangan perkawinan data primer. Data sekunder diperoleh
di Indonesia. Hal tersebut disebabkan karena dari bahan-bahan kepustakaan, sedangkan
dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun data primer diperoleh dari narasumber di
1974 maupun Kompilasi Hukum Islam lapangan. Data sekunder yang digunakan
tidak memuat sanksi yang dapat dikenakan dalam penelitian ini meliputi bahan hukum
terhadap perbuatan perkawinan di bawah primer dan bahan hukum sekunder.
umur, apalagi sanksi tersebut berupa pidana. Narasumber penelitian berasal dari
Akibatnya, muncul polemik dan kontroversi beberapa instansi seperti Pengadilan Negeri
di tengah masyarakat mengenai dapat Sleman, Yogyakarta dan Bantul, Pengadil­
tidaknya orang yang melakukan perkawinan an Agama Sleman, Yogyakarta dan Bantul,
di bawah umur diproses secara hukum dan Kantor Urusan Agama (KUA) Depok Kabu-
dikenakan sanksi pidana. Disamping itu, paten Sleman, KUA Jetis Kota Yogyakarta
adanya keragaman pendapat di kalangan dan KUA Sewon Kabupaten Bantul, Majelis
fuqaha mengenai pernikahan di bawah umur Ulama Indonesia Provinsi Daerah Istime-
telah menarik minat peneliti untuk mengkaji wa Yogyakarta, Dewan Pimpinan Wilayah
lebih lanjut mengenai masalah tersebut dari Muhammadiyah Provinsi Daerah Istimewa
perspektif Hukum Islam, baik dalam tataran Yogyakarta, Dewan Pimpinan Wilayah
fiqih maupun dalam ketentuan hukum Islam Nahdlatul Ulama Provinsi Daerah Istime-
positif.

5
“Proses Hukum Syeh Puji Jalan Terus”, www.tempointeraktif.com, diakses tanggal 22 Januari 2009.
6
Ronny Hanitijo Soemitro, 1994, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, hlm. 52.
7
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta, hlm. 52.
592 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 3, Oktober 2009, Halaman 409 - 628

wa ­ Yogyakarta, serta Komisi Perlindungan menerima hak (ahliyatul ada’ wa al-wujub),


Anak Indonesia Yogyakarta. Data penelitian sebagai ketentuan sinn al-rusyd. Kedua, per-
diperoleh melalui penelitian lapangan (field nikahan usia dini hukumnya sah sepanjang
research) maupun penelitian kepustakaan telah terpenuhinya syarat dan rukun nikah,
(library research). Pengumpulan data di- tetapi haram jika mengakibatkan mudharat.
lakukan dengan studi dokumen dan wawan­ Kedewasaan usia merupakan salah satu in-
cara. dikator bagi tercapainya tujuan pernikahan,
Analisis data menggunakan metode yaitu kemaslahatan hidup berumahtangga
kualitatif. Analisis ini dilakukan dengan dan bermasyarakat serta jaminan keamanan
memperhatikan fakta yang ada di dalam bagi kehamilan. Ketiga, guna merealisasi-
praktik dan digabungkan dengan data se­ kan kemashlahatan, ketentuan perkawinan
kunder yang diperoleh dari penelitian dikembalikan pada standardisasi usia seba­
kepustakaan. Hasil analisis tersebut diuraikan gaimana ditetapkan dalam Undang-Undang
secara deskriptif sehingga diperoleh uraian Nomor 1 Tahun 1974 sebagai pedoman.
hasil penelitian yang bersifat deskriptif- Dalil-dalil yang menjadi dasar penetap­
kualitatif. an ketentuan hukum tersebut adalah sebagai
berikut:
D. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Al-Qur’an Surat (QS) An-Nisa’(4): 6
1. Pandangan Ahli Hukum Islam (Fuqa­ 2. QS At-Thalaq (65): 4
ha) Terhadap Perkawinan di Bawah 3. QS An-Nur(24): 32
Umur 4. Hadits Muttafaq Alaih dari ‘Aisyah
Dalam Keputusan Ijtima ’Ulama 5. Hadits Bukhari dan Muslim dari ‘Al-
Komisi Fatwa Se Indonesia III Tahun 2009 Qamah
dinyatakan bahwa dalam literatur fikih Is- 6. Kaidah Fikih dalam Qawaid al-Ahkam
lam, tidak terdapat ketentuan secara eksplisit fi Mashalih al-Anam karya Izzuddin
mengenai batasan usia pernikahan, baik Abd al-Salam jilid I halaman 51
batasan usia minimal maupun maksimal. 7. Pandangan Jumhur fuqaha yang mem­
Walaupun demikian, hikmah tasyri’ dalam bolehkan pernikahan usia dini.
pernikahan adalah menciptakan keluarga 8. Pandangan Ibn Syubrumah dan Abu
sakinah, serta dalam rangka memperoleh ke- Bakr al-Asham, sebagaimana disebut-
turunan (hifz al-nasl) dan hal ini bisa tercapai kan dalam Fath al-Bari juz 9 halaman
pada usia dimana calon mempelai telah sem- 237 yang menyatakan bahwa pernikah­
purna akal pikirannya serta siap melakukan an usia dini hukumnya terlarang, dan
proses reproduksi. Berdasarkan hal tersebut, menyatakan bahwa praktik nikah Nabi
Komisi fatwa menetapkan beberapa keten- dengan ‘Aisyah adalah sifat kekhusus­
tuan hukum. Pertama, Islam pada dasarnya an Nabi.
tidak memberikan batasan usia minimal per- 9. Pendapat Ibn Hazm yang memilah
nikahan secara definitif. Usia kelayakan per- antara pernikahan anak lelaki kecil de­
nikahan adalah usia kecakapan berbuat dan ngan anak perempuan kecil. Pernikah­
Supriyadi dan Harahap, Perkawinan di Bawah Umur 593

an anak perempuan yang masih kecil badan akan mengakibatkan adanya dlarar,
oleh bapaknya dibolehkan, sedangkan maka hal itu terlarang, baik pernikahan pada
pernikahan anak lelaki yang masih ke- usia dini maupun sudah dewasa. Kedua,
cil dilarang. pandangan kedua yang dikemukakan oleh
Keputusan Komisi Fatwa MUI ter­ Ibn Syubrumah dan Abu Bakr al-Asham,
sebut di atas, sejalan dengan pendapat menyatakan bahwa pernikahan usia dini
yang dikemukakan Dr. HM Asrorun Ni’am hukumnya terlarang secara mutlak. Ketiga,
Sholeh, MA, yang menyatakan bahwa dalam pandangan ketiga yang dikemukakan Ibn
literatur fikih Islam tidak terdapat ketentuan Hazm. Beliau memilah antara pernikahan
secara eksplisit mengenai batasan usia anak lelaki kecil dengan anak perempuan
pernikahan. Dengan demikian perkawinan kecil. Pernikahan anak perempuan yang
yang dilakukan orang yang sudah tua masih kecil oleh bapaknya dibolehkan, se­
dipandang sah sepanjang memenuhi syarat dangkan pernikahan anak lelaki yang masih
dan rukunnya, sebagaimana juga sah bagi kecil dilarang. Argumen yang dijadikan
anak-anak yang masih kecil. landasan adalah zhahir hadits pernikahan
Pernikahan dini adalah pernikahan Aisyah dengan Nabi SAW.10
yang dilaksanakan sesuai dengan syarat dan Ulama Hanabilah menegaskan bahwa
rukunnya, namun mempelai masih kecil. sekalipun pernikahan usia dini sah secara
Batasan pengertian kecil di sini merujuk fikih, namun tidak serta merta boleh hidup
pada beberapa ketentuan fikih yang bersifat bersama dan melakukan hubungan suami
kualitatif, yakni anak yang belum baligh isteri. Patokan bolehnya berkumpul adalah
dan secara psikis belum siap menjalankan kemampuan dan kesiapan psikologis pe­
tanggung jawab kerumahtanggaan. Semen­ rempuan untuk menjalani hidup bersama.
tara dalam perspektif hukum positif, pe­ Ibn Qudamah menyatakan bahwa dalam
ngertian kecil disini adalah anak yang masih kondisi si perempuan masih kecil dan dirasa
di bawah umur 19 tahun (bagi laki-laki) dan belum siap (baik secara fisik maupun psikis)
di bawah 16 tahun (bagi perempuan). untuk menjalankan tanggung jawab hidup
Secara umum, dalam menjawab hukum berumahtangga, maka walinya menahan
pernikahan dini, pendapat para fuqaha dapat untuk tidak hidup bersama dulu, sampai si
dikategorikan menjadi tiga kelompok. perempuan mencapai kondisi yang sudah
Pertama, pandangan jumhur fuqaha, siap. Bahkan lebih tegas lagi, Imam al-
yang membolehkan pernikahan usia dini. Bahuty menegaskan jika si perempuan me­
Walaupun demikian, kebolehan pernikahan rasa khawatir atas dirinya, maka dia boleh
dini ini tidak serta merta membolehkan menolak ajakan suami untuk berhubungan
adanya hubungan badan. Jika hubungan badan.11

