Bab I, II, III, & Daftar Pustaka
Bab I, II, III, & Daftar Pustaka
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
terjadi di bidang medis. Salah satunya adalah Appendisitis (peradangan pada apendiks).
Appendistis disebabkan oleh banyak faktor, baik karena infeksi ataupun sebab lain. Pada
penanganannya yang bersifat gawat darurat harus dilakukan secepatnya jika tidak akan
menyebabkan dampak yang buruk bagi kondisi pasien. Oleh karena itu, sebagai seorang
dokter umum dihaaruskan untuk mengetahui dan memahami apa saja penyebab dari
kompetensi sebagai dokter umum dan juga harus mengetahui diagnosa banding dari
Appendisitis . Oleh sebab itu, dalam laporan ini dipaparkan mengenai Appendisitis dan
Peritonitis sebagai dampak lanjutnya secara keseluruhan sehingga kita tahu sampai
penanganan mana yang wajib diberikan oleh dokter umum sebelum dirujuk. Diharapkan,
mahasiswa yang berorientasi sebagai dokter umum dapat mengetahui bagaimana keadaan
appendisitis yang masuk ke dalam status gawat darurat, diagnosa banding dan mengetahui
B. Manfaat Modul
Berdasarkan hasil diskusi kelompok kecil yang kami lakukan dengan membahas
skenario “Sakit Perut dan Demam Tinggi” ini kami telah manentukan tujuan
Peritonitis secara keseluruhan dari definisi hingga tatalaksana dan penjelasan mengenai
diagnosa banding .
PEMBAHASAN
1. Nyeri Tekan : Suatu Pemeriksaan fisik yang melakukan penekanan pada bagian tubuh
2. Pembedahan : Suatu tata laksana dengan cara membuka tubuh secara luas/terlokalisir
pemberian obat-obatan.
1. Mengapa terjadi keluhan nyeri di ulu hati dan di sekitar pusat, yang kemudian nyeri
2. Apa saja hal yang menyebabkan nyeri pada abdomen seperti pada kasus di skenario ?
3. Apa sajakah penyebab demam tinggi dan sakit perut yang semakin memberat ?
6. Mengapa dengan pemberian obat maag keluhan pasien tidak membaik dan memberat ?
8. Apa yang mendasari keputusan dokter untuk dilakukannya rawat inap dan pembedahan ?
1. Nyeri pada ulu hati dan daerah sekitar pusat disebabkan oleh terstimulasinya serabut saraf
afferen akibat adanya organ di sekitar lokasi tersebut mengalami gangguan. Nyeri ini
bersifat visceral, dimana nyeri tersebut tidak terlokalisir, sehingga tidak dapat
Perpindahan nyeri dari ulu hati dan daerah sekitar pusat ke daerah perut kanan bawah
disebabkan oleh sudah berubahnya sifat nyeri menjadi nyeri somatik sehingga bisa di
2. Hal lain yang dapat menyebabkan nyeri pada abdomen seperti pada scenario adalah
appendisitis yang diikuti oleh perforasi, yang pada akhirnya menyebabkan peritonitis;
3. Demam tinggi terjadi sebagai akibat pelepasan mediator-mediator kimiawi yang diinduksi
Sakit perut memberat dikarenakan penyebab sebenarnya tidak ditangani sehingga menjadi
semakin parah.
4. Adapun hasil interpretasi dari pemeriksaan nyeri tekan pada seluruh lapangan perut
Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi pada seluruh lapang pandang perut, dilanjutkan
muscular). Kemudian dapat dilakukan auskultasi untuk mendengar ada tidaknya bising
Pemeriksaan laboratorium, yang utama ialah darah lengkap dan tes kehamilan. Sementara
itu, pemeriksaan penunjang lainnya meliputi USG dan foto polos abdomen.
6. Pemberian obat maag tidak memberikan perbaikan apapun karena obat tersebut tidak
7. Tatalaksana awalnya ialah perbaiki keadaan umum pasien, pemberian antibiotic spectrum
8. Indikasi rawat inap serta dilakukannya tindakan pembedahan pada pasien adalah keadaan
umum yang memburuk (syok), leukositosis, nyeri tekan pada seluruh lapangan perut.
9. Komplikasi dari keadaan yang dialami pasien adalah appendisitis perforata, peritonitis,
periappendicular infiltrate.
Anamnesis &
Pemerikasan fisik
Apendisitis Peritonitis
Perforasi
Pemeriksaan Penunjang
Manajemen Awal
gejala & tanda, penegakan diagnosa, tata laksana beserta indikasi rujukan, komplikasi, dari :
a. Appendisitis c. Peritonitis
b. Appendisitis Perforasi
APENDISITIS
Definisi
abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini mengenai semua umur baik laki-laki maupun
perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun (Mansjoer,
2000). Sedangkan menurut Smeltzer C. Suzanne (2001), Apendisitis adalah penyebab paling
umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan
Klasifikasi
Klasifikasi apendisitis terbagi menjadi dua yaitu, apendisitis akut dan apendisitis
1) Apendisitis akut
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak
umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang
peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut talah nyeri samar-samar dan tumpul yang
merupakan nyeri viseral didaerah epigastrium disekitar umbilikus. Keluhan ini sering
disertai mual dan kadang muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam
nyeri akan berpindah ketitik Mc Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
2) Apendisitis kronik
Diagnosis apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika ditemukan adanya riwayat nyeri
perut kanan bawah lebih dari 2 minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan
apendiks, sumbatan parsial atau total lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus
lama dimukosa , dan adanya sel inflamasi kronik. Insiden apendisitis kronik antara 1-5%.
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan
utama pada pembentukan sifat feses, yang mana penting pada pembentukan fekalit. Kejadian
apendisitis jarang di negara yang sedang berkembang, dimana diet dengan tinggi serat dan
konsistensi feses lebih lembek. Kolitis, divertikulitis dan karsinoma kolon adalah penyakit
yang sering terjadi di daerah dengan diet rendah serat dan menghasilkan feses dengan
konsistensi keras.
b. Peranan Obstruksi
Obstruksi lumen merupakan faktor penyebab dominan dalam apendisitis akut. Fekalit
merupakan penyebab terjadinya obstruksi lumen apendiks pada 20% anak-anak dengan
apendisitis, terjadinya fekalit berhubungan dengan diet rendah serat Frekuensi obstruksi
meningkat sesuai dengan derajat proses inflamasi. Fekalit ditemukan 40% pada kasus
apendisitis sederhana (simpel), sedangkan pada apendisitis akut dengan gangren tanpa ruptur
terdapat 65% dan apendisitis akut dengan gangren disertai ruptur terdapat 90%
Jaringan limfoid yang terdapat di submukosa apendiks akan mengalami edema dan
hipertrofi sebagai respon terhadap infeksi virus di sistem gastrointestinal atau sistem
terjadi obstruksi pada kolon bagian distal yang diteruskan ke dalam lumen apendiks dan hal
Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa
apendiks karena parasit seperti Entamoeba hystolityca dan benda asing mungkin tersangkut
di apendiks untuk jangka waktu yang lama tanpa menimbulkan gejala, namun cukup untuk
lumen apendiks yang biasanya disebabkan oleh fekalit. Sekresi mukosa yang terkumpul
selama adanya obstruksi lumen apendiks menyebabkan distensi lumen akut sehingga akan
terjadi kenaikkan tekanan intraluminer dan sebagai akibatnya terjadi obstruksi arterial serta
iskemia. Akibat dari keadaan tersebut akan terjadi ulserasi mukosa sampai kerusakan seluruh
lapisan dinding apendiks, lebih lanjut akan terjadi perpindahan kuman dari lumen masuk
kedalam submukosa. Dengan adanya kuman dalam submukosa maka tubuh akan bereaksi
berupa peradangan supurativa yang menghasilkan pus, keluarnya pus dari dinding yang
masuk ke dalam lumen apendiks akan mengakibatkan tekanan intraluminer akan semakin
meningkat, sehingga desakan pada dinding apendiks akan bertambah besar menyebabkan
gangguan pada sistem vasa dinding apendiks Mula-mula akan terjadi penekanan pada vasa
limfatika, kemudian vena dan terakhir adalah arteri, akibatnya akan terjadi edema dan
iskemia dari apendiks, infark seterusnya melanjut menjadi gangren. Keadaan ini akan terus
berlanjut dimana dinding apendiks akan mengalami perforasi, sehingga pus akan tercurah
kedalam rongga peritoneum dengan akibat terjadinya peradangan pada peritoneum parietal.
