Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn “M“ DENGAN GANGGUAN SISTEM

RESPIRASI DI RUANG PENYAKIT DALAM TB PARU DI


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI

OLEH :
UMMI KALSUM
21218071

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PALEMBANG

TAHUN 2018
TUBERKULOSIS PARU

A. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius terutama menyerang parenkim
paru. TB paru adalah suatu penyakit yang menular yang disebabkan oleh
bacil Mycobacterium tuberculosis yang merupakan salah satu penyakit
saluran pernafasan bagian bawah. Sebagian besar bakteri M. tuberculosis masuk
ke dalam jaringan paru melalui airbone infection dan selanjutnya mengalami
proses yang dikenal sebagai focus primer (Wijaya & Putri, 2013).
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
M. tuberculosis atau dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam ( BTA ).Untuk
pemeriksaan bakterologis yang bisa mengidentifikasi kuman M. tuberculosis
menjadi sarana yang diagnosis yang ideal untuk TB (Kementerian Kesehatan RI,
2014).

B. Anatomi dan Fisiologi


1. Anatomi
Organ pernapasan merupakan organ yang mempunyai peranan
penting dalam memenuhi kebutuhan oksigen di dalam tubuh. Wujud paru-
paru seperti spons berwarna merah muda dan berjumlah sepasang yang
mengisi sebagian besar rongga dada. Paru-paru kiri lebih kecil dibandingkan
paru-paru kanan. Hal ini dikarenakan paru-paru kiri memiliki lekukan untuk
memberi ruang kepada jantung. Kedua paru-paru dihubungkan oleh bronkus
dan trakea.
Paru-paru kanan terbagi menjadi tiga lobus (lobus superior, lobus
medialis, dan lobus inferior), sedangkan paru-paru kiri terbagi menjadi dua
lobus (lobus superior dan lobus inferior). Lobus-lobus tersebut dipisahkan
oleh fisura. Paru-paru kanan memiliki fisura yaitu fisura oblique
(interlobularis primer) dan fisura transversal (interlobularis sekunder).
Sedangkan paru-paru kiri terdapat satu fisura yaitu fisura obliges. Tiap-
tiap lobus terdiri atas bagian yang lebih kecil yang disebut segmen.
Paru-paru terletak di dalam rongga dada (mediastinum) dan
dilindungi oleh tulang selangka. Rongga dada dan rongga perut dibatasi oleh
suatu sekat yang disebut diafragma. Paru-paru terletak di atas jantung dan
hati (liver). Paru-paru berada di dalam pleura yang merupakan lapisan
pelindung paru-paru.
Anatomi Paru (Tortora,2012)

Bagian – bagian paru yaitu :

1. Laring adalah organ yang berfungsi untuk melindungi trakea dan menghasilkan
suara.
2. Trakea atau batang tenggorok adalah saluran berbentuk pipa yang
dindingnya terdiri dari 3 lapisan: lapisan luar (jaringan ikat), lapisan tengah (otot
polos dan cincin tulang rawan), dan lapisan dalam (jaringan epitel bersilia).
3. Bronkus adalah percabangan trakea yang menuju paru-paru kanan dan paru-paru
kiri. Bronkus primer adalah percabangan pertama, bronkus sekunder adalah
percabangan kedua, sedangkan bronkus tersier adalah percabangan ketiga.
4. Bronkiolus adalah percabangan dari bronkus.
5. Cardiac notch adalah lekukan yang berfungsi untuk memberikan ruang kepada
jantung.
6. Arteri pulmonalis adalah pembuluh nadi yang membawa darah kaya karbon
dioksida dari jantung ke paru-paru.
7. Vena pulmonalis adalah pembuluh balik yang membawa darah kaya
oksigen dari paru-paru menuju jantung untuk dipompa ke seluruh tubuh.
8. Duktus alveolus adalah percabangan dari bronkiolus yang bermuara di alveolus.
9. Alveoli adalah kantung kecil yang memungkinkan oksigen dan karbon dioksida
untuk bergerak di antara paru-paru dan aliran darah.

2. Fisiologi
Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih
tekanan yang terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik
otot-otot. Seperti yang telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai
penembus. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena
diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu
sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus,
skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga (Price, S.A., dan
Wilson, L.M, 1994).
Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat
elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis
eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas
ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume toraks berkurang.
Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura
maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan
atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru
sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada akhir
ekspirasi (Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1994).
Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas
melintasi membrane alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari
0,5 µm). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih
tekanan parsial antara darah dan fase gas. Tekanan parsial oksigen dalam
atmosfir pada permukaan laut besarnya sekitar 149 mmHg. Pada waktu
oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan
mengalami penurunan sampai sekiktar 103 mmHg. Penurunan tekanan
parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan
udara dalam ruangan sepi anatomic saluran udara dan dengan uap air.
Perbedaan tekanan karbondioksida antara darah dan alveolus yang jauh
lebih rendah menyebabkan karbondioksida berdifusi kedalam alveolus.
Karbondioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfir (Price, S.A., dan
Wilson, L.M, 1994).
Dalam keadaan beristirahat normal, difusi dan keseimbangan oksigen di
kapiler darah paru-paru dan alveolus berlangsung kira-kira 0,25 detik dari
total waktu kontak selama 0,75 detik. Hal ini menimbulkan kesan bahwa
paru-paru normal memiliki cukup cadangan waktu difusi. Pada beberapa
penyakit misal; fibosis paru, udara dapat menebal dan difusi melambat
sehingga ekuilibrium mungkin tidak lengkap, terutama sewaktu
berolahraga dimana waktu kontak total berkurang. Jadi, blok difusi dapat
mendukung terjadinya hipoksemia, tetapi tidak diakui sebagai faktor utama
(Rab, T, 1996).

C. Etiologi
Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium tuberculois.
Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron dan
bentuk dari bakteri ini yaitu batang, tipis, lurus atau agak bengkok, bergranul,
tidak mempunyai selubung tetapi kuman ini mempunyai lapisan luar yang
tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat). Sifat dari bakteri ini
agak istimewa, karena bakteri ini dapat bertahan terhadap pencucian warna
dengan asam dan alkohol sehingga sering disebut dengan bakteri tahan
asam (BTA). Selain itu bakteri ini juga tahan terhadap suasana kering dan
dingin. Bakteri ini dapat bertahan pada kondisi rumah atau lingkungan
yang lembab dan gelap bisa sampai berbulan-bulan namun bakteri ini tidak
tahan atau dapat mati apabila terkena sinar, matahari atau aliran udara
(Widoyono,2011).
D. Tanda dan Gejala Penyakit TB Paru
Arif Mutaqqin (2012), menyatakan secara umum gejala klinik TB paru
primer dengan TB paru DO sama. Gejala klinik TB Paru dapat dibagi menjadi 2
golongan, yaitu gejala respiratorik (atau gejala organ yang terlibat ) dan gejala
sistematik.
1. Gejala respratorik
a) Batuk
Keluhan batuk, timbul paling awal dan merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan.
b) Batuk darah
Keluhan batuk darah pada klien TB Paru selalu menjadi alasan utama
klien untuk meminta pertolongan kesehatan.
c) Sesak nafas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura,
pneumothoraks, anemia, dan lain-lain.
d) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB Paru termasuk nyeri pleuritik ringan.Gejala ini
timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena TB.
2. Gejala sistematis
a) Demam
Keluhan yang sering dijumpai dan biasanya timbul pada sore atau malam
hari mirip demam atau influenza, hilang timbul, dan semakin lama
semakin panjang serangannya, sedangkan masa bebas serangan
semakin pendek.
b) Keluhan sistemis lain
c) Keluhan yang biasa timbul ialah keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan, dan malaise.Timbulnya keluhan biasanya bersifat
gradual muncul dalam beberapa minggusampai bulan.Akan tetapi
penampilan akut dengan batuk, panas, dan sesak nafas.

Menurut Wong (2008) tanda dan gejala tuberkulosis adalah:


a. Demam
b. Malaise
c. Anoreksia
d. Penurunan berat badan
e. Batuk ada atau tidak (berkembang secara perlahan selama berminggu –
minggu sampai berbulan – bulan)
f. Peningkatan frekuensi pernapasan
g. Ekspansi buruk pada tempat yang sakit
h. Bunyi napas hilang dan ronkhi kasar, pekak pada saat perkusi
i. Demam persisten
j. Manifestasi gejala yang umum: pucat, anemia, kelemahan, dan
penurunan berat badan
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri
otot dan keringat malam. Gejala semakin lama semakin berat dan hilang timbul
secara tidak teratur.

E. Komplikasi
Menurut Wahid & Imam (2013), dampak masalah yang sering terjadi
pada TB paru adalah :
1. Hemomtisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
3. Bronki ektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumothorak (adanya udara dalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi keorgan lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan
sebagainya.
6. Insufisiensi kardiopulmonar (Chardio Pulmonary Insuffciency).

F. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul
erat dengan penderita tuberculosis paru BTA positif.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok –
kelompok populasi tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, siswa –
siswi pesantren.
c. Vaksinasi BCG
d. Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6 – 12
bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri
yang masih sedikit.
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis kepada
masyarakat. (Muttaqin, 2008)
G. Patofisiologi dan Pathways

Mycrobacterium Tuberculosis

Alveolus

Respon Radang

Leukosit Demam Pelepasan bahan


Menfagosit bakteri tuberkel dari
dinding kavitas
Leukosit
digantikan oleh Trakeobronkial
makrofag
Bersihan jalan Penumpukan
Makrofag napas tidak efektif sekret
mengadakan
infiltrasi Anoreksia,
Batuk mual muntah
Terbentuk sel
tuberkel Gangguan
epiteloid keseimbangan
Droplet nutrisi kurang dari
Nekrosis kebutuhan
kaseosa Nyeri
Risiko tinggi
penyebaran
Granulasi infeksi

Jaringan parut
kolagenosa

Kerusakan Gangguan
membrane pertukaran
alveolar gas

Sesak Napas Gangguan


pola tidur
Inadekuat
oksigen untuk
beraktivitas

Intoleransi
Aktifitas

Sumber : Sylvia dan Lorraine, 2007; Amin dan Asril, 2007 ; NANDA, 2011; Wilkinson,
2007; carpenito, 2007; Doenges, 2005
H. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan yaitu :
1. Pemeriksaan Dahak Mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3
spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan
sewaktu-pagisewaktu (SPS).
a. S(sewaktu): Dahak dikumpulkan pada saat suspek tuberkulosis datang
berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah
pot dahak untuk mengumpulkan dahak pada pagi hari kedua
b. P(pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas.
c. S (sewaktu): Dahak dikumpulkan pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi hari.
2. Pemeriksaan Bactec
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah
metode radiometrik. Mycobacterium tuberculosa memetabolisme asam
lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi growth
indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif
pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis
dan melakukan uji kepekaan.Bentuk lain teknik ini adalah dengan memakai
Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT)
3. Pemeriksaan Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spe
sifik untuk Tb paru. Laju Endap Darah ( LED ) jam pertama dan jam kedua
dibutuhkan. Data ini dapat di pakai sebagai indikator tingkat kestabilan
keadaan nilai keseimbangan penderita, sehingga dapat digunakan untuk
salah satu respon terhadap pengobatan penderita serta kemungkinan sebagai
predeteksi tingkat penyembuhan penderita.
Demikian pula kadar limfosit dapat menggambarkan daya tahan tubuh
pende rita. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi LED yang normal
juga tidak me nyingkirkan diagnosa TBC.
4. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar adalah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas
indikasi ialah foto lateral, top lordotik, oblik, CT-Scan. Pada kasus dimana pada
pemeriksaan sputum SPS positif, foto toraks tidak diperlukan lagi. Pada
beberapa kasus dengan hapusan positif perlu dilakukan foto toraks bila :
a. Curiga adanya komplikasi (misal : efusi pleura, pneumotoraks)
b. Hemoptisis berulang atau berat
c. Didapatkan hanya 1 spesimen BTA +
Pemeriksaan foto toraks memberi gambaran bermacam-macam bentuk.
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi Tb paru aktif :

a. Bayangan berawan/nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas dan


segmen superior lobus bawah paru.
b. Kaviti terutama lebih dari satu, dikelilingi bayangan opak berawan atau
nodular.
c. Bayangan bercak milier
d. Efusi Pleura, Gambaran radiologi yang dicrigai Tb paru inaktif
e. Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior lobus atas
dan atau segmen superior lobus bawah
f. Kalsifikasi
g. Penebalan pleura

I. Diagnose Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d penumpukan sekret ditandai dengan
frekuensi pernafasan dan bunyi nafas tidak normal
2. Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan membran alveolar ditandai dengan
frekuensi pernafasan tidak normal
3. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi paru dan batuk menetap ditandai
dengan nyeri pada dada saat batuk.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d batuk,
anorexia, mual dan muntah ditandai dengan penurunan berat badan
5. Intoleran aktivitas berhubungan dengan inadekuat oksigen untuk
beraktifitas ditandai dengan dispnea dan perubahan elektrokardiogram
(EKG) setelah beraktifitas.
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk dan sesak nafas ditandai
dengan kesulitan untuk tidur, ketidakpuasan tidur, dan perubahan pola tidur
7. Risiko penyebaran infeksi

J. Intervensi Keperawatan
N Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
o
1 Ketidakefektif Jalan nafas efektif, batuk dan 1. Kaji fungsi pernafasan
an bersihan sesak nafas berkurang. (bunyi nafas,
jalan nafas Kriteria hasil: kecepatan, kedalaman,
1. Mempertahankan jalan dan kesulitan bernafas)
nafas pasien 2. Catat pergerakan dada,
2. Mengeluarkan sekret tanpa ketidaksimetrisan,
bantuan penggunaan otot-otot
3. Menunjukkan perilaku bantu nafas
untuk 3. Monitor suara nafas
memperbaiki/mempertahan tambahan seperti
kan bersihan jalan nafas ngorok atau mengi.
4. Berpartisipasi dalam 4. Monitor pola nafas
program pengobatan dalam 5. Buka jalan nafas
tingkat kemampuan/situasi dengan teknik chin lift
atau jaw thrust
6. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan
ventilasi
7. Ajarkan batuk efektif
dan Latihan nafas
dalam
8. Catat kemampuan
untuk mengeluarkan
mukosa/batuk efektif
9. Bersihkan sekret dari
mulut dan trakea
(penghisapan sesuai
kebutuhan)
10. Pertahankan masukan
cairan setidaknya
2500 ml/hari kecuali
terindikasi
11. Anjurkan pasien
minum air putih
hangat banyak
12. Observasi TTV
13. Monitor status
pernafasan dan
oksigenasi
14. Kolaborasi dengan
dokter dalam
pemberian terapi
2 Gangguan Frekuensi pernafasan kembali 1. Monitor irama,
pertukaran gas normal kecepatan, kedalaman,
Frekuensi Kriteria hasil: dan kesulitan bernafas
pernafasan 1. Mendemonstrasikan 2. Catat pergerakan
kembali peningkatan ventilasi dan dada,
oksigenasi yang adekuat ketidaksimetrisan,
2. Memelihara kebersihan penggunaan otot-otot
paru-paru dan bebas dari bantu nafas.
tanda-tanda distress 3. Monitor pola nafas
pernafasan 4. Monitor keluhan sesak
3. Tanda-tanda vital dalam nafas
rentang normal 5. Posisikan pasien
untuk memaksimalkan
ventilasi
6. Auskultasi suara
nafas, catat area yang
ventilasinya menurun
atau tidak ada dan
adanya suara nafas
tambahan
7. Monitor status
pernafasan dan
oksigenasi
8. Berikan oksigen
tambahan bila perlu
9. Monitor aliran
oksigen dan posisi
alat pemberian oksigen
10. Monitor efektifitas
terapi oksigen
11. Amati tanda-tanda
hipoventilasi induksi
oksigen
12. Berikan bantuan
terapi nafas jika
diperlukan
3 Nyeri Akut Skala nyeri berkurang atau 1. Monitor tanda-tanda
tidak ada nyeri vital
Kriteria hasil: 2. Lakukan pengkajian
1. Mampu mengontrol nyeri nyeri komprehensif
( tahu penyebab nyeri, yang meliputi lokasi,
mampu menggunakan karakteristik, durasi,
tenik nonfarmakologi frekuensi, kualitas,
untuk mengurangi nyeri intensitas atau skala
2. Melaporkan bahwa nyeri nyeri dan faktor
berkurang dengan pencetus
menggunakan manajemen 3. Observasi adanya
nyeri petunjuk nonverbal
3. Mampu mengenali nyeri mengenai
(skala, intensitas, ketidaknyamanan
frekuensi dan tanda nyeri Tentukan akibat dari
4. pengalaman nyeri
terhadap kualitas
hidup klien
5. Gali bersama klien
faktor-faktor yang
dapat menurunkan
atau memperberat
nyeri
6. Kurangi faktor-faktor
yang dapat
mencetuskan atau
meningkatkan nyeri
7. Ajarkan prinsip-
prinsip manajemen
nyeri
8. Kolaborasi dengan
klien, orang terdekat
dan tim kesehatan
lainnya untuk
memilih dan
mengimplementasikan
tindakan penurun
nyeri farmakologi dan
nonfarmakologi
sesuai kebutuhan
9. Anjurkan teknik
distraksi dan relaksasi
4 Ketidakseimban Berat badan kembali 1. Monitor tanda-tanda
gan nutrisi normal/terkontrol. vital
kurang dari Kriteria hasil: 2. Kolaborasi dengan
kebutuhan tubuh 1. Menunjukkan BB tim kesehatan lain
meningkat mencapai tujuan untuk
dengan nilai Lab normal mengembangkan
dan bebas tanda malnutrisi rencana perawatan
2. Tidak terjadi penurunan dengan melibatkan
berat badan yang berarti klien dan orang-
3. Melakukan perilaku/ orang terdekatnya
perubahan pola hidup dengan tepat
untuk meningkatkan dan 3. Monitor perilaku
atau mempertahankan berat klien yang
badan yang tepa berhubungan dengan
pola makan,
penambahan dan
kehilangan berat
badan.
4. Berikan dukungan
terhadap peningkatan
berat badan dan
perilaku yang
meningkatkan berat
badan
5. Berikan dukungan
(misalnya, terapi
relaksasi dan
kesempatan untuk
membicarakan
perasaan) sembari
klien
mengintegrasikan
perilaku makan yang
baru
6. Bantu klien (dan
orang-orang terdekat
klien dengan tepat)
untuk mengkaji
masalah yang
berkontribusi
terhadap (terjadinyaa
gangguan makan
7. Monitor berat badan
klien secara rutin
5 Intoleransi Kriteria Hasil: 1. Bantu klien untuk
Aktivitas 1. Berpartisipasi dalam mengidentifikasi
aktivitas fisik tanpa aktivitas yang mampu
disertai peningkatan dilakukan
tekanan darah, nadi dan 2. Bantu klien untuk
RR memilih aktivitas
2. Mampu melakukan konsisten yang sesuai
aktivitas sehari-hari dengan kemampuan
(ADLs) secara mandiri fisik, psikologi dan
3. Tanda-tanda vital normal sosial
4. Status sirkulasi baik 3. Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan di waktu luang
4. Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
5. Sediakan penguatan
positif
6. Peningkatan
keterlibatan keluarga
7. Berikan dukungan
spiritual
6 Gangguan Pola Pola tidur kembali normal 1. Monitor tanda-tanda
Tidur Kriteria hasil: vital
1. Jumlah jam tidur dalam 2. Monitor/catat pola
batas normal 6-8 jam/hari tidur pasien dan
2. Pola tidur, kualitas dalam jumlah jam tidur
batas normal serta catat kondisi
3. Mampu mengidentifiasi fisik.
hal-hal yang meningkatkan 3. Lakukan langkah-
tidur langkah kenyamanan
seperti pijat,
pemberian posisi,
dan sentuh efektif
4. Lakukan pengkajian
nyeri komprehensif
yang meliputi lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas atau skala
nyeri dan faktor
pencetus
5. Observasi adanya
petunjuk nonverbal
mengenai
ketidaknyamanan
6. Tentukan akibat dari
pengalaman nyeri
terhadap kualitas
hidup klien
7. Gali bersama klien
faktorfaktor yang
dapat menurunkan
atau memperberat
nyeri
8. Kurangi faktor-faktor
yang dapat
mencetuskan atau
meningkatkan nyeri
9. Ajarkan prinsip-
prinsip manajemen
nyeri
10. Kolaborasi dengan
dokter tentang
pemberian obat
untuk mendukung
tidur
7 Resiko Tidak menunjukkan 1. Bersihkan
Penyebaran penyebaran infeksi lingkungan dengan
Infeksi Kriteria hasil: baik setelah
1. Mendeskripsikan proses digunakan untuk
penularan peyakit, faktor setiap pasien
yang mempengaruhi 2. Ganti peralatan
penularan serta perawatan per pasien
penatalaksanaannya sesuai protokol
2. Menunjukkan kemampuan institusi
untuk mencegah timbulnya 3. Pertahankan teknik-
penyebaran infeksi. teknik isolasi pasien
3. Menunjukkan perilaku 4. Tempatkan isolasi
hidup sehat sesuai tindakan
pencegahan yang
sesuai
5. Batasi jumlah
pengunjung
6. Skrining semua
pengunjung
7. Ajarkan pasien dan
anggota keluarga
mengenai bagaimana
menghindari infeksi
8. Tingkatkan asupan
nutrisi yang cukup
9. Anjurkan asupan
cairan dengan tepat
10. Berikan ruang
pribadi yang
diperlukan
Daftar Pustaka

https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/40860592/ASKEP_TUBERKOLSI
S_APLIKASI_NANDA_NIC_NOC.pdf?AWSAccessKeyId=AKIAIWOWYYGZ2Y5

UL3A&Expires=1541173860&Signature=I%2BcEROLsHzLDGqsp5wg3REhrv1
o%3D&response-content-
disposition=attachment%3B%20filename%3DASKEP_TUBERKOLOSIS_APLI
KASI_NANDA_NIC_NO.pdf

https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/52147991/LAPORAN_PENDAHU
LUAN_TB_PARU.docx?AWSAccessKeyId=AKIAIWOWYYGZ2Y53UL3A&Expire

Subagyo, A. 2013. Strategi DOTS, Perlukah untuk Pengobatan TB? [on line].

http://www.klikparu.com/2013/01/strategi-dots-perlukah-untukpengobatan.html.
[28 Oktober 2018]

Anda mungkin juga menyukai