8
HM Asrorun Ni’am Sholeh, “Pernikahan Usia Dini Perspektif Fikih Munakahah”, dalam Ijma’ Ulama, 2009,
Majelis Ulama Indonesia, hlm. 213.
9
ibid, hlm. 214.
10
ibid, hlm. 214-218.
11
ibid, hlm. 219-220.
594 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 3, Oktober 2009, Halaman 409 - 628

Jika telah terjadi pernikahan usia dini, dari pernikahan dini, maka jika terjadi per-
yakni seorang wali menikahkan anaknya nikahan usia dini harus memenuhi ketentuan
yang masih kecil, maka pernikahan tersebut sebagai berikut:
hukumnya sah dan mengikat sifatnya. Dalam a. Yang menikahkan adalah walinya, dan
hal ini, menurut Imam Malik, Imam Syafi’i menurut Ulama Syafi’iyyah, hanya
dan Ulama Hijaz, si perempuan tidak ada oleh ayah atau kakek (dari ayah), tidak
lagi khiyar untuk memfasakh; akan tetapi boleh menikahkan dirinya sendiri atau
menurut Ahl al-Iraq, ia mempunyai hak oleh hakim;
memilih (khiyar) jika telah dewasa. b. Pelaksanaan pernikahan tersebut untuk
Asrorun Ni’am Sholeh berpendapat kemaslahatan mempelai serta diyakini
bahwa pernikahan dini dibolehkan sepan- tidak mengakibatkan dlarar bagi
jang pelaksanaannya terdapat mashlahat mempelai;
yang rajihah bagi kedua mempelai, namun c. Tidak dibolehkan melakukan hubungan
jika hal itu akan melahirkan dlarar bagi suami isteri sampai tiba masa yang
mempelai maka pernikahan menjadi haram; secara fisik maupun psikologis siap
dan dalam kondisi yang demikian, mempe- menjalankan tanggung jawab hidup
lai mempunyai hak untuk fasakh. Selanjut- berumah tangga.
nya mengingat pernikahan termasuk dalam d. Untuk mencegah terjadinya hubungan
kategori fikih ijtima’i, maka pengaturan ulil suami isteri pada usia masih kecil,
amri terhadap masalah ini sangat dimung- maka pihak wali dapat memisahkan
kinkan, bahkan mentaatinya adalah suatu ke- keduanya.13
harusan. Dengan demikian, meskipun secara Walaupun dalam Al-Qur’an mau-
fikih persoalan penetapan usia pernikahan pun hadits tidak disebutkan secara tersurat
diperselisihkan, namun jika sudah ditetap- (tekstual) umur nikah/kawin, tetapi secara
kan oleh ulil amri, maka umat Islam mempu­ tersirat (kontekstual) Al-Qur’an maupun al-
nyai kewajiban syar’i untuk mengikutinya.12 Hadits tidak menutup kemungkinan untuk
Dengan demikian, pengaturan usia pernikah­ menetapkan usia nikah/kawin. Dalam rea­
an dapat dibenarkan, sepanjang pengaturan litanya, Negara-negara Islam atau ­ Negara-
usia pernikahan tersebut bukan bersifat pem- ­negara berpenduduk muslim memiliki
batasan (tahdid). per­aturan perundang-undangan yang di da­
Meskipun pernikahan usia dini dibo­ lamnya mengatur usia nikah/kawin secara
lehkan, namun untuk menjaga kemashlahat- beraneka ragam, sebagaimana terlihat dalam
an dan agar tercapai maqashid al-syari’ah tabel berikut:14

12
ibid, hlm. 221-222.
13
ibid, hlm. 223.
14
Muhammad Amin Suma, 2004, Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam, Rajawali Press, Jakarta, hlm. 167.
Supriyadi dan Harahap, Perkawinan di Bawah Umur 595

Tabel 1
Usia Nikah di Beberapa Negara Islam
Minimal Usia Kawin
No. Negara
Pria Wanita
1. Aljazair 21 18
2. Bangladesh 21 18
3. Mesir 18 16
4. Indonesia 19 16
5. Iraq 18 18
6. Yordania 16 15
7. Libanon 18 17
8. Libya 18 16
9. Malaysia 18 16
10. Maroko 18 15
11. Yaman Utara 15 15
12. Pakistan 18 16
13. Somalia 18 18
14. Yaman Selatan 18 16
15. Syria 18 17
16. Tunisia 19 17
17. Turki 17 15
Sumber: http://ww1.yuwie.com/blog/entry.asp?id=968520&eid=629455.

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat puan pada umumnya lebih muda 1-6 tahun
bahwa usia nikah yang dianut negara-negara dibandingkan dengan rata-rata usia nikah
Islam dan negara-negara berpenduduk Mus- kaum laki-laki. Negara Arab Saudi sendiri
lim, rata-rata berkisar antara 15-21 tahun. tidak menetapkan batas usia minimal untuk
Pada umumnya negara islam atau negara menikah15, sehingga beberapa saat yang lalu
yang berpenduduk Muslim membedakan pernah terjadi perkawinan seorang gadis
usia kawin antara calon mempelai laki-laki berusia 8 tahun, dengan pria yang berusia 51
dengan calon mempelai perempuan (kecu- tahun, walaupun akhirnya perkawinan terse-
ali Irak dan Somalia yang tidak membeda- but diputuskan (diceraikan) atas tuntutan ibu
bedakan antara usia kawin perempuan dan si bocah.
laki-laki, yakni sama-sama harus berusia Khoiruddin Nasution sependapat de­
minimal 18 tahun). Untuk laki-laki, rata- ngan Muh. Amin Suma, bahwa Al-Qur’an
rata menetapkan usia 16 hingga 21 tahun, secara tekstual dan tegas tidak menyebut usia
sementara untuk perempuan, rata-rata antara nikah, namun ada ayat yang dapat diindika-
15 sampai 18 tahun. Jadi usia nikah perem- sikan menunjukkan itu, yakni QS An-Nisa

