Anda di halaman 1dari 35

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang melakukan


pembangunan di berbagai sektor salah satunya adalah pembangunan fisik. Dengan adanya
pembangunan fisik mendorong munculnya banyak perusahaan jasa konstruksi yang terus-
menerus melakukan perkembangan dalam ilmu maupun teknologi. Udara di lingkungan
kerja sering mengandung bermacam-macam bahaya kesehatan yang bersifat kimiawi,
biologis dan psikososial yang dapat mengakibatkan penyakit akibat kerja. 1 Faktor-faktor
tersebut dapat mempengaruhi pekerja dalam melakukan pekerjaannya. Apabila dibiarkan
dan tidak ada penanganan lebih lanjut maka dapat berakibat terganggunya fungsi paru.
Terganggunya fungsi paru dapat mengakibatkan munculnya gangguan pada saluran
pernapasan.2
Gangguan pada saluran napas dapat dibagi menjadi obstruksi, restriksi dan campuran.
Dapat juga berupa keluhan subyektif seperti keluhan batuk, pilek, sesak napas dan
beberapa keluhan gangguan paru lainnya.3 International Labour Organization (ILO)
tahun 2005 memperkirakan insiden rata-rata penyakit paru akibat kerja sekitar satu kasus
per 1000 pekerja setiap tahun. Data World Health Organization (WHO) menunjukkan
bahwa pada negara berkembang setidaknya 400 sampai 500 juta orang terserang penyakit
pernapasan dari akut sampai kronis.4 Jenis penyakit flu dan bronchitis merupakan
penyakit terbanyak dengan persentase 30 sampai 40 persen yang menimpa tenaga kerja.5
Penelitian lain menunjukkan bahwa paparan debu mempengaruhi fungsi pernafasan
pekerja. Dilaporkan bahwa 176 pekerja (53,7%) mengalami hidung tersumbat saat
bekerja, 141(43,0%) mengalami mata merah, 135(41,2%) mengalami gatal pada mata dan
78 (23,8%) mengalami pilek. Keluhan gatal pada mata, kemerahan pada mata, rinorea,
hidung tersumbat dan pilek lebih sering di antara pekerja yang bekerja selama sepuluh
tahun atau lebih, dari pada mereka yang bekerja kurang dari sepuluh tahun.6
Penyakit atau gangguan paru akibat kerja diperkirakan cukup banyak, meskipun data
yang ada masih kurang. Hasil pemeriksaan kapasitas paru yang dilakukan Balai
HIPERKES dan Keselamatan Kerja pada tahun 1999 terhadap 200 tenaga kerja di 8
perusahaan, diperoleh hasil sebesar 45% responden yang mengalami restriktif
(penyempitan paru), 1% responden yang mengalami obstruktif (penyumbatan paru), dan
1% responden mengalami kombinasi (gabungan antara restriktif dan obstruktif).7

Universitas Kristen Krida Wacana


2

Dari hasil riset kesehatan tahun 2013 menyebutkan, perilaku merokok dimulai usia 15
tahun ke atas masih belum terjadi penurunan dari tahun 2007 hingga 2013, yang
cenderung meningkat dari 34,2 persen di tahun 2007 menjadi 36,3 persen tahun 2013.
Juga ditemukan 1,4 persen perokok pada umur 10-14 tahun, 9,9 persen perokok pada
kelompok tidak bekerja. Dari hasil penelitian tersebut, tidak heran jika terjadi
peningkatan jumlah perokok.8
Adapun kasus lainnya pada PT Sibelco Lautan Minerals tahun 2007 sampai dengan
tahun 2011, yakni 7 dari 10 pekerja bagian plant mengeluhkan menderita batuk kering,
sesak napas dan kelelahan umum.9 Sedangkan, pada PT Massen Toys Indonesia di
Jombang, terdapat keluhan akan saluran pernapasan sebesar 75% dari total 80 responden.
Keluhan tersebut berupa batuk kering, hidung tersumbat, sesak napas dan nyeri
tenggorokan.10
Timbulnya penyakit akibat kerja telah mendapat perhatian dari pemerintah Indonesia,
berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 telah ditetapkan 31 macam
penyakit yang timbul karena kerja. Berbagai macam penyakit yang timbul akibat kerja,
organ paru dan saluran pernapasan merupakan organ dan sistem tubuh yang paling
banyak terkena oleh pajanan bahan-bahan yang berbahaya di tempat kerja.11
Berdasarkan uraian latar belakang, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul “Gambaran Faal Paru pada Pekerja Bangunan Rumah Sakit Ukrida”.
Penulisan penelitian bertujuan mengidentifikasi kondisi faal paru pekerja – pekerja
bangunan dalam melakukan pekerjaannya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
mempengaruhinya.

1.2 Masalah Penelitian

Apakah pekerja bangunan Rumah Sakit Ukrida mengalami penurunan fungsi paru
Bagaimana gambaran faal paru berdasarkan umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan
merokok dan penggunaan alat pelindung diri.
1.3 Hipotesis

Pekerja bangunan Rumah Sakit Ukrida mengalami penurunan fungsi paru


1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan Umum:

Mengetahui gambaran fungsi paru pada pekerja bangunan Rumah Sakit Ukrida.

Universitas Kristen Krida Wacana


3

Tujuan Khusus

1. Mengukur kapasitas vital paru dengan menggunakan Spirometri pada pekerja


bangunan rumah sakit Ukrida.
2. Mengetahui gambaraan faal paru berdasarkan umur, masa kerja, kebiasaan merokok,
status gizi, dan tidak memakai masker dengan baik saat bekerja
3. Mengidentifikasi faktor-faktor umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan merokok,
tidak memakai masker dengan baik saat bekerja pada pekerja bangunan di Rumah
Sakit Ukrida.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Kesehatan


Mengenali beberapa faktor yang berperan terhadap terjadinya gangguan fungsi paru pada
pekerja bangunan, sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan sejak dini. Selain itu,
penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar bagi penelitian selanjutnya.
2. Bagi Dinas Tenaga Kerja
Mengenali faktor risiko gangguan fungsi paru pada pekerja konstruksi, sehingga dapat
dijadikan acuan dalam penyusunan program peningkatan keselamatan kerja khususnya
pada konstruksi bangunan – bangunan lain di Jakarta.
3. Bagi pemilik usaha jasa konstruksi bangunan
Mengenali hubungan faktor-faktor risiko gangguan fungsi paru pada pekerja bangunan,
sehingga dapat lebih memperhatikan kesehatan pekerjanya.
4. Bagi Pekerja bangunan
Mengetahui faktor risiko yang dapat dicegah/diubah sehingga meminimalkan risiko
terjadinya gangguan fungsi paru pada pekerja bangunan.
5. Bagi Universitas Kristen Krida Wacana
Untuk menambah kepustakaan penelitan Ukrida

Universitas Kristen Krida Wacana


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Pernapasan Manusia


Sistem pernapasan manusia membawa oksigen ke dalam tubuh lalu dibantu oleh sistem
sirkulasi oksigen dibawa menuju sel tubuh dimana reaksi energi akan berlangsung.
Pernapasan melalui 2 (dua) proses, antara lain pernapasan dalam (interna) yaitu, pertukaran
gas antara sel-sel dan medium cairnya. Dengan kata lain pernapasan dalam (interna) adalah
proses metabolisme intraseluler yang terjadi di mitokondria, meliputi komponen utama O2
dan CO2 selama pengambilan energi dari molekul-molekul nutrien.13 Sedangkan pernapasan
luar (eksterna), yaitu absorbsi O2 dan pembuangan CO2 dari tubuh secara keseluruhan dengan
lingkungan luar, dengan urutan sebagai berikut. Pertukaran udara luar ke dalam alveoli
dengan aksi mekanik pernapasan, melalui proses ventilasi. Pertukaran O2 dan CO2, udara
alveolar-darah dalam pembuluh kapiler paru-paru melalui proses difusi. Pengangkutan
(transportasi) O2 dan CO2 oleh sistem peredaran darah dari paru-paru ke jaringan dan
sebaliknya. Pertukaran O2 dan CO2 darah dalam pembuluh kapiler jaringan dengan sel-sel
jaringan melalui proses difusi dan masuk ke dalam pernapasan interna.14

Gambar 2.1 Organ Sistem Pernapasan15

Universitas Kristen Krida Wacana


5

Respirasi dapat didefinisikan sebagai gabungan aktivitas berbagai mekanisme yang


berperan dalam proses suplai O2 ke seluruh tubuh dan pembuangan CO2 (hasil dari
pembakaran sel). Fungsi dari respirasi adalah menjamin tersedianya O2 untuk kelangsungan
metabolise sel-sel tubuh serta mengeluarkan CO2 hasil metabolism terus-menerus. Yang
digolongkan ke dalam struktur pelengkap sistem pernapasan adalah struktur penunjang yang
diperlukan untuk bekerjanya sistem pernapasan itu sendiri. Struktur pelengkap tersebut
adalah dinding dada yang terdiri dari iga dan otot, otot abdomen, dan otot-otot lain,
diagfragma, serta pleura.16

2.1.1 Saluran Pernafasan bagian atas (Upper Respiratory Airway)


2.1.1.1 Hidung (Cavum Nasalis)
Hidung dibentuk oleh tulang dan kartilago.Bagian yang kecil dibentuk oleh
tulang, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan ikat (connective tissue).Bagian
dalam hidung merupakan suatu lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan
kanan oleh septum. Rongga hidung mengandung rambut (fimbriae) yang
berfungsi sebagai penyaring kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada
mukosa hidung terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet dimana sel
tersebut mengeluarkan lendir sehingga dapat menangkap benda asing yang masuk
ke saluran pernapasan.16
2.1.1.2 Sinus Paranasalis
Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang
kepala.Disebutkan sesuai dengan tulang dimana dia berada terdiri atas sinus
frontalis, sinus etmoidalis, sinus spenoidalis, dan sinus maksilaris. Fungsi dari
sinus adalah membantu menghangatkan dan humidifikasi, meringankan berat
tulang tengkorak, serta mengatur bunyi suara manusia.16
2.1.1.3. Faring
Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (± 13 cm) yang berjalan
dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus pada ketinggian
tulang rawan (kartilago) krikoid. Faring digunakan pada saat menelan (digestion)
seperti juga pada saat bernapas. Faring berdasarkan letaknya dibagi menjadi 3
(tiga), yaitu di belakang hidung (nasofaring), di belakang mulut (orofaring), dan di
belakang laring (laringofaring).16

Universitas Kristen Krida Wacana


6

2.1.1.4. Laring
Laring biasa disebut dengan voicebox. Dibentuk oleh struktur ephitelium-lined
yang berhubungan dengan faring (di atas) dan trakea (di bawah).Lokasinya berada
di anterior tulang vertebra ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari esofagus berada di
posterior laring.16

2.1.2 Saluran Pernafasan bagian bawah (Lower Respiratory Airway)


2.1.2.1. Trakea
Trakea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebra
torakal ke-7 yang mana bercabang menjadi dua bronkus (primary bronchus).
Ujung dari trakea biasa disebut carina. Trakea ini sangat fleksibel dan berotot,
panjangnya 12 cm dengan C-shaped cincin kartilago. Trakea dilapisi oleh selaput
lendir yang terdiri atas epitelium bersilia dan sel cangkir.16

2.1.2.2. Bronkus dan Bronkiolus


Bronkus, merupakan percabangan trakea. Setiap bronkus primer bercabang 9
sampai 12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan tersier dengan diameter
yang semakin kecil. Struktur mendasar paru-paru adalah percabangan bronchial
yang selanjutnya secara berurutan adalah bronki, bronkiolus, bronkiolus
terminalis, bronkiolus respiratorik, duktus alveolar, dan alveoli. Dibagian bronkus
masih disebut pernapasan extrapulmonar dan sampai memasuki paru-paru disebut
intrapulmonar. Struktur ini berbeda dengan bronkiolus, yang berakhir di alveoli.
Bronkiolus respiratorius merupakan bagian awal dari pertukaran gas.16

2.1.2.3. Alveoli
Alveoli bentuknya sangat kecil. Alveoli merupakan kantong udara pada akhir
bronkiolus respiratorius yang memungkinkan terjadinya pertukaran oksigen dan
karbondioksida. Seluruh unit alveolar (zona respirasi) terdiri atas bronkiolus
respiratorius, duktus alveolar, dan kantong alveoli (alveolar sacs). Fungsi utama
alveolar adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida di antara kapiler pulmoner
dan alveoli.16

Universitas Kristen Krida Wacana


7

Gambar 2.3 Bronkus,Bronkiolus dan Alveolus.16

2.1.3. Paru-paru
Ada 2 (dua) buah paru, yaitu paru kanan dan paru kiri.Paru kanan mempunyai tiga
lobus sedangkan paru kiri mempunyai dua lobus. Lobus paru terbagi menjadi
beberapa segmen paru. Paru kanan mempunyai sepuluh segmen paru sedangkan
paru kiri mempunyai delapan segmen paru. Kedua paru-paru dipisahkan oleh
ruang yang disebut mediastinum. Jaringan paru-paru, yaitu penataan atau
penyusunan struktur paru-paru, berbeda dari organ tubuh manusia lainnya. Pada
akhir napas normal, paru-paru terdiri dari udarasekitar 80 %, darah 10 %, dan
hanya10 % jaringan. Secara umum, bagian akhir terdiri dari struktur lapisan
rongga udara dan pembuluh darah dan di antara struktur interstisial menyediakan
fitur mekanis dan metabolik fungsi paru-paru.17
Alveolus merupakan bagian terakhir dari struktur pernapasan yang menjadi
proses ditribusi oksigen ke jaringan. Pada bagian ini akan terjadi difusi atau
pertukaran udara. Di dalam proses difusi, oksigen akan melewati alveolus dan
masuk ke dalam darah sedangkan karbondioksida akan keluar dari pembuluh
darah menuju alveolus.17 Epitelium alveolar dilapisi oleh suatu surfaktan yang
terdiri atas fosfolipid dan lipoprotein yang berfungsi untuk mengurangi tekanan
permukaan sehingga dapat mencegah kolaps alveoli. Apabila tidak ada surfaktan,

Universitas Kristen Krida Wacana


8

dapat dikarenakan produksi surfaktan yang tidak mencukupi akibat injuri atau
kelainan genetik (kelahiran prematur), maka tekanan permukaan cenderung tinggi
dan dapat membuat alveoli kolaps sehingga pola pernapasan menjadi tidak
efektif.18
Paru-paru juga mendapat darah dari arteri bronkialis dan arteri pulmonalis.
Sirkulasi bronkial menyediakan darah teroksigenasi yang diperlukan untuk
metabolism jaringan paru.19 Pembuluh darah yang mengalirkan darah balik ke
vena kava superior dan masuk ke atrium kanan adalah vena bronkialis, sedangkan
arteri pulmonalis pada ventrikel kanan mengalirkan darah ke paru, darah tersebut
juga berperan dalam proses pertukaran gas. Selanjutnya darah yang teroksigenasi
akan dikembalikan melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri. Pembuluh darah
arteri bronkialis membawa darah langsung dari aorta torasika ke paru untuk
memasok nutrisi dan oksigen ke jaringan paru.20

2.2 Volume dan Kapasitas Paru


Volume paru dan kapasitas fungsi paru merupakan gambaran fungsi ventilasi sistem
pernapasan. Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas fungsi paru dapat diketahui
besarnya kapasitas ventilasi maupun ada tidaknya kelainan fungsi ventilisator paru. Volume
udara dalam paru-paru dan kecepatan pertukaran saat inspirasi dan ekspirasi dapat diukur
melalui spirometer.21
2.2.1 Volume Paru
Volume paru terdiri dari Volume Tidal (VT), yaitu volume udara yang masuk dan
keluar paru-paru selama ventilasi normal biasa. Nilai VT pada dewasa normal
sekitar 500 ml untuk laki-laki dan 380 ml untuk perempuan. volume cadangan
inspirasi (VCI), yaitu volume udara ekstra yang masuk ke paru-paru dengan
inspirasi maksimum di atas inspirasi tidal. VCI berkisar 3100 ml pada laki-laki
dan 1900 ml pada perempuan. Berikutnya volume cadangan ekspirasi (VCE),
yaitu volume ekstra udara yang dapat dengan kuat dikeluarkan pada akhir
ekspirasi tidak normal. VCE berkisar 1200 ml pada laki-laki dan 800 ml pada
perempuan. Dan volume residual (VR), yaitu volume udara sisa dalam paru-paru
setelah melakukan ekspirasi kuat. Rata-rata pada laki-laki sekitar 1200 ml dan
pada perempuan 1000 ml volume residual penting untuk kelangsungan aerasi
dalam darah saat jeda pernafasan.21

