Case Saraf SNH Chrisanto
Case Saraf SNH Chrisanto
Oleh :
Chrisanto
112018143
Moderator :
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Umur : 41 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Guru
Agama : Islam
Status pernikahan : Menikah
Suku bangsa : Jawa
Dirawat yang ke : Pertama
Tanggal pasien datang: 23 April 2019
Tanggal pemeriksaan : 8 Mei 2019 Pukul 18.00 WIB
II. Anamnesa
Autoanamnesa
Keluhan Utama : Kelemahan pada anggota gerak kanan 2 minggu SMRS
Status Psikiatri
o Tingkah laku : Baik, wajar
o Perasaan hati : Euthym
o Orientasi : Baik
o Jalan fikiran : Koheren
o Daya ingat : Baik
Status Neurologis :
o Kesadaran : Kompos mentis; E4M6V5 GCS = 15
o Sikap tubuh : Terlentang
o Cara berjalan : Tidak dapat dinilai
o Gerakan abnormal : Tidak ada
o Kepala
Bentuk : Normosefali
Simetris : Simetris
Pulsasi : Teraba
Nyeri tekan : Tidak ditemukan
o Leher
Sikap : Normal
Gerakan : Normal
Vertebra : Normal
Nyeri tekan: Tidak ditemukan
o Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk : -
Laseque : >700 / >700
Kernig : >1350 / >1350
Brudzinski I : -/-
Brudzinski II : -/-
o Nervus Kranialis
N. I (Olfaktorius)
Daya penghidu : Normosmia / Normosmia
N. II (Optikus)
Penglihatan : Baik / Baik
Pengenalan warna : Baik / Baik
Lapang pandang : Baik / Baik (sesuai pemeriksa)
Fundus : Tidak dilakukan
N. V (Trigeminus)
Menggigit : baik / baik
Membuka mulut : baik / baik
Sensibilitas atas : +/+
Sensibilitas tengah : +/+
Sensibilitas bawah : +/+
Reflek masseter : (-)
Reflek zigomatikus : Tidak dilakukan
Reflek kornea : +/+
Reflek bersin : Tidak dilakukan
N. VII (Fasialis)
Pasif
Kerutan kulit dahi : Simetris
Kedipan mata : Simetris
Lipatan nasolabial : Simetris
Sudut mulut : Simetris
Aktif
Mengerutkan dahi : Simetris
Mengerutkan alis : Simetris
Menutup mata : Simetris
Meringis : Simetris
Menggembungkan pipi : Simetris
Gerakan bersiul : Dapat dilakukan
Daya pengecapan lidah 2/3 depan: Tidak dilakukan
Hiperlakrimasi : Tidak ada
Lidah kering : Tidak ada
N. VIII (Vestibulokoklearis)
Suara gesekan jari tangan : +/+
Mendengar detik jam : +/+
Tes Swabach : Tidak dilakukan
Tes Rinne : Tidak dilakukan
Tes Weber : Tidak dilakukan
N. IX (Glossofaringeus)
Arkus pharynx : Simetris
Posisi uvula : Di tengah (sentral)
Daya pengecapan lidah 1/3 belakang: Tidak dilakukan
Reflek muntah : Tidak dilakukan
N. X (Vagus)
Denyut nadi : Teraba, reguler
Arkus pharynx : Simetris
Bersuara : Jelas
Menelan : Baik
N. XI (Aksesorius)
Memalingkan kepala : Baik
Sikap bahu : Simetris
Mengangkat bahu :-/+
N. XII (Hipoglosus)
Menjulurkan lidah : Simetris
Kekuatan lidah :+/+
Atrofi lidah : Tidak ditemukan
Artikulasi : Baik
Tremor lidah : Tidak terdapat tremor lidah
o Motorik
Gerakan : Sulit digerakkan Bebas
Bebas Bebas
Kekuatan : 2 2 2 2 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 5
o Reflek Fisiologis
Reflek Tendon
Reflek biceps : ↑/+
Reflek triceps : ↑/ +
Reflek patella : +/+
Reflek Achilles: +/+
Reflek periosteum : Tidak dilakukan
Reflek permukaan dinding perut : +/+
Reflek kremaster : Tidak dilakukan
Reflek sphincter ani : Tidak dilakukan
o Reflek Patologis
Hoffman Trommer : -/ -
Babinski : -/ -
Chaddock : -/-
Oppenheim : -/-
Gordon : -/-
Schaeffer : -/-
Rosollimo : -/-
Mendel Bechterew : -/-
Klonus kaki : -/-
o Sensorik
Eksteroseptif
Nyeri : Baik / Baik
Suhu : Baik / Baik
Taktil : Baik / Baik
Proprioseptif
Vibrasi : Tidak dilakukan
Posisi : Baik / Baik
Tekan dalam : Baik / Baik
Defekasi
Inkontinensia : Tidak ada
Retensi : Tidak ada
o Fungsi Luhur
Fungsi bahasa : Baik
Fungsi orientasi : Baik
Fungsi memori : Baik
Fungsi emosi : Baik
Fungsi kognisi : Baik
III. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium klinik pada tanggal 8 Mei 2019
Hasil
Jenis Pemeriksaan Nilai Rujukan
Saat Ini
HEMATOLOGI
Hematologi Rutin
Hemoglobin 15.6 12-16 g/dl
Hematokrit 51 37-47%
Eritrosit 7.6 4.3-6.0 juta/uL
Leukosit 14320 4800 – 10800/uL
Trombosit 815000 150000 – 400000/uL
MCV 67 80 – 96 fl
MCH 21 27 – 32 pg
MCHC 31 32 – 36 g/dl
KIMIA KLINIK
Ureum 12 20-50 mg/dL
Kreatinin 0.6 0.5-1.5 mg/dL
Glukosa darah (sewaktu) 95 70-140 mg/dL
HbA1c 5.1 4-5.6 %
Asam urat 6.1 2-6.5 mg/dL
IV. RESUME
Ny. S, usia 41 tahun, datang dengan keluhan anggota gerak kanan mendadak sudah 2
minggu masuk rumah sakit. Pasien tidak mengeluhkan adanya bicara pelo (sisatria),
penurunan kesadaran, nyeri kepala, trauma kepala, muntah proyektil, demam maupun infeksi.
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 5 tahun dan berobat teratur. Pasien memiliki riwayat
stroke pada tahun 2016. Pasien memiliki riwayat penyakit trombositosis yang diketahui pada
tahun 2016.
Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum baik, kesadaran compos mentis dengan GCS
15, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 84 x/menit, pernafasan 18 x/menit, suhu 36.5oC (per
aksila). Status generalis lainnya dalam batas normal.
Pada pemeriksaan neurologis ditemukan monoparesis ekstremitas superior dextra
dengan kekuatan motorik menurun (skor 2). Pemeriksaan lain-lain dalam batas normal
Pada pemeriksaan penunjang CT scan otak ditemukan infark multiple di hemisfer kiri.
Pemeriksaan penunjang lain tidak ditemukan kelainan.
V. DIAGNOSIS
Diagnosis klinis : Monoparesis ekstremitas superior dextra
Diagnosis topis : Hemisfer cerebri sinistra
Diagnosis etiologis : Stroke non hemoragik
Diagnosis sekunder : Hipertensi dan Trombositosis
a) Terapi
MEDIKAMENTOSA :
IVFD RL 35 tpm
Inj Citicoline 2 x 1 gr I.V
Pletaal 2 x 100 mg P.O
Allopurinol 1 x 100 mg P.O
Amlodipine 1 x 10 mg (pagi)
Ramipril 1 x 10 mg (malam)
Aspilet 1 x 80 mg
Concor 1 x 2.5 mg (pagi)
NON – MEDIKAMENTOSA
Jalan nafas harus terbuka, hisap lendir dan slem untuk mencegah
kekurangan oksigen. Dijaga agar oksigenasi, ventilasi baik, dan cegah
terjadinya aspirasi.
Frekuensi nafas dipertahankan 12-18 kali permenit
Pertahankan tekanan darah
Memperhatikan kebutuhan cairan dan kalori, serta menghindari
konstipasi.
Penggunaan kateter serta menghindari adanya infeksi saluran kemih
b) Penatalaksanaan selanjutnya
Rencana fisioterapi
c) Prognosis
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad malam
DISKUSI
Diagnosis pada pasien ini diambil berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, keluhan utama pada pasien ini adalah kelemahan
pada ekstrimitas kanan superior, yang dikenal dengan monoparesis ekstrimitas superior
dextra. Monoparesis ekstrimitas superior dextra dapat disebabkan berbagai etiologi, antara
lain :1
Infeksi
Pasien menyangkal adanya demam dan terjadi secara mendadak, sehingga kita bisa
menyingkirkan adanya infeksi. Namun perlu dilakukan pemeriksaan fisik untuk
menyingkirkan kemungkinan infeksi seperti meningitis, ensefalitis, atau abses.
Malignansi
Pada anamesis, pasien mengalami kelemahan yang terjadi secara mendadak,
sedangkan pada malignansi terjadi secara progresif. Pertumbuhan masa di dalam otak
ataupun susunan saraf sering menimbulkan gejala awal, biasanya diawali dengan
nyeri baik nyeri kepala ataupun nyeri pada daerah yang terdesak. Pada pasien ini,
menyangkal adanya nyeri kepala ataupun nyeri pada tubuhnya.
Trauma
Pasien menyangkal adanya riwayat trauma sebelumnya sehingga etiologis trauma
dapat disingkirkan.
Vaskular
Penyakit vaskular merupakan etiologis yang paling masuk akal. Gangguan vaskular
yang sering mengakibatkan monoparesis adalah stroke hemoragik ataupun non
hemoragik. Pada pasien ini juga ditemukan trombositosis, manifestasi klinis utama
pada trombositosis yaitu thrombosis. Thrombosis dapat terjadi karena adanya
peningkatan massa trombosit dan hiperagregabilitas trombosit.1
.
2. Menurut klasifikasi tipe stroke, termasuk stroke tipe apa yang terjadi pada pasien
tersebut ?
Diambil diagnosa etiologis stroke non hemoragik pada pasien berdasarkan :
Terjadi secara mendadak
Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan intra kranial yang biasa terjadi pada
stroke hemorrhagic berupa penurunan kesadaran, nyeri kepala dan muntah proyektil
Kelemahan pada lengan dan tangan kanan
Algoritme stoke Gajah Mada, didapat :2
- Penurunan kesadaran (-)
- Nyeri kepala (-) stroke iskemik akut atau stroke infark
- Reflex babinsky (-)
Siriraj Stroke Score (SSS)
- Kesadaran : Kompos mentis (0) x 2,5 = 0
- Muntah : Tidak (0) x2 = 0
- Nyeri kepala : Tidak (0) x2 = 0
- Tekanan darah (diastole) : 80 x 10% = 8
- Ateroma :0 (0) x (-3) = 0
- Konstanta = -12
- = -4
SSS <- 1 = Stroke non hemoragik
Djoenadi Stoke Score, didapat :
- Permulaan serangan : Mendadak (menit – 1 jam) = 6,5
- Waktu serangan : Istirahat = 0
- Sakit kepala waktu serangan : Tidak ada = 0
- Muntah : Tidak ada = 0
- Kesadaran : Tidak ada gangguan = 1
- Tekanan darah sistolik : Tinggi (>140/100 mmHg) = 0
- Tanda rangsang selaput otak : Tidak ada kaku kuduk = 0
- Pupil : Isokor = 5
- Fundus okuli : Normal = 0
- Total Score = 12,5
Total score < 20 = Stroke non hemoragik
Kelemahan pada ekstremitas superior kanan disebut monoparesa ekstremitas superior
dextra. Kelemahan bisa termasuk pada lesi UMN ataupun LMN, namun untuk
menegakan diagnosis harus dilakukan pemeriksaan fisik untuk memastikan gejala klinis
dengan keluhan pasien.
Reflek fisiologis pada pasien ini meningkat pada daerah kelemahan yaitu di
sebelah kanan, baik reflek bisep dan trisep.. Hal ini menunjukan adanya kelumpuhan
lesi UMN.
Kekuatan Motorik pada pasien ini
2 2 2 2 5 5 5 5 5 : bisa mengimbangi tahanan dari pemeriksa
5 5 5 5 5 5 5 5 yang normal
2 : hanya dapat menggeser
Pada fase akut suatu lesi di traktur kortikospinal, reflek tendon profunda
bersifat hipoaktif dan terdapat kelemahan flasid pada otot. Beberapa minggu
kemudian menjadi hiperaktif karena spindel otot berespon lebih sensitive terhadap
regangan dibandingkan keadaan normal, terutama fleksor ektremitas atas dan
ekstensor pada ektremitas bawah. Hipersensitivitas ini terjadi akibat hilangnya kontrol
inhibisi sentral desenden pada sel-sel fusimotot (neuron motor ɣ) yang mempersarafi
spindel otot sehingga berefek spastic, hiperefleksia, tanda-tanda traktur piramidalis.
Didapatkan monoparese eksitremitas superior dextra pada pasien ini karena
pada saat stadium akut pasien diberikan penanganan yang baik dari awal sehingga
prognosis gerak dan fungsinya membaik.4
1. Breathing
Jalan nafas harus terbuka, hisap lendir dan slem untuk mencegah kekurangan oksigen.
Dijaga agar oksigenasi, ventilasi baik, dan cegah terjadinya aspirasi. Sedangkan pada
pasien dengan GCS < 8 dapat dilakukan intubasi. Pada kasus ini pasien dengan GCS 15
dan dapat bernafas spontan, sehingga pemberian oksigen hanya pada waktu pasien
pertama kali masuk UGD dan setelah diketahui etiologinya maka oksigen hanya
diberikan bila pasien merasa sesak dan frekuensi nafas diharapkan normal 12-18 untuk
mencegah adanya gangguan pada pCO2 yang akan berpengaruh pada kondisi
vaskularisasi otak.
2. Blood
Tekanan darah pada tahap awal tidak boleh di turunkan secara mendadak karena dapat
memperburuk keadaan, kecuali pada tekanan darah > 180/100 mmHg (hemoragik) dan >
220/120 mmHg (iskemik).Penurunan tekanan darah maksimal 20%.Mengurangi resiko
terjadinya perburukan maka pemantauan tekanan darah dilakukan setiap hari. Tekanan
darah pasien tidak melampaui 220/110 mmHg sehingga pada pasien hanya diberikan
obat hipertensi selama masa perawatan tanpa target penurunan tekanan darah tertentu.
3. Brain
Bila terjadi peningkatan TIK atau udem otak dapat diberikan mannitol 20% 1-1,5 mg/
kgBB dilanjutkan dengan 6 x 100 cc (0,5 mg/kgBB) dimana pada pasien tidak diperlukan
karena tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK. Obat golongan neurotonik juga diberikan,
pada kasus ini diberikan brainact 2x1000 mg I.V. pada waktu masuk IGD sampai
beberapa hari perawatan kemudian dilanjutkan dengan 2x500 mg I.V untuk melindungi
sel-sel otak dan meningkatkan aliran darah ke otak. Pada brainact 1000 mengandung
CDP-Choline 125 mg. Citicoline meningkatkan kerja formatio reticularis dari batang
otak, terutama sistem pengaktifan formatio reticularis ascendens yang berhubungan
dengan kesadaran.Citicoline mengaktifkan sistem piramidal dan memperbaiki
kelumpuhan sistem motoris serta menaikkan konsumsi O2 dari otak dan memperbaiki
metabolisme otak.
4. Bladder
Dipasang kateter dengan tujuan balans cairan dan menghindari kemungkinan adanya
retensi urin dan mencegah terjadinya infeksi saluran kemih.
5. Bowel
Pasang IVFD RL 35 tuntuk memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit. Pasang NGT
untuk mencukupi kebutuhan cairan dan kalori bila ada kesulitan menelan, jaga defekasi
agar tetap teratur.Pada pasien tidak ada gangguan menelan sehingga tidak diperlukan
pemasangan NGT, pasien dapat makan dan minum per oral.
Prognosis
Ad vitam :
dubia ad bonam, karena pemeriksaan tanda vital, kesadaran umum dalam keadaan
stabil
Ad fungsional :
Dubia ad bonam, karena gejala klinis stroke tampak ada pekembangan dalam
fungsi motorik
Ad sanam :
Dubia ad malam, gejala klinis cenderung menetap dan beresiko kambuh lagi bila
pasien tidak mengontrol faktor resiko.
DAFTAR PUSTAKA