15
Khoiruddin Nasution, “Pernikahan Dini di Arab Saudi”, dimuat dalam harian Kedaulatan Rakyat, 8 Mei 2009,
hlm. 14.
596 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 3, Oktober 2009, Halaman 409 - 628

ayat 6. Ayat ini menetapkan bahwa umur karena tidak diketemukan dasar hukum yang
kawinlah sebagai masa untuk menyerahkan melarangnya. Walaupun usia pernikahan
tanggung jawab pemeliharaan harta kepada tidak ditentukan secara pasti, namun untuk
mereka. Dalam menunjukkan umur nikah melihat layak tidaknya seseorang untuk
dan sekaligus umur dewasa dimaksud, ayat menikah harus dilihat tujuan pernikahan itu
ini menggunakan kata kunci rusyd, yang sendiri, yaitu apakah tujuan pernikahan bisa
dalam tafsir Departemen Agama RI, diarti- terwujud kalau anak tersebut masih kecil,
kan cerdas (pandai memelihara harta). Ayat dan juga apakah yang bersangkutan dapat
inilah yang dijadikan dasar para ahli agama menunaikan kewajibannya sebagai seorang
untuk menyatakan bahwa usia nikah bukan suami/isteri. Dengan demikian syarat untuk
hanya sekedar akil baligh yang ditandai den- menikah tidak cukup sekedar sudah baligh
gan haid dan mimpi basah, tetapi harus su- saja, tetapi juga telah memiliki kemampuan
dah dewasa (mature/rusyd). Dengan demiki- fisik, kemampuan mental, intelektual dan
an, dari berbagai tinjauan dapat disimpulkan spiritual, dan terutama kemampuannya
bahwa perkawinan ideal adalah perkawinan bertanggung jawab mencukupi kebutuhan
pasangan yang sudah mature, bukan hanya keluarga (khususnya bagi calon suami).
sekedar akil baligh.16 Menyikapi adanya pernikahan sese­
Hal yang dipaparkan di atas selaras orang yang sudah dewasa dengan calon
dengan hasil wawancara terhadap para pasangannya yang masih di bawah umur,
ulama yang menjadi narasumber penelitian narasumber berpendapat bahwa hal itu cen-
ini, yang menegaskan bahwa secara tekstual derung banyak madharatnya dan dampak-
tidak diketemukan ayat al-Qur’an ataupun nya citra Islam makin terpuruk, sehingga dia
Hadits yang membatasi/menentukan usia tidak setuju terhadap praktik semacam itu18.
pernikahan17, sehingga di kalangan ulama Di samping itu, perkawinan semacam itu di-
sendiri terdapat perbedaan pendapat me­ pandang tidak memenuhi syarat kafaah (ke-
nyangkut usia pernikahan. Ibnu Subrumah seimbangan) yang dituntunkan dalam ajaran
menyatakan untuk menikah disyaratkan Islam.
harus sudah baligh, sedangkan ulama lain Fenomena perkawinan di bawah umur
seperti Hasan dan Ibrahim An Nakhai sering terjadi dalam praktik di Kantor Urusan
serta Abu Hanifah menyatakan bahwa Agama yang menjadi sampel penelitian ini,
pernikahan di bawah umur diperbolehkan seperti terlihat dalam tabel di bawah ini.

16
ibid.
17
Hasil wawancara dengan Bpk Zaeni Munir Fadholi (Majelis Tarjih DPW Muhammadiyah DIY), Bp Ashariyat
(Rois Suriah PWNU DIY), Bp Ahmad Muhsin (Sekretaris Umum MUI DIY) bulan Mei 2009.
18
ibid.
Supriyadi dan Harahap, Perkawinan di Bawah Umur 597

Tabel 2
Pernikahan di Bawah Umur di KUA Tahun 2005-2008
No. KUA Jumlah
1. Depok, Sleman 3
2. Sewon, Bantul 20
3 Jetis, Yogyakarta 16
Jumlah 39
Sumber: Data Sekunder Tahun 2005-2008

Masalah usia perkawinan bagi calon ingin segera melangsungkan perkawinan,


mempelai yang akan melangsungkan perka­ maka PPN minta agar calon mempelai atau
winan senantiasa menjadi perhatian utama walinya mengajukan dispensasi perkawinan
Pegawai Pencatat Nikah (PPN) yang akan ke Pengadilan Agama. Jika hal ini tidak di-
membantu melangsungkan perkawinan pa­ penuhi, maka PPN tidak akan membantu me-
sangan tersebut19. Untuk melihat apakah langsungkan perkawinan bagi calon mem-
calon mempelai sudah memenuhi syarat pelai tersebut. Dalam kenyataannya, calon
minimal usia nikah ataukah belum, maka hal mempelai yang bersikeras untuk segera me-
itu dicek dari akte kelahiran atau KTP atau nikah itu sebagian besar dikarenakan ­adanya
Ijazah, dan juga keterangan dari pemerintah alasan tertentu, yaitu calon mempelai perem-
desa. Jika ternyata calon mempelai (salah puan terlanjur hamil sebelum nikah.20
satu atau keduanya) belum memenuhi syarat Jumlah permohonan dispensasi perka­
minimal usia nikah, maka PPN akan mena­ winan dikarenakan calon mempelai belum
sehati agar perkawinannya ditunda dulu mencapai batas minimal usia nikah yang
sampai usianya memenuhi syarat; disam­ diputuskan Pengadilan Agama (PA) pada
ping itu PPN juga menjelaskan mudlarat tahun 2005-2008 dapat dilihat dalam tabel
dari perkawinan usia dini. Apabila setelah berikut:
dinasehati, calon mempelai tetap bersikeras

Tabel 3
Permohonan Dispensasi Nikah yang Diputus PA Tahun 2005-2008
No. Pengadilan Agama Jumlah
1. Pengadilan Agama Sleman 15
2. Pengadilan Agama Bantul 183
3. Pengadilan Agama Yogyakarta 56
Jumlah 254

Sumber: Data Sekunder Tahun 2005-2008

19
Hasil wawancara dengan Bp Dalhari (Kepala KUA Depok), Bapak Fauzy (Kepala KUA Sewon), Bp Saeful
(Kepala KUA Jetis) bulan Mei 2009.
20
ibid.
598 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 3, Oktober 2009, Halaman 409 - 628

