Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULLUAN

A. Latar Belakang

Salah satu ciri bangsa maju adalah bangsa yang memiliki tingkat kesehatan,

kecerdasan, dan produktivitas kerja yang tinggi. Ketiga hal ini dipengaruhi oleh

keadaan gizi. Pola makan merupakan perilaku paling penting yang dapat

mempengaruhi keadaan gizi. Hal ini disebabkan karena kuantitas dan kualitas

makanan dan minuman yang dikonsumsi akan mempengaruhi tingkat

kesehatan individu dan masyarakat (Kemnkes RI, 2014:1)

Bayi usia di bawah lima tahun (Balita) merupakan kelompok umur yang

paling sering menderita gizi kurang dan gizi buruk. Gizi buruk pada balita dapat

menghambat pertumbuhan fisik, mental maupun kemampuan berpikir. Balita

yang menderita gizi buruk dapat mengalami penurunan kecerdasan (IQ) hingga

sepuluh persen, dampak paling buruk dari gizi buruk yaitu kematian pada umur

yang sangat dini. Masalah Kekurangan gizi masih menjadi pekerjaan rumah

besar yang dihadapi oleh Indonesia (Sary, 2018:12). Gizi merupakan salah

satu fokus pembangunan kesehatan di Sustainable Development Goals

(SDG's) tahun 2016-2030. Menjadi faktor kunci dalam keberhasilan

perbaikan status kesehatan masyarakat Indonesia dan dunia. Gizi yang baik

meningkatkan standar kesehatan masyarakat. Indikator keberhasilan SDG's

diterjemahkan dalam enam poin, yakni peningkatan ASI eksklusif, makanan

pada ibu hamil serta anak, menekan jumlah balita pendek, ibu hamil

1
2

penderita anemia, kurang energi, dan balita kurus (Harnas, 2015 diakses

Juni 2019).

Masalah gizi kurang masih tersebar luas di negara-negara berkembang

termasuk di Indonesia, masalah yang timbul akibat asupan gizi yang kurang

diantaranya Kurang Energi Protein (KEP), Kekurangan Vitamin A (KVA),

Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), dan Anemia. Selain masalah

gizi kurang, akhir-akhir ini ditemukan juga dampak dari konsumsi berlebih atau

gizi lebih, tidak hanya pada orang dewasa tetapi juga pada anak dan balita.

Masalah yang sering muncul adalah obesitas (berat badan berlebih), yang akan

diikuti dengan timbulnya penyakit seperti jantung koroner, diabetes melitus,

stroke, dan yang lainnya. Gizi juga sangat berpengaruh terhadap

perkembangan otak dan perilaku, kemampuan bekerja dan produktivitas serta

daya tahan terhadap penyakit infeksi (Sary, 2018:13).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Upaya Perbaikan Gizi, dalam menerapkan gizi seimbang setiap keluarga harus

mampu mengenal, mencegah, dan mengatasi masalah gizi setiap anggota

keluarganya. Upaya yang dilakukan untuk mengenal, mencegah dan mengatasi

masalah gizi adalah dengan menimbang berat badan secara teratur,

memberikan ASI saja kepada bayi sejak lahir sampai umur 6 bulan, makan

beraneka ragam, menggunakan garam beryodium, dan pemberian suplemen

gizi sesuai anjuran petugas kesehatan. Suplemen gizi yang diberikan menurut

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 tahun 2016 tentang Standar Produk

Suplementasi Gizi, meliputi kapsul vitamin A, tablet tambah darah (TTD),


3

makanan tambahan untuk ibu hamil, anak balita, dan anak usia sekolah,

makanan pendamping ASI, dan bubuk multi vitamin dan mineral (Kemenkes RI,

2017:145).

Gizi kurang banyak menimpa balita sehingga golongan ini disebut golongan

rawan gizi. Gizi kurang berdampak langsung terhadap kesakitan dan kematian,

gizi kurang juga berdampak terhadap pertumbuhan, perkembangan intelektual

dan produktivitas. Anak yang kekurangan gizi pada usia balita, akan tumbuh

pendek dan mengalami gangguan pertumbuhan serta perkembangan otak yang

berpengaruh pada rendahnya tingkat kecerdasan (Hardinsyah, 2017:88).

Karenanya, perbaikan status gizi dimulai pada asupan di 1.000 hari

pertama kelahiran. Kecukupan gizi untuk janin selama 9 buan dalam

kandungan memungkinkan anak lahir dalam kondsi sehat. sayangnya,

sampai saat ini 10 persen dari bayi yang lahir memiliki berat kurang dari

2.500 gram dan panjang tubuh tak lebih dari 48 sentimeter. Sekitar 20

persen anak Indonesia lahir dalam kondisi kurus dan pendek akibat

minimnya asupan (Harnas, 2015 diakses Juni 2019).

Masa balita merupakan masa yang sangat penting karena merupakan masa

yang kritis dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang 2 berkualitas.

Enam bulan masa kehamilan dan dua tahun pasca kelahiran merupakan masa

emas dimana sel-sel otak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan

yang optimal. Anak yang menderita kurang gizi (stunted) berat, mempunyai rata-

rata IQ 11 point lebih rendah dibanding rata-rata anak yang tidak stunted

(Kemenkes RI, 2018:77).


4

Penyebab kurang gizi adalah tidak terpenuhnya kebutuhan gizi anak yang

telah lama berlansung sejak lama. Bahkan dapat dimulai ketika bayi atau masih

berada dalam kandungan. Oleh karena itu ibu hamil disarankan agar dapat

memenuhi kebutuhan gizinya dengan baik selama masa kehamilan. Tidak

hanya selama masa hamil, setelah bayi lahir pemenuhan gizi untuk anak masih

tetap berjalan setidaknya sampai anak usia dua tahun. Akibatnya, kurang gizi

pada anak membuat pertumbuhan dan perkembangan otak serta fisiknya

terganggu (LIPI, 2018:15).

Menurut Soekirman (2000) faktor penyebab kurang gizi atau yang

mempengaruhi status gizi seseorang adalah penyebab lansung seperti penyakit

infeksi dan faktor tidak langsung yaitu pendidikan, pengetahuan, dan

pendapatan orang tua (Supariasa, dkk, 2014:20).

Status gizi balita dapat diukur berdasarkan tiga indeks yaitu berat badan

menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan

menurut tinggi badan (BB/TB). Standar pengukuran status gizi berdasarkan

Standar World Health Organization (WHO 2005) yang telah ditetapkan pada

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang

Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Gizi kurang dan gizi buruk

merupakan status gizi yang didasarkan pada indeks berat badan menurut umur

(BB/U). Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2017 yang diselenggarakan oleh

Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa persentase gizi buruk pada balita

usia 0-59 bulan di Indonesia adalah 3,8%, sedangkan persentase gizi kurang

adalah 14%. Hal tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil PSG tahun 2016
5

yaitu persentase gizi buruk pada balita usia 0-59 bulan sebesar 3,4% dan

persentase gizi kurang sebesar 14,43% (Kemenkes RI, 2017:142).

Hasil penelitian yang dilakukan Ariesthi (2015:22), di Kabupaten Sumba

Barat Daya Nusa Tenggara Timur, menyatakan bahwa ada hubungan yang

bermakna antara pendidikan ibu (p=0,010), pengetahuan (p=0,015),

pendapatan orang tua (p=0,012), petugas kesehatan (p=0,031)dan berat badan

lahir (p=0,017) dengan gizi kurang pada balita

Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2016, persentase gizi

kurang pada balita 0-59 bulan sebesar 31.982 balita (14,9%). Untuk tahun 2017

persentase gizi kurang pada balita 0-59 bulan menurun sebesar 29.067 balita

(13,8%) dan untuk tahun 2018 persentase gizi kurang pada balita 0-59 bulan

yaitu sebesar 30.094 balita (14,9%) (Kemnkes RI, 2019:129).

Dari data Profil Kesehatan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, persentase

gizi kurang pada balita 0-59 bulan untuk tahun 2016 sebesar 2.134 balita

(11,7%). Untuk tahun 2017 persentase gizi kurang pada balita 0-59 bulan

meningkat menjadi sebesar 3.456 balita (13%) dan untuk tahun 2018

persentase gizi kurang pada balita 0-59 bulan meningkat menjadi 3.789 balita

(13,60%) (Profil Kesehatan Prov. Kep. Bangka Belitung, 2019).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Pangkalpinang persentase

gizi kurang pada balita 0-59 bulan untuk tahun 2016 sebesar 159 balita (2,16%).

Untuk tahun 2017 persentase gizi kurang pada balita 0-59 bulan meningkat

menjadi sebesar 315 balita (10,5%) dan untuk tahun 2018 persentase gizi
6

kurang pada balita 0-59 bulan menurun menjadi 131 balita (2,7%) (Dinas

Kesehatan Kota Pangkalpinang, 2019).

Untuk data persentase gizi kurang dari Sembilan Puskesmas yang ada di

Kota Pangkalpinang, dari yang tertinggi dan terendah untuk gizi kurang tahun

2018 sebagai berikut Puskesmas Kacang Pedang balita yang ditimbang

sejumlah 57 balita, 8 balita mengalami gizi kurang (14%), Puskesmas

Selindung balita yang ditimbang sejumlah 35 balita, 3 balita mengalami gizi

kurang (8,6%), Puskesmas Tamansari balita yang ditimbang sejumlah 219

balita, 17 balita mengalami gizi kurang (7,7%), Puskesmas Air Itam balita yang

ditimbang sejumlah 372 balita, 17 balita mengalami gizi kurang (4,5%),

Puskesmas Pasir Putih balita yang ditimbang sejumlah 226 balita, 10 balita

mengalami gizi kurang (4,4%), Puskesmas Pangkalbalam balita yang ditimbang

sejumlah 852 balita, 23 balita mengalami gizi kurang (2,6%), Puskesmas

Girimaya balita yang ditimbang sejumlah 486 balita, 11 balita mengalami gizi

kurang (2,6%), Puskesmas Melintang balita yang ditimbang sejumlah 130 balita,

3 balita mengalami gizi kurang (2,3%), Puskesmas Gerunggang balita yang

ditimbang sejumlah 2.422 balita, 39 balita mengalami gizi kurang (1,6%) (Dinas

Kesehatan Kota Pangkalpinang, 2019).

Berdasarkan data dari Profil Puskesmas Kacang Pedang pada tahun 2016

balita 0-59 bulan sejumlah 156 balita dan balita yang ditimbang sejumlah 66

balita, 5 balita mengalami gizi kurang (7,58%). Untuk tahun 2017 balita 0-59

bulan sejumlah 128 balita dan balita yang ditimbang sejumlah 70 balita, 6 balita

mengalami gizi kurang (8,5%) dan untuk tahun 2018 balita 0-59 bulan sejumlah
7

137 balita dan balita yang ditimbang sejumlah 57 balita, 8 balita mengalami gizi

kurang (14%) (Profil Puskesmas Kacang Pedang, 2019).

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa persentase gizi kurang di

Puskesmas Kacang Pedang mengalami perningkatan dalam dua tahun berturut-

turut. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang

“Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Gizi Kurang Pada Balita di Wilayah

Kerja Puskesmas Kacang Pedang Kota Pangkalpinang tahun 2019”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan masalah

penelitian ini adalah terjadinya peningkatan gizi kurang selama dua tahun

terakhir dan belum diketahui “faktor-faktor yang berhubungan dengan gizi

kurang pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kacang Pedang Kota

Pangkalpinang Tahun 2019”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gizi kurang

pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kacang Pedang Kota

Pangkalpinang Tahun 2019.


8

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan antara pendidikan ibu dengan gizi kurang

pada balita di Puskesmas Kacang Pedang Kota Pangkalpinang Tahun

2019.

b. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu dengan gizi

kurang pada balita di Puskesmas Kacang Pedang Kota Pangkalpinang

Tahun 2019.

c. Untuk mengetahui hubungan antara pendapatan keluarga dengan gizi

kurang pada balita di Puskesmas Kacang Pedang Kota Pangkalpinang

Tahun 2019.

d. Untuk mengetahui hubungan antara berat badan lahir dengan gizi

kurang pada balita di Puskesmas Kacang Pedang Kota Pangkalpinang

Tahun 2019.

e. Untuk mengetahui hubungan antara petugas kesehatan dengan gizi

kurang pada balita di Puskesmas Kacang Pedang Kota Pangkalpinang

Tahun 2019.

D. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini digunakan sebagai bahan untuk mengembangkan

keilmuan di bidang kesehatan masyarakat, dan menambah wawasan serta


9

meningkatkan pengetahuan dengan cara menerapkan secara langsung

ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan.

2. Bagi Tempat Penelitian

Sebagai masukan dan tambahan pengetahuan lebih rinci tentang faktor-

faktor yang berhubungan dengan gizi kurang pada balita dalam upaya

mencegah terjadi kejadian gizi kurang pada balita serta untuk menurunkan

angka kejadian gizi kurang pada balita khususnya di Puskesmas Kacang

Pedang Kota Pangkalpinang.

3. Bagi STIKES Abdi Nusa Pangkalpinang

a. Dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan untuk penelitian

selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pengetahuan, mengenai faktor-faktor yang berhubungan

dengan gizi kurang pada balita.

b. Penelitian ini sebagai masukan dalam sumber informasi ilmiah bagi

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Abdi Nusa Pangkalpinang khususnya

Ilmu Kesehatan Masyarakat untuk mengkaji kegiatan yang akan

datang.
10

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan

dengan gizi kurang pada balita di wilayah kerja Puskesmas Kacang Pedang

Kota Pangkalpinang tahun 2019. Alasan peneliti mengangkat masalah ini

karena terus meningkatnya kasus gizi kurang pada balita di wilayah kerja

Puskesmas Kacang Padang Kota Pangkalpinang. Penelitian dilakukan di

wilayah kerja Puskesmas Kacang Padang Kota Pangkalpinang. Penelitian ini

dilakukan pada Bulan Juli tahun 2019. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu

yang memiliki balita berjumlah 137 ibu. Sampel penelitian ini adalah sebagian

populasi dari populasi yang berjumlah 63 sampel. Pengambilan sampel

menggunakan simple non random sampling untuk sampel kasus dan kontrol.

Peneilitian ini menggunakan desain studi case control. Variabel yang akan

diteliti yaitu gizi kurang pada balita, pendidikan ibu, pengetahuan ibu,

pendapatan keluarga, berat badan lahir dan petugas kesehatan. Penelitian ini

dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode wawancara

melalui lembar kuesioner dan observasi secara langsung.

Anda mungkin juga menyukai