Anda di halaman 1dari 12

Nama : Uswatun Hasanah

Kelas : 2B Adm.Bisnis
Nim : 218120069

1. Jelaskan dan uraikan tata cara pelaksanaan


a. Thaharah
b. Wudhu
c. Tayamum
Jawaban :
a) Tata cara pelaksanaan thoharo
Berikut kita akan melihat tata cara mandi yang disunnahkan. Apabila hal ini dilakukan,
maka akan membuat mandi tadi lebih sempurna. Yang menjadi dalil dari bahasan ini
adalah dua dalil yaitu hadits dari ‘Aisyah dan hadits dari Maimunah.

Hadits pertama:

‫س َل‬َ َ‫ى – صلى هللا عليه وسلم – َكانَ إِذَا ا ْغت‬ َّ ِ‫ى – صلى هللا عليه وسلم – أ َ َّن النَّب‬ ِّ ِ ِ‫شةَ زَ ْوجِ النَّب‬ َ ‫ع ْن‬
َ ِ ‫ع ائ‬ َ
ِّ
‫ فَيُ َخ ِل ُل بِ َها‬، ‫اء‬ ْ
ِ ‫صابِعَهُ فِى ال َم‬ َ ُ
َ ‫ ث َّم يُد ِْخ ُل أ‬، ِ‫صالَة‬ ُ ُ ُ
َّ ‫ ث َّم يَت ََوضَّأ َك َما يَت ََوضَّأ ِلل‬، ‫س َل يَد َ ْي ِه‬ َ َ‫ِمنَ ْال َجنَابَ ِة بَدَأ فَغ‬
َ
‫يض ْال َما َء َعلَى ِج ْل ِد ِه ُك ِلِّ ِه‬
ُ ‫ ث ُ َّم يُ ِف‬، ‫غ َرفٍ بِيَد َ ْي ِه‬
ُ ‫ث‬َ َ‫صبُّ َعلَى َرأْ ِس ِه ثَال‬ ُ َ‫ش َع ِر ِه ث ُ َّم ي‬َ ‫صو َل‬ ُ ُ‫أ‬

Dari ‘Aisyah, isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa jika


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi junub, beliau memulainya dengan
mencuci kedua telapak tangannya. Kemudian beliau berwudhu sebagaimana
wudhu untuk shalat. Lalu beliau memasukkan jari-jarinya ke dalam air, lalu
menggosokkannya ke kulit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke atas
kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali,
kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya.” (HR. Bukhari no. 248
dan Muslim no. 316)

Hadits kedua:

َ ‫ فَأ َ ْف َر‬، ‫َّللاِ – صلى هللا عليه وسلم – َما ًء يَ ْغت َ ِس ُل ِب ِه‬
‫غ‬ َّ ‫سو ِل‬ ُ ‫ض ْعتُ ِل َر‬ َ ‫ت َم ْي ُمونَةُ َو‬ ْ َ‫َّاس قَا َل قَال‬ ٍ ‫عب‬َ ‫ع ِن اب ِْن‬ َ
ََ‫ ث ُ َّم دَلك‬، ُ ‫يره‬ َ ‫س َل َمذَا ِك‬ َ
َ َ‫ فَغ‬، ‫غ بِيَ ِمينِ ِه َعلى ِش َما ِل ِه‬ ْ َ ُ ً َ َ
َ ‫ ث َّم أف َر‬، ‫سل ُه َما َم َّرتَي ِْن َم َّرتَي ِْن أ ْو ثالَثا‬ َ َ َ‫ فَغ‬، ‫علَى يَدَ ْي ِه‬ َ
‫ع ل َى‬َ َ
‫غ‬ ‫ر‬ ْ
‫ف‬
َ ََّ ‫أ‬ ‫م‬ُ ‫ث‬ ، ‫ا‬ً ‫ث‬َ ‫ال‬َ ‫ث‬ ُ ‫ه‬ ‫س‬ ْ ‫أ‬ ‫ر‬
َ َ َ َّ‫ل‬
َ ‫س‬ َ
‫غ‬ ‫م‬ُ ‫ث‬ ‫ه‬
ِ ‫ي‬
ْ َ ‫د‬ ‫ي‬ ‫و‬ ُ ‫ه‬ ‫ه‬ ‫ج‬
ْ
َ َ َ َ َ َّ ‫و‬ ‫ل‬
َ ‫س‬ َ
‫غ‬ ‫م‬ ُ ‫ث‬ ، َ‫َق‬ ‫ش‬ ‫ن‬ْ َ ‫ت‬ ‫س‬
ْ ‫ا‬ ‫و‬ ‫ض‬ ‫م‬
َ َ َ َ َّ‫ض‬ْ ‫م‬ ‫م‬ ُ ‫ث‬ ، ‫ض‬ِ ‫ر‬
ْ َ ‫األ‬ ِ ُ َ‫ي‬
‫ب‬ ‫ه‬َ ‫د‬
‫س َل قَد َ َم ْي ِه‬ َ َ‫ام ِه فَغ‬ ُ
ِ َ‫ ث َّم تَنَ َّحى ِم ْن َمق‬، ‫س ِد ِه‬ َ ‫َج‬

Dari Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Maimunah mengatakan, “Aku pernah


menyediakan air mandi untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu
beliau menuangkan air pada kedua tangannya dan mencuci keduanya dua
kali-dua kali atau tiga kali. Lalu dengan tangan kanannya beliau menuangkan
air pada telapak tangan kirinya, kemudian beliau mencuci kemaluannya.
Setelah itu beliau menggosokkan tangannya ke tanah. Kemudian beliau
berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung. Lalu beliau
membasuh muka dan kedua tangannya. Kemudian beliau membasuh
kepalanya tiga kali dan mengguyur seluruh badannya. Setelah itu beliau
bergeser dari posisi semula lalu mencuci kedua telapak kakinya (di tempat
yang berbeda).” (HR. Bukhari no. 265 dan Muslim no. 317)

Dari dua hadits di atas, kita dapat merinci tata cara mandi yang disunnahkan
sebagai berikut.
Pertama: Mencuci tangan terlebih dahulu sebanyak tiga kali sebelum tangan
tersebut dimasukkan dalam bejana atau sebelum mandi.

Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah mengatakan, “Boleh jadi tujuan untuk


mencuci tangan terlebih dahulu di sini adalah untuk membersihkan tangan
dari kotoran … Juga boleh jadi tujuannya adalah karena mandi tersebut
dilakukan setelah bangun tidur.”[3]

Kedua: Membersihkan kemaluan dan kotoran yang ada dengan tangan kiri.

Ketiga: Mencuci tangan setelah membersihkan kemaluan dengan


menggosokkan ke tanah atau dengan menggunakan sabun.

An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Disunnahkan bagi orang yang


beristinja’ (membersihkan kotoran) dengan air, ketika selesai, hendaklah ia
mencuci tangannya dengan debu atau semacam sabun, atau hendaklah ia
menggosokkan tangannya ke tanah atau tembok untuk menghilangkan
kotoran yang ada.”[4]

Keempat: Berwudhu dengan wudhu yang sempurna seperti ketika hendak


shalat.

Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Adapun mendahulukan mencuci


anggota wudhu ketika mandi itu tidaklah wajib. Cukup dengan seseorang
mengguyur badan ke seluruh badan tanpa didahului dengan berwudhu, maka
itu sudah disebut mandi (al ghuslu).”[5]

Untuk kaki ketika berwudhu, kapankah dicuci?

Jika kita melihat dari hadits Maimunah di atas, dicontohkan oleh


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau membasuh anggota
wudhunya dulu sampai membasuh kepala, lalu mengguyur air ke seluruh
tubuh, sedangkan kaki dicuci terakhir. Namun hadits ‘Aisyah menerangkan
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu secara sempurna
(sampai mencuci kaki), setelah itu beliau mengguyur air ke seluruh tubuh.

Dari dua hadits tersebut, para ulama akhirnya berselisih pendapat kapankah
kaki itu dicuci. Yang tepat tentang masalah ini, dua cara yang disebut dalam
hadits ‘Aisyah dan Maimunah bisa sama-sama digunakan. Yaitu kita bisa
saja mandi dengan berwudhu secara sempurna terlebih dahulu, setelah itu
kita mengguyur air ke seluruh tubuh, sebagaimana disebutkan dalam riwayat
‘Aisyah. Atau boleh jadi kita gunakan cara mandi dengan mulai berkumur-
kumur, memasukkan air dalam hidup, mencuci wajah, mencuci kedua
tangan, mencuci kepala, lalu mengguyur air ke seluruh tubuh, kemudian kaki
dicuci terakhir.

Syaikh Abu Malik hafizhohullah mengatakan, “Tata cara mandi (apakah


dengan cara yang disebut dalam hadits ‘Aisyah dan Maimunah) itu sama-
sama boleh digunakan, dalam masalah ini ada kelapangan.”[6]
Kelima: Mengguyur air pada kepala sebanyak tiga kali hingga sampai ke
pangkal rambut.

Keenam: Memulai mencuci kepala bagian kanan, lalu kepala bagian kiri.

Ketujuh: Menyela-nyela rambut.

Dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha disebutkan,

َّ ‫ضأ َ ُوضُو َءهُ ِلل‬


ِ‫صالَة‬ َّ ‫ َوت ََو‬، ‫س َل يَدَ ْي ِه‬ َ ‫س َل ِمنَ ْال َجنَا َب ِة‬
َ ‫غ‬ َ َ ‫َّللاِ – صلى هللا عليه وسلم – إِذَا ا ْغت‬ َّ ‫سو ُل‬ُ ‫َكانَ َر‬
،‫ت‬ ٍ ‫ث َم َّرا‬ ْ
َ َ‫علَ ْي ِه ال َما َء ثَال‬ َ َ
َ َ‫ أف‬، ُ ‫ظ َّن أ ْن قَدْ أ ْر َوى بَش ََرتَه‬
َ ‫اض‬ َ َ ‫ َحتَّى إِذَا‬، ُ ‫شعَ َره‬ ِّ ُ
َ ‫ ث َّم يُ َخ ِل ُل بِيَ ِد ِه‬، ‫س َل‬َ َ ‫ث ُ َّم ا ْغت‬
‫س ِد ِه‬ َ ‫سائِ َر َج‬
َ ‫س َل‬ َ ‫غ‬ َ ‫ث ُ َّم‬

“Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mandi junub, beliau mencuci


tangannya dan berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Kemudian
beliau mandi dengan menggosok-gosokkan tangannya ke rambut kepalanya
hingga bila telah yakin merata mengenai dasar kulit kepalanya, beliau
mengguyurkan air ke atasnya tiga kali. Lalu beliau membasuh badan
lainnya.” (HR. Bukhari no. 272)

Juga ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,

َ ‫ ث ُ َّم ت َأ ْ ُخذ ُ بِيَ ِدهَا‬، ‫ت بِيَد َ ْي َها ثَالَثًا فَ ْوقَ َرأْ ِس َها‬
، ‫علَى ِش ِقِّ َها األ َ ْي َم ِن‬ ْ َ ‫ أ َ َخذ‬، ٌ‫ت إِحْ دَانَا َجنَا َبة‬ َ َ ‫ُكنَّا ِإذَا أ‬
ْ َ ‫ص اب‬
َ َ ‫َوبِيَ ِدهَا األ ُ ْخ َرى‬
َ ‫علَى ِش ِقِّ َها األ ْي‬
‫س ِر‬

“Jika salah seorang dari kami mengalami junub, maka ia mengambil air
dengan kedua tangannya dan disiramkan ke atas kepala, lalu mengambil air
dengan tangannya dan disiramkan ke bagian tubuh sebelah kanan, lalu
kembali mengambil air dengan tangannya yang lain dan menyiramkannya ke
bagian tubuh sebelah kiri.” (HR. Bukhari no. 277)

Kedelapan: Mengguyur air pada seluruh badan dimulai dari sisi yang kanan
setelah itu yang kiri.

Dalilnya adalah hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

‫ور ِه َوفِى شَأْنِ ِه ُك ِلِّ ِه‬ ُ ‫ى – صلى هللا عليه وسلم – يُ ْع ِجبُهُ التَّيَ ُّم ُن فِى تَنَعُّ ِل ِه َوت ََر ُّج ِل ِه َو‬
ِ ‫ط ُه‬ ُّ ِ‫َكانَ النَّب‬

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mendahulukan yang kanan ketika


memakai sendal, ketika bersisir, ketika bersuci dan dalam setiap perkara
(yang baik-baik).” (HR. Bukhari no. 168 dan Muslim no. 268)

air ke seluruh tubuh di sini cukup sekali saja sebagaimana zhohir (tekstual)
hadits yang membicarakan tentang mandi. Inilah salah satu pendapat dari
madzhab Imam Ahmad dan dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah

Para ulama mengatakan bahwa di antara fungsi niat adalah untuk


membedakan manakah yang menjadi kebiasaan dan manakah ibadah. Dalam
hal mandi tentu saja mesti dibedakan dengan mandi biasa. Pembedanya
adalah niat. Dalam hadits dari ‘Umar bin Al Khattab, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

ِ ‫إِنَّ َما األ َ ْع َما ُل بِالنِِّيَّا‬


‫ت‬

“Sesungguhnya setiap amalan tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari no. 1


dan Muslim no. 1907)

b) Tata cara Mandi

Hakikat mandi adalah mengguyur seluruh badan dengan air, yaitu mengenai
rambut dan kulit.

Inilah yang diterangkan dalam banyak hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam. Di antaranya adalah hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha yang
menceritakan tata cara mandi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

َ ‫يض ْال َما َء َعلَى َج‬


‫س ِد ِه ُك ِلِّ ِه‬ ُ ‫ث ُ َّم يُ ِف‬

“Kemudian beliau mengguyur air pada seluruh badannya.” (HR. An Nasa-i


no. 247. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Penguatan makna dalam hadits ini


menunjukkan bahwa ketika mandi beliau mengguyur air ke seluruh
tubuh.”[1]

Dari Jubair bin Muth’im berkata, “Kami saling memperbincangkan tentang


mandi janabah di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau
bersabda,

‫سدِى‬
َ ‫سائِ ِر َج‬ ُ ‫علَى َرأْ ِسى ث ُ َّم أُفِي‬
َ ‫ضهُ بَ ْعد ُ َعلَى‬ ُ َ ‫أ َ َّما أَنَا فَآ ُخذ ُ ِم ْل َء َك ِفِّى ثَالَثا ً فَأ‬
َ ُّ‫صب‬

“Saya mengambil dua telapak tangan, tiga kali lalu saya siramkan pada
kepalaku, kemudian saya tuangkan setelahnya pada semua tubuhku.” (HR.
Ahmad 4/81. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits
ini shahih sesuai syarat Bukhari Muslim)

Dalil yang menunjukkan bahwa hanya mengguyur seluruh badan dengan air
itu merupakan rukun (fardhu) mandi dan bukan selainnya adalah hadits yang
diriwayatkan oleh Ummu Salamah. Ia mengatakan,

‫يك أ َ ْن تَحْ ثِى‬ ُ ُ‫ض ْف َر َرأْ ِسى فَأ َ ْنق‬


ِ ‫ضهُ ِلغُ ْس ِل ْال َجنَابَ ِة قَا َل « الَ إِنَّ َما يَ ْك ِف‬ َ ُّ ‫شد‬ُ َ ‫َّللا ِ إِنِِّى ا ْم َرأَة ٌ أ‬
َّ ‫سو َل‬ ُ ‫قُ ْلتُ يَا َر‬
ْ ْ َ
.» َ‫يضينَ َعلي ِْك ال َما َء فَت َط ُه ِرين‬ ُ
ِ ‫ت ث َّم ت ِف‬ُ َ
ٍ ‫ث َحثيَا‬ َ َ‫علَى َرأْ ِس ِك ثال‬
َ َ

“Saya berkata, wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang mengepang


rambut kepalaku, apakah aku harus membuka kepangku ketika mandi
junub?” Beliau bersabda, “Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu mengguyur
air pada kepalamu tiga kali, kemudian guyurlah yang lainnya dengan air,
maka kamu telah suci.” (HR. Muslim no. 330)
Dengan seseorang memenuhi rukun mandi ini, maka mandinya dianggap sah,
asalkan disertai niat untuk mandi wajib (al ghuslu). Jadi seseorang yang
mandi di pancuran atau shower dan air mengenai seluruh tubuhnya, maka
mandinya sudah dianggap sah.

Adapun berkumur-kumur (madhmadhoh), memasukkan air dalam hidung (istinsyaq)


dan menggosok-gosok badan (ad dalk) adalah perkara yang disunnahkan menurut
mayoritas ulama
c) Adapun niat dan tata cara tayamum yang benar adalah sebagai berikut:
1. Siapkan tanah berdebu atau debu yang bersih.
2. Dengan menghadap kiblat, ucapkan basmalah lalu letakkan kedua telapak tangan
pada debu dengan posisi jari-jari tangan dirapatkan.
3. Lalu usapkan kedua telapak tangan pada seluruh wajah disertai dengan niat dalam
hati, salah satunya dengan bacaan niat tayamum berikut:
NAWAITUT TAYAMMUMA LISSTIBAAHATISH SHALAATI FARDLOL
LILLAAHI TA’AALAA
Artinya: Aku niat melakukan tayamum agar dapat mengerjakan shalat, fardlu
karena Allah ta ‘ala.
Berbeda dengan wudhu, dalam tayamum tidak disyaratkan untuk mengusapkan debu
pada bagian-bagian yang ada di bawah rambut atau bulu wajah, baik yang tipis
maupun yang tebal. Yang dianjurkan adalah berusaha meratakan debu pada seluruh
bagian wajah.
4. Letakkan kembali telapak tangan pada debu. Kali ini jari-jari direnggangkan serta
cincin yang ada pada jari (jika ada) dilepaskan sementara.
5. Kemudian tempelkan telapak tangan kiri pada punggung tangan kanan, sekiranya
ujung-ujung jari dari salah satu tangan tidak melebihi ujung jari telunjuk dari tangan
yang lain.
6. Dari situ usapkan telapak tangan kiri ke punggung lengan kanan sampai ke bagian
siku. Lalu, balikkan telapak tangan kiri tersebut ke bagian dalam lengan kanan,
kemudian usapkan hingga ke bagian pergelangan.
7. Sekarang, usapkan bagian dalam jempol kiri ke bagian punggung jempol kanan.
Selanjutnya, lakukan hal yang sama pada tangan kiri.
8. Terakhir, pertemukan kedua telapak tangan dan usap-usapkan di antara jari-
jarinya.
d) 3 dari 3 halaman
Bacaan doa tayamum
Seperti halnya setelah wudhu, kita sebaiknya juga membaca doa tayamum. Berikut
adalah bacaan doa tayamum:
Asyhadu Allaa Ilaaha Illalloohu Wandahuu Laa. Syariika Lahu Wa Asyhadu Anna
Muhammadan 'Abduhuuwa Rosuuluhuu, Alloohummaj'alnii Minat Tawwaabiina
Waj'alnii Minal Mutathohhiriina.
Artinya: Aku mengaku bahwa tidak ada Tuhan selain Allah Yang Maha Esa, tidak
ada sekutu bagi-Nya, dan aku mengaku bahwa Nabi Muhammad itu adalah hamba
dan Utusan Allah. Ya Allah, jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang
bertaubat dan jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang bersuci (sholeh).
Hal-hal yang membatalkan tayamum
Hal-hal yang membatalkan tayamum adalah sama dengan hal-hal yang membatalkan
wudhu. Jika seseorang sudah bersuci dengan cara tayamum yang benar, lalu dia
hadats, maka batal tayamumnya.
Begitu pula pada saat dia melihat air sebelum masuknya waktu shalat, maka
tayamumnya batal. Disamping itu, murtad adalah salah satu dari perbuatan yang bisa
membatalkan tayamum.
Cara tayamum di mobil
Bersuci dengan cara tayamum untuk menjalankan ibadah bisa dilakukan di mana
saja sepanjang tidak bisa menemukan air untuk berwudhu. Namun, jika memang
sudah mencarinya dan tidak menemukan air, maka boleh bersuci dengan cara
tayamum di mobil.
Cara tayamum di mobil sama saja dengan cara tayamum biasa. Yang terpenting, di
permukaan mobil terdapat debu yang bisa dipakai bersuci dengan cara tayamum
yang benar.

2. Jelaskan dan uraikan tata cara sholat nabi SAW sesuai dengan tuntunan yang soheh.
Jawaban :
Cara melakukan shalat adalah sebagai berikut:
1. Berniat untuk shalat (rukun shalat)
Niat adalah maksud hati untuk melakukan sesuatu. Shalat tidaklah sah tanpa niat, dan shalat
tidaklah diterima jika niat shalat bukan karena Allah. Nabi shallallahu’alaihi wasallam
bersabda: “Setiap amal tergantung pada niatnya” (HR. Bukhari-Muslim). Para ulama sepakat
niat adalah amalan hati, sehingga niat tidak perlu diucapkan. Ketika hati sudah beritikad
untuk melakukan shalat, itu sudah niat yang sah. Nabi shallallahu’alaihi wasallam juga tidak
pernah mengajarkan lafal tertentu untuk niat shalat.
2. Berdiri tegak menghadap kiblat (rukun shalat).
Berdiri ketika shalat wajib, termasuk rukun shalat. Diantara dalilnya adalah sabda Nabi
shallallahu’alaihi wasallam : “Shalatlah dengan berdiri, jika tidak mampu maka duduk, jika
tidak mampu maka sambil berbaring” (HR. Bukhari). Hadits ini juga menunjukkan boleh
shalat dalam keadaan duduk jika tidak mampu berdiri, atau berbaring jika tidak mampu
duduk. Wajib menghadap ke arah kiblat ketika berdiri, kecuali shalat di atas kendaraan. Bagi
penduduk Makkah, wajib menghadap ke arah ka’bah. Adapun bagi penduduk luar Makkah,
cukup mengarah ke arah kota Makkah tidak harus pas ke ka’bah. Pandangan mata ketika
berdiri, lebih utama memandang ke arah tempat sujud. Boleh memandang ke depan atau ke
bawah, dan terlarang keras memandang ke atas atau ke samping tanpa ada kebutuhan.

3. Melakukan takbiratul ihram (rukun shalat).


Caranya dengan mengangkat kedua tangan sambil mengucapkan “Allahu akbar” dengan
suara yang minimal dapat didengar diri sendiri. Tidak sah shalat tanpa Takbiratul ihram. Nabi
shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Jika engkau hendak shalat, ambilah wudhu lalu
menghadap kiblat dan bertakbirlah” (HR. Bukhari-Muslim). Tangan diangkat sampai setinggi
pundak (sebagaimana hadits riwayat Ahmad (shahih)) atau pangkal telinga (sebagaimana
hadits riwayat Muslim.
4. Bersedekap
Setelah takbiratul ihram, tangan bersedekap. Hukumnya sunnah. Caranya yaitu dengan
meletakkan tangan kanan berada di atas tangan kiri. Sahl bin Sa’ad berkata: “Dahulu orang-
orang diperintahkan untuk meletakkan tangan kanan di atas lengan kirinya ketika shalat”
(HR. Al Bukhari). Ada dua bentuk bersedekap yang boleh dipilih:
1. al wadh’u (meletakkan kanan di atas kiri tanpa melingkari atau menggenggam). Letak
tangan kanan ada di tiga tempat: di punggung tangan kiri, di pergelangan tangan kiri dan di
lengan bawah dari tangan kiri. Dalilnya, hadits dari Wa’il bin Hujr tentang sifat shalat Nabi,
“..setelah itu beliau meletakkan tangan kanannya di atas punggung tangan kiri, atau di atas
pergelangan tangan atau di atas lengan” (HR. Abu Daud, shahih).
2. al qabdhu (jari-jari tangan kanan melingkari atau menggenggam tangan kiri). Dalilnya,
hadits dari Wa’il bin Hujr: “Aku Melihat Nabi shallallahu’alaihi wasallam berdiri dalam
shalat beliau melingkari tangan kirinya dengan tangan kanannya” (HR. An Nasa-i, shahih).
Adapun mengenai letak sedekap, tidak terdapat hadits yang shahih dari Nabi
shallallahu’alaihi wasallam mengenai hal ini. Sehingga perkaranya longgar, boleh di dada,
boleh di perut atau juga di bawah perut, semua ini ada contohnya dari salafus shalih.
5. Membaca doa istiftah
Hukum membacanya adalah sunnah. Ada beberapa macam jenis doa istiftah yang dibaca oleh
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dan sahabatnya, berdasarkan riwayat-riwayat yang
shahih. Diantaranya adalah doa: “Allahumma baa’id bayni wa bayna khothooyaaya, kamaa
ba’adta bayna masyriqi wal maghrib. Allahumma naqqinii khothooyaaya kamaa yunaqqots
tsaubul abyadhu minad danas, Allahummaghsil khothooyaaya bil maa-i wats tsalji wal barod”
(HR.Bukhari-Muslim).
6. Membaca ta’awudz lalu basmalah
Setelah membaca istiftah, lalu membaca ta’awudz. Hukumnya sunnah. Ada beberapa bacaan
ta’awudz yang shahih, diantaranya: “a’uudzubillaahi minas syaithaanir rajiim” (HR. Ibnu Abi
Syaibah dalam Al Mushannaf) atau “a’uudzubillaahis samii’il ‘aliimi minas syaithaanir
rajiim” (HR. Abdurrazaq dalam Al Mushannaf). Ta’awudz dibaca secara sirr (lirih). Para
ulama berbeda pendapat apakah basmalah dibaca secara jahr (keras) atau sirr (lirih). Yang
rajih, lebih afdhal membacanya secara sirr (lirih), namun boleh sesekali membaca secara jahr
karena riwayat dari Abu Hurairah yang menyatakan bahwa beliau mengeraskan basmalah.
7. Membaca Al Fatihah (rukun shalat)
Setelah membaca ta’awudz, lalu membaca surat Al Fatihah. Tidak sah shalat tanpa membaca
Al Fatihah. Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “tidak ada shalat bagi orang yang
tidak membaca Faatihatul Kitaab” (HR. Bukhari-Muslim). Namun berbeda lagi bagi
makmum, para ulama berbeda pendapat apakah makmum ikut membaca Al Fatihah ataukah
diam mendengarkan bacaan imam. Yang rajih, jika makmum mendengar imam sedang
membaca (secara jahr), maka ia wajib mendengarkan dan diam. Makmum tidak membaca Al
Fatihah ataupun bacaan lain. Jika makmum tidak mendengarkan imam membaca (karena
dibaca secara sirr), maka ia wajib membaca Al Fatihah. Inilah pendapat jumhur ulama.
Setelah membaca Al Fatihah, disunnahkan mengucapkan “aamiin” dengan jahr (keras).
“aamiin” artinya “ya Allah kabulkanlah”.
8. Membaca surat dari Al Qur’an
Kemudian disunnahkan membaca surat dari Al Qur’an (selain Al Fatihah) yang dihafal,
dengan jahr (keras) di shalat jahriyyah (maghrib, isya’, dan subuh).
9. Rukuk
Dengan mengucapkan “Allahu Akbar” sambil mengangkat kedua tangan, sama seperti cara
takbiratul ihram, kemudian membungkukkan badan sehingga punggung dan kepala dalam
keadaan lurus, telapak tangan menggenggam lutut dengan jari-jari direnggangkan. Dari Abu
Humaid As Sa’idi mengatakan: “Nabi shallallahu’alaihi wasallam jika rukuk, beliau
meletakkan kedua tangannya pada lututnya, dan meluruskan punggungnya” (HR. Al
Bukhari). Ketika rukuk membaca doa: “subhaana rabbiyal ‘azhiim” (HR. Al Bukhari)
sebanyak 3x atau lebih.
10. I’tidal (bangun dari rukuk)
Bangun dari rukuk hingga berdiri tegak sambil mengucapkan: “sami’allahu liman hamidah”,
bagi imam atau orang yang shalat sendiri. Bagi makmum membaca: “rabbanaa walakal
hamdu”. Sambil mengangkat kedua tangan seperti cara mengangkat tangan ketika takbir.
11. Melakukan sujud pertama
Dari kondisi berdiri setelah i’tidal, turun untuk bersujud sambil mengucapkan “Allahu
Akbar”. Para ulama berbeda pendapat apakah lebih dahulu tangan ataukah lutut ketika turun.
Yang rajih, wallahu a’lam, sebagaimana riwayat dari Ibnu Umar: “bahwasanya ia turun sujud
dengan kedua tangannya sebelum lututnya” (HR. Al Bukhari secara mu’allaq, Abu Daud).
Cara sujud adalah dengan menempelkan 7 anggota badan. Sebagaimana sabda Nabi
shallallahu’alaihi wasallam : “aku diperintahkan untuk sujud dengan 7 anggota badan: jidat
(sambil menunjukkan kepada hidungnya), 2 tangan, 2 lutut, dan jari-jari kedua kaki” (HR.
Bukhari-Muslim). Hadits ini menunjukkan bahwa hidung juga termasuk yang wajib
ditempelkan. Kemudian kedua tangan sejajar dengan pundaknya atau pangkal telinganya,
dengan jari-jari dalam keadaan rapat dan menghadap kiblat. Lengan dibuka dan tidak
menempel dengan badan. “Nabi shallallahu’alaihi wasallam jika shalat (sujud) beliau
merenggangkan kedua tangannya hingga terlihat putihnya ketiak beliau” (HR. Bukhari-
Muslim). Namun ini dilakukan semampunya tanpa mengganggu orang yang shalat di
sebelahnya. Ketika sujud membaca doa: “subhaana rabbiyal a’laa” sebanyak 3 kali atau lebih.
Dianjurkan memperbanyak doa ketika sujud, karena seorang hamba paling dekat dengan
Rabb-nya adalah ketika sujud.
12. Duduk di antara 2 sujud
Bangun dari sujud sambil mengucapkan “Allahu akbar” tanpa mengangkat tangan, kemudian
duduk iftirasy. Duduk iftirasy adalah duduk dengan cara menegakkan telapak kaki kanan dan
posisi jari-jarinya menghadap kiblat. Sedangkan kaki kiri dalam keadaan tidur dan diduduki
oleh pantat. Kedua tangan diletakkan di atas paha, jari-jari menghadap ke kiblat. Ketika
duduk, mengucapkan doa: “rabbighfirlii” (HR. Abu Daud, Ibnu Majah, An Nasa-i. shahih).
13. Melakukan sujud kedua
Dari posisi duduk, turun untuk sujud sambil mengucapkan “Allahu Akbar”, kemudian sujud
dengan tata cara sujud yang sama seperti sujud pertama.
14. Melakukan duduk istirahat dan bangun menuju rakaat kedua
Dari posisi sujud, bangkit tanpa bertakbir, untuk duduk sejenak dengan posisi duduk iftirasy.
Lalu bangun untuk berdiri menuju rakaat yang kedua sambil mengucapkan “Allahu Akbar”
dan mengangkat kedua tangan seperti cara mengangkat tangan pada takbiratul ihram. Takbir
ini dinamakan takbir intiqal. Intiqal artinya berpindah, karena takbir ini dilakukan ketika
berpindah dari satu rukun menuju rukun berikutnya.
15. Melakukan tata cara yang sama seperti rakaat pertama.
Setelah melakukan takbir intiqal, berdiri secara sempurna dan bersedekap sebagaimana pada
rakaat pertama. Kemudian seterusnya melakukan hal yang sama seperti pada rakaat pertama.
Perbedaan hanya terletak pada beberapa hal:
Pada rakaat kedua dan seterusnya, tidak disyariatkan membaca doa istiftah. Sebagaimana
namanya, istiftah artinya ‘membuka’, hanya disyariatkan pada rakaat pertama. Maka, setelah
takbir intiqal, langsung membaca basmalah dan seterusnya.
Pada shalat yang jumlah rakaatnya lebih dari dua, maka rakaat ketiga atau rakaat keempat,
bacaan Al Fatihah dan bacaan surat tidak dikeraskan
Pada rakaat kedua, pada shalat yang rakaatnya lebih dari dua, setelah bangun dari sujud yang
kedua, tidak melakukan duduk istirahat melainkan duduk tasyahud awal dan melakukan
tasyahud awal.
Pada rakaat terakhir, berapapun jumlah rakaatnya, setelah bangun dari sujud yang kedua,
tidak melakukan duduk istirahat melainkan duduk tasyahud akhir dan melakukan tasyahud
akhir.
16. Cara duduk tasyahud awal.
Duduk dengan posisi duduk iftirasy, kemudian mengangkat jari telunjuk kanan hingga lurus
ke arah kiblat. Sambil membaca doa: “at taahiyaatu lillah was sholawaatu wat thoyyibaatu, as
salaamu ‘alaika ayyuhannabiyyu warohmatulloohi wabarokaatuh, assalaamu ‘alaina wa’alaa
ibaadillaahis shoolihiin, asyhadu allaa ilaaha illallooh wa asyhadu anna
muhammadarrosuulullooh” (HR. Bukhari-Muslim). Dan ada beberapa bacaan doa tasyahud
lainnya yang shahih dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam. Dianjurkan untuk membaca
shalawat saat tasyahud awal. Setelah tasyahud awal, berdiri menuju rakaat ketiga
sebagaimana telah dijelaskan.
17. Cara duduk tasyahud akhir.
Para ulama berbeda pendapat mengenai posisi duduk tasyahud akhir, sebagian ulama
menyatakan bahwa posisinya tawarruk, yaitu duduk dengan cara menegakkan telapak kaki
kanan dan posisi jari-jarinya menghadap kiblat. Sedangkan telapak kaki kiri berada di depan
kaki kanan dan bokong menyentuh lantai. Sebagian ulama menyatakan, untuk shalat yang
dua rakaat, maka duduk tasyahud akhir dengan posisi iftirasy. Namun dalam masalah ini,
perkaranya longgar. Kemudian mengangkat jari telunjuk kanan hingga lurus ke arah kiblat.
Sambil membaca doa tasyahud sebagaimana pada tasyahud awal, lalu diwajibkan untuk
membaca shalawat: “Alloohumma sholli ‘alaa Muhammad wa ‘alaa aali Muhammad, kamaa
shollaita ‘alaa Ibroohiim, wa ‘alaa aali Ibroohiim, innaka hamiidummajiid” (HR. Bukhori-
Muslim). Terdapat juga lafadz lain yang shahih dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam
18. Berdoa sebelum salam.
Dianjurkan membaca doa sebelum salam. Yaitu doa: “Allohumma inni a’udzubika min
‘adzaabi jahannam, wa min ‘adzaabil qobri, wa min fitnatil mahyaa wal mamaat, wa min
syarri fitnati masiihid dajjaal” (HR. Muslim). Kemudian dianjurkan membaca doa apa saja
yang diinginkan.
19. Salam
Dengan mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullah” sambil menoleh ke kanan hingga
pipi kanan terlihat dari belakang. Dan mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullah”
sambil menoleh ke kiri hingga pipi kiri terlihat dari belakang. Dan tidak terdapat hadits
shahih mengenai mengusap wajah setelah salam, sehingga hal ini tidak perlu dilakukan.

3. Mengapa dalam melaksanakan ibadah shalat fardu paham muhammadiyah :


a. Tidak menggunakan bacaan usolli
b. Tidak membaca bacaan qunut saaat sholat subuh
c. Tidak membaca zikir secara bersama-sama
d. Lalu jelaskan dan uraikan dalilnya bila dibandingkan dengan pelaksanaan ibadah
paham-paham yang lain (NU,NWDLL)
Jawaban :
1. Tidak menggunakan usali
Para ulama berpendapat :
a) Menurut imam malik, melarang membacanya dalam shalat fardhu baik secara jahr
(keras) maupun secara sirr(lembut), baik dalam membuka al-Fatihah maupun dalam surat
lainnya, tetapi beliau membolehkan membacanya dalam shalat nafilah(sunnah).
b) Menurut imam abu hanifah mengharuskan membacanya ketika membaca al-Fatihah
dalam secara sirr(lembut) pada setiap rakaat, dan lebih baik membacanya ketika membaca
setiap surat.
c) Menurut asy-Syafi’i berpendapat wajib membacanya dalam shalat secara jahr(keras)
dalam shalat jahr, tetapi dalam shalat sirri wajib dibaca dengan sirri.
d) Menurut imam ahmad ibnu hanbal berpendapat harus membacanya dengan sirri
dalam shalat dan tidak mensunnahkan membacanya dengan jahr.
2. Tidak membaca doa kunut dalam shalat subuh
Penyabab perbedaan qunut yang paling mencolok adalah beda pemahaman hadist dan cara
qiyas, sebagaimana disebutkan imam ibnu rusyud dalam bidayatul mujtahid wa nihayatul
muqtashid. Bagi kalangan mazhab abu hanifah, qunut dilakukan kala shalat wirit.
a) Mazhab ahmad bin hanbal menyebutkan kesunnahan qunut subuh ini hanya pada
moment nazilah, yaitu ketika umat muslim dilanda musibah. Sedangkan bagi kalangan
bermazhab syafi’i seperti kebanyakan diamalkan di indonesia, yang jika ditinggalkan maka
dianjurkan melakukan sujud sahwi. Para ulama mazhab syafi’i salah satu hadist yang
diriwayatkan dari anas bin malik sebagai berikut :
Artinya: “Rasulullah SAW senantiasa berqunut di shalat fajar (shalat subuh) sam pai beliau
meninggal dunia.”(HR. Ahmad)
b) Menurut Umar bin Khattab. Namun bagi sebagian ulama, hadist yang digunakan
diatas masih perlu dipahami latar belakang serta perlu dibandingkan dengan hadist lain.
Sebagai mana dikutip Ibnu Qudamah dalam al-Mughani, berikut hadist diriwayatkan dari
Abu Hurairah sebagai berikut :
Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah SAW tidak berqunut ketila shalat fajar (shalat subuh),
kecuali ketika mendoakan kebaikan atau keburukan untuk suatu kaum.”(HR. Muslim)
Menurut Imam Sufyan ats Tsauri, sebagaimana dikutip oleh Imam at Tarmidzi dalam sunanat
Tarmidzi terkait qunut sebagai berikut :
Artinya: “Jika seseorang ingin melakukan qunut di waktu subuh, maka itu “hasan” (baik
dan termasuk sunnah). Dan jika tidak berqunut, itu juga ‘hasan”.(Muhammad Iqbal Syauqi)
3. Tidak membaca atau mentradisikan zikir secara bersama-sama
Menurut pengamatan Fatwa Tarjih, zikir berjamaah sudah berstruktur kaifayatnya
sedemikian rupa yang tidak kita jumpai dalam praktik Nabi Muhammad SAW, para sahabat
dan ulama salaf. Sebagaimana kita ketahui bahwa kata “zikir” yang ada dalam Al-Qur’an
atau dalam hadist-hadist bersifat umum yang memerlukan penafsiran sesuai dengan
konteksnya masing-masing. Ada tiga macam zikir dikatakan oleh Ar-Razi dalam kitab
tafsirnya:
a) Berzikir dengan lidah seperti memuji Allah, bertasbih dengan membaca Al-Qur’an.
b) Berzikir dengan hati memikirkan dalil-dalil tentang Zat Tuhan, sifat-sifat-Nya, serta
memirkan pula dalil-dalil yang menunjukkan bebanan-bebanan (taklif) dari Allah, hukum-
hukum-Nya, perintah-perintah-Nya, serta larangan-larangan-Nya, janji dan ancaman juga
memikirkan rahasia-rahasia ciptaan Allah SWT.
c) Berzikir dengan anggota tubuh, seperti zikir hati, zikir lidah dan anggota tubuh, ialah
ibadah shalat waktu. Pengertian zikir firman Allah QS. Al-Baqarah (2): 152; yang artinya:
“Karena itu, ingatlah (berzikirlah) kamu kepada-ku niscaya Aku ingat (zikir) pula
kepadamu”, hal ini mempunyai cakupan yang luas. Dalam uraian singkat simpulan bahwa
berzikir itu sekedar ingin mengajarkan orang, maka diperbolehkan dengan suara keras.
4. Lalu jelaskan dan uraikan dalilnya bila dibandingkan dengan pelaksanaan ibadah
paham-paham yang lain ( NU,NW,DLL)
a) Perbedaan NU dan Muhammadiyah
Pada bulan ramadhan, warga NU terawih sebanyak 20 dengan 3 rakaat witir, sedangkan
Muhammadiyah jumlah rakaatnya adalah 8 dengan 3 rakaat witir. Pada shalat jumat NU
dalah sakral pada malam jumat di ramaikan dengan bacaan maulid Nabi, tahlil, yasin,
manaqib syaikh abdul qadir al-jaelani, berzanji dan sebagainya sedangkan muhammadiyah
tidak melakukan sama sekali.
b) Perbedaan NW dan Muhammadiyah
Nw merupakan organisasi terbesar pada saat bersamaan, NW seperti galibnya jamiah islam
lainnya di Tanah Air, dihadapkan pada beragama persolan umat dan kebangsaan. Maulana
Syeh memberi nama NW yang berarti kebangkitan Tanah Air sebagai wasiat bagi penerusnya
bahwa NW akan terus dihadapkan pada tugas dan tanggung jawab. Nw di tuntu menjadi
jamiah yang berdiri terdepan memberikan pencerahan, membuka kesadaran, dan merwat
optisme umat untuk bangkit melawan kebodohan, kemiskinan, dan keterbelakangan.
Muhammadiyah adalah sebuah organisasi islam yang besar di indonesia. Nama organisasi di
ambil dari nama Nabi Muhammad SAW, sehingga muhammadiyah juga dapat dikenal
sebagai orang-orang yang menjadi pengikut Nabi Muhammad SAW.

4. Bagaimana tanggapan saudara-saudara bila dalam pelaksanaan ibadah sehari-hari


berbeda dengan tuntutan sholat nabi muhammad saw.
Jawaban :
Perintah untuk melakukan salat terdapat di dalam Alquran, antara lain, surah
Al Baqarah (2):43 yang artinya "Dirikanlah salat dan tunaikanlah zakat". Di
bagian lain, Alquran juga menyebutkan kewajiban salat lima waktu seperti
kita pahami dari ayat berikut: "Dirikanlah salat sejak sesudah matahari
tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah juga salat) fajar (subuh).
Sesungguhnya, salat fajar (subuh) disaksikan (oleh malaikat) (QS al-Isra' (17):
78).

Terbaca di atas bahwa waktu yang disebutkan oleh ayat itu ada tiga, yakni
sesudah matahari tergelincir, gelapnya malam, dan waktu fajar atau subuh.
Yang dimaksudkan dengan "sesudah matahari tergelincir" adalah waktu Zuhur
dan waktu Asar; "gelapnya malam" adalah waktu Maghrib dan Isya; "fajar"
atau subuh adalah waktu salat Subuh.

Terdapat puluhan hadis yang menguraikan penjelasan Rasulullah SAW.


tentang adanya lima waktu salat. Di antaranya dalam Shahih Bukhari
disebutkan, ada seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya
tentang Islam. Rasulullah menjawab, "Salat lima waktu sehari semalam." Di
dalam hadis itu Rasulullah juga menerangkan tentang puasa dan zakat.

5. Bagaimana tanggapan anda terhadap keberadaan tata cara pola pelaksanaan ibadah
muhammadiyah bila dipandang oleh masyarakat.
Jawaban :
Sebab, ibadah merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari sebuah agama.
jika seseorang ingin disebut sebagai penganut agama Islam, maka ia haruslah
mengerjakan macam-macam ibadah yang ada di dalam agam Islam. Jika
seseorang ingin disebut sebagai penganut agama Kristen, maka ia pun harus
mengerjakan ibadah-ibadah yang menjadi kewajiban di dalam agama Kristen
tersebut. Begitu pula dengan agama-agama lainnya. Sebab. ibadah merupakan
identitas agama yang paling representatif bagi setiap umat beragama.
Walaupun setiap agama memiliki cara beribadah yang berbeda-beda, namun,
menurut saya, memiliki tujua yang sama, yaitu untuk menyembah dan
mengagungkan Sang Pencipta dan untuk meningkatkan kualitas rohani
manusia. Namun, dalam pandangan saya, semakin hari semakin banyak saja
manusia yang lalai dari melaksanakan ibadah. Termasuk pula umat Islam yang
semakin hari semakin banyak yang meninggalkan dan mengabaikan ibadah-
ibadah Islami. Jujur saja, sebagai penganut Islam, saya begitu prihatin denga
keadaan umat Islam saat ini yang dengan mudahnya mengabaikan ibadah-
walaupun saya juga sadar ibadah saya sendiri pun masih sangat jauh dari kata
sempurna. Keadaan ini menurut saya,disebabkan karena banyak umat Islam
yang menganggap ibadah sebagai suatu kewajiban. Tapi, bukankah memang
sudah seharusnya begitu? Ok. Sebelum melanjutkan pembahasan tentang
pendapat saya di atas, alangkah baiknya jika kita pahami terlebih dahulu
pengertian tentang ibadah menurut Islam yang saya kutip dari situs muslim.

Anda mungkin juga menyukai