Sebagian besar permohonan dispen- maslahah mursalah, perkawinan di bawah


sasi perkawinan dikarenakan calon mem- umur sebaiknya tidak dilakukan karena lebih
pelai belum mencukupi batas minimal usia banyak mudlaratnya dari pada manfaatnya.
menikah diajukan karena si calon mempelai Beberapa mudlarat dari pernikahan di bawah
wanita telah hamil dahulu sebelum meni- umur diantaranya dari aspek kesehatan
kah21. Agar bayi yang akan dilahirkan kelak (khususnya bagi mempelai perempuan yang
berstatus sebagai anak sah, maka perkawin­ rentan terkena penyakit kanker leher rahim),
an harus segera dilangsungkan sebelum keutuhan rumah tangga yang rentan dise-
bayinya lahir, sehingga mereka mengajukan babkan ketidaksiapan mental/psikis maupun
dispensasi perkawinan. Walaupun demikian finansial dari pelaku pernikahan di bawah
ada juga permohonan dispensasi perkawinan umur yang pada akhirnya hal ini akan meng-
yang diajukan karena orang tua merasa kha- hambat terwujudnya keluarga yang sakinah,
watir melihat anaknya sudah berhubungan mawaddah warrahmah sebagai tujuan utama
sedemikian akrab dengan calon pasangan- perkawinan. Hal ini juga didukung dari hasil
nya, sehingga untuk menghindari hal-hal penelitian, yang menunjukkan bahwa perni-
yang dilarang agama, orang tua berinisiatif kahan di bawah umur pada umumnya dise-
menikahkan mereka meskipun usianya be- babkan oleh sesuatu yang dilarang agama,
lum mencukupi. Permohonan dispensasi yaitu terjadinya perzinaan dari seorang laki-
perkawinan tersebut, sebagian besar dika- laki dengan seorang perempuan sehingga
bulkan oleh hakim.22 Diajukannya permo- si wanita terlanjur hamil sebelum nikah.
honan dispensasi perkawinan tersebut dise- Kenyataan ini menunjukkan pernikahan di
babkan karena calon mempelai wanita yang bawah umur pada umumnya bukan didasari
belum mencapai batas usia minimal untuk oleh adanya rasa kasih sayang yang tulus
nikah (yaitu 16 tahun), bisa juga yang belum ataupun niat yang baik dari pelaku, melain-
mencapai batas usia minimal untuk menikah kan lebih didasari rasa keterpaksaan, yaitu
adalah calon mempelai laki-laki (yaitu 19 terpaksa menikah untuk menutup malu, ter-
tahun). paksa menikah untuk kepentingan si bayi
Dari beberapa pendapat ulama seperti yang akan dilahirkan agar berstatus sebagai
disebutkan di atas, penulis sependapat bah- anak yang sah. Dengan kondisi seperti ini,
wa pernikahan di bawah umur adalah diper- banyak pelaku perkawinan di bawah umur
bolehkan karena tidak ada nash dalam Al- tidak bisa membawa bahtera rumah tang­
Qur’an maupun hadits yang melarangnya. ganya pada kebahagiaan, tetapi justeru ber­
Walaupun demikian, bila dilihat dari segi akhir pada perceraian.

21
Hasil wawancara dengan Bp Qosim (Hakim PA Bantul), BP Dedi Supriyadi (hakim PA Sleman), Bp Saifurrah-
man (Hakim PA Yogyakarta) bulan Mei 2009.
22
ibid.
Supriyadi dan Harahap, Perkawinan di Bawah Umur 599

2. Perkawinan di bawah Umur Dalam a. Perspektif Ius Constitutum


Perspektif Hukum Pidana Perkawinan di bawah umur dilihat dari
Eksistensi hukum pidana pada dasarnya perspektif ius constitutum pada hakikatnya
dapat dilihat dari tiga segi. Pertama, berkaitan dengan dua pertanyaan. Pertama,
hukum pidana yang berlaku sekarang atau apakah perkawinan di bawah umur dapat
hukum pidana yang harus diterapkan oleh dikualifikasikan sebagai tindak pidana
pengadilan atau hukum pidana sebagai ius dalam hukum pidana yang sekarang berlaku
constitutum atau ius operandum. Kedua, di Indonesia? Kedua, apakah perkawinan di
hukum pidana yang benar-benar diterapkan bawah umur dapat dijerat dengan peraturan
untuk suatu perbuatan konkrit, atau hukum perundang-undangan pidana yang sekarang
pidana sebagai ius operatum. Ketiga, hukum berlaku di Indonesia?
pidana yang dicita-citakan atau hukum Dalam kaitannya dengan pandangan
pidana sebagai ius constituendum.23 hukum pidana positif di Indonesia terhadap
Hukum pidana dilihat dalam kon- perkawinan di bawah umur, maka sejauh ini
teks ius constituendum pada hakikatnya belum ditemukan peraturan pidana positif
berkait­an dengan masalah politik hukum, Indonesia yang secara eksplisit melarang
yaitu usaha untuk mewujudkan peraturan- perbuatan perkawinan di bawah umur.
­peraturan yang baik sesuai dengan keadaan KUHP dan perundang-undangan pidana
dan situasi pada suatu waktu. Dalam politik lainnya hanya mengisyaratkan perbuatan
hukum pidana memunculkan pertanyaan- melawan hukum yang muncul dalam hu­
pertanyaan, misalnya: apakah perlu ada bungan perkawinan, termasuk perkawinan
pembaharuan hukum pidana? Apabila perlu di bawah umur, seperti Pasal 279 KUHP dan
pembaharuan hukum pidana, maka bidang- Pasal 288 KUHP, Undang-Undang Nomor
bidang apakah yang perlu diperbaharui atau 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
direvisi? Masalah ini menyangkut antara lain atau Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
kriminalisasi, yaitu suatu proses penetapan tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
suatu perbuatan yang semula bukan tindak Rumah Tangga. Kesimpulannya, KUHP atau
pidana menjadi tindak pidana.24 aturan di luar KUHP tidak bisa dijadikan
Bertolak dari uraian tersebut di atas, rujukan bahwa perkawinan di bawah umur
maka perkawinan di bawah umur dalam dilarang menurut aturan hukum pidana.
perspektif hukum pidana dapat dilihat pula Oleh karena itu, belum ada sanksi pidana
dari ius constitutum/ius operandum, ius yang bisa menjerat pelaku yang melakukan
operatum maupun ius constituendum. perkawinan di bawah umur.25

23
Sudarto, 1986, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, hlm. 93.
24
ibid, hlm. 151.
25
Hasil wawancara yang dilakukan Elvi Marzuni, S.H., MH., Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta, Muslim,
S.H., Hakim Pengadilan Negeri Sleman, dan Suharyanti, S.H., Hakim Pengadilan Negeri Bantul, pada bulan
Mei 2009.
600 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 3, Oktober 2009, Halaman 409 - 628

Pasal 279 KUHP merupakan salah dan sanksinya terhadap perbuatan tersebut di
satu pasal yang berkaitan dengan kejahatan dalam praktik. Hasil penelitian di Peng­adilan
terhadap asal usul perkawinan. Pasal ini Negeri Yogyakarta, Pengadilan Nege­ri Sle-
mengancam dengan pidana penjara paling man dan Pengadilan Negeri Bantul menun-
lama lima tahun terhadap dua perbuatan. jukkan bahwa selama ini tidak ada kasus
Pertama, barangsiapa yang mengadakan pidana terkait dengan perkawinan di bawah
perkawinan padahal mengetahui bahwa umur. Dengan kata lain, belum pernah ada
perkawinan atau perkawinan-perkawinan proses pemeriksaan sidang peng­adilan kare-
yang telah ada menjadi penghalang yang sah na orang telah melakukan perkawinan di
untuk itu. Apabila pelaku perbuatan ini me- bawah umur.
nyembunyikan kepada pihak lainnya bahwa Ada beberapa faktor yang dimungkin­
perkawinan-perkawinannya yang telah ada kan melatarbelakangi hal tersebut. Pertama,
menjadi penghalang yang sah untuk itu, masyarakat yang enggan untuk melapor jika
maka diancam dengan pidana penjara pa­ terjadi masalah yang timbul dari perkawinan
ling lama tujuh tahun. Kedua, barangsiapa di bawah umur atau timbul tindak pidana di
mengadakan perkawinan padahal diketahui dalamnya. Hal ini mungkin disebabkan kare-
bahwa perkawinannya atau perkawinan- na sebagian masyarakat masih meng­anggap
perkawinan pihak lain menjadi penghalang bahwa perkawinan di bawah umur bukan
yang sah untuk itu.26 merupakan suatu perbuatan yang tercela atau
Pasal 288 KUHP tersebut menyatakan memang masyarakat belum tahu persis pe­
bahwa barangsiapa bersetubuh dengan ngaturan hukumnya. Kedua, materi hukum
seorang wanita di dalam pernikahan, yang (legal substance) yang masih belum jelas
diketahui atau sepatutnya harus diduga pengaturannya terkait dengan perkawin­an
bahwa sebelum mampu dikawin, diancam, di bawah umur. Seperti diutarakan sebelum-
apabila perbuatan mengakibatkan luka-luka, nya bahwa hukum pidana positif Indonesia
dengan pidana penjara paling lama empat tidak mengatur larangan sekaligus ancaman
tahun. Jika perbuatan mengakibatkan luka- pidana bagi perbuatan perkawinan di bawah
luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling umur. Kasus Syeikh Puji merupakan kasus
lama delapan tahun. Jika perbuatan meng­ yang baru meskipun dalam praktiknya ba­
akibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara nyak sekali kasus serupa yang bisa terseret
paling lama dua belas tahun. 27 hukum. Oleh karena itu, mengingat belum
ada pengaturan ­hukumnya, maka kesimpulan
b. Perspektif Ius Operandum penyidik dalam merumuskan berkas perkara
Perkawinan di bawah umur dilihat dari hingga sampai pada putusan Hakim dalam
perspektif ius operandum pada hakikatnya menyikapi kasus tersebut (Syeikh Puji) ten-
berkaitan dengan penerapan hukum pidana tu akan menjadi khasanah baru dalam ranah

26
Moeljatno, 2007, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta, hlm. 101.
27
ibid, hlm. 105-106.
Supriyadi dan Harahap, Perkawinan di Bawah Umur 601

hukum pidana. Selain itu, tidak adanya kasus asli kriminalisasi (criminalization) sebagai
perkawinan di bawah umur yang pernah di- proses untuk menjadikan suatu perbuatan
periksa di pengadilan merupakan salah satu yang semula bukan tindak pidana menjadi
kesulitan dalam menyikapi aspek hukum tindak pidana. Kedua, kriminalisasi dapat
pidana menyangkut fenomena perkawinan diartikan pula sebagai mengaktualisasikan
di bawah umur. Bahkan di Komisi Perlin­ peraturan hukum pidana agar lebih efektif.
dung­an Anak Indonesia Yogyakarta sejak Misalnya, penggunaan fungsi hukum pidana
ber­­dirinya lem­baga ini belum ada satu pun dalam tindak pidana lingkungan yang semu-
ka­sus yang dilaporkan oleh masyarakat terha­ la bersifat “ultimum remedium” menjadi
dap masalah yang timbul terkait terjadinya “primum remedium”. Ketiga, kriminalisasi
perkawinan di bawah umur.28 diartikan pula sebagai usaha untuk memper-
luas berlakunya hukum pidana. Hal ini ter-
c. Perspektif Ius Constituendum lihat dari pengaturan “corporate crime liabi­
Perkawinan di bawah umur dilihat lity” yang bersifat umum dalam Rancangan
dari perspektif hukum pidana sebagai ius Undang-Undang tentang KUHP.31
constituendum memiliki kaitan dengan ma- Dalam proses kriminalisasi, maka ter­
salah kriminalisasi. Menurut Sudarto, krimi- dapat ukuran-ukuran yang harus diperhati-
nalisasi merupakan proses penetapan suatu kan oleh pembentuk undang-undang untuk
perbuatan orang sebagai perbuatan yang menetapkan suatu perbuatan itu sebagai
dapat dipidana. Proses ini diakhiri dengan tindak pidana. Sudarto mengingatkan 4 (em-
terbentuknya undang-undang dimana per- pat) hal yang perlu diperhatikan dalam kri­
buatan itu diancam dengan suatu sanksi mina­lisasi. Pertama, tujuan hukum pidana.
yang berupa pidana.29 Hal senada dikemuka- Kedua, penetapan perbuatan yang tidak
kan Barda Nawawi Arief, bahwa kebijakan dikehendaki. Ketiga, perbandingan antara
kriminalisasi adalah suatu kebijakan dalam sarana dan hasil. Keempat, kemampuan
menetapkan suatu perbuatan yang semula badan penegak hukum.32
bukan tindak pidana (tidak dipidana), men- Menurut Muladi, ada beberapa hal
jadi suatu tindak pidana (perbuatan yang yang secara doktrinal harus dijadikan pedo-
dapat dipidana).30 man kriminalisasi. Pertama, kriminalisasi
Muladi mendefinisikan kriminalisasi tidak boleh berkesan menimbulkan “over­
ke dalam tiga pengertian. Pertama, makna criminalization” yang masuk dalam kategori

28
Hasil wawancara yang dilakukan Elvi Marzuni, S.H., MH., Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta, Muslim,
S.H., Hakim Pengadilan Negeri Sleman, Suharyanti, S.H., Hakim Pengadilan Negeri Bantul, dan Dr. Sari
Murti, S.H., M.Hum, Ketua KPAI Yogyakarta, pada bulan Mei 2009.
29
Sudarto, 1986, op. cit., hlm. 31.
30
Barda Nawawi Arief, 2001, Kebijakan Kriminalisasi dan Masalah Yurisdiksi Tindak Pidana Mayantara,
makalah pada Seminar Nasional Penyusunan RUU Teknologi Informasi, Kerjasama FH/MIH UNDIP-De-
partemen Perhubungan, Semarang, 26 Juli 2001, hlm. 2-3.
31
Muladi, 2002, Politik Hukum Pidana, Dasar Kriminalisasi dan Dekriminalisasi serta Beberapa Perkemban­
gan Asas Dalam RUU KUHP, Makalah disampaikan pada Penataran Hukum Pidana dan Kriminologi, Ker-
jasama ASPEHUPIKI dan FH Ubaya, Surabaya, 14 Januari 2002, hlm. 8.
32
Sudarto, op. cit., hlm. 36-40.
602 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 3, Oktober 2009, Halaman 409 - 628

“the misuse of criminal sanction”. Kedua, pengawasan dan penegakan hukum


kriminalisasi tidak boleh bersifat ad hoc. Ke­ serta beban yang dipikul oleh korban
tiga, kriminalisasi harus mengandung unsur dan pelaku kejahatan itu sendiri harus
korban (victimizing), bisa aktual atau poten- seimbang dengan situasi tertib hukum
sial. Keempat, kriminalisasi harus memper- yang akan dicapai;
hitungkan analisa biaya dan hasil serta prin- 3. apakah akan menambah beban aparat
sip ultimum remedium. Kelima, kriminalisasi penegak hukum yang tidak seimbang
harus menghasilkan peraturan yang enforce­ atau nyata-nyata tidak dapat diemban
able. Keenam, kriminalisasi harus mem- oleh kemampuan yang dimilikinya;
peroleh dukungan publik (public support). 4. apakah perbuatan-perbuatan itu meng-
Ketujuh, kriminalisasi harus mengandung hambat atau menghalangi cita-cita
unsur subsosialitet (mengakibatkan bahaya bang­sa, sehingga merupakan bahaya
bagi masyarakat, sekalipun kecil sekali). Ke­ bagi keseluruhan masyarakat.
delapan, kriminalisasi harus memperhatikan Sedangkan kriteria khusus yang harus
peringatan bahwa setiap peraturan pidana diperhatikan dalam kriminalisasi adalah si-
membatasi kebebasan rakyat dan memberi- kap dan pandangan masyarakat mengenai
kan kemungkinan kepada aparat penegak patut tercelanya suatu perbuatan tertentu.
hukum untuk mengekang kebebasan itu.33 Salah satunya kriteria khusus yang dihasil-
Masalah parameter kriminalisasi kan dalam Simposium Pembaharuan Hu-
juga pernah mendapatkan perhatian dalam kum Pidana Nasional bulan Agustus 1980
Simposium Pembaharuan Hukum Pidana di Semarang. Dalam laporan simposium
Nasional bulan Agustus 1980 di Semarang. tersebut dikemukakan bahwa untuk mene-
Dalam laporan simposium tersebut dike- tapkan suatu perbuatan itu sebagai tindak
mukakan bahwa untuk menetapkan suatu pidana, perlu memperhatikan kriteria khu-
perbuatan itu sebagai tindak pidana, perlu sus yaitu sikap dan pandangan masyarakat
memperhatikan kriteria umum dan kriteria mengenai patut tercelanya suatu perbuatan
khusus.34 Kriteria umum kriminalisasi me- tertentu yang akan dikriminalisasikan. Na-
liputi: mun demikian, simposium tersebut tidak
1. apakah perbuatan itu tidak disukai atau dijelaskan lebih lanjut mengenai penger-
dibenci oleh masyarakat karena merugi- tian “perbuatan tercela”, sehingga hal ini
kan, atau dapat merugikan, mendatang- akan menimbulkan perbedaan pendapat dan
kan korban atau dapat mendatangkan pemahaman mengenai “perbuatan tercela”
korban; tersebut.
2. apakah biaya mengkriminalisasi seim­ Dalam hukum pidana, pengertian
bang dengan hasilnya yang akan dicapai, “perbuatan tercela” tersebut bisa dikaitkan
artinya cost pembuatan undang-undang, dengan suatu perbuatan yang menurut

33
Muladi, op .cit., hlm. 9-10.
34
Barda Nawawi Arief, op. cit., hlm. 31-32.
Supriyadi dan Harahap, Perkawinan di Bawah Umur 603

wujud atau sifatnya adalah bertentangan menilai apakah suatu perbuatan perkawinan
dengan tata atau ketertiban yang dike­ di bawah umur itu dapat dipandang sebagai
hendaki masyarakat. Dengan kata lain, perbuatan tercela di masyarakat. Dalam
perbuatan tersebut bertentangan dengan atau dinamika hukum, aspek tersebut sangat
menghambat akan terlaksananya tata dalam dipengaruhi oleh sosiologi kultural atau
pergaulan masyarakat yang baik dan adil. religi. Dari sisi sosiologi kultural, tidak
Oleh karena itu, perbuatan tersebut dilarang semua masyarakat menganggap bahwa
keras atau pantang dilakukan. Dengan perbuatan perkawinan di bawah umur
demikian, konsepsi ini dapat disamakan dapat dipandang sebagai perbuatan tercela.
atau disesuaikan dengan konsepsi perbuatan Terlebih lagi jika lapisan masyarakat tersebut
pantang (pantangan) atau pemali yang telah memiliki tingkat kepatuhan yang tinggi
lama dikenal dalam masyarakat Indonesia terhadap adat atau pun budayanya masing-
asli sejak jaman nenek moyang kita.35 masing. Misalnya dalam komunitas adat di
Pengertian “perbuatan tercela” dalam Sumatra Barat dan Sumatra Utara, dikenal
hukum pidana dapat dikaitkan pula dengan istilah “kawin gantung”. Kawin gantung ini
istilah “rechtsdelict” atau “mala per se” dan merupakan bentuk perkawinan masyarakat
“wetsdelict” atau “mala quia prohibita”. untuk menikahi pasangannya yang belum
Rechtsdelict adalah suatu perbuatan yang patut untuk dikawini (belum cukup umur)
bertentangan dengan keadilan, terlepas dengan suatu perjanjian bahwa si laki-laki
apakah perbuatan itu dilarang dan diancam akan menyebadani isterinya jika si isteri
pidana dalam suatu undang-undang atau telah cukup umur. Dalam pandangan agama,
tidak, jadi yang benar-benar dirasakan oleh misalnya agama Islam, hukum syariat yang
masyarakat sebagai bertentangan dengan bertumpu pada Al Quran dan As Sunnah
keadilan, seperti pembunuhan, pencurian, tidak secara terang menegaskan kualifikasi
pemerkosaan dan sebagainya. Sedangkan umur bagi seorang (perempuan atau laki-
wetsdelict merupakan perbuatan yang oleh laki) untuk mengadakan perkawinan. Hukum
umum baru dirasakan sebagai perbuatan syariat hanya menganjurkan bahwa seseorang
yang bertentangan dengan keadilan bisa untuk mengadakan perkawinan jika
(perbuatan pidana) karena undang-undang telah mampu secara jasmani dan rohani
menyatakannya demikian, jadi sebenarnya untuk menikah, cukup umur ( An Nisaa: 6)
tidak segera dirasakan sebagai bertentangan atau untuk menghindari kemudharatan yang
dengan rasa keadilan.36 lebih besar misalnya jika si laki-laki tidak
Dalam kaitannya dengan tercela atau dapat menahan hawa nafsunya. Namun
tidaknya perbuatan perkawinan di bawah demikian, berdasarkan Kitab Fiqh dan
umur di dalam kehidupan masyarakat, Ijtihad Ulama yang dimanifestasikan dalam
ada banyak aspek untuk menentukan atau bentuk hadirya Kompilasi Hukum Islam

35
Moeljatno, 1993, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 2-3.
36
Sudarto, 1990, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang, hlm. 56.
604 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 3, Oktober 2009, Halaman 409 - 628

dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 kriminalisasikannya harus ada klasifikasi


tentang Perkawinan, perkawinan yang layak tegas ruang mana dalam ikatan perkawinan
untuk diadakan adalah jika calon mempelai yang bisa dijangkau oleh hukum pidana.38
laki-laki telah berumur 19 tahun dan calon Pengertian perbuatan tercela tidak
mempelai perempuan telah berumur 16 bisa digeneralisasikan karena perbedaan
tahun dan jika belum berumur 21 tahun perspektif dalam lingkup masyarakat,
maka untuk melangsungkan perkawinan agama dan adat. Di sebagian masyarakat,
masing-masing calon mempelai harus seperti di wilayah Madura, Jawa Barat dan
meminta persetujuan dari orang tua masing- Jawa tengah, perkawinan di bawah umur
masing. Di luar konteks tersebut, seseorang bukan merupakan hal yang tabu dan tidak
masih bisa melangsungkan perkawinan di dianggap sebagai perbuatan tercela. Dalam
bawah umur jika terdapat keadaan tertentu kasus fenomenal Syeikh Puji, memang
atas dasar penetapan dari Pengadilan ada sebagian masyarakat yang mengangap
Agama (dispensasi perkawinan). Ketentuan negatif perkawinan di bawah umur, bahkan
dalam agama Islam tentu saja akan berbeda Seto Mulyadi Ketua Komisi Nasional
dengan agama lain. Dengan demikian, untuk Pelindungan Anak menentang tegas adanya
menentukan apakah perkawinan di bawah perkawinan di bawah umur. Namun, suara
umur dapat dipandang sebagai perbuatan penolakan terjadinya perkawinan di bawah
tercela di masyarakat sangat tergantung umur tersebut hanya merupakan persepsi,
dari aspek atau sisi mana seseorang atau tidak bisa disimpulkan bahwa perkawinan
masyarakat memahami masalah fenomena di bawah umur merupakan perbuatan
perkawinan di bawah umur. 37 tercela, tentu banyak aspek yang harus di
Dalam kaitannya dengan penentuan pertimbangkan. bagi yang berpedoman
suatu perbuatan perlu untuk dikriminalisasi- dengan agama tentu masing-masing ajaran
kan atau tidak tentu ada banyak faktor yang agama akan menghasilkan pandangan yang
harus jadi pertimbangan. Pertama, kesamaan berbeda-beda dalam menyikapi perkawinan
pandangan masyarakat bahwa perkawinan di bawah umur sesuai dengan pokok
di bawah umur merupakan perbuatan yang ajarannya. Begitu juga dengan hukum adat,
pantas untuk dikriminalisasikan yang bisa sebagian masyarakat adat di Indonesia masih
disalurkan melalui berbagai seminar hukum, menganggap perkawinan di bawah umur
forum diskusi nasional dan lain-lain. Kedua, merupakan hal yang lumrah bahkan bisa saja
perkawinan merupakan ikatan keperdataan, dijadikan bagian dari hukum adat. 39
apalagi jika perkawinan tersebut dilakukan Sehubungan dengan hal tersebut di
secara sah menurut hukum negara ataupun atas, maka perkawinan di bawah umur be-
hukum agama. Oleh karena itu, untuk meng- lum layak untuk dikriminalisasikan dan diru-

37
Hasil wawancara yang dilakukan Elvi Marzuni, S.H., MH., Hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta pada bulan
Mei 2009.
38
ibid.
39
Hasil wawancara yang dilakukan Muslim, S.H., Hakim Pengadilan Negeri Sleman pada bulan Mei 2009.
Supriyadi dan Harahap, Perkawinan di Bawah Umur 605

muskan dalam revisi undang-undang tentang pat, aspek kerugian yang akan timbul dari
perkawinan. Ada beberapa masalah utama perkawinan di bawah umur terutama bagi
yang akan muncul jika nantinya perkawin­an anak perempuan tetap sesuatu yang harus
di bawah umur dikriminalisasikan. Pertama, diperhatikan. Jadi, meskipun belum layak
pembuktian yang sulit di pengadilan, tidak untuk dikriminalisasikan, revisi dalam un-
pantas jika suatu perkawinan yang sah seka- dang-undang tentang perkawinan patut un-
lipun dalam ikatan perkawin­an di bawah tuk dilakukan terutama terhadap (1) defi-
umur dicampuri oleh hukum pidana kecuali nisi yang jelas tentang apa yang dimaksud
ada sesuatu yang secara nyata ada suatu keja- tentang perkawinan atau perkawinan di di
hatan yang tidak bisa ditoleransi oleh hukum bawah umur; (2) kualifikasi umur mengenai
pidana dan tidak bisa diterima oleh pihak batas dibolehkannya perkawinan sehingga
yang dirugikan, misalnya dalam Undang- dapat mencegah terjadinya perkawinan di
Undang tentang Penghapusan Kekerasan bawah umur; dan (3) siapa yang bisa dikena-
dalam Rumah Tangga, aparatur hukum akan kan sanksi pidana dalam kaitannya dengan
bertindak jika terjadi kekerasan fisik yang perkawinan di bawah umur jika diperlukan
terjadi dalam rumah tangga atas pengaduan sanksi pidana.40
dari korban atau pihak-pihak yang berke- Perkawinan di bawah umur sebagai
pentingan. Terhadap perkawin­an di bawah perbuatan tercela adalah kesimpulan yang
umur, harus ada konstelasi hukum yang te- cenderung sarkarsme. Lebih tepat jika
gas, terutama terhadap unsur manakah yang perkawinan di bawah umur lebih dianggap
dapat dipandang pantas untuk dikriminal- sebagai suatu perbuatan yang tidak semes-
isasikan. Kedua, jalannya proses pengaduan tinya dilakukan. Perbuatan yang tidak se-
jika terjadi perkawinan di bawah umur. Ma- mestinya dilakukan dirasakan lebih moderat
salah yang akan timbul adalah jika perkawin­ dan lebih representatif karena tidak semua
an di bawah umur dilaksanakan dengan cara kelompok masyarakat menganggap perka­
dan tujuan yang baik. Apakah pihak isteri winan di bawah umur bertentangan dengan
mau mengadukan suaminya sedangkan nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Oleh
diketahui bahwa latar belakang perkawin­ karena itu, kriminalisasi masih belum per-
an di bawah umur adalah atas dasar suka lu untuk dilakukan. Bercermin pada kasus
sama suka. Dalam mengomentari ja­waban Syeikh Puji ketika “blow up” dan menjadi
ini Narasumber mengutip kalimat dari Ulfa konsumsi publik sehingga mengundang per-
(isteri Syeikh Puji) di salah satu surat kabar hatian banyak pakar hukum untuk memberi-
yang latar belakang perkawin­annya adalah kan analisa, tidak lantas bisa dijadikan suatu
karena dia (Ulfa) sangat mencintai Syeikh dasar untuk dikriminalisasikan dalam hukum
Puji begitu juga sebaliknya. Ketiga, tidak pidana. Tingkat keefektifan suatu peraturan
semua masyarakat menganggap perkawinan jika nantinya suatu perbuatan dikriminalisa-
di bawah umur adalah se­suatu yang tercela sikan dan diterapkan adalah hal yang patut
dan patut untuk dikriminalisasikan. Keem- untuk dijadikan pertanyaan. 41

40
ibid.
41
Hasil wawancara yang dilakukan Suharyanti, S.H., Hakim Pengadilan Negeri Bantul pada bulan Mei 2009.
606 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 3, Oktober 2009, Halaman 409 - 628

Saat ini, tingkat elit cenderung sangat buh kembang baik fisik maupun emosional.
mudah membentuk suatu peraturan apabila Masa depan anak seakan-akan direduksi
ada suatu masalah yang terpublikasi ke per- oleh adanya hubungan perkawinan di bawah
mukaan. Inilah yang harus diperhatikan, umur, padahal anak berhak untuk memilih
banyak sekali peraturan yang dibuat pada masa depannya sendiri. Seorang anak yang
akhirnya tidak berjalan dengan semestinya melakukan perkawinan di bawah umur juga
dan belum tentu efektif di masyarakat. Me- secara emosional belum siap untuk menjadi
mang, dalam hal yang praktis, aturan hukum ibu yang ideal bagi anak yang nanti mungkin
khususnya hukum pidana harus menyesuai- dilahirkannya. Kedua, seorang anak belum
kan diri de­ngan perkembangan di masyara- cakap dalam mengambil suatu keputusan.
kat sehingga terkadang dibutuhkan suatu Dalam kasus Syeikh Puji bisa dilihat bahwa
kriminalisasi, jika pun nantinya masalah perkawinan di bawah umur yang terjadi sa­
perkawinan di bawah umur ternyata pada ngat dipengaruhi oleh faktor ekonomi, bisa
perkembangannya berakhir pada krimina­ jadi peranan keluarga terutama orang tua
lisasi, semestinya harus merupakan suatu (bukan inisiatif anak sendiri) sangat berpe­
perumusan keputusan yang matang terkait ngaruh terjadinya perkawinan tersebut. Ke-
dengan seluruh aspek pidananya sehingga tiga, secara medis, banyak kelemahan bagi
peraturan baru tersebut dapat berlaku efektif perempuan di bawah umur yang melakukan
di masyarakat.42 perkawinan di bawah umur seperti rentan
Ketua Komisi Perlindungan Anak In- menimbulkan penyakit kanker serviks dan
donesia (KPAI) Yogyakarta memiliki pan- kegagalan kehamilan yang bahkan bisa me-
dangan lain mengenai perkawinan di bawah nimbulkan kematian bagi si ibu (usia rahim
umur. Menurutnya, perkawinan di bawah yang prematur). 43
umur termasuk perbuatan tercela di ma- Dalam kaitannya dengan kriminalisasi
syarakat, meskipun perkawinan di bawah perkawinan di bawah umur, Dr. Sari Murti,
umur oleh sebagian masyarakat termasuk S.H., M.Hum. kurang setuju jika masalah
masyarakat adat di Indonesia dianggap se- perkawinan di bawah umur dilegalformalkan
bagai perbuatan yang lazim. Hal ini karena dalam hukum pidana karena masalah
dari banyak aspek harus diakui jika di dalam perkawinan di bawah umur lebih banyak
hubungan perkawinan yang terjadi di bawah menyangkut masalah keperdataan dan
umur banyak sekali menimbulkan kerugian masalah perkawinan di bawah umur saat
terutama bagi pihak perempuan. Ada be- ini masih merupakan perdebatan yang
berapa kerugian yang bisa ditimbulkan dari belum ada mufakat terkait keberadaannya
perkawinan di bawah umur. Pertama, anak (pandangan masyarakat masih terkotak-
yang berada di bawah umur merupakan kotak). Namun demikian, melihat realitas
seorang yang masih berada dalam fase tum- yang terjadi, kriminalisasi terkait perkawinan

42
ibid.
43
Hasil wawancara yang dilakukan Dr. Sari Murti, S.H., M.Hum, Ketua KPAI Yogyakarta, pada bulan Mei
2009.
Supriyadi dan Harahap, Perkawinan di Bawah Umur 607

di bawah umur dirasakan sangat diperlukan. dengan fatwa dari MUI yang menyatakan
Apalagi dinamika pandangan masyarakat bahwa Pernikahan usia dini (pernikahan
yang semakin cenderung berekspektasi di bawah umur) hukumnya sah sepanjang
negatif terhadap dampak yang ditimbulkan telah terpenuhinya syarat dan rukun nikah,
dari terjadinya perkawinan di bawah umur tetapi haram jika mengakibatkan mudlarat.
terutama bagi perempuan. Undang-Undang Pendapat ini didasarkan pada alasan bahwa
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan dalam Islam tidak ada ketentuan yang tegas/
Anak sebenarnya secara tidak langsung definitif tentang batas umur untuk melang-
bisa dikaitkan dengan adanya penerapan sungkan perkawinan.
sanksi pidana meskipun tidak secara tegas Kedua, dilihat dari aspek ius consti­
pengaturannya dalam hubungan perkawinan tutum, maka selama ini belum ada hukum
di bawah umur. Dalam peraturan tersebut, pidana positif di Indonesia yang melarang
orang tua mempunyai peran penting perkawinan di bawah umur, sehingga tidak
dalam mencegah atau menghambat ter­ ada sanksi pidana yang dapat digunakan un-
jadi­nya perkawinan di bawah umur. tuk menjerat pelaku perkawinan di bawah
Misalnya orang tua bisa dipidana jika anak umur. Hukum pidana positif hanya meng­
diperdagangkan dan dieksploitasi, tetapi atur perbuatan pidana yang muncul dalam
larangan dan ancaman pidana yang tegas ikatan perkawinan (termasuk perkawinan di
tentang larangan perkawinan di bawah umur bawah umur) seperti Pasal 279 KUHP, Pasal
sepengetahuannya belum ada.44 288 KUHP, Undang-Undang No. 23 Tahun
2002, Undang-Undang No. 23 Tahun 2004.
E. Kesimpulan Dilihat dari aspek ius operandum, dalam
Berdasarkan hasil penelitian dan pem- praktik ternyata tidak ditemukan adanya
bahasan di atas dapat dirumuskan beberapa perkara pidana perkawinan di bawah umur
kesimpulan. Pertama, jumhur ulama ber- yang diperiksa di sidang pengadilan. Dilihat
pendapat bahwa pernikahan di bawah umur dari aspek ius constituendum, perkawinan di
diperbolehkan, namun demikian kebolehan bawah umur juga belum layak dikriminalisa-
pernikahan di bawah umur ini tidak serta sikan dalam peraturan perundang-­undang­an
merta membolehkan hubungan badan an- yang akan datang, karena masih adanya
tara pasangan tersebut. Hal ini juga sejalan perdebatan di tengah masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku pada Seminar Nasional Penyusunan


Arief, Barda Nawawi, 2001, Kebijakan RUU Teknologi Informasi, Kerjasama
Kriminalisasi dan Masalah Yurisdiksi FH/MIH UNDIP-Departemen Perhu­
Tindak Pidana Mayantara, makalah bung­an, Semarang, 26 Juli 2001.

44
ibid.
608 MIMBAR HUKUM Volume 21, Nomor 3, Oktober 2009, Halaman 409 - 628

__________________, 2002, Bunga Rampai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946


Kebijakan Hukum Pidana, Citra Aditya tentang Peraturan Hukum Pidana atau
Bakti, Jakarta. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Moeljatno, 1993, Asas-asas Hukum Pidana, (KUHP).
Rineka Cipta, Jakarta. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
________, 2007, Kitab Undang-Undang tentang Perkawinan.
Hukum Pidana, Bumi Aksara, Jakarta. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
Muladi, 2002, Politik Hukum Pidana, Dasar tentang Hukum Acara Pidana atau
Kriminalisasi dan Dekriminalisasi serta Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Beberapa Perkembangan Asas Dalam Pidana (KUHAP).
RUU KUHP, Makalah disampaikan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002
pada Penataran Hukum Pidana dan tentang Perlindungan Anak.
Kriminologi, Kerjasama ASPEHUPIKI Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
dan FH Ubaya, Surabaya, 14 Januari tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
2002. Rumah Tangga.
Sabiq, Sayyid, 1997, Fikih Sunnah jilid 6,
terj. Moh. Thalib, cet. Ke-14, PT Al- C. Internet dan Surat Kabar
Ma’arif, Bandung. “Proses Hukum Syeh Puji Jalan Terus”,
Sholeh, Asrorun Ni’am, 2009, “Pernikahan www.tempointeraktif.com, diakses
Usia Dini Perspektif Fikih Munakahah”, tanggal 22 Januari 2009.
dalam Ijma’ Ulama, Majelis Ulama “Syekh Puji Siap Ceraikan Lutfiana”, www.
Indonesia, Jakarta. antara.co.id, diakses 22 Januari 2009.
Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Fatawie, Yusuf, “Pernikahan Dini Dalam
Penelitian Hukum, UI-Press, Jakarta. Perspektif Agama dan Negara”, www.
Soemitro, Ronny Hanitijo, 1994, Metodologi pesantrenvirtual.com, diakses tanggal
Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia 23 Januari 2009.
Indonesia, Jakarta. Nasution, Khoirudin, “Pernikahan Dini di
Sudarto, 1986, Hukum dan Hukum Pidana, Arab Saudi” dalam Kedaulatan Rakyat,
Alumni, Bandung. 8 Mei 2009.
______, 1990, Hukum Pidana I, Yayasan Sirin, Khaeron, ”Fikih Perkawinan Di
Sudarto, Semarang. Bawah Umur”, www.ptiq.ac.id, diakses
Suma, Muhammad Amin, 2004, Hukum tanggal 23 Januari 2009.
Keluarga Islam di Dunia Islam, Susetyo, Heru, “Pernikahan di Bawah Umur:
Rajawali Press, Jakarta. Tantangan Legislasi dan Harmonisasi
Hukum”, www.reformasikuhp.org, diak­
B. Peraturan Perundang-undangan ses tanggal 22 Januari 2009.
Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991
tentang Kompilasi Hukum Islam.

Anda mungkin juga menyukai