Anda di halaman 1dari 106

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN


KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN
DIABETES MELLITUS DENGAN LUKA BAKAR DERAJAT II
DI RSPAD GATOT SOEBROTO

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

NIIMMA NUR AZIZAH


0806334174

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI NERS
DEPOK, JAWA BARAT
JULI 2013

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN


KESEHATAN MASYARAKAT PERKOTAAN PADA PASIEN
DIABETES MELLITUS DENGAN LUKA BAKAR DERAJAT II
DI RSPAD GATOT SOEBROTO

KARYA ILMIAH AKHIR NERS


Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar ners

NIIMMA NUR AZIZAH


0806334174

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI NERS
DEPOK, JAWA BARAT
JULI 2013

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Karya ilmiah akhir ners ini adalah hasil karya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Niimma Nur Azizah

NPM : 0806334174

Tanda Tangan :

Tanggal : 3 Juli 2013

ii

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


HALAMAN PENGESAHAN

Karya Ilmiah Akhir Ners ini diajukan oleh


Nama : Niimma Nur Azizah
NPM : 0806334174
Program Studi : Ners
Judul :Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Perkotaan Pada Pasien Diabetes Mellitus
dengan Luka Bakar Derajat II di RSPAD Gatot Soebroto

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners
(Profesi Keperawatan) pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia

Dewan Penguji

Pembimbing: Kuntarti, S.Kp., M.Biomed. ( )

Penguji : Ns. Siti Anisah, S.Kep., ETN. ( )

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 3 Juli 2013

iii

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan kasih sayang-
Nya sehingga karya ilmiah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Shalawat serta
salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
risalah agung sehingga ummat manusia berada di jalan yang terang benderang
yaitu agama Islam.
Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Ners
di Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia. Penulis menyadari adanya
banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Berkat semua itu, penulis
sangat terbantu selama proses penyusunan karya ilmiah ini. Oleh karena itu
penulis ingin menghaturkan rasa hormat dan mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Kuntarti, S.Kp., M.Biomed. selaku pembimbing karya ilmiah. Terima
kasih untuk motivasi dan bimbingan Ibu yang penuh kesabaran sehingga
penulis dapat mempelajari bagaimana menyusun karya ilmiah yang baik.
2. Bapak Ns. Muhammad Adam, M. Kep. Sp. Kep.M.B. selaku pembimbing
akademik dalam praktik klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan (KKMP) peminatan Keperawatan Medikal Bedah, yang telah
memberikan bimbingan selama menjalani praktik klinik.
3. Ibu Ns. Siti Anisah, S. Kep. ETN. selaku pembimbing klinik yang telah
memberikan bimbingan selama praktik klinik di RSPAD Gatot Soebroto.
4. Bapak Drs. Mulyanto dan Ibu Dra. Nuri Maratun selaku orang tua penulis.
Terima kasih untuk menjadi teladan yang baik serta telah memberikan kasih
sayang yang melimpah. Segala dukungan dan motivasi lewat telepon maupun
pesan singkat, sungguh itu sangat berharga untuk membangkitkan semangat
dan istoqomah yang terkadang mulai pudar.
5. Destiana, Aulia, Elda, Putri, Hesti, Pak Rohmad, teman-teman seperjuangan
di stase akhir profesi, terima kasih atas dukungan dan pengertian selama ini.
Kekompakan, canda tawa, dan air mata yang kita lewati bersama selama 7
minggu di stase peminatan KMB akan menjadi salah satu kenangan indah.
Sukses selalu dan selamat berkarya di ranah masing-masing selepas lulus dan
menjadi Ners nanti.

iv

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


6. Ria Rahmi Putri, Eny Dewi Pamungkas dan Novi Aprilia Kumala Dewi, Eka
Purwani, terima kasih telah mau berbagi, saling mengingatkan dan
menguatkan .
7. Teman-teman unit 1 Asrama Putri Aceh Pocut Baren yang selalu
menyenangkan hati, terima kasih atas pengertiannya selama ini.
8. Teman-teman Laskar Bunga yang sama-sama berjuang, terima kasih untuk
ukhuwah yang indah ini, akhirnya kita lulus bersama.
9. Teman-teman reguler angkatan 2008 yang punya jargon ”Peduli”, tetap
peduli ya, selamat untuk kita semua.
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga Allah berkenan
membalas kebaikan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan
dukungan dalam karya ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak
terdapat kekurangan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
nantikan.

Depok, Juli 2013

Penulis

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan


dibawah ini:
Nama : Niimma Nur Azizah
NPM : 0806334174
Program Studi : Ners (Profesi Keperawatan)
Fakultas : Ilmu Keperawatan
Jenis Karya : Karya Ilmiah Akhir

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneklusif (Non-exclusive Royalti
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

“Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan Pada


Pasien Diabetes Mellitus dengan Luka Bakar Derajat II di RSPAD Gatot
Soebroto”

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak Bebas Royalti
Noneklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/
formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan
mempublikasikan karya ilmiah saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/ pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 3 Juli 2013
Yang Menyatakan

( Niimma Nur Azizah )

vi

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


ABSTRAK

Nama : Niimma Nur Azizah


Program Studi : Ners
Judul : Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan Pada Pasien Diabetes Mellitus dengan Luka Bakar
Derajat II di RSPAD Gatot Soebroto

Prevalensi Diabetes Mellitus (DM) di perkotaan masih cukup tinggi. Hal ini
berkaitan dengan berbagai faktor risiko DM akibat gaya hidup masyarakat
perkotaan. Pasien DM berisiko terkena komplikasi kronis, salah satunya neuropati
sehingga rentan mengalami luka akibat berkurangnya sensitifitas terhadap nyeri
dan suhu. Karya Ilmiah ini bertujuan untuk menganalisis implementasi asuhan
keperawatan pada pasien diabetes mellitus tipe II yang mengalami luka bakar
derajat II akibat neuropati. Hasil Perawatan luka menggunakan madu secara
topikal untuk merawat luka bakar derajat II pada pasien DM tipe II terbukti
mengurangi pus dan menumbuhkan granulasi sebagai tanda proses penyembuhan
luka. Perawat diharapkan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
menerapkan inovasi di bidang keperawatan terutama dalam asuhan keperawatan
untuk pasien DM.

Kata kunci: diabetes mellitus, keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan, luka,


madu.

ABSTRACT

Name : Niimma Nur Azizah


Study Program: Nurse
Title : The Clinical Practice Analysis of Urban Health Nursing in
Diabetes Mellitus Patient with Grade II Combustion at RSPAD
Gatot Soebroto

The prevalence of Diabetes Mellitus (DM) at urban community is still high. It is


related with various risk factor of DM due to urban lifestyle. Diabetes patient
have a risk to get chronic complication, one of them is neuropathy, so they are
vulnerable toinjury cause of pain and temperature sensitivity reduction. This
scientific work is aimed to analyze the implementation of nursing care in type II
diabetes mellitus patient who suffer grade II combustion caused by neuropathy.
The result of wound care using honey as topical therapy to care grade II
combustion in diabetes mellitus patient is proven to reduce pus and make
granulation as the criteria of healing process. So, nurse should concern in recent
nursing science and apply the inovation in nursing implementation of diabetes
mellitus patient.

Keywords : diabetes mellitus, honey, urban health nursing, wound

vii Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ................................................... vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................... 4
1.4 Manfaat Penulisan ........................................................................ 5

BAB 2. LANDASAN TEORI ........................................................................ 6


2.1 Konsep Diabetes Mellitus............................................................. 6
2.1.1 Pengertian ............................................................................ 6
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus............................................... 6
2.1.3 Patofisiologi Diabetes Mellitus ........................................... 8
2.1.4 Komplikasi Diabetes Mellitus ............................................. 10
2.1.4.1 Komplikasi Akut Diabetes Mellitus ........................ 11
2.1.4.2 Komplikasi Kronis Diabetes Mellitus ..................... 12
2.1.5 Manifestasi Klinis ................................................................ 14
2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik ...................................................... 15
2.1.7Asuhan Keperawatan dan Penatalaksanaan Diabetes Mellitus 16
2.2 Konsep Luka Bakar pada Pasien Diabetes Mellitus ..................... 24
2.2.1 Klasifikasi Kedalaman Luka Bakar ..................................... 25
2.2.2 Karakteristik Luka pada Pasien Diabetes Mellitus dan Proses
Penyembuhan Luka ............................................................. 26
2.2.3 Perawatan Luka Bakar pada Pasien Diabetes Mellitus ....... 29
2.3 Kandungan dan Manfaat Madu .................................................... 30
2.4 Konsep Keperawatan Kesehatan Masalah Perkotaan ................... 33

BAB 3. LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA .................................. 36


3.1 Pengkajian Umum ........................................................................ 36
3.2 Analisis Data................................................................................. 42
3.3 Catatan Perkembangan ................................................................. 43

BAB 4. ANALISIS SITUASI......................................................................... 45


4.1 Profil Lahan Praktik...................................................................... 45
4.2 Analisis Kasus Berdasarkan Konsep KKMP................................ 47
4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian
Terkait ........................................................................................... 53
4.4 Alternatif Solusi yang Dapat Dilakukan ....................................... 60

viii Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


BAB 5. PENUTUP.......................................................................................... 63
5.1 Simpulan ....................................................................................... 63
5.2 Saran ............................................................................................. 64

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 65


LAMPIRAN

ix Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Karakteristik DM Tipe 1 dan DM Tipe 2 ........................................ 8

Tabel 2.2 Gambaran Lokasi Umum Luka pada Pasien Neuropati Diabetikum
dan Faktor Penyebabnya .................................................................. 25

Tabel 3.1 Daftar Obat yang Dikonsumsi Tn. S Selama di RSPAD


Gatot Soebroto ................................................................................. 40

Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium Tn. S ........................................... 41

x Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Kondisi Luka Tn. S pada Tanggal 11 Juni 2013 .......................... 56
Gambar 4.2 Kondisi Luka Tn. S pada Tanggal 15 Juni 2013 .......................... 58
Gambar 4.3 Kondisi Luka Tn. S pada Tanggal 18 Juni 2013 .......................... 59

xi Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Analisis Data

Lampiran 2: Rencana Asuhan Keperawatan

Lampiran 3: Catatan Perkembangan

Lampiran 4: Biodata Penulis

xii Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Diabetes Melitus (DM) atau yang dikenal juga oleh masyarakat sebagai kencing
manis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang dialami oleh masyarakat
perkotaan. Penyakit ini umum ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa
dalam darah yang disebut dengan hiperglikemia. Peningkatan kadar glukosa darah
disebabkan oleh gangguan transport glukosa karena kemampuan tubuh untuk
bereaksi terhadap insulin menurun atau pankreas menghentikan sama sekali
produksi insulin. Kondisi hiperglikemia dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan berbagai gangguan makrovaskuler seperti infark miokard, stroke
dan penyakit vaskuler perifer. Selain itu, kondisi hiperglikemia juga dapat
menyebabkan gangguan mikrovskuler seperti nefropati, retinopati dan neuropati.

Jumlah penderita DM dari tahun ketahun diprediksi akan terus mengalami


peningkatan. Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2030
prevalensi Diabetes Melitus (DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang
(Kementrian Kesehatan RI, 2012). Sedangkan hasil Riset kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM
pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2
yaitu 14,7%. Dan daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8%.

Masyarakat perkotaan dengan gaya hidupnya yang serba instan dan kurang
terkontrol memiliki beberapa faktor risiko untuk mengidap DM. Sebuah penelitian
di kota Pematangsiantar oleh Sinaga, Hiswani & Jewani (2011) menunjukkan
bahwa proporsi penderita DM dengan komplikasi yang dirawat inap tahun 2011,
sebanyak 99,2% adalah DM tipe 2, di mana DM tipe 2 merupakan jenis DM
dengan salah satu faktor risikonya adalah obesitas yang dapat terjadi karena gaya
hidup yang tidak sehat serta pola makan yang melebihi kebutuhan kalori tubuh.
Sedangkan di salah satu rumah sakit di kota Jakarta, yaitu RSPAD Gatot
Soebroto, berdasarkan data Instalasi Rawat Inap, dalam tiga bulan terakhir di
tahun 2013 (Februari-April) jumlah penderita DM yang dirawat juga selalu

1 Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


2

menempati posisi pertama. Jumlah ini cenderung selalu mengalami peningkatan


tiap bulan, yaitu 55 pasien pada bulan Februari, 65 pasien pada bulan Maret dan
80 pasien pada bulan April.

Berdasarkan hasil Riskesdas (2007), menunjukan pada saat ini prevalensi diabetes
mellitus secara nasional di wilayah perkotaan cukup tinggi. Prevalensi diabetes
mellitus secara nasional adalah 1,1% dan sebanyak 17 provinsi memiliki
prevalensi diatas nasional. Penderita diabetes mellitus di wilayah perkotaan juga
semakin muda dan berada pada usia produktif. Masih berdasarkan Riskesdas
(2007), prevalensi Diabetes Mellitus pada penduduk usia >15 tahun di wilayah
perkotaan mencapai 5,7% dan 13 provinsi memiliki prevalensi diatas nasional.
Sebanyak 73,7% dari jumlah tersebut adalah pasien diabetes yang tidak
terdiagnosa dan tidak mengonsumsi obat. Sedangkan prevalensi TGT (Toleransi
Glukosa Terganggu) pada penduduk usia >15 tahun di perkotaan adalah 10.2%
dan sebanyak 13 provinsi mempunyai prevalensi diatas prevalensi nasional.
Proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di
daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14,7% dan daerah pedesaan, DM
menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8% (Riskesdas, 2007).

Selain dari segi usia yang semakin muda, penderita DM di perkotaan juga
mengalami berbagai komplikasi. Komplikasi mikrovaskuler DM, salah satunya
adalah neuropati. Gejala neuropati dapat terbagi menjadi dua macam yaitu
neuropati perifer dan neuropati otonom. Neuropati perifer sering dirasakan pada
ekstremitas bagian bawah. Hal tersebut ditunjukkan dengan gejala rasa tertusuk-
tusuk, kesemutan, dan rasa seperti terbakar hingga semakin lama kaki akan terasa
baal (patirasa) serta penurunan terhadap sensibilitas nyeri dan suhu. Terjadinya
neuropati pada penderita DM meningkatkan risiko terjadinya cedera dan infeksi
pada kaki tanpa diketahui oleh penderita DM. Sehingga jika tidak segera ditangani
dapat berujung pada nekrosis jaringan dan amputasi (Smeltzer & Bare, 2008).

Penderita DM yang mengalami kompilkasi kronis berupa neuropati, akan rentan


mengalami luka tanpa disadari karena kurang sensitif terhadap suhu dan nyeri.
Untuk mengatasi luka tersebut, berbagai teknik perawatan luka DM saat ini telah

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


3

berkembang dengan menggunakan cara konvensional maupun balutan modern.


Teknik konvensional adalah dengan menggunakan kassa, antibiotik dan antiseptik
sedangkan balutan modern (modern dressing) menggunakan balutan alginate,
balutan foam, balutan hidropolimer, balutan hidrofiber, balutan hidrokoloid,
balutan hidrogel, balutan transparan film dan balutan absorben (Milne & Landry,
2003 dalam Kristianto 2010). Proses perawatan luka dan balutannya didasarkan
pada kondisi klinis luka, seperti eksudat dan kondisi dasar luka, apakah luka
tersebut dengan warna dasar hitam (nekrotik), luka terinfeksi (kuning), granulasi
(merah) dan epitelisasi (merah muda).

Salah satu metode perawatan luka dengan cara konvensional adalah dengan
menggunakan normal salin untuk membersihkan luka dan madu secara topikal.
Madu merupakan cairan yang dihasilkan oleh lebah (Apis mallifera) yang sudah
banyak dikenal khasiatnya, termasuk dalam proses penyembuhan luka. Secara
umum, manfaat madu dalam proses penyembuhan luka cukup luas. Madu dapat
digunakan untuk terapi topikal sebagai dressing pada luka ulkus kaki, luka
dekubitus, ulkus kaki diabet, infeksi akibat trauma dan pasca operasi, serta luka
bakar (Molan, 2001). Berdasarkan observasi klinik yang dilakukan oleh Molan
(2001) didapatkan bahwa pemberian madu secara topikal dapat secara aktif
mencegah infeksi serta membantu menyembuhkan luka bekas pembedahan. Madu
dapat mengurangi inflamasi, edema dan penumpukan eksudat serta memiliki efek
yang bagus apabila dipakai untuk perawatan luka secara umum dan luka bakar.
Khasiat ini didapatkan dari kandungan hydrogen peroxide dalam madu.

Selain bermanfaat untuk mencegah dan mengurangi infeksi, menurut


Subrahmanyam (1996 dalam Dewi, Sanarto & Taqiyah, 2012) madu memiliki
kemampuan yang lebih cepat dalam menyembuhkan luka bakar derajat II
dibandingkan dengan cara konvensional. Hal ini terutama karena madu memiliki
osmolaritas yang tinggi, mengandung hidrogen peroksida, kadar glukosa yang
tinggi dan beberapa komponen organik lain. Selain itu kandungan madu juga
memiliki komposisi yang sesuai dengan zat yang dibutuhkan oleh manusia
sehingga madu tidak dianggap sebagai benda asing. Dengan kandungan tersebut

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


4

madu memiliki kemampuan untuk membersihkan luka, menyerap cairan edema,


memicu granulasi jaringan, epitelialisasi dan peningkatan nutrisi.

Berdasarkan latar belakang tersebut, karya ilmiah ini akan membahas mengenai
analisis praktik klinik keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan pada pasien
diabetes mellitus dengan komplikasi neuropati sehingga mengalami luka bakar
derajat II dan penerapan salah satu implementasi keperawatan yaitu perawatan
luka bakar menggunakan madu di RSPAD Gatot Soebroto.

1.2. Perumusan Masalah


Perubahan gaya hidup dan pola makan di kota-kota besar menyebabkan
meningkatnya prevalensi kejadian penyakit degeneratif, salah satunya diabetes
mellitus. Penyakit DM yang sudah dialami selama bertahun-tahun, apalagi sejak
muda, dapat menimbulkan komplikasi. Masalah neuropati dapat menimbulkan
masalah lain seperti luka yang tidak disadari karena kaki menjadi kurang sensitif
terhadap nyeri dan suhu. Hal ini sesuai dengan kasus yang akan diangkat dalam
karya ilmiah ini yaitu kasus DM dengan combustion grade II. Bila tidak ditangani
dengan tepat, luka yang dialami oleh penderita DM dapat menjadi infeksi
sehingga memerlukan perawatan yang lebih lama, bahkan berisiko sepsis dan
amputasi. Oleh karena itu perawat perlu memberi perhatian terhadap adanya
komplikasi pada penderita DM khususnya bila terdapat luka, sehingga dapat
melakukan asuhan keperawatan secara mandiri maupun kolaborasi dengan
menyarankan penggunaan madu untuk merawat luka.

1.3. Tujuan Penulisan


Tujuan umum : Menganalisis implementasi asuhan keperawatan pada pasien
diabetes mellitus tipe II dengan komplikasi neuropati sehingga mengalami luka
bakar derajat II.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


5

Tujuan khusus adalah sebagai berikut :


Mengetahui:
1. Konsep penyakit diabetes mellitus
2. Konsep terkait luka bakar
3. Kandungan Madu dan manfaat madu untuk penyembuhan luka, khususnya luka
bakar derajat II.
4. Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) terkait
dengan diabetes mellitus
5. Keefektifan perawatan luka pada pasien DM dengan luka bakar derajat II
menggunakan madu secara topikal dalam mengurangi risiko infeksi dan
mempercepat proses penyembuhan.

1.4.Manfaat Penulisan
1. Pasien
Hasil penulisan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan pasien untuk
melakukan perawatan luka secara mandiri dengan madu setelah dianjurkan
untuk pulang dari rumah sakit sehingga mempercepat penyembuhan luka.

2. Pelayanan Keperawatan
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan inspirasi kepada para
perawat dalam menyusun asuhan keperawatan pada pasien dengan salah satu
masalah kesehatan khas perkotaan, yaitu diabetes mellitus. Khususnya dalam
memberikan intervensi keperawatan perawatan luka kepada pasien DM dengan
luka bakar dan dapat memberikan saran kepada dokter penanggung jawab
mengenai manfaat madu untuk penyembuhan luka bakar, sesuai penelitian
yang telah ada.

3. Pendidikan
Hasil penulisan ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran
dan mengembangkan ilmu keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan yang
berkaitan dengan penatalaksanaan pasien diabetes mellitus khususnya yang
mengalami komplikasi berupa luka sehingga diharapkan dapat menurunkan
angka terjadinya sepsis maupun amputasi pada pasien DM.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Diabetes Mellitus

2.1.1 Pengertian
DM adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan adanya ketidakmampuan
tubuh untuk menggunakan glukosa, lemak dan protein akibat adanya defisiensi
insulin atau resistensi insulin yang mengakibatkan terjadinya peningkatan kadar
glukosa darah dan glukosuria (Dunning, 2009). Menurut Black & Haws (2009)
DM adalah penyakit kronis yang ditandai dengan ketidakmampuan tubuh untuk
melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, yang menyebabkan
hiperglikemia (kenaikan kadar glukosa darah). Definisi lain, DM merupakan
penyakit kronis yang membutuhkan perawatan medis secara berkelanjutan serta
manajemen diri pasien, pendidikan kesehatan dan dukungan lain agar tidak
menimbulkan komplikasi akut maupun komplikasi kronik (American Diabetes
Association [ADA], 2013). Menurut Price & Wilson (2006) DM adalah gangguan
metabolisme dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat,
perkembangannya dapat ditandai dengan hiperglikemia. Dari beberapa pengertian
tersebut, disimpulkan bahwa DM adalah penyakit kronis berupa gangguan
metabolisme oleh ketidakefektifan kerja insulin karena tidak normalnya sekresi
insulin maupun ketidakefektifan kerja insulin dengan manifestasi kadar glukosa
dalam darah yang tinggi dan dapat menimbulkan komplikasi.

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus


Terdapat beberapa tipe diabetes mellitus yang diperkenalkan kepada masyarakat
yang didasarkan pada metode presentasi klinis, umur awitan dan riwayat penyakit.
Klasifikasi DM menurut WHO dalam Arifin (2011) dan ADA dalam
Saptianingsih (2012) adalah sebagai berikut:
a. Diabetes Mellitus tipe 1 atau insulin dependent diabetes mellitus
Terjadi akibat kerusakan sel beta pankreas yang mengakibatkan adanya
kekurangan insulin absolut. DM tipe 1 juga berhubungan dengan proses
autoimun dan idiopatik (Smetzer & Bare, 2008). Pada DM tipe 1 terdapat

6 Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


7

ketidakmampuan tubuh untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta


pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun, sedangkan pada tipe
idiopatik yaitu tanpa ada bukti adanya autoimun dan tidak diketahui
penyebabnya (Price & Wilson, 2006).
b. Diabetes Mellitus tipe 2 atau Non-insulin dependent diabetes mellitus
DM tipe 2 terjadi resitensi insulin dan gangguan sekresi insulin
(Smeltzer&Bare, 2008). Faktor-faktor risikonya adalah obesitas 85%
(Black & Haws, 2009), ras, Usia > 45 tahun, keluarga dengan DM,
aktifitas fisik yang kurang, gangguan toleransi glukosa, riwayat DM
gestasional atau melahirkan bayi dengan berat badan lahir > 4 kg,
hipertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg), kolesterol HDL < 35 mmHg
trigliserida > 250 mg/dl, riwayat penyakit pembuluh darah (Holt,
Cockram, Flyvbjerg & Goldstein, 2010)
c. DM tipe lain
Terdapat juga diabetes yang disebabkan faktor keturunan kerusakan fungsi
sel beta, penyakit pada pankreas atau akibat obat-obatan, endokrinopati,
obat dan zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dan sindrom
genetik lain yang berkaitan dengan DM (Black & Haws, 2009). Menurut
Price & Wilson (2006) diabetes tipe lain disebabkan adanya hal sebagai
berikut:
1) Kelainan genetik pada sel beta biasanya memiliki manifestasi klinik
sebelum berusia 14 tahun. Pasien seringkali mengalami resistensi
insulin dan obesitas.
2) Kelainan genetik pada kerja insulin yang menyebabkan sindrom
resistensi insulin berat.
3) Adanya penyakit pada pankreas juga menyebabkan terjadinya
pankreatitis kronik.
4) Sindrom chussing dan akromegali yang dikhawatirkan dapat terjadi
toksis terhadap sel beta dan adanya infeksi.
d. Gestasional Diabetes Melitus
DM gestasional merupakan gangguan intoleransi glukosa yang terjadi
selama masa kehamilan akibat dari sekresi hormon-hormon plasenta yang

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


8

dapat mengakibatkan makrosomia yaitu bayi yang sangat besar. Sesudah


melahirkan bayi, kadar glukosa dalam darah akan kembali normal,
meskipun banyak yang kemudian berlanjut menjadi DM tipe 2 (Smeltzer
& Bare, 2008).

Secara ringkas, tabel di bawah ini akan menjabarkan mengenai perbedaan


karakteristik yang khas terjadi pada pasien DM tipe 1 dan DM tipe 2.

Tabel 2.1 Karakteristik DM tipe1 dan DM tipe 2


Ciri-ciri DM tipe 1 DM tipe2
gejala Ketergantungan insulin karena Tidak tergantung insulin (non-
terjadi gangguan sekrsi insulin dependent diabetes mellitus),
atau kerusakan secraa total berhubungan
dan terjadi resistensi insulin denganpenurunan fungsi sel
beta pancreas

Usia Umumnya terjadi pada usia < Umumnya terjadi pada usia >
30 tahun 30 tahun

Insiden 10% 90%

Onset Biasanya perjalanan penyakit Perjalanan penyakit biasanya


berlangsung cepat bertahap

Berat badan Normal atau obesitas, tetapi 80% obesitas


lebih sering terjadi penrunan
berat badan

manifestasi Poliuri, polidipsi, polifagi, Manifestasi hiperglikemia


fatigue

ketosis Sering terjadi Jarang terjadi

Penggunaan insulin Ketergantungan 20-30% membutuhkan insulin

Penatalaksanaan Insulin, Diet, Exercise, Diet, exercise, insulin,


Manajemen stress, manajemen stress, pencegahan
Pencegahan komplikasi komplikasi
Sumber: Black & Haws (2009) dan Duning (2009)

2.1.3 Patofisiologi Diabetes Mellitus


Insulin disekresikan oleh sel-sel beta yang merupakan salah satu dari empat tipe
sel dalam pulau-pulau langerhans pankreas. Insulin merupakan hormon anabolik
atau hormon untuk menyimpan kalori (storage hormone). Insulin yang
disekresikan akan menggerakkan glukosa ke dalam sel-sel otot, hati serta lemak.
Insulin menimbulkan efek berikut:

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


9

a. Menstimulasi penyimpanan glukosa dalam hati (berupa glikogen).


b. Meningkatkan penyimpanan lemak dari makanan dalam jaringan adipose.
c. Mempercepat pengangkutan asam-asam amino (yang berasal dari protein
makanan) ke dalam sel.
d. Insulin juga menghambat pemecahan glukosa, protein dan lemak yang
disimpan (Smeltzer& Bare, 2008).

Insulin mengaktifkan reseptor pada membran sel sehingga glukosa dapat masuk
ke dalam sel dan membantu menyimpan glukosa yang berlebihan ke dalam hati.
Ketika tubuh memerlukan glukosa karena asupan yang kurang, maka glukagon
mengeluarkan glikogen yang sudah tersimpan dengan melakukan gikolisis dan
glukoneogenesis. Ketika suatu saat simpanan glikogen dalam hati sudah habis
maka akan terjadi lipolisis (pemecahan lemak) dan protolisis (pemecahan protein).
Proses pemecahan protein dari otot menyebabkan pasien menjadi lemah (fatigue).
Kondisi hiperglikemia juga menyebabkan diuresis osmotik yang ditandai poliuri.
Kondisi ini membuat tubuh kehilangan banyak elektrolit. Selain itu, kondisi
hiperglikemia dan ketidakefektifan kerja insulin menyebabkan sel tidak memiliki
asupan glukosa yang adekuat dan menimbulkan polifagi.

DM tipe 1 disebabkan oleh kurangnya produksi insulin karena kerusakan sel beta
pankreas yang juga dipengaruhi oleh faktor genetik sehingga sel beta pankreas
lebih rentan terhadap virus yang menyebabkan kelainan autoimun yang berujung
pada kerusakan sel beta. Hal tersebut membuat pasien DM tipe 1 menjadi
tergantung terhadap insulin (Black & Hawks, 2009).

DM tipe 2 terjadi kelainan dasar yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin. Dalam keadaan normal, insulin akan terikat dalam suatu reseptor khusus
pada permukaan sel. Terikatnya insulin dengan resptor pada sel akan
menimbulkan reaksi metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin akan
menyebabkan insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan. Selain kondisi resistensi insulin, pankreas juga gagal dalam
mengkompensasi kondisi tersebut (defisiensi insulin). Kondisi ini ditandai dengan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


10

berat badan yang meningkat hingga obesitas dan perasaan cepat lapar karena sel
tidak mendapat pasokan glukosa yang adekuat. Defisiensi insulin terjadi karena
sel beta terus menerus terpapar oleh kondisi hiperglikemia, sehingga kurang
berespon terhadap kenaikan glukosa. Defisiensi insulin ini juga berakibat pada
kurangnya kecepatan transpor glukosa ke jaringan lemak, hepar dan otot.
(Smeltzer& Bare, 2008; Black & Hawks, 2009).

Adanya penurunan sensitivitas reseptor sel terhadap kenaikan kadar glukosa


pasien diabetes menyebabkan hati terus menerus mengeluarkan glukosa yang
telah disimpan sehingga terjadi kenaikan kadar glukosa dalam darah. Sementara
itu, kemampuan jaringan lemak dan otot dalam melakukan ambilan glukosa juga
menurun. Adanya resistensi insulin pada penderita DM tipe 2 ditunjukkan dengan
adanya obesitas, polidipsi dan kurang aktivitas. Resistensi insulin terjadi karena
tidak ada respon dari sel terhadap insulin. Hal ini menyebabkan sel beta pankreas
meningkatkan produksi insulin sebagai bentuk kompensasi. Namun, jika hal ini
terjadi secara terus menerus maka kondisi defisiensi insulin terjadi karena sel beta
pankreas yang terus menerus menemukan kondisi hiperglikemia pada pasien DM
menjadi kurang peka. Kurangnya sekresi insulin oleh pankreas membuat
kecepatan transor glukosa dalam jaringan lemak, otot, dan hepar menurun (Black
& Haws, 2009).

2.1.4 Komplikasi Diabetes Mellitus


DM yang tidak mendapat penanganan yang baik dapat menimbulkan komplikasi
akut maupun kronik. Komplikasi akut meliputi ketoasidosis diabetik, sindrom
hiperglikemi hiperosmolar nonketotik dan hipoglikemia. Sedangkan komplikasi
kronik terdiri dari mikrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi makrovaskuler
meliputi penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler, hipertensi, penyakit
pembuluh darah tepi dan infeksi. Komplikasi mikrovaskuler meliputi retinopati
diabetik, nefropati diabetik, ulkus diabetik, dan neuropati diabetik. Neuropati
terdiri atas 2 tipe yaitu neuropati sensorik dan neuropati otonom (Black & Hawks,
2009).

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


11

2.1.4.1 Komplikasi Akut Diabetes Mellitus


Komplikasi akut metabolik DM disebabkan oleh perubahan akut konsentrasi
glukosa dalam darah. Komplikasi yang cukup mengancam jiwa yaitu adanya suatu
kondisi ketoasisdosis diabetikum (KAD). Jika kadar insulin menurun karena
hiperglikemia dan glukosuria berat, maka terjadi penurunan lipogenesis, lipolisis
meningkat dan oksidasi asam lemak bebas juga meningkat maka timbulah badan
keton (asetoaseat, hidroksibutirat, dan aseton). Beredarnya badan keton di darah
dalam jumlah banyak dalam darah menyebabkan kondisi asidosis metababolik.
Glukosuria dan ketonuria juga mengakibatkan terjadinya diuresis osmotik
sehingga menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit, bahkan hingga
hipotensi dan syok. Kondisi ini menyebabkan penurunan penggunaan oksigen
oleh otak yang menyebabkan koma bahkan meninggal dunia (Price & Wilson,
2006).

Selain kondisi ketoasidosis diabetikum, terdapat pula komplikasi akut berupa


hipoglikemia. Hipoglikemia merupakan kondiri rendahnya kadar glukosa darah
hingga mencapai ambang 50 mg/dL-60 mg/dL. Kondisi ini muncul karena
pemberian insulin yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit dan
aktivitas fisik yang berat. Smeltzer & Bare (2008) mengelompokkan 3 gejala
hipoglikemi yaitu:
a. Hipoglikemia ringan: sistem saraf simpatik meningkat sehingga terjadi
pelimpahan adrenalin dalam darah yang menimbulkan tremor, takikardi,
palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
b. Hipoglikemia sedang: otot tidak mendapatkan nutrisi untuk dapat bekerja
dengan baik, sulit berkonsentrasi, vertigo, konfusi, penurunan daya ingat,
patirasa daerah bibir serta lidah bicara pelo, gerakan tidak terkoordinasi,
perubahan emosi, perilaku yang tidak rasional, penglihatan ganda dan
perasaan ingin pingsan.
c. Hipoglikemia berat: sistem saraf pusat mengalami gangguan, disorientasi,
kejang, hingga hilang kesadaran.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


12

Komplikasi akut selanjutnya adalah sindrom hiperglikemi hiperosmolar


nonketotik (HHNK). HHNK terjadi bila terjadi suatu kondisi hiperglikemia
dimana kadar gula darah mencapai lebih besar dari 600 mg/dL. Kondisi ini
menyebabkan hiperosmolaritas, diuresis osmotik dan dehidrasi berat. Angka
mortalitasnya dapat mencapai 50% bila tidak ditangani (Price & Wilson, 2006).

2.1.4.2. Komplikasi Kronis Diabetes Mellitus


Komplikasi kronis DM dapat menyerang berbagai organ tubuh. Komplikasi kronis
ini berhubungan dengan kondisi hiperglikemia yang terjadi dalam rentang waktu
yang lama. Terdapat komplikasi makrovaskuler yang melibatkan pembuluh-
pembuluh darah besar dan mikrovaskuler yang melibatkan pembuluh darah kecil.
Berbeda dengan komplikasi makrovaskuler yang dapat muncul pada pasien yang
tidak mengalami DM, komplikasi mikrovaskuler merupakan komplikasi yang
khas pada pasien DM. Gangguan mikrovaskuler pasien DM ditandai oleh
penebalan membran basalis pembuluh kapiler yang disebabkan oleh serangkaian
reaksi biokimia pada kondisi hiperglikemia (Smeltzer & Bare, 2008).

Komplikasi makrovaskuler disebabkan karena perubahan aterosklerotik dalam


pembuluh darah besar (Smeltzer & Bare, 2008). Gangguan biokimia yang
disebabkan oleh insufisiensi insulin dapat menyebabkan beberapa gangguan
menurut Price & Wilson (2006) yaitu penimbunan sorbitol dalam intima
vaskuler, hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan darah. Kondisi tersebut
dapat menyebabkan penyumbatan pada arteri koronaria dan aorta sehingga
menimbulkan infark miokard dan angina. Gangguan pada serebrovaskular akibat
adanya emboli pada daerah lain yang alirannya masuk ke pembuluh darah serebral
dapat menyebabkan serangan iskemia sepintas (Transient Ischemic Attack) dan
stroke. Sedangkan perubahan aterosklerotik pada pembuluh darah besar di bagian
ekstremitas bawah menyebabkan klaudikasio intermitten (nyeri pada pantat atau
betis ketika berjalan) serta timbulnya gangren yang dapat berujung pada amputasi.

Salah satu Komplikasi mikrovaskuler yang dapat dialami oleh pasien DM adalah
retinopati dengan manifestasi dini berupa mikroaneurisma (pelebaran vaskular

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


13

yang kecil) dari arteriola retina. Akibat yang ditimbulkan adalah adanya
perdarahan, neovasklurasasi dan munculnya jaringan parut pada retina sehingga
dapat menyebabkan kebutaan (Price & Wilson, 2006). Selain retinopati gangguan
lainnya adalah katarak.

Komplikasi mikrofaskuler lainnya yaitu nefropati. Manifestasi klinisnya adalah


proteinuria dan hipertensi. Kondisi hiperglikemia yang dialami selama bertahun-
tahun menyebabkan stres pada ginjal, sehingga terjadi kebocoran dalam filtrasi
ginjal dan menyebabkan proteinuria. Tekanan dalam pembuluh darah ginjal pun
meningkat yang dapat mengakibatkan terjadinya nefropati. Salah satu protein
yang ikut terbuang dalam urin adalah albumin sehingga dapat terjadi albuminemia
(Smeltzer & Bare, 2008).

Komplikasi mikrovaskular berikutnya adalah neuropati. Manifestasi klinik dari


neuropati otonom dapat menghasilkan disfungsi di berbagai sistem organ tubuh.
Pada sistem kardiovaskuler manifestasinya adalah takikardi, hipotensi ortostatik,
dan infark miokard tanpa nyeri. Pada sistem gastrointestinal terjadi perlambatan
pengosongan lambung yang terjadi gejala khas berupa mual, kenyang, kembung
hingga ingin muntah, konstipasi atau diare diabetik. Sistem urinarius penderita
DM mengalami gangguan berupa retensi urin karena ketidakmampuan merasakan
bahwa bladder sudah penuh sehingga rentan pula terhadap infeksi saluran kemih.
Jika terjadi neuropati pada kelenjar adrenal, maka penderita DM tidak akan
merasakan gejala hipoglikemia sehingga berisiko mengalami hipoglikemia yang
berbahaya dan terlambat mendapat penanganan. Selain itu dapat terjadi pula
neuropati sudomotorik yang menyebabkan tidak adanya atau berkurangnya
produksi keringat sehingga ekstremitas bawah menjadi kering dan berisiko tinggi
terjadi ulkus. Manifestasi neuropati selanjutnya yaitu disfungsi seksual pada laki-
laki berupa impotensi (Smeltzer& Bare, 2008).

Kenaikan gula darah selama bertahun-tahun membawa implikasi pada etiologi


terjadinya neuropati perifer. Hal ini berkaitan dengan mekanisme metabolik dan
vaskuler pada penderita DM sehingga peningkatan kadar glukosa dalam darah

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


14

menyebabkan demielinisasi saraf. Kelainan pada selubung mielin menyebabkan


hantaran saraf menjadi terganggu. Manifestasi klinik pada neuropati perifer adalah
pada bagian distal serabut saraf sehingga sering dirasakan pada ekstremitas bagian
bawah. Kelainan ini mengenai kedua sisi tubuh secara simetris dan dapat meluas
ke bagian proksimal. Gejala awalnya adalah rasa parestesia (rasa tertusuk-tusuk,
kesemutan atau peningkatan kepekaan) dan rasa terbakar yang sering dirasakan
pada malam hari. Jika semakin memburuk, kondisi tersebut dapat mengakibatkan
kaki terasa baal (patirasa), menurunnya kesadaran terhadap postur serta gerakan
tubuh dan terhadap posisi serta berat benda yang berhubungan dengan tubuh.
Selain itu, penurunan kepekaan terhadap sentuhan ringan menyababkan gaya
berjalan jadi terhuyung-huyung. Penurunan sensibilitas terhadap nyeri dan
rangsangan suhu membuat penderita neuropati berisiko mengalami cidera dan
infeksi tanpa diketahui (Smeltzer& Bare, 2008).

2.1.5 Manifestasi klinis


Pasien DM sering mengalami tanda dan gejala sebagai berikut (Paula, 2009; Holt,
Cockram, Flvbjerg & Goldstein, 2010; Strayer & Schub, 2010 dalam Arifin
2011):
a. Poliuria
Ketika terjadi hiperglikemia yang melebihi ambang toleransi ginjal, maka
timbul glukosuria. Glukosuria ini menyebabkan diuresis osmotik sehingga
urin yang keluar dalam jumlah yang lebih banyak (Poliuria) (Price &
Wilson, 2006).
b. Polidipsi
Banyak minum (polidipsi) biasanya timbul karena dorongan rasa haus dan
mulut terasa kering. Rasa haus timbul karena kondisi dehidrasi yang
disebabkan hilangnya sebagain cairan tubuh. Hal ini merupakan proses
kompensasi tubuh untuk mempertahankan jumlah cairan dan elektrolit
tubuh dalam kondisi normal.
c. Glukosuria
Peningkatan kadar glukosa darah yang melebihi ambang filtrasi glukosa
(180 mh/dl) dan menyebabkan dieresis osmotik.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


15

d. Penurunana Berat Badan


Berat badan pada pasien DM dapat turun karena terjadi pemecahan asam
amino (proteolisis) dalam otot.
e. Kelelahan dan kelemahan
Penyebab dari kelelahan dan kelemahan pada pasien DM adalah karena
glukosa tidak dapat disimpan dalam bentuk glikogen (glikogenesis) serta
terjadi pemecahan lemak (lipolisis) menjadi giserol dan asam lemak bebas.
f. Penglihatan kabur
Kondisi hiperglikemi dapat berakibat gangguan pada mata yaitu
menyebabkan peningkatan tekanan osmotik dan gangguan pada lensa.
g. Infeksi kulit
Peningkatan glukosa dalam sirkulasi darah mengakibatkan peningkatan
pertumbuhan bakteri pada kulit sehingga rentan mengalami infeksi. Pasien
DM juga rentan mengalami infeksi karena gangguan fungsi leukosit dan
neuropati (Black & Haws, 2009).

2.1.6 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik pada pasien DM meliputi pemeriksaan darah dan juga
pemeriksaan urin. Pemeriksan diagnostik pada pasien DM tipe 2 akan ditemukan
bahwa kadar serum elektrolit abnormal, kadar glukosa darah puasa >126 mg/dL
atau 7 mmol/L, leukosit meningkat, BUN meningkat, kretainin meningkat,
kolesterol (trigliserida, LDL dan VLDL) meningkat, kolesterol HDL menurun
(Lewis, Heitkemper, O’Brien & Bucher, 2007), albuminemia, proteinuria,
glukosuria, ketonuria, HBA1C >7% (Black & Hawks, 2009).

Menurut American Diabetes Ascociation ([ADA],2013) dan menurut Black &


Hawks (2009) terdapat panduan untuk menentukan diagnosa Diabetes Mellitus
dan pre-diabetes. Diagnosis DM dapat ditegakkan dengan satu atau seluruh
kriteria pemeriksaan kadar glukosa darah yaitu sebagai berikut:
a. Kadar glukosa darah puasa diatas 126 mg/dL (7, 0 mmol/L). Puasa
didefinisikan sebagai suatu kondisi tanpa intake kalori selama 8 jam.
Kadar glukosa darah puasa pada orang normal adalah <110 mg/dL

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


16

sedangkan pada prediabetes (impaired fasting glucose) menurut ADA


dalam Handayani (2012) adalah 100-125mg/dL. Sedangkan menurut
WHO dalam Handayani (2012) adalah 110-125 mg/dL.
b. Kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dL (>11,1 mmol/L) dan terdapat
manifestasi umum seperti poliuri, polidipsi, polifagi dan kehilangan berat
badan tanpa desertai program diet tertentu. Gula darah sewaktu
didefinisikan sebagai gula darah yang diukur kapan saja tanpa
memperhatikan waktu berapa lama setelah makan.
c. Kadar glukosa darah 2 jam setelah makan >200 mg/dL (11,1 mmol/L).
Kadar glukosa darah 2 jam setelah makan pada orang normal adalah <140
mg/dL (7,8 mmol/L) sedangkan pada prediabetes (impaired glucose
tolerance) menurut ADA dalam Handayani (2012) adalah 140-199 mg/dL.

2.1.7 Asuhan Keperawatan dan Penatalaksanaan pada Diabetes Mellitus


Proses Keperawatan dimulai dengan adanya pengkajian. Hal-hal yang perlu dikaji
pada pasien diabetes mellitus meliputi adanya faktor resiko, yaitu riwayat
keluarga tentang penyakit DM, obesitas, riwayat pankreatitis kronik, riwayat
melahirkan anak lebih dari 4 kg, riwayat glukosuria selama stress (kehamilan,
pembedahan, trauma, infeksi, penyakit), hipertensi (tekanan darah > 140/90
mmHg), riwayat penyakit pembuluh darah atau terapi obat (glukokortikosteroid,
diuretik tiasid, kontrasepsi oral).

Setelah melakukan pengkajian terhadap faktor risiko, selanjutnya pengkajian


terhadap manifestasi Diabetes Mellitus: poliuria, polidipsia, polifagia, glukosuria,
penurunan berat badan, kelelahan, gangguan penglihatan, kepekaan rangsang,
infeksi dan kram otot.

Pengkajian berikutnya adalah dengan melakukan pemeriksaan diagnostik pada


darah dan urin sebagai berikut:
a. Gula darah puasa apakah normal atau diatas normal.
b. Kadar Hemoglobin glikosilat meningkat ataukah tidak.
c. Hasil pemeriksaan urin apakah terdapat glukosa atau keton

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


17

d. Kadar kolesterol (trigliserida, LDL dan VLDL) meningkat dapat


menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan risiko
terjadonya aterosklerosis.

Langkah selanjutnya adalah mengkaji pemahaman pasien tentang kondisi,


tindakan, pemeriksaan diagnostik dan tindakan perawatan diri untuk mencegah
komplikasi serta perasaan klien terkait penyakitnya. Pengkajian tingkat
pengetahuan klien menjadi penting karena menentukan materi pendidikan
kesehatan yang akan perawat berikan kepada klien dan menilai kesiapan klien
dalam belajar. Pengkajian mengenai perasaan klien dapat membantu perawat
mengetahui tahapan berduka yang dialami klien sehingga dapat membantu klien
melewati tahapan berduka karena vonis penyakit dan adanya stres emosi yang
dapat mengganggu proses pembelajaran.

Setelah dilakukan pengkajian selanjutnya dirumuskan diagnosis keperawatan yang


muncul pada pasien sesuai data. Alternatif diagnosis keperawatan pada pasien
dengan Diabetes mellitus menurut Doenges (1999) dan North American Nursing
Diagnoses Association (NANDA, 2012-2014) dalam Herdman (2012) dan
Wilkinson & Ahern (2009) adalah sebagai berikut :
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik,
kehilangan gastrik, berlebihan diare, mual, muntah, masukan dibatasi,
kacau mental.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral : anoreksia, mual,
lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran : status
hipermetabolisme, pelepasan hormon stres.
c. Risiko ketidakseimbangan kadar glukosa darah berhubungan dengan
asupan diet, pemantauan glukosa darah tidak adekuat, ketidakpatuhan,
kehamilan dan stres.
d. Risiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan perifer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi,
prosedur invasif dan kerusakan kulit.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


18

e. Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik,


perubahan kimia darah, insufisiensi insulin, peningkatan kebutuhan energi,
status hipermetabolisme/infeksi.
f. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan salah interpretasi informasi / tidak mengenal sumber
informasi.

Menurut Smeltzer & Bare (2008) tujuan utama intervensi DM adalah mencoba
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah untuk mencegah
terjadinya kompliksai vaskuler, neuropatik dan hipoglikemia. Terdapat 5
komponen dalam penatalaksanaan DM yaitu diet, latihan, pemantauan, terapi
medis dan pendidikan kesehatan.
a. Penatalaksanaan Diet
Diet pada pasien DM ditujukan untuk mengatur jumlah kalori dan
karbohidrat yang masuk dalam sehari (Price & Wilson, 2006). Sedangkan
Smeltzer & Bare (2008) merumuskan tujuan penatalaksanaan nutrisi bagi
pasien DM adalah untuk memberikan semua unsur esensial makanan
(vitamin dan mineral), mencapai dan mempertahankan berat badan yang
sesuai, memenuhi kebutuhan energi, mencegah adanya fluktuasi kadar
glukosa dalam darah dan menjaga agar kadar glukosa darah mendekati
normal serta menurunkan kadar lemak darah jika meningkat. Bagi pasien
yang menggunakan insulin perlu diperhatikan jenis insulin yang diberikan
sehingga dapat mengatur interval waktu dengan jam makan untuk
menghindari kondisi hipoglikemia. Jika pasien mengalami obesitas maka
penatalaksanaan diet bertujuan untuk menurunkan berat badan mencapai
berat badan ideal karena penurunan berat badan sebesar 10% dapat
membantu memperbaiki kadar glukosa darah secara signifikan.
Kebutuhan kalori sehari bagi pasien DM terdiri dari karbohidrat sebanyak
50%-60%, lemak 20%-30% dengan 10% berasal dari lemak tak jenuh,
protein 10-20% protein (Black & Hawks, 2009). Makanan dibagi dalam 3
porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (30%), makan malam

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


19

(25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%) diantara makan besar (Arifin,
2011).

b. Latihan Fisik
Latihan menjadi penting pada pasien DM karena dapat menurunkan kadar
glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan
menurunkan risiko penyakit kardiovaskuler karena dapat memperbaiki
sirkulasi darah (Smeltzer & Bare, 2008). Latihan fisik juga dapat
meningkatkan rasa nyaman bagi penderita DM. Latihan yang dianjurkan
adalah melibatkan otot-otot besar yang disesuaikan frekuensi, intensitas,
durasi dan jenisnya. Dianjurkan untuk melakukan latihan pada saat yang
sama dan intensitas yang sama dibandingkan melakukan latihan secara
sporadis. Penderita DM dengan kadar glukosa darah >250 mg/dL dan
menunjukkan adanya keton dalam urin tidak boleh melakukan latihan
hingga hasil pemeriksaan keton menunjukkan hasil negatif. Pasien yang
menggunakan terapi insulin juga berisiko mengalami hipoglikemia setelah
latihan. Untuk mencegah terjadinya hal tersebut maka dianjurkan bagi
pasien tersebut untuk mengonsumsi camilan setelah latihan. Pada DM
dengan komplikasi juga harus diperhatikan jenis latihannya, karena
peningkatan tekanan darah setelah latihan dapat memperburuk retinopati
diabetes. Demikian pula pada lansia yang harus disesuaikan dengan
kemampuan fisiknya. Berjalan kaki merupakan bentuk latihan yang aman
dan bermanfaat serta dapat dilakukan di mana saja. Pedoman umum
latihan fisik pada DM yang ditetapkan oleh American Diabetes
Association (ADA, 1990) dalam Smeltzer & Bare (2008) adalah
penggunaan alas kaki yang tepat maupun alat pelindung kaki lainnya,
hindari latihan dalam udara yang sangat panas atau sangat dingin, periksa
kaki setiap hari sesudah melakukan latihan dan menghindari latihan pada
saat pengendalian metabolik buruk.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


20

c. Pemantauan Kadar Glukosa Darah


Seiring dengan perkembangan teknologi, kini telah banyak berkembang
berbagai macam jenis alat yang dapat digunakan untuk memeriksa kadar
glukosa dalam darah secara mandiri. Berbagai metode tersebut umumnya
dengan mengambil setetes darah dari ujung jari. Cara ini memungkinkan
untuk deteksi dini dan pencegahan hipoglikemia serta hiperglikemia. Bagi
pasien yang menggunakan insulin sebelum makan, diperlukan sedikitnya
tiga kali pemeriksaan perhari untuk menentukan dosis yang aman. Pasien
yang tidak menggunakan insulin diperbolehkan mengukur glukosa
darahnya minimal 2-3 kali perminggu. Perawat berperan penting dalam
mengajarkan tentang teknik pemantauan glukosa darah secara mandiri
(Smeltzer & Bare, 2008). Selain itu perawat juga perlu mengajarkan
kepada klien target pengendalian kadar glukosa darah menurut ADA yaitu
gula darah puasa sebesar 70-130 mg/dL dan gula darah dua jam setelah
makan < 180 mg/dL.

d. Terapi antidiabetik
1) Insulin
Pada DM tipe 1 tubuh kehilangan kemampuan untuk memproduksi
insulin, dengan demikian pasien DM tipe 1 mengalami ketergantungan
insulin. Pada DM tipe 2 insulin diperlukan untuk terapi jangka panjang
dalam pengendalian kadar glukosa darah jika diet dan obat
hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya ataupun jika
mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan dan kejadian stres
lainnya (Smeltzer & Bare, 2008).

Insulin dikelompokkan kedalam tiga kategori utama yaitu short acting,


intermediate acting, dan long acting berdasarkan waktu yang
digunakan untuk mencapai efek penurunan glukosa plasma yang
maksimal (Price & Wilson, 2006). Berikut penjelasan mengenai
kategori insulin:

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


21

a. Insulin short acting: mencapai masa kerja dalam waktu beberapa


menit hingga 6 jam setelah penyuntikan. Awitannya ½ -1 jam ;
puncaknya 2-3 jam. Tampilannya jernih dan diberikan 20-30 menit
sebelum makan. Insulin jenis ini dapat dikombinasikan dengan
insulin yang kerjanya lebih lama.
b. Insulin intermediate acting mencapai masa antara 16-20 jam.
Awitannya 3-4 jam puncaknya 4-12 jam seteleh penyuntikan.
Tampilannya biasanya nampak seperti susu. Pasien yang
mendapatkan insulin intermediate acting harus makan pada masa
awitan hingga puncak kerja insulin ini.
c. Insulin long acting memiliki durasi 20-30 jam. Awitannya 6-8 jam,
puncaknya 12 hingg 16 jam
Secara umum, insulin short acting diharapkan berfungsi sebagai
pengganti makanan segera setelah disuntikkan, intermediate acting
dapat berfungsi sebagai cadangan makanan setelahnya, sedangkan long
acting insulin diharapkan dapat memberikan kadar insulin yang relatif
konstan dan mengendalikan glukosa darah puasa (Smeltzer & Bare,
2008). Perawat diharapkan dapat mengajarkan mengenai jenis-jenis
insulin yang digunakan pasien, bagaimana cara kerjanya dan
bagaimana cara menggunakan serta tanda-tanda hipoglikemia yang
harus diwaspadai.

2) Obat hipoglikemi
Obat hipoglikemia oral dapat diberikan pada pasien DM tipe 2 jika
pengaturan diet dan latihan fisik gagal mengontrol kadar glukosa
darah. Obat hipoglikemi oral di amerika meliputi sulfonylurea dan
binguanid. Prinsip kerja sulfonylurea dengan merangsang langsung
pankreas untuk memproduksi insulin sehingga syarat utama
pengguanaan obat jenis ini adalah pankreas yang masih berfungsi.
Hipoglikemia dapat terjadi bila sulfonylurea diberikan dalam dosis
yang berlebihan atau pasien lupa makan. Efek samping lainnya

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


22

menyerang sistem gastrointestinal dan reaksi dermatologi (Smeltzer &


Bare, 2008).

Jenis kedua yaitu binguanid salah satunya metformin (Glucophage)


yang memfasilitasi kerja insulin pada tempat reseptor perifer.
Metformin bekerja dengan meningkatkan penggunaan glokosa oleh
otot dan sel lemak, menurunkan produksi glukosa hepar, menurunkan
absorpsi glukosa pada sistem pencernaan khususnya dalam usus dan
meningkatkan kepekaan insulin, khususnya di hati. Komplikasi
penggunaan obat jenis ini adalah asidosis laktat (Price & Wilson,
2006).

Selain itu terdapat pula obat jenis Tiazolidinedion yang fungsinya


hampir sama dengan metformin yaitu meningkatkan kepekaan insulin
perifer dan menurunkan produksi glukosa hepatik. Obat analog
Tiazolidinedion adalah rosiglitazon dan pioglitazon. Obat ini dapat
diberikan secara tunggal maupun dikombinasikan bersamaan dengan
metformin, sulfonylurea, maupun insulin. Obat-obatan ini meretensi
cairan sehingga tidak dianjurkan pada penderita gagal jantng kongestif.
(Price & Wilson, 2006).

e. Pendidikan Kesehatan
DM merupakan penyakit gangguan metabolisme yang memerlukan
perawatan dalam waktu yang lama dan memerlukan kepatuhan terkait pola
makan, aktivias fisik, pengobatan dan pengendalian kadar glukosa darah
(Arifin, 2011). Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada pasien DM
diharapkan dapat membuat pasien DM mampu merawat dirinya sendiri
dan melakukan upaya preventif untuk menghindari komplikasi DM.
Menurut Smeltzer & Bare (2008) informasi dan ketrampilan yang harus
diajarkan kepada pasien DM terbagi menjadi dua kategori yaitu:

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


23

1) Informasi dan Ketrampilan Dasar


Hal yang diajarkan merupakan dasar ketrampilan dan informasi untuk
dapat bertahan hidup dengan DM, terutama bagi pasien yang baru
didiagnosis menderita DM tipe 1 maupun tipe 2. Informasi tersebut
meliputi patofisiologi sederhana seperti definisi diabetes, batas kadar
glukosa darah yang normal, efek terapi insulin dan latihan efek
makanan dan stres terhadap peningkatan glukosa darah. Selain
patofisiologi sederhana perlu juga diberikan pendidikan menganai
cara-cara terapi yang meliputi pemberian insulin (jenis, cara
penyuntikan dan waktu pemberian, cara menyimpan serta kegunaan),
dasar-dasar pemberian nutrisi untuk DM, pemantauan kadar glukosa
darah maupun keton secara mandiri menggunakan alat tertentu. Pasien
DM juga perlu mengetahui cara mengenal, mencegah dan mengatasi
komplikasi hipoglikemia dan hiperglikemia.
2) Pendidikan Tingkat Lanjut
Pendidikan ini meliputi tindakan preventif untuk menghindari
komplikasi diabetes jangka panjang yang meliputi perawatan kaki,
perawatan mata, perawatan kulit, kebersihan mulut dan penanganan
faktor risiko (mengendalikan tekanan darah, kadar lemak dan kadar
glukosa darah).

Selain memberikan informasi, perawat juga harus memperhatikan waktu


pemberian informasi. Perawat dapat mempertimbangkan fase berduka
yang sedang dilalui klien, kesiapan klien dan keluarga, serta hal yang ingin
lebih dahulu diketahui pasien mengenai penyakitnya. Perawat juga dapat
memaksimalkan alat peraga dan berbagai media dalam menyampaikan
pendidikan kesehatan. Hal ini penting untk dipertimbangkan agar
pendidikan kesehatan yang diberikan perawat dapat diterima oleh pasien
secara optimal .

Tahapan terakhir dari proses keperawatan pada pasien diabetes mellitus adalah
evaluasi. Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


24

keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk


memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus secara umum
adalah kondisi tubuh stabil, tanda-tanda vital normal, turgor kulit normal, berat
badan ideal dengan nilai laboratorium normal dan tidak ada tanda-tanda
malnutrisi, tidak mengalami hipoglikemia maupun hiperglikemia, infeksi tidak
terjadi, rasa lelah berkurang, pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi,
efek prosedur dan proses pengobatan.

2.2 Konsep Luka Bakar pada Pasien Diabetes Mellitus


Insiden terjadinya neuropati pada pasien diabetes mellitus berkaitan dengan
lamanya menderita diabetes dan ditambah pula dengan kadar glukosa darah yang
tidak terkontrol. Pasien yang mengalami neuropati perifer akan mengalami
kehilangan kepekaan terhadap nyeri dan perubahan temperatur sehingga rentan
mengalami cedera. Kehilangan kepekaan ini dapat terjadi setelah 8-10 tahun
menderita neuropati. Pasien dapat saja tidak menyadari ada luka di kakinya untuk
beberapa waktu karena kehilangan sensasi di kaki (Bryant & Nix, 2007).

Berikut ini adalah tabel yang menjelaskan mengenai lokasi luka yang umumnya
terjadi pada pasien diabetes mellitus dengan neuropati beserta kemungkinan
penyebabnya menurut panduan dari Wound, Ostomy, dan Continence Nursing
(2004) dalam Bryant & Nix (2007). Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa,
salah satu penyebab terjadinya luka di telapak kaki pada pasien DM dengan
neuropati adalah karena faktor eksternal, yaitu suhu panas. Hal ini disebabkan
kurang pekanya pasien DM dengan neuropati terhadap peningkatan suhu. Oleh
karena itu, Juliano (1998) menganjurkan penderita DM dengan neuropati untuk
berhati-hati ketika menyiapkan air hangat ketika mandi maupun memakai bantal
elektrik, karena dapat berisiko menyebabkan luka bakar.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


25

Tabel 2.2 Gambaran Lokasi Umum Luka pada Pasien Neuropati Diabetikum
dan Faktor Penyebabnya
Lokasi Penyebab
Sendi interphalang pada jari kaki Keterbatasan fleksibilitas sendi interphalang.
Metatarsal Tekanan yang tinggi, keterbatasan gerak sendi.
Antar jari kaki Kelembaban yang meningkat, ujung sepatu
yang runcing, deformitas, sepatu yang terlalu
sesak.

Ibu jari kaki (Bunion: biasanya berupa ujung sepatu yang runcing, deformitas pada
bengkak yang dapat menyebabkan menjadi kaki.
radang)

Punggung kaki Tekanan pada jari kaki, alas kaki yang terlalu
dangkal.

Telapak kaki Kurangnya perfusi arteri, faktoe eksternal (suhu


panas), alas kakai terlalu pendek.

Midfoot (punggung atau permukaan plantar) Fraktur Charcot’s, trauma eksternal

Tumit Tekanan yang terus menerus


Sumber: WOCN Society: Guidelines for management of wounds in patients with lower-extremity
neurophatic disease (2004) dalam Bryant & Nix (2007) .

2.2.1 Klasifikasi Kedalaman Luka bakar


Luka bakar (combustion) merupakan luka yang disebabkan oleh pengalihan energi
dari suatu sumber panas kepada tubuh. Dalamnya luka bakar bergantung pada
suhu agen penyebab luka bakar dan lamanya kontak dengan agen tersebut
(Smeltzer & Bare, 2008). Luka bakar dapat diklasifikasikan menurut dalamnya
jaringan yang rusak, yaitu sebagai berikut:
a. Luka Bakar Derajat I (superficial partial-thickness)
Epidermis mengalami kerusakan atau cedera dan sebagian dermis turut
cedera. Pasien akan merasakan nyeri, kesemutan,tampak merah dan kering
seperti luka bakar matahari, atau mengalami lepuh / bullae. Penyebab luka
bakar derajat I ialah tersengat matahari atau terkena api dengan intensitas
rendah. Penampilan luka secara umum adalah memerah yang menjadi
putih jika ditekan. Proses kesembuhan dalam waktu singkat yaitu satu
minggu yang disertai dengan pengelupasan kulit.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


26

b. Luka Bakar Derajat II (deep partial-thickness)


Meliputi kerusakan epidermis serta lapisan atas dermis dan cedera pada
bagian dermis yang lebih dalam. Luka terasa nyeri, sensitif terhadap udara
yang dingin, tampak merah dan mengalami eksudasi cairan (edema),
melepuh, epidermis retak, permukaan luka basah. Pemutihan jaringan yang
terbakar diikuti oleh pengisian kembali kapiler, folikel rambut masih utuh.
Penyebab luka bakar derajat II adalah tersiram air mendidih atau terbakar
olehnyala api. Kesembuhan diperlukan waktu lebih lama dari derajat I
yaitu 2-3 minggu dapat disertai pembentukan parut dan depigmentasi.
Kondisi infeksi dapat meningkatkan derajat luka bakar menjadi derajat III.
c. Luka Bakar Derajat III (full-thickness)
Meliputi kerusakan total pada epidermis serta dermis bahkan hingga
jaringan dibawahnya. Warna luka bakar bervariasi dari putih hingga
merah, coklat atau hitam, kulit retak dengan bagian lemak yang nampak
dan edema. Daerah yang terbakar tidak merasakan nyeri karena serabut
saraf sudah hancur. Folikel rambut dan kelenjar keringat turut hancur.
Penyebab luka bakar derajat III adalah terkena nyala api, cairan yang
mendidih dalam waktu yang lama dan tersengat arus listrik. Luka bakar
derajat II dapat menyebabkan syok. Kesembuhan membutuhkan waktu
yang lebih lama dari luka bakar derajat II, terjadi pembentukan skar,
diperlukan pencangkokan, terjadi pembentukan parut serta hilangnya
kontur dan fungsi kulit.

2.2.2 Karakteristik Luka pada Pasien Diabetes Mellitus dan Proses


Penyembuhan Luka
Karakteristik kulit diabetik pada lapisan dermis biasanya nampak lebih tebal yang
disebabkan gangguan dan degradasi kolagen sehingga kulit menjadi kurang elastik
dan kadar glukosa yang tinggi (Kristianto, 2011). Pada penderita neuropati
diabetikum gejala yang muncul berupa klaudikasi, kaki yang dingin, kulit nampak
tebal, kulit mengilap, alopecia (kehilangan rambut) pada kaki dan tangan,
perubahan bentuk dan warna pada kuku, kulit menjadi lebih gelap atau keabu-
abuan, biasanya terdapat rubor dan purpura, perlambatan pengisian kapiler,

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


27

pulasasi lemah atau hilang (Bryant & Nix, 2007). Pasien yang mengalami
neuropati sudomotorik mengalami berkurangnya produksi atau tidak
diprosuksinya keringat sehingga ekstremitas bawah menjadi kering, pecah-pecah,
rapuh sehingga rentan infeksi bakteri (Smeltzer & Bare, 2008)

Menurut Wagner (1981) dalam Bryant & Nix (2007) stadium luka pada diabetes
mellitus terbagi menjadi 5 stadium, sebagai berikut:
a. Stadium 0 (pre ulcer): tidak terdapat lesi, kulit dalam keadaan baik, namun
bentuk tulang kaki mengalami deformitas, kalus, atau selulitis.
b. Stadium 1 (superficial diabetic ulcer): hilangnya lapisan kulit hingga
dermis.
c. Stadium 2 ( full-thickness ulcer): lesi terbuka, penetrasi mencapai tendon,
kapsul sendi, tanpa abses maupun osteomyelitis.
d. Stadium 3 ( deep ulcer): penetrasi dalam dengan abses, osteomielitis,
maupun infeksi pada sendi.
e. Stadium 4 ( gangrene): gangren pada sebagian kaki, terlokalisasi pada jari
kaki, kaki depan atau tumit.
f. Stadium 5 (extensive gangrene): gangren dan nekrosis pada seluruh kaki.

Proses penyembuhan luka secara umum dibagi dalam empat fase sebagai berikut
(Stephen, Richard & Omaida, 2005 dalam Kristianto, 2010):
a. Fase Hemostatis/ koagulasi
Pada tahap ini platelet akan mensekresikan vasokonstriktor untuk
mencegah kerusakan kapiler lebih lanjut sehingga perdarahan berhenti.
Dibawah pengaruh Adenosin Difosfat (ADP) platelet diproduksi untuk
mencegah kerusakan jaringan dan mensekresi matriks kolagen. Selain itu,
juga mensekresi faktor pembekuan seperti thrombin yang menginisiasi
fibrin dan fibrinogen.
b. Fase Inflamasi
Pada fase inflamasi luka nampak merah, bengkak, hangat dan nyeri,
berlangsung hingga 4 hari pasca injuri. Fase ini melibatkan netrofil yang
akan memfagositosis debris dan mikroorganisme sebagai pertahanan akan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


28

infeksi. Pada fase ini pembuluh darah akan berdilatasi melepaskan plasma
berisi makrofag untuk memfagosit bakteri dan pelepasan growth factor
yaitu Fibroblast Growth Factor, Epidermal Growth Factor, Transforming
Growth Factor dan Interleukin-1 .
c. Fase Proliferatif
Pada fase ini terjadi proses granulasi dalam waktu 4-21 hari yang
ditunjukkan dengan terbentuknya jaringan kemerahan dan kontraksi pada
luka. Fibroblas akan mensekresikan kolagen untuk regenerasi jaringan.
Pada fase ini terjadi angiogenesis untuk membentuk sel-sel endotel yang
merupakan awal terbentuknya kapiler darah yang baru. Sel-sel keratinosit
juga diproduksi dan bertanggung jawab pada proses epitelisasi. Sitokin
yang berperan utama dalam proses poliferatif adalah Transforming Growth
Factor (TGF) β. Ekstraseluler matriks yang berperan adalah kolagen dan
proteoglikan.
d. Fase Remodeling
Tahap ini dimulai pada hari ke 21 hingga 2 tahun yang melibatkan
fibroblast dan miofibroblast untuk struktur jaringan yang lebih kuat. Luka
akan nampak lebih berkontraksi sampai maturasi. Sitokin yang berperan
adalah TGF β dan ekstraseluler matriks yang berperan adalah kolagen.

Proses penyembuhan luka tersebut sangat berkaitan erat dengan kelancaran


perfusi darah. Sementara pada pasien DM, terjadi beberapa kondisi yang dapat
menghambat proses penyembuhan luka yang terkait dengan pembuluh darah.
Genna (2003) dalam Kristianto (2011) mengungkapkan bahwa beberapa faktor
yang dapat menghambat proses penyembuhan luka adalah perfusi yang tidak
adekuat, infeksi, edema, dan nutrisi yang tidak adekuat. Perubahan perfusi pada
pasien diabetes mellitus menyebabkan aliran darah yang adekuat untuk memenuhi
kebutuhan oksigen dan nutrisi dalam sel menjadi terhambat. Terhambatnya
sirkulasi darah juga dapat terjadi karena edema. Adanya eksudat pada luka yang
terinfeksi juga dapat menghambat pembentukan jaringan baru sehingga
menghambat proses penyembuhan luka. Sedangkan pemenuhan nutrisi yang tidak

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


29

adekuat dapat menghambat proses penyembuhan luka karena berpengaruh pada


transport nutrisi dalam sel.

2.2.3 Perawatan Luka Bakar pada Pasien Diabetes Mellitus


Perawatan luka bakar secara umum meliputi pembersihan luka dan debridemen,
pengolesan preparat antibiotik topikal serta pembalutan. Berikut ini adalah
perawatan luka bakar secara umum menurut Smeltzer & Bare (2008)
a. Pembersihan Luka
Pembersihan luka dapat dilakukan dengan tap water, larutan normal salin,
atau antiseptik seperti larutan iodine yang diencerkan. Daerah tubuh yang
tidak terbakar disekitar luka juga harus dibersihkan untuk mencegah
kontaminasi pada luka. Pada saat proses membersihkan luka, harus diinspeksi
kondisi luka yag meliputi tanda kemerahan, keretakan maupun tanda-tanda
infeksi. Cairan pada bula dikeluarkan begitu pula bila ada kulit yang lepas
juga harus diangkat dengan mempertahankan teknik aseptik. Pembersihan
luka dilakukan sehari sekali pada luka yang tidak mengalami pembedahan.
b. Terapi Antibiotik Topikal
Terapi antibiotik luka bakar tidak mensterilkan namun bertujuan untuk
mengurangi jumlah bakteri. Kriteria untuk memilih preparat topikal meliputi:
preparat tersebut harus efektif terhadap mikroorganisme gram negatif bahkan
jamur, efektif secara klinis, dapat menembus skar namun tidak bersifat
toksik, cost-effective, mudah diperoleh dan dapat diterima pasien serta mudah
dipakai sehingga tidak menghabiskan banyak waktu dalam aplikasinya.
Preparat topikal yang sering digunakan adalah silver sulfazidin, silver nitrat
dan mafenide asetat, salep providon-iodin (10%), gentamisin sulfat,
nitrofurazon, larutan dakin, asam setat, mikonazol dan klortimazol. Seiring
dengan perkembangan pengetahuan, saat ini madu juga digunakan sebagai
salah satu pilihan preparat topikal untuk luka bakar.
c. Penggantian balutan
Balutan luar dapat dibuka dengan cara digunting dengan menggunakan
gunting verban. Kassa yang menempel pada luka dapat dilepas tanpa
menimbulkan rasa sakit dengan terlebih dahulu dibasahi dengan normal salin.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


30

Balutan dilepas dengan hati-hati menggunakan sarung tangan steril atau


pinset steril. Dalam proses ini, pasien dapat turut dilibatkan untuk melepas
balutannya sehingga dapat mengontrol rasa nyeri. Langkah selanjutnya
adalah pembersihan luka, debridemen untuk menghilangkan debris, preparat
lokal yang tersisa, eksudat dan kulit mati. Gunting dan pinset steril dapat
digunakan untuk memangkas eskar dan kulit mati. Selama proses
penggantian balutan kedaan luka perlu diinspeksi meliputi warna, bau,
eksudat, ukuran, tanda reepitelisasi serta eskar. Proses selanjutnya adalah
mengoleskan kembali preparat topikal yang diresepkan. Luka tersebut
kemudian ditutup kembali dengan kassa dan dibalut dari sebelah distal ke
proksimal. Pemakaian balutan juga bertujuan untuk melindungi graft
(pencangkokan) yang terkadang diperlukan untuk memperbaiki luka bakar
derajat III, luka yang sangat luas atau bila reepitelisasi spontan tidak mungkin
terjadi. Penelitian Dewi, Sanarto & Taqiyah (2012) menujukkan bahwa
proses penggantian balutan yang terbaik untuk mempercepat prses
penyembuhan luka dalah 2-3 kali dalam sehari, dibandingkan dengan 2 hari
sekali atau sehari sekali karena kelembaban luka lebih terjamin dan terhindar
dari risiko infeksi

Adapun prinsip penanganan luka pada diabetes mellitus menurut Moffat, Martin
& Smithdale (2007) dan Milne & Landry (2003) dalam Kristianto (2011) adalah
mengistirahatkan luka untuk mencegah kerusakan jaringan, menghilangkan
jaringan yang mati untuk mencegah infeksi, menjaga kondisi luka tetap lembab
untuk meningkatkan kemampuan jaringan dalam proses penyembuhan luka,
mencegah eksudat diproduksi secara berlebihan agar tidak menghambat proses
penyembuhan dan pendidikan kesehatan untuk penderita diabetes mellitus.

Prinsip perawatan luka bakar secara umum dan prinsip penanganan luka pada
diabetes mellitus secara umum hampir sama, sehingga kedua prinsip tersebut
dapat dipadukan untuk mencapai kesembuhan yang optimal bagi pasien diabetes
mellitus yang mengalami luka bakar.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


31

2.3 Kandungan dan Manfaat Madu


Madu merupakan suatu zat yang dihasilkan oleh lebah. Berbagai penelitian telah
dikembangkan guna mengetahui kandungan madu serta pemanfaatannya. Madu
dihasilkan oleh serangga lebah madu (Apis mellifera) yang berasal dari nektar
bunga. Kandungan madu dalam Putri (2012) yaitu sebagai berikut air < 18%,
berbagai nutrisi yang meliputi vitamin (vitamin A, B komplek, C,D,E dan K),
mineral (zat besi, kalium, kalsium, magnesium, tembaga, mangan, natrium,
fospor), Asam amino (proline, tyrosine, phenilalanin, glutamine, asam aspartat),
Kalori (1 kg madu mengandung 3.280 kalori), Enzim (invertase, diastase,
katalase, peroksidase, katalase, protease) Enzim katalase mengubah hydrogen
peroksidase menimbulkan efek anti bakteri.

Manfaat madu dalam membantu proses penyembuhan luka antara lain sebagai
berikut (Putri, 2012):
a. Madu memiliki osmolaritas yang tinggi (kadar air kurang dari 17%)
sehingga mampu menyerap cairan luka, mengurangi bengkak, mengurangi
nyeri, mengangkat jaringan mati dan memperbaiki sirkulasi dan
pertukaran udara disekitar luka. Apabila terjadi kontak dengan cairan luka
khususnya luka kronis, cairan luka akan terlarut akibat kandungan gula
yang tinggi pada madu, sehingga luka menjadi lembap dan hal ini
dianggap baik untuk proses penyembuhan dan tumbuhnya jaringan baru.
Hal ini sesuai dengan prinsip perawatan luka modern yaitu "Moisture
Balance".
b. Madu memiliki sifat anti bakteri dan antioksidan yang menghambat
radikal bebas dan mengurangi kerusakan jaringan. Bila madu dilarutkan
dengan cairan (eksudat) pada luka, hidrogen peroksida akan diproduksi.
Hal ini terjadi akibat adanya reaksi enzim glukosa oksidase yang
terkandung di dalam madu yang memiliki sifat antibakteri. Proses ini tidak
menyebabkan kerusakan pada jaringan luka dan juga akan mengurangi bau
yang tidak enak pada luka khususnya luka kronis. Hidrogen peroksida
dihasilkan dalam kadar rendah dan tidak panas sehingga tidak
membahayakan kondisi luka yaitu hanya mengandung 1mmol/L. Efek

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


32

yang dapat merusak jaringan dari hidrogen peroksida dapat diatasi oleh
sifat anti oksidan dari vitamin C pada madu dan enzim-enzim lain yang
terkandung dalam madu. Madu memiliki sifat antibakteri telah terbukti
secra klinis untuk mengobati berbagai macam jenis luka (Cooper, 2004).
Cooper (2004) juga mengungkapkan beberapa pengembangan teknik
perawatan luka yang mengandung madu untuk menekan pertumbuhan
mikroba yaiu berupa perban steril yang telah dioleskan madu maupun
madu yang disterilkan dalam tabung dan perpaduan alginat.
c. Sifat asam madu. Madu memiliki pH 3,2-4,5 cukup rendah untuk
menghambat pertumbuhan bakteri dan mencegah terjadinya penetrasi dan
kolonisasi kuman yang rata-rata berkembang pada pH 7,2-7,4. Majno
(1977) dalam Molan (2001) mengungkapkan bahwa pH madu dapat
membantu kerja makrofag dalam melawan bakteri.
d. Hasil penelitian Tonks, Cooper, Price, Molan, Jones (2001) dalam Molan
(2001) menunjukkan bahwa madu merangsang monosit dalam kultur sel
untuk melepaskan sitokin, tumor necrosis factor (TNF)-alpha, interleukin
(IL) -1 dan IL-6, yang mengaktifkan respon imun terhadap infeksi dengan
konsentrasi madu 0.1%

Beberapa penelitian juga mengungkapkan manfaat madu untuk menyembuhkan


luka bakar. Menurut Handian (2006) madu nectar flora lebih efektif dalam
mempercepat penyembuhan luka bakar derajat II dibandingkan dengan silver
sulfadiazine namun dari metode uji BNT (Beda Nyata Terkecil) bahwa efektifitas
penyembuhan luka dengan menggunakan madu dan silver sulfazidine tidak
terdapat perbedaan nyata antara lamanya waktu penyembuhan . Keefektifan madu
nectar flora dibandingkan silver sulfadiazine dipandang dari kemapuannya untuk
menghilangkan pus, mempercepat granulasi, pengangkatan jaringan nekrotik,
mempercepat timbulnya skar adalah sama, namuh madu nectar flora lebih cepat
pada penghilangan skar. Penelitian lain oleh Martyarini (2011) menyebutkan
bahwa penyembuhan luka bakar derajat II dangkal yang diberi madu secara klinis
berlangsung lebih cepat dari yang diberi kasa tulle. Namun secara statistik, tidak
didapatkan perbedaan yang bermakna pada proses epitelisasi luka bakar yang

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


33

diberi madu dan kasa tulle. Menurut Pramana, Suryani & Supriyono (2012)
menggunaaan madu dan NaCl untuk merawat luka lebih efektif dibanding
menggunakan Nacl saja. Penelitian oleh Januarsih dan Atik (2008) bahwa efek
penyembuhan luka dengan madu memberikan pengaruh yang signifikan.

2.4 Konsep Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP)


Masyarakat perkotaan disebut juga masyarakat urban tentu mempunyai
karakteristik yang berbeda dengan masyarakat pedesaan. Berdasarkan perbedaan
karakter antara masyarakat desa dengan kota tentu saja memunculkan masalah
kesehatan yang berbeda pula. Kelompok masyarakat perkotaan dalam teori
keperawatan masyarakat perkotaan dapat dibedakan berdasrkan agregat,
Vulnerability dan at risk . Model ini menjelaskan bagaimana memastikan aspek
fisiologi dan lingkungannya, yang termasuk seperti kebiasaan individu,
lingkungan sosial, dan lingkungan fisiknya, hal ini mungkin dapat berpengaruh
dalam masalah kesehatan.

Aggregate adalah sebuah komunitas yang terdiri dari orang-orang yang memiliki
karakteristik yang sama (Nies & Mc Ewen, 2007). Kesamaan karakteristik
tersebut dapat disebabkan bertempat tinggal di daerah yang sama, mengikuti
organisasi keagamaan yang sama, atau memiliki demografi yang sama seperti
umur yang sama atau latar belakang budaya yang sama. Dalam sebuah komunitas
dapat terdiri dari berbagai aggregate dimana seorang anggota dapat masuk ke
dalam banyak aggregate.

At risk adalah seseorang yang beresiko terjadinya peristiwa, penyakit, gangguan,


bencana, ketakutan dan ketidaknyamanan (Nies & Mc Ewen, 2007). Dampaknya
ketika populasi at risk tidak ditangani, maka akan terjadi masalah kesehatan,
bahaya atau bencana pada populasi tersebut (Stanhope & Lancaster, 2004).
Konsep at risk ini juga dapat mengetahui hubungan antara karakteristik atau
kondisi penyakit pada masyarakat. Konsep at risk memudahkan seorang praktisi
perawat komunitas dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan pada aggregate

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


34

dan komunitas secara intensif dengan memfokuskan pada kondisi at risk


(Stanhope & Lancaster, 2004).

Faktor resiko yang mengakibatkan suatu aggregate menjadi at risk menurut


Stanhope & Lancaster (2004)
diantaranya :
a. Biologic risk, yaitu faktor genetik atau fisik yang dapat mendorong
terjadinya resiko
b. Social risk, yaitu faktor kehidupan yang tidak teratur, tingkat kriminal
yang tinggi, lingkungan yang terkontaminasi oleh polusi, kebisingan, zat
kimia berkontribusi untuk terjadinya masalah
c. Economic risk, yaitu tidak seimbangnya antara kebutuhan dengan
penghasilan. Krisis ekonomi juga dapat memperberat masalah ini,
diantaranya dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
d. Life-style risk, yaitu gaya hidup masyarakat yang dapat menimbulkan
terjadinya penyakit atau masalah kesehatan, seperti pindah tempat tinggal,
adanya anggota keluarga baru, adanya anggota keluarga yang
meninggalkan rumah dapat berpengaruh pada pola komunikasi.

Vulnerable population group adalah bagian dari kelompok populasi yang


kemungkinan besar terjadi perkembangan masalah kesehatan sebagai hasil dari
resiko paparan atau dampak yang buruk dari masalah kesehatan dari semua
populasi. Sebuah kelompok dapat termasuk kelompok vulnerable dipengaruhi
oleh faktor predisposisi atau penunjang yang menyebabkan mereka menjadi lebih
rentan mengalami berbagai masalah kesehatan. Faktor predisposisi tersebut
menurut Nies & Mc Ewen (2007) adalah status sosial-ekonomi, faktor terkait
usia, dan faktor terkait kondisi kesehatan, serta pengalaman hidup yang
dijelaskan sebagai berikut:
status sosial-ekonomi
Status sisial ekonomi individu atau kelompok menjadi faktor predisposisi
kelompok tersebut memiliki kerentanan mengalami masalah kesehatan.
Hal ini dikarenakan ketidakmampuan atau keterbatasanan kemampuan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


35

kelompok untuk mengakses pelayanan kesehatan, melaksanakan gaya


hidup sehat, dan memenuhi kebutuhan nutrisi.
age-related causes
Usia dapat menjadi salah satu faktor predisposisi dari kerentanan terhadap
masalah kesehatan. Hal ini terkait dengan kemampuan individu dalam
beradaptasi dengan stresor. Kemampuan adaptasi tersebut dipengaruhi
oleh kondisi fisiologis dan perkembangan individu.
health-related causes
Perubahan kondisi fisiologis normal individu merupakan salah satu faktor
seseorang menjadi rentan terhadap masalah kesehatan. Perubahan-
perubahan tersebut dapat berupa proses dari sebuah penyakit (penyakit
kronik, HIV, hepatitis, dan lain-lain), kecelakaan, dan masalah kongenital.
pengalaman hidup
Sebuah pengalaman dalam hidup seseorang atau kelompok dapat
mempengaruhi perkembangan baik fisiologis maupun emosional yang
dapat mengakibatkan mereka rentan mengalami masalah kesehatan.
Sebagai contoh orang-orang yang mengalami bencana alam, orang-orang
yang mengalami kekerasan, kemampuan adaptasi dan koping mereka
terhadap stresor baru akan terpengaruh.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


BAB III
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3.1 Pengkajian Umum


TN S. (50 thn) dirawat di RSPAD Gatot Soebroto pada tanggal 9 Juni 2013.
Alasan masuk rumah sakit adalah kedua telapak kaki melepuh setelah klien
menjalani sauna pada pukul 17.00 hari tersebut. Klien menjalani sauna berharap
agar rasa baal dan kesemutan yang sering dirasakan pada kaki dapat hilang.
Ketika sedang sauna, klien merasa nyaman dan tidak merasakan bahwa suhu uap
terlalu panas. Ketika pulang ke rumah, klien baru marasakan kakinya melepuh.
Klien menderita DM tipe 2 dan baru terdeteksi sejak kurang lebih 8 tahun yang
lalu dan tekanan darah klien cenderung tinggi (hipertensi). Klien mengatakan
bahwa keluarganya juga ada yang menderita DM. Diagnosis medis untuk klien
adalah DM tipe 2 dengan combustion derajat II pedis bilateral.

Pekerjaan klien adalah angkatan darat, aktivitas yang sering dilakukan klien untuk
mengisi waktu luang adalah dengan membaca koran serta menonton televisi.
Selama di rumah sakit klien mengatakan susah berjalan karena luka di kedua
telapak kakinya, sehingga aktivitasnya lebih banyak di tempat tidur, kecuali jika
ingin buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) maka klien akan pergi ke
toilet. Klien merasa bosan di rumah sakit. Klien berjalan dengan tertatih dan
berpegangan pada tembok untuk menuju kamar mandi. Klien biasa tidur di malam
hari pukul 21.00 WIB dan tidur siang pukul 14.00 WIB. Klien tidak memiliki
kebiasaan khusus sebelum tidur dan tidak mengalami insomnia. Oleh karena itu
klien selalu merasa segar saat bangun. Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
pada tanggal 10 Juni 2013 didapatkan bahwa tekanan darah 140/90 mmHg,
frekuensi nadi 78 x/menit, irama teratur dan kuat, pernafasan 18 x/menit, teratur,
suhu 36,8 derajat celcius. Klien sadar penuh (Compos Mentis) namun nampak
lemah dan sakit sedang. Rentang gerak sendi klien maksimal dan tidak mengalami
deformitas maupun tremor. Tonus otot baik dengan kekuatan :
5 5 5 5 5 5 5 5
4 5 5 5 5 5 5 4

36 Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


37

Klien dapat beraktifitas secara mandiri meliputi mandi, makan dan pergi ke toilet.
Klien tidak menggunakan alat bantu. Penampilan umum bersih, pakaian serasi dan
ganti baju setiap hari, rambut rapi, kulit kepala bersih dan tidak bau badan.

Pemeriksaan pada sistem sirkulasi menunjukkan bahwa klien memiliki riwayat


hipertensi namun tidak ada riwayat sakit jantung. Terdapat edema mata kaki
derajat 1. Ekstremitas sering kesemutan, kebas dan terasa baal pada tangan dan
kaki. Dari hasil auskultasi, bunyi jantung I dan II normal, tidak ada murmur dan
tidak ada gallop. Hasil inspeksi di leher tidak ada distensi vena jugularis (5-2
cmH2O). Warna kulit tidak nampak kemerahan, pengisian kapiler < 2 detik.
Membran mukosa lembab, bibir lembab, tidak terdapat varises. Penyebaran
rambut merata, tidak ada rambut klien yang rontok, rambut berwarna hitam,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, kulit tidak jaundice.

Pengkajian pada sistem eliminasi didapat hasil bahwa klien memiliki pola BAB
satu kali sehari dengan menggunakan laksatif (laxadine). Klien mengatakan
karakter fesesnya lunak, tidak mengalami diare maupun konstipasi, tidak
berwarna hitam dan tidak terdapat darah segar pada feses. Klien juga mengatakan
tidak memiliki hemoroid. Pola BAK klien cukup sering yaitu 8-10 kali perhari,
volume 1,5-2 liter sehari, warna kuning jernih cenderung bening. Klien
mengatakan ada perasaan tidak tuntas ketika BAK dan klien susah menahan
BAK-nya sehingga kadang keluar sedikit sebelum tiba di kamar mandi. Klien
tidak menggunakan diuretik, tidak merasa nyeri, tidak merasa terbakar ketika
buang air kecil dan tidak memiliki riwayat sakit ginjal. Hasil palpasi abdomen
menunjukkan bahwa perut lunak, tidak terdapat massa, tidak asites, dan tidak ada
nyeri tekan. Hasil auskultasi didapat bahwa bising usus normal di semua kuadran
perut, frekuensinya 8 x/menit.

Selama di rumah sakit, klien mendapatkan diet untuk DM sebesar 1700 kalori
dalam sehari. Klien makan makanan dari rumah sakit saja yaitu tiga kali makan
besar dengan menu ¾ nasi atau bubur, satu mangkuk sayur, telur/ ikan/ tempe/
tahu. Selain makan besar, klien juga mendapat makanan selingan dari rumah sakit

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


38

berupa buah atau kue basah. Klien minum dalam sehari 1,5 -2 liter dan lebih
sering minum air putih, terkadang teh atau susu dari rumah sakit. Klien
mengatakan selama di rumah sakit nafsu makannya baik, makan selalu habis,
namun terkadang klien merasakan mual dan muntah. Klien tidak merasakan nyeri
ulu hati. Klien tidak memiliki alergi terhadap jenis makanan tertentu dan tidak
memiliki masalah dalam mengunyah serta menelan. Gigi klien nampak bersih,
tidak ada karies. Berat badan klien 75-80 kg sebelum sakit. Saat dilakukan
pengkajian berat badan sekarang (10 Juni 2013) 74 kg, lingkar perut 85 cm,
tinggi badan 168 cm. bentuk tubuh nampak sedikit gemuk tidak ada perbesaran
kelenjar tiroid, tidak ada sariawan, tidak mengalami perdarahan gusi, lidah bersih
dan nampak kemerahan.

Pada pengkajian neurosensori didapatkan data bahwa klien mengatakan tidak


merasa pusing maupun ingin pingsan, tidak kejang, tidak mengalami kehilangan
penglihatan, tidak mengalami glaukoma dan tidak mengalami katarak. Klien
menggunakan alat bantu kacamata untuk membaca koran. Kehilangan
pendengaran juga tidak terjadi dan klien tidak menggunakan alat bantu dengar.
Klien sadar dan terorientai dengan baik mengenai waktu, tempat dan orang. Klien
kooperatif, tidak menyerang, afek baik, ekspresi wajah sesuai dengan apa yang
diucapkan dan sikap tubuh juga sesuai. Klien dapat mengingat peristiwa yang
terjadi pada hari ini dan masa lalu ketika berdinas dengan baik. Ukuran pupil
3mm/3mm, pupil kanan maupun kiri dapat bereaksi dengan baik terhadap cahaya,
facial drop tidak terjadi, refleks tendon dalam +2, klien tidak mengalami paralisis
dan klien dapat menggenggam dengan baik.

Klien tidak mengalami dispnea yang berhubungan dengan batuk maupun sputum,
tidak memiliki riwayat bronchitis, TB, emfisema maupun pneumonia. Klien tidak
merokok dan tidak terpajan udara yang berbahaya. Selama dirawat di rumah sakit,
klien tidak terpasang alat bantu nafas. Pergerakan dada selama bernafas simetris,
tidak ada penggunaan otot bantu, tidak ada nafas cuping hidung. Hasil auskultasi
terdengar bahwa suara nafas klien vesikuler. Klien juga tidak mengalami sianosis.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


39

Klien tidak memiliki alergi terhadap obat maupun makanan, tidak pernah
mengalami cedera sebelumnya, tidak mengalami fraktur, tidak mengalami
arthritis, tidak mengalami masalah punggung, tidak terjadi perbesaran nodus dan
tidak menggunakan alat ambulatori. Terjadi kerusakan integritas kulit yang
berlokasi pada kedua telapak kaki, jaringan parut tidak terbentuk, terjadi
kemerahan pada luka, lepuh pada kedua telapak kaki, klien mengalami luka bakar
derajat II, produksi pus kurang lebih 50cc. Klien mengalami parestesia, cara
berjalan dengan tertatih dan berpegangan pada tembok. Klien juga merasakan
nyeri karena luka bakar di kedua telapak kakinya. Intensitasnya 4 saat klien
hanya berbaring dan meningkat menjadi 6 saat diganti balutan atau saat bergerak.
Frekuensi nyeri sering muncul, seperti berdenyut dan menusuk dengan durasi 5
detik namun tidak menjalar. Untuk mengurangi nyeri biasanya klien mengurangi
pergerakan dan berubah posisi dengan bertahap. Ekspresi nyeri yang teramati dari
klien adalah mengerutkan muka dan menjaga area yang sakit

Faktor stress yang dialami klien adalah karena sakit DM yang dialami membuat
kaki terasa baal sehingga klien pergi ke sauna dengan harapan kakinya tidak baal
lagi, namun ternyata hal tersebut semakin memperburuk masalah karena sekarang
kedua telapak kakinya melepuh. Klien mengatasi stres dengan cara berdoa dan
bersabar. Klien mengatakan masalah finansial tidak dirasakan karena biaya rumah
sakit ditanggung oleh angkatan darat. Ketika muda, klien senang makan apapun
dan tidak terkontrol, klien juga mengatakan bahwa sakit DM yang dialaminya
akibat gaya hidupnya. Namun, klien tidak berputus asa dengan kondisinya saat ini
dan tetap optimis dapat sembuh. Klien nampak tenang, tidak cemas, tidak mudah
marah, tidak menarik diri, mudah bergaul dengan pasien lain maupun dengan
perawat. Bahasa dominan yang digunakan klien adalah bahasa Indonesia dan klien
melek huruf. Klien membutuhkan pembelajaran mengenai diagnosis penyakit,
manajemen nyeri, diet dan nutrisi, perawatan luka di rumah, penggunaan alat
bantu berupa kruk dan tanggal kontrol. Sumber bantuan yang tersedia di rumah
adalah keluarga. Perubahan yang diantisipasi setelah pulang ke rumah adalah
waspada terhadap risiko jatuh dan cedera karena klien berjalan tertatih dan
berpegangan pada tembok, sebaiknya klien berjalan menggunakan kruk. Aktivitas

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


40

yang mungkin memerlukan bantuan adalah penyiapan makanan, transportasi,


perawatan luka, pemeliharaan rumah dan berbelanja.

Berikut ini adalah tabel obat-obatan yang dikonsumsi oleh Tn S selama dirawat di
RSPAD Gatot Soebroto.
Tabel 3.1 Daftar Obat yang Dikonsumsi Tn S. Selama di RSPAD GAtot
Soebroto

Nama obat Dosis Waktu Tujuan


Rantin/ IV 25mg 12.00, 24.00 Menghambat sekresi
asam lambung
Domperidoen/PO 10 mg 06.00, 12.00, 18.00 Mengatasi mual dan
muntah
Ceftazidine/ IV 1g 06.00, 12.00, 18.00 Menekan pertumbuhan
bakteri, dapat digunakan
pada luka bakar yang
terinfeksi
Valsartan/PO 80 mg 06.00 antihipertensi
Simvastatin/PO 20 mg 06.00 Menurunkan kolesterol
jahat
Amlodipin /PO 10 mg 06.00 Antihipertensi,
vasodilator arteri perifer
sehingga menurunkan
resitensi vaskular
Kalitake/PO 1g 06.00, 12.00, 18.00 Memperbaiki kondisi
hiperkalemia
CA glukonas 1 gram 06.00 Memperbaiki kontraksi
otot jantung
Novorapid/SC 22 unit Segera sebelum makan Mengatur kadarglukosa
darah
RL + tramadol 500 cc + Per 8 jam Mengganti cairan dan
1amp eleltrolit yang hilang dan
Mengurangi nyeri
(analgesik)

Tabel berikutnya mengindikasikan hasil pemeriksaan laboratorium pada Tn S.


Leukosit Tn S tinggi dan terus mengalami peningkatan sejak tanggal 12 Juni 2013
hingga tanggal 20 Juni 2013. Kadar Hb Tn S. cenderung turun sejak tanggak 12
Juni 2013 hingga 20 Juni 2013. Hasil pemeriksaan GDS rata-rata masih
menunjukkan nilai diatas 200 mg/dL. Kadar kreatinin pada tanggal 17 Juni 2013
cukup tinggi yaitu 2,2 mg/dL. Kadar albumin darah rendah yaitu 2,9 g/dL dan
tidak mengalami perubahan dari tanggal 10 Juni 2013 hingga 19 Juni 2013. Nilai
hemoglobin glikosilasi meningkat tajam yaitu mencapai 9,5%.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


41

Tabel 3.2 Hasil pemeriksaan laboratorium Tn S.

Jenis Hasil Nilai normal


pemeriksaan 10/06/13 12/06/13 13/06/13 17/6/13 19/06/13 20/6/13
Leukosit 8400 15630 15170 18.580 4800-10800 µl
HB 10,9 11,6 9,2 8,9 13-18 g/dl
GDS 271,248 289,300,184 253,302,183 142,179,220 <200 mg/dL
Ureum 38 106 20-50 mg/dL
Kreatinin 1,8 2,2 0,5-1,5 mg/dL
Kalium 4,9 5,1 3,5-5,0 mg/dL
Cl 106 98 95-105 mg/dL
Procalcitonin 138,44µg/ml
Proteintotal 5,1 6-8,5 g/dl
Albumin 2,9 2,9 3,5-5,0 g/dL
Globulin 2,2 2,5-3,5 g/dL
Ca 7,3 8,6-103 mg/dL
SGPT 52 < 40 U/L
Protein ++/pos 2 negatif
Bakteri (+) negatif
HBA1C 9,5 <7%
Protrombin
(PT)
Kontrol detik
Pasien 10,9” 9,8-12,6
APPT
Kontrol detik

Pasien 31,2” 27-39 detik

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


42

3.2 Analisis Data


Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan kepda Tn S, terdapat tiga diagnosis
keperawatan proiritas yang dapat diangkat pada Tn S. yaitu kerusakan integritas
kulit yang berhubungan dengan neuropati sekunder terhadap paparan panas,
nyeri akut berhubungan dengan cedera (luka bakar derajat II) dan risiko
ketidakseimbangan kasar glukosa darah berhubungan dengan resistensi insulin.

Kerusakan integritas kulit dapat ditegakkan karena klien mengatakan telapak kaki
dan tangan merasa kebas dan merasa nyaman ketika diuap di sauna. Klien tidak
menyadari bahwa suhunya terlalu panas, setelah pulang ke rumaJh klien baru
merasakan kakiknya melepuh dan terasa nyeri. Klien mengatakan memiliki sakit
DM sejak 8 tahun lalu akibat pola makannya yang sembarangan. Adapun tanda
yang dapat teramati pada klien adalah terdapat luka bakar derajat II di kedua
telapak kakinya. Seluruh telapak kaki melepuh, kulit bengkak pada bagian bawah
berwarna putih, produksi cairan 50 cc, cairan bening, nampak sebagian kulit
mengelupas, luka 16cmx8cm, jaringan epitelisasi dan granulasi belum nampak,
kedalaman luka menembus dermis, rembesan (+), luka tidak bau. Hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukosit 8.400 (10 Juni 13) dan
procalcitonin 138, 44 µg/ml (19 Juni 2013).

Klien mengatakan kedua kakinya nyeri berdenyut, saat istirahat nyeri masih
dirasakan skala 4, saat digerakkan atau ganti balutan nyeri dirasakan skala 6.
Nyeri sering muncul, seperti berdenyut dan menusuk namun tidak menjalar,
durasi selama 5 detik. Selain itu, klien nampak mengerutkan muka, meringis,
melindungi area yang sakit, membatasi gerak, melaporkan nyeri secara verbal,
TD= 140/90 mmHg, N= 78x /menit, pernafasan= 18x/menit, suhu=36,8 C. Oleh
karena itu, diagnosis nyeri akut dapat diegakkan pada Tn. S.

Tn S. juga mengatakan bahwa sebelum masuk rumah sakit makannya tidak


terkontrol, klien jarang memeriksakan kadar glukosa darahnya ke pelayanan
kesehatan, klien tidak rutin minum obat untuk DM, tidak menggunakan insulin
dan klien tidak mengetahui bagaimana diet untuk DM. Hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukkan GDS 13 Juni 2013 289 mg/dL, 300 mg/dL, 184

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


43

mg/dL, Hb: 10,9 g/dL (10 jun 13), albumin 2,9 gr/dL, globulin 2,2 g/dl (19 Juni
2013), HBA1C 9,5%. Pengukuran antropometri menunjukkan bahwa TB= 168 cm,
BB=74 kg, IMT=26,42 (overwheight). Kadang merasa mual namun tetap
berusaha menghabiskan makan, makan selalu habis ¾-1 porsi makanan dari
rumah sakit. Hal tersebut dapat menjadi data penegakan diagnosis risiko
ketidakseimbangan kadar glukosa darah.

Analisis data secara lengkap terlampir dalam lampiran 1. Berdasarkan ketiga


diagnosis keperawatan tersebut, penulis merumuskan asuhan keperawatan yang
terlampir pada lampiran 2.

3.2 Catatan Perkembangan


Diagnosis pertama yang ditegakkan pada Tn S adalah kerusakan integritas kulit.
Implementasi yang telah penulis lakukan adalah melakukan perawatan luka
dengan menggunakan madu. Sebelum mengoleskan madu secara topikal, luka
sebelumnya telah dibersihkan dengan NaCl 0,9%. Penulis melakukan pengkajian
terhadap luka setiap melakukan penggantian balutan. Penulis juga menganjurkan
klien untuk menjaga balutan luka tetap kering dan meninggikan tungkai 300 .
Kolaborasi juga dilakukan dengan dokter terkait pemberian obat antibiotik,
pemeriksaan laboratorium dan dengan ahli gizi terkait pemenuhan nutrisi yang
adekuat bagi Tn S. Kondisi luka Tn S terus mengalami perbaikan. Pada tanggal 11
Juni 2013 kondisi kulit masih menggembung dan terisi eksudat 50 cc berwarna
jernih. Luas luka 16 cm x 8 cm, kedalaman hingga dermis, tidak ada jaringan
nekrotik, bau minimal, sensasi masih dirasakan klien dan kulit di sekitar luka
masih nampak lembab. Pada tanggal 12 Juni 2013 produksi eksudat pada tungkai
kiri sudah berkurang menjadi 10 cc, sedangkan pada tungkai kiri masih tetap 50
cc. Hari berikutnya juga menunjukkan perbaikan yaitu produksi eksudat 20cc,
namun kadar leukosit tinggi yaitu 15630. Pada tanggal 14 Juni 2013, eksudat
masih diprosuksi namun sudah berkurang yaitu 10 cc dan sudah mulai dilakukan
pengguntingan kulit mati. Pada tanggal 15 Juni 2013 eksudat 5 cc di tungkai
kanan sedangkan tungkai kiri sudah tidak terdapat eksudat. Tanggal 17 Juni 2013
sudah tidak ada eksudat pada kaki hingga pada tanggal 18 Juni 2013 sudah
nampak epitelisasi dan granulasi.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


44

Implementasi untuk diagnosis nyeri akut pada Tn S adalah memonitor tanda-tanda


vital dan skala nyeri. Selain itu penulis juga mengajarkan teknik nafas dalam dan
distraksi dengan mendengarkan musik atau membaca buku serta menganjurkan
klien untuk meminimalisasi pergerakan jika terasa nyeri. Kolaborasi dengan
dokter dilakukan dalam pemberian analgetik. Tanda-tanda vital Tn S normal,
hanya saja tekanan darah cenderung tinggi yaitu selalu di atas 130/80 mmHg.
Skala nyeri awalnya adalah 4, hingga kemudian nyeri tidak dirasakan pada
tanggal 15 juni 2013. Masalah nyeri teratasi dengan bantuan teknik relaksasi dan
distraksi yang dapat klien lakukan dengan baik serta terapi obat. Klien sempat
mengalami demam dengan suhu mencapai 39,40C pada tanggal 18 Juni 2013.
Kemudian penulis memberikan terapi kolaborasi dengan paracetamol 500 gram
dan kompres hangat hingga kemudian suhu dapat turun hingga 37,60C.

Adapaun implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi diagnosis risiko


ketidakseimbangan kadar glukosa darah adalah pendidikan kesehatan untuk Tn S
meliputi pengertian diabetes mellitus, patofisiologi sederhana, pentingnya menaati
diit, program pengobatan, perawatan kaki pada penderita diabetes mellitus,
pentingnya pemantauan kadar glukosa darah, mengenali tanda hipoglikemi dan
hiperglikemi, serta mengajarkan kepada klien untuk menyuntikkan insulin secara
mandiri. Penulis juga menganjurkan klien untuk tidak mengonsumsi makanan
selain diit dari rumah sakit, melakukan kolaborasi dengan dokter terkait dosis
insulin dan ahli gizi terkait nutrisi yang adekuat bagi klien. Setelah diberikan
pendidikan kesehatan, klien mengatakan kini mengetahui mengenai penyakitnya
dan berjanji untuk memperbaiki gaya hidupnya serta mematuhi program diit.
Klien juga telah dapat menyuntikkan insulin secara mandiri. Selama di rumah
sakit, klien mematuhi diit yang ditentukan. Kadar glukosa darah masih diatas 200
mg/dL selama Tn. S dirawat. .

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


BAB IV
ANALISIS SITUASI

4.1 Profil Lahan Praktik

Rumah Sakit Umum Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto merupakan
rumah sakit rujukan bagi seluruh tentara angkatan darat. Rumah sakit yang
berlokasi di jalan Abdul Rahman Saleh nomor 24 Jakarta Pusat ini sudah berdiri
sejak zaman belanda dengan nama groot militare hospital welterveden yang
merupakan rumah sakit tentara Belanda. Pada masa penjajahan Jepang, tahun
1942 berpindah alih menjadi rumah sakit militer angkatan darat Jepang dengan
nama rikugun byoin. Rumah sakit ini pada akhirnya dikuasai oleh KNIL pada
masa kemerdekaan RI tahun 1945 dengan nama leger hospital Batavia. Pada
tanggal 26 Juli 1950 diserahkan kepada Djawatan Kesehatan Angkatan Darat dan
menjadi rumah sakit tentara pusat. Tanggal tersebut hingga kini diperingati
sebagai hari jadi RSPAD Gatot Soebroto (“Selayang Pandang”, n.d.).

Sejak 1977 RSPAD Gatot Soebroto ditkesad ditunjuk menjadi salah satu tempat
pemeriksaan dan perawatan pejabat tinggi sampai sekarang. Mengingat peran
serta rumah sakit terhadap pelayanan kesehatan masyarakat maka sejak tahun
1989, RSPAD Gatot Soebroto mulai membuka diri untuk pelayanan swasta
sampai sekarang, dikenal sebagai paviliun dr. R. Darmawan, PS untuk rawat inap.
Kemudian tahun 1991 didirikan bangunan 6 lantai di paviliun Kartika untuk rawat
jalan dan rawat inap. Selanjutnya diresmikan paviliun dr. Iman Sudjudi melayani
kesehatan ibu dan bayi, paviliun anak untuk perawatan anak serta non paviliun
untuk perawatan kelas tiga (“Selayang Pandang”, n.d.).

Visi RSPAD Gatot Soebroto adalah menjadi rumah sakit kebanggan prajurit. Visi
tersebut diturunkan ke dalam misi utama, misi khusus dan misi tambahan. Misi
Utama RSPAD Gatot Soebroto adalah menyelenggarakan fungsi perumahsakitan
tingkat pusat dan rujukan tertinggi bagi rumah sakit TNI AD dalam rangka
mendukung tugas pokok TNI AD. Misi khususnya adalah menyelenggarakan
dukungan dan pelayanan kesehatan yang professional dan bermutu serta
menyeluruh bagi prajurit/ PNS TNI AD dan keluarganya dalam rangka

45 Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


46

meningkatkan kesiapan dan kesejahteraan. Adapun misi tambahannya dalah


sebagai sub sistem kesehtan nasional, RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad ikut
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui program Yanmasum. Dalam
bidang keilmuan RSPAD Gatot Subroto juga mempunyai tiga misi yaitu
mengembangkan keilmuan secara berkesinambungan, meningkatkan kemampuan
tenaga kesehatan melalui pendidikan berkelanjutan dan memberikan lingkungan
yang mendukung proses pembelajaran dan penelitian bagi tenaga kesehatan (“Visi
& Misi”, n.d.).

RSPAD Gatot Soebroto mulai mengadakan pengambangan secara signifikan pada


masa pemerintahan orde baru (1966-1988), meliputi pengembangan fisik
bangunan, pengadaan alat canggih, organisasi dan sumber daya manusia. Presiden
Soeharto memberikan kebijaksanaan untuk pembangunan RSPAD Gatot Soebroto
menjadi rumah sakit yang modern secara bertahap dengan bantuan dari presiden.
Pada tanggan 17 November 1971 dilakukan peletakan batu pertama pembangunan
unit perawatan umum. Unit Perawatan Umum yang dikenal dengan Unit I / PU,
terdiri atas 6 lantai dengan luas bangunan 13.950 m2 dan berkapasitas 298 tempat
tidur yang dibangun sejak Nopember 1971 telah selesai dan diresmikan
penggunaannya pada tanggal 28 Oktober 1974 oleh Jenderal TNI Suharto,
Presiden RI pada waktu itu (“Sejarah Perkembangan”, n.d.). Lantai 6 Perawatan
umum adalah salah satu wahana praktik bagai mahasiswa profesi Ners FIK UI
dalam praktik Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP).

Lantai 6 Perawatan Umum merupakan ruangan kelas III yang merawat pasien
dengan penyakit dalam. Lantai 6 perawatan umum memiliki 11 kamar dengan
kapasitas tempat tidur 4-6 bed perkamar. Pasien yang dirawat di lantai 6 PU
adalah pasien yang menderita sakit kanker yang memerlukan kemoterapi,
penyakit mata dan telinga, penyakit DM dan gangguan endokrin, penyakit stroke
dan gangguan saraf lainnya, penyakit gangguan pada hati dan ginjal HIV,
penyakit autoimun, penyakit tropis seperti DHF, malaria, thypoid. Dalam rentang
waktu empat bulan terakhir (Januari- April 2013) penyakit-penyakit yang menjadi
spesialisasi lantai 6 perawatan umum selalu menempati posisi 6 besar

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


47

yaitu diabetes mellitus, DHF, CKD, thypoid, gastritis, stroke dan hipertensi.
Penyakit yang selalu menempati posisi pertama pada bulan Februari hingga April
2013 adalah diabetes mellitus. Beragamnya jenis penyakit dalam yang ada di
lantai 6 perawatan umum mendukung pula iklim belajar bagi mahasiswa yang
sedang praktik, karena mahasiswa dapat lebih banyak terpapar variasi penyakit
dan asuhan keperawatan yang khas pada setiap penyakit. Mahasiswa dapat
merasakan pengalaman langsung berinteraksi dan menerapkan asuhan
keperawatan yang telah dipelajari di kampus untuk diterapkan kepada pasien-
pasien di lantai 6 perawatan umum dengan bimbingan dari pembimbing klinik dan
perawat ruangan. Lantai 6 perawatan umum juga digunakan sebagai tempat riset
untuk mengembangkan keilmuan khususnya di bidang kesehatan. Hal tersebut
sesuai dengan misi yang diemban oleh RSPAD Gatot Soebroto mengembangkan
keilmuan secara berkesinambungan, meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan
melalui pendidikan berkelanjutan dan memberikan lingkungan yang mendukung
proses pembelajaran dan penelitian bagi tenaga kesehatan

4.2. Analisis Kasus Berdasarkan Konsep KKMP


Keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan (KKMP) adalah pelayanan
keperawatan profesional yang ditujukan kepada masyarakat perkotaan terutama
pada kelompok resiko tinggi untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal
melalui pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan serta pelaksanaan
pelayanan keperawatan yang optimal. Dalam hal ini diharapkan peran perawat
untuk mampu melaksanakan proses keperawatan secara optimal sejak identifikasi
masalah, menetapkan masalah, merencanakan intervensi, menerapkan
penyelesaian masalah, mengevaluasi kegiatan dan meningkatkan kemampuan
dalam memelihara kesehatan secara mandiri melalui upaya preventif dan
pendidikan kesehatan.

Masyarakat perkotaan sering disebut dengan istilah urban community dimana


masyarakatnya memiliki faktor risiko mengalami masalah kesehatan yang
berhubungan dengan kondisi yang ada dilingkungan kota dan karakter

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


48

masyarakatnya. Salah satu penyakit yang umumnya terkait dengan gaya hidup
terutama gaya hidup masyarakat perkotaan adalah DM, terutama DM tipe 2.

Berdasarkan konsep KKMP, agregat adalah sebuah komunitas yang terdiri dari
orang-orang yang memiliki karakteristik yang sama (Nies & Mc Eewen, 2007).
Persamaan tersebut dapat digolongkan berdasarkan tempat tinggal, demografi,
organisasi dan lainnya. Berdasarkan konsep agregat, maka penyakit DM dapat
diderita oleh agregat tertentu berdasarkan faktor risikonya. Penyakit DM tipe 2
sering diderita oleh agregat dewasa yang berusia > 45 tahun (Holt, Cockram,
Flyvbjerg & Goldstein, 2010). Menurut Smeltzer & Bare (2008) DM tipe 1 yang
disebabkan oleh autoimun dapat diderita pada pasien yang masih muda
(<30tahun), sehingga awitannya dapat ditemukan pada agregat anak sekolah
maupun agregat remaja. Agregat ibu hamil dapat terkena penyakit DM
gestasional. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyakit diabetes mellitus dapat
diderita oleh masyarakat perkotaan dengan rentang usia agregat yang luas.

Masyarakat perkotaan juga dapat digolongkan sebagai kelompok yang memiliki


risiko tinggi terkait penyakit DM. Beberapa faktor risiko yang menyebabkan suatu
agregat tergolong dalam kelompok yang berisiko tinggi menderita suatu penyakit
menurut Stanhope & Lancaster (2004) dapat digolongkan sebagai berikut:
e. Biologic risk, yaitu faktor genetik atau fisik yang dapat mendorong
terjadinya resiko. Salah satu faktor risiko DM adalah faktor genetik yaitu
terdapat riwayat keluarga yang menderita DM (Smeltzer & Bare, 2008).
Pertumbuhan populasi di daerah kota juga menjadi faktor yang
berhubungan dengan meningkatnya jumlah penderita DM secara genetis
(Kristianto, 2010). Proses penuaan juga menjadi faktor risiko pada DM,
khususnya DM tipe 2 yaitu berusia lebih dari 45 tahun (Holt, Cockram,
Flyvbjerg & Goldstein, 2010) dan penurunan kepekaan sel beta pada usia
lanjut yang akan mempengaruhi metabolisme glukosa (Petrofsky, Lee &
Cuneo, 2005 dalam Kristianto, 2010)
f. Life-style risk, yaitu gaya hidup masyarakat yang dapat menimbulkan
terjadinya penyakit atau masalah kesehatan. Gaya hidup yang dapat

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


49

menjadi faktor risiko untuk mengalami DM adalah gaya hidup masyarakat


perkotaan yang kurang olahraga (Holt, Cockram, Flyvbjerg & Goldstein,
2010) dan pola makan yang mengakibatkan terjadinya obesitas (Black &
Haws, 2009). Pola hidup masyarakat perkotaan yang kurang olahraga
dapat berdampak pada gangguan regulasi glukosa, sedangkan obesitas
berdampak pada resistensi insulin (Black & Haws, 2009)

Vulnerable population group adalah bagian dari kelompok populasi yang


kemungkinan besar terjadi perkembangan masalah kesehatan sebagai hasil dari
resiko paparan atau dampak yang buruk dari masalah kesehatan dari semua
populasi (Nies & Mcewen, 2007). Masyarakat perkotaan dapat menjadi rentan
(vulnerable) terhadap penyakit DM karena adanya faktor predisposisi sebagai
berikut:
status sosial-ekonomi
Fenomena kemiskinan di wilayah pinggiran perkotaan menjadi faktor
predisposisi kelompok tersebut memiliki kerentanan mengalami masalah
DM dikarenakan ketidakdakmampuan atau keterbatasanan kemampuan
untuk mengakses pelayanan kesehatan sehingga tidak dapat mengontrol
kadar glukosa darah secara rutin, melaksanakan gaya hidup sehat dan
memenuhi kebutuhan nutrisi karena kurangnya pengetahuan.
age-related causes
Usia dapat menjadi salah satu faktor predisposisi dari kerentanan terhadap
masalah DM. Hal ini terkait dengan penurunan fungsi fisiologis secara
umum, dimana semakin bertambah usia semakin menurun kepekaan sel
beta pankreas.
health-related causes
Perubahan kondisi fisiologis normal individu yang dapat berupa proses
dari sebuah penyakit (penyakit kronik, HIV, hepatitis, dan lain lain). DM
merupakan salah satu penyakit kronis yang menyebabkan seseorang
menjadi rentan terhadap berbagai penyakit lainnya dikarenakan komplikasi
makrovaskuler maupun mikrovaskuler misalnya, stroke, retinopati,
nefropati, neoropati, ulkus dibetikum, amputasi, sepsis, ketoasidosis

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


50

diebetikum, hipoglikemia dan hiperglikemi hiperosmolar nonketotik


(Black & Hawks, 2009; Price & Wilson, 2006; Smeltzer & Bare, 2008).

Tn. S berusia 50 tahun termasuk ke dalam agregat usia dewasa (>45 tahun) yang
berisiko mengalami DM tipe 2. Sebagai masyarakat perkotaan, Tn. S memiliki
faktor risiko untuk terkena DM tipe 2 yaitu dari riwayat keturunan keluarganya
yang juga mengalami DM dan faktor usia yang lebih dari 45 tahun. Dari segi gaya
hidup masyarakat perkotaan, Tn S juga tergolong jarang berolahraga, klien
mengatakan lebih senang menghabiskan waktu luang dengan membaca atau
menonton televisi. Tn S juga mengatakan bahwa dahulu makannya tidak
terkontrol dan cenderung berlebihan sehingga Tn S mengalami kelebihan berat
badan yaitu mencapai 80 kg dengan tinggi badan 168 cm dan IMT 28 yang
tergolong overweight meskipun belum mencapai obesitas. Dari segi kerentanan
terhadap masalah kesehatan, Tn S bukan termasuk individu yang rentan dari segi
ekonomi karena Tn. S mengatakan tidak memiliki masalah finansial. Dari segi
kerentanan usia, Tn S yang berusia 50 tahun, oleh karena itu Tn S. dapat
tergolong dalam kelompok usia yang rentan mengalami diabetes mellitus.
Penyakit DM yang dialami oleh Tn S juga dapat menjadikan Tn S rentan terhadap
berbagai komplikasi yang ditimbulkan oleh DM, salah satunya adalah neuropati.

DM adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan adanya


ketidakmampuan tubuh untuk menggunakan glukosa, lemak dan protein akibat
adanya defisiensi insulin atau resistensi insulin yang mengakibatkan terjadinya
peningkatan kadar glukosa darah dan glukosuria (Dunning, 2009). Salah satu
jenis DM menurut menurut WHO dalam Arifin (2011) dan ADA dalam
Saptianingsih (2012) adalah DM tipe 2 yang disebabkan oleh terjadinya resitensi
insulin dan gangguan sekresi insulin (Smeltzer&Bare, 2008). Faktor-faktor
risikonya adalah obesitas 85% (Black & Haws, 2009), ras, Usia > 45 tahun,
keluarga dengan DM, aktifitas fisik yang kurang, gangguan toleransi glukosa,
riwayat DM gestasional atau melahirkan bayi dengan berat badan lahir > 4 kg,
hipertensi (tekanan darah > 140/90 mmHg), kolesterol HDL < 35 mmHg atau
trigliserida > 250 mg/dl, riwayat penyakit pembuluh darah (Holt, Cockram,

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


51

Flyvbjerg & Goldstein, 2010). Pemeriksan diagnostik pada pasien DM tipe 2


akan ditemukan bahwa kadar serum elektrolit abnormal, kadar glukosa darah
puasa >126 mg/dL atau 7 mmol/L, leukosit meningkat, BUN meningkat,
kretainin meningkat, kolesterol (trigliserida, LDL dan VLDL) meningkat,
kolesterol HDL menurun (Lewis, et al, 2007), albuminemia, proteinuria,
glukosuria, ketonuria, HBA1C >7% (Black & Hawks, 2009) Kadar glukosa darah
sewaktu > 200 mg/dL (>11,1 mmol/L) dan terdapat manifestasi umum seperti
poliuri, polidipsi, polifagi dan kehilangan berat badan tanpa desertai program diet
tertentu.

Tn S didiagnosis DM tipe 2, karena Tn S memiliki faktor risiko dari keturunan,


usia, gaya hidup yang kurang olahraga dan pola makan berlebih. Selain itu dari
hasil pemeriksaan diagnostik pada Tn S ditemukan bahwa kurva gula dara harian
dengan pengontrolan insulin menunjukkan nilai 289, 300, 184 mg/dL (13Juni13),
253,302,183 mg/dL (17Juni13) dan 142, 179, 220 mg/dL. Hal tersebut masih
menunjukkan terjadinya ketidakstabilan kadar glukosa darah. Hasil pemeriksaan
laboratorium menunjukkan kadar kreatinin yang meningkat yaitu 1,8 mg/dL
(13Juni13) dan 2,2 mg/dl (17Juni13). Kadar leukosit juga mengalami
peningkatan yaitu 15630 (12Juni13) dan 15170 (17Juni13). Selain itu, albumin
mengalami penrurunan yaitu 2,9 g/dL, terdapat protein dalam urin dan HbA1C
mengalami peningkatan yaitu 9,5%. Klien juga mengatakan banyak buang air
kecil namun sering merasa tidak tuntas. cepat haus dan cepat lapar.

Manifestasi klinis yang dialami klien berupa ketidakstabilan kadar glukosa darah
dapat disebabkan karena retensi insulin dan defisiensi insulin. Insulin berfungsi
menstimulasi penyimpanan glukosa dalam hati (berupa glikogen), meningkatkan
penyimpanan lemak dari makanan dalam jaringan adipose, mempercepat
pengangkutan asam-asam amino (yang berasal dari protein makanan) ke dalam sel
dan menghambat pemecahan glukosa, protein dan lemak yang disimpan.
(Smeltzer& Bare, 2008). Resistensi insulin akan menyebabkan insulin menjadi
tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Selain
kondisi resistensi insulin, pankreas juga gagal dalam mengkompensasi kondisi

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


52

tersebut (defisiensi insulin). Defisiensi insulin terjadi karena sel beta terus
menerus terpapar oleh kondisi hiperglikemia, sehingga kurang berespon terhadap
kenaikan kadar glukosa (Smeltzer& Bare, 2008; Black & Hawks, 2009). Kondisi
ini menyebabkan perasaan cepat lapar karena sel tidak mendapat pasokan glukosa
yang adekuat seperti yang dialami oleh Tn S. Sel yang lapar tersebut membuat Tn
S makan dalam porsi besar melebihi kebutuhan kalori tubuh sehingga Tn S
mengalami kelebihan berat badan (overweight). Kondisi hiperglikemia yang
dialami oleh Tn S juga menyebabkan diuresis osmosis karena kadar glukosa darah
melewati ambang filtrasi glomerulus yaitu >200mg/dL yang ditandai adanya
poliuri dan glukosuria. Kondisi ini menbuat tubuh juga kehilangan banyak
elektroli dan menjadi cepat haus (polidipsi).

Hasil pemeriksaan laboratorium Tn S menunjukkan kadar kreatinin yang


meningkat, terdapat protein dalam urin dan albuminenia. Hal tersebut
menunjukkan kemungkinan terjadinya nefropati. Peningkatan kreatinin
menunjukkan penurunan fungsi filtrasi glomerulus. Kadar kreatinin Tn S sebesar
2,2 mg/dL, berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus clearance
creatinin test adalah 46 yang tergolong CKD stadium 3. Kondisi hiperglikemia
yang dialami selama bertahun-tahun menyebabkan stres pada ginjal, sehingga
terjadi kebocoran dalam filtrasi ginjal dan menyebabkan proteinuria. Tekanan
dalam pembuluh darah ginjal pun meningkat yang dapat mengakibatkan
terjadinya nefropati. Salah satu protein yang ikut terbuang dalam urin adalah
albumin sehingga dapat terjadi albuminemia (Smeltzer & Bare, 2008). Leukosit
meningkat pada pasien Tn S dapat merupakan respon terjadinya proses infeksi
dan HbA1C juga meningkat pada Tn S karena hemoglobin mengikat satu gugus
glukosa secara irreversible yang disebut glikosilasi. Pada orang normal sekitar 4-
6% hemoglobin mengalami glikosilasi. Glikosilasi tidak mengganggu kemampuan
hemoglobin dalam mengangkut oksigen. HbA1C mencerminkan pengendallian
metabolisme glukosa darah selama 3-4 bulan sesuai dengan usia hidup sel darah
merah yang membawa Hemoglobin. Peningkatan HbA1C >7% seperti yang
dailami Tn S menunjukkan DM yang tidak terkendali (Black & Hawks, 2009)

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


53

Tn S mengalami luka bakar derajat 2 pada kedua telapak kakinya. Hal tersebut
dikarenakan Tn. S tidak dapat merasakan suhu panas yang dipancarkan alat uap
pada kakinya. Sebelum pergi ke sauna dengan harapan dapat sembuh, Tn S sering
merasa kesemutan pada kedua kakinya dan terasa baal. Kondisi yang dialami Tn S
dapat disebabkan karena komplikasi kronis DM yaitu neuropati perifer yang
sering mengani saraf bagian bawah. Menurut Smeltzer & Bare (2008) hal ini
berkaitan dengan mekanisme metabolik dan vaskuler pada penderita DM sehingga
peningkatan kadar glukosa dalam darah menyebabkan demielinisasi saraf.
Kelainan pada selubung myelin menyebabkan hantaran saraf menjadi terganggu.
Kelainan ini mengenai kedua sisi tubuh secara simetris dan dapat meluas ke
bagian proksimal. Gejala awalnya yang dirasaan Tn. S adalah rasa parestesia (rasa
tertusuk-tusuk, kesemutan atau peningkatan kepekaan), kemudian berlanjut kaki
terasa baal (patirasa), serta penurunan sensibilitas terhadap nyeri dan rangsangan
suhu yang membuat Tn. S berisiko mengalami cedera dan infeksi tanpa diketahui.
Rasa mual dan muntah yang terkadang dirasakan Tn S dapat terjadi karena
neuropati otonom pada sistem gastrointestinal, yaitu terjadi perlambatan
pengosongan lambung. Gejala khas berupa mual, kenyang, kembung hingga ingin
muntah. Pada sistem urinarius, penderita DM mengalami gangguan berupa retensi
urin sehingga rentan pula terhadap infeksi saluran kemih. Hal tersebut sesuai
dengan yang dirasakan oleh Tn. S yang sering merasa tidak tuntas ketika buang
air kecil.

4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian Terkait
Perawatan luka bakar derajat II dengan menggunakan madu secara topikal
merupakan intervensi yang dapat dilakukan oleh perawat secara mandiri maupun
berkolaborasi dengan dokter. Luka bakar derajat II menurut Smeltzer & Bare
(2008) adalah luka bakar yang meliputi kerusakan epidermis serta lapisan atas
dermis dan cedera pada bagian dermis yang lebih dalam dengan karakter tampak
merah dan mengalami eksudasi cairan (edema), melepuh, epidermis retak,
permukaan luka basah. Hal ini sesuai dengan luka yang dialami oleh Tn. S,
karakteristiknya adalah seluruh telapak kaki melepuh, kulit bengkak pada bagian
bawah berwarna putih, produksi cairan 50 cc, cairan bening, nampak sebagian

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


54

kulit mengelupas, luka 16cm x 8cm, jaringan epitelisasi dan granulasi belum
nampak, kedalaman luka menembus dermis, terdapat rembesan dan luka tidak
bau.

Perawatan luka pada Tn S berkolaborasi dengan dokter bedah plastik dengan


menggunakan madu secara topikal. Penggunaan madu untuk perawatan luka
karena mempertimbangkan manfaat madu (Putri, 2012) yaitu memiliki
osmolaritas tinggi sehingga mampu menyerap cairan luka dan mempertahankan
kelembaban luka, memiliki sifat antibakteri dengan adanya hidrogen peroksida
namun tidak toksik bagi jaringan karena kandungannya hanya 1mmol/L,
mengandung antioksidan dari vitamin C yang menghambat radikal bebas,
memiliki pH 3,2-4,5 yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri, selain itu
madu juga mudah didapat dan relatif lebih murah.

Proses perawatan luka bakar yang diterapkan kepada Tn. S sesuai dengan metode
dalam Smeltzer & Bare (2008) yang dipadukan dengan prinsip dasar perawatan
luka pada pasien DM menurut Moffat, Martin & Smithdale (2007) dan Milne &
Landry (2003) dalam Kristianto (2011), yaitu sebagai berikut:
a. Pembersihan Luka
Pembersihan dilakukan dengan larutan normal salin. Daerah tubuh yang
tidak terbakar disekitar luka juga dibersihkan untuk mencegah kontaminasi
pada luka. Pada saat proses membersihkan luka, penulis melakukan inspeksi
kondisi luka yang meliputi tanda kemerahan, keretakan maupn tanda-tanda
infeksi. Cairan pada bula dikeluarkan begitu pula bila ada kulit yang lepas
juga harus diangkat dengan mempertahankan teknik aseptik. Hal tersebut
sesuai dengan prinsip perawatan luka DM yaitu menghilangkan jaringan yang
mati untuk mencegah infeksi. Pembersihan luka dilakukan sehari sekali
karena mempertimbangkan efisiensi, meskipun menurut penelitian Dewi,
Sanarto & Taqiyah (2012) menujukkan bahwa proses penggantian balutan
yang terbaik untuk mempercepat proses penyembuhan luka bakar derajat II
dalah 2-3 kali dalam sehari, dibandingkan dengan 2 hari sekali atau sehari
sekali karena kelembaban luka lebih terjamin dan terhindar dari risiko

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


55

infeksi. Sesuai dengan prinsip perawatan luka DM, menjaga kondisi luka
tetap lembab bertujuan juga untuk meningkatkan kemampuan jaringan dalam
proses penyembuhan luka.
b. Terapi Antibiotik Topikal
Terapi antibiotik luka bakar bertujuan untuk mengurangi jumlah bakteri.
Kriteria untuk memilih preparat topikal meliputi: preparat tersebut harus
efektif terhadap mikroorganisme gram negatif bahkan jamur, efektif secara
klinis, dapat menembus skar namun tidak bersifat toksik, cost-effective,
mudah diperoleh dan dapat diterima pasien serta mudah dipakai sehingga
tidak menghabiskan banyak waktu dalam aplikasinya. Preparat yang
diterapkan pada Tn S adalah dengan menggunakan madu, dimana madu juga
dapat memenuhi kriteria pemilihan preparat topikal yang telah disebutkan.
Preparat topikal lain yang sering digunakan adalah silver sulfazidin. Menurut
Handian (2006) madu nectar flora lebih efektif dalam mempercepat
penyembuhan luka bakar derajat II dibandingkan dengan silver sulfadiazine
Penelitian lain oleh Martyarini (2011) menyebutkan bahwa penyembuhan
luka bakar derajat dua dangkal yang diberi madu secara klinis berlangsung
lebih cepat dari yang diberi kasa tulle. Menurut Pramana, Suryani &
Supriyono (2012) menggunakan madu dan NaCl untuk merawat luka lebih
efektif dibanding menggunakan NaCl saja. Penelitian oleh Januarsih dan
Atik (2008) bahwa efek penyembuhan luka dengan madu memberikan
pengaruh yang signifikan. Penggunaan madu juga sejalan dengan prinsip
perawatan luka DM yaitu, mencegah eksudat diproduksi secara berlebihan
agar tidak menghambat proses penyembuhan
c. Proses Penggantian balutan
Balutan luar Tn. S dibuka dengan cara digunting dengan menggunakan
gunting verban. Kassa yang menempel pada luka dapat dilepas tanpa
menimbulkan rasa sakit dengan terlebih dahulu dibasahi dengan normal salin.
Balutan dilepas dengan hati-hati menggunakan sarung tangan steril atau
pinset steril. Langkah selanjutnya adalah pembersihan luka meliputi
debridemen untuk menghilangkan debris, preparat lokal yang tersisa, eksudat
dan kulit mati. Gunting dan pinset steril digunakan untuk memangkas eskar

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


56

dan kulit mati. Pengangkatan jaringan yang sudah mati sesuai dengan prinsip
perawatan luka DM. Selama proses penggantian balutan, kedaan luka
diinspeksi meliputi warna, bau, eksudat, ukuran, tanda reepitelisasi serta
eskar. Proses selanjutnya adalah mengoleskan kembali madu pada luka. Luka
tersebut kemudian ditutup kembali dengan kassa dan dibalut dengan verban
elastik dari sebelah distal ke proksimal. Selanjutnya Tn. S dianjurkan untuk
mengistirahatkan luka agar mencegah kerusakan jaringan.

Aplikasi madu secara topikal pada Tn S terbukti manfaatnya terutama dari segi
berkurangnya produksi pus dan munculnya granulasi. Pus masih diproduksi
hingga hari ke 4 perawatan karena berdasrkan proses penyembuhan luka, pada
masa tersebut sedang berlangsung proses inflamasi. Pada hari berikutnya
berlangsung fase poliferasi yaitu ditandai dengan mulai terbentuknya epitelisasi
dan granulasi. Perkembangan proses penyembuhan luka bakar derajat II pada Tn.
S sebagai berikut:
a. 11 Juni 2013
Berikut ini adalah gambar luka Tn. S pada tanggal 11 Juni 2013. Gambar
Luka di bawah adalah kondisi pada hari kedua setelah kejadian terpapar
suhu panas.

Gambar 4.1 Kondisi Luka Tn. S pada Tanggal 11 Juni 2013

Sumber: dokumentasi pribadi

Berdasarkan gambar terlihat bahwa telapak kaki masih menggembung,


terisi eksudat berwarna jernih 50cc. Sebagian kulit mati saat itu telah

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


57

digunting dan nampak kemerahan di bawah kulit yang sudah digunting.


Luas luka 16 cm x 8 cm, kedalaman hingga dermis, tidak ada jaringan
nekrotik, bau minimal, sensasi masih dirasakan klien dan kulit di sekitar
luka masih nampak lembab. Luka masih memproduksi eksudat karena
masih berada dalam tahap infamasi. Luka tercium sedikit amis namun
bukan bau khas gangren.
b. 12 Juni 2013
Balutan kering, tidak ada rembesan hingga verban elastik, kulit sekitar
luka nampak lembab dan tidak terjadi perluasan luka. Kondisi luka
terdapat 2 insisi untuk mengeluarkan pus. Pus sebelah kanan 50 cc warna
kuning bening, pus sebelah kiri warna kuning bening 10 cc, terdapat
jaringan granulasi kurang lebih berdiameter 4 cm.
c. 13 Juni 2013
Nampak bahwa telapak kaki masih menggembung. Luka tersebut terisi
eksudat berwarna jernih 20cc. Sebagian kulit mati telah digunting dan
nampak epitelisasi dan granulasi. Luas luka 16 cm x 8 cm (tidak
mengalami perluasan), kedalaman hingga dermis, tidak ada jaringan
nekrotik, bau minimal, sensasi masih dirasakan klien dan kulit di sekitar
luka masih nampak lembab.
d. 14 Juni 2013.
Telapak kaki sebagian masih menggembung, namun sebagian juga sudah
mulai mengempis, terisi eksudat berwarna jernih 10cc. Sebagian kulit mati
telah digunting kemarin dan nampak epitelisasi dan granulasi. Luas luka
16 cm x 8 cm, kedalaman hingga dermis, tidak ada jaringan nekrotik, bau
minimal, sensasi masih dirasakan klien dan kulit di sekitar luka masih
nampak lembab.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


58

e. 15 Juni 2013
Berikut ini adalah gambaran luka Tn. S pada tanggal 15 Juni 2013.
Kondisi luka dibawah ini adalah kondisi luka hari keenam setelah paparan
suhu panas yaitu memasuki tahapan proliferasi.

Gambar 4.2 Kondisi Luka Tn. S pada Tanggal 15 Juni 2013

Sumber: dokumentasi pribadi

Berdasarkan gambar tersebut, nampak telapak kaki sudah mulai


mengempis. Luka tersebut masih terisi eksudat berwarna jernih 5 cc di
tungkai kanan, tungkai kiri tidak ada pus. Nampak epitelisasi dan
granulasi pada luka, kedalaman hingga dermis, tidak ada jaringan nekrotik,
bau minimal, sensasi masih dirasakan klien dan kulit di sekitar luka masih
nampak lembab.
f. 17 Juni 2013
Telapak kaki sudah tidak menggembung, tidak ada pus, debridement
sudah dilakukan, nampak epitelisasi dan granulasi. Luas luka 16 cm x 8
cm, kedalaman hingga dermis, tidak ada jaringan nekrotik,tidak rembes,
bau minimal, sensasi masih dirasakan klien dan kulit di sekitar luka masih
nampak lembab.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


59

g. 18 Juni 2013
Nampak epitelisasi dan granulasi. Luas luka 16 cm x 8 cm, kedalaman
hingga dermis, tidak ada jaringan nekrotik,tidak rembes, bau minimal,
sensasi masih dirasakan klien dan kulit di sekitar luka masih nampak
lembab. Berikut ini adalah gambaran luka Tn. S pada tanggal 18 Juni
2013.

Gambar 4.3 Kondisi Luka Tn. S pada Tanggal 18 Juni 2013

Sumber: dokumentasi pribadi

Terdapat beberapa masalah yang ditemui penulis dalam penerapan implementasi


keperawatan. Salah satu diantaranya adalah kurang memanfaatkan media secara
maksimal dalam memberikan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan hanya
dilakukan secara lisan kemudiaan dievaluasi dengan cara menanyakan kembali
atau meminta klien untuk memperaktikkan ulang hal telah diajarkan. Pendidikan
kesehatan yang diberikan oleh penulis kepada klien juga tidak terjadwal dengan
baik, mengikuti keinginan klien dan tidak dilakukan kontrak waktu dengan baik.
Setelah diberikan pendidikan kesehatan, klien dapat menjawab pertanyaan dari
penulis karena klien tidak mengalami gangguan kognitif. Klien dapat
mempraktikkan dengan baik teknik nafas dalam, distraksi dan cara menyuntikkan
insulin. Penulis juga mengalami hambatan terkait manajemen waktu dalam proses
penggantian balutan luka sehingga masih perlu bantuan dari perawat ruangan

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


60

maupun mahasiswa lain agar dapat mempercepat proses penggantian balutan luka.
Terkadang penulis juga mengalami hambatan berupa keterbatasan set steril,
sehingga dengan set steril yang tersedia diaharapkan dapat dipertahankan
kesterilannya. Penulis juga tidak setiap hari melakukan perawatan luka, karena
pada waktu-waktu tertentu perawatan luka dilakukan oleh dokter bedah plastik,
namun perawat tetap menjadi asisten. Saat pertama kali mengaplikasikan madu
pada luka, penulis masih mengalami kesulitan karena madu masih berceceran dan
masih bingung untuk mengaplikasikan madu secara tepat, namun dengan
bimbingan perawat ruangan dan mengobservasi cara yang dilakukan dokter bedah
plastik, pada akhirnya penulis dapat mengaplikasikan madu dengan cukup baik
pada luka. Dalam memperkirakan jumlah eksudat awalnya penulis juga
mengalami hambatan.

4.4 Alternatif Solusi yang dapat dilakukan


Menurut Basuki (1999) ada beberapa topik yang dapat dijadwalkan untuk
memberikan pendidikan kesehatan yaitu:
a. Pada hari pertama dapat diberikan pengetahuan dasar mengenai diabetes
yag meliputi: patofiologi sederhana, gejala diabetes, komplikasi dan cara
pemeriksaan glukosa darah dan urin. Setelah itu dilakukan kontrak waktu
dan kesepakatan untuk pertemuan berikutnya.
b. Pertemuan berikutnya dapat dibahas mengenai evaluasi pertemuan
sebelumnya, cara mengurangi berat badan, pengenalan diet dan kelompok
makanan pengganti dan perencanaan makan bagi pasien diabetes yang
gemuk atau kurus. Selanjutnya ditentukan topik untuk pertemuan ketiga.
c. Pertemuan Ketiga dapat membahas mengenai evaluasi pertemuan
sebelumnya, perawatan kaki, senam kaki dan cara perawatan luka yang
dapat dilakukan di rumah.
Penetapan tema yang dibahas setiap pertemuan dapat pula disesuaikan dengan
keinginan pasien dan kesiapan pasien untuk belajar.

Mengenai aplikasi madu secara topikal, beberapa cara yang dapat dipakai saat
merawat luka dengan terapi madu (Molan,2001) adalah sebagai berikut:

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


61

a. Menggunakan jumlah madu sesuai dengan jumlah cairan atau eksudat


yang keluar dari luka.
b. Frekuensi mengganti balutan tergantung pada cepatnya madu terlarut
dengan eksudat luka. Jika tidak ada cairan luka, balutan dapat diganti dua
kali seminggu supaya komponen antibakteri yang terkandung di dalam
madu dapat terserap ke dalam jaringan luka.
c. Jika madu digunakan langsung pada luka, madu akan meleleh sehingga
keluar area luka. Hal ini tidak akan efektif untuk merangsang proses
penyembuhan luka. Maka gunakan second dressing yang bersifat
menyerap cairan, misalnya kassa.
e. Gunakan balutan yang bersifat "oklusif", yaitu balutan yang menutup
semua permukaan luka untuk mencegah madu meleleh keluar dari area
luka.
f. Pada cairan luka yang sedang, sebaiknya gunakan transparent film sebagai
second dressing.
g. Pada abses (nanah) dan undermining (luka berkantong), perlu lebih banyak
madu untuk mencapai jaringan di dalamnya. Dasar luka harus diisi dengan
madu sebelum ditutup dengan second dressing seperti kasa atau dressing
pad lainnya.
h. Untuk memasukkan madu pada luka berkantong, sebaiknya menggunakan
kasa atau dressing pad sehingga kerja kandungan madu lebih efektif.

Untuk memperkirakan jumlah eksudat yang diproduksi, penulis melakukan


percobaan dengan selambar kassa ukuran sedang yang biasa digunakan untuk
menutup balutan dan mengalirkan air menggunakan spuit 10 cc untuk membasahi
kassa tersebut. Hasilnya adalah 1 lembar kassa ukuran sedang dapat menampung
10 cc eksudat. Penulis menghitung jumlah kassa yang mendapat rembesan dari
eksudat sehingga dapat memperkirakan jumlah eksudat yang diproduksi.

Untuk mencegah madu merembes keluar dari luka penulis menggunakan lapisan
kassa yang agak tebal, dan menutup seluruh telapak kaki dengan kassa gulung dan
elastic verban. Dengan cara seperti itu, diharapkan madu tidak merembes keluar,

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


62

balutan tidak terkontaminasi kotoran dari luar dan luka tidak didatangi oleh
serangga seperti semut. Namun, kelemahannya adalah penggunaan kassa juga
menjadi lebih boros.

Balutan diganti sehari sekali karena masih terdapat eksudat. Penggantian balutan
setiap hari pada luka yang masih terdapat eksudat diharapkan dapat mempercepat
proses penyembuhan luka, karena madu akan segera terlarut dengan eksudat dan
eksudat pun dapat terserap dengan baik pada kassa. Frekuensi penggantian balutan
pada luka yang menggunakan madu sebagai terapi topikal juga mempengaruhi
proses penyembuhan luka (Dewi, Sanarto & Taqiyah, 2012) dan tergantung dari
cepatnya madu terlarut pada eksudat (Molan, 2001). Selain itu, frekuensi
penggantian balutan juga dapat mempertimbangkan aspek efisiensi.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada klien dengan DM tipe
II dan luka bakar derajat II didapatkan hasil antara lain faktor risiko DM Tn S
meliputi keturunan, usia dan gaya hidup yang kurang olahraga serta pola makan
yang berlebihan. Luka bakar derajat II yang dialami oleh Tn S disebabkan karena
terpajan uap panas dalam waktu lama. Masalah keperawatan yang muncul pada
Tn S adalah kerusakan integritas kulit, nyeri akut dan risiko ketidakstabilan kadar
glukosa darah. Implementasi yang sudah dilakukan meliputi perawatan luka
dengan madu, manajemen nyeri dan penatalaksanaan diabetes mellitus yang
meliputi: diet, pemantauan kadar glukosa darah melalui kurva gula darah harian,
dan pendidikan kesehatan. Aplikasi madu secara topikal pada Tn S terbukti
manfaatnya terutama dari segi berkurangnya produksi pus dan munculnya
granulasi

1.2 Saran
Bagi Penulis diharapkan dapat:
a. Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan dalam pemberian asuhan
keperawatan pada klien DM, terutama dengan luka.
b. Senantiasa meningkatkan semangat belajar dan critical thingking sehingga
dapat terus mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan menerapkan
inovasi di bidang keperawatan.
Bagi Masyarakat perkotaan diharapkan dapat:
a. Meningkatkan pengetahuan mengenai diabetes mellitus meliputi definisi,
faktor risiko jenis, manifestasi klinis, dan komplikasinya
b. Menjauhkan diri dari kebiasaan hidup yang berisiko menimbulkan penyakit
DM, terutama DM tipe 2 seperti kurang berolahraga dan makan secara
berlebihan.

63 Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


64

Bagi Instansi Rumah Sakit


a. meningkatkan pelayanan keperawatan khususnya pada klien DM dalam
upaya pencegahan komplikasi
b. mendukung penelitian serta pengembangan ilmu pengetahuan sehingga dapat
tercipta kualitas pelayanan asuhan keperawatan yang lebih baik di rumah
sakit
c. mendukung penerapan asuhan keperawatan berdasarkan evidence based
nursing.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


DAFTAR PUSTAKA

American diabetes association .(2013, January). Position statement: Standards of


medical care in diabetes 2013. Diabetes Care, Vol.36 (Suppl.l), 11-61. 26
Juni 2013. http://care.diabetesjourmals.org.

Arifin, Zaenal. (2011). Hubungan kualitas tidur dengan kadar glukosa darah
pasien diabetes mellitus tipe 2 di rumah sakit umum proponsi nusa
tenggara barat. Tesis tidak diterbitkan. Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia, Depok, Indonesia.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan, Republik


Indonesia. (2008). Riset kesehatan dasar 2007. Laporan Nasional 2007.
Jakarta: Author.

Basuki, E.(1999). Penyuluhan Diabetes Mellitus. Dalam Pusat Diabetes dan Lipid
RSUP Nasional Dr. Ciptomangunkusumo FK UI. Penatalaksanaan
Diabetes Mellitus Terpadu. (cetakan Pertama, halaman 111-125). Jakarta:
Balai Penerbit FKUI

Black, Joyce M. & Hawks, Jane H. 2009. Medical surgical nursing: Clinical
manajemen for positive outcomes. (8th edition). St.Louis Missouri:
Saunders.

Brooker, Christine.(2001). Kamus Saku Keperawatan. Jakarta: EGC.

Bryant, Ruth A & Nix, Denise P. ( 2007). Acute and chronic wound: Current
management concepts. (3rd edition). St. Louis Missouri: Mosby Elsevier.

Cooper, Rose. (2004). A review of the evidence for the use of topical
antimicrobial agents in wound care. 29 Juni 2013.
http://www.worldwidewounds.com/2004/february/Cooper/Topical-
Antimicrobial-Agents.html.

Dewi, D., Sanarto & Taqiyah, Barotut. (2012). Pengaruh frekuensi perawatan
luka bakar derajat II dengan madu nectar flora terhadap lama
penyembuhan luka. 26 Juni 2013.
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/keperawatan/article/viewFile/628/648
_umm_scientific_journal.pdf.

Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian pasien. (ed.3). Jakarta: EGC.

Dunning, T. (2009). Care of people with diabetes: A manual of nursing practice.


(Third Edition). Chicester. West Sussex: Wiley-Blackwell. Blackwell
publishing Ltd.

65 Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


66

Handian, F.I. (2006). Efektifitas perawatan menggunakan madu nectar flora


dibandingkan dengan silver sulfadiazine terhadap penyembuhan luka
bakar derajat II terinfeksi pada marmot. 28 Juni 2013.
http://elibrary.ub.ac.id/bitstream/123456789/18013/1/Efektivitas-
Perawatan-Menggunakan-Madu-Nektar-Flora-Dibandingkan-Dengan-
Silver-Sulfadiazine-Terhadap-Penyembuhan-Luka-Bakar-Derajat-II-
Terinfeksi-Pada-Marmut..pdf.

Handayani. 2012. Modifikasi gaya hidup dan intervensi farmakologis dini untuk
pencegahan penyakit diabetes mellitus tipe 2. Jurnal Media Gizi
Masyarakat Indonesia, Vol. 1, No. 2, Februari 2012: 65-70.

Herdman, T.H. (2012) (Ed.). Nanda Internasional nursing diagnoses: definition &
Classification, 2012-2014. Oxford: Wiley-Blackwell.

Holt, Richard, I.G., Cockram, Clive., Flyvbjerg, Allan & Goldstein, Barry
J.(2010). Textbook of diabetes. (Fourth edition). Chicester. West Sussex :
Wiley-Blackwel. A John eilwy & Sons, ltd.

Juliano, Joseph. (1998). When diabetes complicates your life: Controlling


diabetes and related complications. New York: Wiley & Sons, Inc.

Kementrian Kesehatan RI. (2012). Tahun 2030 prevalensi diabetes mellitus di


Indonesia mencapai 21,3 juta orang. 27 Juni 2013.
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/414-tahun-2030-
prevalensi-diabetes-melitus-di-indonesia-mencapai-213-juta-orang.html.

Kristianto, Heri. (2010). Perbandingan perawatan luka teknik modern dan


konvensional terhadap transforming growth factor ( β1) dan respon nyeri
pada luka diabetes mellitus. Tesis tidak diterbitkan. Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia, Depok, Indonesia.

Lewis, D.L., Heitkemper, M.M., O’Brien, P.G., & Bucher, L. (2007) . Medical
surgical nursing: Assesment and management of clinical problems.
Volume 2. St. Louis Missouri: Mosby Elsevier.

Matyarini, Shazita Adiba. (2011). Efek madu dalam proses epitelisasi luka bakar
derajat II dangkal. Skripsi. 27 Juni 2013.
http://eprints.undip.ac.id/37300/1/Shazita.pdf .

Molan, Peter Charles. (2001). Honey as topical agent. 28 Juni 2013.


http://www.worldwidewounds.com/2001/november/Molan/honey-as-
topical-agent.html.

Nies, Mary A. and Mc Ewen, Melanie. 2007. Community/public health nursing


promoting the health of populations. 4th edition. St. Louis: Saunders.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


67

Saptiningsih, Monica. (2012). Determinan infeksi saluran kemih pasien diabetes


mellitus permpuan di rsb bandung. Tesis tidak diterbitkan. Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia, Depok, Indonesia.

Sinaga, Merlyn., Hiswani & Jemadi. (2011). Karakteristik penderita diabetes


mellitus dengan komplikasi yang dirawat inap di rumah sakit vita insani
pematangsiantar tahun 2011.27 Juni 2013.
jurnal.usu.ac.id/index.php/gkre/article/.../510/43.

Smeltzer, S & Bare, B.G. (2008). Brunner & suddarth’s textbook of medical
surgical nursing. Philadelpia: Lippincot.

Pramana, R.E., Suryani, M. & Supriyono, M.( 2012). Efektifitas pengobatan


madu alami terhadap penyembuhan luka infeksi kaki diabetic (ikd) studi
kasus di puskesmas bangetayu dan puskesmas genuk semarang. 27 Juni
2013. ejournal.stikestelogorejo.ac.id/index.php/.../97/124.

Price, Sylvia A & Wilson, Lorraine. (2006). Patofisiologi: Konsep klinis proses-
proses penyakit (Brahm U. Pendit, Huriawati Hartanto, Pita Wulansari &
Dewi Asih Mahanani, Penerjemah). Jakarta: EGC.

Putri, R. H. (2012). Keistimewaan madu sebagai obat luka. 29 Juni 2013.


http://www.perawatluka.com/keistimewaan-madu-sebagai-obat-luka.

Sejarah Perkembangan RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad. (n.d.). 28 Juni 2013.


http://rspadgs.net/index.php/page/2.

Selayang Pandang RSPAD Gatot Soebroto.(n.d.). 28 Juni 2013.


http://www.rspadgatsu.com/profil.php.

Stanhope, Marcia & Lancaster, Jeanette.(2004). Community & public health


nursing.(Sixth edition). Mosby: New Jersey.

Visi & Misi RSPAD Gatot Soebroto. (n.d.). 28 Juni 2013.


http://www.rspadgatsu.com/visimisi.php.

Wilkinson, Judith M & Ahern, Nancy R. (2009). Buku saku diagnosis


keperawatan: Diagnosis nanda, intervensi nic, kriteria hasil noc (Esty
Wahyuningsih, Penerjemah). (Edisi 9). Jakarta: EGC.

Universitas Indonesia

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 1

ANALISIS DATA

Data Diagnosis Keperawatan

DS: Kerusakan integritas kulit:


combustion derajat II
Klien mengatakan telapak kaki dan tangan
berhubungan dengan
merasa kebas dan merasa nyaman ketika diuap
neuropati sekunder terhadap
di sauna. Klien tidak menyadari bahwa
paparan panas.
suhunya terlalu panas, setelah pulang ke rumah
klien baru merasakan kakiknya melepuh dan
terasa nyeri. Klien mengatakan memiliki sakit
DM sejak 8 tahun lalu akibat pola makannya
yang sembarangan

DO:

Terdapat luka bakar derajat II di kedua telapak


kakinya. Seluruh telapak kaki melepuh, kulit
bengkak pada bagian bawah berwarna putih,
produksi cairan 50 cc, cairan bening, nampak
sebagian kulit mengelupas, luka 16cmx8 cm,
jaringan epitelisasi dan granulasi belum
nampak, kedalaman luka menembus dermis,
rembesan (+), luka tidak bau. leukosit 8.400
(10 jun 13), procalcitonin 138, 44 µg/ml (19 juni
2013)

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 1: Lanjutan

Data Diagnosis Keperawatan

DS:Klien mengatakan kedua kakinya nyeri Nyeri akut berhubungan


berdenyut, saat istirahat nyeri masih dirasakan dnegan cedera (luka bakar
skala 4, saat digerakkan atau ganti balutan, derajat II)
nyeri dirasakan skala 6. Nyeri sering muncul,
seperti berdenyut danmenusuk namun tidak
menjalar, durasi selama 5 detik.

DO:Klien nampak mengerutkan muka,


meringis, melindungi area yang sakit,
membatasi gerak, melaporkan nyeri secara
verbal, TD= 140/90 mmHg, N= 78x /menit,
pernafasan= 18x/menit, suhu=36,8 C

DS: Klein mengatakan sebelum masuk rumah Risiko ketidakseimbangan


sakit makannya tidak terkontrol, klien jarang kadar glukosa darah
memeriksakan kadar glukosa darahnya ke berhubungan dengan
pelayanan kesehatan, klien tidak rutin minum resistensi insulin
obat untuk DM, tidak menggunakan insulin,
klien tidak mengetahui bagaimana diet untuk
DM

DO:GDS 13 juni 2013 289 mg/dL, 300 mg/dL,


184 mg/dL. TB= 168 cm, BB=74 kg,
IMT=26,42 (overwheight). Kadang merasa
mual namun tetap berusaha menghabiskan
makan, makan selalu habis ¾-1 porsi makanan
dari rumah sakit. Pemeriksaan biokimia: HB:
10,9 g/dL (10 jun 13) albumin 2,9 gr/dL,
globulin 2,2 g/dl (19 juni 2013),

HBA1C 9,5%

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 2

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO Diagnosa Tujuan dan Intervensi keperawatan dan rasional


keperawatan kriteria hasil
1. Kerusakan Setelah Mandiri
Integritas dilakukan a. Lakukan cuci tangan sebelum
Kulit: tindakan tindakan: mencegah infeksi
combustion keperawatan nosokomial
derajat II selama 10 x 24
berhubungan jam tidak terjadi b. Kaji karakteristik luka meliputi
dengan kerusaan lokasi, luas, kedalaman, ada
neuropati integritas kulit tidaknya eksudat (kekentalan,
sekunder dengan kriteria: warna dan bau), ada atau tidaknya
terhadap Tidak terjadi granulasi dan epitelisasi, ada atau
tanda dan tidaknya jaringan nekrotik, ada atau
paparan
gejala infeksi tidaknya tanda infeksi setempat
panas. (nyeri saat palpasi, edema, hangat,
(suhu tubuh
antara 36- bau busuk, eskar dan eksudat), ada
37,5 0C, atau tidaknya perluasan luka ke
Definisi: jaringan sekitar atau jaringan di
eksudat tidak
ada, tidak bawah kulit : untuk mengetahui
Perubahan
ada adanya proses penyembuhan luka,
epidermis dan mendeteksi secara dini adanya
pembengkak
dermis infeksi dan perluasan luka.
an, tidak
(NANDA, terjadi
2012-2014) perluasan c. Anjurkan klien untuk merubah
luka) posisi minimal tiap 2 jam sekali:
Terjadi untuk mencegah masalah baru yaitu
proses timbulnya ulkus dekubitus
penyembuha
n luka d. Pertahankan daerah sekitar luka dan
sekunder balutan luka terbebas dari drainase
(nampak dan kelembaban: untuk mencegah
pengelupasa balutan luka menjadi tempat
kulit mati, bertumbuhnya bakteri karena
terdapat kondisi yang lembab.
epitelisasi,
terdapat e. Lakukan perawatan luka dengan
granulasi, teknik aseptic, bersihkan dengan
tidak ada NaCL 0,9%dan oleskan madu
lepuh) secara topikal kemudian tutup
Tidak terjadi kembali balutan. : madu berguna
nekrosis: bau untuk mencegah pertumbuhan
luka bakteri, menyerap eksudat
minimal, memberikan nutrisi sehingga
sensasi mempercepat proses penyembuhan

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 2

dirasakan luka.
klien, tidak
ada jaringan f. Tinggikan tungkai 30 derajat: untuk
kehitaman. melancarkan aliran balik darah dan
Kulit mencegah edema tungkai
disekitar
luka terjaga g. Massase dan jaga kelembaban kulit
kelembabany di sekitar luka: untuk memperlancar
a sirkulasi
Kolaborasi

h. Kolaborasi dalam pemberian obat


antobiotik: untuk menekan
pertumbuhan bakteri

i. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk


pemenuhan nutrisi adekuat meliputi
protein, mineral, kalori dan
vitamin: nutrisi yang adekuat dapat
membantu proses penyembuhan
luka.

j. Pantau kadar leukoait melalui


pemeriksaan laboratoriun. : untuk
mengetahui tanda infeksi, kadar
leokosit yang meningkat
menunjukka adalnya proses infeksi
dalam tubuh.

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 2: Lanjutan

No Diagnosis Tujuan dan Intervensi


Keperawatan Kriteria Hasil
2. Nyeri akut Setelah Mandiri
berhubungan dilakukan a. Monitor keluhan nyeri, skala nyeri,
dengan cedera tindakan karakteristik nyeri dan tanda-tanda
(combustion keperawatan vital: gejala nyeri merupakan
indikator infeksi
grade II) selama 7 x 24
jam nyeri dapat
b. Pertahankan tirah baring ketika
Definisi: berkurang atau klien merasa nyeri: untuk
pengalaman hilang, dengan Mengurangi nyeri yang ada
sensori dan kriteria:
emosi yang Skala nyeri c. Berikan teknik kenyamanan,
tidak berkurang relaksasi napas dalam dan teknik
menyenangkan menjadi 2 distraksi pada aktifitas: untuk
akibat Klien tidak membuat klien merasa rileks dan
meringis mengalihkan fokus perhatian bukan
kerusakan
kesakitan pada nyeri.
jaringan yang saat
berlangsung penggantian d. Berikan informasi mengenai
selama kurang balutan penyebab nyeri (penyebab, berapa
dari 6 bulan Tidak ada lama akan berlangsung dan cara
(NANDA, ekspresi mengurangi nyeri): untuk
2012-2014) gelisah dan membantu klien lebih siap
tegang engantisipasi nyeri.
Klein dapat
menunjukka
n Kolaborasi
pengendalian
nyeri dengan a. Kolaborasi dalam pemberian
nafas dalam analgesik, misal tramadol
Tanda-tanda
vital normal
TD 120-130
mmHg/ 80-
90 mmHg,
RR 15-20
x/menit,
suhu 36-37,5
C, Nadi 70-
120 x/ menit

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 2: Lanjutan

No Diagnosis Tujuan dan Intervensi


Keperawatan Kriteria Hasil
3. Risiko Setelah Mandiri
ketidakstabilan dilakukan a. Kaji faktor yang dapat
kadar gukosa tindakan meningkatkan risiko
darah keperawatan ketidakseimbangan kadarglukosa
darah.
berhubungan selama 7 x 24
dengan jam tidak terjadi
b. Pantau kadar glukosa darah: untuk
resistensi ketidakstabilan mengetahui kurva harian gula darah
insulin kadar glukosa
darah dengan c. Pantau asupan dan haluaran: untuk
Definisi: risiko criteria: mengetahui bahwa klien sudah
terjadi variasi Kadar mematuhi program diet.
kadar glukosa glukosa
darah dari darah dalam d. Pantau gejala hipoglikemi: untuk
rentan g normal rentang 60- deteksi dini dan mencegah
300 mg/dL komplikasi
(NANDA,
Tidak terjadi
2012-2014) tanda dan e. Pantau adanya gejala hiperglikemi:
gejala untuk deteksi dini dan mencegah
hipoglikemia komplikasi
(gukosa
serum <60 f. Beri informasi mengenai diabetes
mg/dL, mellitus dan penatalaksanaan
pucat, selama di rumah sakit: untuk
takikardi, meningkatkan kepatuhan klien
diaphoresis,
gugup, g. Beri informasi mengenai penerapan
penglihatan diet dan terapi obat maupun insulin
kabur, dan cara penyuntikannya: untuk
menggigil, meningkatkan kepatuhan klien
konfusi.
Tidak terjadi
h. Beri informasi mengenai
tanda dan
pemantauan secara mandiri kadar
gejala
glukosa darahkungan aman
hiperglikemi
a ( glukosa
serum >300 Kolaborasi
mg/dL ,
nafas bau i. Lapor dokter jika terjadi tanda dan
aseton, keton gejala hipoglikemi maupun
plasma hiperglikemi
positif, sakit
kepala, j. Kolaborasi dalam pemberian
penglihatan insulin
kabur, mual,

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 2: Lanjutan

muntah,
poliuria,
kelemaha,
letargi,
takikardi,
nafas
kusmaull)
Klien
mematuhi
program diet
yang telah
ditentukan
Klien dapat
menyebutka
n tanda dan
gejala
hipoglikemia
dan
hiperglikemi
a
Klien
mematuhi
prosedur
pemeriksaan
gula darah

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 3

CATATAN PERKEMBANGAN

a. 11 juni 2013
Diagnosa Evaluasi
Waktu Implementasi
keperawatan
10.00 Kerusakan Integritas 1. Menganjurkan S : Klien mengatakan
kulit. klien untuk selalu menghabiskan
menjaga balutan makanan dari rumah
luka tetap kering
sakit, klien mengatakan
2. Mencuci tangan
sebelum akan menjaga luka
melakukan tetap kering
tindakan O : telapak kaki masih
3. Mengkaji kondisi menggembung,
luka terisi eksudat
4. Melakukan berwarna jernih
perawatan luka
50cc. Sebagian
dengan NaCl dan
madu. kulit mati telah
5. Meninggikan digunting dan
tungkai 30 nampak
derajat kemerahan di
6. Kolaborasi bawah kulit yang
antibiotic sudah digunting.
7. Kolaborasi ahli
Luas luka 16 cm x
gizi
8 cm, kedalaman
hingga dermis,
tidak ada jaringan
nekrotik, bau
minimal, sensasi
masih dirasakan
klien dan kulit di
sekitar luka masih
nampak lembab.
A : Masalah kerusakan
integritas kulit
belum teratasi
P : memastikan balutan
luka tidak basah dan
terkontaminasi,
mengkaji kondisi luka,
merawat luka dengan
madu, massase tungkai,

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 3

kolaborasi antibiotic,
kolaborasi ahli gizi.

10.00 Nyeri akut 1. Monitor tanda- S : Klien mengatakan


tanda vital nyeri skala 2
2. Mengajarkan O : - TD 150/90
nafas dalam
mmHg, nadi 78
3. Menganjurkan
klien untuk x/mnt, RR 20
melaporkan nyeri x/mnt, suhu 35,8
o
4. Menganjurkan C,
klien - Wajah tidak
meminimalisasi meringis, tidak
gerakan untuk nampak tegang
mengurangi nyeri dan gelisah, dapat
5. Kolaborasi RL + melakukan nafas
tramadol / 8 jam dalam.
A : Masalah nyeri
teratasi

P : - monitor TTV

- Pantau keluhan
nyeri
- ciptakan
lingkungan yang
aman bagi klien
- mengajarkan
distraksi pada
kegiatan.
12.00 Risiko 1. KGDH senin- S: klien mengatakan
ketidakseimbangan kamis makan habis 1 porsi
glukosa darah 2. Memberikan dana makana selingan
informasi
dari rumah sakit juga
mengenai
diabetes mellitus sudah dimakan, minum
3. Menganjurkan pagi ini 750cc, sudah
klein untuk BAK 2 kali
mematuhi diet di O: GDS 271 mg/dL
rumah sakit -novorapid 9 unit
4. Kolaborasi Diet DM 1700kalori
dengan ahli gizi
Tanda hipoglikemi
5. Kolaborasi
dnegan dokter> tidak terjadi
injeksi novorapid Tanda hiperglikemi
sleeding scale tidak terjadi
kelipatan 3 A: masalah risiko
ketidakseimbangan

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 3

kadar glukosa darah


masih terjadi
P: memotivasi untuk
mematuhi diet dari
rumah sakit, KGDH
senin-kamis, monitor
tanda hipoglikemi dan
hiperglikemi,
memberikan kolaborasi
novorapid segera
sebelum makan,
kolaborasi ahli gizi,
kolaborasi dokter.

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 3: Lamjutan

b. 12 juni 2013
Diagnosa Evaluasi
Waktu Implementasi
keperawatan
16.00 Kerusakan Integritas 1. Mengecak S : Klien mengatakan
kulit. kembali kondisi tadi ke kamar mandi
baluta. sudah memakai sandal
2. Menganjurkan
dan ditutup plastic
klien untuk
menjaga balutan O: nampak luka
luka tetap kering combustion derajat II
3. Menganjurkan yang ditutup kassa dana
klien merubah perban elastic. Balutan
posisi secra kering, tidak ada
perlahan rembes , kulit sekitar
4. Member massase
luka nampak lembab.
5. Kolaborasi
ceftazidine Tadi pagi telah
dilakukan penggantian
balutan oleh perawat
dinas pagi. Kondisi
luka terdapat 2 insisi
untuk mengeluarkan
pus. Pus sebelah kanan
50 cc warna kuning
bening, pus sebelah kiri
warna kuning bening
10 cc, terdapat jaringan
granulasi kurang lebih
berdiameter 4 cm.
leukosit 15630
A : Masalah kerusakan
integritas kulit
belum teratasi
P : memastikan balutan
luka tidak basar dan
terkontaminasi,
mengkaji kondisi luka,
merawat luka dengan
madu, massase tungkai,
kolaborasi antibiotic,
kolaborasi ahli gizi.

18.00 Risiko 1. Motivasi S: klien mengatakan


klienmenghabiska

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 3: Lamjutan

ketidakseimbangan n makan makan habis 1 porsi,


glukosa darah 2. Menganjurkan tadi sedikit lemas
klien untuk O:Ku lemah, kesadaran
mematuhi
CM, minum 1liter sejak
kembali diit
rumah sakit siang, belum buang air
3. Memberikan kecil. HB 11,6
informasi Diet DM 1700kalori
pentingnya Tanda hipoglikemi
mematuhi diit tidak terjadi
4. Kolaborasi Tanda hiperglikemi
novorapid 14 unit
tidak terjadi
5. Melakukan
pengecekan GDS A: masalah risiko
ketidakseimbangan
kadar glukosa darah
masih terjadi
P: memotivasi untuk
mematuhi diet dari
rumah sakit dan tidak
makan makanan dari
luar rumah sakit,
KGDH senin-kamis,
monitor tanda
hipoglikemi dan
hiperglikemi,
memberikan kolaborasi
novorapid segera
sebelum makan,
kolaborasi ahli gizi,
kolaborasi dokter.

19.00 Nyeri akut 1. Monitor tanda- S : Klien mengatakan


tanda vital nyeri skala 2
2. Monitor skala O : - TD 140/80
nyeri
mmHg, nadi 84
3. Menciptakan
suasana nyaman x/mnt, RR 20
bagi klien: x/mnt, suhu 36
o
menyalakan AC C,
agar ruangan - Wajah tidak
tidak panas meringis, tidak
4. Mengevaluasi nampak tegang
teknik nafas dan gelisah, dapat
dalam melakukan nafas
5. Kolaborasi RL + dalam.

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 3: Lamjutan

tramadol / 8 jam A : Masalah nyeri


teratasi

P : - monitor TTV

- Pantau keluhan
nyeri
- ciptakan
lingkungan yang
aman bagi klien
- mengajarkan
distraksi
- anjurkan klien
melaporkan nyeri.

c.13juni 2013

Diagnosa Evaluasi
Waktu Implementasi
keperawatan
10.00 Kerusakan Integritas 1. Mencuci tangan S : klien mengatakan
kulit. sebelum akan menjaga luka tetap
melakukan kering
tindakan
O : telapak kaki masih
2. Mengkaji
kondisi luka menggembung,
3. Melakukan terisi eksudat
perawatan luka berwarna jernih
dengan 20cc. Sebagian
membersihkan kulit mati telah
dengan NaCL digunting dan
dan mengoleskan
nampak epitelisasi
madu.
4. Meninggikan dan granulasi. Luas
tungkai 30 luka 16 cm x 8 cm,
derajat kedalaman hingga
8. Kolaborasi dermis, tidak ada
antibiotic dan jaringan nekrotik,
rantin bau minimal,
9. Kolaborasi ahli
sensasi masih
gizi
dirasakan klien
dan kulit di sekitar
luka masih nampak
lembab. Leukosit
15630
A : Masalah kerusakan

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 3: Lamjutan

integritas kulit
belum teratasi
P : memastikan balutan
luka tidak basah dan
terkontaminasi,
mengkaji kondisi luka,
merawat luka dengan
madu, massase tungkai,
kolaborasi antibiotic,
kolaborasi ahli gizi.

10.00 Nyeri akut 1. Monitor tanda- S : Klien mengatakan


tanda vital nyeri skala 3,klien
2. Mengevaluasi mengerti mengenai
nafas dalam dan
penyebab nyeri dan
menganjurkan
klien untuk focus pencetusnya.
pada O : - TD 150/80 mmHg,
aktifitas(misal nadi 88 x/mnt, RR
mendengarkan 20 x/mnt, suhu
musik) 36,7 oC,
3. Memberikan - Wajah tidak
informasi meringis, tidak
mengenai nampak tegang dan
penyebab nyeri gelisah, dapat
4. Menganjurkan melakukan nafas
klien untuk dalam sambil
melaporkan nyeri mendengarkan
5. Kolaborasi RL + musik
tramadol / 8 jam A : Masalah nyeri belum

P : - monitor TTV

- Pantau keluhan
nyeri
- ciptakan
lingkungan yang
nyaman bagi klien
- menganjurkan
distraksi pada
kegiatan.
- Terapi kolaborasi
dilanjutkan
12.00 Risiko 1. Mengambil S: klien mengatakan
ketidakseimbangan sampel darah makan habis 1 porsi ,
glukosa darah vena untuk tidak makan makanan
KGDH senin-

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 3: Lamjutan

kamis dari luar rumah sakit.


2. Memberikan Klien dapat
informasi menyebutkan kembali
mengenai
pentingnya pemantauan
pemantauan
glukosa darah kadar glukosa darah
3. Menganjurkan O: KGDH: 289,300, 184
klein untuk -novorapid 18-16-18
mematuhi diet di unit
rumah sakit dan Diet DM 1700kalori
tidak makan Tanda hipoglikemi tidak
makanan dari
terjadi
luar rumah sakit
4. Kolaborasi Tanda hiperglikemi
dengan ahli gizi tidak terjadi
5. Kolaborasi A: masalah risiko
dengan dokter> ketidakseimbangan
injeksi kadar glukosa darah
novorapid 16 masih terjadi
unit
P: memotivasi untuk
mematuhi diet dari
rumah sakit, KGDH
senin-kamis, monitor
tanda hipoglikemi dan
hiperglikemi,
memberikan kolaborasi
novorapid segera
sebelum makan,
kolaborasi ahli gizi,
kolaborasi dokter.

d.14Juni 2013
Diagnosa Evaluasi
Waktu Implementasi
keperawatan
10.00 Kerusakan Integritas 1. Kolaborasi S : klien mengatakan
kulit. perawatan luka akan menjaga luka
dengan dokter tetap kering
bedah plastic
O : telapak kaki masih
2. Mengkaji kondisi
luka menggembung,
3. Meninggikan namun sudah
tungkai 30 derajat mulai
4. Kembali mengempis,

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 3: Lamjutan

mengingatkan terisi eksudat


klien untuk berwarna jernih
menjaga balutan 10cc. Sebagian
tetap kering
kulit mati telah
5. Kolaborasi
antibiotic dan digunting dan
rantin nampak
6. Kolaborasi ahli epitelisasi dan
gizi granulasi. Luas
luka 16 cm x 8
cm, kedalaman
hingga dermis,
tidak ada
jaringan
nekrotik, bau
minimal, sensasi
masih dirasakan
klien dan kulit di
sekitar luka
masih nampak
lembab.
A : Masalah kerusakan
integritas kulit
belum teratasi
P : memastikan
balutan luka tidak
basah dan
terkontaminasi,
mengkaji kondisi luka,
merawat luka dengan
madu, massase
tungkai, kolaborasi
antibiotic, kolaborasi
ahli gizi.

10.00 Nyeri akut 1. Monitor tanda- S : Klien mengatakan


tanda vital nyeri skala 4 durasi
2. Mengevaluasi selama 30 detik
nafas dalam dan
O : - TD 140/80
menganjurkan
klien untuk focus mmHg, nadi 88
pada x/mnt, RR 20
aktifitas(misal x/mnt, suhu 37,2
o
membaca buku) C,

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 3: Lamjutan

3. Menganjurkan - Wajah tidak


klien untuk meringis, tidak
melaporkan nyeri nampak tegang
4. Kolaborasi RL + dan gelisah,
tramadol / 8 jam dapat melakukan
nafas dalam
sambil membaca
koran
A : Masalah nyeri
belum teratasi

P : - monitor TTV

- Pantau keluhan
nyeri
- ciptakan
lingkungan yang
nyaman bagi
klien
- Terapi kolaborasi
dilanjutkan
12.00 Risiko 1. Mengajarkan S: klien mengatakan
ketidakseimbangan kepada klien cara makan habis 1 porsi
glukosa darah menyuntikkan tersissa 1-2 sendok
insulin
makan, tidak makan
2. Menganjurkan
klein untuk makanan dari luar
mematuhi diet di rumah sakit. Klien
rumah sakit dan belum berani
tidak makan memperagakan cara
makanan dari luar penyuntikan insulin
rumah sakit O:
3. Kolaborasi
Diet DM 1700kalori
dengan ahli gizi
4. Kolaborasi Tanda hipoglikemi
dengan dokter> tidak terjadi
injeksi novorapid Tanda hiperglikemi
18-16-18 unit tidak terjadi
A: masalah risiko
ketidakseimbangan
kadar glukosa darah
masih terjadi
P: memotivasi untuk
mematuhi diet dari
rumah sakit, KGDH
senin-kamis, monitor
tanda hipoglikemi dan

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 3: Lamjutan

hiperglikemi,
memberikan
kolaborasi novorapid
segera sebelum
makan, memotivasi
klien untuk belajar
menyuntiikan insulin,
kolaborasi ahli gizi,
kolaborasi dokter.

e.15 juni 2013

Diagnosa Evaluasi
Waktu Implementasi
keperawatan
10.00 Kerusakan Integritas 1. Mencuci tangan S : klien mengatakan
kulit. sebelum akan menjaga luka
melakukan tetap kering
tindakan
O : telapak kaki masih
2. Mengkaji kondisi
luka menggembung,
3. Merawat luka namun sudah
dengan madu mulai
4. Meninggikan mengempis,
tungkai 30 derajat terisi eksudat
5. Kembali berwarna jernih 5
mengingatkan
cc di tungkai
klien untuk
menjaga balutan kanan, tungkai
tetap kering kiri tidak ada
7. Kolaborasi pus. nampak
antibiotic dan epitelisasi dan
rantin granulasi. Luas
8. Kolaborasi ahli luka 16 cm x 8
gizi
cm, kedalaman
hingga dermis,
tidak ada
jaringan
nekrotik, bau
minimal, sensasi
masih dirasakan
klien dan kulit di
sekitar luka

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 3: Lamjutan

masih nampak
lembab.
A : Masalah kerusakan
integritas kulit
belum teratasi
P : memastikan
balutan luka tidak
basah dan
terkontaminasi,
mengkaji kondisi luka,
merawat luka dengan
madu dan mebo,
massase tungkai,
kolaborasi antibiotic,
kolaborasi ahli gizi.

10.00 Nyeri akut 5. Monitor tanda- S : Klien mengatakan


tanda vital nyeri tidak dirasakan
6. Mengevaluasi O : - TD 130/90
nafas dalam dan
mmHg, nadi 86
menganjurkan
klien untuk focus x/mnt, RR 20
pada x/mnt, suhu 36,2
o
aktifitas(misal C,
membaca buku) - Wajah tidak
7. Menganjurkan meringis, tidak
klien untuk nampak tegang
melaporkan jika dan gelisah,
nyeri A : Masalah nyeri
teratasi

P : - monitor TTV

- Pantau keluhan
nyeri
- ciptakan
lingkungan yang
nyaman bagi
klien
- terapi kolaborasi
dihentikan
12.00 Risiko 1. Mengajarkan S: klien mengatakan
ketidakseimbangan kembali kepada makan habis 1 porsi,
glukosa darah klien cara tidak makan makanan
menyuntikkan
dari luar rumah sakit.
insulin

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 3: Lamjutan

2. Menganjurkan Klien mengatakan


klein untuk ingin mencoba
mematuhi diet di menyuntikkan sendiri
rumah sakit dan
insulin
tidak makan
makanan dari luar O:
rumah sakit Diet DM 1700kalori
3. Kolaborasi Tanda hipoglikemi
dengan ahli gizi tidak terjadi
4. Kolaborasi Tanda hiperglikemi
dengan dokter> tidak terjadi
injeksi novorapid
Klien dapat
18-16-18 unit
menyuntikkn sendiri
insulin dengan diawasi
perawat
BB=78 kg
A: masalah risiko
ketidakseimbangan
kadar glukosa darah
masih terjadi
P: memotivasi untuk
mematuhi diet dari
rumah sakit, KGDH
senin-kamis, monitor
tanda hipoglikemi dan
hiperglikemi,
memberikan
kolaborasi novorapid
segera sebelum
makan, kolaborasi ahli
gizi, kolaborasi dokter.

f.17 juni 2013

Diagnosa Evaluasi
Waktu Implementasi
keperawatan
16.00 Kerusakan Integritas 1. Mencuci tangan S : klien mengatakan
kulit. sebelum akan menjaga luka
melakukan tetap kering
tindakan
O : telapak kaki sudah
2. Mengkaji kondisi
luka tidak

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 3: Lamjutan

3. Merawat luka menggembung,


dengan madu di tidak ada pus,
jaringan yang debridement
kemerahan dan
dilakukan, tidak
mebo dijaringan
yang masih pucat. ada pus. nampak
4. Meninggikan epitelisasi dan
tungkai 30 derajat granulasi. Luas
5. Kembali luka 16 cm x 8
mengingatkan cm, kedalaman
klien untuk hingga dermis,
menjaga balutan
tidak ada
tetap kering
6. Kolaborasi jaringan
antibiotic dan nekrotik,tidak
rantin rembes, bau
7. Kolaborasi ahli minimal, sensasi
gizi masih dirasakan
klien dan kulit
di sekitar luka
masih nampak
lembab. Leukosit
15710
A : Masalah
kerusakan
integritas kulit
belum teratasi
P : memastikan
balutan luka tidak
basah dan
terkontaminasi,
mengkaji kondisi
luka, merawat luka
dengan madu dan
mebo, massase
tungkai, kolaborasi
antibiotic, kolaborasi
ahli gizi.

16.00 Nyeri akut 1. Monitor tanda- S : Klien mengatakan


tanda vital nyeri tidak dirasakan
2. Mengevaluasi O : - TD 140/90
nafas dalam dan
mmHg, nadi 80
menganjurkan
klien untuk focus x/mnt, RR 20

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 3: Lamjutan

pada x/mnt, suhu 35,9


aktifitas(misal o
C,
membaca buku) - Wajah tidak
3. Menganjurkan meringis, tidak
klien untuk nampak tegang
melaporkan jika dan gelisah,
nyeri A : Masalah nyeri
teratasi

P : - monitor TTV

- Pantau keluhan
nyeri
- ciptakan
lingkungan yang
nyaman bagi
klien
- terapi kolaborasi
dihentikan
18.00 Risiko 1. Menganjurkan S: klien mengatakan
ketidakseimbangan klein untuk makan habis 1 porsi,
glukosa darah mematuhi diet di tidak makan makanan
rumah sakit dan
dari luar rumah sakit.
tidak makan
makanan dari luar O:
rumah sakit Diet DM 1700kalori
2. Kolaborasi dengan Tanda hipoglikemi
ahli gizi tidak terjadi
3. Kolaborasi dengan Tanda hiperglikemi
dokter> injeksi tidak terjadi
novorapid 18-16-
Klien dapat
18 unit
4. Timbang berat menyuntikkn sendiri
badan insulin dengan
diawasi perawat
BB=82 kg
KGDH : 252, 302,
183
Novorapid: 22-18-22
unit
A: masalah risiko
ketidakseimbangan
kadar glukosa darah
masih terjadi
P: memotivasi untuk
mematuhi diet dari

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 3: Lamjutan

rumah sakit, KGDH


senin-kamis, monitor
tanda hipoglikemi dan
hiperglikemi,
memberikan
kolaborasi novorapid
segera sebelum
makan, kolaborasi ahli
gizi, kolaborasi
dokter.

g.18 juni 2013

Diagnosa Evaluasi
Waktu Implementasi
keperawatan
16.00 Kerusakan Integritas 1. Merawat luka S:-
kulit. dengan madu di O : nampak epitelisasi
jaringan yang dan granulasi.
kemerahan dan
Luas luka 16 cm
mebo dijaringan
yang masih pucat x 8 cm,
telah dilakukan kedalaman
oleh perawat dinas hingga dermis,
pagi. tidak ada
2. Meninggikan jaringan
tungkai 30 derajat nekrotik,tidak
3. menjaga balutan
rembes, bau
tetap kering
4. Kolaborasi minimal, sensasi
antibiotic dan masih dirasakan
rantin klien dan kulit di
5. Kolaborasi ahli gizi sekitar luka
masih nampak
lembab.
Pukul 10.00 klien
menggigil, suhu
39,4 derajat
celcius. Leukosit
(15.710 pada 17
jun 13)
A : Masalah kerusakan
integritas kulit

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 3: Lamjutan

belum teratasi,
muncul masalah
risiko infeksi
P : memastikan
balutan luka tidak
basah dan
terkontaminasi,
mengkaji kondisi luka,
merawat luka dengan
mebo dan supratule,
massase tungkai,
kolaborasi antibiotic,
kolaborasi
paracetamol 500mg
oral jika suhu lebih
dari 38 celcius.
kolaborasi ahli gizi.

16.00 hipertermia 1. Monitor tanda- S : Klien mengatakan


tanda vital nyeri tidak dirasakan
2. Memberikan O : - TD 100/60
kompres hangat
mmHg, nadi 72
3. Kolaborasi
paracetamol jika x/mnt, RR 20
suhu lebih dari x/mnt, suhu 37,6
o
38 derajat C,
celcius. - Wajah tidak
4. Menganjurkan meringis, tidak
klien untuk nampak tegang
melaporkan jika dan gelisah,
demam sudah tidak
5. Menganjurkan menggigil,
banyak minum nampak lemah
6. Menganjurkan A : Masalah
tidak memakai hipertermi teratasi
baju tebal sebagian

P : - monitor TTV

- ciptakan
lingkungan yang
nyaman bagi
klien
- lanjutan kompres
- kolabolrasi
paracetamol jika

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 3: Lamjutan

suhu lebih dari


38 derajat celcius
18.00 Risiko 1. memotivasi klien S: klien mengatakan
ketidakseimbangan untuk makan habis ½ porsi,
glukosa darah menghabiskan masih mual dan
makan
merasa lemas.
2. Kolaborasi
dengan ahli gizi O:
3. Kolaborasi Diet DM 1700kalori
dengan dokter> Tanda hipoglikemi
injeksi novorapid tidak terjadi
22-18-22 unit Tanda hiperglikemi
4. Pantau GDS tidak terjadi
GDS tadi pagi pukul
10: 254 mg/dL
Novorapid: 22-18-22
unit
A: masalah risiko
ketidakseimbangan
kadar glukosa darah
masih terjadi
P: memotivasi untuk
mematuhi diet dari
rumah sakit, KGDH
senin-kamis, monitor
tanda hipoglikemi dan
hiperglikemi,
memberikan
kolaborasi novorapid
segera sebelum
makan, kolaborasi ahli
gizi, kolaborasi dokter.

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013


Lampiran 4

Biodata Penulis

Nama : Niimma Nur Azizah


Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Tempat Tanggal Lahir : Bantul, 9 Januari 1991
Alamat : Jalan KH. Zaenal Arifin 61 Tegal 52123
Email : niimmanurazizah@gmail.com
Golongan Darah :O
Kewarganegaraan : Indonesia
Riwayat Pendidikan Formal:

Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia 2008-2012


SMA Negeri 1 Tegal 2005-2008
SMP Ihsaniyah Tegal 2002-2005
SD Ihsaniyah 1 Tegal 1996-2002

Analisis praktik ..., Niimma Nur, FIK UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai