Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Leukemia merupakan suatu penyakit keganasan yang berasal darisel induk sistem
hematopoetik yang mengakibatkan poliferasi sel-sel darahputih tidak terkontrol dan
pada sel-sel darah merah namun sangat jarang.Ini adalah suatu penyakit darah dan
organ-organ dimana sel-sel darahtersebut dibentuk dan ditandai dengan proliferasi
sel-sel imatur abnormalyang mempengaruhi produksi dari sel-sel darah normal
lainnya.Penyakit ini disebabkan terjadinya kerusakan pada pabrik pembuatsel darah
yaitu pada sum-sum tulang bekerja aktif membuat sel-sel darahtetapi yang dihasilkan
adalah sel darah yang tidak normal dan sel inimendesak pertumbuhan sel darah
normal.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi, patofisiologi, dan Asuhan Keperawatan leukemia pada
anak?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui definisi, Patofiologi, dan Asuhan Keperawatan leukemia pada
anak

BAB II

TINJAUAN TEORI

1
2.1. Definisi
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk
darah dalam sumsum tulang dan limfa (Reeves, 2001). Sifat khas leukemia
adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sumsum
tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Proliferasi juga terjadi
di hati, limpa, dan nodus limfatikus. Terjadi invasi organ non hematologis
seperti meninges, traktus gastrointestinal, ginjal, dan kulit.
Leukemia limfositik akut (LLA) sering terjadi pada anak-anak.
Leukemia tergolong akut bila ada proliferasi blastosit (sel darah yang masih
muda) dari sumsum tulang. Leukemia akut merupakan keganasan primer
sumsum tulang yang berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh
komponen darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan penyebaran organ-
organ lain. Leukemia tergolong kronis bila ditemukan ekspansi dan akumulasi
dari sel tua dan sel muda (Tejawinata, 1996).
Selain akut dan kronik, ada juga leukemia kongenital yaitu leukemia
yang ditemukan pada bayi umur 4 minggu atau bayi yang lebih muda.

2.2. Etiologi
Penyebab LLA sampai sekarang belum jelas, namun kemungkinan
besar karena virus (virus onkogenik).

Faktor lain yang berperan antara lain:

1. Faktor eksogen seperti sinar X, sinar radioaktif, dan bahan kimia


(benzol, arsen, preparat sulfat), infeksi (virus dan bakteri).
2. Faktor endogen seperti ras

3. Faktor konstitusi seperti kelainan kromosom, herediter (kadang-


kadang dijumpai kasus leukemia pada kakak-adik atau kembar satu
telur).

2
Faktor predisposisi:

1. Faktor genetik: virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan


struktur gen (T cell leukimia-lymphoma virus/HTLV)
2. Radiasi ionisasi: lingkungan kerja, prenatal, pengobatan kanker
sebelumnya
3. Terpapar zat-zat kimiawi seperti benzen, arsen, kloramfenikol,
fenilbutazon, dan agen anti neoplastik.
4. Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
5. Faktor herediter misalnya pada kembar satu telur

6. Kelainan kromosom

Jika penyebab leukimia disebabkan oleh virus, virus tersebut akan mudah
masuk ke dalam tubuh manusia jika struktur antigen virus tersebut sesuai
dengan struktur antigen manusia. Struktur antigen manusia terbentuk oleh
struktur antigen dari berbagai alat tubuh terutama kulit dan selaput lendir yang
terletak di permukaan tubuh(antigen jaringan). Oleh WHO, antigen jaringan
ditetapkan dengan istilah HL-A (human leucocyte locus A). Sistem HL-A
individu ini diturunkan menurut hukum genetika sehingga peranan faktor ras
dan keluarga sebagai penyebab leukemia tidak dapat diabaikan.

2.3. Patofisiologi

3
Leukemia merupakan proliferasi dari sel pembuat darah yang bersifat
sistemik dan biasanya berakhir fatal. Leukemia dikatakan penyakit darah yang
disebabkan karena terjadinya kerusakan pada pabrik pembuat sel darah yaitu
sumsum tulang. Penyakit ini sering disebut kanker darah. Keadaan yang
sebenarnya sumsum tulang bekerja aktif membuat sel-sel darah tetapi yang
dihasilkan adalah sel darah yang tidak normal dan sel ini mendesak
pertumbuhan sel darah normal.

4
Terdapat dua mis-konsepsi yang harus diluruskan mengenai leukemia,
yaitu:
1. Leukemia merupakan overproduksi dari sel darah putih, tetapi sering
ditemukan pada leukemia akut bahwa jumlah leukosit rendah. Hal ini
diakibatkan karena produksi yang dihasilkan adalah sel yang immatur.
2. Sel immatur tersebut tidak menyerang dan menghancurkan sel darah
normal atau jaringan vaskuler. Destruksi seluler diakibatkan proses
infiltrasi dan sebagai bagian dari konsekuensi kompetisi untuk
mendapatkan elemen makanan metabolik.

2.4. Klasifikasi Leukimia


1. Leukemia Mielogenus Akut (LMA)
LMA mengenai sel stem hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke
semua sel mieloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil, eosinofil),
eritrosit, dan trombosit. Semua kelompok usia dapat terkena. Insidensi
meningkat sesuai dengan bertambahnya usia. Merupakan leukemia
nonlimfositik yang paling sering terjadi.
2. Leukemia Mielogenus Krinis (LMK)
LMK juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel stem mieloid. Namu
lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini
lebih ringan. LMK jarang menyerang individu dibawah 20 tahun.
Manifestasi mirip dengan gambaran LMA tetapi dengan tanda dan gejala
yang lebih ringan. Pasien menunjukkan tanpa gejala selama bertahun-
tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa
membesar.
3. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 – 70 tahun.
Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala. Penyakit baru
terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit.

5
4. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada
anak-anak, laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Puncak
insiden usia 4 tahun, setelah usia 15 tahun. LLA jarang terjadi. Limfosit
immatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer
sehingga mengganggu perkembangan sel normal.

2.5. Tanda dan Gejala


1. Anemia
Disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat dari
kegagalan sumsum tulang memproduksi sel darah merah. Ditandai dengan
berkurangnya konsentrasi hemoglobin, turunnya hematokrit, jumlah sel
darah merah kurang. Anak yang menderita leukemia mengalami pucat,
mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.
2. Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi
Disebabkan karena adanya penurunan leukosit, secara otomatis akan
menurunkan daya tahan tubuh karena leukosit yang berfungsi untuk
mempertahankan daya tahan tubuh tidak dapat bekerja secara optimal.
3. Perdarahan
Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya
perdarahan mukosa seperti gusi, hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah
kulit yang sering disebut petekia. Perdarahan ini dapat terjadi secara
spontan atau karena trauma. Apabila kadar trombosit sangat rendah,
perdarahan dapat terjadi secara spontan.
4. Penurunan kesadaran
Disebabkan karena adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak dapat
menyebabkan berbagai gangguan seperti kejang sampai koma.
5. Penurunan nafsu makan
6. Kelemahan dan kelelahan fisik

6
2.6. Pemeriksaan Diagnostik

 Pemeriksaan darah tepi, gejala yang terlihat adalah adanya


pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan
gambaran darah tepi monoton dan terdapat sel blast (menunjukkan
gejala patogonomik untuk leukemia).
 Pemeriksaan sumsum tulang ditemukan gambaran monoton yaitu
hanya terdiri dari sel limfopoetik patologis sedangkan sistem lain
terdesak (aplasia sekunder).
 Pemeriksaan biopsi limfa memperlihatkan proliferasi sel leukemia dan
sel yang berasal dari jaringan limfa yang terdesak seperti: limfosit
normal, RES, granulosit, pulp cell.
70 – 90% dari kasus leukemia Mielogenus Kronis (LMK) menunjukkan
kelainan kromosom yaitu kromosom 21 (kromosom Philadelphia atau Ph 1).
50 – 70% dari pasien Leukemia Limfositik Akut (LLA), Leukemia
Mielogenus Akut (LMA) mempunyai kelainan berupa:
 Kelainan jumlah kromosom seperti diploid (2n), haploid (2n-
a), hiperploid
 Kariotip yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah
kromosom yang diploid (2n+a)
 Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial depletion)
 Terdapat marker kromosom yaitu elemen yang secara
morfologis bukan merupakan kromosom normal, dari bentuk
yang sangat besar sampai yang sangat kecil. Untuk
menentukan pengobatannya harus diketahui jenis kelainan
yang ditemukan. Pada leukemia biasanya didapatkan dari hasil
darah tepi berupa limfositosis lebih dari 80% atau terdapat sel
blast. Juga diperlukan pemeriksaan dari sumsum tulang dengan
menggunakan mikroskop elektron akan terlihat adanya sel
patologis.

7
2.7. Penatalaksanaan
o Program terapi
Pengobatan terutama ditunjukkan untuk 2 hal (Netty Tejawinata, 1996)
yaitu:
1. Memperbaiki keadaan umum dengan tindakan:
– Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red Cell-PRC) untuk
mengatasi anemi. Apabila terjadi perdarahan hebat dan jumlah
trombosit kurang dari 10.000/mm³, maka diperlukan transfusi
trombosit.
– Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi.
2. Pengobatan spesifik
Terutama ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang abnormal.
Pelaksanaannya tergantung pada kebijaksanaan masing-masing rumah
sakit, tetapi prinsip dasar pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
 Induksi untuk mencapai remisi: obat yang diberikan untuk
mengatasi kanker sering disebut sitostatika (kemoterapi). Obat
diberikan secara kombinasi dengan maksud untuk mengurangi
sel-sel blastosit sampai 5% baik secara sistemik maupun
intratekal sehingga dapat mengurangi gejala-gajala yang
tampak.
 Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-sel yang
tersisa tidak memperbanyak diri lagi.
 Mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem saraf pusat

Terapi rumatan (pemeliharaan) dimaksudkan untuk mempertahankan


masa remisi

3 fase Pelaksanaan Kemoterapi:

8
1. Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini
diberikan terapi kortikosteroid (prednison), vineristin, dan L-
asparaginase. Fase induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit
berkurang atau tidak ada dan di dalam sumsum tulang ditemukan jumlah
sel muda kuurang dari 5%.
2. Fase profilaksis sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine, dan
hydrocortison melalui intratekal untuk mencegah invasi sel leukemia ke
otak. Terapi irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia
yang mengalami gangguan sistem saraf pusat.
3. Konsolidasi
Pada fase ini, kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan
remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam
tubuh. Secara berkala, dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk
menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi
sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat
dikurangi.

o Pengobatan imunologik
Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang ada di dalam tubuh
agar pasien dapat sembuh sempurna. Pengobatan seluruhnya dihentikan
setelah 3 tahun remisi terus menerus.

2.8.Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian

9
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik sering kali memberi tanda
pertama yang menunjukkan adanya penyakit neoplastik. Keluhan yang samar
seperti perasaan letih, nyeri pada ekstermitas, berkeringat dimalam hari,
penurunan selera makan, sakit kepala, dan perasaan tidak enak badan dapat
menjadi petunjuk pertama leukimia
(Wong’s pediatric nursing 2009. Hal:1140)
Adapun pengkajian yang sistematis pada sistem hamatologi (leukemia)
meliputi
1. Biodata
a) Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, dan
pendidikan.
b) Identitas penanggung : nama, umur, jenis kelamin, agama, tingkat
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan alamat.
2. Riwayat kesehatan sekarang
a) Adanya kerusakan pada organ sel darah/sum-sum tulang.
b) Gejala awal biasanya terjadi secara mendadak panas dan
perdarahan.
3. Riwayat kesehatan sebelumnya
a) Riwayat kehamilan/persalinan.
b) Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
c) Riwayat pemberian imunisasi.
d) Riwayat nutrisi, pemberian makanan yang adekuat.
e) Infeksi-infeksi sebelumnya dan pengobatan yang pernah
dialami.
4. Pemeriksaan fisik
a) Keadaan Umum
Meliputi : Baik, Jelek, Sedang
b) Tanda-tanda vital
- TD : Tekanan Darah
- N : Nadi
- P : Pernapasan
- S : Suhu

10
c) Antropometri
- TB : Tinggi badan
- BB : Berat badan
- LLA : Lingkar lengan atas
- LK : Lingkar kepala
- LD : Lingkar dada
- LP : Lingkar perut
d) Sistem pernafasan
Frekuensi pernapasan, bersihan jalan napas, gangguan pola napas,
bunyi tambahan ronchi dan wheezing.
e) Sistem cardiovaskuler
Anemis atau tidak, bibir pucat atau tidak, denyut nadi, bunyi
jantung, tekanan darah dan capylary reffiling time.
f) Sistem pencernaan
Mukosa bibir dan mulut kering atau tidak, anoreksia atau tidak,
palpasi abdomen apakah mengalami distensi dan auskultasi
peristaltik usus adakah meningkat atau tidak.
g) Sistem muskuloskeletal
Bentuk kepala, extermitas atas dan ekstermitas bawah.
h) Sistem integumen
Rambut : warna rambut, kebersihan, mudah tercabut atau
tidak
Kulit : warna, temperatur, turgor dan kelembaban
Kuku : warna, permukaan kuku, dan kebersihannya
i) Sistem endokrin
Keadaan kelenjar tiroid, suhu tubuh dan ekskresi urine.
j) Sistem penginderaan
Mata : Lapang pandang dan visus.
Hidung : Kemampuan penciuman.
Telingan : Keadaan daun telinga dan kemampuan pendengaran.
k) Sistem reproduksi

11
Observasi keadaan genetalia, dan perubahan fisik sistem
reproduksi.
l) Sistem neurologis
1) Fungsi cerebral
2) Status mental : orientasi, daya ingat dan bahasa.
3) Tingkat kesadaran (eye, motorik, verbal) : dengan
menggunakan Gaslow Coma Scale (GCS).
4) Kemampuan berbicara.

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
1. Risiko tinggi kekurangan volume cairan b.d intake dan output cairan,
kehilangan berlebihan: muntah, perdarahan, diare, penurunan
pemasukan cairan: mual, anoreksia, peningkatan kebutuhan cairan:
demam, hipermetabolik.
Tujuan: volume cairan terpenuhi
Kriteria hasil:
– Volume cairan adekuat
– Mukosa lembab
– Tanda vital stabil: TD 90/60 mmHg, nadi 100x/menit, RR 20x/menit
– Nadi teraba
– Pengeluaran urin 30 ml/jam
– Kapileri refill <2 detik

Intervensi:
a. Monitor intake dan output cairan
b. Monitor berat badan
c. Monitor TD dan frekuensi jantung
d. Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan kondisi membran mukosa
e. Beri masukan cairan 3-4 L/hari

12
f. Inspeksi kulit/membran mukosa untuk petekie, area ekimosis;
perhatikan perdarahan gusi, darah warna karat atau samar pada feses
dan urin, perdarahan lanjut dari sisi tusukan invasif.
g. Implementasikan tindakan untuk mencegah cidera jaringan/perdarahan
h. Batasi perawatan oral untuk mencuci mulut bila diindikasikan
i. Berikan diet makanan halus
j. Kolaborasi:
– Berikan cairan IV sesuai indikasi
– Awasi pemeriksaan laboratorium: trombosit, Hb/Ht, pembekuan
– Berikan SDM, trombosit, faktor pembekuan
– Pertahankan alat akses vaskuler sentral eksternal (kateter arteri
subklavikula, tunneld, port implan)
– Berikan obat sesuai indikasi: allopurinol, kalium asetat atau asetat,
natrium bikarbonat, pelunak feses.
2. Nyeri b.d agen cidera fisik
Tujuan: nyeri teratasi
Kriteria hasil:
– Pasien menyatakan nyeri hilang atau terkontrol
– Menunjukkan perilaku penanganan nyeri
– Tampak rileks dan mampu istirahat

Intervensi:
a. Kaji keluhan nyeri, perhatikan perubahan pada derajat nyeri
(gunakan skala 0-10)
b. Awasi tanda vital, perhatikan petujuk non-verbal misal tegangan
otot, gelisah
c. Berikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stres.
d. Tempatkan klien pada posisi nyaman dan ganjal sendi, ekstremitas
dengan bantal.

13
e. Ubah posisi secara periodik dan bantu latihan rentang gerak
lembut.
f. Berikan tindakan kenyamanan (pijatan, kompres dingin dan
dukungan psikologis)
g. Kaji ulang/tingkatkan intervensi kenyamanan klien
h. Evaluasi dan dukung mekanisme koping klien
i. Dorong menggunakan teknik manajemen nyeri. Contoh: latihan
relaksasi/nafas dalam, sentuhan.
j. Bantu aktivitas terapeutik, teknik relaksasi.
k. Kolaborasi:
– Awasi kadar asam urat, berikan obat sesuai indikasi: analgesik
(asetaminofen), narkotik (kodein, meperidin, morfin, hidromorfin),
agen ansietas (diazepam, lorazepam)
3. Risiko tinggi infeksi b.d menurunnya sistem pertahanan tubuh
sekunder (gangguan pematangan SDP, peningkatan jumlah limfosit
immatur, imunosupresi, penekanan sumsum tulang)
Tujuan: klien bebas dari infeksi
Kriteria hasil:
– Keadaan temperatur normal
– Hasil kultur negatif
– Peningkatan penyembuhan

Intervensi:
a. Tempatkan pada ruangan khusus. Batasi pengunjung sesuai
indikasi
b. Cuci tangan untuk semua petugas dan pengunjung

14
c. Awasi suhu, perhatikan hubungan antara peningkatan suhu dan
pengobatan kemoterapi. Observasi demam sehubungan dengan
takikardia, hipotensi, perubahan mentak samar.
d. Cegah menggigil: tingkatkan cairan, berikan kompres
e. Dorong sering mengubah posisi, napas dalam, dan batuk
f. Auskultasi bunyi nafas, perhatikan gemericik, ronchi; inspeksi
sekresi terhadap perubahan karakteristik, contoh peningkatan
sputum atau sputum kental.
g. Inspeksi kulit untuk nyeri tekan, area eritematosus; luka terbuka.
Bersihkan kulit dengan larutan antibakterial.
h. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan sikat
gigi halus.
i. Tingkatkan kebersihan perianal
j. Diet tinggi protein dan cairan
k. Hindari prosedur invasiv (tusukan jarum dan injeksi) bila mungkin
l. Kolaborasi
– Awasi pemeriksaan lab. Misal: hitung darah lengkap, apakah SDP
turun atau tiba-tiba terjadi perubahan pada neutrofil; kultur
gram/sensitivitas.
Kaji ulang seri foto dada, berikan obat sesuai indikasi, hindari
antipiretik yang mengandung aspirin, berikan diet rendah bakteri,
misal makanan dimasak.

4. Risiko terjadi perdarahan b.d trombositopenia


Tujuan: klien bebas dari gejala perdarahan
Kriteria hasil:
– TD 90/60 mmHg
– Nadi 100x/menit

15
– Ekskresi dan sekresi negatif terhadap darah
– Ht 40-54%(laki-laki), 37-47%(perempuan)
– Hb 14-18 gr%
Intervensi:
a. Pantau hitung trombosit dengan jumlah 50.000/ml, risiko terjadi
perdarahan. Pantau Ht dan Hb terhadap tanda perdarahan.
b. Minta klien untuk mengingatkan perawat bila ada rembesan darah
dari gusi
c. Inspeksi kkulit, mulut, hidung, urin, feses, muntahan, dan tempat
tusukan IV terhadap perdarahan.
d. Gunakan jarum ukuran kecil
e. Jika terjadi perdarahan, tinggikan bagian yang sakit dan berikan
kompres dingin dan tekan perlahan
f. Beri bantalan tempat tidur untuk mencegah trauma
g. Anjurkan pada klien untuk menggunakan sikat gigi halus atau
pencukur listrik.
5. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
Tujuan: klien mampu menoleransi aktivitas
Kriteria hasil:
– Peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur
– Berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari sesuai tingkat kemampuan
– Menunjukkan penurunan tanda fisiologis tidak toleran misal nadi,
pernafasan, dan TD dalam batas normal

Intervensi:
a. Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk
berpartisipasi dalam aktivitas. Berikan lingkungan tenang dan
periode istirahat tanpa gangguan.
b. Implementasikan teknik penghematan energi. Contoh: lebih baik
duduk daripada berdiri.

16
c. Jadwalkan makan sekitar kemoterapi. Jaga kebersihan mulut.
Berikan antiemetik sesuai indikasi.
d. Kolaborasi: berikan oksigen tambahan.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Leukemia adalah suatu jenis kanker darah. Gangguan ini disebabkan oleh sel darah
putih yang diproduksi melebihi jumlah yang seharusnya ada. Leukemia akut pada
anak adalah suatu kelainan atau mutasi pembentukan sel darah putih oleh sum sum
tulang anak maupun gangguan pematangan sel-sel tersebut selanjutnya.
Gangguan ini sekitar 25-30% jumlahnya dari seluruh keadaan keganasan yang
didapat pada anak.
Terapi yang diberikan pada penderita leukemia akut bertujuan untuk menghancurkan
sel-sel leukemia dan mengembalikan sel-sel darah yang normal.Terapi yang dipakai

17
biasanya adalah kemoterapi (pemberian obat melalui infus) ,obat-obatan, ataupun
terapi radiasi. Untuk kasus-kasus tertentu, dapat juga dilakukan transplantasi
sumsum tulang belakang. Mengenai kemungkinan keberhasilan terapi, sangat
tergantung waktu penemuan pertama penyakit si penderita. Apakah dalam stadium
awal atau sudah lanjut, subtipe penyakit, teratur tidaknya jadwal terapi yang
dilakukan, timbul Relapse (kambuh) atau tidak selama terapi maupun kemungkinan
penyebab yangbisa diperkirakan.

3.2. Saran
Bagi keluarga sebaiknya memahami bagaimana tatalaksana terapeutik untuk pasien
leukemia agar penyakitnya tidak memasuki stadium lanjut.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (1999). Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Edisi
2. (terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarata.
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. (terjemahan). Penerbit
buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2,
(terjemahan). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.
Mansjoer, Arif & Suprohaita. (2000). Kapita Slekta Kedokteran Jilid II. Fakultas Kedokteran
UI : Media Aescullapius. Jakarta.
Ngastiyah (1997). Perawatan Anak Sakit. Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.

18
Soeparman. (1987). Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.
Soetjiningsih. (1995). Tumbuh Kembang Anak. Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai