PENDAHULUAN
2. ETIOLOGI
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau Diabetes Melitus Tergantung
Insulin (DMTI) disebabkan oleh destruksi sel β pulau langerhans akibat proses autoimun.
Sedangkan Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau Diabetes Mellitus
Tidak Tergantung Insulin (DMTTI) disebabkan kegagalan relatif sel β dan resistensi
insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh
hati. Sel β tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi
defisiensi relatif insulin desensitisasi terhadap glukosa.
3. EPIDEMIOLOGI
International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan bahwa prevalensi Diabetes
Melitus di dunia adalah 1,9% dan telah menjadikan DM sebagai penyebab kematian
urutan ke tujuh di dunia sedangkan tahun 2012 angka kejadian diabetes mellitus di
dunia adalah sebanyak 371 juta jiwa dimana proporsi kejadian diabetes melitus tipe 2
adalah 95% dari populasi dunia yang menderita diabetes melitus. Hasil Riset
Kesehatan Dasar pada tahun 2008, menunjukan angka kejadian Diabetes Melitus di
Indonesia mencapai 57% sedangkan kejadian di dunia diabetes melitus tipe 2 adalah
95%. Faktor resiko dari Diabetes melitus tipe 2 yaitu usia, jenis kelamin, obesitas,
hipertensi, genetik, makanan, merokok, alkohol, kurang aktivitas, lingkar perut.
Penatalaksanaan dilakukan dengan cara penggunaan obat oral hiperglikemi dan insulin
serta modifikasi gaya hidup untuk mengurangi kejadian dan komplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular dari diabetes melitus tipe 2.
4. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi DM Tipe II terjadi sebagai akibat kombinasi beberapa aspek yang
berlangsung lama dapat bertahun-tahun secara subklinis. Aspek-aspek tersebut adalah
penurunan sekresi insulin, resistensi insulin dan ominous octet.
a) Penurunan Sekresi Insulin, terjadi akibat disfungsi sel-sel β pankreas. Suatu
penelitian menemukan bahwa gangguan fungsi sel pankreas ini terjadi secara dini
bahkan sebelumnya ada resistensi insulin
b) Resistensi Insulin, akan terjadi bila alur penyimpanan nutrisi yang bertugas
memaksimalkan efisiensi penggunaan energi terpapar terus menerus dengan surplus
energi. Surplus energi ini akan menurunkan sensitivitas insulin. Papapran surplus
energi dalam jangka panjang akan menyebabkan sensitivitas insulin semakin
menurun hingga terjadi resistensi insulin terutama pada jaringan otot, hepar dan
lemak. Resistensi insulin akan menyebabkan penurunan asupan glukosa perifer
diiringi dengan peningkatan endogen produksi glukosa oleh hepar melalui proses
glukoneogenesis. Selain itu, jaringan tubuh yang tidak mendapat energi juga akan
memecah lipid dalam jaringan sel lemak sehingga terjadi katabolisme lemak tubuh
atau lipolisis.
c) Ominous octet, menyebabkan terjadinya hiperglikemia. Ominous octet adalah
gabungan dari kondisi sebagai berikut :
- Penurunan sekresi insulin pankreas
- Penurunan efek inkretin
- Peningkatan lipolisis
- Peningkatan reabsorpsi glukosa
- Penurunan uptake gluksa perifer
- Disfungsi neurotransmitter
- Peningkatan produksi glukosa oleh hepar
- Peningkatan sekresi glukagon dari sel-sel atau pulau Langerhans
Keadaan hipoglikemia yang terjadi karena ominous octet dapat berlangsung
selama bertahun-tahun secara subklinik gejala penyakit sebelum penyakit muncul,
5. MANIFESTASI KLINIS
Diagnosis DM awalnya dipikirkan dengan adanya gejala khas berupa polifagia,
poliuria, polidipsia, lemas, dan berat badan turun tanpa sebab yang jelas. Gejala lain yang
mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensi pada pria
serta pruritus vulva pada wanita.
6. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
a) Anamnesis
Pada anamnesis akan didapatkan keluhan khas yaitu polifagia, poliuria, polidipsi,
penurunan berat badan yang tidak jelas sebabnya. Selain itu juga ada keluhan yang
tidak khas seperti lemah, kesemutan (rasa baal di ujung-ujung ekstermitas) gatal,
mata kabur, disfungsi ereksi pada wanita, pruritus vulvae pada wanita, luka yang sulit
sembuh. Faktor resiko dari DM Tipe 2 adalah berat badan lebih dan obesitas (IMT ≥
25 kg/m2, riwayat penyakit DM di keluarga, mengalami hipertensi (TD ≥ 140/90
mmHg atau sedang dalam terapi hipertensi), riwayat melahirkan bayi dengan BBL >
4000 gram atau pernah didiagnosis DM Gestasional, perempuan dengan riwayat
PCOS (Polycistic Ovary Syndrome), riwayat GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu) / TGT (Toleransi Glukosa Terganggu), serta aktivitas jasmani yang
kurang.
b) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu dilakukan penilaian tinggi badan, berat badan,
penurunan visus, lensa mata buram, serta uji sensitibilitas kulit dengan mikrofilamen.
c) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan
glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria.
7. PENATALAKSANAAN
a) Farmakoterapi
Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan bentukan suntikan.
Obat Antihiperglikemia Oral
Dibagi menjadi 5 golongan :
Pemacu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
- Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin
oleh sel β pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan
peningkatan berat badan. Hati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien
dengan risiko tinggi hipoglikemia (orang tua, gangguan faal hati, dan
ginjal).
- Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivate asam
benzoat) dan Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan
cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui
hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping
yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia.
b) Non Farmakoterapi
Terapi nonfarmakologi pada dasarnya adalah perubahan gaya hidup yang
mencakup pengaturan pola makan yang sering disebut sebagai terapi nutrisi medis,
latihan fisik dan edukasi berbagai masalah yang terkait tentang penyakit diabetes
melitus. Terapi nonfarmakologi ini sebagai dasar, dilakukan terus menerus
mendampingi terapi farmakologi adalah memberikan obat-obatan baik oral maupun
dalam bentuk injeksi yaitu insulin.
8. KRITERIA PENGENDALIAN DM
Kriteria pengendalian didasarkan pada hasil pemeriksaan kadar glukosa, HbA1c, dan
profil lipid. Definisi DM yang terkendali baik adalah apabila kadar glukosa, lipid dan
HbA1c mencapai kadar yang diharapkan, serta status gizi maupun tekanan darah sesuai
dengan yang telah menjadi target.
Tabel 6. Sasaran Pengendalian DM
9. KOMPLIKASI
Diabetes melitus dapat menyebabkan beberapa komplikasi seperti hipertensi,
retinopati, neuropati, nefropati dan penyakit pembuluh darah lainnya, mengingat kadar
gula darah yang tinggi dan tidak terkontrol menyebabkan keadaan yang disebut
disfungsi endotel.
- Trauma
Terutama trauma yang berulang, 21% trauma akibat gesekan dari alas kaki, 11% karena cedera
kaki (kebanyakan karena jatuh), 4% selulitis akibat komplikasi tinea pedis, dan 4% karena
kesalahan memotong kuku jari kaki
b. Faktor kontributif
- Aterosklerosis
Aterosklerosis karena penyakit vaskuler perifir terutama mengenai pembuluh darah
femoropoplitea dan pembuluh darah kecil dibawah lutut, merupakan faktor kontributif
terpenting. Risiko ulkus, dua kali lebih tinggi pada pasien diabetes dibanding dengan pasien non-
diabetes.
- Diabetes
Diabetes menyebabkan gangguan penyembuhan luka secara intrinsik, termasuk
diantaranya gangguan collagen cross-linking, gangguan fungsi matrik metalloproteinase, dan
gangguan imunologi terutama gangguan fungsi PMN. Disamping itu penderita diabetes memiliki
angka onikomikosis dan infeksi tinea yang lebih tinggi, sehingga kulit mudah mengelupas dan
mengalami infeksi. Pada DM, ditandai dengan hiperglikemia berkelanjutan serta peningkatan
mediator-mediator inflamasi, memicu respon inflamasi, menyebabkan inflamasi kronis, namun
keadaan ini dianggap sebagai inflamasi derajat rendah, karena hiperglikemia sendiri
menimbulkan ganggguan mekanisme pertahanan seluler. Inflamasi dan neovaskularisasi penting
dalam penyembuhan luka, tetapi harus sekuensial, self-limited, dan dikendalikan secara ketat
oleh interaksi sel-molekul. Pada DM respon inflamasi akut dianggap lemah dan angiogenesis
terganggu sehingga terjadi gangguan penyembuhan luka seperti terlihat pada gambar 2.1
(Tellechea dkk, 2010)
2. Ulkus neuroiskemik
Kaki teraba lebih dingin, tidak teraba pulsasi, kulit tipis, halus dan tanpa rambut, ada atrofi
jaringan subkutan, klaudikasio intermiten dan rest pain mungkin tidak ada karena neuropati
B) Penilaian ulkus kaki diabetik
Untuk mencegah amputasi kaki dan penyembuhan ulkus berkepanjangan, maka perlu
mengetahui akar penyebabnya. Untuk mendapatkan data ulkus secara menyeluruh yang akan
bermanfaat didalam perencanan pengobatan, perlu dilakukan penilaian-penilaian ulkus meliputi :
(Van Baal, 2004 ; Khanolkar dkk., 2008)
1. Penilaian neuropati
Riwayat tentang gejala-gejala neuropati, pemeriksaan sensasi tekanan dengan Semmes-
Weinstein monofilament 10 g, pemeriksaan sensasi vibrasi dengan garpu tala 128 Hz
2. Penilaian struktur
Identifikasi kelainan-kelainan struktur atau deformitas seperti penonjolan tulang di
plantar pedis : claw toes, flat toe, hammer toe, callus, hallux rigidus, charcot foot.
3. Penilaian vaskuler
Riwayat klaudikasio intermiten, perubahan tropi kulit dan otot, pemeriksaan pulsasi
arteri, ABI, Doppler arteri, dilakukan secara sistematis. Iskemia berat atau kritis, apabila
ditemukan tanda infeksi, kaki teraba dingin, pucat, tidak ada pulsasi, adanya nekrosis, tekanan
darah ankle < 50 mmHg (Ankle Brachial Index < 0,5), TcPO2 < 30mmHg, tekanan darah jari <
30mmHg.
4. Penilaian ulkus
Pemeriksaan ulkus harus dilakukan secara cermat, teliti dan sistematis. Inspeksi harus
bisa menjawab pertanyaan, apakah ulkusnya superfisial atau dalam, apakah mengenai tulang,
sehingga bisa ditetapkan derajat ulkus secara akurat.
infeksi pada ulkus kaki diabetik bila terdapat 2 atau lebih tanda-tanda berikut : bengkak,
indurasi, eritema sekitar lesi, nyeri lokal, teraba hangat lokal, adanya pus (Bernard, 2007 ;
Lipsky dkk.,2012). Infeksi dibagi dalam infeksi ringan (superficial, ukuran dan dalam
terbatas), sedang (lebih dalam dan luas), berat (disertai tanda-tanda sistemik atau gangguan
metabolik) (Lipsky dkk., 2012). Termasuk dalam infeksi berat seperti fasiitis nekrotikan, gas
gangren, selulitis asenden, terdapat sindroma kompartemen, infeksi dengan toksisitas
sistemik atau instabilitas metabolik yang mengancam kaki dan jiwa pasien (Zgonis dkk.,
2008). Klasifikasi Wagner ( dikutip dari Oyibo dkk., 2001).
Grade 0 Tidak ada ulkus pada penderita kaki risiko tinggi
Grade I Ulkus superfisial terlokalisir.
Grade II Ulkus lebih dalam, mengenai tendon, ligamen, otot,sendi, belum
mengenai tulang, tanpa selulitis atau abses
Grade III Ulkus lebih dalam sudah mengenai tulang sering komplikasi
osteomielitis, abses atau selulitis.
Grade IV Gangren jari kaki atau kaki bagian distal. Grade V Gangren seluruh
kaki.
BAB III
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Aloanamnesa dilakukan pada pasien pada tanggal 27 September 2018 di Ruang Sakura V
Penyakit Dalam Wanita RSUD Abepura.
Keluhan Utama
Badan Lemas
Riwayat Sosial
Pasien sehari-hari bekerja sebagai guru Paud di Sentani
DM Tipe II
Ulkus Diabetik
D. Rencana Penatalaksanaan
- IJ Cefriaxone 2x1
- IJ Ranitin 2x1
- IJ Metronidazole 3x1
- IJ Ketrolac 3X1
FOLLOW UP
26/09/2018 INTERNA Keterangan
Subjective Badan lemas (+),Pusing(+), mual (+), nyeri uluh hati
(+),nyeri uluh hati (+)
Objectives KU: Tampak sakit sedang, Kesadaran: Compos Hasil laboratorium
Mentis Hb:8,5
0
TD: 100/60 mmHg, N:90x/m, R:23x/m, S:36 C, RBC: 4,0
SpO 2 : 90% O2 96-97% HCT: 26,9
K/L: CA (-/-), SI (-/-), OC (-), P>KGB (-), MCV: 83,8
Paru I : Simetris, Ikut gerak napas MCH: 26,5
P : Vokal Fremitus D=S MCHC: 31,6
P : Sonor WBC: 17,1
A : Suara Napas vesikuler (+/+), Rhonki PLT: 201.000
(-), Wheezing(-) DDR: Negatif
Jantung I : Ictus cordis tidak tampak GDS: 184 mg/dL
P : Ictus cordis teraba
P : Pekak
A : Bunyi Jantung I-II reguler,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen I : Cembung
A : Bising Usus (+)
P : Supel, NT: (+), H/L: tidak
teraba
P : Timpani
Ekstremitas akral hangat, udem (+), CRT <2”
Vegetatif Ma/Mi(+/+), BAB/BAK(+/+).
Assessment - DM Tipe II
- Ulkus DM
- Gatrritis
- Noperapid 18-18-18
- Levemir 0-0-18
- Noperapid 18-18-18
- Levemir 0-0-18
-
- Paracetamol 500mg/8 jam (po)
- Noperapid 18-18-18
- Levemir 0-0-18
- Asetil sistein 3x200
- Paracetamol 500mg/8 jam (po)
Periksa:
Pro Debridement
-
2.5. Foto Klinis Pasien
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada Kasus Ny. E.N, umur 56 tahun datang dengan keluhan utama badan lemas
yang di rasakan kurang lebih 2 hari SMRS .Lemas di sertai dengan keluhan lain seperti
pusing, sakit kepala (+) , sakit kepala seperti berputar (-), sering lapar (+) pandangan
kabur (+), sesak tidak ada, demam (-), BAK/BAB normal, makan/minum baik. Pasien
juga mengeluhkan nyeri pada kaki kiri kurang lebih 1 minngu. .nyeri seperti tertusuk-
tusuk, disertai dengan demam yamg hilang timbul . riwayat minum obat DM juga tidak
terkontrol. Pasien juga kadang mengeluhkan nyeri uluh hati sebelum pasien makan.
Untuk riwayat jantung, hipertensi ,TB Paru disangkal oleh Pasien.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 80 x/m, suhu badan
36,60C, respirasi 20x/m, , Pemeriksaan laboratorium tanggal 26/09/2018 : HB 8,5
(103/uL), Glukosa darah sewaktu 428 mg/dL.
- DM TIPE II
- Ulkus Diabetikum
adalah Diagnosis DM awalnya dipikirkan dengan adanya gejala khas berupa polifagia,
poliuria, polidipsia, lemas, dan berat badan turun tanpa sebab yang jelas. Gejala lain yang
mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensi pada pria
serta pruritus vulva pada wanita. Dan juga di sertai dengan Anamnesis, Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 80 x/m, suhu badan
36,60C, respirasi 20x/m, , Pemeriksaan laboratorium tanggal 26/09/2018 : HB 8,5 (103/uL),
Glukosa darah sewaktu 428 mg/dL.
Ada beberapa klasifikasi derajat ulkus kaki diabetik dikenal saat ini seperti, klasifikasi
Wagner, University of Texas wound classification system (UT), dan PEDIS ( Perfusion, Extent /
size, Depth / tissue loss, Infection, Sensation ). Klasifikasi Wagner banyak dipakai secara luas,
menggambarkan derajat luas dan berat ulkus namun tidak menggambarkan keadaan iskemia dan
ikhtiar pengobatan (Oyibo dkk., 2001 ; Widatalla dkk., 2009 ). 9
Kriteria diagnosa infeksi pada ulkus kaki diabetik bila terdapat 2 atau lebih tanda-tanda
berikut : bengkak, indurasi, eritema sekitar lesi, nyeri lokal, teraba hangat lokal, adanya pus
(Bernard, 2007 ; Lipsky dkk.,2012). 8
Infeksi dibagi dalam infeksi ringan (superficial, ukuran dan dalam terbatas), sedang
(lebih dalam dan luas), berat (disertai tanda-tanda sistemik atau gangguan metabolik) (Lipsky
dkk., 2012). Termasuk dalam infeksi berat seperti fasiitis nekrotikan, gas gangren, selulitis
asenden, terdapat sindroma kompartemen, infeksi dengan toksisitas sistemik atau instabilitas
metabolik yang mengancam kaki dan jiwa pasien (Zgonis dkk., 2008).
Klasifikasi Wagner ( dikutip dari Oyibo dkk., 2001).
1. Grade 0 Tidak ada ulkus pada penderita kaki risiko tinggi
2. Grade I Ulkus superfisial terlokalisir.
3. Grade II Ulkus lebih dalam, mengenai tendon, ligamen, otot,sendi, belum mengenai
tulang, tanpa selulitis atau abses
4. Grade III Ulkus lebih dalam sudah mengenai tulang sering komplikasi osteomielitis,
abses atau selulitis.
5. Grade IV Gangren jari kaki atau kaki bagian distal. Grade V Gangren seluruh kaki
Berdasarkan anamnesis yaitu adanya luka yang lama tak sembuh sekitar 1 bulan
dengan pus, berbau busuk, terasa panas, tidak terasa nyeri dan riwayat diabetes melitus
yang dimiliki pasien, menegakkan diagnosis bahwa luka tersebut merupakan ulkus
diabetik.
Pada pasien ini derajat ulkus menurut Wagner ialah grade 1 yaitu ulkus yang
superficial, dengan infeksi ringan. Dan penatalaksanaan pada pasien ini yaitu dengan
- Kendali metabolik (metabolic control): pengendalian keadaan metabolik
sebaik mungkin seperti pengendalian kadar glukosa darah, lipid, albumin,
hemoglobin dan sebagainya.
- Kendali infeksi (infection control): jika terlihat tanda-tanda klinis infeksi
harus diberikan pengobatan infeksi secara agresif
- (Kendali luka (wound control): pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis
secara teratur. Perawatan lokal pada luka, termasuk kontrol infeksi, dengan
konsep TIME:
A. Farmakoterapi
- Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea,
dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.
Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivate asam
benzoat) dan Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan
cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui
hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping
yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia.
b. Non Farmakoterapi
- IJ Cefriaxone 2x1
- IJ Ranitin 2x1
- IJ Metronidazole 3x1
- IJ Ketrolac 3X1
BAB V
KESIMPULAN
Diabetes Melitus Tipe 2 adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan
gula darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel β pankreas dan atau gangguan fungsi insulin
(resistensi insulin).
Diagnosis DM awalnya dipikirkan dengan adanya gejala khas berupa polifagia, poliuria,
polidipsia, lemas, dan berat badan turun tanpa sebab yang jelas. Gejala lain yang mungkin
dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal, mata kabur, dan impotensi pada pria serta pruritus
vulva pada wanita
Pada kasus DM terapi yang dapat diberikan yaitu obat antihiperglikemia oral dan obat
antihiperglikemia suntik.
Diabetes melitus dapat menyebabkan beberapa komplikasi seperti hipertensi, retinopati,
neuropati, nefropati dan penyakit pembuluh darah lainnya, mengingat kadar gula darah yang
tinggi dan tidak terkontrol menyebabkan keadaan yang disebut disfungsi endotel.
Diabetes yang terus-menerus dibiarkan tanpa pengobatan, lama-lama menyebabkan
kerusakan pembuluh darah dan penumpukkan lemak pada dinding pembuluh darah.
Penumpukkan lemak ini dapat meningkatkan risiko pembuluh darah menyempit karena
tersumbat hingga akhirnya mengeras. Aliran darah yang kencang dari jantung jadi terhambat
karena tidak semuanya bisa melewati pembuluh yang sempit. Akibatnya, jantung harus bekerja
lebih keras lagi untuk memompa darah. Inilah yang menyebabkan tekanan darah lama-lama
meningkat kalau memiliki riwayat diabetes. Efek resistensi insulin akibat diabetes dapat juga
menyebabkan hipertensi. Resistensi insulin membuat tubuh tidak merespon hormon insulin
dengan baik sehingga gagal menyerap gula dalam darah (glukosa) untuk dijadikan energi atau
simpanan lemak. Penumpukan lemak dalam tubuh bisa mengganggu kerja sistem saraf, termsauk
sinyal yang mengatur tekanan darah. Selain itu, resistensi insulin memicu ketidakseimbangan
kadar garam dan kalium yang menyebabkan peningkatan volume cairan tubuh. Hal ini juga dapat
menyebabkan penyempitan arteri, yang lama-lama menaikkan tekananan darah hingga berisiko
hipertensi.
Di sisi lain, orang yang punya tekanan darah tinggi juga dapat berisiko mengalami diabetes
karena peningkatan tekanan darah bisa mempengaruhi produksi insulin dari pankreas. Kerusakan
pankreas dan hormon insulin yang tidak bekerja dengan baik dapat membuat tubuh
menghasilkan lebih banyak gula darah. Peningkatan gula darah belebihan berisiko menimbulkan
gejala diabetes.
Hipertensi dan DM adalah dua penyakit yang memiliki kaitan sangat erat. Dua keadaan ini
adalah masalah yang membutuhkan pengelolaan yang tepat dan seksama. Hipertensi tidak hanya
menyebabkan serangan jantung, gagal jantung dan stroke, tetapi dalam banyak kasus sering
menimbulkan adanya penyakit DM baru. Untuk menghindari kemungkinan terkena diabetes,
para penderita hipertensi diminta menjaga tekanan darahnya dengan menjaga berat badan, kadar
gula darah, kadar trigliserid dalam darah, dan kadar HDL.
Diabetes melitus dan hipertensi adalah penyakit menahun yang akan diderita seumur hidup,
sehingga yang berperan dalam pengelolaannya tidak hanya dokter, perawat dan ahli gizi, akan
tetapi lebih penting lagi keikutsertaan pasien sendiri dan keluarganya. Penyuluhan kepada pasien
dan keluarganya akan sangat membantu meningkatkan keikutsertaan mereka dalam usaha
memperbaiki hasil pengelolaan DM dan hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA