Anda di halaman 1dari 26

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Tinjauan Umum Perusahaan


4.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan
Sejarah pertambangan batubara di Tanjung Enim dimulai sejak zaman
kolonial Belanda tahun 1919 dengan menggunakan metode penambangan terbuka
(open pit mining) di wilayah operasi pertama, yaitu Tambang Air Laya. Pada 1923
beroperasi dengan metode penambangan bawah tanah (underground mining)
hingga 1940, sedangkan produksi untuk kepentingan komersial dimulai pada 1938.
Seiring dengan berakhirnya kekuasaan kolonial Belanda, para karyawan
Indonesia kemudian berjuang menunut perubahan status tambang mrnjadi
pertambangan nasional. Pada 1950, pemerintah RI kemudian mengesahkan
pembentukan Perusaahan Negara Tambang Arang Bukit Asam (PN TABA).
Pada 1981, PN TABA kemudian berubah status menjadi Perseroan Terbatas
dengan nama PT. Tambang Batubara Bukit Asam Tbk, yang selanjutnya disebut
Perseroan. Dalam rangka meningkatkan pengembangan industri batubara di
Indonesia, pada 1990 Pemerintah menetapkan penggabungan Perum Tambang
Batubara dengan Perseroan.
Sesuai dengan program pengembangan ketahanan energi nasional, pada
1993 Pemerintah menugaskan perseroan untuk mengembangkan usaha briket
batubara. Pada 23 Desember 2002, perseroan mencatatkan diri sebagai perusahaan
publik di Bursan Efek Indonesia kode “PTBA”. Tujuan Proyek ini terutama untuk
memasok kebutuhan batubara bagi PLTU Suralaya,Jawa Barat. Selain itu juga
untuk memenuhi industri lainnya baik industri yang ada di dalam negeri maupun
industri yang ada di luar negeri.
Dalam rangka memenuhi tersebut, maka dikembangkan beberapa site di
wilayah IUPPT.Bukit Asam Tbk, Tanjung Enim antara lain :
1. Tambang Air Laya (TAL)
Tambang Air Laya (TAL) merupakan site terbesar pada UPTE PT.
BA,dengam luas WIUP 7621 Ha. Pada lokasi tambang air laya (TAL), PT Bukit
Asam Tbk, Tanjung Enim menggunakan BWE System (Bucket wheel excavtor) dan

20
Universitas Sriwijaya
21

metode shovel and truck (menggunakan excavator dan dump truck). Pada metode
BWE system ini sepenuhnya dilaksanakan oleh pihak PT.BA sedangkan pada
metode shovel and truck dilaksanakan oleh pihak ketiga (kontraktor) yaitu PT.Pama
Persada Nusantara.
Metode continuous mining menggunakan BWE system ini merupakan
metode andalan PTBA karena yang memiliki alat ini di Indonesia hanyalah PTBA
yang dibeli dari Jerman. Semua hasil penggalian batubara dari TAL dan MTB akan
di tampung di stockpile dan kemudian dikirim ke TLS (Train Loading Station) 2.
Melalui TLS ini kemudian batubara dimuat ke gerbong untuk kemudian dipasarkan
melalui pelabuhan Tarahan (Lampung) dan dermaga Kertapati (Palembang)
menggunakan kereta api dengan rangkaian 50 gerbong ke Tarahan dan 35 gerbong
ke Kertapati. Tetapi pada saat ini BWE system pada lokasi Tambang Air Laya hanya
berfungsi sebagai reclaimer saja.
2. Muara Tiga Besar (MTB)
MTB memiliki luas area 3300 Ha. Pada tambang ini, operasi penambangan
dilakukan menggunakan metode shovel-truck dan BWE system. Pada Muara Tiga
Besar dibagi menjadi dua yaitu Muara Tiga Besar Utara dan Muara Tiga Besar
Selatan, dimana pada Muara Tiga Besar Utara penambangan dikerjakan oleh PTBA
menggunakan peralatan BWE system dan pada Muara Tiga Besar Selatan dikelola
oleh PT. Pama Persada Nusantara yang diawasi oleh PTBA.
3. Banko Barat
Tambang Banko Barat memiliki Luas WIUP 4500 Ha. Tambang Banko
Barat saat ini terdiri atas 4 lokasi penambangan, yaitu Pit 1 Timur, Pit 1 utara, Pit 2
dan Pit 3 Timur, dimana penambangan tersebut dengan menugggnakan jasa
kontraktor PT, dalam hal peminjaman alat berat dengan sistem sewa per jam. PT.
BKPL dan PT. SBS, dengan sistem contracti mining yang diawasi oleh PTBA.
Proses penambangan yang dilakukan menggunakan metode kombinasi antara
shovel dan truck. Nilai kalori batubara yang terdapat di Banko Barat berkisar antara
5000-5200 kkal/kg (adb).

Universitas Sriwijaya
22

4.1.2 Profil Perusahaan


1. Data Umum Perusahaan
Nama : PT Bukit Asam Tbk.
Alamat : Jalan Parigi No. 01 Tanjung Enim,Sumatera Selatan, Indonesia
Telepon : 0734-451096
Website : http://www.ptba.co.id
2. Sejarah Kepengurusan
Ditinjau dari lembaga yang mengurusnya sampai saat ini PT Bukit Asam
(Persero) Tbk, secara berturut-turut dikelola oleh :
Lembaga-lembaga yang mengurus Tambang Batubara Bukit Asam
diantaranya:

1. Tahun 1919 – 1942 oleh Pemerintah Hindia Belanda.


2. Tahun 1942 – 1945 oleh Pemerintah Militer Jepang.
3. Tahun 1945 – 1947 oleh Pemerintah Republik Indonesia.
4. Tahun 1947 – 1949 oleh Pemerintah Belanda (Agresi II).
5. Tahun 1949 – sekarang oleh Pemerintah Republik Indonesia yang terdiri
dari:
a. Tahun 1959 sampai dengan tahun 1960 oleh Biro Perusahaan Tambang
Negara (BUPTAN) berdasarkan PP No 86 th 1958.
b. Tahun 1961 sampai dengan tahun 1967 oleh Badan Pimpinan Umum
(BPU) perusahaan-perusahaan tambang batubara. BPU juga membawahi
tiga perusahaan negara yaitu :
1. PN. Batubara Ombilin di Sumatera Barat.
2. PN. Tambang Arang Bukit Asam di Tanjung Enim SUMSEL.
3. PN. Tambang Batubara Mahakam di Kalimantan Timur.
c. Tahun 1968 s.d 1980 oleh PN. Tambang Batubara berdasarkan PP No 23
tahun 1968.
d. Tahun 1981 s.d sekarang oleh PT Tambang Batubara Bukit Asam
berdasarkan PP No 42 tahun 1980.
3. Visi dan Misi Perusahaan
Visi dari PT Bukit Asam Tbk. adalah:
 Perusahaan energy kelas dunia yang peduli lingkungan

Universitas Sriwijaya
23

Misi dari PT Bukit Asam Tbk. adalah:


 Mengelola sumber energy dengan mengembangkan kompetensi korporasi
dan keunggulan insani untuk memberikan nilai tambah maksimal bagi
stakeholder dan lingkungan
Tata Nilai PT Bukit Asam Tbk.:
 Visioner
 Integritas
 Inovatif
 Profesional
 Sadar biaya dan lingkungan
4. Jam Kerja
Jadwal kegiatan penambangan karyawan PT Bukit Asam Tbk., terdiri dari tiga
shift, dengan lama kerja delapan jam perhari dengan perincian sebagai berikut:
a. Karyawan di kantor, jam 07.00 – 16.00 wib (istirahat 1,5 jam)
b. Karyawan work shop dan tambang :
1. Shift I : 8 jam, yaitu jam 23.00 – 07.00 wib
2. Shift II : 8 jam, yaitu jam 07.00 – 15.00 wib
3. Shift III : 8 jam, yaitu jam 15.00 – 23.00 wib
5. Struktur Organisasi
PT Bukit Asam Tbk., dalam beroperasi dipimpin oleh Direktur Utama dengan
bantuan lima direktur lainnya yaitu: Direktur Pengembangan Usaha, Direktur
Keuangan, Direktur SDM dan UMUM, Direktur Operasi Produksi, Direktur Niaga.
Setiap direktur memiliki tanggung jawab masing masing dalam memimpin
departemennya yang telah terstruktur secara sistematis agar kinerja perusahaan
lebih efisien, efektif, dan produktif dalam mencapai target dan tujuan perusahaan.
(Lampiran A)
Sekretaris Perusahaan, SM Satuan Pengawasan Intern, SM Evaluasi Kinerja
Anak Perusahaan bertanggung jawab langsung kepada direktur utama dengan tetap
berkoordinasi dengan direktur divisi lainnya.

Universitas Sriwijaya
24

4.3. Keadaan Topografi


Secara umum di sekitar lokasi tambang mempunyai topografi berupa daerah
perbukitan dengan ketinggian yang menerus dari timur ke barat. Daerah landai
menempati sisi bagian selatan, yaitu daerah yang terdapat aliran sungai-sungai kecil
yang bermuara di sungai Lawai dan sungai Endikat dengan ketinggian ±50 m diatas
permukaan laut, sedangkan daerah puncak terdapat di Bagian Barat dengan elevasi
tertinggi yaitu ±90 m.

4.4. Kondisi Geologi dan Stratigrafi


Lapisan batubara di daerah IUP PT Bukit Asam (Persero) Tbk, Unit
Penambangan Tanjung Enim menempati tepi barat bagian dari Cekungan Sumatera
Selatan (Coster, 1974 dan Harsa, 1975). (Gambar 3.1)

Gambar 4.1. Peta geologi regional tanjung enim (Satker eksplorasi rinci PTBA
2018)

Cekungan Sumatera Selatan bagian dari Sumatera bagian Timur, yang di


pisahkan dari cekungan Sumatera Tengah oleh Tinggian Asahan atau Bukit Tiga
Puluh di Barat Laut, membentang keselatan dengan dibatasi oleh pegunungan Bukit
Barisan dan daratan pra tersier disebelah Timur Laut.

Universitas Sriwijaya
25

Kedua cekungan ini dibatasi oleh suatu tinggian yang mempunyai arah
Timur Laut-Barat Daya melalui bagian Utara Pegunungan Tiga Puluh. Cekungan-
cekungan yang bentuknya asimetrik dibatasi di sebelah Barat Daya oleh sesar-sesar
serta singkapan-singkapan batuan Pra-Tersier yang terangkat sepanjang kawasan
kaki Pegunungan Barisan, dan di sebelah Timur Laut dibatasi oleh formasi sedimen
dari paparan Sunda. Di sebelah Selatan dan sebelah Timur, daerah cekungan
dibatasi oleh daerah tinggian Lampung. Pada Cekungan Sumatera Selatan dan
Jambi terdapat beberapa bentuk struktur akibat aktivitas tektonik Tersier Pulau
Sumatera yang terdiri dari beberapa periode tektonik (Sukendar, 1985).

Gambar 4.2. Skema Cekungan Sumatera Selatan (Koesoemadinata,


1978).

Tatanan stratigrafi Sub Cekungan ini pada dasarnya terdiri dari satu
siklus besar sedimentasi dimulai dari fase transgresi pada awal siklus dan fase
regresi pada akhir siklusnya. Secara detail siklus ini dimulai oleh siklus non
marin yaitu dengan diendapkannya Formasi Lahat pada Oligosen Awal dan

Universitas Sriwijaya
26

kemudian diikuti oleh Formasi Talang Akar yang diendapkan secara tidak
selaras di atasnya.

Gambar 4.3. Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan

Menurut De Coster (1973), Formasi Talang Akar merupakan suatu


endapan kipas alluvial dan endapan sungai teranyam (braided stream deposit)
yang mengisi suatu cekungan. Fase transgresi terus berlangsung hingga Miosen
Awal dimana pada kala ini berkembang Batuan karbonat yang diendapkan pada
lingkungan back reef, fore reef, dan intertidal (Formasi Batu Raja) pada bagian
atas Formasi Talang Akar. Fase Transgresi maksimum ditunjukkan dengan

Universitas Sriwijaya
27

diendapkannya Formasi Gumai bagian bawah secara selaras di atas Formasi


Baturaja yang terdiri dari batuserpih laut dalam.

Fase regresi dimulai dengan diendapkannya Formasi Gumai bagian atas


dan diikuti oleh pengendapan Formasi Air Benakat yang didominasi oleh litologi
batupasir pada lingkungan pantai dan delta. Formasi Air Benakat diendapkan
secara selaras di atas Formasi Gumai. Pada Pliosen Awal, laut menjadi semakin
dangkal dimana lingkungan pengendapan berubah menjadi laut dangkal, paludal,
dataran delta dan non marin yang dicirikan oleh perselingan antara batupasir dan
batulempung dengan sisipan batubara (Formasi Muara Enim). Tipe pengendapan
ini berlangsung hingga Pliosen Akhir dimana diendapkannya lapisan batupasir
tufaan, pumice dan konglomerat.
1. Batuan Dasar
Batuan Pra-Tersier atau basement terdiri dari kompleks batuan Paleozoikum
dan batuan Mesozoikum, batuan metamorf, batuan beku dan batuan karbonat.
Batuan Paleozoikum akhir dan batuan Mesozoikum tersingkap dengan baik
di Bukit Barisan, Pegunungan Tigapuluh dan Pegunungan Duabelas berupa
batuan karbonat berumur Permian. Batuan dasar yang tersingkap di
Pegunungan Tigapuluh terdiri dari filit yang terlipat kuat berwarna kecoklatan
berumur Permian (Simanjuntak, dkk., 1991). Lebih ke arah Utara tersingkap
granit yang telah mengalami pelapukan kuat. Warna pelapukan adalah merah
dengan butir-butir kuarsa terlepas akibat pelapukan tersebut. Kontak antara
granit dan filit tidak teramati karena selain kontak tersebut tertutupi pelapukan
yang kuat, daerah ini juga tertutup hutan yang lebat.
2. Formasi Lahat
Formasi Lahat diendapkan secara tidak selaras di atas batuan dasar,
merupakan lapisan dengan tebal 200 m - 3350 m yang terdiri dari
konglemerat, tufa, breksi vulkanik andesitik, endapan lahar, aliran lava dan
batupasir kuarsa. Formasi ini memiliki 3 anggota, yaitu:
a. Anggota Tuff Kikim Bawah, terdiri dari tuff andesitik, breksi dan lapisan
lava. Ketebalan anggota ini bervariasi, antara 0 - 800 m. Anggota Batupasir
Kuarsa, diendapkan secara selaras di atas anggota pertama. Terdiri dari

Universitas Sriwijaya
28

konglomerat dan batupasir berstruktur crossbedding. Butiran didominasi


oleh kuarsa.
b. Anggota Tuff Kikim Atas, diendapkan secara selaras dan bergradual di atas
Anggota Batupasir Kuarsa. Terdiri dari tuff dan batulempung tuffan
berselingan dengan endapan mirip lahar.
Formasi Lahat berumur Paleosen hingga Oligosen Awal.
3. Formasi Talang Akar
Formasi Talang Akar pada Sub Cekungan Palembang terdiri dari batulanau,
batupasir dan sisipan batubara yang diendapkan pada lingkungan laut dangkal
hingga transisi. Menurut Pulunggono, 1976, Formasi Talang Akar berumur
Oligosen Akhir hingga Miosen Awal dan diendapkan secara selaras di atas
Formasi Lahat. Bagian bawah formasi ini terdiri dari batupasir kasar, serpih
dan sisipan batubara. Sedangkan di bagian atasnya berupa perselingan antara
batupasir dan serpih. Ketebalan Formasi Talang Akar berkisar antara 400 m -
850 m.
4. Formasi Baturaja
Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Talang Akar dengan
ketebalan antara 200 m - 250 m. Litologi terdiri dari batugamping,
batugamping terumbu, batugamping pasiran, batugamping serpihan, serpih
gampingan dan napal kaya foraminifera, moluska dan koral. Formasi ini
diendapkan pada lingkungan litoral-neritik dan berumur Miosen Awal.
5. Formasi Gumai (Tmg)
Formasi Gumai diendapkan secara selaras di atas Formasi Baturaja dimana
formasi ini menandai terjadinya transgresi maksimum di Cekungan Sumatera
Selatan. Bagian bawah formasi ini terdiri dari serpih gampingan dengan
sisipan batugamping, napal dan batulanau sedangkan di bagian atasnya
berupa perselingan antara batupasir dan serpih. Ketebalan formasi ini secara
umum bervariasi antara 150 m - 2200 m dan diendapkan pada lingkungan laut
dalam. Formasi Gumai berumur Miosen Awal-Miosen Tengah.
6. Formasi Air Benakat (Tma)
Formasi Air Benakat diendapkan secara selaras di atas Formasi Gumai dan
merupakan awal terjadinya fase regresi. Formasi ini terdiri dari batulempung

Universitas Sriwijaya
29

putih kelabu dengan sisipan batupasir halus, batupasir abu-abu hitam


kebiruan, glaukonitan setempat mengan dung lignit dan di bagian atas
mengandung tufaan sedangkan bagian tengah kaya akan fosil foraminifera.
Ketebalan Formasi Air Benakat bervariasi antara 100 m - 1300 m dan
berumur Miosen Tengah-Miosen Akhir. Formasi ini diendapkan pada
lingkungan laut dangkal.
7. Formasi Muara Enim (Tmpm)
Formasi Muara Enim mewakili tahap akhir dari fase regresi tersier. Formasi
ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Air Benakat pada lingkungan
laut dangkal, paludal, dataran delta dan non marin. Ketebalan formasi ini 500
– 1000 m, terdiri dari batupasir, batulempung, batulanau dan batubara.
Batupasir pada formasi ini dapat mengandung glaukonit dan debris volkanik.
Pada formasi ini terdapat oksida besi berupa konkresi-konkresi dan silisified
wood. Sedangkan batubara yang terdapat pada formasi ini umumnya berupa
lignit. Formasi Muara Enim berumur Miosen–Pliosen Awal.
8. Formasi Kasai (Qtk)
Formasi Kasai diendapkan secara selaras di atas Formasi Muara Enim dengan
ketebalan 850 – 1200 m. Formasi ini terdiri dari batupasir tufaan dan tefra
riolitik di bagian bawah. Bagian atas terdiri dari tuff pumice kaya kuarsa,
batupasir, konglomerat, tuff pasiran dengan lensa rudit mengandung pumice
dan tuff berwarna abu-abu kekuningan, banyak dijumpai sisa tumbuhan dan
lapisan tipis lignit serta kayu yang terkersikkan. Fasies pengendapannya
adalah fluvial dan alluvial fan. Formasi Kasai berumur Pliosen Akhir-
Plistosen Awal.
9. Sedimen Kuarter (Qhv)
Satuan ini merupakan litologi termuda yang tidak terpengaruh oleh orogenesa
Plio -Plistosen. Golongan ini diendapkan secara tidak selaras di atas formasi
yang lebih tua yang terdiri dari batupasir, fragmen-fragmen konglemerat
berukuran kerikil hingga bongkah, hadir batuan volkanik andesitik-basaltik
berwarna gelap. Satuan ini berumur resen.
Potensi batubara di daerah penelitian (Banko Barat) terdapat pada
Formasi Muara Enim. Lapisan batubara pada Formasi Muara Enim dibagi

Universitas Sriwijaya
30

menjadi empat sub-bagian, yang diberi nama (dari bawah ke atas) M1, M2, M3,
dan M4. Dari empat sub - bagian itu lapisan M2 dan M4 mengandung lapisan
batubara yang paling ekonomis dan potensial secara ekonomis. Unit M1
merupakan lapisan yang paling bawah dari Formasi Muara Enim mengandung
dua lapisan, Keladi dan Merapi. Unit M2 mengandung mayoritas dari
sumberdaya batubara di Tanjung Enim. Lapisan lapisan itu diberi nama dengan
urutan dari bawah yang potensial untuk ditambang ada beberapa lapisan batubara
utama. Stratigrafi unit M2 (dari tua ke muda) adalah:
1. Lapisan Petai (C) yaitu lapisan batubara dengan ketebalan 7,0 - 14,6 m dan
dijumpai sisipan tipis batulempung/batulanau karbonan dimana beberapa
tempat mengalami pemisahan (split) menjadi C1 dan C2 dengan ketebalan
masing-masing 5,0 - 10,1 m. Di atas lapisan batubara C ini ditutupi oleh
batupasir lanauan yang sangat keras dengan ketebalan 25,0 - 44,0 m (disebut
sebagai overburden B2 - C).
2. Lapisan Suban (B) yaitu lapisan batubara dengan ketebalan sekitar 17,0 m di
beberapa tempat mengalami pemisahan (split) menjadi B1 dan B2 dengan
ketebalan masing-masing 8,0 - 14,55 m dan 3,0 - 5,8 m. Di antara kedua
lapisan ini dijumpai batulempung dan batulanau dengan tebal 2,0 –5,0 m
(disebut interburden B2 - B1), sedangkan di atas lapisan batubara B atau B1
ditutupi oleh batulempung dengan ketebalan 15,0 - 23,0 m yang berinterkalasi
dengan batupasir dan batulanau (disebut interburden B1 - A2) serta dijumpai
adanya lapisan tipis (0,4 - 0,6 m) batubara atau batulempung karbonan yang
dikenal sebagai Suban Marker.
3. Lapisan Mangus Lower (A2) yaitu lapisan batubara dengan ketebalan sekitar
9,8 -14,7 m dijumpai sisipan tipis batulempung sebagai lapisan pengotor
(clayband). Di atas lapisan batubara A2 ini ditutupi oleh batulempung tuffaan
dengan ketebalan 2,0 - 5,0 m disebut sebagai interburden A2 - A1.
4. Lapisan Mangus Upper (A1) yaitu lapisan batubara dengan ketebalan sekitar
5,0 -13,25 m, Di atas lapisan batubara A1 ini ditutupi oleh batulempung
bentonitan dengan ketebalan sekitar 70 - 120 m disebut sebagai overburden
A2 - A1, dimana pada lapisan penutup ini dijumpai adanya lapisan batubara
yang dikenal sebagai lapisan batubara gantung (Hanging Seam).

Universitas Sriwijaya
31

Struktur regional dari daerah Tanjung Enim didominasi oleh sepasang


antiklin dan sinklin sub-paralel skala besar dengan arah umumnya Barat Barat
laut-Timur Tenggara. Beberapa patahan besar terdapat di bagian Selatan dari
Banko Barat dan dalam deposit Banko Tengah. Patahan lebih kecil ditemukan di
beberapa deposit. Di beberapa tempat terdapat intrusi-intrusi andesit atau dasit-
riolit telah mengakibatkan kenaikan kualitas batubara setempat (Ratih S, 2002).

4.5. Kualitas Cadangan Batu Bara


Pengklasifikasian batubara bertujuan untuk dapat memberikan nama serta
membuat batasan – batasan kelas menurut fix carbon yang dimiliki batubara
tersebut. Klasifikasi batubara yang umum digunakan adalah klasifikasi menurut
ASTM (American Standard for Testing Materials). Klasifikasi ini didasarkan atas
analisa proksimat batubara, yaitu berdasarkan derajat perubahan selama proses
pembatubaraan mulai dari lignit sampai antrasit. Sistem klasifikasi ASTM
dikelompokkan berdasarkan hierarki, segi komersial, rank untuk batubara tunggal,
mengikutsertakan batubara dari semua rank, sederhana, mudah untuk diingat,
mudah untuk dimengerti, dan mudah untuk digunakan.
Klasifikasi kualitas batubara bertujuan untuk mengetahui variasi mutu
batubara oleh PT Bukit Asam berdasarkan analisa proksimat batubara dan kalori
batubara. Mine Brand Air Laya (AL), Muara Tiga Besar (MT), dan Bangko Barat
(BB) untuk batubara hasil dari penambangan yang belum mengalami proses
pengolahan dan Market Brand Bukit Asam (BA) untuk batubara yang telah
mengalami pengolahan sebelumnya, seperti dilakukannya Blending, untuk cara
pengklasifikasian batubara sesuai dengan merek dagang PTBA.
PT.Bukit Asam Tbk. memilki beragam kualitas - kualitas batubara yang
banyak tersebar pada lokasi penambangan di beberapa pit seperti Muara Tiga Besar
Utara, Suban, Air Laya, dan Banko Barat.Kualitas cadangan batubara PTBA,
khususnya wilayah Banko Barat dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 di
bawah ini:

Universitas Sriwijaya
32

Tabel 3.1. Jumlah Cadangan Batubara Terukur Banko Barat (PT. Bukit Asam Tbk.
2019)

Lapisan Luas Daerah (Ha) Ketebalan (m) Cadangan


Batubara (juta ton)
A1 667,12 7,3 63,31
A2 816,01 9,8 103,96
B1 922,05 12,7 152,23
B2 1009,03 4,6 60,34
C 1322,88 11.5 197,77

Tabel 3.2. Penggolongan kualitas batubara PT Bukit Asam, Tbk. (PT. Bukit Asam
Tbk. 2018)

Kelas Grup Nama Keterangan

1 Meta Anthracite -
Anthracite 2 Anthracite Suban
3 Semi-Anthracite Air Laya
1 Low Volatile Bituminuous -
2 Medium Volatile Bituminuous -
High Volatile Bituminuous Coal Air Laya dan
3
Bituminuous A Bukit Kendi
High Volatile Bituminuous Coal
4 -
B
High Volatile Bituminuous Coal
5 -
C
1 Sub-bituminuous Coal A Air Laya
Sub-bituminuous 2 Sub-bituminuous Coal B Muara Tiga Besar
3 Sub-bituminuous Coal C Banko Barat

Universitas Sriwijaya
33

4.6. Iklim dan Curah Hujan


Curah hujan rata-rata pada bulan Februari 2019 adalah 3,12 mm dan sampai
pertangahan bulan Maret 2019 adalah 8,36 mm (Data satker Rensihid PT Bukit
Asam Tbk. 2019). (Lampiran B).

4.7. Aktivitas Penambangan Pit 2 Banko Barat


Aktivitas penambangan pada Pit 2 Banko Barat dilakukan dengan metode
konvensional. Pemuatan batubara menggunakan alat muat backhoe dan diangkut
dengan dump truck. Sedangkan penggalian overburden menggunakan excavator
dan dump truck HD. Penambangan dikerjakan oleh kontraktor PT Satria Bahana
Sarana dengan sistem kontrak kerja (contract mining) dengan pengawasan dari
satuan kerja Penambangan Elektrifikasi Shovel and Truck (Swakelola) PT Bukit
Asam, Tbk. Terdapat 4 fleet (kesatuan peralatan mekanis) yang beroperasi di Pit 2.
Berikut adalah aktivitas penambangan secara urut di pit 2 Banko Barat:

4.7.1. Pembersihan Lahan (Land Clearing)


Land Clearing adalah proses pembersihan lahan sebelum aktivitas
penambangan dimulai. Kegiatan land clearing bertujuan membersihkan dan
menyingkirkan material yang menghalangi kegiatan penambangan seperti
pepohonan dan semak belukar. Pembersihan lahan dilakukan dengan menggunakan
alat bulldozer. Pada saat kegiatan kerja praktek berlangsung kegiatan land clearing
di Pit 2 Banko Barat sudah dilakukan, sehingga tidak dilakukan pengamatan secara
langsung.

