Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunikasi dilakukan untuk tercapainya suatu pengertian antar dua belah
pihak atau menyamakan makna pesan yang telah disampaikan oleh beberapa benyak
persepsi yang di di terima oleh komunikator (Rasyid,2009). Sedangkan menurut
Raymond (2005) komunikasi ialah sebuah proses menyaring,memilah dan
memberikan berbagai simbol dalam bentuk sedemikian rupa yang mana dapat
memudahkan penyimak membangkitkan arti maupun respon dari pikiran yang sama
dengan di kehendaki berbagai bentuk simbol yang di perjelas oleh ahli lain yaitu
Suprapto (2011) komunikasi merupakan interaksi antar pribadi yang menggunakaan
sistem simbol linguistic, seperti sistem simbol verbal (kata-kata) dan nonverbal.
Sistem ini dapat disosialisasikan secara langsung/tatap mata atau melalui media lain
(oral, tulisan, dan visual).
Berbicara mengenai komunikasi, maka tidak akan lepas dari kemampuan
berbahasa. Bahasa sebagai pesan komunikasi baik itu verbal maupun nonverbal
membutuhkan kemampuan mengabstraksi yang dapat dipenuhi dengan kecerdasan
intelegensi yang memadai. Menurut Gorys & Keraf, 2005) bahasa adalah alat
komunikasi yang digunakan oleh anggota masyarakat baik berupa simbol bunyi
yang di hasilkan alat ucap manusia. Ketika manusia tersebut mengkehendaki untuk
berkomunikasi dengan sesamanya, ataupun berkomunikasi menggunakan bahasa
tubuh maka dia akan memakai sebuah bahasa yang memang biasa digunakan untuk
menyampaikan sebuah informasi. Sedangkan menurut Walija (1996) definisi bahasa
ialah komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan,
dan maksud, perasaan dan pendapat kepada orang lain.
Menurut pendapat dari Fatwikiningsih (2014) secara garis besar bahasa
dibagi menjadi dua yaitu bahasa reseptif dan bahasa ekspresif. Bahasa reseptif
digunakan untuk konsep dasar dari pemahaman sedangkan bahasa ekspresif
digunakan untuk mengungkapkan berbagai keinginan. Pemahaman bahasa terdiri
dari dua unsur yaitu pemahamaan bahasa reseptif dan pemahaman bahasa ekspresif.
Pemahaman bahasa reseptif adalah kemampuan untuk mengerti apa yang di lihat
1
dan apa yang di dengar dengan tujuan untuk membantu mengembangkan
kemampuan mendengarkan dan mengidentiftifikasi konsep dengan pelabelan kata-
kata,dan meningkatkan kemampuan merespon setiap komunikasi. Pemahaman
bahasa ekspresif adalah kemampuan untuk berkomunikasi secara simbolik baik
visual maupun audiotorik dengan tujuan untuk membantu anak agar dapat
mengekspresikan kebutuhanya, keinginanya, dan perasaanya secara verbal.
Salah satu aspek yang digunakan untuk berbahasa adalah intelektual. Jika
seseorang terutama anak-anak mengalami gangguan pada intelektualnya,maka
perkembangan bahasanya akan mengalami keterlambatan. Kemampuan berbahasa
merupakan indikator seluruh perkembangan anak, sebab kemampuan berbahasa
sensitif terhadap keterlambatan atau kelainan pada system lainnya (Soetjiningsih,
2014). Semakin tinggi tingkat kecerdasan seseorang maka akan semakin beragam
pula bahasa yang di ungkapkan dan pembawaan bahasanya pun semakin menarik.
Bila kedua kata di gabung menjadi “ kecerdasan bahasa “, maka akan melahirkan
suatu konsep pengertian yang berbeda. Kecerdasan Bahasa adalah kemampuan
menggunakan kata-kata secara efektif, baik secara lisan maupun tertulis.
Kecerdasan ini meliputi kemampuan menggunakan tata bahasa, bunyi bahasa,
makna bahasa, dan penggunaan praktis bahasa. Dalam kehidupan sehari-hari
kecerdasan bahasa bermanfaat untuk berbicara, mendengarkan, membaca dan
menulis.
Gangguan perkembangan bahasa menurut Dewi (2015) merupakan salah
satu dari bentuk gangguan dalam perkembangan anak, gangguan perkembangan
bahasa dapat diakibatkan oleh berbagai faktor termasuk faktor genetik, gangguan
pendengaran, intelegensi yang rendah, kurang pergaulan, kurang interaksi dengan
lingkungan sekitarnya, maturasi yang lambat dan juga gangguan lateralisasi.
Pada penelitian oleh Pediatrics (2006) menjelaskan mengenai gangguan
perkembangan bahasa pada anak usia 7 sampai dengan 13 tahun di dapatkan bahwa
pada anak dengan gangguan perkembangan bahasa menunjukkan nilai rata-rata pada
penilaian Peabody picture vocabulary, kognitif, kemampuan motorik serta tingkat
intelegensi. Keterlambatan gerakan motorik terjadi pada 70% anak dengan gangguan
perkembangan bahasa dibandingkan dengan kelompok kontrol (8%). Tingkat
kemampuan motorik setaraf dengan kemampuan berbahasa namun tidak
2
berhubungan dengan fungsi kognitif nonverbal.penemuan tersebut mendukung
hipotesis adanya faktor biologis kritis pada fungsi motorik dan bahasa.
Intellectual disability (ID) merupakan istilah baru yang menggantikan istilah
lama dari Retardasi Mental atau keterbelakangan mental. Menurut AAIDD (2010)
intellectual disability adalah kecacatan yang ditandai oleh keterbatasaan signifikan
baik dalam fungsi intelektual maupun dalam perilaku adaptif, yang mencakuas
sehar-hari, kecacatan ada sebelum usia 18 tahun. Sedangkan menurut Kumar et al
(2016) intellectual disability adalah ketidakmampuan yang ditandai dengan fungsi
Intelektual yang rendah (IQ < 70) dalam hubungannya dengan keterbatasan yang
signifikan dari fungsi adaptif.
Kecerdasaan di bawah rata-rata normal ini menyebabkan retardasi mental
mempunyai kesulitan sedikitnya pada empat kawasan yang berkaitan dengan atensi
(attention), daya ingat (memory), bahasa (language) dan akademik (academics)
Hallahan & Kauffman dalam Delphie (2003) yang di perjelas oleh pendapat dari
IDAI, (2011) perkembangan anak dengan kondisi intellectual disability akan
terhenti atau tidak lengkap selama masa perkembangan yang di tandai adanya
hendaya (impairment), ketrampilan (skill), berpengaruh terhadap intelegensi
(kemampuan kognitif, bahasa, motorik, sosial).
Menurut Maramis (2005) retardasi mental adalah kelainan atau kelemahaan
jiwa dengan inteligensi yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak
lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang
secara keseluruhaan, tetapi gejala yang utama ialah integengsi yang terbelakang di
perkuat dengan penjelasan Ramayuni,dkk (2014) retardasi mental merupakan
ketidakmampuan yang mampu dikarateristikan dengan keterbatasaan signifikan baik
dalam fungsi intelektual dan perilaku penyesuaian diri yang diekspresikan dalam
konseptual diri, sosial, dan kemampuan beradaptasi. Penderita retardasi mental yaitu
fungsi intelektual di bawah rata-rata yaitu kurang dari 70.
Sedangkan menurut The American Association on Mental Retardation
dalam William (2004) menambahkan, selain ditandai dengan fungsi intelektual
yang berada di bawah rata-rata, retardasi mental juga disertai dengan keterbatasan
pada dua atau lebih area kemampuan. Area kemampuan yang dimaksud diantaranya
kemampuan komunikasi, kemampuan merawat diri, tinggal di rumah, keterampilan
3
sosial, kemampuan untuk mengunakan sarana umum, kemampuan untuk
mengarahkan diri sendiri, kemampuan dalam hal kesehatan dan keamanan dan
serta kemampuan dalam bekerja. Sedangkan menurut The American Association on
Mental Retardation dalam Owens (2004) secara signifikan, yang terdapat dalam
dua atau lebih limitasi fungsi adaptif yang tinggal,keterampilan sosial, berkelompok,
kesehatan dan keselamatan, akademis.
Anak dengan intellectual disability memerlukan bantuan serta dukungan
agar dapat menjalani kegiatan sehari-hari dengan baik. Bantuan dan dukungan ini
tak lepas dari faktor keberadaan keluarga. Orangtua perlu untuk memberikan
perhatian,kekompakan dalam mengasuh, menumbuhkan kepercayaan diri pada
anak,serta keikhlasan dalam merawat anak dengan intellectual disability . Harapan,
anak dengan intellectual disability mendapatkan dukungan penuh dari orang tau
guna menyokong kebutuhan perkembangannya yang terhambat (Gralfitrisia, 2012).
Dalam AAIDD konsisten dengan kriteria diagnostik untuk Intelektual
disabillity (Intelektual Developmental Disorder) dalam Manual Diagnostik dan
Statistik Gangguan Mental ( DSM-5 ; American Psychiatric Association (APA),
2013. Membagi Intellectual Disability dalam beberapa jenis berdasarkan Tingkat
keparahan (ringan, sedang, berat, dan mendalam).
Prevalensi intellectual disability di seluruh dunia diperkirakan 2.3 % dari
keseluruhan populasi (Kumar et al, 2016). Berdasarkan data RISKESDAS (2013)
menyebutkan jumlah penduduk Indonesia yang mengalami disabilitas sebesar 8.3
persen dari total populasi. Menurut hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional
(SUSENAS) yang dilaksanakan Biro Pusat Statistik (BPS) tahun 2012, jumlah
penyandang disabilitas di Indonesia sebanyak 6.008.661 orang dari jumlah tersebut
sekitar 402.817 orang penyandang Intellectual Disability (Tula, 2015).
Sedangkan jumlah prevalensi di RSJD Soedjarwadi Klaten pada bulan
Februari 2018 – Februari 2019 terdapat 120 anak yang mengalami intellectual
disability dari 400 total jumlah pasien Terapi Wicara. Presentase kasus intellectual
disability di RSJD Soedjawardi Klaten Yaitu 30%. Penulis tertarik mengambil
kasus intellectual disability karena terdapat banyaknya kasus anak intellectual
disability di di RSJD Soedjawardi Klaten dan selain itu penulis memang sangat
tertarik dengan kasus dengan anak intellectual disability selain itu penulis dapat
4
mengetahui hasil dari materi terapi ekspresif dan reseptif yang di berikan pada anak
dan untuk mengetahui hasil dari pelaksaanaan intervensi.
B. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disajikan, penulis membuat batasan
masalah hanya pada Penatalaksanaan Terapi Wicara Pada anak dengan kondisi
intellectual disability yang bernama An. NWN yang berusia 9 tahun 7 bulan di
RSJD Soedjawardi Klaten. Adapun permasalahan yang dialami anak yaitu berupa
permasalahan bahasa yang diuraikan antara lain pada peningkatan kemampuan
bahasa reseptif dan peningkatan kemampuan bahasa ekspresif. Dan penulis
menggunakan 2 metode yaitu modelling dan drill.
C. Tujuan Tugas Akhir
1. Tujuan Umum
Tujuan Umum dari Tugas Akhir ini ialah untuk mengetahui gambaran
tentang penatalaksanaan Terapi Wicara pada kasus intellectual disability di
RSJD Soedjawardi Klaten.
2. Tujuan Khusus.
Tujuan khusus dari tugas akhir ini antara lain:
a. Untuk mendeskripsikan hasil assesment yang telah dilakukan berupa bahasa,
bicara, suara, irama kelancaran dan menelan yang terjadi pada kasus
intellectual disability di RSJD Soedjawardi Klaten.
b. Untuk mendeskripsikan hasil diagnosis berupa mengevaluasi hasil
assesment pada kasus intellectual disability di RSJD Soedjawardi Klaten.
c. Untuk menyampaikan hasil diagnosis sebagai acuan di lakukanya
pelaksanaan terapi terhadap pasien hasil pada kasus intellectual disability di
RSJD Soedjawardi Klaten.
d. Untuk mengemukan hasil laporan diagnosis pada kasus intellectual
disability dengan pengarsipan semua hasil dari assesment di RSJD
Soedjawardi Klaten.
e. Untuk mendeskripsikan hasil penatalaksanaan Terapi Wicara pada aspek
bahasa reseptif pada kasus intellectual disability di RSJD Soedjawardi
Klaten.

5
f. Untuk mendeskripsikan penatalaksanaan Terapi Wicara pada aspek bahasa
ekspresif pada kasus intellectual disability di RSJD Soedjawardi Klaten.
g. Untuk mengetahui hasil dari penatalaksanaan Terapi Wicara pada kasus
intellectual disability di di RSJD Soedjawardi Klaten.
D. Manfaat Tugas Akhir
1. Manfaat teoritis
Manfaat teoretis dari tugas akhir ini antara lain:
a. Tugas ini dapat dijadikan untuk melihat perkembangan intervensi Terapi
Wicara lanjutan khususnya pada kasus intellectual disability.
b. Sebagai Sumber masukan yang dapat ditempatkan di perpustakaan ilmiah
dalam lingkungan akademis yang dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa
dan dosen.
c. Sebagai sumber edukasi bagi orangtua dan keluarga yang memiliki anggota
keluarga dengan permasalahan bahasa pada kondisi intellectual disability.
d. Tugas ini sebagai evaluasi untuk melihat tingkat keberhasilan terapi yang di
lakukan oleh penulis kepada anak intellectual disability.
e. Tugas ini sebagai tempat untuk melihat perkembangaan dari kasus
intellectual disability entah secara teoritis maupun secara tindakan.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari tugas akhir ini antara lain:
a. Bagi Orangtua.
Sebagai bahan masukan dan informasi untuk orangtua anak tentang
bagaimana penatalaksaan terapi wicara pada permasalahan bahasa dengan
kondisi intellectual disability.
b. Bagi Penulis.
Untuk menambah pengetahuan, pengalaman, dan pengembangan ilmu
dalam bidang terapi wicara pada kasus intellectual disability.
c. Bagi Terapis Wicara
Memberikan informasi tentang penatalaksanaan Terapi Wicara dengan
permasalahan bahasa dalam kondisi intellectual disability sehingga dapat
dijadikan panduan dalam melakukan intervesi, menangani anak yang
mengalami intellectual disability dan edukasi kepada keluarga Anak.
6
d. Bagi institusi
Hasil Tugas Akhir ini sebagai pemenuhan tugas akhir untuk memenuhi
syarat kelulusan di Jurusan Terapi Wicara Politeknik Kesehatan Surakarta
untuk pengembangan Jurusan.
e. Bagi rumah sakit.
Untuk laporan rekam medis dan untuk pengembangan terapi wicara di
rumah sakit tersebut.

Anda mungkin juga menyukai