Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang: Universitas Kristen Krida Wacana
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang: Universitas Kristen Krida Wacana
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dari hasil riset kesehatan tahun 2013 menyebutkan, perilaku merokok dimulai usia 15
tahun ke atas masih belum terjadi penurunan dari tahun 2007 hingga 2013, yang
cenderung meningkat dari 34,2 persen di tahun 2007 menjadi 36,3 persen tahun 2013.
Juga ditemukan 1,4 persen perokok pada umur 10-14 tahun, 9,9 persen perokok pada
kelompok tidak bekerja. Dari hasil penelitian tersebut, tidak heran jika terjadi
peningkatan jumlah perokok.8
Adapun kasus lainnya pada PT Sibelco Lautan Minerals tahun 2007 sampai dengan
tahun 2011, yakni 7 dari 10 pekerja bagian plant mengeluhkan menderita batuk kering,
sesak napas dan kelelahan umum.9 Sedangkan, pada PT Massen Toys Indonesia di
Jombang, terdapat keluhan akan saluran pernapasan sebesar 75% dari total 80 responden.
Keluhan tersebut berupa batuk kering, hidung tersumbat, sesak napas dan nyeri
tenggorokan.10
Timbulnya penyakit akibat kerja telah mendapat perhatian dari pemerintah Indonesia,
berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993 telah ditetapkan 31 macam
penyakit yang timbul karena kerja. Berbagai macam penyakit yang timbul akibat kerja,
organ paru dan saluran pernapasan merupakan organ dan sistem tubuh yang paling
banyak terkena oleh pajanan bahan-bahan yang berbahaya di tempat kerja.11
Berdasarkan uraian latar belakang, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul “Gambaran Faal Paru pada Pekerja Bangunan Rumah Sakit Ukrida”.
Penulisan penelitian bertujuan mengidentifikasi kondisi faal paru pekerja – pekerja
bangunan dalam melakukan pekerjaannya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang
mempengaruhinya.
Apakah pekerja bangunan Rumah Sakit Ukrida mengalami penurunan fungsi paru
Bagaimana gambaran faal paru berdasarkan umur, masa kerja, status gizi, kebiasaan
merokok dan penggunaan alat pelindung diri.
1.3 Hipotesis
Tujuan Umum:
Mengetahui gambaran fungsi paru pada pekerja bangunan Rumah Sakit Ukrida.
Tujuan Khusus
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1.4. Laring
Laring biasa disebut dengan voicebox. Dibentuk oleh struktur ephitelium-lined
yang berhubungan dengan faring (di atas) dan trakea (di bawah).Lokasinya berada
di anterior tulang vertebra ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari esofagus berada di
posterior laring.16
2.1.2.3. Alveoli
Alveoli bentuknya sangat kecil. Alveoli merupakan kantong udara pada akhir
bronkiolus respiratorius yang memungkinkan terjadinya pertukaran oksigen dan
karbondioksida. Seluruh unit alveolar (zona respirasi) terdiri atas bronkiolus
respiratorius, duktus alveolar, dan kantong alveoli (alveolar sacs). Fungsi utama
alveolar adalah pertukaran oksigen dan karbondioksida di antara kapiler pulmoner
dan alveoli.16
2.1.3. Paru-paru
Ada 2 (dua) buah paru, yaitu paru kanan dan paru kiri.Paru kanan mempunyai tiga
lobus sedangkan paru kiri mempunyai dua lobus. Lobus paru terbagi menjadi
beberapa segmen paru. Paru kanan mempunyai sepuluh segmen paru sedangkan
paru kiri mempunyai delapan segmen paru. Kedua paru-paru dipisahkan oleh
ruang yang disebut mediastinum. Jaringan paru-paru, yaitu penataan atau
penyusunan struktur paru-paru, berbeda dari organ tubuh manusia lainnya. Pada
akhir napas normal, paru-paru terdiri dari udarasekitar 80 %, darah 10 %, dan
hanya10 % jaringan. Secara umum, bagian akhir terdiri dari struktur lapisan
rongga udara dan pembuluh darah dan di antara struktur interstisial menyediakan
fitur mekanis dan metabolik fungsi paru-paru.17
Alveolus merupakan bagian terakhir dari struktur pernapasan yang menjadi
proses ditribusi oksigen ke jaringan. Pada bagian ini akan terjadi difusi atau
pertukaran udara. Di dalam proses difusi, oksigen akan melewati alveolus dan
masuk ke dalam darah sedangkan karbondioksida akan keluar dari pembuluh
darah menuju alveolus.17 Epitelium alveolar dilapisi oleh suatu surfaktan yang
terdiri atas fosfolipid dan lipoprotein yang berfungsi untuk mengurangi tekanan
permukaan sehingga dapat mencegah kolaps alveoli. Apabila tidak ada surfaktan,
dapat dikarenakan produksi surfaktan yang tidak mencukupi akibat injuri atau
kelainan genetik (kelahiran prematur), maka tekanan permukaan cenderung tinggi
dan dapat membuat alveoli kolaps sehingga pola pernapasan menjadi tidak
efektif.18
Paru-paru juga mendapat darah dari arteri bronkialis dan arteri pulmonalis.