Universitas Kristen Krida Wacana


9

2.2.2 Kapasitas Paru


Kapasitas fungsi paru merupakan penjumlahan dari dua volume paru atau
lebih. Yang termasuk pemeriksaan kapasitas fungsi paru-paru adalah kapasitas
residual fungsional (KRF) adalah penambahan volume residual dan volume
cadangan ekspirasi. Kapasitas ini merupakan jumlah udara sisa dalam sistematik
respiratorik setelah ekspirasi normal. Nilai rata-ratanya adalah 2200 ml. Jadi nilai
(KRF = VR + VCE).21 kapasitas inspirasi (KI), adalah penambahan volume tidal
dan volume cadangan inspirasi. Nilai rata-ratanya adalah 3800 ml pada laki-laki
dan 2100 ml pada perempuan. Jadi nilai (KI = VT + VCI). Kemudian kapasitas
vital (KV), yaitu penambahan volume tidal, volume cadangan inspirasi dan
volume cadangan ekspirasi (KV = VT + VCI + VCE). Nilai rata-ratanya sekitar
4800 ml. Dan kapasitas total paru (KTP) adalah jumlah total udara yang dapat
ditampung dalam paru-paru dan sama dengan kapasitas vital ditambah volume
residual (KTP = KV + VR). Nilai rata-ratanya adalah 5700 ml. Nilai yang paling
penting adalah kapasitas vital paksa(FVC), volume ekspirasi paksa dalam1 detik
(FEV1), dan rasio FEV1/FVC. Volume normal FEV1/FEV 4200ml pada laki-laki
dan 3300 ml pada perempuan. Spirometri tidak dapat mengukur sisa volume atau
kapasitas paru total.21

2.2.3 Uji Fungsi Paru


Uji fungsi paru atau lung function test atau disebut juga pulmonary function
test, digunakan untuk mengevaluasi kemampuan paru dan menangani pasien
penyakit paru. Pemeriksaan fungsi paru berguna untuk menentukan adanya
gangguan dan derajat gangguan fungsi paru. Uji fungsi paru yang paling
sederhana adalah ekspirasi paksa. Uji tersebut juga merupakan salah satu uji yang
paling informatif dan hanya membutuhkan sedikit peralatan serta mudah dihitung.
Kebanyakan penderita penyakit paru memiliki ekspirasi paksa yang abnormal
sehingga informasi yang didapat dari uji ini sering kali bermanfaat bagi
penatalaksanaannya. Walaupun demikian, uji ini tidak digunakan sesering yang
seharusnya. Contohnya, uji ini dapat bernilai untuk mendeteksi penyakit jalan
napas awal, suatu keadaan yang sangat sering terjadi dan penting.22 Volume
ekspirasi paksa (forced expiratory volume, FEV) adalah volume gas yang
dikeluarkan dalam satu detik melalui ekspirasi paksa sesudah inspirasi penuh. Uji
spirometri merupakan pemeriksaan yang sederhana dan tidak rumit.21

Universitas Kristen Krida Wacana


10

Ada beberapa macam spirometer, antara lain water sealed spirometer, bellow
spirometer, dan electronic spirometer. Hasil pemeriksaan berupa gambar langsung
dari pena pada kymograph disebut spirogram, sedangkan gambar yang diperoleh dari
office-spirometer sebagai hasil dari pneumotachi disebut diagram. Parameter yang
biasanya diperlukan adalah kapasitas vital (KV) atau vital capacity (VC), volume
ekspiratori paksa (VEP) atau forced expiratory volume (FEV) pada beberapa interval
waktu, misalnya 0,5; 0,75 maupun 1 detik, tetapi paling sering digunakan adalah
FEV1 atau VEP1. Parameter yang lebih sensitif adalah arus ekspiratori tengah
maksimal atau maximal mid expiratory flow (MMEF). Hasilnya pemeriksaan harus
dapat diulang (repeatable) dengan akurasi tidak kurang dari 3%.22

Pada orang sehat dan normal, nilai VC hampir sama dengan FVC. Pada orang
yang mengalami obstruksi jalan napas, FVC lebih kecil dibandingkan VC. Adapun
nilai VC menurun pada penurunan keregangan paru, perubahan bentuk dada,
kelemahan otot respirasi, dan obstruksi saluran pernapasan.22 Dengan pemeriksaan
spirometri dapat diketahui semua volume paru kecuali volume residu, semua
kapasitas paru kecuali kapasitas paru yang mengandung komponen volume residu.

Dengan demikian dapat diketahui gangguan fungsional ventilasi paru dengan


jenis gangguan digolongkan menjadi 2 bagian yaitu:

a. Gangguan faal paru obstruktif, yaitu hambatan pada aliran udara yang
ditandai dengan penurunan VC dan FEV1/FVC
b. Gangguan faal paru restriktif, adalah hambatan pada pengembangan paru
yang ditandai dengan penurunan pada VC dan TLC.22
Dari berbagi pemeriksaan faal paru, yang sering dilakukan adalah :

a) Vital Capacity (VC) adalah volume udara maksimal yang dapat dihembuskan
setelah inspirasi yang maksimal. Ada 2 macam vital capacity berdasarkan cara
pengukurannya, yaitu: Vital Capacity (VC), disini subyek tidak perlu melakukan
aktivitas pernapasan dengan kekuatan penuh dan Forced Vital Capacity (FVC).
Pemeriksaan dilakukan dengan kekuatan maksimal. Sedangkan berdasarkan fase
yang diukur, ada 2 macam VC yaitu: VC inspirasi, VC diukur hanya fase inspirasi
dan VC ekspirasi, diukur hanya pada fase ekspirasi. Pada orang normal tidak ada
perbedaan antara FVC dan VC, sedangkan pada keadaan kelainan obstruksi
terdapat perbedaan antara VC dan FVC. Vital Capacity (VC) merupakan refleksi

Universitas Kristen Krida Wacana


11

dari kemampuan elastisitas atau jaringan paru atau kekakuan pergerakan dinding
toraks. Vital Capacity (VC) yang menurun merupakan kekuatan jaringan paru atau
dinding toraks, sehingga dapat dikatakan pemenuhan (compliance) paru atau
dinding toraks mempunyai korelasi dengan penurunan VC. Pada kelainan
obstruksi ringan VC hanya mengalami penurunan sedikit atau mungkin normal.22
b) Forced Expiratory Volume in 1 Second (FEV1) Adalah besarnya volume udara
yang dikeluarkan dalam satu detik pertama. Lama ekspirasi orang normal berkisar
antara 4-5 detik dan pada detik pertama orang normal dapat mengeluarkan udara
pernapasan sebesar 80 % dari nilai VC. Fase detik pertama ini. dikatakan lebih
penting dari fase-fase selanjutnya. Adanya obstruksi pernapasan didasarkan atas
besarnya volume pada detik pertama tersebut. Interpretasi tidak didasarkan nilai
absolutnya tetapi pada perbandingan dengan FVC-nya. Bila FEV/FVC kurang dari
75 % berarti normal. Penyakit obstruktif seperti bronkitis kronik atau emfisema
terjadi pengurangan FEV lebih besar dibandingkan kapasitas vital (kapasitas vital
mungkin normal) sehingga rasio FEV/FVC kurang 80 %.22
c) Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) adalah flow/aliran udara maksimal yang
dihasilkan oleh sejumlah volume tertentu. Maka PEFR dapat menggambarkan
keadaan saluran pernapasan, apabila PEFR menurun berarti ada hambatan aliran
udara pada saluran pernapasan. Pengukuran dapat dilakukandengan Mini Peak
Flow Meter atau Pneumotachograf.22

2.2.4. Nilai Normal Faal Paru

Untuk menginterpretasikan nilai faal paru yang diperoleh harus dibandingkan dengan
nilai standarnya. Menurut Moris ada tiga metode untuk mengidentifikasi kelainan
faal paru :

a) Disebut normal bila nilai prediksinya lebih dari 80 %. Untuk FEV1 tidak
memakai nilai absolut akan tetapi menggunakan perbandingan dengan FVC-nya
yaitu FEV1/FVC dan bila didapatkan nilai kurang dari 75 % dianggap abnormal.
b) Metode dengan 95th percentile, pada metode ini subjek dinyatakan dengan
persen predicted dan nilai normal terendah apabila berada diatas 95 % populasi.
c) Metode 95 % Confidence Interval (CI).Pada metode ini batas normal terendah
adalah nilai prediksi dikurangi 95 % CI. 95 % CI setara dengan 1,96 kali SEE
untuk 2 tailed test atau 1,65 kali SEE untuk 1 tailed test.22

Universitas Kristen Krida Wacana


12

2.3. Gangguan Fungsi Paru


Polutan partikel masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui sistem
pernapasan, oleh karena itu pengaruh yang merugikan langsung terutama terjadi pada
sistem pernapasan. Faktor yang paling berpengaruh terhadap sistem pernapasan
terutama adalah ukuran partikel, karena ukuran partikel yang menentukan seberapa
jauh penetrasi partikel ke dalam saluran pernapasan.23

2.3.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik(PPOK)


Penyakit paru obstruktif kronik(PPOK) adalah sebuah istilah keliru yang sering
dikenakan pada pasien yang menderita emfisema, bronkitis kronis, atau
campuran dari keduanya. Ada banyak pasien yang mengeluh bertambah sesak
napas dalam beberapa tahun dan ditemukan mengalami batuk kronis, toleransi
olahraga yang buruk, adanya obstruksi jalan napas, paru yang terlalu
mengembang, dan gangguan pertukaran gas. Penggunaan istilah “penyakit paru
obstruktif kronik (PPOK)” menjadi label yang mudah dan tidak menjelaskan
untuk menghindari perlunya membuat diagnosis tidak jelas dengan data yang
tidak adekuat.23
Prevalensi PPOK meningkat dengan bertambahnya usia, tapi ada sinergi
yang dramatis dengan merokok. Perokok memiliki prevalensi PPOK yang lebih
tinggi, kematian serta dampak pada fungsi paru-paru dilihat dari jumlah asap
dan tergantung dosis rokok yang digunakan.23 Berhenti merokok tidak dapat
mengembalikan besarnya tembakau yang telah dikonsumsi dan efeknya
berbahaya sekali untuk terjadinya PPOK. Akibatnya, banyak di negara maju,
PPOK meningkat sebagai penyebab angka kematian dengan gangguan
kardiovaskular. Seperti tembakau lainnya terkait efek yang merugikan
kesehatan, merokok baik rokok atau cerutu meningkatkan risiko PPOK. Jadi,
perokok cerutu dilaporkan memiliki risiko 45% lebih tinggi dari PPOK bila
dibandingkan dengan bukan perokok.23

Universitas Kristen Krida Wacana


13

Tabel 2.1 Kriteria Gangguan Fungsi Paru Obstruktif Berdasarkan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia NOMOR PER25/MEN/XII/2008.

Obstruksi (VEP1/KVP)% atau VEP1%


(VEP1/Prediksi) Kategori
>80% Normal
60-75% Obstruksi Ringan
30-59% Obstruksi Sedang
<30% Obstruksi Berat

Penyakit paru obstruktif kronik(PPOK) meliputi dua kelompok penyakit paru-paru, yaitu:

2.3.1.1 Emfisema
Emfisema adalah gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran
ruang udara (alveolus) dalam paru-paru disertai destruksi jaringan. Ada tiga faktor
yang memegang peran dalam timbulnya emfisema yaitu :

1. Kelainan radang bronchus dan bronchiolus yang sering disebabkan oleh


asap rokok, debu industri. Radang peribronchiolus disertai fibrosis
menyebabkan iskhemia dan parut sehingga memperluas dinding
bronchiolus.
2. Kelainan atrofik yang meliputi pengurangan jaringan elastik dan
gangguan aliran darah; hal ini sering dijumpai pada proses menjadi tua.
3. Obstruksi tidak lengkap yang menyebabkan gangguan pertukaran udara;
hal ini dapat disebabkan oleh perubahan dinding bronchiolus akibat
bertambahnya makrofag pada penderita yang banyak merokok. Insiden
emfisema meningkat dengan disertai bertambahnya umur.22
Ada dua bentuk emfisema yaitu: 1) Sentrilobular dan 2) Panlobular. Emfisema
sentrilobular ditandai oleh kerusakan pada saluran napas bronkial yaitu
pembengkakan, peradangan dan penebalan dinding bronkioli. Perubahan ini
umumnya terdapat pada bagian paru atas. Emfisema jenis ini biasanya bersama-
sama dengan penyakit bronkitis menahun, sehingga fungsi paru hilang perlahan-
lahan atau cepat tetapi progresif dan banyak menghasilkan sekret yang kental.24

Universitas Kristen Krida Wacana


14

2.3.1.2 Bronkitis Kronis


Bronkitis kronis mengacu pada batuk produktif minimal 3 bulan dari 2 tahun
berturut-turut yang penyebab lainnya diabaikan. Penyakit ini ditandai oleh
produksi mukus yang berlebihan dalam cabang bronkial sehingga menyebabkan
pengeluaran sputum yang berlebihan. Penanda yang khas adalah hipertrofi kelenjar
mukosa dalam bronki besar dan terlihatnya perubahan inflamasi kronis pada jalan
napas kecil. Pembesaran kelenjar mukosa dapat dinyatakan sebagai rasio
kelenjar/dinding, yang normalnya kurang dari 0,4, tetapi dapat melebihi 0,7 pada
bronkitis kronis yang berat. Hal ini dikenal dengan indeks Reid. Jumlah mukus
yang berlebihan ditemukan di dalam jalan napas, dan sumbatan mukus yang
setengah pada dapat menyumbat beberapa bronki kecil. Selain itu, jalan napas kecil
menjadi sempit dan menunjukkan perubahan inflamatorik, meliputi infiltrasi
selular dan endema dinding. Terdapat jaringan granulasi dan dapat terbentuk
fibrosis peribronkial. Ada bukti bahwa perubahan patologik awalnya terjadi di
jalan napas kecil dan kemudian berkembang ke bronki yang lebih besar.24

2.3.2 Penyakit Paru Restriktif


Penyakit paru restriktif adalah penyakit dengan keterbatasan ekspansi paru,
baik karena perubahan dari parenkim paru maupun karena penyakit pada pleura,
dinding dada, atau alat neumoskular. Tanda-tandanya (biasanya) adalah penurunan
kapasitas vital dan volume paru istirahat yang kecil, tetapi resistensi jalan napas
(berhubungan dengan volume paru) tidak meningkat. Oleh karena itu, penyakit ini
berbeda aslinya dari penyakit obstruktif walaupun keadaan campuran restriktif dan
obstruktif dapat terjadi.24

Jenis penyakit paru restriktif, antara lain:

a. Penyakit pada parenkim paru; merujuk pada jaringan alveolar paru


Menunjukkan mikrograf elektron kapiler paru di dalam dinding alveolar.
b. Fibrosis paru interstisial difus; penebalan interstisium dinding alveolar.
c. Penyakit restriktif parenkim tipe lain; perubahan fungsi paru pada fibrosis
paru interstisial difus ditangani sedemikian rupa karena penyakit prototipe
bagi penyakit restriktif parenkim bentuk lain.
- Penyakit pleura.
- Penyakit pada dinding dada.

Universitas Kristen Krida Wacana


15

Dengan demikian penyakit paru restriktif merupakan penyebab utama paru


menjadi kaku dan mengurangi kapasitas vital dan kapasitas paru.

2.3.3. Penyakit Paru Campuran (Mixed)

Penyakit infiltratif atau interstisial yang difus secara khas mengakibatkan pola
yang restriktif berupa rasio FEV1/FVC yang normal atau meningkat dan
penurunan volume paru. Gangguan hambatan terhadap aliran udara biasa dijumpai
pada penyakit paru interstisial dan sarkoidosis stadium akhir. Bronkiektasis juga
dapat memberikan gambaran penyakit campuran akibat penurunan aliran udara
disertai kerusakan fibrotik jaringan paru distal akibat segmen bronkus yang
mengalami bronkiektasis. Adanya penyempitan saluran paru dan adanya
penimbunan saluran paru oleh debu (gabungan restriktif dan obstruktif).24

Tabel 2.2 Kriteria Gangguan Fungsi Paru Restriktif Berdasarkan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia NOMOR PER25/MEN/XII/2008.
Restriksi
(KV/KVP)% Kategori
prediksi

>80% Normal
60-79% Restriksi ringan
30-59% Restriksi sedang
<30% Restriksi berat

2.4 Faktor-faktor yang MempengaruhiGangguan Fungsi Paru


2.4.1. Umur

Variabel umur merupakan hal yang paling penting. Diketahui bahwa pada
hakikatnya suatu penyakit dapat menyerang setiap orang pada semua golongan
umur, tetapi ada penyakit-penyakit tertentu yang lebih banyak menyerang
golongan umur tertentu. Penyakit-penyakit kronis mempunyai kecenderungan
meningkat dengan bertambahnya umur, sedangkan penyakit-penyakit akut tidak
mempunyai suatu kecenderungan yang jelas.

Faal paru tenaga kerja dipengaruhi oleh umur. Meningkatnya umur seseorang
maka kerentanan terhadap penyakit akan bertambah, khususnya gangguan saluran

Universitas Kristen Krida Wacana


16

pernapasan pada tenaga kerja. Berdasarkan salah satu studi yang dilakukan, usia
mempunyai hubungan bermakna secara statistik akan terjadinya kelainan faal
paru.24

2.4.2. Masa Kerja

Pekerja yang berada pada lingkungan kerja dengan kadar debu tinggi dalam
waktu lama memiliki risiko tinggi terkena obstruksi paru. Penyakit paru yang
timbul akibat debu biasanya timbul setelah paparan bertahun-tahun. Dalam masa
paparan yang sama seseorang dapat mengalami kelainan yang berat sedangkan
yang lain kelainan ringan akibat adanya kepekaan individual.24

Hasil penelitian menunjukkan hasil signifikan, tercatat dalam pekerja yang


terpapar selama lebih dari 8 tahun. Penelitian lainnya telah menemukan bahwa,
keluhan mata merah, rinorea, hidung tersumbat, pilek dan sakit tenggorokan lebih
sering di antara para pekerja yang bekerja selama 10 tahun atau lebih dibandingkan
dengan mereka yang bekerja kurang dari 10 tahun.

2.4.3. Kebiasaan Merokok

Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim ditemui dalam kehidupan
sehari-hari. Mudah menemui orang merokok, lelaki-wanita, anak kecil-tua renta,
kaya-miskin; tidak ada terkecuali.Seorang dapat digolongkan sebagai;

a. Tidak merokok (bukan perokok).


b. Perokok (jika dalam hidupnya pernah merokok sebanyak 100 batang rokok
dan saat dianamnesis masih sering merokok).
c. Perokok berat (jika hasil perkalian antara jumlah batang rokok yang diisap per
hari dan lamanya merokok dalam hitungan tahun lebih dari 400 batang per
tahun). Indeks Brinkman = jumlah rokok per hari (batang) x lamanya merokok
(tahun).
d. Bekas perokok (jika seorang perokok saat dianamnesis telah berhenti merokok
3 tahun yang lalu dan tidak pernah merokok lagi).

Kebiasaan merokok mendatangkan banyak bahaya, yaitu meningkatkan angka


kematian pada penderita asma, pneumonia, influenza, dan penyakit sistem
pernapasan lainnya. Sebagian besar penderita PPOK adalah akibat menghirup asap

Universitas Kristen Krida Wacana


17

rokok. Merokok juga merupakan penyebab penyakit kardiovaskular.25 Ukuran


partikel juga menentukan seberapa dalam debu tersebut akan menembus ke
dalamparu-paru. Partikel ultrafine dapat menembus semua tingkat paru paru dan
bronkiolus (bronkus kecil dariparu-paru) menuju kantung alveolar (dimana oksigen
ditukar dengan darah), sedangkan partikel kasar dapat disaring oleh saluran
hidung.26

2.4.4. Penggunaan Alat Pelindung Diri (PPE –Personal Protective Equipment)

Alat pelindung diri sangat sederhana adalah alat pelindung yang dipakai oleh
tenaga kerja secara langsung untuk tujuan pencegahan kecelakaan yang disebabkan
oleh berbagai faktor yang ada di lingkungan tempat kerja. Persyaratan umum
penyediaan alat pelindung diri (personal protective equipment - PPE) tercantum
dalam Personal Protective Equipment at Work Regulations 1992. Dalam
menyediakan perlindungan terhadap bahaya, prioritas pertama seorang pemilik
usaha adalah melindungi pekerjanya secara keseluruhan ketimbang secara individu.
Menurut hirarki upaya pengendalian diri (controling), alat pelindung diri
sesungguhnya merupakan hirarki terakhir dalam melindungi keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja dari potensi bahaya yang kemungkinan terjadi pada saat
melakukan pekerjaan setelah pengendalian teknik dan administratif tidak mungkin
lagi diterapkan.27

Ada beberapa jenis alat pelindung diri yang mutlak digunakan oleh tenaga
kerja pada waktu melakukan pekerjaan dan saat menghadapi potensi bahaya karena
pekerjaanya, antara lain seperti topi keselamatan, safety shoes, sarung tangan,
pelindung pernafasan, pakaian pelindung, dan sabuk keselamatan. Jenis alat
pelindung diri yang digunakan harus sesuai dengan potensi bahaya yang dihadapi
serta sesuai dengan bagian tubuh yang perlu dilindungi. Sebagaimana tercantum
dalam undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja, pasal 12
mengatur mengenai hak dan kewajiban tenaga kerja untuk memakai alat pelindung
diri. Pada pasal 14 menyebutkan bahwa pengusaha wajib menyediakan secara
cuma-cuma sesuai alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kerja.27

Universitas Kristen Krida Wacana


18

2.6 Kerangka Teori

Umur

Genetik

Jenis Kelamin

Masa kerja

Individu Status gizi


Fungsi Paru
Keselamatan
Kebiasaan
Kerja dan kesehatan
Olahraga
kerja(K3)

Lingkungan Kebiasaan
Kerja Merokok

Kerja otot
pernapasan

Penggunaan
Alat pelindung
diri APD

2.7 Kerangka Konsep

Umur, masa kerja, status gizi, Gambaran Faal Paru pada Pekerja
kebiasaan merokok dan Bangunan Rumah Sakit FK Ukrida
Penggunaan APD saat bekerja dengan Uji Spirometri

Universitas Kristen Krida Wacana


19

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
- Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Dengan desain penelitian cross-
sectional.

3.2 Tempat dan Waktu penelitian


- Penelitian ini di laksanakan di Universitas Kristen Krida Wacana dan akan di
laksanakan pada bulan Januari – Mei 2018.

3.3 Subjek Penelitian


- Subjek dari penelitian ini adalah Pekerja bangunan Rumah Sakit FK UKRIDA yang
berusia 20-60 tahun.
-
3.4 Populasi diketahui
- Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling.
- Total populasi pada penelitian ini diketahui, totalnya adalah 189 orang
- Rumus sampling minimum yang saya gunakan adalah sebagai berikut
-
Rumusnya adalah : n= Zα2 x P x Q x N
d2 (N-1) + Zα2 x P x Q
Keterangan :
Zα = derifat baku alfa (untuk penelitian ini nilai Z = 1,960 untuk α = 5%)
P = proporsi kategori variable yang diteliti (P =0,5)
Q = 1- P (1 - 0,5 = 0,5)
d = presisi 10%
N = Populasi Total
Jadi Sampel yang di butuhkan n = (1,960)2 x 0,5 x 0,5 x 189
(0,1)2 (189-1)+(1,960)2 x 0,5 x 0,5
=181,5156/2,8404 = 63,9049 ( dibulatkan menjadi 64)
Sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 64 sampel

Universitas Kristen Krida Wacana


20

3.5 Bahan, alat dan cara pengambilan data


3.5.1 Bahan Penelitian

- Bahan dari penelitian ini adalah subjek dari penelitian.

3.5.2 Alat Penelitian

- Alat tulis, kertas struk printer, mouthpiece, penjepit hidung, kuisioner identitas
subyek penelitian, spirometri, daya listrik.

3.5.3 Cara
- Spirometri merupakan suatu alat sederhana yang digunakan untuk mengukur volume
udara dalam paru. Alat ini juga dapat digunakan untuk mengukur volume statik dan
volume dinamik paru. Volume statik terdiri atas volume tidal (VT), volume cadangan
inspirasi (VCI), volume cadangan ekspirasi (VCE), volume residu (VR), kapasitas
vital (KV), kapasitas vital paksa (KVP).
- Operator, harus memiliki pengetahuan yang memadai , tahu tujuan pemeriksaan dan
mampu melakukan instruksi kepada subjek dengan manuver yang benar dan
Persiapan alat, spirometer harus telah dikalibrasi untuk volume dan arus udara
minimal 1 kali seminggu.
- Persiapan subjek, selama pemeriksaan subjek harus merasa nyaman. Sebelum
pemeriksaan subjek sudah tahu tentang tujuan pemeriksaan dan manuver yang akan
dilakukan. Subjek bebas rokok minimal 2 jam sebelumnya, tidak makan terlalu
kenyang, tidak berpakaian terlalu ketat, penggunaan obat pelega nafas terakhir 8 jam
sebelumnya untuk aksi singkat dan 24 jam untuk aksi panjang.
- Kondisi lingkungan, ruang pemeriksaan harus mempunyai sistem ventilasi yang baik
dan suhu udara berkisar antara 17 – 400C.
- Manuver KV, subjek menghirup udara sebanyak mungkin dan kemudian udara
dikeluarkan sebanyak mungkin tanpa manuver paksa.
- Manuver KVP, subjek menghirup udara sebanyak mungkin dan kemudian udara
dikeluarkan dengan dihentakkan serta melanjutkannya sampai ekspirasi maksimal.
Apabila subjek merasa pusing maka manuver segera dihentikan karena dapat
menyebabkan subjek pingsan. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan venous return
ke rongga dada.

Universitas Kristen Krida Wacana


21

- Manuver VEP1 (volume ekspirasi paksa detik pertama). Nilai VEP1 adalah volume
udara yang dikeluarkan selama 1 detik pertama pemeriksaan KVP. Manuver VEP1
seperti manuver KVP.
3.6 Parameter yang diperiksa :
- Gambaran faal paru pekerja bangunan Rumah Sakit Ukrida tahun 2018 dengan alat
spirometri.
- Pemeriksaan umur,masa kerja,status gizi,kebiasaan merokok dan penggunaan APD
saat bekerja menggunakan kuisioner.

3.7 Variabel Penelitian


- Variabel terikat : Gambaran faal paru dari kapasitas vital paru subjek penelitian.
- Variabel bebas : umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan merokok dan penggunaan
APD saat bekerja.

3.8 Dana Penelitian


 Perkiraan dana penelitian

No Jenis Kegiatan Jumlah Pengeluaran

1 Persiapan

a. Pembuatan Proposal Rp150.000

b. Alat Penelitian Rp1.200.000

c. Alat Tulis Rp400.000

2 Pelaksanaan

a. Transportasi RP 100.000

Jumlah Rp 1.850.000

3.9 Analisis Data


- Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat, yaitu menganalisis data
untuk mengetahui distribusi frekuensi pada tiap variabel dalam penelitian. Dalam
penelitian deskriptif ini, data dari hasil pengukuran spirometri yang dilakukan
terhadap pekerja bangunan RS Ukrida dan latar belakang subyek penelitian yang
mempengaruhi gambaran fungsi paru,dianalisis secara deskriptif (gambaran nyata)
yang digunakan untuk mengetahui besarnya presentase keberadaanya di dalam
populasi.

Universitas Kristen Krida Wacana


22

3.10 Definisi Operasional

N Nama Cara
Definisi Operasional Hasil Ukur Skala
o Variabel Ukur
waktu keberadaan
Satuan waktu yang Rasio
1 Usia Kuesioner Satuan tahun
mengukur suatu
makhluk hidup.
Tinggi Jarak maksimum dari Rasio
2 Microtoise Satuan cm
badan vertex ke telapak kaki
Indeks masa tubuh :
Berat badan (kg) dibagi
tinggi badan (m)
dikuadratkan.
Berdasarkan klasifikasi
status gizi WHO Asia Microtoise -. Rasio (Hasil
Pasifik untuk orang asia dan IMT)
Status : Nilai IMT -. Nominal
3 timbangan
gizi a. Kurus (<18,50) (kg/m2) (Interpretasi
berat
b. Normal (18,50- badan. IMT)
22,99)
c. Pre-Obese (23,00-
24,99)
d. Obese 1 (25,00-
29,99)
e. Obese 2 (≥ 30,00)
-. Rasio
-. Nominal
Masa kerja sejak a. < 5 tahun (1)
Lama b. 5-10 tahun
5 menjadi pekerja Kuesioner Satuan ‘tahun’
Kerja (2)
bangunan
c. > 10 tahun
(3)
-. Menilai kebiasaan
merokok :
a. Merokok
b. Tidak merokok -. Nominal
c. Sudah berhenti -. Rasio :
Riwayat merokok a. ringan (1)
6 -. Indeks Brinkman : Kuesioner Satuan batang
Merokok b. sedang (2)
a. perokok ringan (1-200 c. berat (3)
batang),
b. perokok sedang (201-
600),
c. perokok berat (>600)

Universitas Kristen Krida Wacana


23

-. Penilaian
skala likert,
menurut
Sugiono,
penentuan skor
jawaban
ditentukan
berdasarkan
skala jawaban :
Nominal
a. Selalu (4)
-. Perilaku penggunaan a. Perilak
b. Sering (3)
APD (berupa masker) u
c. Jarang (2)
saat bekerja, dinilai Kuesioner penggu
d. Tidak naan
dengan skala likert : perilaku
pernah (1) APD :
Pengguna a. Selalu dan lembar
7 -. Hal ini Baik
an APD b. Sering observasi
berlaku, dan
c. Jarang penggunaa
apabila Kurang
d. Tidak pernah n APD
diberikan Baik.
pernyataan
positif, apabila
diberikan
pernyataan
negatif, skala
jawaban akan
terbalik.
-. Perilaku :
baik (>50 %)
dan kurang
baik (<50%)
Hasil fungsi paru
berdasarkan nilai
KVpred%, VEP1pred%
dan TLC yang Diklasifikasika
diklasifikasikan menjadi Hasil alat Nominal :
spirometri n menjadi : a. Normal
: a. Normal
Fungsi dengan (1)
8 a. Normal b. Tidak
Paru manuver b. Tidak
(>80%pred) normal(ob
yang Normal
b. Obstruksi struksi,
dijelaskan (2)
(KV>80%,FEV< restriksi)
80%pred)
c. Restriksi (KV
<80%,FEV1≥80
%pred)

Universitas Kristen Krida Wacana


24

3.11 Kriteria Inklusi dan Eksklusi


3.11.1 Kriteria Inklusi
- Pekerja bangunan Rumah Sakit Ukrida umur 20-60 thn,tidak minum obat-obatan,
dan bersedia dijadikan sampel pada penelitian ini.
3.11.2 Kriteria Eksklusi
- Subyek menolak mengikuti test dan tidak memenuhi kriteria inklusi

Universitas Kristen Krida Wacana


25

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristrik Responden


Penelitian ini dilaksanakan dengan cara melakukan pengambilan data dengan
kuesioner dan pengukuran berat badan dengan timbangan berat badan SELLA SMIC ZT-
120, pengukuran tinggi badan dengan microtoise, dan alat spirometri MINATO AS-507,
dilaksanakan pada tanggal 23 – 25 april 2018, di lobby utama Rumah Sakit Ukrida Jakarta
Barat. Ada 68 pekerja bangunan, namun hanya 64 orang yang memenuhi syarat penelitian
sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Dimana 3 orang pekerja yang menolak menjadi
subyek penelitian dan 1 orang pekerja tidak masuk kerja. Berikut data dari sampel penelitian
dapat di lihat pada tabel di bawah ini.

4.2 Gambaran Faal Paru Berdasarkan Umur


Tabel 4.1 Distribusi Subyek Penelitian Menurut Umur Pekerja Bangunan Rumah Sakit
Ukrida 2018

Normal Restriksi Obstruksi


Umur N %
N % N % N %
20 - 29 31 48,43% 14 45,16% 10 32,25% 7 22,58%
30 - 39 16 25% 12 75% 3 18,75% 1 6,25%
40 - 49 15 23,43% 9 60% 3 20% 3 20%
50 - 59 2 3,12% 1 50% 0 0 1 50%
Jumlah 64 100

Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.1 menunjukkan frekuensi terbanyak yakni umur
20 – 29 tahun, dimana pada usia tersebut merupakan usia produktif yang sering melakukan
aktifitas di luar rumah, sehingga resiko terhadap penyakit sangatlah besar. Pada dasarnya
umur merupakan salah satu faktor penting dalam kesehatan, karena semakin bertambah usia
semakin rentan tubuh mengalami gangguan penyakit begitu juga dengan paru – paru. Faktor
umur berperan penting dengan kejadian penyakit dan gangguan kesehatan. Hal ini ada
hubungannya faktor umur dengan potensi untuk terpapar terhadap suatu penyakit, tingkat
imunitas kekebalan tubuh, aktifitas fisiologis berbagai jaringan yang mempengaruhi

Universitas Kristen Krida Wacana


26

perjalanan penyakit seseorang. Menurut Khairiah (2013) umur merupakan faktor penting
yang mempengaruhi timbulnya suatu penyakit secara langsung maupun tidak langsung,
bersamaan dengan faktor-faktor yang lainnya. Masih belum di ketahui secara pasti gangguan
yang dialami responden, namun beberapa dari mereka saat diwawancara memiliki riwayat
penyakit dahulu seperti paru basah, batuk berdarah, sering sesak napas dan sebagainya yang
harus di tinjau dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang oleh dokter.

4.2 Gambaran Faal Paru Berdasarkan Masa Kerja


Tabel 4.2 Distribusi Subyek Penelitian Menurut Masa Kerja Pekerja Bangunan Rumah Sakit
Ukrida 2018

Masa Normal Restriksi Obstruksi


N %
kerja N % N % N %
< 5 thn 36 56,25% 18 50% 11 30,55% 7 19,44%
5 - 10 thn 12 18,75% 6 50% 4 33,33% 2 16,66%
> 10 thn 16 25% 12 75% 1 6,25% 3 18,75%
Jumlah 64 100

Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.2 menunjukkan Masa kerja dikategorikan menjadi
3, yaitu kurang dari 5 tahun, 5 – 10 tahun dan lebih dari 10 tahun. Masa kerja merupakan
salah satu faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, khususnya gangguan saluran
pernapasan. Masa kerja yang diterima pekerja berhubungan dengan lamanya seseorang
terpapar debu lingkungan dalam kurun waktu tertentu. dimana didapatkan pada penelitian ini
serupa dengan Aribo pada tahun 2014, Dimana presentase dari total responden 73 orang masa
kerja kurang dari 4 tahun sebanyak 42 orang. 26 orang dengan presentase 67,56% normal,
18,91% restriksi dan 13,51% obstruksi. Durasi kerja 4 – 8 tahun sebanyak 18 orang, 13 orang
dengan presentase 54,75% normal, 3 orang dengan presentase 23,5% restriksi dan 2 orang
dengan presentase 21,5% obstruksi. Kemudian durasi kerja lebih dari 8 tahun sebanyak 13
orang, 9 orang dengan presentase 78% normal, 3 orang dengan presentase 16,25% restriksi
dan 1 orang dengan presentase 5,5% obstruksi.

Universitas Kristen Krida Wacana


27

4.3 Gambaran Faal Paru Berdasarkan Status Gizi


Tabel 4.3 Distribusi Subyek Penelitian Menurut Status Gizi Pekerja Bangunan Rumah Sakit
Ukrida 2018

Status Gizi Normal Restriksi Obstruksi


N %
(IMT) N % N % N %
Kurus 5 7,81% 1 20% 3 60% 1 20%
Normal 32 50% 18 56,25% 7 21,87% 7 21,87%
Pre obese 17 26,56% 10 58,82% 4 23,52% 3 17,64%
Obese 1 6 9,37% 4 66,66% 2 33,33% 0 0
Obese 2 4 6,25% 3 75% 0 0 1 25%
Jumlah 64 100

Karakteristik status gizi (IMT) dari responden terbagi Berdasarkan klasifikasi status
gizi WHO Asia Pasifik untuk orang asia. Berdasarkan data distribusi menurut status gizi.
Frekuensi terbanyak pada status gizi normal sebanyak 32% orang dengan presentase 50%
yang dimana juga hampir kebanyakan dari responden memiliki gambaran faal paru normal.
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Khumaidah (2009), yang
menjelaskan bahwa pekerja bangunan di jepara dengan status gizi normal lebih banyak
memiliki gangguan faal paru dibandingkan pekerja yang memiliki status gizi tidak normal.
Bagi pekerja bangunan dengan status gizi pre obese, obese 1 dan obese 2 yang mengalami
gangguan faal paru bisa disebabkan karena kondisi tempat kerja dengan kadar debu yang
tinggi dan kebiasaan merokok.
Status gizi pada seorang tenaga kerja erat kaitannya dengan tingkat kesehatan tenaga
kerja maupun produktifitas tenaga kerja. Status gizi yang baik akan mempengaruhi kualitas
tenaga kerja lebih baik yang berarti peningkatan produktifitas suatu perusahaan. Dari status
gizi yang normal, menggambarkan bahwa pada seluruh responden dalam kondisi baik. Salah
satu akibat kekurangan gizi dapat menurunkan sistem imunitas dan antibodi sehingga
seseoang mudah terserang infeksi penyakit.28

Universitas Kristen Krida Wacana


28

4.4 Gambaran Faal Paru Berdasarkan Kebiasaan Merokok


Tabel 4.4 Distribusi Subyek Penelitian Menurut Kebiasaan Merokok Pekerja Bangunan
Rumah Sakit Ukrida 2018

Kebiasaan Normal Restriksi Obstruksi


N %
Merokok N % N % N %
Ringan 38 59,37% 21 55,26% 11 28,94% 6 15,78%
Sedang 13 20,31% 7 53,84% 3 23,07% 3 23,07%
Berat 1 1,56% 0 0 0 0 1 100%
TM 12 18,75% 7 58,33% 2 16,66% 3 25%
Jumlah 64 100

Berdasarkan tabel 4.4 karakteristik dari responden terbagi menurut indeks Brinkman.
Pada distribusi hasil ini menunjukkan sebagian besar adalah perokok aktif. Namun hasil
gambaran faal paru dengan frekuensi terbanyak adalah normal. Walaupun ada jumlah tertentu
dari gangguan restriksi dan gangguan obstruksi. menurut rasio prevalensi pekerja dengan
kebiasaan merokok terhadap kejadian gangguan fungsi paru adalah 2,8 kali lebih besar,
dibandingkan pekerja yang tidak merokok dari hasil penelitian Nugraheni, (2004) dimana
berbanding terbalik dengan penelitian ini. Dari kategori indeks brinkman belum bisa
menunjukkan durasi secara konstan setiap hari nya sehingga masih belum akurat dalam
menentukan kategori yang relative baik. Di samping itu, gangguan faal paru yang di alami
individu juga dipengaruh oleh beberapa faktor lain yakni riwayat penyakit dahulu, kondisi
tempat kerja, masa kerja dan penggunaan alat pelindung diri. Perokok aktif memiliki
prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan
mortalitas yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita
gangguan paru bergantung pada “dosis merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai
merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok.29

Universitas Kristen Krida Wacana


29

4.5 Gambaran Faal Paru Berdasarkan Pengunaan APD


Tabel 4.5 Distribusi Subyek Penelitian Menurut APD (alat pelindung diri) Pekerja Bangunan
Rumah Sakit Ukrida 2018
Normal Restriksi Obstruksi
APD N %
N % N % N %
Selalu 55 85,93% 33 60% 13 23,63% 9 16,36%
Sering 9 14,06% 3 33,33% 3 33,33% 3 33,33%
Jarang 0 0 0 0 0 0 0 0
Tidak
0 0 0 0 0 0 0 0
Pernah
Jumlah 64 100

Berdasarkan hasil penelitian table 4.5 dengan variabel penggunaan APD menurut
kuisioner berdasarkan skala likert untuk mengukur sikap dan perilaku. Alat pelindung diri
adalah perlengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja terhadap bahaya yang dapat
mengganggu kesehatan yang ada dilingkungan kerja. Alat yang dipakai disini untuk
melindungi sistem pernafasan dari partikel – partikel berbahaya yang ada di udara yang dapat
membahayakan kesehatan. Berdasarkan hasil wawancara dengan kuisioner di dapatkan
kepatuhan sikap penggunaan APD yakni 55 orang dengan presentase 85,93% menjawab
SELALU menggunakan APD dan 9 orang dengan presentase 14,06% menjawab SERING
menggunakan APD. Hal ini menunjukkan sikap dan perilaku penggunaan APD terhadap
frekuensi gambaran faal paru normal. Mereka selalu di briefing setiap pagi untuk penjelasan
keselamatan kerja. Dan siapa saja yang tidak mematuhi peraturan akan dikenakan sanksi
tegas. Namun masih ada beberapa responden yang mengalami gangguan restriksi dan
obstruksi. Hal ini serupa dengan penelitian Hutama A(2013) bahwa menunjukkan bahwa
tidak ada pengaruhi gambaran faal paruberdasarkan penggunaan APD pada kelompok
responden dengan total populasi 60 orang. Sebanyak 32 orang dengan presentase 75,86%
sering menggunakan APD dimana 18 orang dengan presentase 56,25% normal, 7 orang
dengan presentase 21,87% restriksi dan 7 orang dengan presentase 21,87% obstruksi. 18
orang dengan presentase 17,24% jarang menggunakan APD dimana 11 orang dengan
presentase 59,82% normal, 4 orang dengan presentase 22,52% restriksi dan 3 orang dengan
presentase 17,66% obstruksi dan 10 orang dengan presentase 6,9% tidak menggunakan APD
dimana 7 orang dengan presentase 59,34% normal, 2 orang dengan presentase 10,66%

Universitas Kristen Krida Wacana


30

restriksi 3 orang dengan presentase 30% obstruksi. Penggunaan APD sangatlah membantu
meminimalisir pekerja dari paparan debu yang dapat menimbulkan dampak terhadap fungsi
paru pekerja jika hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. semakin lama
pekerja terpapar debu dengan tidak memakai APD maka akan semakin besar kemungkinan
fungsi parunya terganggu.

Tabel 4.6 Distribusi Subyek Penelitian Menurut Gangguan Fungsi Paru Pekerja Bangunan
Rumah Sakit Ukrida 2018.

Jenis
Frekuensi Presentase
Kelainan
Normal 36 56,25%
Restriksi 16 25%
Obstruksi 12 18,75%
Campuran 0 0
Jumlah 64 100

Berdasarkan tabel 4.6 karakteristik dari responden menurut gangguan fungsi paru
yakni kategori normal sebanyak 36 orang dengan presentase 56,25%, kategori restriksi
sebanyak 16 orang dengan presentase 25% dan obstruksi 12 orang dengan presentase 18,75%
dari total 64 responden. Penurunan fungsi paru tidak hanya disebabkan oleh faktor pekerjaan
maupun lingkungan kerja, tetapi juga terdapat sejumlah faktor nonpekerjaan yang dapat
menjadi faktor yang memengaruhi maupun menjadi variable pengganggu. Hal-hal yang dapat
memengaruhi seperti usia, jenis kelamin, kelompok etnis, tinggi badan, kebiasaan merokok,
suhu lingkungan, penggunaan alat pelindung diri, metode pengolahan serta jumlah jam
kerja/jam giliran kerja (shift kerja).30

Universitas Kristen Krida Wacana


31

Tabel 4.7 Variabel Hitung Rata-rata Spirometri

Variabel Nilai rata-


hitung rata (ml)
TV 637,03
IRV 2937,18
ERV 1300,15
IC 3574,78
KVAct 4325,46
VEPAct 4439,06
TLC 5525,46

4.3 Keterbatasan Penelitian


Pada penelitian ini, dalam menentukan ada tidaknya riwayat penyakit hanya
dilakukan wawancara dengan menggunakan kuisioner tanpa menggunakan surat
keterangan dokter dari responden ataupun pemeriksaan penunjang toraks.

Universitas Kristen Krida Wacana


32

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada pekerja bangunan Rumah Sakit Ukrida 2018
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kategori umur frekuensi terbanyak yakni 20 – 29 tahun sebanyak 28 orang (43,75%),
dengan masa kerja kurang dari 5 tahun sebanyak 36 orang dengan presentase 56,25%
dan status gizi normal sebanyak 32 orang dengan presentase 50%.
2. Gambaran derajat merokok pada kelompok perokok berdasarkan Indeks Brinkman
pada pekerja bangunan Rumah Sakit Ukrida adalah perokok ringan sebanyak 38
orang dengan presentase (59,37%).
3. Gambaran Faal paru pekerja bangunan Rumah Sakit Ukrida sebanyak 36 orang
dengan presentase 56,25% normal. Di samping umur dan status gizi normal dengan
frekuensi yang relatif banyak, juga kepatuhan penggunaan APD yang baik sebanyak
55 orang dengan presentase 85,93% menjawab selalu menggunakan APD. Meskipun,
masih ada 16 orang dengan presentase 25% mengalami gangguan paru restriksi dan
12 orang dengan presentase 18,75% mengalami gangguan paru obstruksi. Dimana
gangguan fungsi paru ini berdasarkan jumlah perokok aktif yang dominan.

5.2 Saran
1. Perlu dilakukan pemeriksaan kapasitas fungsi paru secara periodik sekurang –
kurangnya 1 tahun sekali .
2. Hendaknya dilakukan pemeriksaan kesehatan terhadap seluruh pekerja yang telah
terjadi penurunan fungsi paru maupun tidak agar tidak mengalami penurunan fungsi
paru.
3. Selanjutnya perlu dilakukan penelitian dalam skala yang lebih besar untuk
mengetahui hubungan antara faktor risiko dengan gambaran fungsi paru pekerja
konstruksi bangunan.

Universitas Kristen Krida Wacana


33

DAFTAR PUSTAKA

1. Hidayat. Faktor-faktor resiko yang menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga kerja


pada pelaksanaan pekerjaan konstruksi. Skripsi. FT UI. 2007.

2. Gold DR, Wang X, Wypij D, Speizer FE, Ware JH, Dockery DW. Effects of Cigarette
Smoking on Lung Function in Adolescent Boys and Girls. New England Journal of
Medicine. 355(13): 931-7. Massachusetts, Amerika Serikat.2006

3. Imaduddin, Ahmad. Hubungan karakteristik pekerja dengan keluhan gangguan


pernapasan akibat paparan debu kapas. Skripsi. Surabaya: Universitas Airlangga.2012.

4. Yulaekah, Siti. Paparan debu terhirup dan gangguan fungsi paru pada pekerja industri
batu kapur. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro. 2007.

5. WHO. Health and environment in sustainable development five years after the earth
summit. WHO, Geneva, 2005.

6. Osman E,Pala K.Occupational exposure to wood dust and health effects on the respiratory
system in aminor industrial estate in Bursa/Turkey,International Journal of Occupational
Medicine and Environmental Health.22(1):43-50;2009.

7. Budiono S, Jusuf R, Pusparini, A. Eds. Bunga rampai HIPERKES dan KK. Semarang
Badan Penerbit University Diponegoro. 2008.

8. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Laporan


nasional Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013.

9. Budiono I. Hubungan lingkungan tempat kerja dan karakterristik pekerja terhadap


kapasitas vital paru pada pekerja bagian Plant PT. SIBELCO LAUTAN MINERAL
JAKARTA, Program Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri Hidayatullah, 2011.

10. Gunawan, Ira V, Malinda,Neny. Analisa hubungan ketergantungan antara efektivitas


komunikasi, stres kerja dan produktivitas pada PT. Mentari Massen Toys Indonesia di
Jombang. Bachelor thesis, Petra Christian University.2006.

11. Depnaker RI. Kepmenakertrans RI Nomor PER-24/MEN/VI/2006 tentang Pedoman


penyelenggaraan program program jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja yang
melakukan pekerjaan diluar hubungan kerja.2006.

12. Suma’mur. Higiene perusahaan dan kesehatan kerja (Hiperkes). Jakarta:Sagung


Seto.2009.

13. Guyton AC, Buku ajar fisiologi kedokteran. Alih Bahasa dr. Irawati Setiawan, dr. LMA
Ken Ariata Tengadi dan dr. Alex Santoso, Penerbit Buku Kedokteran EGC,Jakarta, 2007.

14. Djojodibroto .R.D. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC; 2009.

Universitas Kristen Krida Wacana


34

15. Ghorayeb.Y, Bechara. Anatomy of the sinuses, Otolaryngology Head & Neck Surgery.
Texas: 2011. [cited 2011 25 November]; Available from:
http://www.ghorayeb.com/AnatomySinuses.html.

16. Setiadi. Anatomi &fisiologi manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2007.

17. Darling, David. The Encyclopedia of Science, Anatomy and physiology. USA: 2011.
[cited 2011 1 December]; Available
from:http://www.daviddarling.info/encyclopedia/L/lungs.html.

18. Gehr. Particle lung interaction, Lung Biology in Health and Disease, Second Edition.
New York: Informa Health Care USA, Inc; 2010.

19. Alsafaff H, dan Mukty A, Eds 2002. Dasar-dasar ilmu penyakit paru, Cetakan Ketiga.
Surabaya Airlangga University Press.

20. Cheremisinoff P, Nicholas. Handbook of industrial toxicology and hazardous materials.


New York: Marcel Deker, Inc; 2004.

21. Al-Ashkar, Mehra, and Mazzone. Interpreting pulmonary function tests: Recognize
thepattern, and the diagnosis will follow, Cleveland Clinic Journal Of Medicine.
Cleveland: Vol.70, No.10: 866-881;2003.

22. Ikawati Z, 2009. Uji fungsi paru;www.mfk.farmasi.ugm.ac.id/files/news/Lung


Function.tes.pdf (12/11/2009).

23. Achmadi .U.F. Dasar-dasar penyakit berbasis lingkungan. Jakarta: Rajawali Press;2011.

24. Mengkidi, Dorce. Gangguan fungsi paru dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada
karyawan PT. Semen Tonasa PangkepSulawesi Selatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro, Semarang (Tesis). 2006.

25. Rubeena B, Nadeem A, Mahagaonkar AM, Latti RG. Study of lung function in smoker
and non-smoker in rural India. Indian Journal Physiology and Pharmacology.
2011;55(1):84-8.

26. Khumaidah. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan fungsi paru pada
pekerja mebel PT KotaJati Furnindo Desa Suwawal Kecamatan Mlonggo Kabupaten
Jepara, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro,Semarang (Tesis). 2010.

27. Damayanti, dkk. Hubungan penggunaan masker dengangambaran klinis faal paru pekerja
terpajan debu semen. Maj Kedokt Indon: Vol.57, No.9:289-299;2007.

28. Almatsier S. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2001.

29. Nugraha I. Hubungan derajat berat merokok berdasarkan indeks brinkman dengan derajat
PPOK, Surakarta(Tesis). 2012.

Universitas Kristen Krida Wacana


35

30. Khairiah. Analisis konsentrasi debu dan keluhan kesehatan pada masyarakat di sekitar
pabrik semen di Desa Kuala Indah kecamatan Sei Suka kabupaten Batu Bara. Skripsi.
Medan: FKM Universitas Sumatera Utara.2013

31. Aribo E.O, Antai, A. B. Lung function parameters in constructor worker in Calabar
Nigeria. Annals of Biological Research,5 (11)h32-35; 2014.

32. Sholihah M. Gambaran faal paru pada perusahaan pekerja konstruksi di Surabaya.
Skripsi. Surabaya: FKM Universitas Airlangga.2015

33. Khumaidah. Prevalensi fungsi paru pada pekerja konstruksi PT. Wijaya Kusuma
contractor di Kabupaten Jepara. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro.2009.

34. Nugraheni, F.S.S. Analisis faktorresiko kadar debu organik di udara terhadap gangguan
fungsi paru padapekerjaindustri penggilingan padi di kabupaten Demak.Tesis.Universitas
Diponegoro.Semarang. 2012.

35. Hutama A. Hubungan antara masa kerja dan penggunaan alat pelindung diri dengan
kapsitas paru pada pekerja konstruksi unit spinning pekalongan. Tesis.FKM Universitas
Negeri Semarang.Semarang.2013.

Universitas Kristen Krida Wacana

Anda mungkin juga menyukai