“HIPERTENSI EMERGENCY”
I. KONSEP MEDIS
A. DEFINISI
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang
mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang peningkatan tekanan
darah sistolik lebih besar atau sama dengan 140 mmHg dan peningkatan diastolik lebih
besar atau sama dengan 90 mmHg melebihi 140/90 mmHg, saat istirahat diperkirakan
mempunyai keadaan darah tinggi (William, 2015).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi
batas normal. Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan
denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah tepi dan
peningkatan volume aliran darah darah (Salma, 2013)
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung atau
pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan pembuluh darah.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), memberikan batasan tekanan darah normal
adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah sama atau diatas 160/95 dinyatakan sebagai
hipertensi. Setiap usia dan jenis kelamin memilki batasan masing – masing :
1. Pada pria usia < 45 tahun, dinyatakan menderita hipertensi bila tekanan darah
waktu berbaring > 130/90 mmHg.
2. Pada pria usia > 45 tahun, dinyatakan hipertensi bila tekan darahnya > 145/90
mmH
3. Pada wanita tekanan darah > 160/90 mmHg, dinyatakan hipertensi. (Sumber :
Dewi, 2010)
Hipertensi darurat (emergency hypertension) : kenaikan tekanan darah
mendadak (sistolik ≥180 mm Hg dan / atau diastolik ≥120 mm Hg) dengan kerusakan
organ target yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera,
dalam hitungan menit sampai jam. Tekanan darah yang sangat tinggi dan terdapat
kerusakan organ, sehingga tekanan darah harus diturunkan dengan segera (dalam
menit atau jam) agar dapat membatasi kerusakan yang terjadi. Tingginya tekanan
darah untuk dapat dikategorikan sebagai hipertensi darurat tidaklah mutlak, namun
kebanyakan referensi di Indonesia memakan patokan >220/140 (William, 2015).
B. KLASIFIKASI
Penderita hipertensi yang tidak terkontrol sewaktu - waktu bisa jatuh kedalam
keadaan gawat darurat. Diperkirakan sekitar 1-8% penderita hipertensi berlanjut
menjadi “Krisis Hipertensi”, dan banyak terjadi pada usia sekitar 30-70 tahun. Tetapi
krisis hipertensi jarang ditemukan pada penderita dengan tekanan darah normal tanpa
penyebab sebelumnya. Pengobatan yang baik dan teratur dapat mencegah insiden
krisis hipertensi menjadi kurang dari 1 %.
Dikenal juga keadaan yang disebut krisis hipertensi. Keadaan ini terbagi 2 jenis :
1. Hipertensi emergensi, merupakan hipertensi gawat darurat, takanan darah melebihi
180/120 mmHg disertai salah satu ancaman gangguan fungsi organ, seperti otak,
jantung, paru, dan eklamsia atau lebih rendah dari 180/120mmHg, tetapi dengan
salah satu gejala gangguan organ atas yang sudah nyata timbul.
2. Hipertensi urgensi : tekanan darah sangat tinggi (> 180/120mmHg) tetapi belum
ada gejala seperti diatas. TD tidak harus diturunkan dalam hitungan menit, tetapi
dalam hitungan jam bahkan hitungan hari dengan obat oral.
D. PATOFISIOLOGI
Bentuk manapun dari hipertensi yang menetap, baik primer maupun sekunder,
dapat dengan mendadak mengalami percepatan kenaikan dengan tekanan diastolik
meningkat cepat sampai di atas 130 mmHg dan menetap lebih dari 6 jam. Hal ini dapat
menyebabkan nekrosis arterial yang lama dan tersebar luas, serta hiperplasi intima
arterial interlobuler nefron-nefron. Perubahan patologis jelas terjadi terutama pada
retina, otak dan ginjal. Pada retina akan timbul perubahan eksudat, perdarahan dan
udem papil. Gejala retinopati dapat mendahului penemuan klinis kelainan ginjal dan
merupakan gejala paling terpercaya dari hipertensi maligna.
Otak mempunyai suatu mekanisme otoregulasi terhadap kenaikan ataupun
penurunan tekanan darah. Batas perubahan pada orang normal adalah sekitar 60-160
mmHg. Apabila tekanan darah melampaui tonus pembuluh darah sehingga tidak
mampu lagi menahan kenaikan tekanan darah maka akan terjadi udem otak. Tekanan
diastolik yang sangat tinggi memungkinkan pecahnya pembuluh darah otak yang dapat
mengakibatkan kerusakan otak yang irreversible.
Pada jantung kenaikan tekanan darah yang cepat dan tinggi akan
menyebabkan kenaikan after load, sehingga terjadi payah jantung. Sedangkan pada
hipertensi kronis hal ini akan terjadi lebih lambat karena ada mekanisme adaptasi.
Penderita feokromositoma dengan krisis hipertensi akan terjadi pengeluaran
norefinefrin yang menetap atau berkala.
Aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami
perubahan bila Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120 mmHg – 160 mmHg, sedangkan
pada penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120 mmHg. Pada keadaan
hiper kapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg,
sehingga perubahan yang sedikit saja dari TD menyebabkan asidosis otak akan
mempercepat timbulnya oedema otak. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri
bisa terjadi melalui beberapa cara:
1. Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi sehingga mengalirkan
lebih banyak cairan pada setiap detiknya.
2. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak
dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut.
Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang
sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi
pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena
arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat
terjadi vasokonstriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu
mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan
darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu
membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh
meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. Sebaliknya, jika aktivitas
memompa jantung berkurang, arteri mengalami pelebaran, dan banyak cairan
keluar dari sirkulasi maka tekanan darah akan menurun (William, 2015).
E. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis krisis hipertensi umumnya adalah gejala organ target yang
terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan diseksi
aorta; mata kabur dan edema papilla mata; sakit kepala hebat, gangguan kesadaran dan
lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan ginjal; di samping
sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah umumnya.
F. KOMPLIKASI
Hipertensi merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit jantung,
gagal jantung kongesif, stroke, gangguan penglihatan dan penyakit ginjal. Tekanan
darah yang tinggi umumnya meningkatkan resiko terjadinya komplikasi tersebut.
Hipertensi yang tidak diobati akan mempengaruhi semua sistem organ dan akhirnya
memperpendek harapan hidup sebesar 10-20 tahun.
Mortalitas pada pasien hipertensi lebih cepat apabila penyakitnya tidak
terkontrol dan telah menimbulkan komplikasi ke beberapa organ vital. Sebab kematian
yang sering terjadi adalah penyakit jantung dengan atau tanpa disertai stroke dan gagal
ginjal.
Dengan pendekatan sistem organ dapat diketahui komplikasi yang mungkin
terjadi akibat hipertensi. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi ringan dan sedang
mengenai mata, ginjal, jantung dan otak. Pada mata berupa perdarahan retina,
gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan
yang sering ditemukan pada hipertensi berat selain kelainan koroner dan miokard.
Pada otak sering terjadi perdarahan yang disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma
yang dapat mengakibakan kematian. Kelainan lain yang dapat terjadi adalah proses
tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara (Transient Ischemic Attack/TIA).
Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang lama dan
pada proses akut seperti pada hipertensi maligna. Risiko penyakit kardiovaskuler pada
pasien hipertensi ditentukan tidak hanya tingginya tekanan darah tetapi juga telah atau
belum adanya kerusakan organ target serta faktor risiko lain seperti
merokok, dislipidemia dan diabetes melitus. (Tekanan darah sistolik melebihi 140
mmHg pada individu berusia lebih dari 50 tahun, merupakan faktor resiko
kardiovaskular yang penting. Selain itu dimulai dari tekanan darah 115/75 mmHg,
kenaikan setiap 20/10 mmHg meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler sebanyak
dua kali (Salma, 2013)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
2. Pemeriksaan retina
3. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan
jantung
4. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
6. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan
fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.
7. Foto dada dan CT scan
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan tekanan
darah secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan klinis penderita.
Pengobatan biasanya diberikan secara parenteral dan memerlukan pemantauan yang
ketat terhadap penurunan tekanan darah untuk menghindari keadaan yang merugikan
atau munculnya masalah baru.
Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat bekerja
cepat, mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan tekanan darah
dengan cara yang dapat diperhitungkan sebelumnya, mempunyai efek yang tidak
tergantung kepada sikap tubuh dan efek samping minimal.
Penurunan tekanan darah harus dilakukan dengan segera namun tidak terburu-
buru. Penurunan tekanan darah yang terburu-buru dapat menyebabkan iskemik pada
otak dan ginjal. Tekanan darah harus dikurangi 25% dalam waktu 1 menit sampai 2
jam dan diturunkan lagi ke 160/100 dalam 2 sampai 6 jam. Medikasi yang diberikan
sebaiknya per parenteral (Infus drip, BUKAN INJEKSI). Obat yang cukup sering
digunakan adalah Nitroprusid IV dengan dosis 0,25 ug/kg/menit. Bila tidak ada,
pengobatan oral dapat diberikan sambil merujuk penderita ke Rumah Sakit.
Pengobatan oral yang dapat diberikan meliputi Nifedipinde 5-10 mg, Captorpil 12,5-
25 mg, Clonidin 75-100 ug, Propanolol 10-40 mg. Penderita harus dirawat inap.
Biasa Mendesak
Tekanan > 180/110 > 180/110 > 220/140
darah
(mmHg)
Gejala Sakit kepala, Sakit kepala hebat, Sesak napas, nyeri dada,
kecemasan; sesak napas nokturia, dysarthria,
sering kali kelemahan, kesadaran
tanpa gejala menurun
Pemeriksaan Tidak ada Kerusakan organ Ensefalopati, edema
kerusakan target; muncul klinis paru, insufisiensi ginjal,
organ target, penyakit iskemia jantung
tidak ada kardiovaskuler,
penyakit stabil
kardiovaskular
Terapi Awasi 1-3 jam; Awasi 3-6 jam; obat Pasang jalur IV, periksa
memulai/terusk oral berjangka kerja laboratorium standar,
an obat oral, pendek terapi obat IV
naikkan dosis
Adapun obat hipertensi oral yang dapat dipakai untuk hipertensi mendesak (urgency)
Obat anti hipertensi oral atau parenteral yang digunakan pada krisis hipertensi
tergantung dari apakah pasien dengan hipertensi emergensi atau urgensi. Jika
hipertensi emergensi dan disertai dengan kerusakan organ sasaran maka penderita
dirawat diruangan intensive care unit, ( ICU ) dan diberi salah satu dari obat anti
hipertensi intravena ( IV ).
1. Sodium Nitroprusside : merupakan vasodelator direkuat baik arterial maupun
venous. Secara i. V mempunyai onsep of action yang cepat yaitu : 1 – 2 dosis 1 – 6
ug / kg / menit. Efek samping : mual, muntah, keringat, foto sensitif, hipotensi.
2. Nitroglycerini : merupakan vasodilator vena pada dosis rendah tetapi bila dengan
dosis tinggi sebagai vasodilator arteri dan vena. Onset of action 2 – 5 menit,
duration of action 3 – 5 menit. Dosis : 5 – 100 ug / menit, secara infus i. V. Efek
samping : sakit kepala, mual, muntah, hipotensi.
3. Diazolxide : merupakan vasodilator arteri direk yang kuat diberikan secara i. V
bolus. Onset of action 1 – 2 menit, efek puncak pada 3 – 5 menit, duration of
action 4 – 12 jam. Dosis permulaan : 50 mg bolus, dapat diulang dengan 25 – 75
mg setiap 5 menit sampai TD yang diinginkan. Efek samping : hipotensi dan
shock, mual, muntah, distensi abdomen, hiperuricemia, aritmia, dll.
4. Hydralazine : merupakan vasodilator direk arteri. Onset of action : oral 0,5 – 1
jam, i.v : 10 – 20 menit duration of action : 6 – 12 jam. Dosis : 10 – 20 mg i.v
bolus : 10 – 40 mg i.m Pemberiannya bersama dengan alpha agonist central
ataupun Beta Blocker untuk mengurangi refleks takhikardi dan diuretik untuk
mengurangi volume intravaskular. Efeksamping : refleks takhikardi,
meningkatkan stroke volume dan cardiac out put, eksaserbasi angina, MCI akut dll.
5. Enalapriat : merupakan vasodelator golongan ACE inhibitor. Onsep on action 15 –
60 menit. Dosis 0,625 – 1,25 mg tiap 6 jam i.v.
6. Phentolamine ( regitine ) : termasuk golongan alpha andrenergic blockers.
Terutama untuk mengatasi kelainan akibat kelebihan ketekholamin. Dosis 5 – 20
mg secar i.v bolus atau i.m. Onset of action 11 – 2 menit, duration of action 3 – 10
menit.
7. Trimethaphan camsylate : termasuk ganglion blocking agent dan menginhibisi
sistem simpatis dan parasimpatis. Dosis : 1 – 4 mg / menit secara infus i.v. Onset
of action : 1 – 5 menit. Duration of action : 10 menit. Efek samping : opstipasi,
ileus, retensia urine, respiratori arrest, glaukoma, hipotensi, mulut kering.
8. Labetalol : termasuk golongan beta dan alpha blocking agent. Dosis : 20 – 80 mg
secara i.v. bolus setiap 10 menit ; 2 mg / menit secara infus i.v. Onset of action 5 –
10 menit Efek samping : hipotensi orthostatik, somnolen, hoyong, sakit kepala,
bradikardi, dll. Juga tersedia dalam bentuk oral dengan onset of action 2 jam,
duration of action 10 jam dan efek samping hipotensi, respons unpredictable dan
komplikasi lebih sering dijumpai.
9. Methyldopa : termasuk golongan alpha agonist sentral dan menekan sistem syaraf
simpatis. Dosis : 250 – 500 mg secara infus i.v / 6 jam. Onset of action : 30 – 60
menit, duration of action kira-kira 12 jam. Efek samping : Coombs test ( + )
demam, gangguan gastrointestino, with drawal sindrome dll. Karena onset of
actionnya bisa takterduga dan kasiatnya tidak konsisten, obat ini kurang disukai
untuk terapi awal.
10. Clonidine : termasuk golongan alpha agonist sentral. Dosis : 0,15 mg i.v pelan-
pelan dalam 10 cc dekstrose 5% atau i.m.150 ug dalam 100 cc dekstrose dengan
titrasi dosis. Onset of action 5 –10 menit dan mencapai maksimal setelah 1 jam
atau beberapa jam. Efek samping : rasa ngantuk, sedasi, hoyong, mulut kering,
rasa sakit pada parotis. Bila dihentikan secara tiba-tiba dapat menimbulkan
sindroma putus obat (Depkes, 2011)
II. KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian primer
a. Airway
1) yakinkan kepatenan jalan napas
2) berikan alat bantu napas jika perlu (guedel atau nasopharyngeal)
3) jika terjadi penurunan fungsi pernapasan segera kontak ahli anestesi dan
bawa segera mungkin ke ICU
b. Breathing
1) kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk
mempertahankan saturasi >92%.
2) Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
3) Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bag-
valve-mask ventilation
4) Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
5) Kaji jumlah pernapasan / Auskultasi pernapasan
6) Lakukan pemeriksan system pernapasan
7) Dengarkan adanya bunyi krakles / Mengi yang mengindikasikan kongesti
paru
c. Circulation
1) Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop
2) Kaji peningkatan JVP
3) Monitoring tekanan darah
4) Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
5) Sinus tachikardi
6) Adanya Suara terdengar jelas pada S4 dan S3
7) right bundle branch block (RBBB)
8) right axis deviation (RAD)
9) Lakukan IV akses dekstrose 5%
10) Pasang Kateter
11) Lakukan pemeriksaan darah lengkap
12) Jika ada kemungkina KP berikan Nifedipin Sublingual
13) Jika pasien mengalami Syok berikan secara bolus Diazoksid,Nitroprusid
d. Disability
1) kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
2) penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi
ekstrim dan membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan
perawatan di ICU.
e. Exposure
1) selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan KP
2) jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan
fisik lainnya.
3) Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda gagal jantung kronik
2. Pengkajian Seknder
a. Aktivitas / istirahat
Gejala :
Kelemahan
Letih
Napas pendek
Gaya hidup monoton
Tanda :
Frekuensi jantung meningkat
Perubahan irama jantung
Takipnea
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner / katup,
penyakit serebrovaskuler
Tanda :
Kenaikan TD
Nadi : denyutan jelas
Frekuensi / irama : takikardia, berbagai disritmia
Bunyi jantung : murmur
Distensi vena jugularis
Ekstermitas
Perubahan warna kulit, suhu dingin( vasokontriksi perifer ), pengisian
kapiler mungkin lambat
c. Integritas Ego
Gejala : Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, marah,
faktor stress multiple ( hubungsn, keuangan, pekerjaan ).
Tanda :
Letupan suasana hati
Gelisah
Penyempitan kontinue perhatian
Tangisan yang meledak
otot muka tegang ( khususnya sekitar mata )
Peningkatan pola bicara
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu ( infeksi, obstruksi, riwayat
penyakit ginjal )
e. Makanan / Cairan.
Gejala :
Makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
lemak dan kolesterol.
Mual
Muntah
Riwayat penggunaan diuretic
Tanda :
BB normal atau obesitas
Edema
Kongesti vena
Peningkatan JVP
Glikosuria
f. Neurosensori
Gejala :
Keluhan pusing / pening, sakit kepala
Episode kebas
Kelemahan pada satu sisi tubuh
Gangguan penglihatan ( penglihatan kabur, diplopia )
Episode epistaksis
Tanda :
Perubahan orientasi, pola nafas, isi bicara, afek, proses pikir atau
memori ( ingatan )
Respon motorik : penurunan kekuatan genggaman
Perubahan retinal optic
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala :
nyeri hilang timbul pada tungkai
sakit kepala oksipital berat
nyeri abdomen
h. Pernapasan
Gejala :
Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas
Takipnea
Ortopnea
Dispnea nocturnal proksimal
Batuk dengan atau tanpa sputum
Riwayat merokok
Tanda :
Distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan
Bunyi napas tambahan ( krekles, mengi )
Sianosis
i. Keamanan
Gejala : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda : Episode parestesia unilateral transien
j. Pembelajaran / Penyuluhan
Gejala :
Factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung,
DM , penyakit serebrovaskuler, ginjal
Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon lain
Penggunaan obat / alcohol
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
Kriteria hasil :
Intervensi :
a. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang
tepat
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
e. Catat edema umum
f. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas, batasi jumlah
pengunjung.
g. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditempat tidur/kursi\
h. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
i. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher,
meninggikan kepala tempat tidur.
j. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
k. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
l. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
m. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi
Tujuan : Nyeri atau sakit kepala hilang atau berkurang setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam
Kriteria hasil :
Intervensi :
Tujuan : Tidak terjadi perubahan perfusi jaringan : serebral, ginjal, jantung setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam.
Kriteria hasil :
Intervensi :
Kriteria hasil :
Intervensi :
Kriteria hasil :
Intervensi :
Kriteria hasil :
Intervensi :
Kriteria hasil :
Intervensi :
Kriteria hasil:
Intervensi :
Dewi, Sofia dan Digi Familia (2010). Hidup Bahagia dengan Hipertensi. A+Plus Books,
Yogyakarta
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2010). The 4th Scientific Meeting on
Hypertension. Diakses 24 oktober 2018 : http://www.dinkesjatengprov.go.id
Elsanti, Salma (2013). Panduan Hidup Sehat : Bebas Kolesterol, Stroke, Hipertensi, &
Serangan Jantung. Araska, Yogyakarta
Elastisitas arteriosklerosis
Hipertensi
Perubahan struktur
Penyumbatan p.darah
Vasokontriksi
Gangguan sirkulasi
sinkop
intoleransi aktifitas
Retensi Na
Edema
LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA
MEDIS HIPERTENSI EMERGENCY DI
RUANG ICU RS BHAYANGKARA
MAKASSAR
CI LAHAN CI INSTITUSI
( ) ( )