Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KMB II

TENTANG

KONSEP ASKEP PADA PASIEN INKONTINENSIA


URINE

DiSusun Oleh:

Marzianti Husnul Tohirah

TK IIA
POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
PRODI D-IV KEPERAWATAN BIMA
TAHUN AJARAN 2014/2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas Rahmat dan karunia-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas KMB II “Konsep Askep Pada Pasien
Inkontinensia Urine” ini dengan baik. Dalam penyelesaian makala ini masih banyak
kekurangan dan keterbatasan yang kami miliki, untuk itu kritik dan saran yang bersifat
membangun sangatlah kami harapkan demi dan untuk pengembangan makalah ini ke depan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
dalam menyelesaikan makalah ini.
Harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya dan sekaligus dapat menambah pengetahuan.
DAFTAR ISI

Katar Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN :

A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN :

A. Pengertian Inkontinensia Urine


B. etiologi inkontinensia urin
C. klasifikasi inkontinensia urin
D. maninfestasi klinis inkontinensia urin
E. patofisiologi inkontinensia urin
F. penatalaksanaan inkontinensia urin
G. konsep askep

BAB III PENUTUP :


A. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan menahan air kencing. Gangguan ini lebih
sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan daripada yang belum pernah melahirkan
(nulipara). Diduga disebabkan oleh perubahan otot dan fasia di dasar panggul. Kebanyakan
penderita inkontinensia telah menderita desensus dinding depan vagina disertai sisto-
uretrokel. Tetapi kadang-kadang dijumpai penderita dengan prolapsus total uterus dan vagina
dengan kontinensia urine yang baik.
Pada wanita umumnya inkontinensia merupakan inkontinensia stres, artinya keluarnya
urine semata-mata karena batuk, bersin dan segala gerakan lain dan jarang ditemukan adanya
inkontinensia desakan, dimana didapatkan keinginan miksi mendadak. Keinginan ini
demikian mendesaknya sehingga sebelum mencapai kamar kecil penderita telah
membasahkan celananya. Jenis inkontinensia ini dikenal karena gangguan neuropatik pada
kandung kemih. Sistitis yang sering kambuh, juga kelainan anatomik yang dianggap sebagai
penyebab inkontinensia stres, dapat menyebabkan inkontinensia desakan. Sering didapati
inkontinensia stres dan desakan secara bersamaan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu penegertian inkontinesia urine ?
2. Bagaimana klasifikasi dari inkontinensia urin.?
3. Bagaimana etiologi inkontinensia urin.?
4. Bagaimana patofisiologi inkontinensia urin.?
5. Bagaimana maninfestasi klinis inkontinensia urin.?
6. Bagaimana penatalaksanaan inkontinensia urin ?

C. Tujuan
1. Untuk memahami pengertian dari inkontinesia urine.
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari inkontinensia urin.
3. Untuk mengetahui etiologi inkontinensia urin.
4. Untuk mengetahui patofisiologi inkontinensia urin.
5. Untuk mengetahui maninfestasi klinis inkontinensia urin.
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan inkontinensia urin
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Inkontinensia urine adalah pelepasan urine secara tidak terkontrol dalam jumlah yang
cukup banyak,sehingga dapat dianggap merupakan masalah bagi seseorang.

B. Etiologi
Inkontinensia urine pada umumnya disebabkan oleh komplikasi dari penyakit seperti
infeksi saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter dan perubahan tekanan yang tiba-tiba pada
abdominal.

C. Klasifikasi
Inkontinensia urine di klasifikasikan menjadi 3 ( Charlene J.Reeves at all ):
1. Inkontinensia Urin Akut Reversibel
Pasien delirium mungkin tidak sadar saat mengompol atau tak dapat pergi ke toilet sehingga
berkemih tidak pada tempatnya. Bila delirium teratasi maka inkontinensia urinumumnya juga akan
teratasi. Setiap kondisi yang menghambat mobilisasi pasien dapatmemicu timbulnya inkontinensia
urin fungsional atau memburuknya inkontinensiapersisten, seperti fraktur tulang pinggul, stroke,
arthritis dan sebagainya.Resistensi urin karena obat-obatan, atau obstruksi anatomis dapat
pulamenyebabkan inkontinensia urin. Keadaan inflamasi pada vagina dan urethra (vaginitisdan
urethritis) mungkin akan memicu inkontinensia urin. Konstipasi juga seringmenyebabkan
inkontinensia akut.Berbagai kondisi yang menyebabkan poliuria dapat memicu
terjadinyainkontinensia urin, seperti glukosuria atau kalsiuria. Gagal jantung dan insufisiensi vena
dapat menyebabkan edema dan nokturia yang kemudian mencetuskan terjadinyainkontinensia urin
nokturnal. Berbagai macam obat juga dapat mencetuskan terjadinyainkontinensia urin seperti
Calcium Channel Blocker, agonist adrenergic alfa, analgesicnarcotic, psikotropik, antikolinergik dan
diuretic.Untuk mempermudah mengingat penyebab inkontinensia urin akut reversible dapatdilihat
akronim di bawah ini :
 Delirium
 Restriksi mobilitas, retensi urin
 Infeksi, inflamasi, Impaksi
 Poliuria, pharmasi
2. Inkontinensia Urin Persisten
Inkontinensia urin persisten dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara, meliputianatomi,
patofisiologi dan klinis. Untuk kepentingan praktek klinis, klasifikasi klinislebih bermanfaat karena
dapat membantu evaluasi dan intervensi klinis.Kategori klinis meliputi :
a. Inkontinensia urin stress
Tak terkendalinya aliran urin akibat meningkatnya tekanan intraabdominal, sepertipada saat
batuk, bersin atau berolah raga. Umumnya disebabkan oleh melemahnyaotot dasar panggul,
merupakan penyebab tersering inkontinensia urin pada lansia dibawah 75 tahun. Lebih sering
terjadi pada wanita tetapi mungkin terjadi pada laki-laki akibat kerusakan pada sfingter urethra
setelah pembedahan transurethral danradiasi. Pasien mengeluh mengeluarkan urin pada saat
tertawa, batuk, atau berdiri.Jumlah urin yang keluar dapat sedikit atau banyak.
b. Inkontinensia urin urgensi
Keluarnya urin secara tak terkendali dikaitkan dengan sensasi keinginan berkemih.Inkontinensia
urin jenis ini umumnya dikaitkan dengan kontraksi detrusor tak terkendali (detrusor overactivity).
Masalah-masalah neurologis sering dikaitkan dengan inkontinensia urin urgensi ini, meliputi
stroke, penyakit Parkinson, demensiadan cedera medula spinalis. Pasien mengeluh tak cukup
waktu untuk sampai di toiletsetelah timbul keinginan untuk berkemih sehingga timbul peristiwa
inkontinensiaurin. Inkontinensia tipe urgensi ini merupakan penyebab tersering inkontinensia
padalansia di atas 75 tahun. Satu variasi inkontinensia urgensi adalah hiperaktifitasdetrusor
dengan kontraktilitas yang terganggu. Pasien mengalami kontraksiinvolunter tetapi tidak dapat
mengosongkan kandung kemih sama sekali. Merekamemiliki gejala seperti inkontinensia urin
stress, overflow dan obstruksi. Oleh karenaitu perlu untuk mengenali kondisi tersebut karena
dapat menyerupai ikontinensia urintipe lain sehingga penanganannya tidak tepat.
3. Inkontinensia Aliran Yang Berlebihan ( Over Flow Inkontinensia )
Tidak terkendalinya pengeluaran urin dikaitkan dengan distensi kandung
kemih yang berlebihan. Hal ini disebabkan oleh obstruksi anatomis, seperti
pembesaran prostat, faktor neurogenik pada diabetes melitus atau sclerosis multiple,
yang menyebabkan berkurang atau tidak berkontraksinya kandung kemih, dan faktor-
faktor obat-obatan. Pasien umumnya mengeluh keluarnya sedikit urin tanpa adanya
sensasi bahwa kandung kemih sudah penuh.
4. Inkontinensia urin fungsional
Memerlukan identifikasi semua komponen tidak terkendalinya pengeluaran
urin akibat faktor-faktor di luar saluran kemih. Penyebab tersering adalah demensia
berat, masalah muskuloskeletal berat, faktor lingkungan yang menyebabkan kesulitan
unutk pergi ke kamar mandi, dan faktor psikologis. Seringkali inkontinensia urin pada
lansia muncul dengan berbagai gejala dan gambaran urodinamik lebih dari satu tipe
inkontinensia urin. Penatalaksanaan yang tepat memerlukan identifikasi semua
komponen.
Walaupun begitu, bebrapa perubahan – perubahanberkaitan dengan
bertambahnya usia, dan faktor – faktor yang sekarang timbul sebagai akibat seorang
menjadi lanjut usia dapat mendukung terjadinya inkintinensia (kane,dkk). Faktor –
faktor yang berkaitan dengan bertambahnya usia antara lain :
a. Mobilitas yang lebih terbatas karena menurunnya panca indra dan kemunduran
system lokomosi.
b. Kondisi – kondisi medic yang patologik dan berhubungan dengan pengaturan urin,
misalnya pada penyakit DM, gagal jantung kongestif.

D. Manifestasi Klinik
1. Urgensi
2. Retensi
3. Kebocoran urine
4. Frekuensi

E. Patofisiologi
Inkontinensia urine bisa disebabkan oleh karena komplikasi dari penyakit infeksi
saluran kemih, kehilangan kontrol spinkter atau terjadinya perubahan tekanan abdomen
secara tiba-tiba. Inkontinensia bisa bersifat permanen misalnya pada spinal cord trauma atau
bersifat temporer pada wanita hamil dengan struktur dasar panggul yang lemah dapat
berakibat terjadinya inkontinensia urine. Meskipun inkontinensia urine dapat terjadi pada
pasien dari berbagai usia, kehilangan kontrol urinari merupakan masalah bagi lanjut usia.

F. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan inkontinensia urin menurut Muller adalah mengurangi faktor resiko,
mempertahankan homeostasis, mengontrol inkontinensia urin, modifikasi lingkungan,
medikasi, latihan otot pelvis dan pembedahan. Dari beberapa hal tersebut di atas, dapat
dilakukan sebagai berikut :
1. Pemanfaatan kartu catatan berkemih
Yang dicatat pada kartu tersebut misalnya waktu berkemih dan jumlah urin yang
keluar, baik yang keluar secara normal, maupun yang keluar karena tak tertahan,
selain itu dicatat pula waktu, jumlah dan jenis minuman yang diminum
2. Terapi non farmakologi
Dilakukan dengan mengoreksi penyebab yang mendasari timbulnya inkontinensia
urin, seperti hiperplasia prostat, infeksi saluran kemih, diuretik, gula darah tinggi.
3. Terapi farmakologi
Obat-obat yang dapat diberikan pada inkontinensia urgen adalah antikolinergik seperti
Oxybutinin, Propantteine, Dicylomine, flavoxate, Imipramine. Pada inkontinensia
stress diberikan alfa adrenergic agonis, yaitu pseudoephedrine untuk meningkatkan
retensi urethra. Pada sfingter relax diberikan kolinergik agonis seperti Bethanechol
atau alfakolinergik antagonis seperti prazosin untuk stimulasi kontraksi, dan terapi
diberikan secara singkat.
4. Modalitas lain
Sambil melakukan terapi dan mengobati masalah medik yang menyebabkan
inkontinensia urin, dapat pula digunakan beberapa alat bantu bagi lansia yang
mengalami inkontinensia urin, diantaranya adalah pampers, kateter, dan alat bantu
toilet seperti urinal, komod dan bedpan.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN
( INKONTINENSIA URINE )

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Identitas klien terdapat nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, dan status
perkawinan.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Meliputi gangguan yang berhubungan dengan gangguan yang dirasakan saat
ini. Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului
inkonteninsia (stres, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi
fisik,kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan waktu miksi.
Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih sebelum terjadi
inkontenin, apakah terjadi ketidakmampuan.
b. Riwayat kesehatan klien
Tanyakan pada klien apakah klien pernah mengalami penyakit serupa
sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah pernah terjadi
trauma/cedera genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan
apakah dirawat dirumah sakit.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa
dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit
ginjal bawaan/bukan bawaan.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Komposmetis (kesadaran penuh)
b. Tanda - tanda vital :
Inkontinensia urine menunjukkan adanya perubahan pada TTV, kecuali pada
kondisi dan keadaan infeksi yang masih masiv (terjadi) dan ditunjukkan dalam
perubahan pada:
 Temperatur = suhu meningkat
 Nadi = meningkat
 Penapasan = meningkat
 Pemeriksaan head to toe :
No. Bagian Tubuh Pemeriksaan Fisik

1. Rambut keadaan kepala klien baik (tergantung


klien): distibusi rambut merata, warna rambut
normal (hitam), rambut tidak bercabang, rambut
bersih. pada saat di palpasi keadaan rambut klien
lembut, tidak berminyak, rambut halus.

2. Mata keadaan mata normal. Mata simetris, tidak udema


di sekita mata, sklera tidak ikterik, konjugtiva
anemis, pandangan tidak kabur.

3. Hidung normal. Simetris tidak ada pembengkakan, tidak


ada secret, hidung bersih

4. Telinga Normal. telinga simetris kiri dan kanan, bentuk


daun teling normal, tidak terdapat serumen,
keberihan telinga baik.

5. Mulut mukosa bibir kering, keadaan dalam mulut bersih


(lidah,gigi,gusi).

6. Abdomen I : perut rata, tidak ada pembesaran hepar yang


di tandai dengan perut buncit, tidak ada
pembuluh darah yang menonjol pada
abdomen, tidak ada selulit.

Pa : ada nyeri tekan pada abdomen bagian


bawah akibat penekanan oleh infeksi

Pe : bunyi yang di hasilkan timpani

Au : bising usus terdengar

7. Ekstermitas kekuatan eks.atas dan eks.bawah baik, dapat


melakukan pergerakan sesuai perintah, tidak ada
nyeri tekan atau lepas pada ekstermitas, tidak ada
bunyi krepitus pasa ekstermitas

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada klien inkontinensia adalah sebagai berikut :
1. Inkonteninsia berhubungan dengan kelemahan otot pelvis dan struktur dasar
penyokongnya.
2. Resiko infeksi b.d inkontinensia.

C. Intervensi
1. Diagnosa I
Inkonteninsia berhubungan dengan kelemahan otot pelvis
 Tujuan :
 Klien akan bisa melaporkan suatu pengurangan / penghilangan inkonteninsia
 Klien dapat menjelaskan penyebab inkonteninsia dan rasional
penatalaksanaan.
 Intervensi:
a. Kaji kebiasaan pola berkemih dan dan gunakan catatan berkemih sehari
R/ : untuk mengetahui pola berkemih pasien
b. Latih pasien untuk menahan untuk berkemih
R/ : untuk memperpanjang interval waktu berkemih
c. Pantau masukan dan pengeluaran, pastikan klien mendapat masukan cairan
2000 ml, kecuali harus dibatasi.
R/ : untuk mengetahui intake dan output pasien
d. Ajarkan klien untuk mengidentifikasi otot dinding pelvis dan kekuatannya
dengan latihan
R/ : untuk menguatkan otot dinding pelvid dan mempertahankan elastisitas
e. Kolaborasi dengan dokter
R/ : agar psien mendapatkan terapi yang tepat
2. Diagnosa 2
Resiko infeksi b.d inkontinensia.
 Tujuan :
Berkemih dengan urine jernih tanpa ketidaknyamanan, urinalisis dalam batas
normal, kultur urine menunjukkan tidak adanya bakteri.
 Intervensi :
a. Berikan HE pada pasien
R/ : untuk menambah pengetahuan pasien tentang penyakitnya
b. Berikan perawatan perineal dengan air sabun setiap shift. Jika pasien
inkontinensia, cuci daerah perineal sesegera mungkin.
R: Untuk mencegah kontaminasi uretra.
c. Jika di pasang kateter indwelling, berikan perawatan kateter 2x sehari
(merupakan bagian dari waktu mandi pagi dan pada waktu akan tidur) dan
setelah buang air besar.
R: Kateter memberikan jalan pada bakteri untuk memasuki kandung kemih
dan naik ke saluran perkemihan.
d. Ikuti kewaspadaan umum (cuci tangan sebelum dan sesudah kontak langsung,
pemakaian sarung tangan), bila kontak dengan cairan tubuh atau darah yang
terjadi (memberikan perawatan perianal, pengososngan kantung drainse urine,
penampungan spesimen urine). Pertahankan teknik asepsis bila melakukan
kateterisasi, bila mengambil contoh urine dari kateter indwelling.
R: Untuk mencegah kontaminasi silang.
e. Kecuali dikontraindikasikan, ubah posisi pasien setiap 2jam dan anjurkan
masukan sekurang-kurangnya 2400 ml / hari. Bantu melakukan ambulasi
sesuai dengan kebutuhan.
R: Untuk mencegah stasis urine.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Inkontinensia urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan
frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan sosial.
Seiring dengan bertambahnya usia, ada beberapa perubahan pada anatomi dan fungsi
organ kemih, antara lain: melemahnya otot dasar panggul akibat kehamilan berkali-kali,
kebiasaan mengejan yang salah, atau batuk kronis. Ini mengakibatkan seseorang tidak dapat
menahan air seni.Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di
saluran kemih bagian bawah, efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya
gangguan kemampuan/keinginan ke toilet
Asuhan keperawatan inkontinensia urin meliputi pengkajian, diagnose keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA

 Nanda. 2009. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC


 Wilkinson M Judith. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan NOC. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai