Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Fraktur
II.1.1 Definisi
Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai tipe dan luasnya.
Fraktur adalah suatu cedera pada tulang yang sebelumnya utuh menjadi retak atau
patah yang dapat disebabkan oleh suatu trauma benda keras secara mendadak dan
tidak disengaja.
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan lempeng
pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma. Tidak hanya keretakan
atau terpisahnya korteks, kejadian fraktur lebih sering mengakibatkan kerusakan yang
komplit dan fragmen tulang terpisah. Tulang relatif rapuh, namun memiliki kekuatan
dan kelenturan untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh cedera, stres
yang berulang, kelemahan tulang yang abnormal atau disebut juga fraktur patologis.

II.1.2 Klasifikasi
Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi dan dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu:
a. Berdasarkan sifat fraktur
1). Fraktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri
yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
 Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cidera jaringan
lunak sekitarnya.
 Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
 Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan.

1
 Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata
dan ancaman sindroma kompartement.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.

b. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.


1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang.
2). Fraktrur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
a) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
b) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks
lainnya yang terjadi pada tulang panjang.

c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.


1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.

2
2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.

d. Berdasarkan jumlah garis patah.


1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:

3
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).
f. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang

II.1.3 Etiologi dan Predisposisi


Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir
mendadak, kontraksi otot ekstrim. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi
seperti berjalan kaki terlalu jauh. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau
osteoporosis pada fraktur patologis. Menurut Oswari E, (1993) ; penyebab fraktur
adalah :
1. Kekerasan langsung; Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada
titik terjadinya kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka
dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung: Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah
tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah
biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot: Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang
terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan
penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

II.1.4 Patofisiologi
Fraktur paling sering disebabkan oleh trauma. Hantaman yang keras akibat
kecelakaan yang mengenai tulang akan mengakibatkan tulang menjadi patah dan
fragmen tulang tidak beraturan atau terjadi discontinuitas di tulang tersebut. Pada
fraktur tibia dan fibula lebih sering terjadi dibanding fraktur batang tulang panjang

4
lainnya karena periost yang melapisi tibia agak tipis, terutama pada daerah depan
yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah patah dan karena berada
langsung di bawah kulit maka sering ditemukan adanya fraktur terbuka. Fraktur
ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya
dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic, patologik.
Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup.
Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP (Cardiac Out Put) menurun maka terjadi peubahan perfusi jaringan.
Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka
penumpukan di dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut
saraf yang dapat menimbulkan ganggguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat
mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak
sehingga mobilitas fisik terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai
jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak
akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah tulang, biasanya
disebabkan oleh trauma gangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau
tertutup. Baik fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat mengenai tulang
sehingga akan terjadi neurovaskuler yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga
mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan
lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar. Pada
umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan immobilitas
yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan tetap pada
tempatnya sampai sembuh.

II.1.5 Diagnosis
Anamnesis
1. Adanya riwayat trauma (terjatuh, kecelakaan, dll)
2. Nyeri
3. Sulit digerakkan
4. Deformitas

5
5. Bengkak
6. Perubahan warna
7. Gangguan sensibilitas
8. Kelemahan dan factor risiko: Osteoporosis
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi (Look)
Adanya deformitas dari jaringan tulang namun tidak menembus kulit.
Anggota tubuh tidak dapat digerakkan.
2. Palpasi (Feel)
a. Teraba deformitas jika dibandingkan dengan sisi yang sehat.
b. Nyeri tekan
c. Bengkak
d. Perbedaan panjang anggota gerak yang sakit dibandingkan dengan sisi
yang sehat
3. Gerak (Move) umumnya tidak digerakkan.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi berupa foto polos dilakukan pemeriksaan dalam proyeksi
AP dan Lateral.

II.1.6 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan kedaruratan
Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak
menyadari adanya fraktur, dan berusaha berjalan dengan tungkai yang
patah. Maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi
bagian tubuh segera sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang
mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat
dilakukan pembidaian, ektremitas harus disangga diatas dan dibawah
tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi dan angulasi. Gerakan
angulasi patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan
lunak, dan perdarahan lebih lanjut.
Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara
dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang.
Pada cedera ekstremitas atas lengan dapat dibebat dengan dada, atau
lengan yang cedera dibebat dengan sling.

6
Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril)
untuk mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam.
Sebelum menggambil keputusan untuk melakukan penatalaksanaan definitive. Prinsip
penatalaksanaan fraktur ada 4 R yaitu :
1. Recognition : diagnosa dan penilaian fraktur Prinsip pertama adalah
mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anannesis, pemeriksaan klinis
dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan : lokasi fraktur,
bentuk fraktur, menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi
yang mungkin terjadi selama pengobatan.
2. Reduction : tujuannya untuk mengembalikan panjang & kesegarisan tulang.
Dapat dicapai yang manipulasi tertutup/reduksi terbuka progresi. Reduksi
tertutup terdiri dari penggunaan traksimoval untuk menarik fraktur kemudian
memanupulasi untuk mengembalikan kesegarisan normal/dengan traksi
mekanis Reduksi terbuka diindikasikan jika reduksi tertutup gagal/tidak
memuaskan. Reduksi terbuka merupakan alat frusasi internal yang digunakan
itu mempertahankan dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid
seperti pen, kawat, skrup dan plat. Reduction interna fixation (orif) yaitu
dengan pembedahan terbuka kan mengimobilisasi fraktur yang berfungsi
pembedahan untuk memasukkan skrup/pen kedalam fraktur yang berfungsi
untuk menfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan.
OREF (Open Reduction and External Fixation)

7
Penanganan intraoperatif pada fraktur terbuka derajat III yaitu dengan
cara reduksi terbuka diikuti fiksasi eksternal (open reduction and external
fixation=OREF) sehingga diperoleh stabilisasi fraktur yang baik.
Keuntungan fiksasi eksternal adalah memungkinkan stabilisasi fraktur
sekaligus menilai jaringan lunak sekitar dalam masa penyembuhan
fraktur. Penanganan pascaoperatif yaitu perawatan luka dan pemberian
antibiotik untuk mengurangi risiko infeksi, pemeriksaan radiologik serial,
darah lengkap, serta rehabilitasi berupa latihan-latihan secara teratur dan
bertahap sehingga ketiga tujuan utama penanganan fraktur bisa tercapai,
yakni union (penyambungan tulang secara sempurna), sembuh secara
anatomis (penampakan fisik organ anggota gerak; baik, proporsional),
dan sembuh secara fungsional (tidak ada kekakuan dan hambatan lain
dalam melakukan gerakan)
ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)

ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal


fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi ORIF untuk
mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak
mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa Intra Medullary Nail
biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur

8
tranvers. Reduksi terbuka dengan fiksasi interna (ORIF=open reduction
and internal fixation) diindikasikan pada kegagalan reduksi tertutup, bila
dibutuhkan reduksi dan fiksasi yang lebih baik dibanding yang bisa
dicapai dengan reduksi tertutup misalnya pada fraktur intra-artikuler, pada
fraktur terbuka, keadaan yang membutuhkan mobilisasi cepat, bila
diperlukan fiksasi rigid, dan sebagainya.
3. Retention, imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pengeseran fregmen dan
mencegah pergerakan yang dapat mengancam union. Untuk mempertahankan
reduksi (ektrimitas yang mengalami fraktur) adalah dengan traksi. Traksi
merupakan salah satu pengobatan dengan cara menarik/tarikan pada bagian
tulang-tulang sebagai kekuatan dngan kontrol dan tahanan beban keduanya
untuk menyokong tulang dengan tujuan mencegah reposisi deformitas,
mengurangi fraktur dan dislokasi, mempertahankan ligamen
tubuh/mengurangi spasme otot, mengurangi nyeri, mempertahankan anatomi
tubuh dan mengimobilisasi area spesifik tubuh. Ada 2 pemasangan traksi yaitu
: skin traksi dan skeletal traksi.
4. Rehabilitation, mengembalikan aktiftas fungsional seoptimal mungkin
Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu :
- Mengurangi rasa nyeri, Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan
rasa nyeri yang hebat bahkan sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi
nyeri dapat diberi obat penghilang rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi,
yaitu pemasangan bidai / spalk, maupun memasang gips.
- Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur. Seperti pemasangan traksi
kontinyu, fiksasi eksternal, fiksasi internal, sedangkan bidai maupun gips
hanya dapat digunakan untuk fiksasi yang bersifat sementara saja.
- Membuat tulang kembali menyatu Tulang yang fraktur akan mulai menyatu
dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6
bulan.

9
- Mengembalikan fungsi seperti semula Imobilisasi dalam jangka waktu yang
lama dapat menyebabkan atrofi otot dan kekakuan pada sendi. Maka untuk
mencegah hal tersebut diperlukan upaya mobilisasi.
1. Faktor yang mempengaruhi
penyembuhan fraktur: diperlukan berminggu-minggu sampai berbulan-
bulan untuk kebanyakan fraktur untuk mengalami penyembuhan.
Adapun faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur adalah:
a) Imobilisasi fragmen tulang
b) Kontak fragmen tulang maksimal
c) Asupan darah yang memadai
d) Nutrisi yang baik
e) Latihan pembebanan berat badan untuk tulang panjang
f) Hormon-hormon pertumbuhan, tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid
anabolik
g) Potensial listrik pada patahan tulang
Sedangkan faktor-faktor yang memperhambat penyembuhan tulang
a) Trauma lokal ekstensif
b) Kehilangan tulang
c) Imobilisasi tak memadai
d) Rongga atau jaringan diantara fragmen tulang
e) Infeksi
f) Penyakit tulang metabolik
g) Nekrosis avaskuler
h) Usia (lansia sembuh lebih lama)

II.1.7 Komplikasi
Berikut merupakan beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita Fraktur :
1. Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miring.
2. Delayed union adalah proses penyembuhan yang berjalan terus tetapi dengan
kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
3. Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.
4. Compartment syndroma adalah suatu keadaan peningkatan takanan yang
berlebihan di dalam satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada
suatu tempat.

10
5. Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
6. Fat embolism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah.
Faktor resiko terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki
usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai 80 fraktur tahun.
7. Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada
individu yang imobiil dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak
mampuan lazimnya komplikasi pada perbedaan ekstremitas bawah atau
trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah ortopedil
8. Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke
dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
9. Avascular necrosis, pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis
iskemia.
10. Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem
saraf simpatik abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin
karena nyeri, perubahan tropik dan vasomotor instability.

II.2 Fraktur Femur


II.2.1 Definisi Fraktur Femur
Fraktur femur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang paha yang
ditandai adanya deformitas yang jelas terjadi mulai dari proksimal sampai distal
tulang.

11
II.2.2 Anatomi Femur
Tulang Femur
Femur dalam bahasa latin berarti paha, adalah tulang terpanjang, terkuat dan
terberat dari semua tulang pada rangka tubuh. Bentuk dari tulang femur menyerupai
bentuk silinder yang memanjang. Femur terbagi atas tiga bagian, yaitu
bagian proksimal, medial, dan distal.
a. Proksimal femur adalah bagian tulang femur yang berdekatan dengan Pelvis.
Proksimal femur terdiri atas: kepala (caput), leher (collum), trochanter mayor,
dan minor.
b. Medial Femur adalah bagian tulang femur yang membentuk corpus dari femur
menyerupai bentuk silinder yang memanjang. Bagian batang permukaannya
halus dan memiliki satu tanda saja, linea aspera yaitu lekuk kasar untuk
perlekatan beberapa otot.
c. Distal Femur merupakan lokasi tempat melekatnya tulang patella, terletak 1,25
cm di atas knee joint. Bagian posterior dari distal femur terdapat dua buah
condilus yaitu condilus lateral dan condilus medial. Kedua condilus ini
dipisahkan oleh forsa intercondilus.
Salah satu fungsi penting kepala tulang paha adalah tempat produksi sel darah
merah pada sumsum tulangnya.

Keterangan:

a.Caput femur h. Collum femur

b.b. Fovea capitis i.Corpus femur


f femoris
(Shaft)
c. c. Collum femur j. Tuberculum
adductorium
d. Fossa k.Epicondylus
trochanterica
medial
e. e. Trochanter mayor l . Facies
patellaris

12
f. f. Trochanter minor m. Epicondylus
lateral
g.g. Linea
intertrochanterica

Sumber : Sobotta, 2005


Gambar 1. Tulang Femur

II.2.2 Otot – Otot dan persarafan Femur

A. Otot permukaan ventral pangkal femur


1. M. Ilio psoas
Persyarafan : ramus muskularis pleksus lumbalis
a. M. Iliakus
Origo : fossa iliaka, spina iliaka anterior inferior bagian depan artikulasio
koksae;
Insersi : trokhanter minor, batas medial linea aspera

Fungsi : fleksi, endorotasi artikulasio koksae; dan fleksi kolumna vertebralis


lumbalis

13
b. M. Psoas mayor
Insersi : trokhanter minor;
Origo : permukaan lateral korpus vertebra torakalis XII, korpus vertebralis
lumbalis 1-IV;
Fungsi : eksorotasi pada waktu M. Gluteus berkontraksi
c. M. Psoas minor
Insersi : trokhanter minor, insersi tendon yang lebih panjang;
Origo : pemukaa lateral vertebra torasika XII dan vertebra lumbalis I
d. M. Sartorius
Insersi : sisi medial tuberositas tibia
Origo : spina iliaka anterior superior
Fungsi : membantu fleksi abduksi dan endorotasi femur, menekuk dan
memutar artikulasio genu.
2. Otot permukaan venter femur (M. Quadrisep Femoris)
Persyarafan : nervus femoris
a. M. Rektur femoris
Insesi : seluruh fasia fasies proksimal ligamentum patela dan tuberositas
tibia
Origo : spina iliaka anterior inferior dan sisi kranial asetabulum
Fungsi : meregangkan M. rektus femoris pada artikulasio koksae
b. M. ventus (medialis, lateralis, dan intermedialis)
Insersi : ligamentum patella, retinakula petela pada tuberositas tibia

Origo : labium media, lateral, dan ventral linea aspera sampai ke trokhanter
mayor
Fungsi : menopang fleksi pada artikularis koksae
c. M. Artikularis genu
Origo : serabut-serabut distal kapsula sendi lutut

14
Sumber : Sobotta, 2005

Gambar 2. Otot permukaan ventral pangkal femur

B. Adductor femur

1. M. pectineus

Insersi : linea pektini femur

Origo : ossis pubis

Persyarafan : nervus femoralis dan nervus obturatoris

Fungsi : adduksi femur, memabntu fleksi, dan eksorotasi artikulasio koksae

15
2. M. adductor longus

Insersi : bagian tengah linea aspera labium medial

Origo : ramus superior dan ramus inferior ossis pubis

Persyarafan : nervus obturatorius

Fungsi : adduksi femur dan fleksi artikulasio koksae

3. M. adductor brevis

Insersi : linea aspera labium medial

Origo : ramus inferior ossis pubis foramen obturatum

Persyarafan : nervus obturatorius

Fungsi : adduksi, ekstensi femur, dan eksorotasi pada artikulasio koksae

4. M. adductor magnus

Insersi : tuberositas gluteus epikondilum medialis femoalis

Origo : ramus ossis iskii dan tuberositas iskiadikum

Persyarafan : nervus obturatorius dan nervus iskiadikus

Fungsi : adduksi femur membantu meregangkan paha dan eksorotasi femur

5. M. adductor minus

Insersi : bagian atas linea aspera labium medial

Origo : ramus inferior ossis pubis

Persyarafan : nervus obturatorius

Fungsi: adduksi paha membantu fleksi dan eksorotasi paha

6. M. grasilis

Insersi : bertendon panjang pada sisi medial tuberositas tibia

Origo : ramus inferior ossis pubis sepanjang simpisis pubis

Persyarafan : nervus obturatorius

Fungsi : adduksi femur, fleksi artikulasio genu, dan endorotasi femur

16
7. M. obtorator eksternus

Insersi : bertendon kedalam fosa trokhanter femur

Origo : bagian luar foramen obturatum

Persyarafan : nervus obturatorius

Fungsi : eksorotasi femur, fleksi pada artikulasio koksae

C. Otot-otot fleksor femur

1. M. biseps femoris

Insersi : kaput fibula bertendon kuat

Origo : tuber iskiadikum bersatu dengan M. Semitendinosus

Persyarafan : nervus tibialis bersendi dua dan nervus fibularis kumunis

Fungsi : fleksi kruris pada artikulasio genu eksorotasi dan ekstensi

antikulasio genu

2. M. semi tendinosus

Insersi : bertendon panjang medial tuberositas tibia

Origo : tuber iskiadikum kaput langus musculi bisep femoris

Persyarafan : nervus tibialis bersendi dua

Fungsi : fleksi kruris artikulasio genu, endorotasi dan ekstensi artikulasio

koksae

3. M. ssemi membranosus

Insersi : kondilum medialis tibia dan ligamentum popliteum obligues

Origo : tuber iskiadikum bertendon lebar

Persyarafan : nervus tibialis bersendi dua

Fungsi : fleksi dan endorotasi artikulasio genu, ekstensi artikulasio koksae

D. Otot-otot ventral kruris

17
Persyarafan : nervus fibularis profundus

1. M. tibialis anterior

Insersi : basis metatarsalis I (sisi medial) dan os. Kunaiforme mediale (sisi

plantar)

Origo : epikondilus lateralis dan fasies lateralis tibia

Fungsi : fleksi dorsal dan spinasi kaki

2. M. ekstensor halusis longus

Insersi : permukaan dorsal jari kaki yang besar bertendon

Origo : fasies medialis fibula membrane interosea kruris dan fasia kruris

Fungsi : ekstensi jari kaki dan ekstensi dorsal pada artikulasio talus sebelah

atas

3. M. ekstensor digitorum longus

Insersi : bersama keempat tendon kedalam aponeurosis dorsal keempat jari

lateral kaki

Origo : kondilus lateralis tibia, margo anterior fibula, dan membran

interosea kruris

Fungsi : supinasi pada artikulasio talus sebelah bawah M. Ekstensor halusis

longus.

4. M. Peroneus fibularis tertius

Insersi : permukaan dorsal kelima tonjolan tulang pada tengah kaki

bertendon datar

Origo : keluar dari bagian distal fibula

Fungsi : pronasi kruris

18
Vaskularisasi Femur
1. Vaskularisasi pada tulang panjang seperti femur berasal dari 3 sumber utama,
yaitu
a. A. nutricia
Berasal dari pembuluh darah sistemik (tekanan tinggi), menembus cortex
pada foramen nutricia dan masuk pada canalis medullaris bercabang menjadi
ramus ascenden dan descenden dan menjadi arteriole yang memvaskularisasi
2/3 bagian sisi dalam dari tulang melalui system haversi.
b. Periosteal
Memvaskularisasi 1/3 bagian sisi luar tulang yang dihubungkan oleh a.
Volkman (pada canalis volkmann (menghubungkan antar system haversi) dan
system Haversi (sejajar dengan aksis panjang tulang).

Sumber : Thomson, 2001


Gambar 3. Vaskularisasi Tulang Femur 1
c. Metaphysis-epiphysis system
Berasal dari pleksus vascular periarticular, misal a. Geniculate.

19
Sumber : Miller, 2012
Gambar 4. Vaskularisasi Tulang Femur 2

20
Sumber : Flynn, 2010
Gambar 5. Vaskularisasi Tulang Femur 3

Sumber : Flynn, 2011


Gambar 6. Vaskularisasi Tulang Femur 4

II.2.3 Etiologi Fraktur Femur

21
Fraktur femur dapat disebabkan oleh faktor trauma, patologis dan kondisi stres.
Trauma adalah faktor yang paling dominan dan yang paling sering adalah karena
kecelakaan lalu lintas

II.2.4 Klasifikasi Fraktur Femur


Fraktur femur dibagi dalam fraktur Intertrokhanter Femur, subtrokhanter
femur, fraktur batang femur, suprakondiler, dan interkondiler, dan fraktur kondiler
femur.
a. Fraktur Intertrokhanter Femur
Fraktur intertrokhanter adalah patah tulang yang bersifat ekstrakapsular
dari femur. Sering terjadi pada lansia dengan kondisi osteoporosis. Fraktur ini
memiliki prognosis yang baik dibandingkan fraktur intrakapsular, di mana
resiko nekrosis avaskular lebih rendah.
Pada riwayat umum didapatkan adanya trauma akibat jatuh dan memberikan
trauma langsung pada trokhanter mayor. Pada beberapa kondisi, cedera secara
memuntir memberikan fraktur tidak langsung pada intertrokhanter.

Sumber : Appley, 2001

Gambar 11. radiografi fraktur intertrokhanter

22
Sumber : Appley, 2001

Gambar 12. Pasca-reduksi dan pemasangan fiksasi interna


b. Fraktur Subtrokhanter Femur
Fraktur subtrokhanter femur ialah di mana garis patahnya berada 5 cm
distal dari trokhanter minor. Fraktur jenis ini dibagi dalam beberapa klasifikasi,
tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding &
Magliato yaitu sebagai berikut:
1. Tipe 1 : Garis fraktur satu level dengan trokhanter minor.
2. Tipe 2 : Garis patah berada 1-2 inci di bawah dari batas atas trokhanter
minor.
3. Tipe 3 : Garis patah berada 2-3 inci di distal dari batas atas trokhanter
minor.
c. Fraktur Batang Femur
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat
kecelakaan lalu lintas di kota-kota besar atau jatuh dari ketinggian. Patah
daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan
penderita jatuh dalam syok, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi
berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Secara
klinik fraktur batang femur dibagi dalam fraktur batang femur terbuka dan
tertutup.

23
Sumber : Rasjad, 2007

Gambar 13. Fraktur Batang Femur

II.2.5 Manifestasi Klinis Fraktur Femur


Gejala fraktur yang paling umum adalah rasa sakit, pembengkakan, dan
kelainan bentuk. Rasa sakit akan bertambah berat dengan gerakan dan penekanan di
atas fraktur dan mungkin terkait juga dengan hilang fungsinya. Pembengkakan fraktur
mungkin merupakan tanda awal dari kasus ini, saat pembekakan meningkat rasa sakit
akan meningkat pula. Tanda spesifik yang paling banyak pada kasus fraktur adalah
terjadinya kelainan bentuk (deformitas), sebagai gejala lain yang mungkin muncul
dengan sprain atau strain. Gejala lain yang mungkin muncul adalah perubahan warna
dan krepitasi. Jika terdapat luka terbuka, maka terdapat pula pendarahan.

II.2.6 Diagnosis dan Pemeriksaan Fraktur Femur


Fraktur femur dapat diperiksa melalui langkah pemeriksaan seperti berikut
riwayat trauma, biomekanika trauma, pemeriksaan fisik baik secara generalis maupun
lokalis, fungsi dan status secara umum, nyeri, kekuatan otot, ruang gerak sendi,
penilaian atrofi dan kelemahan otot dan pemeriksaan radiologis.

24
II.2.7 Tatalaksana Fraktur Femur
Manajemen terapeutik dari fraktur diarahkan pada pelurusan kembali fragmen
tulang, immobilisasi untuk mempertahankan pelurusan kembali dengan benar dan
perbaikan fungsi.
a. Pembidaian
Bagian yang sakit harus diimmobilisasi dengan menggunakan bidai
pada tempat yang luka sebelum memindahkan pasien. Pembidaian
mencegah luka dan nyeri yang lebih jauh dan mengurangi kemungkinan
adanya komplikasi seperti sindrom emboli lemak.
b. Gips
Pemberian gips merupakan perawatan utama setelah reduksi tertutup
dalam perbaikan fraktur dan dapat dilakukan bersamaan dengan perawatan
lainnya. Tujuannya mencegah bergeraknya tulang dan jaringan sampai
bagian ini sembuh. Gips pada kaki atau tungkai, jari kaki biasanya
dibiarkan terbuka untuk mencegah pembengkakan (edema).
c. Traksi
Traksi adalah upaya mengunakan kekuatan tarikan untuk meluruskan
dan immobilisasi fragmen tulang, mengendorkan spasmus otot dan
memperbaiki kontraktur fleksi, kelainan bentuk dan dislokasi. Traksi akan
efektif jika menggunakan beban, katrol dan perimbangan untuk
memproleh kekuatan yang cukup dalam menghalangi pakaian kerja
tertarik dari otot pasien.
d. Open Reduction Internal Fixation (ORIF)
ORIF adalah fiksasi internal dengan pembedahan terbuka untuk
memasukan paku, skrup atau pin ke dalam tempat fraktur untuk
memfiksasi bagian tulang yang fraktur secara bersamaan. Tindakan
operasi pemasangan plate and screw pada tulang paha dilakukan insisi
pada bagian lateral tungkai atas.

25
Sumber : Appley, 2001

Gambar 14. Open Reduction Internal Fixation (ORIF)

II.2.8 Komplikasi Fraktur Femur


a. Infeksi
Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant
berupa internal fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat
terjadi karena luka yang tidak steril.
b. Delayed union
Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan
tulang tetapi terhambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak
tercukupinya peredaran darah ke fragmen.
c. Non union
Non union merupakan kegagalan suatu fraktur untuk menyatu setelah
5 bulan mungkin disebabkan oleh faktor seperti usia, kesehatan umum
dan pergerakan pada tempat fraktur.
d. Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan
adanya defisiensi suplai darah.
e. Mal union
Terjadi penyambungan tulang tetapi menyambung dengan tidak
benar seperti adanya angulasi, pemendekan, deformitas atau kecacatan.

26
Komplikasi yang berhubungan dengan tindakan operasi yaitu
kerusakan jaringan dan pembuluh darah pada daerah yang dioperasi
karena incisi. Pada luka operasi yang tidak steril akan terjadi infeksi yang
dapat menyebabkan proses penyambungan tulang dan penyembuhan tulang
terlambat.

II.2.9 Proses Penyembuhan Fraktur


Pada kondisi fraktur fisiologis akan diikuti proses penyambungan.
Proses penyambungan tulang dibagi dalam 5 fase, yaitu:
a. Fase haematoma
Fase haematoma terjadi selama 1-3 hari. Pembuluh darah robek
dan terbentuk haematoma di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada
permukaan fraktur, yang tidak mendapat persediaan darah akan mati
sepanjang satu atau dua milimeter.
b. Fase proliferasi
Fase proliferasi terjadi selama 3 hari sampai 2 minggu. Dalam 8
jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi di bawah
periosteum dan di dalam saluran medula yang tertembus ujung fragmen di
kelilingi jaringan sel yang menghubungkan tempat fraktur. Haematoma yang
membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru yang halus berkembang
ke dalam daerah fraktur.
c. Fase pembentukan kalus
Fase pembentukan kalus terjadi selama 2-6 minggu. Pada sel yang
berkembang-biak memiliki potensi untuk menjadi kondrogenik dan
osteogenik, jika diberikan tindakan yang tepat sel itu akan membentuk
tulang, cartilago dan osteoklas. Masa tulang akan menjadi lebih tebal dengan
adanya tulang dan cartilago juga osteoklas yang disebut dengan kalus. Kalus
terletak pada permukaan periosteal dan endosteal. Proses tersebut terjadi
selama 4 minggu. Selanjutnya, tulang mati akan dibersihkan.
d. Fase konsolidasi

27
Fase konsolidasi terjadi 3 minggu hingga 6 bulan. Tulang fibrosa atau
anyaman tulang menjadi padat jika aktivitas osteoklas dan osteoklastik masih
berlanjut. Anyaman tulang akan berubah menjadi tulang lamelar. Pada saat ini
osteoklas tidak dapat menerobos melalui reruntuhan garis fraktur karena
sistem ini cukup kaku. Celah-celah di antara fragmen dengan tulang baru akan
diisi oleh osteoblast. Perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup untuk
menumpu berat badan normal.
e. Fase remodeling
Fase remodeling terjadi selama 6 minggu hingga 1 tahun. Fraktur telah
dihubungkan oleh tulang yang padat, tulang yang padat tersebut
akan diresorbsi dan pembetukan tulang yang terus menerus lamelar akan
menjadi lebih tebal, dinding-dinding yang tidak dikehendaki dibuang,
dibentuk rongga sumsum dan akhirnya akan memperoleh bentuk tulang
seperti normalnya. Terjadi dalam beberapa bulan bahkan sampai beberapa
tahun.

Proses Penyembuhan Tulang

28
II.2.10 Faktor Pengaruh Waktu Penyembuhan Fraktur
Faktor-faktor yang menentukan lama penyembuhan fraktur;
a. Usia penderita
Waktu penyembuhan tulang anak-anak jauh lebih cepat dari pada
orang dewasa. Hal ini terutama disebabkan oleh aktivitas proses osteogenesis
pada periosteum dan endosteum serta proses pembentukan tulang pada bayi
sangat cepat. Apabila usia bertambah proses terebut semakin berkurang.
b. Lokalisasi dan Konfigurasi fraktur
Lokalisasi fraktur memegang peranan penting. Penyembuhan fraktur
metafisis lebih cepat dari fraktur diafisis. Disamping itu, konfigurasi fraktur
seperti fraktur tranversal lebih lambat penyembuhannya dibandingkan
dengan fraktur obliq karena kontak yang lebih banyak.
c. Pergeseran awal fraktur
Pada fraktur yang periosteumnya tidak bergeser, penyembuhannya dua
kali lebih cepat dibandingkan dengan fraktur yang bergeser.
d. Vaskularisasi pada kedua fragmen
Apabila kedua fragmen mempunyai vaskularisasi yang baik,
penyembuhan tanpa komplikasi bila salah satu sisi fraktur memiliki
vakularisasi yang jelek sehingga mengalami kematian pembentukan union
akan terhambat atau mungkin terjadi non union.
e. Reduksi serta immobilisasi
Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi
yang lebih baik dalam bentuk asalnya. Immobilisasi yang sempurna akan
mencegah pergerakan dan kerusakan pembuluh darah yang menganggu
penyembuhan fraktur.
f. Bila immobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum
terjadi union, kemungkinan terjadinya non-union sangat besar.
g. Ruangan di antara kedua fragmen serta interposisi jaringan lunak. Adanya
interposisi jaringan, baik berupa periosteum maupun otot jaringan fibrosa
lainnya akan menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur.

29
h. Fraktur adanya infeksi dan keganasan lokal.
i. Cairan sinovial yang terdapat pada persendian merupakan hambatan dalam
penyembuhan fraktur.
j. Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak
Gerakan aktif dan pasif yang optimal pada anggota gerak akan
meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur, akan tetapi, gerakan yang
dilakukan pada daerah fraktur tanpa immobilisasi yang baik juga akan
mengganggu vaskularisasi. Vaskularisasi yang baik dapat meningkatkan
asupan makanan bagi sel-sel di dalam tulang, di sini kebutuhan mineral
yang ada akan dipasok ke dalam tulang yang membutuhkan akibat fraktur
tersebut. Akibatnya terjadilah peningkatan aktivitas seluruh sel yang mana
akan membantu dalam percepatan kesembuhan fraktur. Gerakan tersebut
haruslah dalam tahap yang optimal bukan berlebihan, karena akan
membawa dampak kerusakan pada vaskularisasi yang dapat berdampak
pada salah satu komplikasi yakni perdarahan. Hal ini didukung dengan teori
oleh Potter dan Perry (2006) yaitu teori tentang rentang gerak sendi, yang
mana teori ini menyatakan bahwa dengan adanya latihan gerak sendi,
hematoma akan mengalami organisasi terbentuk benang-benang fibrin
dalam jendela darah sehingga membentuk jaringan untuk invasi fibroblas
dan osteoblas. Fibroblas dan osteoklas (berkembang dari osteosit, endotel,
dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen sebagai matriks kolagen
pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan
(osteoid). Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukan elektronegatif, oleh
karenanya kekuatan otot akan meningkat atau menjadi normal.
Selain memberikan dampak pada sel-sel tulang, dengan gerakan dapat
memberikan efek penebalan pada otot sekitar dan kekuatan otot sehingga
dapat menghindari komplikasi kekakuan otot dan fleksibilitas otot. Efek
penebalan itu dikarenakan kontraksi dari otot rangka yang terus digerakan
sehingga jaringan otot rangka tersebut akan beradaptasi dengan melakukan
daya elastisitas dan elongasio. Apabila kekuatan dan fleksibilitas otot itu

30
menjadi kaku, maka akan muncul komplikasi lainnya. Berdasarkan
penelitian dikatakan bahwa gerakan yang efektif untuk meningkatkan
elongasio tersebut adalah dalam batas durasi sedang. Batas sedang gerakan
tersebut tergantung dari jenis fraktur yang terjadi yakni minimal 15-30 detik
setiap pergerakan.
Aktivitas fisik menjadi salah satu faktor penentu signifikan terhadap
kekuatan otot. Guna mendapatkan hasil tersebut diperlukan latihan ROM
sebagai salah satu bagian latihan rentang gerak sendi, guna menstimulasi
jumlah motor unit yang diaktifkan, karena semakin banyak motor unit yang
terlibat maka hasilnya semakin adekuat, sehingga dapat mencapai
peningkatan nilai kekuatan otot. Menurut peneliti, pemulihan itu terjadi
karena latihan ROM memberikan suatu peningkatan kekuatan otot dari
penambahan jumlah sarkomer dan serabut otot (filamen aktin dan myosin
yang diperlukan dalam kontraksi otot), sehingga terbentuk serabut-serabut
otot yang baru dan kekuatan otot dapat meningkat. Latihan ini dilakukan
dengan prinsip dinamik dan sering teratur, sehingga dapat meningkatkan
tekanan intramuskular serta aliran darah, maka dari itu tidak cepat
menimbulkan kelelahan bagi pasien.
Mekanisme kontraksi dari neuron motorik dapat meningkatkan otot
polos pada ekstremitas. Latihan ROM dapat menimbulkan rangsangan,
sehingga meningkatkan aktivasi dari kimiawi, neuromuskuler dan muskuler.
Otot rangka pada ekstremitas mengandung filamen aktin dan myosin yang
mempunyai sifat kimiawi dan berinteraksi antara satu dan lainnya. Proses
interaksi diaktifkan oleh ion kalsium, dan adeno triphospat (ATP),
selanjutnya dipecah menjadi adenosin difosfat (ADP) untuk memberikan
energi bagi kontraksi otot ekstremitas. Rangsangan melalui neuromuskuler
junction akan meningkatkan rangsangan pada serat saraf otot ekstremitas
terutama saraf alfa, beta dan gama yang merangsang untuk produksi
asetilkolin, sehingga mengakibatkan kontraksi. Mekanisme melalui
muskulus terutama otot rangka ekstremitas akan meningkatkan metabolisme

31
pada mitokondria untuk menghasilkan ATP yang dimanfaatkan oleh otot
ekstremitas sebagai energi untuk kontraksi dan meningkatkan tonus otot
rangka ekstremitas.
Sedangkan gerakan pada latihan gerak sendi terhadap patah tulang
paha bagian shaft menurut Downey et al (2001) sangat membawa pengaruh
yang baik dan signifikan. Hal ini dikatakan bahwa apabila terjadi patah
tulang pada bagian shaft, maka bagian caudal dan cranial tulang paha akan
semakin terpacu dalam meningkatkan vaskularisasi. Aliran darah akan
terbawa melalui vaskularisasi tulang yang tidak mengalami patah melalui
jalur sistem Havers dan Volkman pada tulang femur bagian shaft. Hal ini
dikatakan pula oleh Stokes (2005), pada tulang panjang khususnya bagian
shaft akan mendapat suplai aliran darah melalui dua bagian pembuluh darah,
yakni bagian periosteal dan endosteal. Bagian endosteal adalah bagian yang
sangat besar yang alirannya berasal dari otot-otot yang melekat disekitar
bagian shaft ini. Bagian endosteal ini akan mensuplai segala kebutuhan
makanan sel-sel tulang dalam keadaan normal atau belum terjadi patahan.
Apabila bagian shaft mengalami patahan, umumnya akan menenai bagian
endosteal dan ini akan memicu perdarahan yang cukup banyak karena darah
keluar diluar bagian tulang.Yang berfungsi dominan apabila terjadi patahan
adalah pembuluh darah bagian periosteal yang berada tipis di bagian lateral
tulang panjang. Aliran darah ini membawa berbagai sumber energi yang
dapat meningkatkan pertumbuhan tulang dengan memberikan energi di saat
patah pada sel-sel tulang seperti osteoblas, osteoklas dan osteosit. Apabila
sel-sel tulang ini telah berkumpul menjadi suatu konsolidasi maka garis
patahan tulang akan semakin lama semakin tertutup. Hal ini menyebabkan
kalus akan dikatakan positif pada pemeriksaan radiologi.

Perkiraan penyembuhan pada fraktur orang dewasa dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 3 Waktu. Penyembuhan
Lokalisasi Waktu penyembuhan (minggu)
Panggul 12-16

32
Femur 8-10
- Intrakapsuler 24
- Intratrokanter 10-12
- Shaft 18
- Suprakondiler 12-15
Kondilus femur/ tibia 12-16
Vertebra 12
Referensi : (Rasjad 2007, hlm. 367) dan (Bare, 2008)

II.2.11 Kriteria Sembuh pada Pasien Fraktur Femur


Penilaian penyembuhan fraktur (union) didasarkan atas union secara klinis
dan union secara radiologis. Penilaian secara klinis dilakukan dengan
pemeriksaan pada daerah fraktur dengan melakukan pembengkokan pada daerah
fraktur, pemutaran dan kompresi untuk mengetahui adanya gerakan atau perasaan
nyeri pada penderita. Keadaan ini dapat dirasakan oleh pemeriksan atau oleh
penderita. Apabila tidak ditemukan adanya gerakan, maka secara klinis telah
terjadi union dari fraktur. Union secara radiologis dinilai dengan pemeriksaan
rontgen pada daerah fraktur dan dilihat adanya garis fraktur atau kalus dan
mungkin dapat ditemukan adanya trabekulasi yang sudah menyambung pada
kedua fragmen. Pada tingkat lanjut dapat adanya medulla atau ruangan.
Rehabilitasi dikatakan berhasil apabila penderita secara memadai dapat mencapai
kemampuan optimal untuk berdiri, berjalan, berlari dan bekerja dalam waktu yang
seingkat-singkatnya. Kesembuhan total dapat tercapai pada fraktur femur apapun
etiologinya maksimal dalam jangka 9 bulan.

33

Anda mungkin juga menyukai