Anda di halaman 1dari 19

PAPER EKONOMI TEKNIK

PELUANG PEMANFAATAN BIODIESEL DARI KELAPA


SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF PENGGANTI
MINYAK SOLAR DI INDONESIA

BILQISTI
05101002029

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA
2011
BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Minyak solar atau Automotive Diesel Oil (ADO) sebagai salah satu hasil kilang
minyak merupakan bahan bakar destilasi menengah (middle destilate) yang sangat
penting untuk memenuhi kebutuhan energi khususnya bahan bakar minyak (BBM)
untuk bahan bakar di sektor transportasi, industri dan kelistrikan di Indonesia.. Selain
itu juga dikenal minyak diesel atau Industrial Diesel Oil (IDO) yang digunakan untuk
bahan bakar di sektor industri, termasuk untuk pembangkit listrik. Penyediaan minyak
solar selain dapat diperoleh dari produksi kilang minyak di dalam negeri, juga
diperoleh dari impor yang saat ini sudah mencapai angka yang hampir sama dengan
produksi dalam negeri. Dengan kondisi tersebut, kenaikan harga minyak mentah dunia
yang berakibat pada kenaikan harga produk kilang seperti minyak solar akan
menambah beratnya beban Pemerintah dalam penyediaan BBM terutama untuk bahan
bakar yang disubsidi. Mengingat minyak solar sangat berperan dalam transportasi, baik
transportasi orang maupun barang, maka penyediaan minyak solar di masa mendatang
sulit untuk dihilangkan dan harus dipenuhi. Oleh karena itu perlu dicari langkah
langkah untuk mengurangi maupun menggantikan pemakaian minyak solar tersebut
dengan bahan bakar alternatif.
Indonesia sebagai negara tropis memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat
dikembangkan sebagai bahan baku untuk produksi energi alternatif untuk
menggantikan bahan bakar minyak, baik berupa bio-ethanol sebagai pengganti
premium maupun bio-diesel sebagai pengganti minyak solar. Biodiesel mempunyai
sifat pembakaran yang sangat serupa dengan minyak solar, sehingga dapat
dipergunakan langsung pada mesin berbahan bakar minyak solar tanpa mengubah
mesin (Columbia University Press, 2004).
Biodiesel dapat dibuat dari bahan hayati yang ramah lingkungan seperti: kelapa
sawit, jarak pagar, dan kacang kedelai. Biodiesel di Amerika Serikat umumnya dibuat
dengan bahan baku kacang kedelai sesuai dengan kondisi wilayahnya. Di samping
Malaysia, Indonesia saat ini merupakan penghasil CPO terbesar di dunia, sehingga
dilihat dari kesiapan dalam penyediaan, CPO dari kelapa sawit mempunyai potensi
yang besar untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku utama produksi bio-diesel.
Sumber yang lain seperti jarak pagar potensinya relatif terbatas, karena sampai saat ini
belum banyak dibudi dayakan.
Perkebunan kelapa sawit yang pengelolaannya terdiri atas perkebunan rakyat,
perkebunan negara atau Badan Umum Milik Negara (BUMN), dan perkebunan swasta
mencapai luas 5,4 juta hektar. Total produksi pada tahun 2004 mencapai 11,78 juta ton
Crude Palm Oil (CPO) atau produksi rata-rata dari setiap hektar perkebunan sawit
adalah 2,17 ton (Statistik Perkebunan, Ditjen Bina Produksi Perkebunan 2004).
Sebagian besar dari perkebunan kelapa sawit berada di Sumatera sekitar 4 juta hektar,
sedangkan sisanya secara berturut-turut tersebar di Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan
Jawa. Produksi CPO tersebut biasanya dipergunakan untuk bahan baku pembuatan
minyak goreng, dan sabun. Oleh karena itu, masalah-masalah teknis, ekonomis, dan
sosial dari pengembangan perkebunan kelapa sawit untuk bahan baku biodiesel
tersebut perlu diperhatikan, sehingga hasilnya dapat lebih berdaya guna. Berdasarkan
ketersediaan lahan, Kalimantan dan Papua mempunyai potensi yang besar dalam
pengembangan perkebunan kelapa sawit.

- Perkiraan penyediaan dan kebutuhan minyak solar


Dalam sekitar 10 tahun terakhir dari 1994 sampai dengan 2004, penggunaan
minyak solar diperkirakan mencapai rata-rata lebih 41 persen dari total penggunaan
BBM dalam negeri. Minyak solar tersebut diperoleh dari produksi kilang minyak dalam
negeri dan dari impor. Karena harga minyak solar sangat bergantung pada harga
minyak mentah dunia maka dengan meningkatnya harga minyak mentah dunia
diperkirakan akan semakin meningkatkan harga minyak solar.

- Potensi kelapa sawit sebagai bahan baku biodiesel


Semakin meningkatnya konsumsi minyak solar yang berasal dari sumber energi
fosil atau sumber energi yang tak terbarukan, dan semakin terbatasnya cadangan minyak,
telah menyebabkan peningkatan impor minyak solar yang makin meningkat setiap
tahunnya. Oleh karena itu untuk meningkatkan ketahanan energi nasional sebagai salah
satu negara tropis yang memiliki berbagai jenis tanaman, Indonesia perlu
memanfaatkan sumber energi terbarukan biomasa yang ada sebagai pengganti minyak.
Disamping itu, semakin meningkatnya harga minyak mentah dunia ikut mendorong
pemanfaatan energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak karena secara
ekonomi akan makin layak. Biomasa yang dapat dikembangkan menjadi bio-diesel
terdiri dari berbagai jenis tanaman yang mencapai sekitar 54 jenis tanaman yang dapat
dimakan maupun yang tidak dapat dimakan. Menunjukkan berbagai jenis tanaman
yang dapat dipergunakan sebagai bio-fuel berdasarkan sumber minyaknya, berapa
persen kandungan minyak terhadap berat biji kering serta yang dapat dapat atau tidak
dapat dimakan. Diantara berbagai jenis tanaman pada Tabel 3, kelapa sawit
merupakan tanaman yang telah dibudidayakan secara intensif di Indonesia, khususnya
dalam pembuatan CPO (crude plam oil) sebagai bahan dasar pembuatan minyak
goreng, sabun di dalam negeri atau dieskpor. Oleh karena itu, bila ditinjau terhadap
kesiapan ketersediaan bahan baku, maka kelapa sawit merupakan bahan yang paling
potensial untuk dipergunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel.
Hanya pemanfaatan CPO sebagai bahan baku untuk produksi biodiesel perlu
dilaksanakan secara bijaksana dan hati-hati, karena fungsinya saat ini sebagai bahan
baku minyak goreng yang termasuk bahan makanan. Mungkin akan lebih baik bila
dikembangkan lahan kelapa sawit untuk produksi biodiesel, diluar terpisah lahan
kelapa sawit saat ini yang diperuntukkan sebagai bahan baku minyak goreng, kosmetik
dan ekspor.

b. Tujuan

Mengetahui peluang pemanfaatan biodiesel dari kelapa sawit sebagai bahan baker
alternative pengganti minyak solar di Indonesia.
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biodiesel
Biodiesel adalah bahan bakar yang terdiri atas mono-alkil ester dari fatty
acid rantai panjang, yang diperoleh dari minyak tumbuhan atau lemak binatang
(Soerawidjaja, 2005; National Biodiesel Board - NBB, 2003).

Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif untuk mesin diesel yang


diformulasikan khusus untuk mesin diesel dengan berbagai kelebihan antara
lain tidak perlu modifikasi mesin, mudah digunakan, ramah lingkungan,
tercampurkan dengan minyak diesel (solar), memiliki cetane number tinggi,
memiliki daya pelumas yang tinggi, biodegradable, non toksik, serta bebas dari
sulfur dan bahan aromatic (Soerawidjaja, 2005; NBB, 2003).
Bahan bakar yang berbentuk cair ini memiliki sifat menyerupai solar
sehingga sangat prospektif untuk dikembangkan. Disamping sifatnya yang
menyerupai solar, biodiesel memiliki kelebihan dibandingkan dengan solar.
Kelebihan biodiesel dibanding solar adalah sebagai berikut: merupakan bahan
bakar yang ramah lingkungan karena menghasilkan emisi yang jauh lebih baik
(free sulphur, smoke number rendah) sesuai dengan isu-isu global, setana
number lebih tinggi (> 57) sehingga efisiensi pembakaran lebih baik
dibandingkan dengan minyak kasar, memiliki sifat pelumasan terhadap piston
mesin; biodegradable (dapat terurai), merupakan renewable energy karena
terbuat dari bahan alam yang dapat diperbarui, dan meningkatkan independensi
suplai bahan bakar karena dapat diproduksi secara lokal.

Minyak Sawit Kasar -Crude Palm Oil


Crude Palm Oil (CPO) merupakan hasil olahan daging buah kelapa
sawit melalui proses perebusan Tandan Buah Segar (TBS), perontokan, dan
pengepresan. CPO ini diperoleh dari bagian mesokarp buah kelapa sawit yang
telah mengalami beberapa proses, yaitu sterilisasi, pengepresan, dan klarifikasi.
Minyak ini merupakan produk level pertama yang dapat memberikan nilai
tambah sekitar 30% dari nilai tandan buah segar.
CPO dapat digunakan sebagai bahan baku industri minyak goreng,
industri sabun, dan industri margarin. Dilihat dari proporsinya, industri yang
selama ini menyerap CPO paling besar adalah industri minyak goreng (79%),
kemudian industri oleokimia (14%), industri sabun (4%), dan sisanya industri
margarin (3%). Pemisahan CPO dan PKO dapat menghasilkan oleokimia dasar
yang terdiri atas asam lemak dan gliserol. Secara keseluruhan proses produksi
minyak sawit tersebut dapat menghasilkan 73% olein, 21% stearin, 5% Palm
Fatty Acid Distillate (PFAD), dan 0.5% buangan

2.2. Potensi minyak sawit sebagai bahan baku biodiesel


Saat ini Indonesia merupakan penghasil minyak sawit (CPO) nomor dua
terbesar di dunia setelah Malaysia. Pangsa produksi Indonesia saat ini adalah
36% dari total produksi dunia, sementara Malaysia menguasai 47%. Meskipun
demikian, Indonesia memiliki peluang pengembangan produksi CPO lebih
besar karena ketersediaan lahan yang masih tinggi. Bahkan, diprediksikan tahun
2008 Indonesia mampu menjadi produsen CPO nomor satu di dunia, melampaui
Malaysia (Said, 2006). Dari total CPO yang diproduksi, jumlah konsumsi CPO di
dalam negeri kira- kira 30%, sementara sisanya diekspor. Dengan melihat
kenyataan ini, potensi pengembangan biodiesel dari minyak sawit sangat terbuka.
Produksi CPO untuk bahan baku pembuatan biodiesel sebagai sumber
energi terbarukan adalah suatu pemanfaatan yang relatif baru. Pemanfaatan
CPO ini bila tidak dipertimbangkan dengan baik dapat menyebabkan adanya
pengalihan peruntukkan CPO yang dikhawatirkan akan berdampak terhadap
terganggunya penyediaan CPO dalam negeri maupun ekspor. Sementara itu,
pengembangan perkebunan kelapa sawit yang produksinya khusus
diperuntukkan untuk bahan baku biodiesel masih memerlukan waktu dan biaya
investasi yang tidak sedikit. Selain itu harga CPO standar yang diperuntukkan
bagi bahan baku non energi relatif mahal, yaitu mencapai harga
Rp.2.600/kilogram (PTPN VIII, 2004), sehingga bila dipergunakan sebagai
bahan baku biodiesel maka harga biodiesel yang dihasilkan diperkirakan
kurang dapat bersaing dengan minyak solar. Oleh karena itu supaya tidak
mengganggu pasokan CPO untuk kebutuhan non energi maka penggunaan CPO
parit untuk memenuhi kebutuhan bahan baku biodiesel perlu dipertimbangkan.
CPO parit merupakan limbah proses pembuatan CPO, tetapi masih memiliki
kandungan minyak yang dianggap kurang ekonomis untuk diproses sebagai
CPO, tetapi untuk proses pembuatan biodiesel mungkin dapat ekonomis karena
harga CPO parit cukup rendah.
Potensi CPO parit yang dapat diperoleh untuk pemanfaatan biodiesel.
biasanya mencapai satu atau dua persen saja dari total produksi CPO. Potensi
ekstraksi bahan baku biodiesel dari CPO parit diperkirakan mencapai dua
persen dari total produksi CPO.

Terdapat tiga rute dasar dalam proses alkoholisis untuk menghasilkan biodiesel,
atau alkil ester (Ma, F, 1999). Ketiga rute dasar tersebut yaitu:
1. Transesterifikasi minyak dengan alkohol melalui katalisis
basa.
2. Esterifikasi minyak dengan methanol melalui katalisis asam secara
langsung.
3. Konversi dari minyak ke fatty acid, kemudian dari fatty acid ke alkyl ester,
melalui katalisis asam.

Proses produksi biodiesel yang akan dipaparkan lebih lanjut adalah


biodiesel berbahan baku minyak sawit / CPO (Crude Palm Oil).
Tahapan-tahapan proses produksi biodiesel barbahan baku minyak sawit
serta produk sampingnya, meliputi:
(1) Penyiapan bahan baku dan reaksi esterifikasi;
Bahan baku berupa minyak sawit kotor / CPO disiapkan untuk
mengkondisikan bahan baku serta mengurangi tingkat kesulitan pemurnian
produk pada proses selanjutnya.Proses penyiapan bahan baku terdiri dari:
a. Pemanasan untuk mencairkan CPO sekaligus untuk mencapai
temperatur operasi reaksi esterifikasi;
b. Proses degumming, yakni proses penghilangan pengotor berupa
zat- zat terlarut atau zat-zat yang bersifat koloidal seperti resin,
gum, protein dan fosfatida dalam minyak mentah. Proses
degumming biasanya dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:
pemanasan, penambahan asam, penambahan basa, proses hidrasi
at au menggunakan reagen khusus.

Proses degumming dengan menggunakan asam dan pemanasan


memiliki kelebihan karena tidak menyebabkan proses penyabunan asam
lemak bebas, yang dapat menyerap zat lendir dan sebagian pigmen. Selain itu,
dengan cara ini kandungan asam lemak bebas dalam CPO tidak akan hilang,
bahkan dalam proses selanjutnya sisa asam tersebut dapat dijadikan katalis
pada reaksi esterifikasi asam lemak bebas yang masih utuh menjadi metil
ester, sehingga perolehan produk lebih banyak.

(2) Pembuatan katalis sodium metoksida;


Bahan baku pembuatan sodium metoksida adalah metanol dan sodium
hidroksida (NaOH). Jumlah katalis yang digunakan biasanya 10%-b berat
minyak yang digunakan.
(3) Reaksi transesterifikasi;
Reaksi transesterifikasi berlangsung pada temperatur sekitar 60oC dan
dilakukan selama 4-6 jam. Untuk mendapatkan yield yang tinggi, reaksi
transesterifikasi dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama, katalis yang
digunakan sebanyak 2/3 bagian katalis total. Sisanya direaksikan dengan
produk hasil reaksi tahap pertama yang telah dipisahkan gliserolnya.
Produk dari reaksi transesterifikasi sempurna didalam reaktor berupa cairan
yang terpisah menjadi dua lapisan. Lapisan atas merupakan lapisan metil
ester kotor, sedangkan lapisan bawah adalah gliserol kotor. Jika reaksi
belum sempurna, akan ada lapisan ketiga ditengah berupa minyak yang
tidak terkonversi.
(4) Pemurnian metil ester;
Selanjutnya, metil ester yang diperoleh dimurnikan. Proses ini pada
umumnya melalui tahapan recovery metanol dan penghilangan pengotor.
Lapisan metil ester yang mengandung metanol dipanaskan, kemudian uap
metanol dikondensasikan. Kemudian, metil ester dibersihkan untuk
menghilangkan sisa katalis dan kotoran lain seperti sabun. Untuk
meningkatkan kemurnian metil ester dilakukan dua tahap pembersihan,
yaitu menggunakan gliserol murni dan penetralan diikuti dengan pencucian
dengan air. Gliserol disemprotkan ke permukaan metil ester, dan karena
lebih berat akan turun melewati metil ester sambil membawa sisa-sisa
pengotor. Pada tahap akhir, gliserol dipisahkan kembali dari metil ester.
BAB III
HASIL dan PEMBAHASAN

3.1. HASIL
* Analisis Ekonomi Investasi Bioenergi dari Kelapa Sawit

Pada analisis ini, asumsi-asumsi yang digunakan antara lain :


 Luas lahan budidaya adalah 6.000 ha, dengan tingkat kesesuaian lahan untuk
perkebunan sawit kelas 3 (S3).
 Populasi kebun 143 pohon/ha
 Jumlah bibit cadangan 10% dari total kebutuhan bibit
 Produktivitas lahan sesuai dengan tingkat kesesuaian lahan (S3)
Umur Produktivitas (ton/ha/thn) Umur Produktivitas (ton/ha/thn)
3 6 15 24
4 10 16 23
5 14 17 22
6 18 18 22
7 23 19 21
8 25 20 20
9 25 21 19
10 25 22 18
11 25 23 17
12 25 24 16
13 25 25 15
14 24
 Kelapa mulai berproduksi pada tahun ke 3 dan dapat berproduksi hingga tahun
ke 25.
 Hasil dari kebun dijual kepada pengumpul dengan harga TBS adalah Rp. 600/kg.

3.2 PEMBAHASAN
BIAYA
Tabel 34. Kebutuhan investasi kebun budidaya kelapa sawit 6.000 ha
Uraian Investasi Total Biaya (Rp)
A Fasilitas penunjang
1. Kantor 200,000,000
2. Kendaraan, infrastruktur kebun 7,520,000,000
3. Fasilitas penunjang kantor 16,850,000

B Peralatan budidaya 2,178,000,000


Total Investasi 9,914,850,000
Tabel 35 . Rincian biaya operasional kebun budidaya kelapa sawit tahun pertama
Tenaga Kerja Jumlah Satuan Harga/satuan Total Biaya (Rp)
1 Pembukaan lahan 168000 HOK 20,000 3,360,000,000
2 Pembuatan jalan dan drainase 96000 HOK 20,000 1,920,000,000
3 Pembuatan lubang tanam 48000 HOK 20,000 960,000,000
4 Pemupukan pada lubang tanam 18000 HOK 20,000 360,000,000
5 Penanaman bibit 108000 HOK 20,000 2,160,000,000

Total Biaya TK 8,760,000,000

Bahan
1 bibit sawit 858000 batang 12,000 10,296,000,000
2 Pupuk
SA 0 kg 2,600 0
TSP 429000 kg 1,800 772,200,000
KCl 0 kg 3,500 0
Kieserite 0 kg 1,200 0
Borium 0 kg 2,000 0
ZA 0 kg 1,200 0
MOP 0 kg 3,000 0
3 Pestisida 0 L 50,000 0
Total biaya Bahan 11,068,200,000

Biaya operasional untuk tahun pertama dan seterusnya disajikan pada Tabel 36
Tabel 36. Biaya operasional budidaya kelapa sawit selama umur ekonomi proyek
Biaya operasional
Tahun
Tenaga kerja (Rp) Bahan (Rp)
Tahun 1 17,040,000,000 8,510,160,000
Tahun 2 14,640,000,000 10,732,380,000
Tahun 3 12,006,400,000 11,109,900,000
Tahun 4 12,006,400,000 7,377,600,000
Tahun 5 12,006,400,000 7,377,600,000
Tahun 6 12,006,400,000 15,099,600,000
Tahun 7 12,006,400,000 15,099,600,000
Tahun 8 12,006,400,000 15,099,600,000
Tahun 9 12,006,400,000 15,099,600,000
Tahun 10 12,006,400,000 15,099,600,000
Tahun 11 12,006,400,000 15,099,600,000
Tahun 12 12,006,400,000 15,099,600,000
Tahun 13 12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 14 12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 15 12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 16 12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 17 12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 18 12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 19 12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 20 12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 21 12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 22 12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 23 12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 24 12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 25 12,006,400,000 14,070,000,000

PROYEKSI ARUS KAS DAN KRITERIA KELAYAKAN USAHA

Tabel 37. Kriteria kelayakan usaha budidaya kelapa sawit


Kriteria kelayakan Nilai
NPV Rp. 91,840,709,247
IRR 33%
B/C Ratio 9.00
PBP 6.98

Dari perhitungan kriteria tersebut, terlihat bahwa usaha pendirian kebun


budidaya kelapa sawit layak dilakukan dan menguntungkan secara finansial. Dengan
umur proyek 25 tahun, nilai NPV adalah positif, nilai IRR lebih besar dari tingkat suku
bunga bank (33% > 15%), B/C ratio lebih besar dari 1 dan modal yang dikeluarkan
dapat kembali pada tahun ke 6.98.
Analisis finansial biodiesel kelapa sawit
Asumsi perhitungan
Dalam perhitungan analisis finansial biodiesel kelapa sawit, digunakan beberapa
asumsi yaitu umur ekonomi proyek 20 tahun, kapasitas produksi 6.000 ton/tahun serta
beberapa parameter lainnya yang disajikan pada Tabel 38.
Tabel 38. Asumsi-asumsi pada Unit Pengolahan Biodiesel Kelapa Sawit
1 Kapasitas Produksi
Kapasitas operasi 100% 60,000 ton per tahun
2 Keuangan
Debt Equity Ratio 70% 30%
Bunga
- Investasi 12% per tahun
- Modal kerja 12% per tahun
Pembayaran
- Investasi 8 tahun
- Modal kerja 5 tahun
Depresiasi 10 tahun
3 Utilitas dan konsumsi
Uap 5 bar 150,000 Rp/ton
Listrik 552 Rp/KWH
Air pendingin 460 Rp/m3
Air untuk proses 9,200 Rp/m3
Air sisa 13,800 Rp/m3
Nitrogen cair 2,760 Rp/kg
Lain-lain 23,000 Rp/ton B-D
4 Bahan baku (kimia)
CPO 4,000,000 Rp/ton
Metanol 2,760,000 Rp/ton
KOH 7,360,000 Rp/ton
H2SO4 1,380,000 Rp/ton
Bahan tambahan 1 16,560,000 Rp/ton
Bahan tambahan 2 11,960,000 Rp/ton
5 Biaya lain
Orang/tenaga kerja 4,600,000,000 Rp/tahun
Pengawasan dan over head 2,300,000,000 Rp/tahun
Pemeliharaan 529,759 Rp/tahun
Asuransi 3,680,000,000 Rp/tahun
Lab/Quality control 2,208,000,000 Rp/tahun
Biaya pemasaran 1,380,000,000 Rp/tahun
Lain-lain 1,840,000,000 Rp/tahun
6 Harga produk
Bio Diesel 7,176,000 Rp/ton
Gliserol teknis 2,760,000 Rp/ton

Investasi
Tabel 39. Investasi pendirian pabrik biodiesel sawit
1 Biaya Investasi OSBL ISBL TOTAL
Pengeluaran pra-proyek 3,413,200,000 0 3,413,200,000
Lahan 2,760,000,000 0 2,760,000,000
Pengolahan air 920,000,000 0 920,000,000
Loading arm 11,040,000,000 0 11,040,000,000
Power plant 15,927,406,961 0 15,927,406,961
Pabrik 0 147,200,000,000 147,200,000,000
Pajak PPn 10% & Pajak lain 3,406,060,696 14,720,000,000 18,126,060,696
Biaya Proyek 37,466,667,657 161,920,000,000 199,386,667,657
2 IDC 17,410,714,986
Total Biaya Proyek 216,797,382,643

3 Modal kerja 57,229,724,407


4 Biaya finansial 8,220,813,212
Total Investasi 282,247,920,262
Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku dan bahan tambahan, utilitas dan
konsumsi serta transportasi produk. Rincian biaya operasional dengan kapasitas pabrik
maksimal (100%) disajikan pada Tabel 40.
Tabel 40. Biaya Operasional Pabrik biodiesel kapasitas 6.000 ton/tahun
Deskripsi Konsumsi Satuan Harga/satuan Total
A Biaya Variabel
Bahan baku/kimia
CPO 1.07 Ton/Ton B-D 4,000,000 256,800,000,000
Metanol 0.115 Ton/Ton B-D 2,760,000 19,044,000,000
KOH 0.016 Ton/Ton B-D 7,360,000 7,065,600,000
H2SO4 0.001 Ton/Ton B-D 1,380,000 82,800,000
Bahan tambahan 1 0.003 Ton/Ton B-D 16,560,000 2,980,800,000
Bahan tambahan 2 0.001 Ton/Ton B-D 11,960,000 717,600,000
Sub Total 286,690,800,000
Utilitas dan Konsumsi
Uap 5 bar 0.67 Ton/Ton B-D 150,000 6,030,000,000
kWh/Ton B-
Listrik 67.15 D 552 2,224,008,000
Air pendingin 1.68 m3/Ton B-D 460 46,368,000
Air untuk proses 0.17 m3/Ton B-D 9,200 93,840,000
Air sisa 0.17 m3/Ton B-D 13,800 140,760,000
Nitrogen cair 0.84 kg/Ton B-D 2,760 139,104,000
Lain-lain 2.1 Rp/Ton B-D 23,000 2,898,000,000
Sub Total 11,572,080,000
Total Biaya Variabel (A) 298,262,880,000
B Biaya Tetap
Orang/tenaga kerja 1 Rp/Tahun 4,600,000,000 4,600,000,000
Pengawasan dan over head 1 Rp/Tahun 2,300,000,000 2,300,000,000
Perawatan 1 Rp/Tahun 529,759 529,759
Asuransi 1 Rp/Tahun 3,680,000,000 3,680,000,000
Lab/Quality control 1 Rp/Tahun 2,208,000,000 2,208,000,000
Biaya pemasaran 1 Rp/Tahun 1,380,000,000 1,380,000,000
Lain-lain 1 Rp/Tahun 1,840,000,000 1,840,000,000
Depresiasi Tahun (Straight line) 21,679,738,264
Bunga Rp/Tahun 18,248,864,568

Total Biaya Tetap 55,937,132,592


Total Biaya Produksi 354,200,012,592

Arus kas dan kriteria kelayakan usaha


Kelayakan industri bioetanol berbahan baku sagu dianalisis menggunakan
proyeksi arus kas dan perhitungan kriteria kelayakan yang terdiri dari NPV dan IRR.
Usaha dikatakan layak jika dapat memenuhi kewajiban finansial serta dapat
mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Proyeksi arus kas secara lengkap disajikan
pada Lampiran 6. Adapun hasil perhitungan kriteria kelayakan disajikan pada Tabel 41.
Tabel 41. Hasil perhitungan kriteria kelayakan investasi industri biodiesel sawit

Kriteria investasi Nilai


IRR 19.57%
NPV 167,565,686,218

Pendirian kebun kelapa sawit seluas 6.000 ha memerlukan biaya investasi dan
biaya operasional yang dikeluarkan selama umur proyek (25 tahun). Biaya investasi
terdiri dari biaya pembelian peralatan sebesar Rp. 2,178,000,000,- dan biaya pengadaan
sarana penunjang sebesar Rp.7,736,850,000,- termasuk di dalamnya lahan, bangunan,
peralatan kantor serta sarana transportasi. Investasi untuk peralatan dilakukan setiap
tahun dengan nilai investasi yang berbeda-beda. Komponen biaya investasi pendirian
kebun budidaya kelapa sawit 6.000 ha untuk tahun pertama disajikan pada Tabel 34.
Biaya operasional untuk penanaman dan persiapan lahan adalah sebesar Rp.
8,760,000,000 untuk biaya tenaga kerja dan Rp. 11,068,200,000,- untuk pembelian
bahan. Rincian biaya operasional tersebut disajikan pada Tabel 35.

Pendapatan
Pendapatan kebun kelapa sawit dihasilkan dari penjualan Tandan Buah Sawit
(TBS). Harga yang digunakan yaitu Rp.600.000,- per ton. Pada tahun ketiga (pertama
kali panen), asumsi produktivitas yang digunakan adalah 6 ton/ha/tahun. Dengan
produktivitas tersebut pada tahun ke 3 akan dihasilkan 36.000 ton TBS dan
mendatangkan pendapatan sebesar Rp. 21,600,000,000,-. Sedangkan pada tahun ke 8-
13, produktivitas lahan maksimal yaitu 25 ton/ha/tahun, maka pada tahun 8 akan
diperoleh pendapatan sebesar Rp. 90,000,000,000,-.
Kelayakan usaha budidaya kelapa sawit dianalisis menggunakan proyeksi arus
kas dan perhitungan kriteria kelayakan yang terdiri dari NPV, IRR, Net B/C serta PBP.
Usaha dikatakan layak jika dapat memenuhi kewajiban finansial serta dapat
mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Proyeksi arus kas secara lengkap disajikan
pada Lampiran 3, adapun hasil perhitungan kriteria kelayakan disajikan pada Tabel 37.
Biaya investasi untuk pendirian pabrik biodiesel terdiri dari biaya proyek, dan
modal kerja. Biaya proyek merupakan seluruh modal awal yang diperlukan untuk
pengadaan tanah, bangunan dan peralatan juga biaya IDC (Interest during
construction). IDC adalah biaya bunga yang dihasilkan selama pendirian pabrik
(perhitungan disajikan pada Lampiran 4). Sedangkan modal kerja adalah modal yang
dikeluarkan untuk keperluan pengadaan bahan baku, bahan pembantu, tenaga kerja dan
biaya operasional untuk menjalankan usaha.
Total investasi yang diperlukan sebesar Rp. 282,247,920,262,- dimana modal
tersebut diperoleh dari pinjaman dan modal sendiri dengan Debt Equity Ratio (70:30).
Rincian biaya investasi disajikan pada Tabel 39.
Modal kerja terdiri dari biaya variabel yang jumlahnya tergantung pada jumlah
biodiesel yang dihasilkan dan biaya tetap yang nilainya tidak dipengaruhi oleh kapasitas
produksi. Modal kerja yang digunakan adalah modal kerja tertinggi yaitu pada saat
pabrik telah beroperasi maksimal (100%) dan dikali dengan faktor konversi 1.5 yaitu
sebesar Rp. 57,229,724,407,-. yang merupakan biaya operasional bahan baku selama
30 hari dan inventory 60 hari.

Produksi dan Pendapatan Usaha


Dengan kapasitas produksi 6.000 ton biodiesel per tahun, dan harga jual Rp.
7.176.000,- per ton biodiesel maka akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp
430,560,000,000,-. Pendapatan dari pabrik biodiesel akan bertambah dengan penjualan
gliserol dan potasium sulfat masing-masing sebesar Rp. 16,449,600,000,- dan Rp.
2,433,216,000,-. Secara lengkap produksi dan pendapatan usaha biodiesel kelapa sawit
disajikan pada Lampiran 5.
Dari perhitungan kriteria tersebut, terlihat bahwa usaha pendirian industri
biodiesel kelapa layak dilakukan dan menguntungkan secara finansial. Dengan umur
proyek 20 tahun, nilai NPV positif dan IRR lebih besar dari tingkat suku bunga bank
(19.57% > 12%).
BAB IV
KESIMPULAN

1. Kebutuhan minyak solar pada sektor-sektor transportasi, industri, dan


pembangkit listrik meningkat terus, sedangkan produksi minyak solar di dalam
negeri relatif tetap. Sebagian besar kebutuhan minyak solar tersebut
dipergunakan sebagai bahan bakar kendaraan pada sektor transportasi, yang
secara fisik sulit untuk digantikan oleh jenis energi lain, sehingga mendorong
Pemerintah untuk meningkatkan impor minyak solar guna memenuhi kebutuhan
energi tersebut.

2. Tingginya harga minyak mentah dunia yang diikuti harga BBM termasuk
minyak solar, mengakibatkan beban pemerintah dalam penyediaan minyak
solar dalam negeri semakin berat. Untuk itu perlu dicari bahan bakar alternatif
pengganti minyak solar tersebut. Biodiesel merupakan pilihan sebagai sumber
bahan baker alternatif pengganti minyak solar terutama untuk sektor transportasi.

3. Berdasarkan pengembangan tanaman penghasil bahan baku biodiesel saat ini,


CPO dari kelapa sawit merupakan sumber bahan baku biodiesel yang paling
siap dan potensial. Dengan luas perkebunan kelapa sawit yang mencapai sekitar
5,45 juta hektar dan produksi CPO nya mencapai sekitar 11,78 juta ton, maka
bila seluruh produksi CPO tersebut dipergunakan sebagai bahan baku biodiesel
akan menghasilkan sekitar 10,60 juta ton biodiesel yang setara dengan 419,34 PJ
atau sekitar 50% kebutuhan minyak solar nasional.

4. Produksi CPO tersebut diperuntukkan untuk keperluan non energi seperti bahan
baku pembuatan minyak goreng, sabun dan ekspor, sehingga bila CPO yang ada
dipergunakan sebagai bahan baku biodiesel dikhawatirkan akan dapat
mengganggu pasokan non energi tersebut. Oleh karena itu diperlukan perluasan
lahan kelapa sawit khusus untuk pasokan bahan baku biodiesel.

5. Untuk mendukung keekonomian biodiesel, sebagian dari bahan baku biodiesel


dapat memanfaatkan CPO parit atau limbah CPO yang diperkirakan bisa
mencapai dua persen dari produksi CPO standar.

6. Kendala utama dari pemanfaatan CPO parit untuk biodiesel adalah jumlahnya
yang relatif terbatas dan lokasi pabrik CPO tersebar di beberapa lokasi,
sehingga memerlukan usaha dan biaya tersendiri dalam pengangkutan CPO parit
ke pabrik biodiesel.
DAFTAR PUSTAKA

1. --------. Biodiesel. Encyclopedia. Columbia University Press. 2004.

2. Ditjen. Perkebunan. Buku Statistik Perkebunan Indonesia, Kelapa Sawit 1990-


2004, 2005.
3. Ditjen. Minyak dan Gas. Statistik Minyak dan Gas 1994 - 2004.
4. Wirawan, S.S. Perkiraan Reference Energy System Biodiesel. BPPT. 2004.
5. Tatang H.S., Material Aspects of Biodiesel Production in Indonesia, Seminar
"Business opportunities of Biodiesel into the fuel market in Indonesia", BPPT,
Jakarta, 8 Maret 2006.
6.

Anda mungkin juga menyukai