Hasil akhir dari proses peradangan tersebut sangat tergantung dari kemampuan organ dan
omentum untuk mengatasi infeksi tersebut, jika infeksi tersebut tidak bisa diatasi akan terjadi
Flora bakteri pada apendiks sama dengan di kolon, dengan ditemukannya beragam
bakteri aerobik dan anaerobik sehingga bakteri yang terlibat dalam apendisitis sama dengan
penyakit kolon lainnya Penemuan kultur dari cairan peritoneal biasanya negatif pada tahap
Escherichia coli banyak ditemukan, ketika gejala memberat banyak organisme, termasuk
Proteus, Klebsiella, Streptococcus dan Pseudomonas dapat ditemukan. Bakteri aerobik yang
paling banyak dijumpai adalah E. coli. Sebagian besar penderita apendisitis gangrenosa atau
Patofisiologi
Appendicitis merupakan peradangan appendiks yang mengenai semua lapisan dinding organ
tersebut. Tanda patogenetik primer diduga karena obstruksi lumen dan ulserasi mukosa
keluarnya sekresi mukosa dan menimbulkan distensi dinding appendiks. Sirkulasi darah pada
dinding appendiks akan terganggu. Adanya kongesti vena dan iskemia arteri menimbulkan
luka pada dinding appendiks. Kondisi ini mengundang invasi mikroorganisme yang ada di
usus besar memasuki luka dan menyebabkan proses radang akut, kemudian terjadi proses
irreversibel meskipun faktor obstruksi telah dihilangkan. Appendicitis dimulai dengan proses
eksudasi pada mukosa, submukosa, dan muskularis propia. Pembuluh darah pada serosa
kongesti disertai dengan infiltrasi sel radang neutrofil dan edema, warnanya menjadi
serosa ditutupi oleh fibrinoid supuratif disertai nekrosis lokal disebut appendicitis akut
ganggren, warnanya menjadi hitam kehijauan yang sangat potensial ruptur. Pada semua
dinding appendiks tampak infiltrasi radang neutrofil, dinding menebal karena edema dan
Appendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh dengan sempurna, tetapi akan
jaringan sekitarnya. Perlengketan tersebut dapat kembali menimbulkan keluhan pada perut
kanan bawah. Pada suatu saat organ ini dapat mengalami peradangan kembali dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi.
Reaksi fase akut adalah pertahanan pertama tubuh dalam melawan proses inflamasi
(innate immune), yang berfungsi tanpa melalui sistem spesifik dan memori (adaptive
immune). Inflamasi adalah respon terhadap kerusakan jaringan oleh stimulus yang dapat
berupa trauma mekanik, nekrosis jaringan, dan infeksi. Tujuan proses inflamasi adalah untuk
melawan agen pengrusak, awal proses perbaikan, dan mengembalikan fungsi jaringan yang
rusak. Proses inflamasi dapat berlangsung akut dan kronik. Inflamasi akut dapat disebabkan
oleh agen mikroba (virus, bakteri, jamur, dan parasit), trauma, nekrosis jaringan oleh kanker,
arthritis rematiod, luka bakar, dan toksin yang disebabkan oleh obat atau radiasi.
Keadaan inflamasi merangsang tubuh untuk mengeluakan sitokin dan hormon yang
berfungsi dalam regulasi haematopoesis, sintesis protein, dan metabolisme. Sistem immun
dibagi menjadi dua, immun bawaan (innate immune) dan immune didapat (adaptive immune)
Immun bawaan terdiri dari sel fagosit, sistem komplemen, dan fase akut protein, bekerja
tanpa melalui proses spesifik dan memori. Ketika sel fagosit teraktivasi, maka ia akan
memacu sintesis sitokin. Sitokin tidak hanya berfungsi dalam regulasi sistem immun bawaan,
yang menyebabkan jaringan hiperemis. Proses transudasi yang terjadi melalui membran
Emigrasi neutrofi
Emigrasi neutrofil dimulai dengan menempelnya sel ini pada permukaaan endotel. Sel
PMN tampak dominan menempel pada permukaan endotel. Emigrasi sel neutrofil pada
C5a. Komplemen C5a ini kemudiaan menyebabkan sel PMN tertarik ke area inflamasi.
Produk bakteri juga bersifat kemotaktik terhadap sel PMN. Intensitas dan durasi emigrasi
sel PMN biasanya dalam 24-48 jam, tergantung faktor kemotaktik pada area inflamasi.
Proses ini dimulai 4 jam setelah adanya stimulasi dan mencapai puncaknya 16-24 jam.
Pada keadaan awal respon seluler, sel mononuklear akan tampak dalam jumlah sedikit
bersama sel polimorfonuklear. Keluarnya sel mononuclear ini distimulasi oleh proses
fagositosis debris, produk fagositosis neutrofil, dan sitokin . Proses terakhir inflamasi
Proliferasi seluler
Proses ini diawali dengan proliferasi fibroblas yang dimulai dalam 18 jam dan mencapai
menetralisis afek beberapa mediator kimiawi. Pada akhir proses ini diharapkan kembalinya
Diagnosis Klinis
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik masih merupakan dasar diagnosis apendisitis
akut. Apendisitis akut adalah diagnosis klinis. Penegakkan diagnosis terutama didasarkan
pada riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan tambahan hanya dikerjakan bila
ada keragu-raguan atau untuk menyingkirkan diagnosis. Kesalahan diagnosis lebih sering
terjadi pada perempuan dibanding laki-laki, perempuan dua kali lebih banyak mempunyai
apendiks normal daripada laki-laki dalam kasus apendektomi, Primatesta (1994) melaporkan
bahwa perempuan tiga kali lebih banyak dibanding laki-laki dalam insidensi kasus
apendektomi negatif. Hal ini dapat disadari mengingat perempuan yang masih sangat muda
sering timbul gejala mirip apendisitis akut terutama penyakit ginekologis. Hal-hal penting
yang dapat membantu penegakkan diagnosis apendisitis akut adalah bahwa apendisitis
biasanya mempunyai perjalanan akut atau cepat. Dalam beberapa jam sudah timbul gejala
atau bahkan memburuk oleh karena nyeri, penderita biasanya cenderung mempertahankan
posisi untuk tidak bergerak. Penderita tampak apatis dan menahan nyeri. Oleh karena nyeri
a. Anamnesis
Nyeri/Sakit perut
Ini terjadi karena hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, dan terjadi pada seluruh
saluran cerna, sehingga nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut ( tidak pin-point).
Mula2 daerah epigastrium kemudian menjalar ke Mc Burney. Apa bila telah terjadi
inflamasi ( > 6 jam ) penderita dapat menunjukkan letak nyeri, karena bersifat somatik.
apendisitis. Anak yang sudah besar dapat menerangkan dengan jelas permulaan gejala
nyeri abdomen dan dapat menerangkan lokasi yang tepat. Anak dapat menunjuk dengan
satu jari tempat permulaan nyeri, dimana saja yang pernah nyeri dan sekarang dimana
yang nyeri.
b. Apakah nyerinya mengganggu anak sampai tidak mau main atau anak tinggal di
Beberapa anak dapat menentukan dengan tepat waktu mulainya nyeri yang dihubungkan
dengan peristiwa tertentu, umpamanya nyeri sesudah makan malam, sesudah berolah raga
atau sesudah bangun tidur. Anak dapat menunjukkan dan menceritakan perjalanan rasa
nyeri, kadang-kadang perlu juga bantuan informasi dari orang tuanya. Perlu diperhatikan
Perasaan nyeri pada apendisitis biasanya datang secara perlahan dan makin lama makin
hebat. Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena adanya kontraksi apendiks, distensi
dari lumen apendiks ataupun karena tarikan dinding apendiks yang mengalami peradangan
Pada mulanya terjadi nyeri visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul seperti kolik
yang dirasakan di daerah umbilikus dengan sifat nyeri ringan sampai berat. Hal tersebut
timbul oleh karena apendiks dan usus halus mempunyai persarafan yang sama, maka nyeri
visceral itu akan dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan periumbilikal Secara
menetap di kuadran kanan bawah dan pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri somatik
yang berarti sudah terjadi rangsangan pada peritoneum parietale dengan sifat nyeri yang
lebih tajam, terlokalisir serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan kaki.
Anoreksia, nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya, merupakan
kelanjutan dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan anoreksia hampir selalu
ada pada setiap penderita apendisitis akut, bila hal ini tidak ada maka diagnosis apendisitis
akut perlu dipertanyakan. Hampir 75% penderita disertai dengan vomitus, namun jarang
berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya sekali atau dua kali. Gejala disuria
Penderita apendisitis akut juga mengeluh obstipasi sebelum datangnya rasa nyeri dan
beberapa penderita mengalami diare, hal tersebut timbul biasanya pada letak apendiks
Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, yaitu suhu antara 37,50 – 38,50C tetapi
Variasi lokasi anatomi apendiks akan menjelaskan keluhan nyeri somatik yang beragam.
Sebagai contoh apendiks yang panjang dengan ujung yang mengalami inflamasi di kuadran
kiri bawah akan menyebabkan nyeri di daerah tersebut, apendiks retrosekal akan
menyebabkan nyeri flank atau punggung, apendiks pelvikal akan menyebabkan nyeri pada
b. Pemeriksaan Fisik
Kesalahan membuat diagnosis dapat terjadi kalau apendiks terletak pada tempat yang
bukan tempat biasanya yaitu kuadran kanan bawah. Kadang-kadang diagnosis salah pada
anak prasekolah, karena anak dengan anamnesis yang tidak karakteristik dan sekaligus sulit
Inspeksi
Penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit, kembung (+) bila
terjadi perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada appendikuler abses.
Pemeriksaan pada anak, perhatikan posisi anak yang terbaring pada meja periksa. Anak
menunjukkan ekspresi muka yang tidak gembira. Anak tidur miring ke sisi yang sakit
sambil melakukan fleksi pada sendi paha, karena setiap ekstensi meningkatkan nyeri.
Palpasi
Pada pemeriksaan abdomen pada anak dengan permukaan tangan yang mempunyai suhu
yang sama dengan suhu abdomen anak. Biasanya cukup dipanaskan dengan menggosok-
gosok tangan dengan pakaian penderita. Tangan yang dingin akan merangsang otot
Terkadang kita perlu melakukan palpasi dengan tangan anak itu sendiri untuk
mendapatkan otot abdomen yang tidak tegang. Abdomen biasanya tampak datar atau
sedikit kembung. Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit
tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri. Umpamanya mulai dari kiri atas,
kemudian secara perlahan-lahan mendekati daerah kuadran kanan bawah. Palpasi dengan
permukaan dalam (volar) dari ujung-ujung jari tangan, dengan tekanan yang ringan dapat
ditentukan adanya nyeri tekan, ketegangan otot atau adanya tumor yang superfisial. Waktu
boneka atau usaha yang lain, sambil memperhatikan ekspresi wajahnya. Hindari gerakan
yang cepat dan kasar karena hal ini akan menakuti anak dan membuat pemeriksaan nyeri
Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan bawah atau titik Mc Burney
Rebound tenderness (nyeri lepas tekan ) adalah rasa nyeri yang hebat (dapat dengan
melihat mimik wajah) di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba
dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan penekanan yang perlahan dan dalam di titik
Mc Burney.
Defence muscular adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan
Penekanan perut sebelah kiri terjadi nyeri sebelah kanan, karena tekanan merangsang
peristaltik dan udara usus , sehingga menggerakan peritoneum sekitar appendik yang
meradang (somatik pain). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan
bawah, apabila kita melakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini
diakibatkan oleh adanya nyeri lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi
yang berlawanan.
Pada appendik letak retrocaecal, karena merangsang peritoneum. Psoas sign terjadi
karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada
Dengan gerakan fleksi dan endorotasi articulatio coxae pada posisi telentang terjadi
nyeri (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut
difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut
Auskultasi
Peristaltik normal, peristaltik(-) pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat
apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik
usus.
Colok dubur juga tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis pada
Pada anak kecil atau anak yang iritabel sangat sulit untuk diperiksa, maka anak
dimasukkan ke rumah sakit dan diberikan sedatif non narkotik ringan, seperti pentobarbital
Diagnosis Banding
- penyakit pelvis pada wanita : inflamasi pelvis, ISK, kehamilan ektopik, ruptur kista,
- lebih jarang : penyakit Crohn, kolesistitis, perforasi ulkus duodenum, pneumonia kanan
bawah.
Penatalaksanaan
1. Sebelum operasi
a. Dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis seringkali
masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta
melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicuragai
adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainya. Pemeriksaan abdomen dan rektal
serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara periodik. Foto
abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari keungkinan adanya penyulit lain.
Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan
c. Rehidrasi
Untuk mencapai apendiks ada tiga cara yang secara teknik operatif mempunyai
a. Insisi menurut Mc. Burney (grid incision atau muscle splitting incision). Sayatan
dilakukan pada haris yang tegak lrus pada garis yang menghubungkan spina iliaka
anterior superior (SIAS) dengan umbilikus pada batas sepertiga lateral (titik Mc.
Burney). Sayatan ini mengenai kutis, subkutis dan fasia. Otot-otot dinding perut dibelah
secara tumpul menurut arah serabutnya setelah itu akan tampak peritoneum perietal
(mengkilat dan berwarna buru keabu-abuan) yang disayat secukupnya untuk meluksasi
sekum. Sekum dikenal dari ukurannya yang besar, mengkilat, lebih kelabu/ putih,
mempunyai haustrae dan taenia kolo, sedangkan ileum lebih kecil, lebih merah dan
tidak mempunyai haustrae atau taenia koli. Basis apendiks dicarai pada pertemuan
Teknik inilah yang paling sering dikerakan karena keuntungannya tidak terjadi benjulan
dan tidak mungkin terjadi herniasi, trauma operasi minimum pada alat-alat tubuh, dan
masa istirahat pasca bedah yang lebih pendek karena penyembuhan lebih cepat.
Kerugiannya adalah lapangan operasi yang terbatas, sulit diperluas, dan waktu operasi
lebih lama. Lapangan operasi dapat diperluas dengan memotong otot secara tajam.
b. Insisi menurut Roux (muscle cutting incision). Lokasi dan arah sayatans ama dengan
lapangan panda operasi lebih luas, mudah diperluas, sederhana dan mudah.
Sedangkan kerugiannya adalh diagnosis yang harus tepat sehingga lokasi dapt
dipastikan, lebih banyak memotong saraf dan pembuluh darah sehingga perdarahan
menjadi lebih banyak, masa istirahat pasca bedah lebih lama karena adanya benjolan
c. Insisi pararektal. Dilakukan sayatan pada garis batas lateral m. Rektus abdominis
ini dapat dipakai pada kasus-kasus apendiks yang belum pasti dan kalau perlu sayatan
dapat diperpanjang dengan mudah. Sedangkan kerugiannya, sayatan ini secara tidak
pembuluh darah lebih besar dan untuk menutup luka operasi diperlukan jahitan
penunjang.
3. Pasca Operasi
dalam, syok, hipertermia, atau gangguan pernapasan. Angkat sonde lambung bila pasien
telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien dalam
posisi Fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu
pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau
Kemudian berikan minum mulai 15 ml/ jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/
jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan makanan
lunak.
Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30
menit. Pada hari kedua apsien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Pada hari ketujuh
Bila tidak ada fasilitas bedah, berikan penatalaksanaan seperti dalam peritonitis akut.
Dengan demikian, gejala apendisitis akut akan mereda, dan kemungkinan terjadinya
Komplikasi
Apendisitis adalah penyakit yang jarang mereda dengan spontan, tetapi penyakit ini
tidak dapat diramalkan dan mempunyai kecenderungan mejadi progresif dan mengalami
perforasi.
kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus,
demam, malaise, dan leukositosis semakin jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau
pembentukan abses telah terjadi sejak pasien pertama kali datang, diagnosis dapat ditegakkan
dengan pasti.
Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan adalah operasi untuk
menutup asal perforasi. Sedangkan tindakan lain sebgai penunjang: tirah baring dalam posisi
Fowler medium (setengah duduk), pemasangan NGT, puasa, koreksi cairan dan elektrolit,
antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur, transfusi untuk mengatasi anemia, dan penanganan
Bila terbentuk abses apendiks akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang
cenderung menggelembung ke arah rektum atau vagina. Terapi dini dapat diberikan
kombinasi antibiotik. Dengan sediaan ini abses akan segera menghilang dan apendiktomi
dapat dilakukan 6-12 minggu kemudian. Pada abses yang tetap progresif harus segera
Tromboflebitis supuratif dari sistem portal jarang terjadi tetapi merupakan komplikasi
yang letal. Hal ini harus kita curigai bila ditemukan demam sepsis, menggigil, hepatomegali,
dan ikterus setelah terjadi perforasi apendiks. Pada keadaan ini diindikasikan pemberian
APENDISITIS PERFORATA
Adanya fekalit di dalam lumen, umur (orang tua atau anak kecil), dan keterlambatan
Dilaporkan insiden perforasi 60% pada penderita di atas usia 60 tahun. Faktor yang
mempengaruhi tingginya insiden perforasi pada orang tua adalah gejalanya yang samar,
keterlambatan berobat, adanya perubahan anatomi apendiks berupa penyempitan lumen dan
arterioskerosis. Insiden tinggi pada anak disebabkan oleh dinding apendiks yang masih tipis,
anak kurang komunikatif sehingga memperpanjang waktu diagnosis dan proses pendinginan
kurang sempurna akibat perforasi yang berlangsung cepat dan omentum anak belum
berkembang.
demam tinggi, nyeri makin hebat yang meliputi seluruh perut dan perut menjadi tegang dan
kembung. Nyeri tekan dan defens muskuler di seluruh perut, mungkin dengan punctum
maksimum di regio iliaka kanan, peristalsis usus menurun sampai menghilang karena ileus
paralitik. Abses rongga peritonium bisa terjadi bilamana pus yang menyebar bisa dilokalisasi
di suatu tempat, paling sering di rongga pelvis dan subdiafragma. Adanya massa
membantu mendeteksi adanya kantong nanah. Abses subdiafragma harus dibedakan dengan
abses hati, pneumonia basal atau efusi pleura. Ultrasonografi dan foto rontgen dada akan
membantu membedakannya.
Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram
negatif dan positif serta kuman anaerob dan pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan
sebelum pembedahan. Perlu dilakukan laparotomi dengan insisi yang panjang, supaya dapat
dilakukan pencucian rongga peritoneum dari pus maupun pengeluaran fibrin yang adekuat
secara mudah, begitu pula pembersihan kantong nanah. Akhir-akhir ini mulai banyak
abdomen bisa dibilas dengan mudah. Dilaporkan hasilnya tidak berbeda dibanding dengan
laparotomi terbuka, tetapi keuntungannya lama rawat lebih pendek dan secara kosmetik lebih
baik. Karena ada kemungkinan terjadi infeksi luka operasi, perlu dianjurkan pemasangan
penyalir subfasia, kulit dibiarkan terbuka untuk kemudian dijahit bila sudah dipastikan tidak
ada infeksi. Pada anak tidak usah dipasang penyalir intraperitonial karena justru
PERITONITIS
Definisi
dan meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis / kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada
melingkupi kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnyah. Peritonitis sering
disebabkan oleh infeksi peradangan lingkungan sekitarnyah melalui perforasi usus seperti
rupture appendiks atau divertikulum karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang
steril. Selain itu juga dapat diakibatkan oleh materi kimia yang irritan seperti asam lambung
dari perforasi ulkus atau empedu dari perforasi kantung empeduatau laserasi hepar. Pada
wanita sangat dimungkinkan peritonitis terlokalisasi pada rongga pelvis dari infeksi tuba
falopi atau rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak tertangani dapat berakibat
fatal.
Etiologi
Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)
dan peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena ninfeksi intra abdomen,tetapi biasanya
terjadi pada pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehinggan
menjadi translokasi bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang
terjadi penyebaran hematogen jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik.
Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan
abses. Ini terjadi karena ikatan opsonisasi yang rendah antar molekul komponen asites
pathogen yang paling sering menyebabkan infeksi adalah bakteri gram negative E. Coli 40%,
Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas, Proteus dan gram lainnya 20% dan bakteri
gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis Streptococcus lain 15%, dan
golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan infeksi campur bakteri.
Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau nekrosis
(infeksi transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama
disebabkan bakteri gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier
sekunder yang adekuat, bukan berasal dari kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier
biasanya timbul abses atau flagmon dengan atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat
peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi terjadi karena iritasi bahan-bahan kimia,
misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain atau prses inflamasi transmural
Patofisiologi
Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-
kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat
menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat
kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi
cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya
meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut
meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta
oedem seluruh organ intra peritoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan
lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekana intra abdomen, membuat usaha pernapasan
Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum,
aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan
meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok,
gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus
yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan
obstruksi usus.
Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena
adanya gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai
usaha untuk mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus
yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus
stangulasi obstruksi disertai terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan
berakhir dengan nekrosis atau ganggren dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena
Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S.
Typhi yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian
kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai
jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini
komplikasi perdarahan dan perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus
biasanya terjadi pada penderita yang demam selama kurang lebih 2 minggu yang disertai
nyeri kepala, batuk dan malaise yang disusul oleh nyeri perut, nyeri tekan, defans muskuler,
lambung dan duodenum bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang
mengalami perforasi ini tampak kesakitan hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul
mendadak terutama dirasakan di daerah epigastrium karena rangsangan peritonium oleh asam
lambung, empedu dan atau enzim pankreas. Kemudian menyebar keseluruh perut
menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum ada infeksi bakteria, kadang
fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu menunjukkan rangsangan
peritoneum berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan mengurangi
oleh hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma.
bendungan,makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa,
dan obstruksi vena sehingga udem bertambah kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi
infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis atau ganggren dinding apendiks
sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan peritonitis baik lokal maupun
general.
Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen
dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga
intra peritonial. Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga
tersebut, mulai dari gaster yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses.
Rangsangan kimia onsetnya paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi
trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah seperti kolon,
berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena perangsangan
peritoneum.
Klasifikasi
Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan
Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau
tractus urinarius. Pada umumnya organismE tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis
yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini.
Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu
peritoneal.
o Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh bahan
Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu,
Aseptik/steril peritonitis
Granulomatous peritonitis
Hiperlipidemik peritonitis
Talkum peritonitis
Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau
pasien yang sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi.
Nyeri abdomen yang hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai
sumber infeksi. Dinding perut akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita
secara tidak sadar untuk menghindari palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi
peritoneum. Pada wanita dilakukan pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri
akibat pelvic inflammatoru disease. Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu
pada penderita dalam keadaan imunosupresi (misalnya diabetes berat, penggunaan steroid,
cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau penggunaan analgesic), penderita dnegan
Pemeriksaan Penunjang
1. Test Laboratorium :
Leukositosis
Hematokrit meningkat
Asidosis metabolik
2. X-Ray
Penatalaksanaan
1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan kegagalan
sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena untuk mengganti elektrolit
dan kehilangan protein. Biasanya selang usus dimasukkan melalui hidung ke dalam usus
2. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan dapat
diupayakan.
perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase terhadap
abses.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari skenario di modul 1 blok 20 ini dan setelah menjalani proses diskusi, kami
dapat menyimpulkan bahwa Apendisitis, Perforasi dan Peritonitis bisa menjadi status
gawat darurat di bidang Bedah karena dapat menyebabkan komplikasi yang cukup berat
jika tidak ditangani secara cepat sehingga perlu diketahui semua penyebab yang dapat
B. Saran
termotivasi untuk mendalami materi yang kami ulas, sehingga nantinya saat diklinik atau
kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi diskusi kelompok, penulisan tugas tertulis
dan sebagainya, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen dan rekan-
Lawrence W., Surgical Diagnosis and Treatment, 10th edition, McGraw-Hill, 1994, p.610-
614
Sjamsuhidayat R., wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi 2, EGC, 2005, hal. 639-645.