Anda di halaman 1dari 38

MAKALAH LAPORAN PENDAHULUAN & KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ISOLASI SOSIAL

Dosen Pengajar : Dr. Hj. Lilik Ma’arifatul Azizah, S.Kep., Ns., M.Kes.

OLEH:

KELOMPOK 2/4A

1. Siti Sri Nurul Aini (20104001)

2. Santi Gita Nirmala (201704009)

3. Siti Zuanita (201704010)

4. Robby Azizy A. (201704017)

5. Farah Mutia (201704018)

6. Ariska Novita Sari (20104023)

7. Bima Angga Yudanta (201704032)

8. Allamandha Firdaus A. S. (201704040)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO

2017
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Manusia adalah makhluk sosial.Untuk mencapai kepuasan dalam kehidupan harus


membina hubungan interpersonal yang positif.Hubungan interpersonal yang sehat terjadi jika
individu yang terlibat saling merasakan kedekatan antara sementara identitas pribadi tetap di
pertahankan.Jika sebaliknya maka patut dicurigai adanya gangguan kepribadian dan biasanya
terjadi pada masa remaja dan dewasa.
Proses keperawatan pada klien dengan masalah kesehatan jiwa merupakan tantangan
yang unik karena masalah kesehatan jiwa mungkin tidak dapat dilihat langsung seperti pada
masalah kesehatan fisik, yang memperlihatkan gejala yang berbeda, dan muncul oleh
berbagai penyebab. Kejadian masa lalu yang sama dengan kejadian saat ini, tetapi muncul
gejala yang berbeda. Banyak klien dengan masalah kesehatan jiwa tidak dapat menceritakan
hal yang berbeda sama halnya dengan masalah kejiwaan yang akan dibahas dalam makalah
ini yaitu gangguan kepribadian atau isolasi sosial atau menarik diri. Dalam gangguan ini
hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam
melakukan proses keperawatan dan penyembuhan dengan klien gangguan jiwa. Hal ini
penting karena dengan hubungan saling percaya dapat membantu klien dalam menyelesaikan
masalahnya.
Seseorang dengan perilaku menarik diri akan menghindari interaksi dengan orang lain.
Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan
untuk membagi perasaan, pikiran dan prestasi atau kegagalan. Ia mempunyai kesulitan untuk
berhubungan secara spontan dengan orang lain, yang dimanivestasikan dengan sikap
memisahkan diri, tidak ada perhatian dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang
lain (DepKes, 1998

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apakah pengertian dari isolasi sosial?


2. Apa yang menyebabkan terjadinya isolasi sosial?
3. Bagaimana proses terjadinya isolasi sosial?
4. Apa saja tanda dan gejala isolasi sosial?
5. Apa saja diagnosa yang muncul dari masalah isolasi sosial?
6. Bagaimana tindakan keperawatannya?

1.3 TUJUAN PEMBAHASAN

1. Untuk menjelaskan pengertian dari isolasi sosial


2. Untuk menjelaskan penyebab terjadinya isolasi social
3. Untuk menjelaskan proses terjadinya isolasi social
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala isolasi social
5. Untuk mengetahui diagnosa yang muncul dari masalah isolasi social
6. Untuk mengetahui tentang tindakan keperawatannya
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah–Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Jiwa 1 dengan judul “
ISOLASI SOSIAL ” dengan tepat waktu. Shalawat berserta salam kami sanjungkan kepangkuan
Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman terang
benderang seperti yang kita rasakan sekarang.
Adapun penyelesaian makalah ini tak luput dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Dr. Hj. Lilik Ma’rifatul Azizah, S. Kep. Ns, M. Kes, selaku Dosen Kesehatan Jiwa 1
2. Teman-teman yang ikut serta dalam membantu menyelesaikan makalah ini.

Kami juga menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan baik dari segi isi, maupun
dari segi penulisan, untuk itu kami mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan tugas ini.

Mojokerto, 19 Februari 2019


Penyusun

Kelompok 2
BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI
 Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
(Keliat & Akemat, 2009)
 Isolasi sosial adalah suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi
dengan orang lain. Individu merasa bahwa dia kehilangan hubungan akrab dan
tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau
kegagalan. (Fitria, 2010)
 Isolasi sosial adalah proses pertahanan diri seseorang terhadap orang lain maupun
lingkungan yang menyebabkan kecemasan pada diri sendiri dengan cara menarik
diri secara fisik maupun psikis. (Dalami, Suliswati, Rochimah, Suryati, & Lestari,
2009)
 Isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian seseorang individu yang diterima
sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negative atau
mengancam. Isolasi sosial adalah individu yang mengalami ketidakmampuan
untuk mengadakan hubungan dengan oranglain dan dengan lingkungan sekitarnya
secara wajar dalam khalaknya sendiri yang tidak realistis. Menarik diri
merupakan reaksi yang ditampilkan individu yang dapat berupa reaksi fisik
maupun psikologis. Reaksi fisik yaitu individu pergi atau menghindari stressor.
Sedangkan reaksi psikologis yaitu individu menunjukkan perilaku apatis,
mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan permusuhan.
(Azizah, Zainuri, & Akbar, 2016)
 Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yag terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptive
dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial. (Yoseph, 2011)
2.2 PERKEMBANGAN HUBUNGAN SOSIAL
Pada dasarnya kemampuan hubungan sosial berkembang sesuai dengan proses
tumbuh kembang individu mulai dari bayi sampai dengan dewasa lanjut. Untuk
mengembangkan hubungan sosial yang positif, setiap tugas perkembangan sepanjang
daur kehidupan diharapkan dilalui dengan sukses. Kemampuan berperan serta dalam
proses hubungan diawali dengan kemampuan tergantung pada masa bayi dan
berkembang pada masa dewasa dengan kemampuan saling tergantung ( tergantung dan
mandiri).
 Masa bayi
Bayi sangat bergantung pada orang lain dalam pemenuhan kebutuhan
biologis dan psikologisnya, bayi umumnya menggunakan komunikasi yang
sangat sederhana dalam menyampaikan akan kebutuhannya, misalnya
menangis untuk semua kebutuhan. Respon lingkungan ( ibu atau pengasuh)
terhadap kebutuhan bayi harus sesuai agar berkembang rasa percaya diri
bayi akan respon atau perilakunya dan rasa percaya bayi terhadap orang
lain ( Ericson) .
Kegagalan pemenuhan kebutuhan bayi melalui ketergantungan pada orang
lain akan mengakibatkan rasa tidak percaya pada diri sendiri dan orang lain,
serta menarik diri ( Huber. Dkk, 1987).
 Masa prasekolah
Anak prasekolah mulai memperluas hubungan sosialnya diluar lingkungan
keluarga khususnya ibu atau pengasuh. Anak menggunakan kemampuan
berhubungan yang telah dimiliki untuk berhubungan dengan lingkungann
diluar keluarga. Dalam hal ini anak membutuhkan dukungan dan bantuan
dari keluarga khususnya pemberian pengakuan yang positif terhadap
perilaku anak yang adaptif. Hal ini merupakan dasar rasa otonomi yang
berguna untuk mengembangkan kemampuan hubungan interdependen.

Kegagalan anak dalam berhubungan dengan lingkungan disertai respon


keluarga yang negatif akan mengakibatkan anak menjadi tidak mampu
mengontrol diri, tidak mandiri ( tergantung), ragu, menarik diri dari
lingkungan, kurang percaya diri, pesimis, takut perilakunya salah.
 Masa Sekolah
Anak mulai mengenal hubungan yang lebih luas khususnya lingkungan
sekolah. Pada usia ini anak mulai mengenal bekerjasma, kompetensi,
kompromi. Konflik sering terjadi dengan orangtua karena pembatasan dan
dukungan yang tidak konsisten, teman dengan orang dewasa diluar keluarga
( guru, orangtua, teman) merupakan sumber pendukung yang penting bagi
anak, kegagalan dalam membina hubungan dengan teman disekolah,
kurangnya dukungan guru, dan pembatasan serta dukungan yang tidak
konsisten dari orangtua mengakibatkan anak frustasi terhadap
kemampuannya, putus asa, rasa tidak mampu, dan menarik diri dari
lingkungan.
 Masa Remaja
Pada usia ini anak mengembangkan hubungan intim dengan teman sebaya
dan sejenis dan umumnya mempunyai sahabat karib. Hubungan dengan
teman sangat tergantung, sedangkan hubungan dengan orangtua mulai
independen. Kegagalan membina hubungan dengan teman dan kurangnya
dukungan orangtua, akan mengakibatkan keraguan akan identiitas,
ketidakmampuan mengidentifikasi karir dan rasa kurang percaya diri.
 Masa Dewasa Muda
Pada usia ini individu mempertahankan hubungan dengan orangtua dan
teman sebaya, individu belajar mengambil keputusan dengan
memperhatikan saran dan pendapat orang lain seperti memilih pekerjaan,
memilih karir, melangsungkan perkawinan.
Kegagalan individu dalam melanjutkan sekolah, pekerjaan, perkawinan akan
mengakibatkan individu menghindari hubungan intim, menjauhi oranglain,
putus asa akan karir.
 Masa dewasa Tengah
Individu pada usia dewasa tengah umumnya telah pisah tempat tinggal
dengan orang tua, khususnya individu yang telah menikah. Jika ia telah
menikah maka peran menjadi orang tua dan mempunyai hubungan antar
orang dewasa merupakan situasi tempat menguji kemampuan hubungan
interdependen. Individu yang perkembangannya baik akan dapat
mengembangkan hubungan dan dukungan yang baru.
Kegagalan pisah tempat dengan orang tua, membina hubungan yang baru,
dan mendapatkan dukungan dari orang dewasa lain akan mengakibatkan
perhatian hanya tertuju pada diri sendiri, produktifitas dan kreatifitas
berkurang, perhatian pada orang lain.
 Masa Dewasa Lanjut
Pada masa ini individu akan mengalami kehilangan, baik itu kehilangan
fungsi fisik, kegiatan, pekerjaan, teman hidup (teman sebaya dan pasangan),
anggota keluarga (kematian orang tua). Individu tetap memerlukan
hubungan yang memuaskan dengan orang lain. Individu yang mengalami
perkembangan yang baik dapat menerima kehilangan yang terjadi dalam
kehidupannya dan mengakui bahwa dukungan orang lain dapat membantu
dalam menghadapi kehilangannya.
Kegagalan individu untuk menerima kehilangan yang terjadi pada
kehidupan serta menolak bantuan yang disediakan untuk membantu akan
mengakibatkan perilaku menarik diri.

2.3 ETIOLOGI

Isolasi sosial menarik diri sering disebabkan oleh karena kurangnya rasa percaya
pada orang lain, perasaan panik, regresi ke tahap perkembangan sebelumnya, waham,
sukar berinteraksi dimasa lampau, perkembangan ego yang lemah serta represi rasa takut.
Menurut stuart dan sundeen, isolasi sosial disebabkan oleh gangguan konsep diri rendah.

1. FAKTOR PREDISPOSISI

a. faktor perkembangan

kemampuan membina hubungan yang sehat tergantung dari pengalaman selama


proses tumbuh kembang setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui
individu dengan sukses, karena apabila tugas perkembangan ini tidak terpenuhi akan
menghambat perkembangan selanjutnya, kurang stimulasi kasih sayang, perhatian dan
kehangatan dari ibu (pengasuh) pada bayi akan memberi rasa tidak aman yang dapat
menghambat terbentuknya rasa percaya.

b. faktor biologi

Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa, faktor genetic
dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif ada bukti terdahulu tentang
terlibatnya neurotransmitter dalam perkembangan gangguan ini namun tahap masih
diperlukan penelitian lebih lanjut.

c. faktor sosial budaya

Faktor sosial budaya dapat menjadi faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
membina hubungan dengan orang lain, misalnya anggota keluarga yang tidak produktif,
diasingkan dari orang lain

d. faktor komunikasi dalam keluarga

Pola komunikasi dapat mengantarkan seseorang ke dalam gangguan berhubungan


bila keluarga hanya mengkomunikasikan halhal yang negatif akan mendorong anak
mengembangkan harga diri rendah.

2. FAKTOR PRESIPITASI

Stressor pencetus ada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stress
seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan
orang lain yang menyebabkan ansietas.

a. faktor nature (alamiah)

Secara alamiah manusia merupakan makhluk holistic yang terdiri dari dimensi
bio, psiko, sosial, spiritual. Oleh karena itu meskipun stressor presipitasi yang sama tetapi
apakah berdampak pada gangguan jiwa atau kondisi psiko, sosial tentu yang maladatif
dari individu sangat bergantung pada ketahanan holistic individu tersebut
b. faktor orgin ( sumber presipitasi)

Demikian juga dengan faktor sumber presipitasi, baik internal maupun eksternal
yang berdampak pada psikososial seseorang hal ini karena manusia bersifat unik.

c. faktor timing

Setiap stressor berdampak pada trauma psikologis sesorang yang berimplikasi


pada gangguan jiwa sangat ditentukan oleh kapan terjadinya stressor berapa lama
frekuensi stressor.

d. faktor number ( banyaknya stressor)

Demikian juga dengan stressor yang berimplikasi pada kondisi gangguan jiwa
sangat ditentukan oleh banyaknya stressor pada kurun waktu tertentu. Misalnya, baru saja
suami meninggal seminggu kemudian anak mengalami cacat permanen karena
kecelakaan lalu lintas lalu sebulan kemudian ibu kena phk dari tempat kerjanya.

e. appraisal off stressor ( cara menilai predisposisi dan presipitasi)

Pandangan setiap individu terhadap faktor predisposisin dan presipitasi yang


dialami sangat tergantung pada

- faktor kognitif : berhubungan dengan tingkat pendidikan, luasnya


pengetahuan dan pengalaman.

- faktor afektif : berhubungan dengan type kepribadian seseorang type


kepribadian introvert bersifat, suka memikirkan diri sendiri tidak
terpengaruh pujian, banyak fantasi, tidak tahan dan kritik, tersinggung,
menahan eksresi emosion, sukar bergaul, sukar dimengerti orang lain,
suka membesarkan masalahnya kesalahannya, dan suka kritik terhadap
diri sendiri. Tipe kepribadian extrovert bersifat terbuka, lincah dalam
pergaulan, riang, ramah terhadap kritik, ekspresi emosion spontan dan
tidak begitu merasakan kegagalan dan tidak banyak mengkritik kesalahan
sendiri. Tipe kepribadian ambivert dimana seseorang memiliki dua tipe
dasar tersebut sehingga sulit untuk menggolongkan salah satu tipe.
f. faktor physiological

Kondisi fisik seperti status nutrisi, status kesehatan fisik, faktor kecacatan
atau kesempurnaan fisik sangat berpengaruh bagi penilaiann seseorang terhadap
stressor, predisposisi dan presipitasi.

g. Faktor behavioral

Pada dasarnya perilaku seseorang turut mempengaruhi nilai, keyakinan,


sikap dan keputusannya. Oleh karena itu, faktor perilaku turut berperan pada
seseorang dalam menilai faktor predisposisi dan presipitasi yang dihadapinya.
Misalnya, seorang peminum alcohol, dalam keadaan mabuk akan lebih emosional
dalam menghadapi stressor. Demikian juga dengan perokok atau penjudi, dalam
menilai stressor berbeda dengan seseorang yang taat beribadah.

h. Faktor sosial

Manusia merupakan makhluk sosial yang hidupnya saling bergatung satu


dengan yang lainnnya . menurut Luh Ketut Suryani (2005), kehidupan kolektif
atau kebersamaan berperan dalam mengambil keputusan, adopsi, pembelajaraan,
pertukaran pengalaman dan penyelenggaraan ritualitas. Dengan demikian, dapat
diasumsikan bahwa faktor kolektifitas atau kebersamaan berpengaruh terhadap
cara menilai stressor predisposisi dan presipitasi.

Pattern of parenting Inefective coping Lack of Stressor internal and


(Pola asuh keluarga) (Koping individu Development task external (stress internal
tidak efektif) (Gangguan tugas daneksternal)
perkembangan)

Misal pada anak: Misal: Misal: Misal:

Pada anak yang Saat individu Gagal menjalin stress terjadi akibat
kelahirannya tidak menghadapi hubungan intim ansietas yang
dikehendaki kegagalan dengan sesame berkepanjangan dan
(unwanted child) menyalahkan orang jenis atau lawan terjadi bersamaan dengan
akibat kegagalan KB, lain, ketidak jenis, tidak mampu keterbatasan kemampuan
hamil diluar nikah, berdayaan, mandiri dan individu untuk
jenis kelamin yang menyangkal tidak menyelesaikan mengatasinya. Ansietas
tidak diinginkan, mampu menghadapi tugas, bekerja, terjadi akibat berpisah
bentuk fisik kurang kenyataan dan bergaul, sekolah, dengan orang terdekat,
menawan menarik diri dari menyebabkan hilangnya pekerjaan atau
menyebabkan lingkungan, terlalu ketergantungan orang yang dicintai.
keluarga tinggi self ideal dan pada orang tua,
mengeluarkan tidak mampu rendahnya
komentar-komentar menerima realitas ketahanan terhadap
negative, dengan rasa syukur. berbagai
merendahkan, kegagalan.
menyalah kananak.

Harga Diri Rendah Kronis

Isolasi Sosial
2.4 Rentang Respons
Menurut Stuart Sundeen rentang respons klien ditinjau dari interaksinya dengan
lingkungan social merupakan suatu kontinum yang terbentang antara respon adaptif
dengan maladaptive sebagai berikut:

Respons Adaptif Respons Maladaptif

Solitude Merasa sendiri Narkisisme


Otonomi Dependensi Ketergantungan
Bekerja sama
Menarik diri Manipulasi
Interdependen
Curigayakni meliputi sebagai
Terdapat dua respon yang dapat terjadi pada isolasi sosial,
berikut :
a. Respons Adaptif
Merupakan suatu respons yang masih dapat diterima oleh norma – norma
sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku dengan kata lain individu
tersebut masih dalam batas normal ketika menyelesaikan masalah. Berikut ini
adalah sikap yang termasuk dalam respons adaptif, yakni meliputi:
- Menyendiri (solitude)
Merupakan respons yang dibutuhkan seseorang untuk merenungkan apa
yang telah terjadi di lingkungan sosialnya (instropeksi).
- Otonomi
Merupakan kemampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, dan perasaan dalam hubungan sosial.
- Bekerja sama
Merupakan kemampuan individu yang saling membutuhkan satu sama lain.
- Interdependen
Merupakan saling ketergantungan antara individu dengan orang lain dalam
membina hubungan interpersonal. (Azizah, Zainuri, & Akbar, 2016)
b. Respons Maladaptif
Merupakan suatu respons yang menyimpang dari norma sosial dan kehidupan
disuatu tempat, dan berikut adalah perilaku yang termasuk dalam respons
maladaptif, yakni meliputi :
- Menarik diri
Merupakan keadaan dimana seseorang yang mengalami kesulitan dalam
membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
- Ketergantungan
Merupakan keadaan dimana seseorang gagal mengembangkan rasa percaya
dirinya sehingga tergantung dengan orang lain.
- Manipulasi
Merupakan keadaan dimana seseorang yang mengganggu orang lain sebagai
objek individu sehingga tidak dapat membina hubungan sosial secara
mendalam.
- Curiga
Merupakan keadaan dimana seseorang gagal mengembangkan rasa percaya
diri terhadap orang lain.
- Impulsif
Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, tidak dapat diandalkan, mempunyai penilaian yang buruk dan
cenderung memaksakan kehendak.
- Narkisisme
Harga diri yang rapuh, secara terus menerus berusaha mendapatkan
penghargaan dan pujian, memiliki sikap egosentris, pencemburu dan marah
jika orang lain tidak mendukung
c. Mekanisme koping
Individu yang mengalami respon sosial maladaptif menggunakan berbagai
mekanisme dalam upaya mengatasi ansietas. Mekanisme tersebut berkaitan dengan jenis
masalah hubungan yang spesifik. Koping yang berhubungan dengan gangguan
kepribadian anti sosial antara lain proyeksi, spilitting dan merendahkan orang lain,
koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian ambang spilitting, formasi,
reaksi, proyeksi, isolasi, idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan identifikasi
proyektif

d. Sumber Koping
menurut Stuart, 2006, sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial
maladaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luasan teman, hubungan
dengan hewan peliharaan,dan penggunaan kreatifitas untuk mengekspresikan stress
interpersonal misal kesenian, music, atau sosial. (Azizah, Zainuri, & Akbar, 2016)
2.5 Gambaran Proses Terjadinya Isolasi Sosial

Ketidak percayaan
Penolakan dari
kepada orang lain.
orang lain.

Ketidak percayaan diri.

Kecemasan dan ketakutan.

Putus asa terhadap hubungan


dengan orang lain.

Merasa tidak berarti atau


tidak berharga.

Sulit dalam mengembangkan


berhubungan dengan orang lain.

Menarik diri dari lingkungan (regresi).

Tidak mampu berinteraksi


dengan orang lain.

ISOLASI SOSIAL.
2.6 Tanda dan Gejala Isolasi Sosial
Tanda dan gejala pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat dibagi menjadi
dua bagian, yakni sebagai berikut :
a. Gejala Subyektif
1. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
2. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
3. Respons verbal kurang dan sangat singkat,
4. Klien mengatakan hubungan tidak berarti dengan orang lain.
5. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
6. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
7. Klien merasa tidak berguna.
8. Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
9. Klien merasa ditolak.
10. Menggunakan katakata simbolik
b. Gejala Obyektif
1. Klien lebih banyak diam dan tidak mau bicara.
2. Tidak mengikuti kegiatan.
3. Banyak berdiam diri di kamar.
4. Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat.
5. Klien tampak sedih, ekspresi datar, dan dangkal.
6. Kontak mata kurang.
7. Kurang spontan.
8. Apatis ( acuh terhadap lingkungan ).
9. Ekspresi wajah kurang berseri.
10. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
11. Mengisolasi diri.
12. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
13. Asupan makanan dan minuman terganggu.
14. Retensi urine dan feses.
15. Aktivitas menurun.
16. Kurang energi atau tenaga.
17. Rendah diri.
18. Postur tubuh berubah misalnya sikap fetus/janin ( khususnya pada posisi
tidur) (Azizah, Zainuri, & Akbar, 2016)

Perilaku seperti diatas tersebut biasanya terjadi karena disebabkan oleh


seseorang yang menilai dirinya rendah, sehingga timbul perasaan malu untuk
berinteraksi dengan orang lain. Bila terjadi perubahan persepsi sensori dapat
menimbulkan halusinasi dan resiko tinggi mencederai diri serta orang lain,
bahkan lingkungan. Perilaku yang tertutup dengan orang lain juga bisa
menyebabkan intoleransi aktivitas yang akhirnya dapat berpengaruh terhadap
ketidakmampuan untuk melakukan perawatan secara mandiri. Seseorang yang
mempunyai harga diri rendah awanlnya disebabkan oleh ketidakmampuan
untuk menyelesaikan masalah dalam hidupnya, sehingga orang tersebut
berperilaku tidak normal atau koping individu tidak efektif. Peranan keluarga
cukup besar dalam mendorong klien agar mampu menyelesaikan masalah.
Oleh karena itu, bila sistem pendukungnya tidak baik atau koping keluarga
tidak efektif, maka akan mendukung seseorang memiliki harga diri rendah
dan akhirnya mengisolasi dirinya. (Fitria, 2010)
2.7 PATOFISIOLOGI
Menurut (Dalami, Suliswati, Rochimah, Suryati, & Lestari, 2009), salah satu
gangguan berhubungan sosial dengan diantaranya menarik diri atau isolasi sosial yang
disebabkan oleh perasaan tidak berharga, dengan latar belakang yang penuh dengan
permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan. Perasaan tidak berharga
menyebabkan semakin sulit dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain,
akibatnya menjadi regresi atau kemunduran, mengalami penurunan dalam aktivitas dan
kurang perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri. Perjalanan dari tingkah laku
masa lalu serta perilaku menyendiri yaitu pembicaraan yang austitik dan tingkah laku
yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut mDefisit mekanisme
koping.
2.8 PATHWAY

Resiko halusinasi  efek

Isolasi sosial  core probem

Harga diri rendah  causa

2.9 PENATALAKSANAAN

A. Tindakan Keperawatan Untuk Pasien


1. Membina hubungan saling percaya. Tindakan yang harus dilakukan dalam
membina hubungan saling percaya adalah:
a. Mengucapkan salam setiap kali berinteraksi dengan pasien.
b. Berkenalan dengan pasien: perkenalan nama dan nama panggilan yang
anda sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasien.
c. Menanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
d. Buat kontrak asuhan: apa yang anda akan lakukan bersama pasien, berapa
lama akan dikerjakan, dan tempatnya dimana.
e. Jelaskan bahwa anda akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi.
f. Setiap saat tumbuhkan sifat empati terhadap pasien.
g. Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan.
2. Membantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial. Langkah-langkah
untuk melaksanakan tindakan ini adalah sebagai berikut:
a. Menanyakan pendapat pasien tentang kebiasaan interaksi dengan orang
lain
b. Menanyakan apa yang menyebabkan pasien tidak ingin berinteraksi
dengan orang lain.
3. Membantu pasien mengenali keuntungan dari membina hubungan dengan
orang lain. Lakukan dengan cara mendiskusikan keuntungan bila pasien
memiliki banyak teman dan bergaul akrap dengan mereka.
4. Membantu pasien mengenal kerugian dari tidak membina hubungan.
Dilakukan dengan cara:
a. Mendiskusikan kerugian bila pasien hanya mengurung diri dan tidak
bergaul dengan orang lain.
b. Menjelaskan pengaruh isolasi sosial terhadap kesehatan fisik pasien
5. Membantu pasien untuk berinteraksi dengan orang lain secara bertahap .
anada tidak mungkin secara drastis mengubah kebiasaan pasien dalam
berinteraksi dengan orang lain, karena kebiasaan tersebut telah terbentuk
dalam jangka waktu yang lama. Secara rinci tahapan melatih psien
berinteraksi dapat anda lakukan sebagai berikut:
a. Beri kesempatan pasien mempraktikan cara berinteraksi dengan orang lain
yang dilakukan di hadapan anda.
b. Mulailah bantu pasien berinteraksi dengan satu orang (anggota keluarga atau
tetangga).
c. Bila pasien sudah menunjukan kemajuan, tingkatkan jumlahbinteraksi
dengan dua, tiga, empat orang dan seterusnya.
d. Beri pujian untuk setiap kemajuan interaksi yang telah dilakukan oleh
pasien.
e. Siap mendengarkan ekpresi perasan pasien setelah berinnteraksi dengan
orang lain. Mungkin pasien akan mengungkapkan keberhasilan atau
kegagalannya beri dorongan terus menerus agar pasien tetap semangat
meningkatkan interaksinya.
B. Tindakan Keperawatan untuk Keluarga
Setelah tindakan keperawatan diharapkan keluarga mampu merawat pasien
isoslasi sosial. Tindakan dilakukan dengan melatih keluarga merawat pasien
isolasi sosial. Keluarga merupakan sistem pendukung utama bagi pasien
untuk dapat membantu pasien mengatasi masalah isolasi sosial ini, karena
keluargalah yang selalu bersama-sama dengan pasien sepanjang hari.
Tahapan melatih keluarga agar mampu merawat pasien isolasi sosial di
rumah meliputi :
1. Mendiskusikan masalah yang dirasakan keluarga dalam merawat pasien.
2. Menjelaskan tentang :
a. Masalah isolasi sosial dan dampaknya pada pasien.
b. Penyebab isolasi sosial.
c. Cara-cara merawat pasien isolasi sosial, antara lain:
 Membina hubungan saling percaya dengan pasien dengan cara bersikap
peduli dan tidak ingkar janji.
 Memberikan semangat dan dorongan kepada pasien untuk dapat
melakukan kegiatan bersama-sama dengan orang lain yaitu dengan tidak
mencela kondisi pasien dan memberikan pujian yang wajar.
 Tidak membiarkan pasien sendiri dirumah.
 Membuat rencana atau jadwal bercakap-cakap dengan pasien.
3. Memperagakan cara merawat pasien isolasi sosial.
4. Membantu keluarga mempraktikkan cara merawat yang telah dipelajari,
mendiskusikan yang dihadapi.
5. Menjelaskan perawatan lanjutan.
2.10 PROSES KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian
terdiri dari pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau masalah klien. Data yang
dikumpulkan melalui data biologis , psikologis, social dan spiritual. Isolasi sosial adalah
keadaan sesorang individu yang mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak
mampu berinteraksi dengan oranglain disekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan oranglain.
Untuk mengkaji pasien isolasi sosial dapat menggunakan wawancara dan observasi
kepada pasien dan keluarga. Pertanyaan berikut dapat ditanyakan pada waktu wawancara
untuk mendapat data subyektif :
a. bagaimana pendapat pasien terhadap orangorang disekitar ( keluarga/
tetangga) ?
b. apakah pasien punya teman dekat ? bila punya siapa teman dekat itu ?
c. apa yang membuat pasien tidak memiliki orang terdekat dengannya ?
d. apa yang pasien inginkan dari orangorang disekitarnya ?
e. apakah ada perasaan tidak aman yang dialami oleh pasien ?
f. apa yang menghambat hubungan harmonis antara pasien dengan orangorang
disekitarnya ?
g. apakah pasien merasa bahwa waktu begitu lama berlalu ?
h. apakah pernah ada perasaan ragu untuk melanjutkan kehidupan ?
Adapun isi dari pengkajian tersebut adalah :
I. Identitas klien
Melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang : nama
mahasiswa, nama panggilan, nama lengkap klien, nama panggilan klien,
tujuan, waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan. Tanyakan dan
catat usia klien dan No RM, tanggal pengkajian dan sumber data yang didapat.
II. Alasan masuk
Apa yang menyebabkan klien dan keluarga datang, atau dirawat di rumah
sakit, biasanya berupa menyendiri (menghindar dari orang lain), komunikasi
kurang atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak interaksi dengan orang
lain, tidak melakukan kegiatan sehari-hari, dependen, perasaan kesepian,
merasa tidak aman berada dengan orang lain, merasa bosan dan lambat
menghabiskan waktu, tidak mampu berkonsentrasi, merasa tidak berguna dan
merasa tidak yakin dalam melangsungkan hidup. Apakah sudah tau penyakit
sebelumnya, apa yang sudah dilakukan keluarga untuk mengatasi maslah ini.

III. Faktor predisposisi


Menanyakan apakah keluarga mengalami gangguan jiwa, bagaimana
hasil pengobatan sebelumnya, apakah pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga, dan tindakan kriminal. Menanyakan kepada klien dan keluarga
apakah ada yang mengalami gangguan jiwa, menanyakan kepada klien tentang
pengalaman yang tidak menyenangka.
Faktor-faktor predisposisi terjadinya gangguan hubungan social, adalah:
1. Faktor perkembangan
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang
harus dilalui individu dengan sukses agar tidak terjadi gangguan dalam
hubungan social.Tugas perkembangan pada masing masing tahap tumbuh
kembang ini memiliki karakteristik tersendiri. Apabila tugas ini tidak
terpenuhi, akan mencetuskan seseorang sehingga mempunyai respon masalah
maladaptive.

2. Faktor biologis
Genetic merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Berdasarkan hasil penelitian, pada penderita skrizofenia 8% kelainan
padaterhadap hubungan merupakan faktor struktur otak, seperti atrofi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak seperti perubahan
struktur imbik diduga dapat menyebabkan skrizofenia.
3. Faktor social budaya
Isolasi social merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini akibat dan
norma yang tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti
lansia, orang cacat, dan penyakit kronik. Isolasi social dapat terjadi karena
mengadopsi norma, perilaku, dan sistem nilai yang berbeda dan kelompok
budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis terhadap hubungan merupakan
faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini.
4. Faktor komunikasi
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung unttuk
terjadinya gangguan dalam berhubungan social. Dalam teori ini termasuk
masalah komunikasi yang tidak jelas yaitu suatu keadaan dimana seorang
anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu
bersamaan, ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk
berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga

IV Stressor presipitasi
Umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stress seperti kehilangan,
yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang
lain dan menyebabkan ansietas.
1. Stressor social budaya
Stress dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor lain dan faktor keluarga
seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang
berarti dalam kehidupannya, misalnya dirawat dirumah sakit.

2. Stressor psikologis
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang
ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu mengatasi
masalah diyakini akn menimbulkan berbagai masalah gangguan
berhubungan (isolasi social)

V Pemeriksaan fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan
apakah ada keluhan fisik yang dirasakan klien.
VI Psikososial
a. Genogram
Genogram menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari pola
komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
b. Konsep diri
a) Gambaran diri
Tanyakan presepsi klien terhadapntubuhnya, bagian tubuh yang
disukai, reaksi klien terhaap bagian tubuh yang tidak disukai. Pada klien
dengan isolasi social, klien menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh
yang berubah atau tidak menerima bagian tubuh yang terjadi dan akan
terjadi, menolak penjelsan perubahanbentuk tubuh, presepsi negative
tentang tubuh, preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang,
mengungkapkan perasaan keputusan, mengungkapkan ketakutan.
b) Identitas diri
Klien dengan isolasi social mengalami ketidakpastian memandang
diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.
c) Fungsi peran
Tugas atau peran klien dalam keluarga/pekerjaan/kelompok
masyarakat, kemampuan klien dalam melaksanakan fungsi atau peranyya,
dan bagaimana perasaan akibat perubahan tersebut. Pada klien dengan
isolasi social bisa berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan
penyakit, proses menua, purus skolah, PHK, perubahan yang terjadi saat
klien sakit dan dirawat.
d) Ideal diri
Harapan klien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi, tugas,
peran dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan klien terhadap
lingkungan, harapan klien terhadap penyakitnya, bagaimana jika
kenyataan tidak sesuai dengan harapannya. Pada klien dengan isolasi
social cenderung mengungkapakan keputusan karena penyakitnya,
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan social, merendahkan martabat, menciderai
diri, dan kurang percaya diri.

c. Hubungan sosial
Dalam setiap interaksi dengan klien, perawat harus menyadari
luasnya dunia kehidupan klien.Siapa orang yang berarti dalam kehidupan
klien, tempat mengadu, bicara minta bantuan atau dukungan baik ecara
material maupun non-material. Peran serta dalam kegiata kelompok/
masyarakat social apa saja yang diikuti dilingkungan. Pada penderita ISOS
perilaku social terisolasi atau sering menyendiri, cenderung menarik diri
dari lingkungan pergaulan, suka melamun, dan berdiam diri. Hambatan
klien dalam menjalin hubungan soial oleh karena malu atau merasa adanya
penolakan oleh orng lain.

d. Spiritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah / menjalankan keyakinan,
kepuasan dalam menjalankan keyakinan.

VII Status mental


1. Penampilan
Melihat penampilan klien dari ujung rambut sampai ujung kaki. Pada klien
dengan isolasi sosial mengalami deficit perawatan diri apakah ada yang tidak
rapih, penggunaan pakaian tidak sesuai, cara berpakaian tidak seperti biasanya,
rambut kotor, rambut seperti tidak pernah disisir, gigi kotor, kuku panjang dan
hitam, kemampuan klien dalam berpakaian, dampak ketidakmampuan
berpenampilan baik / berpakaian terhadap status psikologis klien.
2. Pembicaraan
Tidak mampu memulai pembicaraan,berbicara hanya jika ditanya. Cara
berbicara digambaran dalam frekuensi (kecepatan, cepat/lambat) volume
(keras/lembut) jumlah (sedikit, membisu, ditekan) dan karakteristiknya
(gugup, kata-kata berbicara yang pelan (lambat, lembut, sedikit/membisu, dan
menggunakan kata-kata simbolik).
3. Aktivitas motorik
Klien dengan isoasi social cenderung lesu dan lebih sering duduk
menyendiri, berjalan pean dan lemah.Aktivitas motorik menurun, kadang
ditemukan hipoksia dan katelepsi.

4. Afek dan Emosi


a. Datar : tidak ada perubahan roman muka pada saat ada stimulus yang
menyenangkan atau menyedihkan.
b. Tumpul : hanya bereaksi bila ada stimulus emosi yang sangat kuat
c. Labil : emosi klien cepat berubah-ubah
d. Tidak sesuai : emosi bertentangan atau berlawanan dengan stimulus
5. Interaksi selama wawancara
a. Kooperatif : berespon dengan baik terhadap pewawancara
b. Tidak kooperatif : tidak dapat menjawab pertanyaan pewawancara dengan
spontan
c. Mudah tersinggung
d. Bermusuhan : kata-kata atau pandangan yang tidak bersahabat atau tidak
ramah
e. Kontak kurang : tidak mau menatap lawan bicara
f. Curiga : menunjukan sikap atau peran tidak percaya kepada pewawancara
atau orang lain.
6. Persepsi – Sensori
Klien dengan isolasi sosial beresiko mengalami gangguan sensori atau persepsi
halusinasi.
7. Proses Pikir
a. Proses pikir
Arus : bloking (pembicaraan terhenti tibatiba tanp gangguan dari luar
kemudian dilanjutkan kembali ).
Bentuk pikir : otistik ( autisme) yaitu bentuk pemikiran yang berupa fantasi
atau lamunan untuk memuaskan keinginan yang tidak dapat dicapainya.
Hidup dalam pikirannya sendiri, hanya memuaskan keinginannya tanpa
peduli sekitarnya, menandakan adaya distorsi arus asosiasi dalam diri klien
yang dimanifestasikan dengan lamunan yang cenderung yang
menyenangkan dirinya.
b. Isi fikir
social isolation (pikiran isolasi sosial) yaitu isi pikiran yang berupa rasa
terisolasi, tersekat, terkucil, terpencil dari lingkungan disekitarnya atau
masyarakat, merasa ditolak, tidak disukai oranglain, tidak enak berkumpul
dengan orang lain sehingga sering merasa sendiri.
8. Tingkat Kesadaran
Pada klien dengan isolasi social cenderung bingung, kacau (perilaku yang
tidak mengarah pada tujuan) dan apatis (acuh tak acuh)

9. Memori
a. Gangguan mengingat jangka panjang : tidak dapat mengingat kejadian
lebih dari 1 bulan.
b. Gangguan mengingat jangka pendek : tidak dapat mengingat kejadian
dalam minggu terakhir.
c. Gangguan mengingat saat ini : tidak dapat mengingat kejadian yang baru
saja terjadi.
d. Konfabulasi : pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dengan
memasukan cerita yang tidak benar untuk menutupi gangguan daya
ingatnya.

10. Tingkat Konsentrasi dan berhitung


a. Mudah beralih : perhatian mudah berganti dari satu objek ke objek lainnya.
b. Tidak mampu berkonsentrasi : klien selalu minta agar pertanyaan diulang
karena tidak menangkap apa yang ditanyakan atau tidak dapat menjelaskan
kembali pembicaraan.
c. Tidak mampu berhitung : tidak dapat melakukan penambahan atau
pengurangan pada benda-benda yang nyata

11. Daya Tilik


a. Mengingkari penyakit yang diderita : klien tidak menyadari gejala penyakit
(perubahan fisik dan emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu minta
pertolongan / klien menyangkal keadaan penyakitnya, klien tidak mau
bercerita tentang penyakitnya
b. Menyalahkan hal-hal diluar dirinya : menyalahkan orang lain atau
lingkungan yang menyebabkan timbulnya penyakit atau masalah sekarang.
12. koping penyelesaian masalah
Mekanisme yang sering digunakan pada isolasi sosial adalah rekresi, represi, dan
isolasi.
a. Rekresi : mundur kemasa perkembangan yang telah lain
b. Represi : perasaanperasaan dan pikiranpikiran yang tidak dapat diterima,
secara sadar, dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.
c. Isolasi : mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya
kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau
pertentangan antara sikap dan perilaku.
Data yang perlu dikaji
Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji

Isolasi Sosial Subjektif :

- Klien mengatakan malas bergaul


dengan orang lain
- Klien mengatakan dirinya tidak ingin
ditemani perawat an minta untuk
sendirian
- Klien mengatakan tidak mau berbicara
dengan orang lain
- Tidak mau berkomunikasi
- Data tentang klien biasanya di dapat
dari keluarga yang mengetahui tentang
klien
Objektif :

- Kurang spontan
- Apatis
- Ekspresi wajah kurang berseri
- Tidak merawat diri dan tidak
memperhatikan kebersihan diri.
- Tidak ada / kurang komunikasi ferbal
- Mengisolasi diri
- Tidak / kurang sadar terhadap
lingkungan sekitar
- Asupan makan dan minuman terganggu
- Retensi urin dan feses
- Aktifitas menurun
- Kurang berenergi atau bertenaga
- Rendah diri
- Poster tubuh berubah

Pohon Masalah
Resiko halusinasi (efek)

Isolasi sosial (core problem)

Harga diri rendah (causa)

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Isolasi sosial
b) Harga diri rendah kronis
c) Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d) Koping individu tidak efektif
e) Intoleransi aktivitas
f) Deficit perawatan diri
3. NURSING CARE PLANE (NCP)

Perencanaan

Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

Tujuan Umum : Kriteria Evaluasi : 1.1 Bina hubungan Hubungan saling


klien dapat Klien dapat saling percaya dengan percaya
berinteraksi mengungkapkan menggunakan prinsip merupakan
dengan orang lain perasaannya dan komunikasi teraupetik langkah awal
TUK 1 : Klien a. Sapa klien
keberadaannya untuk menentukan
dapat membina dengan ramah,
secara verbal . keberhasilan
hubungan saling  Klien baik verbal
rencana
percaya. mampu maupun non
selanjutnya
menjawab verbal
b. Perkenalkan
salam
 Klien mau diri dengan
berjabat sopan.
c. Tanya nama
tangan.
 Klien mau lengkap klien
menjawab dan nama
pertanyaan panggilan yang
 Ada kontak disukai klien
mata d. Jelaskan tujuan
 Klien mau pertemuan,
duduk jujur dan
berdampinga menepati janji.
n dengan e. Tunjukan sikap

perawat empati dan


menerima klien
apa adanya.
f. Beri perhatian
pada klien.

TUK 2 : klien Kriteria Evaluasi : 2.1 Kaji pengetahuan Dengan


dapat klien dapat klien tentang perilaku mengetahui
menyebutkan menyebutkan menarik diri dan tandatanda dan
penyebab menarik penyebab menarik tandatandanya. gejala menarik diri
diri diri yang berasal 2.2 Beri kesempatan akan menentukan
dari : klien untuk
langkah intervensi
 diri sendiri mengungkapkan
selanjutnya
 orang lain
penyebab menarik diri
 lingkungan
atau tidak mau bergaul
2.3 Diskusikan
bersama klien tentang
perilaku menarik diri,
tanda dan gejala.
2.4 Berikan pujian
terhadap kemampuan
klien untuk
mengungkapkan
perasaannya

Perencanaan

Tujuan Kriteria hasil Intervensi Rasional

TUK 3: Klien Kriteria Evaluasi : 3.1 Kaji pengetahuan Reinforcement dapat


dapat klien tentang meningkatkan harga
 Klien dapat
menyebutkan keuntungan dan diri
menyebutkan
keuntungan manfaat bergaul dengan
keuntungan
berhubungan
dengan orang berhubungan dengan orang lain
3.2 Beri kesempatan
lain dan orang lain misal
klien untuk
kerugian tidak banyak teman, tidak
mengungkapkan
berhubungan sendiri, bisa diskusi,
perasaannya tentang
dengan orang dll.
 Klien dapat keuntungan
lain
menyebutkan berhubungan dengan
kerugian tidak orang lain.
3.3 Diskusikan bersama
berhubungan dengan
klien tentang manfaat
orang lain misal:
hubungan dengan orang
sendiri tidak punya
lain.
teman, sepi, dll. 3.4 Kaji pengetahuan
klien tentang kerugian
bila tidak berhubungan
dengan orang lain.
3.5 Beri kesempatan
kepada klien untuk
mengungkapkan
perasaan tentang
kerugian bila tidak
berhubngan dengan
orang lain.
3.6 Diskusikan bersama
klien tentang kerugian
tidak berhubungan
dengan orang lain.
3.7 Beri reinforcement
positif terhadap
kemampuan
mengungkapkan
perasaan tentang
kerugian tidak
berhubungan dengan
orang lain.

TUK 4: Klien Kriteria Evaluasi: Klien Mengetahui


dapat dapat mendemonstrasikan sejauh mana
melaksanakan hubungan sosial secara pengetahuan
hubungan bertahap: klien tentang
sosial secara berhubungan
 Klien-perawat
bertahap.  Klien-perawat- orang lain.

perawat lain
 Klien-perawat-
perawat lain- klien
lain.
 Klien- kelompok
kecil klien- keluarga/
kelompok/
masyarakat
4.1 Kaji kemampuan
klien membina
hubungan dengan orang
lain.
4.2 Dorong dan bantu
klien untuk
berhubungan dengan
orang lain melalui:

a. Klien-perawat
b. Klien-perawat-
perawat lain
c. Klien-perawat-
perawat lain-
klien lain.
d. Klien-
kelompok kecil
klien- keluarga/
kelompok/
masyarakat
4.3 Beri reinforcement
terhadap keberhasilan
yang telah dicapai
dirumah nanti.
4.4 Bantu klien untuk
mengevaluasi manfaat
berhubungan dengan
orang lain.
4.5 Diskusikan jadwal
harian yang dapat
dilakukan bersama
klien dalam mengisi
waktu.
4.6 Motivasi klien
untuk mengikuti
kegiatan terapi aktivitas
kelompok sosialisasi.
4.7 Beri reinforcement
atas kegiatan klien
dalam kegiatan
ruangan.

TUK 5 : Klien Kriteria Evaluasi : Klien 5.1 Dorong klien untuk Agar klien
dapat dapat mengungkapkan mengungkapkan lebih percaya
mengungkapka perasaan setelah perasaannya bila diri
n perasaannya berhubungan dengan orang berhubungan dengan erhubungan
setelah lain untuk : orang lain. dengan orang
5.2 Diskusikan dengan
berhubungan lain.
 Diri sendiri klien manfaat
dengan orang  Orang lain Mengetahui
berhubungan dengan
lain. sejauh mana
orang lain. pengetahuan
5.3 Beri reinforcement
klien tentang
positif atas kemampuan
kerugian bila
klien mengungkapkan
tidak
perasan manfaat
berhubungan
berhubungan dengan
dengan orang
orang lain.
lain.

TUK 6 : Klien Kriteria Evaluasi: 6.1 BHSP dengan  Agar pasien


dapat Keluarga dapat: keluarga. lebih percaya
a. Salam,
memberdayaka diri dan tahu
 Menjelaskan perkenalan
n sistem akibat tidak
perasaannya. diri.
pendukung  Menjelaskan cara berhubungan
b. Sampaikan
atau keluarga merawat klien dengan orang
tujuan.
atau keluarga menarik diri. c. Membuat lain.
mampu  Mendemonstrasikan kontrak.  Mengetahui

cara klien menarik d. Eksplorasi sejauh mana


mengembangka
diri. perasaan pengetahuan
n kemampuan
 Berpartisipasi dalam keluarga. klien tentang
klien untuk
klien merawat diri. 6.2 Diskusikan dengan membina
berhubungan
anggota keluarga hubungan
dengan orang
tentang: dengan orang
lain.
a. perilaku
lain.
menarik diri
b. penyebab
perilaku
menarik diri.
c. cara keluarga
menghadapi
klien yang
sedang menarik
diri.
6.3 Dorong anggota
keluarga untuk
memberikan dukungan
kepada klien
berkomunikasi dengan
orang lain.
6.4 Anjurkan anggota
keluarga untuk secara
rutin dengan bergantian
mengunjungi klien
minimal 1 kali
seminggu

4. Strategi Komunikasi (SP) Berdasarkan Pertemuan


Diagnosa
Pasien Keluarga
keperawatan
Isolasi social SP 1 SP 1
berhubungan A. Identifikasi penyebab: A. Mendiskusikan masalah
 Siapa yang satu rumah
dengan harga yang dirasakan keluarga
dengan pasien?
diri rendah dalam merawat pasien
 Siapa yang dekat dengan B. Menjelaskan pengertian,
pasien? tanda dan gejala isolasi
Dan apa sebabnya ?
 Siapa yang tidak dekat sosial serta proses
dengan pasien? terjadinya
Apa penyebabnya? C. Menjelaskan cara merawat
B. Keuntungan dan kerugian klien dengan isolasi sosial
berinteraksi dengan orang D. Bermain peran dalam
lain merawat pasien isolasi
C. Latihan berkenalan sosial ( stimulasi)
D. Masukkan jadwal kegiatan E. Menyusun RTL keluarga /
pasien jadwal keluarga untuk
merawat pasien

SP 2 SP 2
A. Mengevaluasi jadwal A. Evaluasi kemampuan SP 1
B. Melatih keluarga merawat
kegiatan harian klien ( SP
klien dengan isolasi sosial
1)
B. Melatih berhubungan (langsung ke pasien)
C. Menyususn RTL keluarga /
social secara bertahap
jadwal keluarga untuk
( pasien dan keluarga)
C. Memasukkan jadwal merawat pasien
kegiatan pasien
SP 3 SP 3
A. Mengevaluasi kegiatan A. Evaluasi kemampuan
SP 1 dan 2 keluarga SP 1 dan 2
B. Latih ADL( Kegiatan B. Evaluasi kemampuan klien
C. RTL keluarga atau jadwal
sehari –hari), cara bicara
C. Masukkan dalam jadwal keluarga dengan
 Follow up
kegiatan pasien
 Rujukan

Anda mungkin juga menyukai