4.7.2. Pengupasan Tanah Pucuk


Pengupasan tanah dimulai dengan mengupas tanah humus yang berada di
lapisan teratas permukaan. Tanah humus biasanya memiliki ketebalan 60 cm.
Tanah pucuk yang sudah tergali selanjutnya ditimbun dan dikumpulkan pada lokasi
tertentu yang dikenal dengan istilah Top Soil Bank. Tanah pucuk selanjutnya akan
dihamparkan di atas lahan disposal yang telah memasuki tahapan untuk
dilakukannya reklamasi. Tujuan penanganan tanah pucuk tersebut untuk menjaga
agar tidak tercampur dengan tanah lain, agar unsur hara tidak mati, dan tanah pucuk

Universitas Sriwijaya
34

tidak tererosi. Kegiatan ini sudah berakhir, sehingga tidak dapat dilakukan
pengamatan secara langsung.

4.7.3. Pengupasan Tanah Penutup


Setelah tanah pucuk dipisahkan, kegiatan yang dilakukan selanjutnya adalah
pengupasan tanah penutup (overburden). Jenis material tanah di pit 2 tidak begitu
keras, sehingga tidak dibutuhkan peledakan untuk mengupas tanah penutup.
(Gambar 4.1)

Gambar 4.4. Pengupasan Overburden di Pit 2 Banko Barat

Pengupasan tanah penutup yang dilakukan di Pit 2 Banko Barat meliputi


penggalian, pemuatan, pengangkutan, dan penimbunan. Alat yang digunakan
adalah excavator Komatsu PC 3000 yang berjumlah dua. Overburden diangkut
dengan dump truck Belaz 75135 (Gambar 4.2) menuju ke disposal area backfilling
Banko Barat yang berjarak kira-kira 3500 meter. Proses pemuatan overburden
menggunakan metode single stoping, sedangkan pola pemuatannya adalah top

Universitas Sriwijaya
35

loading. Overburden dikumpulkan di disposal area dan akan digunakan kembali


apabila umur penambangan sudah berakhir untuk reklamasi pasca tambang.

Gambar 4.5. Dump Truck Belaz 75135 di Pit 2 Banko Barat

Untuk material yang lebih keras, dibutuhkan penggaruan terlebih dahulu


menggunakan bulldozer dengan ripper agar tanah penutup dapat digali. Bulldozer
yang digunakan di pit 2 Banko Barat adalah Bulldozer Komatsu D375. (Gambar
4.3.)

Gambar 4.6. Bulldozer Komatsu D375

Universitas Sriwijaya
36

4.7.4. Penggalian dan Pemuatan Batubara


Sebelum dilakukan pemuatan batubara, dilakukan proses pembersihan (coal
cleaning) terlebih dahulu. Proses ini bertujuan untuk memisahkan batubara dengan
material-material lain seperti batu pack. Coal cleaning pada pit 2 dilakukan dengan
backhoe Kobelco SK480.
Pada lapisan batubara yang keras, dilakukan penggaruan (ripping) terlebih
dahulu. Kegiatan ripping pada batubara bertujuan untuk memberaikan batubara dari
kondisi insitu menjadi kondisi terberai (looses), sehingga memudahkan alat gali-
muat untuk mengambil batubara.
Pemuatan batubara di front pit 2 Banko Barat menggunakan backhoe
Komatsu SK480 yang diangkut oleh dump truck Hino 500 FM 260 JD. Dump truck
di pit 2 terdapat dua jenis yaitu dump truck dengan vessel tertutup dan tanpa tutup.
(Gambar 4.4) Kapasitas dump truck dengan vessel tertutup lebih besar dibanding
tanpa tutup dikarenakan pengisian pada vessel dump truck dengan tutup bisa sampai
penuh.

Gambar 4.7. Dump Truck Hino 500 FM dengan bak tertutup

Universitas Sriwijaya
37

Kapasitas dump truck dengan bak terbuka rata-rata adalah 11 ton sedangkan
dump truck dengan bak tertutup adalah 16-17 ton. Dibutuhkan 6 kali pengisian
dengan backhoe pada dump truck dengan vessel tertutup sedangkan pengisian pada
dump truck dengan vessel terbuka adalah 4 kali.
Teknik yang digunakan untuk memuat batubara pada pit 2 adalah dengan
teknik top loading, dimana alat muat berada di tumpukkan material. Sedangkan
posisi pemuatan batubara dari backhoe ke dump truck menggunakan Single
Spotting/Single Truck Back Up, yaitu truk kedua menunggu selagi alat muat
memuat ke truk pertama, setelah truk pertama berangkat, truk kedua berputar dan
mundur. Saat truk kedua dimuat, truk ketiga datang melakukan manuver dan
seterusnya.

4.7.5. Pengangkutan dan Penimbunan Batubara (Hauling dan Dumping)


Batubara yang sudah dimuat akan diangkut menuju ke Dump Hopper 3 atau
temporary stockpile. Tujuan pengangkutan batubara akan disesuaikan dengan
kebutuhan target produksi. Jarak tempuh dari front penambangan menuju dump
hopper adalah 5000m. Batubara yang dibawa ke dump hopper akan diteruskan ke
TLS (Train Loading Station) dan batubara yang berada di temporary stockpile akan
dibiarkan untuk keperluan produksi mendatang. Pada TLS inilah batubara dimuat
kedalam gerbong kereta api yang ada untuk dibawa ke tempat tujuan sebelum
nantinya dipasarkan atau di kirim kepada konsumen.

4.7.6. Kegiatan Pendukung


Kegiatan-kegiatan berikut bertujuan untuk melancarkan aktivitas
penambangan sehingga target produksi dapat tercapai. Pada penambangan di pit 2
banko barat adapun kegiatan pendukungnya antara lain:
1. Perawatan Jalan Angkut
Kegiatan ini berguna untuk meratakan jalan yang bergelombang untuk
memudahkan alat mekanis bergerak. Perawatan jalan angkut dilakukan dengan
menggunakan power grader. Pada pit 2 digunakan power grader XCMG GR 135.
Terdapat 1 power grader di front penambangan pit 2. Perawatan biasanya dilakukan
sehabis hujan untuk mengurangi kelicinan.

Universitas Sriwijaya
38

Gambar 4.8 Power Grader di Pit 2 Banko Barat

2. Penirisan Tambang
Pada musim hujan, air dapat tergenang pada front tambang dan dapat
menghambat produktivitas penambangan sehingga dibutuhkan penanganan yang
tepat. Di pit 2, terdapat pompa untuk mengalirkan air yang tergenang menuju sump.
Dilapangan sendiri, untuk melakukan kegiatan pemompaan dilakukan pada saat
level air yang ada di sump inpit sudah mengalami kenaikan yang cukup tinggi dan
beresiko untuk mengganggu aktivitas penambangan.
Salah satu upaya pencegahan pembentukan air asam tambang (AAT) adalah
dengan pembangunan lapisan penutup material reaktif, umumnya dikenal sebagai
Potentially Acid Forming (PAF) material, dengan material yang tidak reaktif, Non
Acid Forming (NAF) material, tanah, atau material alternatif seperti Geosyntetic
Clay Liner (GCL). Lapisan ini dikenal juga dengan sebutan dry cover system.

Universitas Sriwijaya
39

Gambar 4.9. Pompa Penirisan di Pit 2 Banko Barat

Tujuan dari pembangunan lapisan ini adalah untuk mengurangi difusi


oksigen dan infiltrasi air, sebagai faktor penting dalam proses oksidasi mineral
sulphida. Selain itu, sistem pelapisan ini juga diharapkan dapat tahan terhadap erosi
dan mendukung upaya revegetasi lahan penimbunan material. Penanggulan air
asam dilakukan dengan cara memompa air yang berada di sump dengan
menggunakan pompa air yang kemudian dialirkan menuju kolam penampungan
lumpur (KPL). Di KPL, air asam dinetralkan dengan cara menaburkan kapur dan
tawas sebelum air pada penampungan ini dialirkan ke sungai terdekat. Selain untuk
menetralkan air asam, di KPL juga lumpur akan diendapkan dari kolam pertama
hingga kolam terakhir agar air yang dialirkan ke sungai sudah layak. Untuk
melakukan pengendapan ini maka harus diperhitungkan kecepatan aliran yang
masuk harus lebih rendah dari pada kecepatan jatuhnya endapan sehingga
memaksimalkan pengendapan lumpur.

Universitas Sriwijaya
40

4.8. Tugas Khusus


4.8.1. Produktivitas Alat Gali-Muat Excavator Backhoe Kobelco SK 480 LC 8

Untuk menghitung produktivitas excavator yang memuat batubara dapat


digunakan persamaan (4.1).
Diketahui:
Kapasitas Bucket (Kb) = 2,3 m3 (Lampiran C)
Faktor Bucket (Fb) = 1,1 (Lampiran D)
Swell Factor (Sf) = 0,74 (Lampiran E)
Effisiensi excavator (Eff) = 0,75 (Lampiran D)
Cycle Time (Ct) = 19,3 detik (Lampiran F)
Densitas Batubara = 1,26 ton/ m3( Batubara bituminus)

P = (2,3 𝑥 0,75 𝑥 1,1 𝑥 0,74 𝑥 3600)/19,3 𝑥 1,26 = 330,011 ton/jam


Jadi, produktivitas alat gali–muat backhoe Kobelco SK480 untuk batubara adalah
330,011 ton/jam.

4.8.2. Produktivitas Dump Truck Hino 500 FM 260 JD Dengan Jarak Angkut
5000m

n  Kb  Eff  Fb  Sf  3600
P  density batubara.......... (4.2)
CT

Untuk menghitung produktivitas dumptruck yang mengangkut batubara


dapat digunakan persamaan (4.2).
Diketahui:
Jumlah Pengisian (n) = 6 kali
Kapasitas Bucket excavator (Kb) = 2,3 m3 (Lampiran C)
Faktor Bucket excavator (Fb) = 1,1 (Lampiran D)
Effisiensi dumptruck (Eff) = 0,75 (Lampiran D)

Universitas Sriwijaya
41

Cycle Time (Ct) = 1318,909 detik (Lampiran F)


Swell Factor (Sf) = 0,74 (Lampiran E)
Densitas Batubara = 1,26 ton/ m3( Batubara Bituminus)

6 𝑥 2,3 𝑥 0,75 𝑥 1,1 𝑥 0,74 𝑥 3600


P= 𝑥 1,26 = 28,97 ton/jam
1318,909

Jadi, produktivitas alat angkut dumptruck Hino 500 FM 260 JD dengan


jarak 5000 meter dari front penambangan pit 2 ke dump hopper adalah 28,97
ton/jam.

4.8.3. Menghitung Keserasian Kerja (Match Factor) Alat Gali Muat dan
Angkut Batubara
Hasil keserasian kerja alat (Match Factor) diupayakan mendekati angka 1
agar memaksimalkan kegiatan produksi. Berikut merupakan perhitungan faktor
keserasian kerja alat antara alat muat backhoe Kobelco SK480 dan alat angkut dump
truck Hino 500 FM pada front penambangan di Pit 2 Banko Barat.

.....(4.3)

Diketahui :
a. Jumlah alat angkut dumptruck Hino 500 FM 260 JD = 8 unit
b. Jumlah alat gali-muat excavator backhoe Kobelco SK480 = 1 unit
c. Waktu edar alat gali-muat = 19,35 detik (Lampiran F)
d. Waktu edar alat angkut = 1318,909 detik (Lampiran F)
e. Banyak pengisian (n) = 6 kali

Untuk menghitung faktor keserasian kerja alat gali-muat dengan alat angkut
(match factor) dapat menggunakan persamaan (4.3).
8 𝑥 6 𝑥 19,3
MF = = 0,7
1 𝑥 1318,909

Universitas Sriwijaya
42

Jadi, sesuai dengan pengamatan di lapangan, maka alat gali muat (backhoe
Kobelco SK480) yang menunggu alat angkut untuk datang. (MF<1).

Untuk mendapatkan jumlah dump truck agar mencapai match factor = 1,


maka dimasukkan persamaan berikut:

𝑁 𝑥 6 𝑥 19,3
1=
1 𝑥 1318,909

N = 11 dump truck
Maka dibutuhkan penambahan dump truck sebanyak 3 dump truck untuk
mencapai match factor = 1

4.2.4 Produktivitas Alat Gali Muat Overburden Komatsu PC 3000

.......................................................(4.4)

Diketahui:
Kapasitas Bucket (Kb) = 16,0m3 (Lampiran C)
Faktor Bucket (Fb) = 1,1 (Lampiran D)
Swell Factor (Sf) = 0,85 (Lampiran E)
Effisiensi excavator (Eff) = 0,75 (Lampiran D)
Cycle Time (Ct) = 31,55 detik (Lampiran F)

Untuk menghitung produktivitas excavator yang memuat overburden

dapat digunakan persamaan (4.4).

16,0 𝑥 1,1 𝑥 0,85 𝑥 0,75 𝑥 3600


P=
31,55
P = 1280,25 BCM/jam

Universitas Sriwijaya
43

Jadi, produktivitas alat gali–muat excavator backhoe Komatsu PC 3000


untuk overburden adalah 1280,25 BCM/jam.

4.8.4. Produktivitas Alat Angkut Dump Truck Belaz 75135 Untuk Overburden
Dengan Jarak Angkut 2600m

........................................................(4.5)

Diketahui:
Jumlah Pengisian (n) = 5 kali
Kapasitas Bucketexcavator (Kb) = 16 m3 (Lampiran C)
Faktor Bucketexcavator (Fb) = 1,1 (Lampiran D)
Swell Factor (Sf) = 0,85 (Lampiran E)
Effisiensi dumptruck (Eff) = 0,75 (Lampiran D)
Cycle Time (Ct) = 1573,58 detik (Lampiran F)

Untuk menghitung produktivitas dump truck Belaz 75135 yang mengangkut

overburden dapat digunakan persamaan (4.5).

5 𝑥 16,0 𝑥 1,1 𝑥 0,85 𝑥 0,75 𝑥 3600


P=
1573,58
P = 128,344 BCM/jam
Jadi, produktivitas alat angkut dumptruck Belaz 75135 untuk overburden
(alat gali-muat PC 3000) dengan jarak 2600 meter dari front penambangan ke
disposal area adalah 128,344 BCM/jam.

4.8.5. Menghitung Keserasian Kerja (Match Factor) Alat Gali Muat dan
Angkut Overburden

................(4.6)

Universitas Sriwijaya
44

Diketahui:
 Jumlah alat angkut dumptruck Belaz 75135 = 6 unit
 Jumlah alat gali-muat excavator backhoe Komatsu PC3000 = 1 unit
 Waktu edar alat gali-muat = 31,55 detik (Lampiran F)
 Waktu edar alat angkut = 1573,58 detik (Lampiran F)
 Banyak pengisian (n) = 5 kali
Untuk menghitung faktor keserasian kerja alat gali-muat dengan alat angkut
(match factor) dapat menggunakan persamaan (4.12).

5 𝑥 6 𝑥 31,55
MF =
1 𝑥 1573,58
MF = 0,6

Jadi, sesuai dengan pengamatan di lapangan, maka alat gali muat (excavator
Komatsu PC 3000) yang menunggu alat angkut untuk datang. (MF<1).
Untuk mendapatkan jumlah dump truck agar mencapai match factor = 1,
maka dimasukkan persamaan berikut:

𝑁 𝑥 6 𝑥 31,55
1=
1 𝑥 1573,58

N = 8 dump truck

Maka dibutuhkan penambahan dump truck sebanyak 2 dump truck untuk


mencapai match factor = 1

Universitas Sriwijaya
45

Tabel 4.1. Rekapitulasi produktivitas alat gali-muat dan angkut batubara per jam

Material Kegiatan Jenis Alat Produktivitas

Batubara Pemuatan Backhoe Kobelco SK480 330,011 ton


LC-8

Batubara Pengangkutan Dump Truck Hino 500 21,8 ton


FM 260 JD

Overburden Pemuatan Excavator Komatsu PC 1280,25 BCM


3000

Overburden Pengangkutan Dump Truck Belaz 128,344 BCM


75135

Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai