BILQISTI
05101002029
INDRALAYA
2011
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Minyak solar atau Automotive Diesel Oil (ADO) sebagai salah satu hasil kilang
minyak merupakan bahan bakar destilasi menengah (middle destilate) yang sangat
penting untuk memenuhi kebutuhan energi khususnya bahan bakar minyak (BBM)
untuk bahan bakar di sektor transportasi, industri dan kelistrikan di Indonesia.. Selain
itu juga dikenal minyak diesel atau Industrial Diesel Oil (IDO) yang digunakan untuk
bahan bakar di sektor industri, termasuk untuk pembangkit listrik. Penyediaan minyak
solar selain dapat diperoleh dari produksi kilang minyak di dalam negeri, juga
diperoleh dari impor yang saat ini sudah mencapai angka yang hampir sama dengan
produksi dalam negeri. Dengan kondisi tersebut, kenaikan harga minyak mentah dunia
yang berakibat pada kenaikan harga produk kilang seperti minyak solar akan
menambah beratnya beban Pemerintah dalam penyediaan BBM terutama untuk bahan
bakar yang disubsidi. Mengingat minyak solar sangat berperan dalam transportasi, baik
transportasi orang maupun barang, maka penyediaan minyak solar di masa mendatang
sulit untuk dihilangkan dan harus dipenuhi. Oleh karena itu perlu dicari langkah
langkah untuk mengurangi maupun menggantikan pemakaian minyak solar tersebut
dengan bahan bakar alternatif.
Indonesia sebagai negara tropis memiliki berbagai jenis tanaman yang dapat
dikembangkan sebagai bahan baku untuk produksi energi alternatif untuk
menggantikan bahan bakar minyak, baik berupa bio-ethanol sebagai pengganti
premium maupun bio-diesel sebagai pengganti minyak solar. Biodiesel mempunyai
sifat pembakaran yang sangat serupa dengan minyak solar, sehingga dapat
dipergunakan langsung pada mesin berbahan bakar minyak solar tanpa mengubah
mesin (Columbia University Press, 2004).
Biodiesel dapat dibuat dari bahan hayati yang ramah lingkungan seperti: kelapa
sawit, jarak pagar, dan kacang kedelai. Biodiesel di Amerika Serikat umumnya dibuat
dengan bahan baku kacang kedelai sesuai dengan kondisi wilayahnya. Di samping
Malaysia, Indonesia saat ini merupakan penghasil CPO terbesar di dunia, sehingga
dilihat dari kesiapan dalam penyediaan, CPO dari kelapa sawit mempunyai potensi
yang besar untuk dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku utama produksi bio-diesel.
Sumber yang lain seperti jarak pagar potensinya relatif terbatas, karena sampai saat ini
belum banyak dibudi dayakan.
Perkebunan kelapa sawit yang pengelolaannya terdiri atas perkebunan rakyat,
perkebunan negara atau Badan Umum Milik Negara (BUMN), dan perkebunan swasta
mencapai luas 5,4 juta hektar. Total produksi pada tahun 2004 mencapai 11,78 juta ton
Crude Palm Oil (CPO) atau produksi rata-rata dari setiap hektar perkebunan sawit
adalah 2,17 ton (Statistik Perkebunan, Ditjen Bina Produksi Perkebunan 2004).
Sebagian besar dari perkebunan kelapa sawit berada di Sumatera sekitar 4 juta hektar,
sedangkan sisanya secara berturut-turut tersebar di Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan
Jawa. Produksi CPO tersebut biasanya dipergunakan untuk bahan baku pembuatan
minyak goreng, dan sabun. Oleh karena itu, masalah-masalah teknis, ekonomis, dan
sosial dari pengembangan perkebunan kelapa sawit untuk bahan baku biodiesel
tersebut perlu diperhatikan, sehingga hasilnya dapat lebih berdaya guna. Berdasarkan
ketersediaan lahan, Kalimantan dan Papua mempunyai potensi yang besar dalam
pengembangan perkebunan kelapa sawit.
b. Tujuan
Mengetahui peluang pemanfaatan biodiesel dari kelapa sawit sebagai bahan baker
alternative pengganti minyak solar di Indonesia.
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Biodiesel
Biodiesel adalah bahan bakar yang terdiri atas mono-alkil ester dari fatty
acid rantai panjang, yang diperoleh dari minyak tumbuhan atau lemak binatang
(Soerawidjaja, 2005; National Biodiesel Board - NBB, 2003).
Terdapat tiga rute dasar dalam proses alkoholisis untuk menghasilkan biodiesel,
atau alkil ester (Ma, F, 1999). Ketiga rute dasar tersebut yaitu:
1. Transesterifikasi minyak dengan alkohol melalui katalisis
basa.
2. Esterifikasi minyak dengan methanol melalui katalisis asam secara
langsung.
3. Konversi dari minyak ke fatty acid, kemudian dari fatty acid ke alkyl ester,
melalui katalisis asam.
3.1. HASIL
* Analisis Ekonomi Investasi Bioenergi dari Kelapa Sawit
3.2 PEMBAHASAN
BIAYA
Tabel 34. Kebutuhan investasi kebun budidaya kelapa sawit 6.000 ha
Uraian Investasi Total Biaya (Rp)
A Fasilitas penunjang
1. Kantor 200,000,000
2. Kendaraan, infrastruktur kebun 7,520,000,000
3. Fasilitas penunjang kantor 16,850,000
Bahan
1 bibit sawit 858000 batang 12,000 10,296,000,000
2 Pupuk
SA 0 kg 2,600 0
TSP 429000 kg 1,800 772,200,000
KCl 0 kg 3,500 0
Kieserite 0 kg 1,200 0
Borium 0 kg 2,000 0
ZA 0 kg 1,200 0
MOP 0 kg 3,000 0
3 Pestisida 0 L 50,000 0
Total biaya Bahan 11,068,200,000
Biaya operasional untuk tahun pertama dan seterusnya disajikan pada Tabel 36
Tabel 36. Biaya operasional budidaya kelapa sawit selama umur ekonomi proyek
Biaya operasional
Tahun
Tenaga kerja (Rp) Bahan (Rp)
Tahun 1 17,040,000,000 8,510,160,000
Tahun 2 14,640,000,000 10,732,380,000
Tahun 3 12,006,400,000 11,109,900,000
Tahun 4 12,006,400,000 7,377,600,000
Tahun 5 12,006,400,000 7,377,600,000
Tahun 6 12,006,400,000 15,099,600,000
Tahun 7 12,006,400,000 15,099,600,000
Tahun 8 12,006,400,000 15,099,600,000
Tahun 9 12,006,400,000 15,099,600,000
Tahun 10 12,006,400,000 15,099,600,000
Tahun 11 12,006,400,000 15,099,600,000
Tahun 12 12,006,400,000 15,099,600,000
Tahun 13 12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 14 12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 15 12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 16 12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 17 12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 18 12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 19 12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 20 12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 21 12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 22 12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 23 12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 24 12,006,400,000 14,070,000,000
Tahun 25 12,006,400,000 14,070,000,000
Investasi
Tabel 39. Investasi pendirian pabrik biodiesel sawit
1 Biaya Investasi OSBL ISBL TOTAL
Pengeluaran pra-proyek 3,413,200,000 0 3,413,200,000
Lahan 2,760,000,000 0 2,760,000,000
Pengolahan air 920,000,000 0 920,000,000
Loading arm 11,040,000,000 0 11,040,000,000
Power plant 15,927,406,961 0 15,927,406,961
Pabrik 0 147,200,000,000 147,200,000,000
Pajak PPn 10% & Pajak lain 3,406,060,696 14,720,000,000 18,126,060,696
Biaya Proyek 37,466,667,657 161,920,000,000 199,386,667,657
2 IDC 17,410,714,986
Total Biaya Proyek 216,797,382,643
Pendirian kebun kelapa sawit seluas 6.000 ha memerlukan biaya investasi dan
biaya operasional yang dikeluarkan selama umur proyek (25 tahun). Biaya investasi
terdiri dari biaya pembelian peralatan sebesar Rp. 2,178,000,000,- dan biaya pengadaan
sarana penunjang sebesar Rp.7,736,850,000,- termasuk di dalamnya lahan, bangunan,
peralatan kantor serta sarana transportasi. Investasi untuk peralatan dilakukan setiap
tahun dengan nilai investasi yang berbeda-beda. Komponen biaya investasi pendirian
kebun budidaya kelapa sawit 6.000 ha untuk tahun pertama disajikan pada Tabel 34.
Biaya operasional untuk penanaman dan persiapan lahan adalah sebesar Rp.
8,760,000,000 untuk biaya tenaga kerja dan Rp. 11,068,200,000,- untuk pembelian
bahan. Rincian biaya operasional tersebut disajikan pada Tabel 35.
Pendapatan
Pendapatan kebun kelapa sawit dihasilkan dari penjualan Tandan Buah Sawit
(TBS). Harga yang digunakan yaitu Rp.600.000,- per ton. Pada tahun ketiga (pertama
kali panen), asumsi produktivitas yang digunakan adalah 6 ton/ha/tahun. Dengan
produktivitas tersebut pada tahun ke 3 akan dihasilkan 36.000 ton TBS dan
mendatangkan pendapatan sebesar Rp. 21,600,000,000,-. Sedangkan pada tahun ke 8-
13, produktivitas lahan maksimal yaitu 25 ton/ha/tahun, maka pada tahun 8 akan
diperoleh pendapatan sebesar Rp. 90,000,000,000,-.
Kelayakan usaha budidaya kelapa sawit dianalisis menggunakan proyeksi arus
kas dan perhitungan kriteria kelayakan yang terdiri dari NPV, IRR, Net B/C serta PBP.
Usaha dikatakan layak jika dapat memenuhi kewajiban finansial serta dapat
mendatangkan keuntungan bagi perusahaan. Proyeksi arus kas secara lengkap disajikan
pada Lampiran 3, adapun hasil perhitungan kriteria kelayakan disajikan pada Tabel 37.
Biaya investasi untuk pendirian pabrik biodiesel terdiri dari biaya proyek, dan
modal kerja. Biaya proyek merupakan seluruh modal awal yang diperlukan untuk
pengadaan tanah, bangunan dan peralatan juga biaya IDC (Interest during
construction). IDC adalah biaya bunga yang dihasilkan selama pendirian pabrik
(perhitungan disajikan pada Lampiran 4). Sedangkan modal kerja adalah modal yang
dikeluarkan untuk keperluan pengadaan bahan baku, bahan pembantu, tenaga kerja dan
biaya operasional untuk menjalankan usaha.
Total investasi yang diperlukan sebesar Rp. 282,247,920,262,- dimana modal
tersebut diperoleh dari pinjaman dan modal sendiri dengan Debt Equity Ratio (70:30).
Rincian biaya investasi disajikan pada Tabel 39.
Modal kerja terdiri dari biaya variabel yang jumlahnya tergantung pada jumlah
biodiesel yang dihasilkan dan biaya tetap yang nilainya tidak dipengaruhi oleh kapasitas
produksi. Modal kerja yang digunakan adalah modal kerja tertinggi yaitu pada saat
pabrik telah beroperasi maksimal (100%) dan dikali dengan faktor konversi 1.5 yaitu
sebesar Rp. 57,229,724,407,-. yang merupakan biaya operasional bahan baku selama
30 hari dan inventory 60 hari.
2. Tingginya harga minyak mentah dunia yang diikuti harga BBM termasuk
minyak solar, mengakibatkan beban pemerintah dalam penyediaan minyak
solar dalam negeri semakin berat. Untuk itu perlu dicari bahan bakar alternatif
pengganti minyak solar tersebut. Biodiesel merupakan pilihan sebagai sumber
bahan baker alternatif pengganti minyak solar terutama untuk sektor transportasi.
4. Produksi CPO tersebut diperuntukkan untuk keperluan non energi seperti bahan
baku pembuatan minyak goreng, sabun dan ekspor, sehingga bila CPO yang ada
dipergunakan sebagai bahan baku biodiesel dikhawatirkan akan dapat
mengganggu pasokan non energi tersebut. Oleh karena itu diperlukan perluasan
lahan kelapa sawit khusus untuk pasokan bahan baku biodiesel.
6. Kendala utama dari pemanfaatan CPO parit untuk biodiesel adalah jumlahnya
yang relatif terbatas dan lokasi pabrik CPO tersebar di beberapa lokasi,
sehingga memerlukan usaha dan biaya tersendiri dalam pengangkutan CPO parit
ke pabrik biodiesel.
DAFTAR PUSTAKA