Anda di halaman 1dari 7

Nama : Anis Rahmaiwati

NIM : 142011101018

1. Apa perbedaan glaukoma akut dan glaukoma kronis?


Perbedaan Glaukoma Akut Glaukoma Kronis
Definisi Suatu keadaan peningkatan TIO akibat Kondisi kronik progresif dengan
penutupan sebagian sudut maupun perubahan papil saraf lauc yang
seluruhnya oleh iris perifer sehingga menyebabkan gangguan lapang
terjadi obstruksi aliran aquos humor. pandang dan retinal nerve layer
(RNFL).
Sudut Mata Tertutup; Primary Angle-Closure Terbuka; Primary Open Angle
Glaucoma (PACG) Glaucoma (PAOG)
Perjalanan Cepat dan mendadak Lama dan progresif
penyakit
Epidemiologi Lebih jarang terjadi Lebih sering terjadi pada orang tua,
usia >40 tahun
Etiologi Tertutupnya jalan keluar akuos humor Herediter
secara tiba-tiba
Gejala  Sub-akut PAC  Lebih sering asimptomatis
Subjektif a. TIO 40-50 mmHg  Sakit kepala dan nyeri pada
bertahan bisa sampai 2 bagian mata yang tidak begitu
jam berat
b. Pandangan kabur pada  Skotoma
satu mata  Kesulitan membaca dan sering
 Akut PAC meminta kacamata baca baru
Nyeri pada mata tiba-tiba (40- karena kegagalan akomodatif
70 mmHg) akibat tekanan pada otot siliaris
Mual dan muntah dan saraf.
Visus menurun, mata merah,  Lambat adaptasi dari cahaya
fotofobia terang ke gelap (pada stadium
 TIO sangat tinggi
 Sakit yang berat lanjut)
 Pandangan berkabut dan menurun  Penglihatan turun perlahan
 Mual dan muntah hingga kebutaan
 Mata merah dan terasa bengkak
 Riwayat keluhan sama
Gejala Segmen Anterior Segmen Anterior
Objektif  Bengkak pada palpebra Perubahan progresif, asimetris
 Kongesti dan kimosis pada Tekanan Intra Okuler
konjungtiva Stadium awal : belum meningkat
 Edema dan penurunan sensitivitas secara permanen
pada kornea Stadium lanjut : bisa meningkat

 Sudut tertutup permanen >21 mmHg, kisaran 30-45

Tekanan Intra Okuler mmHg.

 Peningkatan antara 40-70 mmHg Segmen Posterior

Segmen Posterior Hasil yang tipikal dan progresif

 Diskus optikus bengkak dan Lapang pandang (LP)


hiperemis LP akan berkurang ketika >40%
akson mengalami kerusakan
 Pupil semi dilatasi
Pemeriksaan  Tonometry  Tonometry
 Perimetry  Central corneal thickness (CCT)
 Slit lamp examination  Diurnal variation test
 Gonioskopi  Gonioskopi
 Slit lamp examination
 Perimetry
Diagnosis Dilihat dari gejala subjektif maupun POAG
objektif pada pasien  Peningkatan TIO >21 mmHg
 Cupping diskus optikus
 Perubahan lapang pandang
Perbedaan Glaukoma Akut Glaukoma Kronis
Diagnosis Penyebab lain yang bisa Ocular Hypertension
Banding menyebabkan mata merah:  TIO >21 mmHg tanpa Cupping
Bisa akibat infeksi, seperti diskus optikus dan perubahan
konjungtivitis, iridosilitis akut. lapang pandang
Glaukoma sekunder Normal Tension Glaucoma (NGT)
 Glaukoma fakomorfik  Adanya cupping diskus optikus
 Glaukoma neovaskuler dengan atau tanpa perubahan
lapang pandang karena TIO <21
mmHg

2. Bagaimana mekanisme kerja obat glaukoma?

Pengobatan Glaukoma

1. Obat-obatan Parasimpatomimetik
Disebut juga obat-obatan kolinergik yang bekerja baik untuk meniru atau meningkatkan
potensi efek dari asetilkolin. Dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
a. Direct acting atau agonis, seperti pilocarpine
b. Indirect acting parasympathomimetics atau inhibitor kolinesterase. Dibagi lagi
menjadi 2 kategori, reversibel (physostigmine) dan irreversibel (echothiophate iodide,
demecarium and diisopropylfluorophosphate, DFP)
c. Dual action parasympathomimetics, memiliki fungsi baik agonis muskarinik maupun
inhibitor kolinesterase yang lemah, seperti carbachol.
Mechanism of Action
 Pada POAG
Bekerja sebagai miotik yang mengurangi tekanan intraokular (IOP) dengan
meningkatkan aliran air. Mekanismenya meningkatkan aliran keluar dari trabecular
meshwork dengan tarikan pada cincin scleral akibat kontraksi serat longitudinal otot
ciliary.
 Pada POCG
Bekerja dengan mengurangi TIO karena efek miotik mampu membuka sudut yang
tertutup. Kontraksi secara mekanik dari pupil mampu menjauhkan iris dari ikatan
trabecular.

2. Obat-obatan Simpatomimetik
Dikenal dengan nama lain agonis adrenergic, bekerja dengan memberikan stimulus baik
pada reseptor alpha, beta, maupun kedua reseptor tersebut sekaligus. Bisa
diklasifikasikan menjadi 4 macam, yaitu:
a. Bekerja memberi stimulus pada reseptor alpha dan reseptor beta, seperti epinefrin
b. Bekerja langsung memberi stimulus pada reseptor alpha, seperti norepinefrin dan
clonidine hydrochloride
c. Bekerja secara tidak langsung memberi stimulus pada reseptor alpha, seperti
pargyline
d. Bekerja memberi stimulus pada reseptor beta, seperti isoproterenol
Mechanism of Action
 Meningkatkan aliran keluar air berdasarkan stimulasi reseptor alpha dan reseptor
beta.
 Menurunkan produksi aqueous humor akibat stimulasi reseptor alpha pada badan
siliar.

3. Beta-Bloker
Jenis obat anti glaukoma yang paling sering digunakan.
Mechanism of Action
Timolol dan levobunolol adalah agen penghambat reseptor beta-1 (jantung) dan beta-2
(otot polos, paru) nonselektif. Betaxolol memiliki afinitas 10 kali lebih banyak untuk
beta-1 daripada reseptor beta-2. Obat-obatan timolol dan levobunolol menurunkan TIO
dengan blokade reseptor beta-2 dalam proses silia, menghasilkan penurunan produksi air.
Mekanisme pasti aksi betaxolol (kardioselektif beta-blocker) tidak diketahui.
Efek tambahan: Beta-blocker memiliki efek sinergis yang sangat baik ketika
dikombinasikan dengan miotik; dan dengan demikian sering digunakan dalam kombinasi
pada pasien dengan POAG, tidak responsif terhadap obat tunggal.
Beberapa preparat obat beta bloker:
a. Timolol
b. Betaxolol
c. Levobunolol
d. Carteolol
e. Metipranolol

4. Carbonic anhydrase inhibitors


Obat anti glaukoma sistenik paling sering digunakan, seperti acetazolamide,
methazolamide, dichlorphenamide dan ethoxzolamide.
Mechanism of Action
Seperti nama obatnya, bekerja dengan menginhibisi enzim Carbonic anhydrase yang
mana berhubungan dengan produksi aquos humor, bisa juga untuk menurunkan TIO
dengan menurunkan aquos humor yang sudah ada.
Beberapa preparat obat Carbonic anhydrase inhibitors
a. Acetazolamide
b. Dichlorphenamide
c. Methazolamide
d. Ethoxzolamide
e. Dorzolamide
f. Brinzolamide

5. Agen Hiperosmotik
Obat anti glaukoma sistemik kedua yang sering digunakan, seperti gliserol, mannitol,
isosorbide dan urea.
Mechanism of Action
Agen hiperosmotik dapat meningkatkan tonisitas dari plasma. Gradient tekanan osmotik
yang dibuat antara darah dan cairan vitreous cukup dapat menarik cairan keluar bola
mata, sehingga secara signifikan menurunkan TIO.

6. Prostaglandin Derivates
a. Latanaprost
Obat sintetik sebagain analog ester dari prostaglandin F-alpha. Bekerja dengan
meningkatkan keluaran dari uveoskleral dengan mengrangi tekanan vena episkleral.
Sama efektifnya dengan timolol, dan efeknya akan bertambah bila dipadukan dengan
pemberian pilocarpine dan timolol.
b. Bimatoprost
Bekerja menurunkan TIO dengan menurunkan resistensi aliran keluar pada mata.
c. Travoprost
Bekerja menurunkan TIO dengan meningkatkan alran keluar aquos pada uveoskleral.
d. Unoprostive isopropyl
Bekerja menurunkan TIO dengan meningkatkan alran keluar aquos pada uveoskleral
serta dapat meningkatkan aliran darah pada retina.

7. Calsium Channel Blocker


Biasanya digunakan juga untuk aobat anti hipertensi, seperti nifedipine, diltiazem dan
verapamil.
Mechanism of Action
Mekanisme yang tepat untuk menurunkan TIO dengan CCB secara topikal masih harus
dijelaskan. Mungkin karena efeknya pada epitel ciliary sekretorius

Bisa dirangkum ,bahwa pengobatan glaukoma terdiri dari 3 mekanisme, yaitu:

a. Obat yang meningkatkan aliran pada trabecular


 Miotik
 Epinefrin
 Bimatopros
b. Obat yang meningkatkan aliran pada uveoskleral
 Prostaglandin (Latanopros)
 Epinefrin, dipivefrin
 Brimonidine
 Apraclonidine
c. Obat yang menurunkan produksi dari aquous humor
 Carbonic anhydrase inhibitors
 Obat pemberi stimulus pada reseptor alpha
 Beta bloker

Sumber :

1. Khurana AK, Glaucoma. Comprehensive Ophthalmology Sixth Edition. India : Newage


International Publishers. 2015
2. Budiono, S. (2013). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya: Airlangga University Press.
3. Ilyas, S. (2015). Ilmu Penyakit Mata (Edisi ke-5, Cetakan ke-3). Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.

Anda mungkin juga menyukai