Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, tuba

Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif

dan otitis media non supuratif. Masing-masing mempunyai bentuk akut dan kronis.

Pada beberapa penelitian, diperkirakan terjadinya otitis media yaitu 25% pada anak-anak.

Infeksi umumnya terjadi dua tahun pertama kehidupan dan puncaknya pada tahun pertama masa

sekolah.

Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi kronis pada telinga tengah dengan

perforasi membran tympani dan sekret keluar dari telinga terus menerus atau hilang

timbul,. sekret dapat encer atau kental, bening atau berupa nanah. Jenis otitis media supuratif

kronis dapat terbagi 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK tipe maligna.

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis media kronis

yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan

tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk. Gejala otitis media supuratif kronis antara lain

otorrhoe yang bersifat purulen atau mokoid, terjadi gangguan pendengaran, otalgia, tinitus, rasa

penuh di telinga dan vertigo.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga Tengah

Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batasnya adalah sebagai berikut:

-
Batas luar: membrane timpani
-
Batas depan: tuba eustachius
-
Batas bawah: vena jugularis (bulbus jugularis)
-
Batas belakang: aditus ad antrum, kanalis facialis pars vertikalis
-
Batas atas: tegmen timpani (meningen/otak)
-
Batas dalam: berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis horizontal, kanalis

facialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window) dan

promontorium.

Telinga terngah terdiri dari suatu ruang yang terletak antara membrane timpani dan

kapsul telinga dalam, tulang-tulang dan otot yang terdapat didalamnya beserta penunjangnya,

tuba eustachius dan system sel-sel udara mastoid. Bagian ini dipisahkan dari dunia luar oleh

suatu membrane timpani dengan diameter kurang lebig setengah inci.

Membrane timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga

dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinnga. Bagian atas disebut pars flaksida (membrane

shrapnel), sedangkan bagian bawah pars tensa (membrane propria). Pars flaksida hanya

berlapis dua, yaitu bagian luar adalah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam
dilapisi olehsel kubus bersilia, seperti sel epitel saluran napas. Pars tensa mempunyai satu

lapis lagi di tengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagendan sedikit serat elastin yang

berjalan secara radier dibagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut sebagai

umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) kearah bawah yaitu pukul 7

untuk membrane timpani kiri dan pukul 5 untuk membrane timpani kanan. Membrane timpani

dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan

garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian atas-depan, atas-

belakang, bawah-depan serta bawah-belakang, untuk menyatakan letak perforasi membrane

timpani.

Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar

kedalam yaitu, maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling

berhubungan. Prosesus longus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada inkus,

dan inkus melakt pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan

koklea. Hibungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius

termasuk dalam telinga tengah yang menghubungkan daerah nasifaring dengan telinga tengah.
Gambar 2.1 Anatomi Telinga

2.2 Definisi

Otitis media supuratif kronik ialah infeksi kronik di telinga tengah lebih dari 2 bulan

dengan adanya perforasi membran timpani, sekret yang keluar dari telinga tengah dapat terus

menerus atau hilang timbul. Sekret bisa encer atau kental, bening atau berupa nanah. Otitis

media supuratif kronik (OMSK) didalam masyarakat Indonesia dikenal dengan istilah congek,

teleran atau telinga berair. Kebanyakan penderita OMSK menganggap penyakit ini merupakan

penyakit yang biasa yang nantinya akan sembuh sendiri. Penyakit ini pada umumnya tidak

memberikan rasa sakit kecuali apabila sudah terjadi komplikasi. Biasanya komplikasi

didapatkan pada penderita OMSK tipe maligna seperti labirinitis, meningitis, abses otak yang

dapat menyebabkan kematian. Kadangkala suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen

pada OMSK tipe bening pun dapat menyebabkan suatu komplikasi.

Pada dasarnya keberhasilan pengobatan penyakit infeksi bakteri dengan antibiotik

merupakan hasil akhir dari 3 komponen, yaitu penderita, bakteri dan antibiotika. Hal ini

disebabkan karena penyakit infeksi bakteri adalah manifestasi klinik dari interaksi antara

penderita dan bakteri. Adapun untuk pengobatan infeksi dibutuhkan antibiotika yang tepat dan

daya tahan tubuh penderita itu sendiri. Memilih antibiotika yang tepat dapat dilakukan

berdasarkan sekurang-kurangnya mengetahui jenis bakteri penyebab penyakit dan akan lebih

baik lagi apabila disertai dengan adanya hasil uji kepekaan pemeriksaan mikrobiologi. Ketidak

patuhan penderita dalam perawatan, kuman yang resisten, bentuk anatomi telinga,

adanyakomplikasi, menyebabkan kesulitan dalam hal pengobatan dan perawatan penderita

OMSK.
Yang disebut dengan otitis media supuratif kronik adalah infeksi kronis ditelinga

tengah dengan perfirasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah terus

menerus atau hilang timbul. Sekret yang keluar mungkin encer atau kental, bening atau berupa

nanah. Otitis media akut dengan perforasi membran timpani dapat menjadi otitis media

supuratif kronis bila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Bila proses infeksi kurang dari 2 bulan,

disebut sebagai otitis media supuratif subakut.

2.3 Etiologi

Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang

dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis,

rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius

yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate

dan Down’s syndrom. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang

merupakan faktor insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor Host yang berkaitan

dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi immun sistemik. Kelainan humoral

(seperti hipogammaglobulinemia) dan cell- mediated ( seperti infeksi HIV, sindrom

kemalasan leukosit) dapat manifest sebagai sekresi telinga kronis.

Penyebab OMSK antara lain :

1. Lingkungan

Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai

hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, dimana kelompok

sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan

hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat.
2. Genetik

Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK

berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-

sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal

ini primer atau sekunder.

3. Otitis media sebelumnya.

Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut

dan / atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan

satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi keadaan kronis.

4. Infeksi

Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi

pada otitis media kronik yang aktif menunjukan bahwa metode kultur yang digunakan

adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram- negatif, flora tipe-usus, dan

beberapa organisme lainnya.

5. Infeksi saluran nafas atas

Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi

virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan

tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga

memudahkan pertumbuhan bakteri.

6. Autoimun
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis

media kronis.

7. Alergi

Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang

bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap

antibiotik tetes telinga atau bakteria atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti

kemungkinannya.

8. Gangguan fungsi tuba eustachius.

Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah

hal ini merupakan fenomen primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang

inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan

umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi

normal.

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada

OMSK :

· Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi sekret

telinga purulen berlanjut.

· Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada

perforasi.

· Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme

migrasi epitel.
· Pada pinggir perforasi dari epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat

diatas sisi medial dari membran timpani. Proses ini juga mencegah penutupan spontan

dari perforasi.

2.4 Patofisiologi

Disfungsi tuba Eustachius merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga

tengah ini (otitis media, OM). Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam

keadaan tertutup dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk

menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara

atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada

anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada

anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM

daripada dewasa.

Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui

tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah.

Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah

yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal

seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas

pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya

peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena

stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu

lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan

banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet

dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan

OM ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel

sederhana.

Terjadinya OMSK disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah yang tidak normal

atau tidak kembali normal setelah proses peradangan akut telinga tengah, keadaan tuba

Eustachius yang tertutup dan adanya penyakit telinga pada waktu bayi.

2.5 Klasifikasi

OMSK dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu OMSK tipe aman (tipe mukosa = tipe benigna)

dan OMSK tipe bahaya (tipe tulang = tipe maligna).

Berdasarkan aktifitas sekret yang keluar dikenal juga OMSK tipe aktif dan OMSK

tenang. OMSK aktif adalah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif,

sedangkan OMSK tenang adalah yang keadaan kavum timpaninya terlihat basah atau kering.

Proses peradangan pada OMSK tipe aman terbatas pada mukosa saja, dan biasanya

tidak mengenai tulang. Perforasi terletak disentral. Umumnya OMSK tipe aman jarang

menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Pada OMSK tipe aman tidak terdapat

kolesteatoma. Kolesteatom adalah suatu kista epiterial yang berisi deskuamasi epitel (keratin).

Yang dimaksud OMSK tipe maligna adalah OMSK yang disertai dengan kolesteatom.

OMSK ini dikenal juga dengan OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe tulang. Perforasi pada

OMSK tipe bahaya letaknya marginal atau di atik, kadang-kadang terdapat juga kolesteatom
pada OMSK dengan perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau fatal

timbul pada OMSK tipe bahaya.

Bentuk perforasi membran timpani adalah :

1. Perforasi sentral

Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior, kadang-

kadang sub total.

2. Perforasi marginal

Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus.

Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada

pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.

3. Perforasi atik

Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.

2.6 Gejala Klinis

1. Telinga berair (otorrhoe)

Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung

stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik

telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak

berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi

membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya

jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang

telinga luar setelah mandi atau berenang.


Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat

bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk

degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada

OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena

rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan

adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang

mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan

tuberkulosis.

2. Gangguan pendengaran

Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya

dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran

mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun

kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak

dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang

pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran

menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db.

Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta

keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe

maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran,

tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang

pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.

Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya

infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin
tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli

saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kohlea.

3. Otalgia ( nyeri telinga)

Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda

yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri

dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya

durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri

telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan

tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis

sinus lateralis.

4. Vertigo

Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan

vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding

labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara

yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya

karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah

terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan

meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.

Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari

telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana

mungkin berlanj ut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada

membran timpani, dengan demikian dapat diteruskan melalui rongga telinga tengah.

2.7 Diagnosis

Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara :

1. Anamnesis (history-taking)

Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali datang

dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai

adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang pada tipe tubotimpanal sekretnya

lebih banyak dan seperti berbenang (mukous), tidak berbau busuk dan intermiten,

sedangkan pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala disertai

pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang keluar dapat bercampur

darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga

keluar darah.

2. Gejala klinis

Ada beberapa gejala klinis yang menyebabkan pasien berobat ke pelayanan kesehatan,

antara lain:

- Telinga berair (otorrhoe), sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air

dan encer) tergantung stadium peradangan.

- Gangguan pendengaran, ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.

Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.

- Otalgia (nyeri telinga), nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada

merupakan suatu tanda yang serius.


- Vertigo, vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya.

3. Pemeriksaan otoskopi

Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi dapat

dinilai kondisi mukosa telinga tengah.

4. Pemeriksaan audiologi

Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang

dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk

menentukan gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech

reception threshold’ pada kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.

Pemeriksaan penala adalah pemeriksaan sederhana untuk mengetahui adanya

gangguan pendengaran. Untuk mengetahui jenis dan derajat gangguan pendengaran dapat

dilakukan pemeriksaan audiometri nada murni, audiometri tutur (speech audiometry) dan

pemeriksaan BERA (brainstem evoked responce audiometry) bagi pasien anak yang tidak

kooperatif dengan pemeriksaan audiometri nada murni.

5. Pemeriksaan radiologi

Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schüller berguna untuk menilai

kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif menunjukkan

anatomi tulang temporal dan kolesteatoma.

6. Pemeriksaan bakeriologik dengan media kultur pada OMSK

Identifikasi kuman didasarkan pada morfologi koloni kuman yang tumbuh pada media

kultur (agar darah) dan uji biokimia. Identifikasi bakteriologik dalam tubuh manusia

(dalam hal ini sekret telinga penderita OMSKBA) masih mengandalkan teknik kultur

murni.
7. Pemeriksaan penunjang lain berupa uji resistensi kuman dari sekret telinga.

2.8 Penatalaksanaan

Terapi OMSK tidak jarang memerlukan waktu lama, serta harus berulang-ulang. Sekret

yang keluar tidak cepat kering atau selalu kambuh lagi. Keadaan ini antara lain disebabkan

oleh satu atau beberapa keadaan yaitu: adanya perforasi membran timpani yang permanen,

sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar; terdapat sumber infeksi di faring,

nasofaring, hidung dan sinus paranasal; sudah terbentuk jaringan patologik yang irreversibel

dalam rongga mastoid dan ; gizi dan higiene yang kurang.

Prinsip terapi OMSK tipe aman adalah konserfatif atau dengan medikamentosa. Bila

sekret yang keluar terus-menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2

3% selama 3-5 hari. Secara oral diberikan antibiotika dari golongan ampisilin atau eritromisin

(bila pasien alergi terhadap ampisilin) sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang

dicurigai penyebebnya telah resisten terhadap ampisilin dapat diberikan ampisilin asam

klavulanat.

Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan

maka idealnya dilakukan meringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk

menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi,

mencegah terjadinya komplikasi dan kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta

memperbaiki pendengaran.
Bila terdapat sumber infeksi yang menyebabkan sekret tetap ada, atau terjadinya infeksi

berulang, maka sumber infeksi itu harus diobati terlebih dahulu, mungkin juga perlu dilakukan

pembedahan, misalnya adenoidektomi atau tonsilektomi.

Prinsip terapi OMSK tipe bahaya adalah pembedahan, yaitu mastoidektomi. Jadi, bila

terdapat OMSK tipe bahaya, maka terapi yang tepat adalah dengan melakukan mastoidektomi

dengan atau tanpa timpanoplasti. Terapi konservatif dengan medika mentosa hanyalah

merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses periosteal

retroaurikuler, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum mastoidektomi.

Untuk mencapai hasil terapi antimikroba yang optimal pada OMSK, harus dilakukan

isolasi kuman penyebab dan uji kepekaan terhadap antimikroba. Meskipun demikian, tidak

semua OMSK berhasil diatasi dengan terapi antimikroba, walaupun terapi yang diberikan telah

sesuai dengan uji kepekaan.

2.9 Komplikasi

Komplikasi OMSK dapat dibagi atas :

1. Komplikasi intratemporal (komplikasi ekstrakranial) terdiri dari parese n. Fasial dan

labirinitis.

2. Komplikasi ekstratemporal (komplikasi intrakranial) terdiri dari abses ekstradural, abses

subdural, tromboflebitis sinus lateral, meningitis, abses otak, hidrosefalus otitis.

Pada radang telinga tengah menahun ini walaupun telinga berair sudah bertahun-

tahun lamanya telinga tidak merasa sakit, apabila didapati telinga terasa sakit disertai

demam, sakit kepala hebat dan kejang menandakan telah terjadi komplikasi ke intrakranial.
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : Ny. NWRS

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal lahir : 01-11-1988

Umur : 31 Tahun

Alamat : Br. Kuta Undisan

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Tidak Bekerja

Agama : Hindu

Suku : Bali

Status : Menikah

Nomor Rekam Medis : 282218

Tanggal Masuk Rumah Sakit : 14-01-2019

3.2. Anamnesa

Keluhan utama :

Pasien mengeluh keluar cairan melalui telinga kiri

Riwayat Penyakit Sekarang :

Seorang perempuan berusia 31 tahun diantar oleh keluarganya ke Poli THT RSU Bangli,

pasien mengeluh keluar cairan melalui telinga kiri yang dirasakan sejak lebih kurang 1 bulan
yang lalu. Dari hasil wawancara, pasien mengatakan bahwa cairan yang keluar melalui telinga

kirinya tidak berbau, cairan tersebut diakui berwarna putih dan dikatakan bahwa cairan tersebut

kadang keluar dan tidak secara terus menerus. Menurut pernyataan dari suami pasien, pasien

dikatakan kerap kali mengeluhkan rasa nyeri pada telinganya, dan pasien tidak mengalami

demam. Keluhan adanya gangguan penurunan pendengaran dikatakan telah dirasakan pasien,

gejala gangguan di hidung dan di tenggorok disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu :

- Pasien baru pertama kali merasakan keluhan seperti ini.

- Riwayat alergi obat, dan makanan disangkal.

- Riwayat dirawat di RS, dan operasi THT-KL disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Menurut pasien tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan yang serupa dengan pasien.

3.3 Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum: tampak sakit sedang

b. Kesadaran: Compos Mentis (E4V5M6)

c. Tanda vital:

- Tekanan darah: 130/80 mmHg,

- Nadi: 80 x/menit

- Pernafasan: 20x/menit,

- Suhu: 36,5°C

- Berat badan: 57 kg

- Tinggi badan: 159 cm


I. TELINGA

KANAN KIRI
Bentuk Daun Telinga Normal Normal
Deformitas (-) Deformitas (-)
Kelainan Kongenital Tidak ada Tidak ada
Tumor Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak nyeri Tidak Nyeri
Penarikan daun telinga Tidak nyeri Tidak Nyeri
Valsava test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Toyinbee test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Regio mastoid Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Liang telinga Lapang, nanah (-), serumen Lapang, nanah (-), serumen (-),
(-), sekret (-) mukopurulen, sekret (-) mukopurulen,
hiperemis (-), oedem (-) hiperemis (-), oedem (-)
Membran timpani Retraksi (-), bulging (-), Retraksi (-), bulging (-),
hiperemi (-), edema (-), hiperemi (-), edema (-),
perforasi (+), cone of light perforasi (-), cone of light (+)
(+) arah jam 5, gambaran arah jam 7, gambaran pulsasi (-
pulsasi (-) )
TES PENALA
TEST KANAN KIRI
Rinne Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Weber Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Swabach Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Penala yang dipakai - -

II. HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

 Bentuk : Normal, tidak ada deformitas


 Tanda peradangan : Hiperemis (-), Panas (-), Nyeri (-), Bengkak (-)
 Vestibulum : Hiperemis -/-, sekret -/-
 Cavum nasi : Lapang +/+, edema -/-, hiperemis -/-
 Mukosa : merah muda +/+
 Tumor : -/-
 Konka : dekongesti/dekongesti
 Meatus nasi medius : Sekret -/-
 Septum nasi : Deviasi -/-, abses -/-
 Pasase udara : Hambatan -/-
 Daerah sinus frontalis : Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-)
 Daerah sinus maksilaris : Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-)
III. RHINOPHARYNX (RHINOSKOPI POSTERIOR)
Tidak dilakukan pemeriksaan

IV. PEMERIKSAAN TRANSILUMINASI

KANAN KIRI
Sinus frontalis, grade: Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sinus maksilaris, grade: Tidak dilakukan Tidak dilakukan

V. TENGGOROK

PHARYNX
 Dinding pharynx : hiperemis (+) pada parafaring sinistra, pus (+),
 Arkus pharynx : simetris, hiperemis (-), edema (-)
 Tonsil :
- Ukuran T1/T1 tenang
- Hiperemis -/-
- Kripta melebar -/-
- Detritus -/-
- Perlengketan -/-
 Uvula : letak di tengah, hiperemis (-)
 Gigi : gigi lengkap, caries (-)
 Lain-lain : radang ginggiva (-), post nasal drip (-)

LARING (Laringoskopi)
Tidak dilakukan

VI. LEHER
 Kelenjar limfe submandibula : tidak teraba membesar
 Kelenjar limfe servikal : tidak teraba membesar
VII. MAKSILO-FASIAL
 Parese nervus cranial : tidak ada
 Bentuk : Deformitas (-); Hematom (-)

3.4 Resume
Pasien laki-laki berusia 56 tahun mengeluhkan nyeri tenggorokan sejak kurang lebih

1 bulan yang lalu. Nyeri dirasakan terus menerus dan semakin memberat. Pasien juga

mengaku seperti ada sesuatu yang menghalangi di tenggorokan. Selain itu, pasien juga

mengeluh nyeri saat menelan sesuatu, dan pasien juga mengatakan sedikit nyeri saat

membuka mulut sehingga kesulitan untuk makan dan minum. Pasien menyangkal adanya

demam, dan bengkak pada leher. Pasien memiliki riwayat menggunakan gigi palsu sejak

kurang lebih 1 tahun. Dari hasil pemeriksaan fisik tenggorok didapatkan pada daerah

parafaring sinistra terlihat hiperemis, ditambah terdapat adanya pus. Hasil foto polos

cervical AP/Lateral soft tissue setting menunjukkan terdapat jaringan lunak prevertebral

setinggi CV C5-C6 kesan sedikit menebal, bisa mendukung adanya proses jaringan

lunak/abses parapharingeal. Hasil CT Scan Leher dengan dan tanpa kontras menunjukkan

terdapat lesi hipodens berbatas tidak tegas pada ruang parafaring kiri.

3.6 Diagnosis Banding

- Abses Parafaring

- Abses Retrofaring

3.7 Diagnosis Kerja

Abses Parafaring
Dasar diagnosis:

Diagnosis kerja abses parafaring diambil berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang yang didapatkan pada pasien.

Anamnesis:

- Nyeri pada tenggorokan sejak kurang lebih 1 bulan yang lalu

- Riwayat Penyakit: Nyeri menelan, susah membuka mulut sehingga kesulitan makan dan

minum.

Pemeriksaan fisik tenggorok:

- Parafaring sinistra terlihat hiperemis, pus (+)

Foto polos cervical AP/Lateral soft tissue setting:

- Jaringan lunak prevertebral setinggi CV C5-C6 kesan sedikit menebal, bisa mendukung

adanya proses jaringan lunak/abses parapharingeal.

CT Scan Leher dengan dan tanpa kontras:

- Terdapat lesi hipodens berbatas tidak tegas pada ruang parafaring kiri.

3.8 Penatalaksanaan

a. Pembedahan

Dilakukan insisi drainase abses pada tanggal 19 Mei 2018

b. Medikamentosa

- IVFD Nacl 0,9% 20 tpm

- Antibiotik: Metronidazole 3x500 mg IV

- Antibiotik: Ceftriaxone 2x1 gr IV


- Kortikosteroid: Metilprednisolone 3x62,5 mg IV

- NSAIDs: Ketorolac 3x1 amp IV

- H2 antagonis: Ranitidine 2x50 mg IV

- Antiemetik: Ondancentrone 3x4 mg IV

- Posisi Trendelenburg

3.9 Prognosis

Ad Vitam : ad bonam
Ad Fungsionam : ad bonam

Follow Up

Tanggal Perjalanan Penyakit Treatment


16/05/2018 S : Nyeri tenggorok (+), nyeri menelan IVFD NaCl 0,9% ~20
(+), demam (-), trismus (-) tpm
O : GCS: E4V5M6 Metronidazole 3x500 mg
TD: 110/70 mmHg IV
Suhu: 36,5˚C (axilla) Ceftriaxone 3x1gr/iv
Nadi: 80x/menit Metilprednisolone 3x62,5
RR: 20x/menit mg IV
Pemeriksaan fisik: Ketorolac 3x1 amp IV
Telinga: kesan tenang Ranitidine 2x50 mg IV
Hidung: kesan tenang Ondancentron 3x4 mg/iv
Cataplam 2x1 sachet
Bethadine gargle
Tenggorok: dinding belakang:
parafaring sinistra hiperemis (+), pus
(+)
A : Abses Parafaring sinistra

Tanggal Perjalanan Penyakit Treatment


18/05/2018 S : Nyeri menelan (+), demam (-), IVFD NaCl 0,9% ~20
trismus (-) tpm
O : GCS: E4V5M6 Metronidazole 3x500 mg
TD: 110/70 mmHg IV
Suhu: 36,5˚C (axilla) Ceftriaxone 3x1gr/iv
Nadi: 80x/menit Metilprednisolone 3x62,5
RR: 20x/menit mg IV
Pemeriksaan fisik: Ketorolac 3x1 amp IV
Telinga: kesan tenang Ranitidine 2x50 mg IV
Hidung: kesan tenang Ondancentron 3x4 mg/iv
Tenggorok: dinding belakang: Cataplam 2x1 sachet
parafaring sinistra hiperemis (+), pus Bethadine gargle
(+)
A : Abses Parafaring sinistra Planning:
Rencana tindakan insisi
abses parafaring sinistra
tanggal 19/05/2018
Tanggal Perjalanan Penyakit Treatment
19/05/2018 S : Nyeri menelan (+), demam (-), IVFD NaCl 0,9% ~20
trismus (-) tpm
O : GCS: E4V5M6 Metronidazole 3x500 mg
TD: 110/70 mmHg IV
Suhu: 36,5˚C (axilla) Ceftriaxone 3x1gr/iv
Nadi: 80x/menit Metilprednisolone 3x62,5
RR: 20x/menit mg IV
Pemeriksaan fisik: Ketorolac 3x1 amp IV
Telinga: kesan tenang Ranitidine 2x50 mg IV
Hidung: kesan tenang Ondancentron 3x4 mg/iv
Tenggorok: dinding belakang: Cataplam 2x1 sachet
parafaring sinistra hiperemis (+), pus Bethadine gargle
(+)
A : Abses Parafaring sinistra

Tanggal Perjalanan Penyakit Treatment


21/05/2018 S : Nyeri (+) berkurang, demam (-), IVFD RL ~20 tpm
trismus (-), perdarahan (-) Metronidazole 3x500 mg
O : GCS: E4V5M6 IV
TD: 110/70 mmHg Ceftriaxone 2x1gr/iv
Suhu: 36,5˚C (axilla) Metilprednisolone 3x62,5
Nadi: 80x/menit mg IV
RR: 20x/menit Ketorolac 3x1 amp IV
Pemeriksaan fisik: Ranitidine 2x50 mg IV
Telinga: kesan tenang Ondancentron 3x4 mg/iv
Hidung: kesan tenang Diet: TKTP
Tenggorok: dinding belakang: pus (+)
A : Abses Parafaring sinistra post insisi
hari II

Tanggal Perjalanan Penyakit Treatment


22/05/2018 S : Nyeri tenggorokan (+) berkurang, IVFD RL ~20 tpm
demam (-), trismus (-), perdarahan (-) Metronidazole 3x500 mg
O : GCS: E4V5M6 IV
TD: 110/70 mmHg Ceftriaxone 2x1gr/iv
Suhu: 36,5˚C (axilla) Metilprednisolone 3x62,5
Nadi: 80x/menit mg IV
RR: 20x/menit Ketorolac 3x1 amp IV
Pemeriksaan fisik: Ranitidine 2x50 mg IV
Telinga: kesan tenang Ondancentron 3x4 mg/iv
Hidung: kesan tenang Diet: TKTP
Tenggorok: dinding belakang: pus (+)
A : Abses Parafaring sinistra post insisi
hari III

Tanggal Perjalanan Penyakit Treatment


23/05/2018 S : Nyeri (+) berkurang, demam (-), Azitromycin 1x500 mg
trismus (-), perdarahan (-) tab
O : GCS: E4V5M6 Cataplam 2x1 sachet
TD: 110/70 mmHg Ranitidine 2x1 tab
Suhu: 36,5˚C (axilla) Vit. B Complex 1x1 tab
Nadi: 80x/menit Rawat poliklinik
RR: 20x/menit
Pemeriksaan fisik:
Telinga: kesan tenang
Hidung: kesan tenang
Tenggorok: dinding belakang: pus (-)
A : Abses Parafaring sinistra post insisi
hari IV

BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Telah dilaporkan kasus abses parafaring sinistra pada pasien laki-laki dengan usia 56 tahun

dengan keluhan nyeri saat menelan, sulit makan, minum. Pada pemeriksaan fisik pada regio

parafaring sinistra didapatkan mukosa hiperemis disertai dengan adanya pus. Pada foto polos

cervical AP/Lateral dengan soft tissue setting didapatkan penebalan jaringan lunak prevertebral

setinggi CV C5-C6 dan pada CT-Scan didapatkan lesi hipodens berbatas tidak tegas pada ruang

parafaring kiri.

Berdasarkan gejala, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang, diagnosis pasien ini

adalah abses parafaring sinistra. Dilakukan tindakan insis abses dan pemberian antibiotik
parenteral. Sehingga diagnosis dan penatalaksanaan pada pasien ini telah sesuai dengan

kepustakaan yang ada.

Anda mungkin juga menyukai