BAB 2 Isos
BAB 2 Isos
Dosen Pengajar : Dr. Hj. Lilik Ma’arifatul Azizah, S.Kep., Ns., M.Kes.
OLEH:
KELOMPOK 2/4A
2017
BAB 1
PENDAHULUAN
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah–Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Jiwa 1 dengan judul “
ISOLASI SOSIAL ” dengan tepat waktu. Shalawat berserta salam kami sanjungkan kepangkuan
Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke zaman terang
benderang seperti yang kita rasakan sekarang.
Adapun penyelesaian makalah ini tak luput dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak
untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Dr. Hj. Lilik Ma’rifatul Azizah, S. Kep. Ns, M. Kes, selaku Dosen Kesehatan Jiwa 1
2. Teman-teman yang ikut serta dalam membantu menyelesaikan makalah ini.
Kami juga menyadari bahwa tugas ini masih banyak kekurangan baik dari segi isi, maupun
dari segi penulisan, untuk itu kami mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat membangun
untuk kesempurnaan tugas ini.
Kelompok 2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 DEFINISI
Isolasi sosial adalah keadaan ketika seorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.
(Keliat & Akemat, 2009)
Isolasi sosial adalah suatu sikap dimana individu menghindari diri dari interaksi
dengan orang lain. Individu merasa bahwa dia kehilangan hubungan akrab dan
tidak mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau
kegagalan. (Fitria, 2010)
Isolasi sosial adalah proses pertahanan diri seseorang terhadap orang lain maupun
lingkungan yang menyebabkan kecemasan pada diri sendiri dengan cara menarik
diri secara fisik maupun psikis. (Dalami, Suliswati, Rochimah, Suryati, & Lestari,
2009)
Isolasi sosial adalah pengalaman kesendirian seseorang individu yang diterima
sebagai perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negative atau
mengancam. Isolasi sosial adalah individu yang mengalami ketidakmampuan
untuk mengadakan hubungan dengan oranglain dan dengan lingkungan sekitarnya
secara wajar dalam khalaknya sendiri yang tidak realistis. Menarik diri
merupakan reaksi yang ditampilkan individu yang dapat berupa reaksi fisik
maupun psikologis. Reaksi fisik yaitu individu pergi atau menghindari stressor.
Sedangkan reaksi psikologis yaitu individu menunjukkan perilaku apatis,
mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan permusuhan.
(Azizah, Zainuri, & Akbar, 2016)
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yag terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan perilaku maladaptive
dan mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial. (Yoseph, 2011)
2.2 PERKEMBANGAN HUBUNGAN SOSIAL
Pada dasarnya kemampuan hubungan sosial berkembang sesuai dengan proses
tumbuh kembang individu mulai dari bayi sampai dengan dewasa lanjut. Untuk
mengembangkan hubungan sosial yang positif, setiap tugas perkembangan sepanjang
daur kehidupan diharapkan dilalui dengan sukses. Kemampuan berperan serta dalam
proses hubungan diawali dengan kemampuan tergantung pada masa bayi dan
berkembang pada masa dewasa dengan kemampuan saling tergantung ( tergantung dan
mandiri).
Masa bayi
Bayi sangat bergantung pada orang lain dalam pemenuhan kebutuhan
biologis dan psikologisnya, bayi umumnya menggunakan komunikasi yang
sangat sederhana dalam menyampaikan akan kebutuhannya, misalnya
menangis untuk semua kebutuhan. Respon lingkungan ( ibu atau pengasuh)
terhadap kebutuhan bayi harus sesuai agar berkembang rasa percaya diri
bayi akan respon atau perilakunya dan rasa percaya bayi terhadap orang
lain ( Ericson) .
Kegagalan pemenuhan kebutuhan bayi melalui ketergantungan pada orang
lain akan mengakibatkan rasa tidak percaya pada diri sendiri dan orang lain,
serta menarik diri ( Huber. Dkk, 1987).
Masa prasekolah
Anak prasekolah mulai memperluas hubungan sosialnya diluar lingkungan
keluarga khususnya ibu atau pengasuh. Anak menggunakan kemampuan
berhubungan yang telah dimiliki untuk berhubungan dengan lingkungann
diluar keluarga. Dalam hal ini anak membutuhkan dukungan dan bantuan
dari keluarga khususnya pemberian pengakuan yang positif terhadap
perilaku anak yang adaptif. Hal ini merupakan dasar rasa otonomi yang
berguna untuk mengembangkan kemampuan hubungan interdependen.
2.3 ETIOLOGI
Isolasi sosial menarik diri sering disebabkan oleh karena kurangnya rasa percaya
pada orang lain, perasaan panik, regresi ke tahap perkembangan sebelumnya, waham,
sukar berinteraksi dimasa lampau, perkembangan ego yang lemah serta represi rasa takut.
Menurut stuart dan sundeen, isolasi sosial disebabkan oleh gangguan konsep diri rendah.
1. FAKTOR PREDISPOSISI
a. faktor perkembangan
b. faktor biologi
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa, faktor genetic
dapat menunjang terhadap respon sosial maladaptif ada bukti terdahulu tentang
terlibatnya neurotransmitter dalam perkembangan gangguan ini namun tahap masih
diperlukan penelitian lebih lanjut.
Faktor sosial budaya dapat menjadi faktor pendukung terjadinya gangguan dalam
membina hubungan dengan orang lain, misalnya anggota keluarga yang tidak produktif,
diasingkan dari orang lain
2. FAKTOR PRESIPITASI
Stressor pencetus ada umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stress
seperti kehilangan yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan
orang lain yang menyebabkan ansietas.
Secara alamiah manusia merupakan makhluk holistic yang terdiri dari dimensi
bio, psiko, sosial, spiritual. Oleh karena itu meskipun stressor presipitasi yang sama tetapi
apakah berdampak pada gangguan jiwa atau kondisi psiko, sosial tentu yang maladatif
dari individu sangat bergantung pada ketahanan holistic individu tersebut
b. faktor orgin ( sumber presipitasi)
Demikian juga dengan faktor sumber presipitasi, baik internal maupun eksternal
yang berdampak pada psikososial seseorang hal ini karena manusia bersifat unik.
c. faktor timing
Demikian juga dengan stressor yang berimplikasi pada kondisi gangguan jiwa
sangat ditentukan oleh banyaknya stressor pada kurun waktu tertentu. Misalnya, baru saja
suami meninggal seminggu kemudian anak mengalami cacat permanen karena
kecelakaan lalu lintas lalu sebulan kemudian ibu kena phk dari tempat kerjanya.
Kondisi fisik seperti status nutrisi, status kesehatan fisik, faktor kecacatan
atau kesempurnaan fisik sangat berpengaruh bagi penilaiann seseorang terhadap
stressor, predisposisi dan presipitasi.
g. Faktor behavioral
h. Faktor sosial
Pada anak yang Saat individu Gagal menjalin stress terjadi akibat
kelahirannya tidak menghadapi hubungan intim ansietas yang
dikehendaki kegagalan dengan sesame berkepanjangan dan
(unwanted child) menyalahkan orang jenis atau lawan terjadi bersamaan dengan
akibat kegagalan KB, lain, ketidak jenis, tidak mampu keterbatasan kemampuan
hamil diluar nikah, berdayaan, mandiri dan individu untuk
jenis kelamin yang menyangkal tidak menyelesaikan mengatasinya. Ansietas
tidak diinginkan, mampu menghadapi tugas, bekerja, terjadi akibat berpisah
bentuk fisik kurang kenyataan dan bergaul, sekolah, dengan orang terdekat,
menawan menarik diri dari menyebabkan hilangnya pekerjaan atau
menyebabkan lingkungan, terlalu ketergantungan orang yang dicintai.
keluarga tinggi self ideal dan pada orang tua,
mengeluarkan tidak mampu rendahnya
komentar-komentar menerima realitas ketahanan terhadap
negative, dengan rasa syukur. berbagai
merendahkan, kegagalan.
menyalah kananak.
Isolasi Sosial
2.4 Rentang Respons
Menurut Stuart Sundeen rentang respons klien ditinjau dari interaksinya dengan
lingkungan social merupakan suatu kontinum yang terbentang antara respon adaptif
dengan maladaptive sebagai berikut:
d. Sumber Koping
menurut Stuart, 2006, sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial
maladaptif meliputi keterlibatan dalam hubungan keluarga yang luasan teman, hubungan
dengan hewan peliharaan,dan penggunaan kreatifitas untuk mengekspresikan stress
interpersonal misal kesenian, music, atau sosial. (Azizah, Zainuri, & Akbar, 2016)
2.5 Gambaran Proses Terjadinya Isolasi Sosial
Ketidak percayaan
Penolakan dari
kepada orang lain.
orang lain.
ISOLASI SOSIAL.
2.6 Tanda dan Gejala Isolasi Sosial
Tanda dan gejala pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat dibagi menjadi
dua bagian, yakni sebagai berikut :
a. Gejala Subyektif
1. Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
2. Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
3. Respons verbal kurang dan sangat singkat,
4. Klien mengatakan hubungan tidak berarti dengan orang lain.
5. Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
6. Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
7. Klien merasa tidak berguna.
8. Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
9. Klien merasa ditolak.
10. Menggunakan katakata simbolik
b. Gejala Obyektif
1. Klien lebih banyak diam dan tidak mau bicara.
2. Tidak mengikuti kegiatan.
3. Banyak berdiam diri di kamar.
4. Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat.
5. Klien tampak sedih, ekspresi datar, dan dangkal.
6. Kontak mata kurang.
7. Kurang spontan.
8. Apatis ( acuh terhadap lingkungan ).
9. Ekspresi wajah kurang berseri.
10. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
11. Mengisolasi diri.
12. Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
13. Asupan makanan dan minuman terganggu.
14. Retensi urine dan feses.
15. Aktivitas menurun.
16. Kurang energi atau tenaga.
17. Rendah diri.
18. Postur tubuh berubah misalnya sikap fetus/janin ( khususnya pada posisi
tidur) (Azizah, Zainuri, & Akbar, 2016)
2.9 PENATALAKSANAAN
2. Faktor biologis
Genetic merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa.
Berdasarkan hasil penelitian, pada penderita skrizofenia 8% kelainan
padaterhadap hubungan merupakan faktor struktur otak, seperti atrofi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak seperti perubahan
struktur imbik diduga dapat menyebabkan skrizofenia.
3. Faktor social budaya
Isolasi social merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini akibat dan
norma yang tidak menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti
lansia, orang cacat, dan penyakit kronik. Isolasi social dapat terjadi karena
mengadopsi norma, perilaku, dan sistem nilai yang berbeda dan kelompok
budaya mayoritas. Harapan yang tidak realistis terhadap hubungan merupakan
faktor lain yang berkaitan dengan gangguan ini.
4. Faktor komunikasi
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung unttuk
terjadinya gangguan dalam berhubungan social. Dalam teori ini termasuk
masalah komunikasi yang tidak jelas yaitu suatu keadaan dimana seorang
anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu
bersamaan, ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk
berhubungan dengan lingkungan diluar keluarga
IV Stressor presipitasi
Umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stress seperti kehilangan,
yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang
lain dan menyebabkan ansietas.
1. Stressor social budaya
Stress dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor lain dan faktor keluarga
seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang
berarti dalam kehidupannya, misalnya dirawat dirumah sakit.
2. Stressor psikologis
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang
ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu mengatasi
masalah diyakini akn menimbulkan berbagai masalah gangguan
berhubungan (isolasi social)
V Pemeriksaan fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan
apakah ada keluhan fisik yang dirasakan klien.
VI Psikososial
a. Genogram
Genogram menggambarkan klien dengan keluarga, dilihat dari pola
komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh.
b. Konsep diri
a) Gambaran diri
Tanyakan presepsi klien terhadapntubuhnya, bagian tubuh yang
disukai, reaksi klien terhaap bagian tubuh yang tidak disukai. Pada klien
dengan isolasi social, klien menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh
yang berubah atau tidak menerima bagian tubuh yang terjadi dan akan
terjadi, menolak penjelsan perubahanbentuk tubuh, presepsi negative
tentang tubuh, preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang,
mengungkapkan perasaan keputusan, mengungkapkan ketakutan.
b) Identitas diri
Klien dengan isolasi social mengalami ketidakpastian memandang
diri, sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.
c) Fungsi peran
Tugas atau peran klien dalam keluarga/pekerjaan/kelompok
masyarakat, kemampuan klien dalam melaksanakan fungsi atau peranyya,
dan bagaimana perasaan akibat perubahan tersebut. Pada klien dengan
isolasi social bisa berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan
penyakit, proses menua, purus skolah, PHK, perubahan yang terjadi saat
klien sakit dan dirawat.
d) Ideal diri
Harapan klien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi, tugas,
peran dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan klien terhadap
lingkungan, harapan klien terhadap penyakitnya, bagaimana jika
kenyataan tidak sesuai dengan harapannya. Pada klien dengan isolasi
social cenderung mengungkapakan keputusan karena penyakitnya,
mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
e) Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri, rasa bersalah terhadap diri
sendiri, gangguan hubungan social, merendahkan martabat, menciderai
diri, dan kurang percaya diri.
c. Hubungan sosial
Dalam setiap interaksi dengan klien, perawat harus menyadari
luasnya dunia kehidupan klien.Siapa orang yang berarti dalam kehidupan
klien, tempat mengadu, bicara minta bantuan atau dukungan baik ecara
material maupun non-material. Peran serta dalam kegiata kelompok/
masyarakat social apa saja yang diikuti dilingkungan. Pada penderita ISOS
perilaku social terisolasi atau sering menyendiri, cenderung menarik diri
dari lingkungan pergaulan, suka melamun, dan berdiam diri. Hambatan
klien dalam menjalin hubungan soial oleh karena malu atau merasa adanya
penolakan oleh orng lain.
d. Spiritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah / menjalankan keyakinan,
kepuasan dalam menjalankan keyakinan.
9. Memori
a. Gangguan mengingat jangka panjang : tidak dapat mengingat kejadian
lebih dari 1 bulan.
b. Gangguan mengingat jangka pendek : tidak dapat mengingat kejadian
dalam minggu terakhir.
c. Gangguan mengingat saat ini : tidak dapat mengingat kejadian yang baru
saja terjadi.
d. Konfabulasi : pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dengan
memasukan cerita yang tidak benar untuk menutupi gangguan daya
ingatnya.
- Kurang spontan
- Apatis
- Ekspresi wajah kurang berseri
- Tidak merawat diri dan tidak
memperhatikan kebersihan diri.
- Tidak ada / kurang komunikasi ferbal
- Mengisolasi diri
- Tidak / kurang sadar terhadap
lingkungan sekitar
- Asupan makan dan minuman terganggu
- Retensi urin dan feses
- Aktifitas menurun
- Kurang berenergi atau bertenaga
- Rendah diri
- Poster tubuh berubah
Pohon Masalah
Resiko halusinasi (efek)
↑
Isolasi sosial (core problem)
↑
Harga diri rendah (causa)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Isolasi sosial
b) Harga diri rendah kronis
c) Perubahan persepsi sensori : halusinasi
d) Koping individu tidak efektif
e) Intoleransi aktivitas
f) Deficit perawatan diri
3. NURSING CARE PLANE (NCP)
Perencanaan
Perencanaan
perawat lain
Klien-perawat-
perawat lain- klien
lain.
Klien- kelompok
kecil klien- keluarga/
kelompok/
masyarakat
4.1 Kaji kemampuan
klien membina
hubungan dengan orang
lain.
4.2 Dorong dan bantu
klien untuk
berhubungan dengan
orang lain melalui:
a. Klien-perawat
b. Klien-perawat-
perawat lain
c. Klien-perawat-
perawat lain-
klien lain.
d. Klien-
kelompok kecil
klien- keluarga/
kelompok/
masyarakat
4.3 Beri reinforcement
terhadap keberhasilan
yang telah dicapai
dirumah nanti.
4.4 Bantu klien untuk
mengevaluasi manfaat
berhubungan dengan
orang lain.
4.5 Diskusikan jadwal
harian yang dapat
dilakukan bersama
klien dalam mengisi
waktu.
4.6 Motivasi klien
untuk mengikuti
kegiatan terapi aktivitas
kelompok sosialisasi.
4.7 Beri reinforcement
atas kegiatan klien
dalam kegiatan
ruangan.
TUK 5 : Klien Kriteria Evaluasi : Klien 5.1 Dorong klien untuk Agar klien
dapat dapat mengungkapkan mengungkapkan lebih percaya
mengungkapka perasaan setelah perasaannya bila diri
n perasaannya berhubungan dengan orang berhubungan dengan erhubungan
setelah lain untuk : orang lain. dengan orang
5.2 Diskusikan dengan
berhubungan lain.
Diri sendiri klien manfaat
dengan orang Orang lain Mengetahui
berhubungan dengan
lain. sejauh mana
orang lain. pengetahuan
5.3 Beri reinforcement
klien tentang
positif atas kemampuan
kerugian bila
klien mengungkapkan
tidak
perasan manfaat
berhubungan
berhubungan dengan
dengan orang
orang lain.
lain.
SP 2 SP 2
A. Mengevaluasi jadwal A. Evaluasi kemampuan SP 1
B. Melatih keluarga merawat
kegiatan harian klien ( SP
klien dengan isolasi sosial
1)
B. Melatih berhubungan (langsung ke pasien)
C. Menyususn RTL keluarga /
social secara bertahap
jadwal keluarga untuk
( pasien dan keluarga)
C. Memasukkan jadwal merawat pasien
kegiatan pasien
SP 3 SP 3
A. Mengevaluasi kegiatan A. Evaluasi kemampuan
SP 1 dan 2 keluarga SP 1 dan 2
B. Latih ADL( Kegiatan B. Evaluasi kemampuan klien
C. RTL keluarga atau jadwal
sehari –hari), cara bicara
C. Masukkan dalam jadwal keluarga dengan
Follow up
kegiatan pasien
Rujukan