Sirkulasi bronkial menyediakan darah teroksigenasi yang diperlukan untuk
metabolism jaringan paru.19 Pembuluh darah yang mengalirkan darah balik ke
vena kava superior dan masuk ke atrium kanan adalah vena bronkialis, sedangkan
arteri pulmonalis pada ventrikel kanan mengalirkan darah ke paru, darah tersebut
juga berperan dalam proses pertukaran gas. Selanjutnya darah yang teroksigenasi
akan dikembalikan melalui vena pulmonalis ke ventrikel kiri. Pembuluh darah
arteri bronkialis membawa darah langsung dari aorta torasika ke paru untuk
memasok nutrisi dan oksigen ke jaringan paru.20
Ada beberapa macam spirometer, antara lain water sealed spirometer, bellow
spirometer, dan electronic spirometer. Hasil pemeriksaan berupa gambar langsung
dari pena pada kymograph disebut spirogram, sedangkan gambar yang diperoleh dari
office-spirometer sebagai hasil dari pneumotachi disebut diagram. Parameter yang
biasanya diperlukan adalah kapasitas vital (KV) atau vital capacity (VC), volume
ekspiratori paksa (VEP) atau forced expiratory volume (FEV) pada beberapa interval
waktu, misalnya 0,5; 0,75 maupun 1 detik, tetapi paling sering digunakan adalah
FEV1 atau VEP1. Parameter yang lebih sensitif adalah arus ekspiratori tengah
maksimal atau maximal mid expiratory flow (MMEF). Hasilnya pemeriksaan harus
dapat diulang (repeatable) dengan akurasi tidak kurang dari 3%.22
Pada orang sehat dan normal, nilai VC hampir sama dengan FVC. Pada orang
yang mengalami obstruksi jalan napas, FVC lebih kecil dibandingkan VC. Adapun
nilai VC menurun pada penurunan keregangan paru, perubahan bentuk dada,
kelemahan otot respirasi, dan obstruksi saluran pernapasan.22 Dengan pemeriksaan
spirometri dapat diketahui semua volume paru kecuali volume residu, semua
kapasitas paru kecuali kapasitas paru yang mengandung komponen volume residu.
a. Gangguan faal paru obstruktif, yaitu hambatan pada aliran udara yang
ditandai dengan penurunan VC dan FEV1/FVC
b. Gangguan faal paru restriktif, adalah hambatan pada pengembangan paru
yang ditandai dengan penurunan pada VC dan TLC.22
Dari berbagi pemeriksaan faal paru, yang sering dilakukan adalah :
a) Vital Capacity (VC) adalah volume udara maksimal yang dapat dihembuskan
setelah inspirasi yang maksimal. Ada 2 macam vital capacity berdasarkan cara
pengukurannya, yaitu: Vital Capacity (VC), disini subyek tidak perlu melakukan
aktivitas pernapasan dengan kekuatan penuh dan Forced Vital Capacity (FVC).
Pemeriksaan dilakukan dengan kekuatan maksimal. Sedangkan berdasarkan fase
yang diukur, ada 2 macam VC yaitu: VC inspirasi, VC diukur hanya fase inspirasi
dan VC ekspirasi, diukur hanya pada fase ekspirasi. Pada orang normal tidak ada
perbedaan antara FVC dan VC, sedangkan pada keadaan kelainan obstruksi
terdapat perbedaan antara VC dan FVC. Vital Capacity (VC) merupakan refleksi
dari kemampuan elastisitas atau jaringan paru atau kekakuan pergerakan dinding
toraks. Vital Capacity (VC) yang menurun merupakan kekuatan jaringan paru atau
dinding toraks, sehingga dapat dikatakan pemenuhan (compliance) paru atau
dinding toraks mempunyai korelasi dengan penurunan VC. Pada kelainan
obstruksi ringan VC hanya mengalami penurunan sedikit atau mungkin normal.22
b) Forced Expiratory Volume in 1 Second (FEV1) Adalah besarnya volume udara
yang dikeluarkan dalam satu detik pertama. Lama ekspirasi orang normal berkisar
antara 4-5 detik dan pada detik pertama orang normal dapat mengeluarkan udara
pernapasan sebesar 80 % dari nilai VC. Fase detik pertama ini. dikatakan lebih
penting dari fase-fase selanjutnya. Adanya obstruksi pernapasan didasarkan atas
besarnya volume pada detik pertama tersebut. Interpretasi tidak didasarkan nilai
absolutnya tetapi pada perbandingan dengan FVC-nya. Bila FEV/FVC kurang dari
75 % berarti normal. Penyakit obstruktif seperti bronkitis kronik atau emfisema
terjadi pengurangan FEV lebih besar dibandingkan kapasitas vital (kapasitas vital
mungkin normal) sehingga rasio FEV/FVC kurang 80 %.22
c) Peak Expiratory Flow Rate (PEFR) adalah flow/aliran udara maksimal yang
dihasilkan oleh sejumlah volume tertentu. Maka PEFR dapat menggambarkan
keadaan saluran pernapasan, apabila PEFR menurun berarti ada hambatan aliran
udara pada saluran pernapasan. Pengukuran dapat dilakukandengan Mini Peak
Flow Meter atau Pneumotachograf.22
Untuk menginterpretasikan nilai faal paru yang diperoleh harus dibandingkan dengan
nilai standarnya. Menurut Moris ada tiga metode untuk mengidentifikasi kelainan
faal paru :
a) Disebut normal bila nilai prediksinya lebih dari 80 %. Untuk FEV1 tidak
memakai nilai absolut akan tetapi menggunakan perbandingan dengan FVC-nya
yaitu FEV1/FVC dan bila didapatkan nilai kurang dari 75 % dianggap abnormal.
b) Metode dengan 95th percentile, pada metode ini subjek dinyatakan dengan
persen predicted dan nilai normal terendah apabila berada diatas 95 % populasi.
c) Metode 95 % Confidence Interval (CI).Pada metode ini batas normal terendah
adalah nilai prediksi dikurangi 95 % CI. 95 % CI setara dengan 1,96 kali SEE
untuk 2 tailed test atau 1,65 kali SEE untuk 1 tailed test.22
Tabel 2.1 Kriteria Gangguan Fungsi Paru Obstruktif Berdasarkan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia NOMOR PER25/MEN/XII/2008.
Penyakit paru obstruktif kronik(PPOK) meliputi dua kelompok penyakit paru-paru, yaitu:
2.3.1.1 Emfisema
Emfisema adalah gangguan pengembangan paru-paru yang ditandai oleh pelebaran
ruang udara (alveolus) dalam paru-paru disertai destruksi jaringan. Ada tiga faktor
yang memegang peran dalam timbulnya emfisema yaitu :
Penyakit infiltratif atau interstisial yang difus secara khas mengakibatkan pola
yang restriktif berupa rasio FEV1/FVC yang normal atau meningkat dan
penurunan volume paru. Gangguan hambatan terhadap aliran udara biasa dijumpai
pada penyakit paru interstisial dan sarkoidosis stadium akhir. Bronkiektasis juga
dapat memberikan gambaran penyakit campuran akibat penurunan aliran udara
disertai kerusakan fibrotik jaringan paru distal akibat segmen bronkus yang
mengalami bronkiektasis. Adanya penyempitan saluran paru dan adanya
penimbunan saluran paru oleh debu (gabungan restriktif dan obstruktif).24
Tabel 2.2 Kriteria Gangguan Fungsi Paru Restriktif Berdasarkan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia NOMOR PER25/MEN/XII/2008.
Restriksi
(KV/KVP)% Kategori
prediksi
>80% Normal
60-79% Restriksi ringan
30-59% Restriksi sedang
<30% Restriksi berat
Variabel umur merupakan hal yang paling penting. Diketahui bahwa pada
hakikatnya suatu penyakit dapat menyerang setiap orang pada semua golongan
umur, tetapi ada penyakit-penyakit tertentu yang lebih banyak menyerang
golongan umur tertentu. Penyakit-penyakit kronis mempunyai kecenderungan
meningkat dengan bertambahnya umur, sedangkan penyakit-penyakit akut tidak
mempunyai suatu kecenderungan yang jelas.
Faal paru tenaga kerja dipengaruhi oleh umur. Meningkatnya umur seseorang
maka kerentanan terhadap penyakit akan bertambah, khususnya gangguan saluran
pernapasan pada tenaga kerja. Berdasarkan salah satu studi yang dilakukan, usia
mempunyai hubungan bermakna secara statistik akan terjadinya kelainan faal
paru.24
Pekerja yang berada pada lingkungan kerja dengan kadar debu tinggi dalam
waktu lama memiliki risiko tinggi terkena obstruksi paru. Penyakit paru yang
timbul akibat debu biasanya timbul setelah paparan bertahun-tahun. Dalam masa
paparan yang sama seseorang dapat mengalami kelainan yang berat sedangkan
yang lain kelainan ringan akibat adanya kepekaan individual.24
Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang lazim ditemui dalam kehidupan
sehari-hari. Mudah menemui orang merokok, lelaki-wanita, anak kecil-tua renta,
kaya-miskin; tidak ada terkecuali.Seorang dapat digolongkan sebagai;
Alat pelindung diri sangat sederhana adalah alat pelindung yang dipakai oleh
tenaga kerja secara langsung untuk tujuan pencegahan kecelakaan yang disebabkan
oleh berbagai faktor yang ada di lingkungan tempat kerja. Persyaratan umum
penyediaan alat pelindung diri (personal protective equipment - PPE) tercantum
dalam Personal Protective Equipment at Work Regulations 1992. Dalam
menyediakan perlindungan terhadap bahaya, prioritas pertama seorang pemilik
usaha adalah melindungi pekerjanya secara keseluruhan ketimbang secara individu.
Menurut hirarki upaya pengendalian diri (controling), alat pelindung diri
sesungguhnya merupakan hirarki terakhir dalam melindungi keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja dari potensi bahaya yang kemungkinan terjadi pada saat
melakukan pekerjaan setelah pengendalian teknik dan administratif tidak mungkin
lagi diterapkan.27
Ada beberapa jenis alat pelindung diri yang mutlak digunakan oleh tenaga
kerja pada waktu melakukan pekerjaan dan saat menghadapi potensi bahaya karena
pekerjaanya, antara lain seperti topi keselamatan, safety shoes, sarung tangan,
pelindung pernafasan, pakaian pelindung, dan sabuk keselamatan. Jenis alat
pelindung diri yang digunakan harus sesuai dengan potensi bahaya yang dihadapi
serta sesuai dengan bagian tubuh yang perlu dilindungi. Sebagaimana tercantum
dalam undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang keselamatan kerja, pasal 12
mengatur mengenai hak dan kewajiban tenaga kerja untuk memakai alat pelindung
diri. Pada pasal 14 menyebutkan bahwa pengusaha wajib menyediakan secara
cuma-cuma sesuai alat pelindung diri yang diwajibkan pada tenaga kerja.27
Umur
Genetik
Jenis Kelamin
Masa kerja
Lingkungan Kebiasaan
Kerja Merokok
Kerja otot
pernapasan
Penggunaan
Alat pelindung
diri APD
Umur, masa kerja, status gizi, Gambaran Faal Paru pada Pekerja
kebiasaan merokok dan Bangunan Rumah Sakit FK Ukrida
Penggunaan APD saat bekerja dengan Uji Spirometri
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
- Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Dengan desain penelitian cross-
sectional.
- Alat tulis, kertas struk printer, mouthpiece, penjepit hidung, kuisioner identitas
subyek penelitian, spirometri, daya listrik.
3.5.3 Cara
- Spirometri merupakan suatu alat sederhana yang digunakan untuk mengukur volume
udara dalam paru. Alat ini juga dapat digunakan untuk mengukur volume statik dan
volume dinamik paru. Volume statik terdiri atas volume tidal (VT), volume cadangan
inspirasi (VCI), volume cadangan ekspirasi (VCE), volume residu (VR), kapasitas
vital (KV), kapasitas vital paksa (KVP).
- Operator, harus memiliki pengetahuan yang memadai , tahu tujuan pemeriksaan dan
mampu melakukan instruksi kepada subjek dengan manuver yang benar dan
Persiapan alat, spirometer harus telah dikalibrasi untuk volume dan arus udara
minimal 1 kali seminggu.
- Persiapan subjek, selama pemeriksaan subjek harus merasa nyaman. Sebelum
pemeriksaan subjek sudah tahu tentang tujuan pemeriksaan dan manuver yang akan
dilakukan. Subjek bebas rokok minimal 2 jam sebelumnya, tidak makan terlalu
kenyang, tidak berpakaian terlalu ketat, penggunaan obat pelega nafas terakhir 8 jam
sebelumnya untuk aksi singkat dan 24 jam untuk aksi panjang.
- Kondisi lingkungan, ruang pemeriksaan harus mempunyai sistem ventilasi yang baik
dan suhu udara berkisar antara 17 – 400C.
- Manuver KV, subjek menghirup udara sebanyak mungkin dan kemudian udara
dikeluarkan sebanyak mungkin tanpa manuver paksa.
- Manuver KVP, subjek menghirup udara sebanyak mungkin dan kemudian udara
dikeluarkan dengan dihentakkan serta melanjutkannya sampai ekspirasi maksimal.
Apabila subjek merasa pusing maka manuver segera dihentikan karena dapat
menyebabkan subjek pingsan. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan venous return
ke rongga dada.
- Manuver VEP1 (volume ekspirasi paksa detik pertama). Nilai VEP1 adalah volume
udara yang dikeluarkan selama 1 detik pertama pemeriksaan KVP. Manuver VEP1
seperti manuver KVP.
3.6 Parameter yang diperiksa :
- Gambaran faal paru pekerja bangunan Rumah Sakit Ukrida tahun 2018 dengan alat
spirometri.
- Pemeriksaan umur,masa kerja,status gizi,kebiasaan merokok dan penggunaan APD
saat bekerja menggunakan kuisioner.
1 Persiapan
2 Pelaksanaan
a. Transportasi RP 100.000
Jumlah Rp 1.850.000
N Nama Cara
Definisi Operasional Hasil Ukur Skala
o Variabel Ukur
waktu keberadaan
Satuan waktu yang Rasio
1 Usia Kuesioner Satuan tahun
mengukur suatu
makhluk hidup.
Tinggi Jarak maksimum dari Rasio
2 Microtoise Satuan cm
badan vertex ke telapak kaki
Indeks masa tubuh :
Berat badan (kg) dibagi
tinggi badan (m)
dikuadratkan.
Berdasarkan klasifikasi
status gizi WHO Asia Microtoise -. Rasio (Hasil
Pasifik untuk orang asia dan IMT)
Status : Nilai IMT -. Nominal
3 timbangan
gizi a. Kurus (<18,50) (kg/m2) (Interpretasi
berat
b. Normal (18,50- badan. IMT)
22,99)
c. Pre-Obese (23,00-
24,99)
d. Obese 1 (25,00-
29,99)
e. Obese 2 (≥ 30,00)
-. Rasio
-. Nominal
Masa kerja sejak a. < 5 tahun (1)
Lama b. 5-10 tahun
5 menjadi pekerja Kuesioner Satuan ‘tahun’
Kerja (2)
bangunan
c. > 10 tahun
(3)
-. Menilai kebiasaan
merokok :
a. Merokok
b. Tidak merokok -. Nominal
c. Sudah berhenti -. Rasio :
Riwayat merokok a. ringan (1)
6 -. Indeks Brinkman : Kuesioner Satuan batang
Merokok b. sedang (2)
a. perokok ringan (1-200 c. berat (3)
batang),
b. perokok sedang (201-
600),
c. perokok berat (>600)
-. Penilaian
skala likert,
menurut
Sugiono,
penentuan skor
jawaban
ditentukan
berdasarkan
skala jawaban :
Nominal
a. Selalu (4)
-. Perilaku penggunaan a. Perilak
b. Sering (3)
APD (berupa masker) u
c. Jarang (2)
saat bekerja, dinilai Kuesioner penggu
d. Tidak naan
dengan skala likert : perilaku
pernah (1) APD :
Pengguna a. Selalu dan lembar
7 -. Hal ini Baik
an APD b. Sering observasi
berlaku, dan
c. Jarang penggunaa
apabila Kurang
d. Tidak pernah n APD
diberikan Baik.
pernyataan
positif, apabila
diberikan
pernyataan
negatif, skala
jawaban akan
terbalik.
-. Perilaku :
baik (>50 %)
dan kurang
baik (<50%)
Hasil fungsi paru
berdasarkan nilai
KVpred%, VEP1pred%
dan TLC yang Diklasifikasika
diklasifikasikan menjadi Hasil alat Nominal :
spirometri n menjadi : a. Normal
: a. Normal
Fungsi dengan (1)
8 a. Normal b. Tidak
Paru manuver b. Tidak
(>80%pred) normal(ob
yang Normal
b. Obstruksi struksi,
dijelaskan (2)
(KV>80%,FEV< restriksi)
80%pred)
c. Restriksi (KV
<80%,FEV1≥80
%pred)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.1 menunjukkan frekuensi terbanyak yakni umur
20 – 29 tahun, dimana pada usia tersebut merupakan usia produktif yang sering melakukan
aktifitas di luar rumah, sehingga resiko terhadap penyakit sangatlah besar. Pada dasarnya
umur merupakan salah satu faktor penting dalam kesehatan, karena semakin bertambah usia
semakin rentan tubuh mengalami gangguan penyakit begitu juga dengan paru – paru. Faktor
umur berperan penting dengan kejadian penyakit dan gangguan kesehatan. Hal ini ada
hubungannya faktor umur dengan potensi untuk terpapar terhadap suatu penyakit, tingkat
imunitas kekebalan tubuh, aktifitas fisiologis berbagai jaringan yang mempengaruhi
perjalanan penyakit seseorang. Menurut Khairiah (2013) umur merupakan faktor penting
yang mempengaruhi timbulnya suatu penyakit secara langsung maupun tidak langsung,
bersamaan dengan faktor-faktor yang lainnya. Masih belum di ketahui secara pasti gangguan
yang dialami responden, namun beberapa dari mereka saat diwawancara memiliki riwayat
penyakit dahulu seperti paru basah, batuk berdarah, sering sesak napas dan sebagainya yang
harus di tinjau dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang oleh dokter.
Berdasarkan hasil penelitian tabel 4.2 menunjukkan Masa kerja dikategorikan menjadi
3, yaitu kurang dari 5 tahun, 5 – 10 tahun dan lebih dari 10 tahun. Masa kerja merupakan
salah satu faktor yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan, khususnya gangguan saluran
pernapasan. Masa kerja yang diterima pekerja berhubungan dengan lamanya seseorang
terpapar debu lingkungan dalam kurun waktu tertentu. dimana didapatkan pada penelitian ini
serupa dengan Aribo pada tahun 2014, Dimana presentase dari total responden 73 orang masa
kerja kurang dari 4 tahun sebanyak 42 orang. 26 orang dengan presentase 67,56% normal,
18,91% restriksi dan 13,51% obstruksi. Durasi kerja 4 – 8 tahun sebanyak 18 orang, 13 orang
dengan presentase 54,75% normal, 3 orang dengan presentase 23,5% restriksi dan 2 orang
dengan presentase 21,5% obstruksi. Kemudian durasi kerja lebih dari 8 tahun sebanyak 13
orang, 9 orang dengan presentase 78% normal, 3 orang dengan presentase 16,25% restriksi
dan 1 orang dengan presentase 5,5% obstruksi.
Karakteristik status gizi (IMT) dari responden terbagi Berdasarkan klasifikasi status
gizi WHO Asia Pasifik untuk orang asia. Berdasarkan data distribusi menurut status gizi.
Frekuensi terbanyak pada status gizi normal sebanyak 32% orang dengan presentase 50%
yang dimana juga hampir kebanyakan dari responden memiliki gambaran faal paru normal.
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Khumaidah (2009), yang
menjelaskan bahwa pekerja bangunan di jepara dengan status gizi normal lebih banyak
memiliki gangguan faal paru dibandingkan pekerja yang memiliki status gizi tidak normal.
Bagi pekerja bangunan dengan status gizi pre obese, obese 1 dan obese 2 yang mengalami
gangguan faal paru bisa disebabkan karena kondisi tempat kerja dengan kadar debu yang
tinggi dan kebiasaan merokok.
Status gizi pada seorang tenaga kerja erat kaitannya dengan tingkat kesehatan tenaga
kerja maupun produktifitas tenaga kerja. Status gizi yang baik akan mempengaruhi kualitas
tenaga kerja lebih baik yang berarti peningkatan produktifitas suatu perusahaan. Dari status
gizi yang normal, menggambarkan bahwa pada seluruh responden dalam kondisi baik. Salah
satu akibat kekurangan gizi dapat menurunkan sistem imunitas dan antibodi sehingga
seseoang mudah terserang infeksi penyakit.28
Berdasarkan tabel 4.4 karakteristik dari responden terbagi menurut indeks Brinkman.
Pada distribusi hasil ini menunjukkan sebagian besar adalah perokok aktif. Namun hasil
gambaran faal paru dengan frekuensi terbanyak adalah normal. Walaupun ada jumlah tertentu
dari gangguan restriksi dan gangguan obstruksi. menurut rasio prevalensi pekerja dengan
kebiasaan merokok terhadap kejadian gangguan fungsi paru adalah 2,8 kali lebih besar,
dibandingkan pekerja yang tidak merokok dari hasil penelitian Nugraheni, (2004) dimana
berbanding terbalik dengan penelitian ini. Dari kategori indeks brinkman belum bisa
menunjukkan durasi secara konstan setiap hari nya sehingga masih belum akurat dalam
menentukan kategori yang relative baik. Di samping itu, gangguan faal paru yang di alami
individu juga dipengaruh oleh beberapa faktor lain yakni riwayat penyakit dahulu, kondisi
tempat kerja, masa kerja dan penggunaan alat pelindung diri. Perokok aktif memiliki
prevalensi lebih tinggi untuk mengalami gejala respiratorik, abnormalitas fungsi paru, dan
mortalitas yang lebih tinggi dari pada orang yang tidak merokok. Resiko untuk menderita
gangguan paru bergantung pada “dosis merokok”nya, seperti umur orang tersebut mulai
merokok, jumlah rokok yang dihisap per hari dan berapa lama orang tersebut merokok.29
Berdasarkan hasil penelitian table 4.5 dengan variabel penggunaan APD menurut
kuisioner berdasarkan skala likert untuk mengukur sikap dan perilaku. Alat pelindung diri
adalah perlengkapan yang dipakai untuk melindungi pekerja terhadap bahaya yang dapat
mengganggu kesehatan yang ada dilingkungan kerja. Alat yang dipakai disini untuk
melindungi sistem pernafasan dari partikel – partikel berbahaya yang ada di udara yang dapat
membahayakan kesehatan. Berdasarkan hasil wawancara dengan kuisioner di dapatkan
kepatuhan sikap penggunaan APD yakni 55 orang dengan presentase 85,93% menjawab
SELALU menggunakan APD dan 9 orang dengan presentase 14,06% menjawab SERING
menggunakan APD. Hal ini menunjukkan sikap dan perilaku penggunaan APD terhadap
frekuensi gambaran faal paru normal. Mereka selalu di briefing setiap pagi untuk penjelasan
keselamatan kerja. Dan siapa saja yang tidak mematuhi peraturan akan dikenakan sanksi
tegas. Namun masih ada beberapa responden yang mengalami gangguan restriksi dan
obstruksi. Hal ini serupa dengan penelitian Hutama A(2013) bahwa menunjukkan bahwa
tidak ada pengaruhi gambaran faal paruberdasarkan penggunaan APD pada kelompok
responden dengan total populasi 60 orang. Sebanyak 32 orang dengan presentase 75,86%
sering menggunakan APD dimana 18 orang dengan presentase 56,25% normal, 7 orang
dengan presentase 21,87% restriksi dan 7 orang dengan presentase 21,87% obstruksi. 18
orang dengan presentase 17,24% jarang menggunakan APD dimana 11 orang dengan
presentase 59,82% normal, 4 orang dengan presentase 22,52% restriksi dan 3 orang dengan
presentase 17,66% obstruksi dan 10 orang dengan presentase 6,9% tidak menggunakan APD
dimana 7 orang dengan presentase 59,34% normal, 2 orang dengan presentase 10,66%
restriksi 3 orang dengan presentase 30% obstruksi. Penggunaan APD sangatlah membantu
meminimalisir pekerja dari paparan debu yang dapat menimbulkan dampak terhadap fungsi
paru pekerja jika hal ini berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. semakin lama
pekerja terpapar debu dengan tidak memakai APD maka akan semakin besar kemungkinan
fungsi parunya terganggu.
Tabel 4.6 Distribusi Subyek Penelitian Menurut Gangguan Fungsi Paru Pekerja Bangunan
Rumah Sakit Ukrida 2018.
Jenis
Frekuensi Presentase
Kelainan
Normal 36 56,25%
Restriksi 16 25%
Obstruksi 12 18,75%
Campuran 0 0
Jumlah 64 100
Berdasarkan tabel 4.6 karakteristik dari responden menurut gangguan fungsi paru
yakni kategori normal sebanyak 36 orang dengan presentase 56,25%, kategori restriksi
sebanyak 16 orang dengan presentase 25% dan obstruksi 12 orang dengan presentase 18,75%
dari total 64 responden. Penurunan fungsi paru tidak hanya disebabkan oleh faktor pekerjaan
maupun lingkungan kerja, tetapi juga terdapat sejumlah faktor nonpekerjaan yang dapat
menjadi faktor yang memengaruhi maupun menjadi variable pengganggu. Hal-hal yang dapat
memengaruhi seperti usia, jenis kelamin, kelompok etnis, tinggi badan, kebiasaan merokok,
suhu lingkungan, penggunaan alat pelindung diri, metode pengolahan serta jumlah jam
kerja/jam giliran kerja (shift kerja).30
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada pekerja bangunan Rumah Sakit Ukrida 2018
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kategori umur frekuensi terbanyak yakni 20 – 29 tahun sebanyak 28 orang (43,75%),
dengan masa kerja kurang dari 5 tahun sebanyak 36 orang dengan presentase 56,25%
dan status gizi normal sebanyak 32 orang dengan presentase 50%.
2. Gambaran derajat merokok pada kelompok perokok berdasarkan Indeks Brinkman
pada pekerja bangunan Rumah Sakit Ukrida adalah perokok ringan sebanyak 38
orang dengan presentase (59,37%).
3. Gambaran Faal paru pekerja bangunan Rumah Sakit Ukrida sebanyak 36 orang
dengan presentase 56,25% normal. Di samping umur dan status gizi normal dengan
frekuensi yang relatif banyak, juga kepatuhan penggunaan APD yang baik sebanyak
55 orang dengan presentase 85,93% menjawab selalu menggunakan APD. Meskipun,
masih ada 16 orang dengan presentase 25% mengalami gangguan paru restriksi dan
12 orang dengan presentase 18,75% mengalami gangguan paru obstruksi. Dimana
gangguan fungsi paru ini berdasarkan jumlah perokok aktif yang dominan.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan pemeriksaan kapasitas fungsi paru secara periodik sekurang –
kurangnya 1 tahun sekali .
2. Hendaknya dilakukan pemeriksaan kesehatan terhadap seluruh pekerja yang telah
terjadi penurunan fungsi paru maupun tidak agar tidak mengalami penurunan fungsi
paru.
3. Selanjutnya perlu dilakukan penelitian dalam skala yang lebih besar untuk
mengetahui hubungan antara faktor risiko dengan gambaran fungsi paru pekerja
konstruksi bangunan.
DAFTAR PUSTAKA
2. Gold DR, Wang X, Wypij D, Speizer FE, Ware JH, Dockery DW. Effects of Cigarette
Smoking on Lung Function in Adolescent Boys and Girls. New England Journal of
Medicine. 355(13): 931-7. Massachusetts, Amerika Serikat.2006
4. Yulaekah, Siti. Paparan debu terhirup dan gangguan fungsi paru pada pekerja industri
batu kapur. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro. 2007.
5. WHO. Health and environment in sustainable development five years after the earth
summit. WHO, Geneva, 2005.
6. Osman E,Pala K.Occupational exposure to wood dust and health effects on the respiratory
system in aminor industrial estate in Bursa/Turkey,International Journal of Occupational
Medicine and Environmental Health.22(1):43-50;2009.
7. Budiono S, Jusuf R, Pusparini, A. Eds. Bunga rampai HIPERKES dan KK. Semarang
Badan Penerbit University Diponegoro. 2008.
13. Guyton AC, Buku ajar fisiologi kedokteran. Alih Bahasa dr. Irawati Setiawan, dr. LMA
Ken Ariata Tengadi dan dr. Alex Santoso, Penerbit Buku Kedokteran EGC,Jakarta, 2007.
15. Ghorayeb.Y, Bechara. Anatomy of the sinuses, Otolaryngology Head & Neck Surgery.
Texas: 2011. [cited 2011 25 November]; Available from:
http://www.ghorayeb.com/AnatomySinuses.html.
17. Darling, David. The Encyclopedia of Science, Anatomy and physiology. USA: 2011.
[cited 2011 1 December]; Available
from:http://www.daviddarling.info/encyclopedia/L/lungs.html.
18. Gehr. Particle lung interaction, Lung Biology in Health and Disease, Second Edition.
New York: Informa Health Care USA, Inc; 2010.
19. Alsafaff H, dan Mukty A, Eds 2002. Dasar-dasar ilmu penyakit paru, Cetakan Ketiga.
Surabaya Airlangga University Press.
21. Al-Ashkar, Mehra, and Mazzone. Interpreting pulmonary function tests: Recognize
thepattern, and the diagnosis will follow, Cleveland Clinic Journal Of Medicine.
Cleveland: Vol.70, No.10: 866-881;2003.
23. Achmadi .U.F. Dasar-dasar penyakit berbasis lingkungan. Jakarta: Rajawali Press;2011.
24. Mengkidi, Dorce. Gangguan fungsi paru dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada
karyawan PT. Semen Tonasa PangkepSulawesi Selatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro, Semarang (Tesis). 2006.
25. Rubeena B, Nadeem A, Mahagaonkar AM, Latti RG. Study of lung function in smoker
and non-smoker in rural India. Indian Journal Physiology and Pharmacology.
2011;55(1):84-8.
26. Khumaidah. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan fungsi paru pada
pekerja mebel PT KotaJati Furnindo Desa Suwawal Kecamatan Mlonggo Kabupaten
Jepara, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro,Semarang (Tesis). 2010.
27. Damayanti, dkk. Hubungan penggunaan masker dengangambaran klinis faal paru pekerja
terpajan debu semen. Maj Kedokt Indon: Vol.57, No.9:289-299;2007.
28. Almatsier S. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2001.
29. Nugraha I. Hubungan derajat berat merokok berdasarkan indeks brinkman dengan derajat
PPOK, Surakarta(Tesis). 2012.
30. Khairiah. Analisis konsentrasi debu dan keluhan kesehatan pada masyarakat di sekitar
pabrik semen di Desa Kuala Indah kecamatan Sei Suka kabupaten Batu Bara. Skripsi.
Medan: FKM Universitas Sumatera Utara.2013
31. Aribo E.O, Antai, A. B. Lung function parameters in constructor worker in Calabar
Nigeria. Annals of Biological Research,5 (11)h32-35; 2014.
32. Sholihah M. Gambaran faal paru pada perusahaan pekerja konstruksi di Surabaya.
Skripsi. Surabaya: FKM Universitas Airlangga.2015
33. Khumaidah. Prevalensi fungsi paru pada pekerja konstruksi PT. Wijaya Kusuma
contractor di Kabupaten Jepara. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas
Diponegoro.2009.
34. Nugraheni, F.S.S. Analisis faktorresiko kadar debu organik di udara terhadap gangguan
fungsi paru padapekerjaindustri penggilingan padi di kabupaten Demak.Tesis.Universitas
Diponegoro.Semarang. 2012.
35. Hutama A. Hubungan antara masa kerja dan penggunaan alat pelindung diri dengan
kapsitas paru pada pekerja konstruksi unit spinning pekalongan. Tesis.FKM Universitas
Negeri Semarang.Semarang.2013.