Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu


bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari
pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat
meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja
menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha,
tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak
lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.1
Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi
bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu
kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi
listrik, dan sumber-sumber cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang
berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan psikososial dan ergonomi. Semua potensi
bahaya tersebut di atas, jelas mengancam jiwa dan kehidupan bagi para karyawan
di RS, para pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan RS. 1
Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada
bahaya-bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik,
peralatan listrik maupun peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang
dihadapi dalam rumah sakit atau instansi kesehatan dapat digolongkan dalam: 1
1. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau
meledak (obat-obatan)
2. Bahan beracun, korosif dan kaustik
3. Bahaya radiasi
4. Luka bakar
5. Syok akibat aliran listrik
6. Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam
7. Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Instalasi Gawat Darurat (IGD)

Prinsip utama IGD: 2


a) Setiap Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang memiliki
kemampuan :
a. Melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat
b. Melakukan resusitasi dan stabilitasi (life saving).
b) Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit harus dapat memberikan
pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu.
c) Berbagai nama untuk instalasi/unit pelayanan gawat darurat di rumah sakit
diseragamkan menjadi INSTALASI GAWAT DARURAT (IGD).
d) Rumah Sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani kasus
gawat darurat.
e) Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 (lima) menit setelah
sampai di IGD.
f) Organisasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) didasarkan pada organisasi
multidisiplin, multiprofesi dan terintegrasi, dengan struktur organisasi
fungsional yang terdiri dari unsur pimpinan dan unsur pelaksana, yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan terhadap pasien gawat
darurat di Instalasi Gawat Darurat (IGD), dengan wewenang penuh yang
dipimpin oleh dokter.
Persyaratan fisik bangunan IGD: 2
a) Luas bangunan IGD disesuaikan dengan beban kerja RS dengan
memperhitungkan kemungkinan penanganan korban massal / bencana.
b) Lokasi gedung harus berada dibagian depan RS, mudah dijangkau oleh
masyarakat dengan tanda-tanda yang jelas dari dalam dan luar Rumah Sakit.
c) Harus mempunyai pintu masuk dan keluar yang berbeda dengan pintu utama
(alur masuk kendaraan/pasien tidak sama dengan alur keluar) kecuali pada
klasifikasi IGD level I dan II.
d) Ambulans/kendaraan yang membawa pasien harus dapat sampai di depan
pintu yang areanya terlindung dari panas dan hujan (catatan: untuk lantai IGD
yang tidak sama tinggi dengan jalan ambulans harus membuat ramp).
e) Pintu IGD harus dapat dilalui oleh brankar.
f) Memiliki area khusus parkir ambulans yang bisa menampung lebih dari 2
ambulans (sesuai dengan beban RS).
g) Susunan ruang harus sedemikian rupa sehingga arus pasien dapat lancar dan
tidak ada “cross infection” , dapat menampung korban bencana sesuai dengan
kemampuan RS, mudah dibersihkan dan memudahkan kontrol kegiatan
oleh perawat kepala jaga.
h) Area dekontaminasi ditempatkan di depan/diluar IGD atau terpisah dengan
IGD.
i) Ruang triase harus dapat memuat minimal 2 (dua) brankar.
j) Mempunyai ruang tunggu untuk keluarga pasien.
k) Apotik 24 jam tersedia dekat IGD.
l) Memiliki ruang untuk istirahat petugas (dokter dan perawat).

Berdasarkan hasil penelitian, upaya pencegahan bahaya atau kecelakaan kerja


yang terjadi di IGD antara lain: 2
a) Tersedianya alat pemadam kebakaran
b) Pelatihan penanggulangan bahaya kebakaran
c) Bed-bed pasien dilengkapi dengan pengaman
d) Pemeriksaan kesehatan secara berkala
e) Pemantauan aspek-aspek lingkungan kerja seperti pengecekkan suhu
kelembaban, pencahayaan ruangan, kebersihan ruangan-ruangan (toilet,
tempat cuci alat-alat).
2. Ergonomi

a) Pengertian Ergonomi
Istilah ergonomi berasal dari bahas Latin yaitu “Ergon (Kerja)” dan
“Nomos(Hukum Alam)”. Ergonomi adalah suatu ilmu tentang manusia dalam
usahanya untuk meningkatkan kenyamanan dilingkungan kerjanya.

b) Tujuan Ergonomi
Secara umum tujuan ergonomi adalah :
a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cedera
dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental,
mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.
b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontrak sosial,
mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan meningkatkan
jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak
produktif.
c. Menciptakan keseimbangan rasional antra berbagai aspek yaitu aspek teknis,
ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan
sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi.

c) Manfaat Ergonomi
Manfaat pelaksanaan ergonomi :
a. Mengerti tentang pengaruh dari suatu jenis pekerjaan pada diri pekerja dan
kinerja pekerja.
b. Memprediksi potensi pengaruh pekerjaan pada tubuh pekerja.
c. Mengevaluasi kesesuaian tempat kerja, peralatan kerja dengan pekerja saat
bekerja.
d. Meningkatkan produktivitas dan upaya untuk menciptakan kesesuaian antara
kemampuan pekerja dan persyaratan kerja.
e. Membangun pengetahuan dasar guna mendorong pekerja untuk meningkatkan
produktivitas.
f. Mencegah dan mengurangi resiko timbulnya penyakit akibat kerja.
g. Meningkatkan faktor keselamatan kerja.
h. Meningkatkan keuntungan, pendapatan, kesehatan dan kesejahteraan untuk
individu dan institus

d) Prinsip Ergonomi
Memahami prinsip ergonomi akan mempermudah evaluasi setiap tugas atau
pekerjaan meskipun ilmu pengetahuan dalam ergonomi terus mengalami
kemajuan dan teknologi yang digunakan dalam pekerjaan tersebut terus berubah.
Prinsip ergonomi adalah pedoman dalam menerapkan ergonomi di tempat kerja,
menurut Baiduri dalam diktat kuliah ergonomi terdapat 12 prinsip ergonomi yaitu:
a. Bekerja dalam posisi atau postur normal;
b. Mengurangi beban berlebihan;
c. Menempatkan peralatan agar selalu berada dalam jangkauan;
d. Bekerja sesuai dengan ketinggian dimensi tubuh;
e. Mengurangi gerakan berulang dan berlebihan;
f. Minimalisasi gerakan statis;
g. Minimalisasikan titik beban;
h. Mencakup jarak ruang;
i. Menciptakan lingkungan kerja yang nyaman;
j. Melakukan gerakan, olah raga, dan peregangan saat bekerja;
k. Membuat agar display dan contoh mudah dimengerti;
l. Mengurangi stres.

e) Jenis-jenis Ergonomi
Jenis-jenis ergonomi yaitu: ergonomi fisik, ergonomi kognitif, ergonomi
sosial, ergonomi organisasi, ergonomi lingkungan dan faktor lain yang sesuai.
Evaluasi ergonomi merupakan studi tentang penerapan ergonomi dalam suatu
sistem kerja yang bertujuan untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan
penerapan ergonomi, sehingga didapatkan suatu rancangan keergonomikan yang
terbaik.
a. Ergonomi Fisik : berkaitan dengan anatomi tubuh manusia, anthropometri,
karakteristik fisiolgi dan biomekanika yang berhubungan dnegan aktifitas fisik.
Topik-topik yang relevan dalam ergonomi fisik antara lain: postur kerja,
pemindahan material, gerakan berulan-ulang, MSD, tata letak tempat kerja,
keselamatan dan kesehatan.
b. Ergonomi Kognitif : berkaitan dengan proses mental manusia, termasuk di
dalamnya ; persepsi, ingatan, dan reaksi, sebagai akibat dari interaksi manusia
terhadap pemakaian elemen sistem. Topik-topik yang relevan dalam ergonomi
kognitif antara lain ; beban kerja, pengambilan keputusan, performance,
human-computer interaction, keandalan manusia, dan stres kerja.
c. Ergonomi Organisasi : berkaitan dengan optimasi sistem sosioleknik,
termasuk sturktur organisasi, kebijakan dan proses. Topik-topik yang relevan
dalam ergonomi organisasi antara lain ; komunikasi, MSDM, perancangan
kerja, perancangan waktu kerja, timwork, perancangan partisipasi, komunitas
ergonomi, kultur organisasi dan organisasi virtual
d. Ergonomi Lingkungan : berkaitan dengan pencahayaan, temperatur,
kebisingan, dan getaran. Topik-topik yang relevan dengan ergonomi
lingkungan antara lain; perancangan ruang kerja, sistem akustik,dll.

Pada suatu kondisi kerja tertentu menggambarkan kecenderungan untuk


mengalami beberapa keluhan antara lain :
a. Algias : penyakit pada juru ketik, sekretaris, pekerja yang postur tubuhnya
membungkuk ke depan, vertebral syndrome pada pembawa barang, pengantar
barang & penerjun payung.
b. Osteo-articular : scoliosis pada pemain violin & operator pekerja bangku,
bungkuk (kifosis) pada buuh pelabuhan dan pembawa/pemikul keranjang,
datarnya telapak kaki pada para penunggu, pembuat roti dan pemangkas
rambut.
c. Rasa nyeri pada otot dan tendon : rusaknya tendon achiles bagi para penari,
tendon para ekstensor panjang bagi para drummer, tenosynovitis pada pemoles
kaca, pemain piano dan tukang kayu.
d. Iritasi pada cabang saraf tepi : saraf ulnar bagi para pengemudi kendaraan,
tukang kunci, tukang pande besi, reparasi arloji, penjilidan buku, pemotong
kaca, dan pengendara sepeda.

Dari berbagai keluhan diatas, maka akan muncul CTD (Cummulative Trauma
Disorder), yaitu trauma dari keadaan yang tidak teratur. Gejala ini muncul karena
terkumpulnya kerusakan kecil akibat trauma berulang yang membentuk kerusakan
cukup besar untuk menimbulkan rasa sakit.
1. Trauma pada jaringan timbul karena :
a. Overexertion : Proses penggunaan yang berlebihan.
b. Overstretching : Proses peregangan yang berlebihan.
c. Overcompression : Proses penekanan yang berlebihan.
2. Contoh-contoh dari CTD :
a. Tendinitis (tendon yang meradang & nyeri).
b. Rotator Cuff Tendinitis (satu atau lebih RCT pd bahu meradang).
c. Tenosynovitis (pembengkakan pada tendon & sarung tendon).
d. Carpal Tunnel Syndrome
e. Epicondylitis (peradangan pada tendon di siku).
f. White finger (pembuluh darah di jari rusak).
3. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kondisi tersebut diatas yaitu :
a. Lingkungan kerja
b. Penerangan/cahaya
c. Temperatur/suhu udara
d. Kelembaban
e. Sirkulasi udara
f. Musik
g. Kebisingan
h. Keamanan
i. Getaran mekanis
j. Bau tidak sedap
k. Tata warna
l. Dekorasi
4. Pencegahan terhadap kelelahan akibat kerja :
a. Menggunakan secara benar waktu istirahat kerja.
b. Melakukan koordinasi yang baik antara pimpinan dan karyawan.
c. Mengusahakan kondisi lingkungan kerja sehat, aman,nyaman dan selamat.
d. Mengusahakan sarana kerja yangg ergonomis.
e. Memberikan kesejahteraan dan perhatian yang memadai.
f. Merencanakan rekreasi bagi seluruh karyawan

Terdapat beberapa aplikasi/penerapan dalam pelaksanaan ilmu ergonomi.


Aplikasi/penerapan tersebut antara lain:4,5
1) Posisi Kerja
Terdiri dari posisi duduk dan posisi berdiri, posisi duduk dimana kaki tidak
terbebani dengan berat tubuh dan posisi stabil selama bekerja.Sedangkan posisi
berdiri dimana posisi tulang belakang vertikal dan berat badan tertumpu secara
seimbang pada dua kaki.
a. Posisi Kerja Duduk
Keuntungan posisi kerja duduk yang sebagai berikut :
1. Mengurangi kelelahan pada kaki.
2. Terhindarnya sikap yang tidak alamiah.
3. Berkurangnya pemakaian energi.
Kerugian kerja duduk yang sebagai berikut :
1. Melembeknya otot perut.
2. Melengkungnya punggung.
3. Efek buruk bagi organ bagian dalam.
Gambar 1. Gambar Posisi Kerja duduk
b. Posisi Kerja Berdiri
Keuntungan :Otot perut tidak kendor, sehingga vertebra (ruas tulang
belakang) tidak rusak bila mengalami pembebanan.
Kerugian : Otot kaki cepat lelah.

Gambar 2: Posisi Kerja Berdiri

c. Posisi Kerja Duduk - Berdiri


Posisi Duduk - Berdiri mempunyai keuntungan secara Biomekanis dimana
tekanan pada tulang belakang dan pinggang 30% lebih rendah dibandingkan
dengan posisi duduk maupun berdiri terus menerus.
Gambar 3. Posisi Kerja Duduk-Berdiri
2) Mengangkat beban
Mengangkat beban. Bermacam-macam cara dalam mengangkat beban yakni,
dengan kepala, bahu, tangan, punggung dan sebagainya. Beban yang terlalu
berat dapat menimbulkan cedera tulang punggung, jaringan otot dan persendian
akibat gerakan yang berlebihan. Beban yang diangkat tidak melebihi aturan
yang ditetapkan ILO sebagai berikut :

Tingkat Dewasa Tingkat Muda


Deskripsi
Pria(Kg) Wanita(Kg) Pria(Kg) Wanita(Kg)

Sekali-sekali 40 15 15 10-12

Terus menerus 15-18 10 10-15 6-9

3) Organisasi kerja
Pekerjaan harus diatur dengan berbagai cara:2,3
a. Alat bantu mekanik diperlukan kapanpun.
b. Frekuensi pergerakan diminimalisir.
c. Jarak mengangkat beban dikurangi.
d. Dalam membawa beban perlu diingat bidangnya tidak licin dan mengangkat
tidak terlalu tinggi.
e. Prinsip ergonomi yang relevan bisa diterapkan.
4) Metode mengangkat beban
Semua pekerja harus diajarkan bagaimana cara mengangkat beban yang baik.
Metode kinetik dari pedoman penanganan harus dipakai yang didasarkan pada
dua prinsip :
a. Otot lengan lebih banyak digunakan dari pada otot punggung.
b. Untuk memulai gerakan horizontal maka digunakan momentum berat
badan.

Gambar 4. Cara Mengangkat Beban

5) Prinsip kerja mengangkat beban :


a. Posisi kaki yang benar.
b. Punggung kuat dan kekar.
c. Posisi lengan dekat dengan tubuh.
d. Mengangkat dengan benar.
e. Menggunakan berat badan.
6) Supervisi medis
Semua pekerja secara kontinyu harus mendapat supervisi medis teratur.
a. Pemeriksaan sebelum bekerja untuk menyesuaikan dengan beban kerjanya
b. Pemeriksaan berkala untuk memastikan pekerja sesuai dengan pekerjaannya
dan mendeteksi bila ada kelainan.
c. Nasehat harus diberikan tentang hygiene dan kesehatan, khususnya pada
wanita muda dan yang sudah berumur

f) Akibat Tidak Ergonomi


Penerapan ergonomi pada tata letak fasilitas tentu akan menimbulkan
beberapa manfaat yang menunjang kepentingan pekerja maupun perusahaan
atau pabrik tempat kerjanya. Begitu pula sebaliknya, sistem ergonomi yang
tidak diterapkan akan menimbulkan beberapa akibat negatif, yang kemudian
dapat menimbulkan penurunan produktivitas kerja. Akibat yang dimaksud
yaitu seperti :
a. Kejenuhan pada pekerja
Kejenuhan termasuk kelelahan secara psikis. Kejenuhan pada pekerja ini
dapat muncul karena kondisi ruang yang sama. Dimana seluruh
fasilitasnya, seperti komputer, meja, lemari, atau lainnya berada diposisi
yang sama. Hal ini akan memberikan kebosanan/kejenuhan tersendiri bagi
pekerja yang berada diruangan tersebut. Padahal agar sel-sel otak bisa
bekerja dengan giat, kita membutuhkan ruang kerja yang nyaman,
memiliki privasi, sekaligus inspiratif.
b. Kelelahan
Setelah pekerja melakukan pekerjaannya maka umumnya pasti
terjadikelelahan, apa lagi didukung tata letak fasilitas kerja yang tidak
menerapkan sistem ergonomi. Kelelahan yang dimaksud disini adalah
kelelahan dari segi fisik.
c. Timbul penyakit akibat kerja
Para pekerja yang sudah merasakan kelelahan, namun tidak melakukan
upaya untuk kesehatan kerja dalam mengatasi kelelahannya itu, maka
sudah dipastikan penyakit akibat kerjapun akan muncul. Contohnya seperti
para pekerja yang terus-terusan berada di depan komputer, maka tidak
menutup kemungkinan penglihatannya akan terganggu.
d. Kematian
Kematian merupakan dampak yang paling fatal, hal ini tentu bisa terjadi
hanya karena tata letak yang salah di lingkungan kerja. Misalnya bila tata
letak mesin pengepres tidak sesuai prosedur dan kaidah ergonomi, maka
berpotensi menyebabkan kecelakaan kerja yang menelan korban jiwa.

g) Contoh Kasus Ergonomi


Terdapat beberapa kasus dalam pelaksanaan ilmu ergonomi. Kasus-kasus
tersebut antara lain :
a. Dalam pengukuran performansi atlet. Pengukuran jangkauan ruang yang
dibutuhkan saat kerja. Contohnya: jangkauan dari gerakan tangan dan kaki
efektif pada saat bekerja, yang dilakukan dengan berdiri atu duduk.
b. Pengukuran variabilitas kerja. Contohnya: analisis kinematika dan
kemampuan jari-jari tangan dari seseorang juru ketik atau operator
komputer.
c. Antropometri dan Aplikasinya dalam Perancangan Fasilitas Kerja
Anthropometri secara luas akan digunakan sebagai pertimbangan-
pertimbangan ergonomis dalam memerlukan interaksi manusia.
d. Kasus bekerja sambil duduk: Seorang pekerja yang setiap hari
menggunakan komputer dalam bekerja dengan posisi yang tidak nyaman,
maka sering kali ia merasakan keluhan bahwa tubuhnya sering mengalami
rasa sakit/nyeri, terutama pada bagian bahu, pergelangan tangan, dan
pinggang.
e. Kasus manual material handling: Kuli panggul di pasar sering sekali
mengalami penyakit herniadan juga low back pain akibat mengangkut
beban di luar recommended weighting limit (RWL).
f. Kasus information ergonomic atau kognitive ergonomic: Operator reaktor
sulit untuk membedakan beraneka macam informasi yang disampaikan
oleh display terutama pada saat situasi darurat/emergency. Hal ini
disebabkan karena informasi tersebut sulit dimengerti oleh operator
tersebut. Kejadian yang serupa sering juga dialami oleh pilot, dimana
harus menghadapi banyak display pada waktu yang bersamaan.

4. Alat pelindung diri


Keselamatan (safety) telah menjadi isu global termasuk juga untuk rumah
sakit. Keselamatan pasien merupakan prioritas utama untuk dilaksanakan di
rumah sakit dan hal itu terkait dengan isu mutu dan citra rumah sakit. Sejak awal
tahun 1900 Institusi rumah sakit selalu meningkatkan mutu pada tiga elemen yaitu
struktur, proses, dan outcome dengan berbagai macam program regulasi yang
berwenang misalnya antara lain penerapan Standar Pelayanan Rumah Sakit, ISO,
Indikator Klinis dan lain sebagainya. Namun harus diakui, pada pelayanan yang
berkualitas masih terjadi Kejadian Tidak Diduga (KTD) (Dep Kes R.I 2006).
Walaupun patient safety adalah prioritas utama untuk dilaksanakan di rumah
sakit, keselamatan petugas pelayanan kesehatan pun sangatlah penting dalam
menjamin semua petugas kesehatan terhindar dari bahaya penyakit akibat kerja.
Dengan kondisi seperti ini layaklah petugas kesehatan yang memberikan
pelayanan kesehatan kepada pasien juga memerlukan perlindungan terhadap
infeksi/ mikroorganisme dengan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD).
Pelindung barrier, yang secara umum disebut sebagai alat pelindung diri
(APD), telah digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari
mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun dengan munculnya
AIDS dan hepatitis C, serta meningkatnya kembali tuberkulosis di banyak negara,
pemakaian APD menjadi juga sangat penting untuk melindungi petugas. Dengan
munculnya infeksi baru seperti flu burung, SARS dan penyakit infeksi lainnya
nanti (Emerging Infectious Diseases),pemakaian APD yang tepat dan benar
menjadi semakin penting.
Agar menjadi efektif, APD harus digunakan secara benar. Misalnya, gaun dan
duk telah terbukti dapat mencegah infeksi luka hanya bila dalam keadaan yang
kering. Sedangkan dalam keadaan basah, kain beraksi sebagai spons yang menarik
bakteri dari kulit atau peralatan melalui bahan kain sehingga dapat
mengkontaminasi luka operasi. Sebagai konsekuensinya, pengelola rumah sakit,
penyedia dan para petugas kesehatan harus mengetahui tidak hanya kegunaan dan
keterbatasan dari APD tertentu, tetapi juga peran APD sesungguhnya dalam
mencegah penyakit infeksi sehingga dapat digunakan secara efektif dan efisien.
Sebagai konsekuensinya, pengelola rumah sakit, penyedia dan para petugas
kesehatan harus mengetahui tidak hanya kegunaan dan keterbatasan dari APD
tertentu, tetapi juga peran APD sesungguhnya dalam mencegah penyakit infeksi
sehingga dapat digunakan secara efektif dan efisien.

Jenis Alat Pelindung Diri (APD)


a. Sarung Tangan
Melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan
melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas kesehatan.
Sarung tangan merupakan penghalang (barrier) fisik paling penting untuk
mencegah penyebaran infeksi. Sarung tangan harus diganti antara setiap kontak
dengan satu pasien ke pasien lainnya, untuk menghindari kontaminasi silang.
Meskipun efektifitas pemakaian sarung tangan dalam mencegah
kontaminasi dari petugas kesehatan telah terbukti berulang kali (Tenorio et al.
2001). Tetapi pemakaian sarung tangan tidak menggantikan kebutuhan untuk
mencuci tangan. Sebab sarung tangan bedah lateks dengan kualitas terbaik
sekalipun, mungkin mengalami kerusakan kecil yang tidak terlihat, sarung tangan
mungkin robek pada saat digunakan atau tangan terkontaminasi pada saat melepas
sarung tangan (Bagg, Jenkins dan Barker 1990; Davis 2001). Kapan pemakaian
sarung tangan diperlukan:
1) Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan tubuh lain,
membran mukosa atau kulit yang terlepas
2) Melakukan prosedur medis yang bersifat invasif misalnya menusukkan
sesuatu kedalam pembuluh darah, seperti memasang infus
3) Menangani bahan-bahan bekas pakai yang telah terkontaminasi atau
menyentuh permukaan yang tercemar
4) Menerapkan Kewaspadaan Berdasarkan Penularan melalui kontak (yang
diperlukan pada kasus penyakit menular melalui kontak yang telah diketahui
atau dicurigal), yang mengharuskan petugas kesehatan menggunakan sarung
tangan bersih, tidak steril ketika memasuki ruangan pasien.

Petugas kesehatan harus melepas sarung tangan tersebut sebelum


meninggalkan ruangan pasien clan mencuci tangan dengan air dan sabun atau
dengan handrub berbasis alkohol Satu pasang sarung tangan harus digunakan
untuk setiap pasien, sebagai upaya menghindari kontaminasi silang (CDC 1987).
Pemakaian sepasang sarung tangan yang sama atau mencuci tangan yang masih
bersarung tangan, ketika berpindah dari satu pasien ke pasien lain atau ketika
melakukan perawatan di bagian tubuh yang kotor kemudian berpindah ke bagian
tubuh yang bersih, bukan merupakan praktek yang aman. Doebbeling dan
Colleagues (1988) menemukan bakteri dalam jumlah bermakna pada tangan
petugas yang hanya mencuci tangan dalam keadaan masih memakai sarung tangan
dan tidak mengganti sarung tangan ketika berpindah dari satu pasien ke pasien
lain

Hal Yang Harus Dilakukan Bila Persediaan Sarung Tangan Terbatas


Bila sumber daya terbatas dan jumlah sarung tangan periksa tidak memadai,
sarung tangan bedah sekali pakai (disposable) yang sudah digunakan dapat
diproses ulang dengan cara :
1) Dekontaminasi dengan merendam dalam larutan Morin 0,5% selama 10 menit
2) Dicuci dan bilas, serta dikeringkan
3) Sterilkan dengan menggunakan autoklaf atau didisinfeksi tingkat tinggi
(dengan dikukus)
Bila sarung tangan rumah tangga tidak tersedia, gunakan dug lapis sarung
tangan periksa atau sarung tangan bedah yang telah diproses untuk memberikan
perlindungan yang cukup bagi petugas kebersihan, petugas laundry, pekarya serta
petugas yang menangani dan membuang limbah medis.
Hal Yang Harus Diperhatikan Pada Pemakaian Sarung Tangan
1) Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya untuk sarung
tangan bedah. Sarung tangan yang tidak sesuai dengan ukuran tangan dapat
menggangu ketrampilan dan mudah robek
2) Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan risiko sarung tangan robek
3) Tarik sarung tangan ke atas manset untuk melindungi pergelangan tangan
4) Gunakan pelembab yang larut dalam air (tidak mengandung lemak) untuk
mencegah kulit tangan kering/berkerut
5) Jangan gunakan lotion atau krim berbasis minyak, karena akan merusak
sarung tangan bedah maupun sarung tangan periksa dari lateks
6) Jangan menggunakan cairan pelembab yang mengandung parfum karena
dapat menyebabkan iritasi pada kulit
7) Jangan menyimpan sarung tangan di tempat dengan suhu yang terlalu pangs
atau terlalu dingin misalnya di bawah sinar matahari langsung, di dekat
pemanas, AC, cahaya ultraviolet, cahaya fluoresen atau mesin rontgen, karena
dapat merusak bahan sarung tangan sehingga mengurangi efektifitasnya
sebagai pelindung

Reaksi Alergi Terhadap Sarung Tangan


Reaksi alergi terhadap sarung tangan lateks semakin banyak dilaporkan
oleh berbagai petugas di fasilitas kesehatan, termasuk bagian rumah tangga,
petugas laboratorium dan dokter gigi.. Jika memungkinkan, sarung tangan bebas
lateks (nitril) atau sarung tangan lateks rendah alergen harus digunakan, jika
dicurigai terjadi alergi (reaksi alergi terhadap nitril juga terjadi, tetapi lebih
jarang). Selain itu, pemakaian sarung tangan bebas bedak juga direkomendasikan.
Sarung tangan dengan bedak dapat menyebabkan reaksi lebih banyak, karena
bedak pada sarung tangan membawa partikel lateks ke udara. Jika hal ini tidak
memungkinkan, pemakaian sarung tangan kain atau vinil di bawah sarung tangan
lateks dapat membantu mencegah sensitisasi kulit. Meskipun demikian, tindakan
ini tidak akan dapat mencegah sensitisasi pada membran mukosa mata dan hidung
.(Garner dan HICPAC 1996).
Pada sebagian besar orang yang sensitif, gejala yang munculadalah warna
merah pada kulit, hidung berair dan gatal-gatal pada mata, yang mungkin
berulang atau semakin parah misalnya menyebabkan gangguan pernafasan seperti
asma. Reaksi alergi terhadap lateks dapat muncul dalam waktu 1 bulan
pemakaian. Tetapi pada umumnya reaksi barn terjadi setelah pemakaian yang
lebih lama, sekitar 3-5 tahun, bahkan sampai 15 tahun (Baumann 1992), meskipun
pada orang yang rentan. Belem ada terapi atau desensitisasi untuk mengatasi
alergi lateks, satu-satunya pilihan adalah menghindari kontak.

b. Masker
Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu,
dan rambut pada wajah Oenggot). Masker dipakai untuk menahan cipratan yang
keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah berbicara, batuk atau bersin
serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung
atau mulut petugas kesehatan. Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan,
maka masker tersebut tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut.
Masker yang ada, terbuat dari berbagai bahan seperti katun ringan, kain kasa,
kertas dan bahan sintetik yang beberapa di antaranya tahan cairan. Masker yang
dibuat dari katun atau kertas sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan
atau efektif sebagai filter. Masker yang dibuat dari bahan sintetik dapat
memberikan perlindungan dari tetesan partikel berukuran besar (>5 μm) yang
tersebar melalui batuk ate bersin ke orang yang berada di dekat pasien (kurang
dari 1 meter). Namun masker bedah terbaik sekalipun tidak dirancang untuk
benar-benar menutup pas secara erat (menempel sepenuhnya pada wajah)
sehingga mencegah kebocoran udara pada bagian tepinya. Dengan demikian,
masker tidak dapat secara efektif menyaring udara yang dihisap (Chen dan
Welleke 1992) dan tidak dapat direkomendasikan untuk tujuan tersebut.
Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai Menderita penyakit
menular melalui udara atau droplet, masker yang digunakan hares dapat mencegah
partikel mencapai membran mukosa dari petugas kesehatan. Masker dengan
efisiensi tinggi merupakan jenis masker khusus yang direkomendasikan, bila
penyaringan udara dianggap penting misalnya pada perawatan seseorang yang
telah diketahui atau dicurigai menderita flu burung atau SARS. Masker dengan
efisiensi tinggi misalnya N95 melindungi dari partikel dengan ukuran < 5 mikron
yang dibawa oleh udara . Pelindung ini terdiri dari banyak lapisan bahan
penyaring dan harus dapat menempel dengan erat pada wajah tanpa ada
kebocoran. Dilain pihak pelindung ini juga lebih mengganggu pernafasan dan
lebih mahal daripada masker bedah. Sebelum petugas memakai masker N95 perlu
dilakukan fit test pada setiap pemakaiannya.
Ketika sedang merawat pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita
penyakit menular melalui airborne maupun droplet, seperti misalnya flu burung
atau SARS, petugas kesehatan harus menggunakan masker efisiensi tinggi.
Pelindung ini merupakan perangkat N-95 yang telah disertifikasi oleh US
National Institute for Occupational Safety dan Health (NIOSH), disetujui oleh
European CE, atau standard nasional/regional yang sebanding dengan standar
tersebut dari negara yang memproduksinya. Masker efisiensi tinggi dengan
tingkat efisiensi lebih tinggi dapat juga digunakan. Masker efisiensi tinggi, seperti
khusus nya N-95 , harus diuji pengepasannya (fit test) untuk menjamin bahwa
perangkat tersebut pas dengan benar pada wajah pemakainya.

c. Topi
Digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan
rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan Topi harus cukup besar
untuk menutup semua rambut. Meskipun topi dapat memberikan sejumlah
perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya adalah untuk melindungi
pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang terpercik atau menyemprot.

d. Baju Pelindung
Digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain,
pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit
menular melalui dropletlairborne. Pemakaian gaun pelindungt terutama adalah
ntuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari sekresi, espirasi. Ketika
merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular
tersebut, petugas kesehatan harus mengenakan gaun pelindung setiap memasuki
ruangan untuk merawat pasien karena ada kemungkinan terpercik atau tersemprot
darah, cairan tubuh, sekresi atau ekskresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi
ujung lengangan sepenuhnya Lepaskan gaun sebelum meninggalkan Area pasien.
Setelah gaun dilepas, pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan
bagian yang potensial tercemar lalu cuci tangan segera untuk mencegah
berpindahnya organisme.

e. Apron
Yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang tahan air untuk
sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus
mengenakan apron di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan langsung
pada pasien.membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana ada risiko
tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal mencegah cairan tubuh pasien ini
penting jika gaun pelindung tidak tahan air Apron mengenai baju dan kulit
petugas kesehatan

f. Pelindung Kaki
Digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda
berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu,
sandal, "sandal jepit" atau sepatu yang terbuat dari bahan lunak (kain) tidak boleh
dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit terlutup memberikan lebih banyak
perlindungan, tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah atau
tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih.
Sepatu yang tahan terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar
bedah. Sebuah penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas
dapat meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui
sepatu dan seringkali digunakan sampai di luar ruang operasi. Kemudian dilepas
tanpa sarung tangan sehingga terjadi pencemaran.
Tujuan Pemakaian APD
Tujuan utama dari pemakaian APD di Rumah Sakit untuk mencegah terjadinya
Penyakit Akibat Kerja (PAK) pada petugas pelayanan kesehatan, serta patient
safety.

Pemakaian APD di Sarana Pelayanan Kesehatan


Faktor-faktor penting yang harus diperhatikan pada pemakaian APD
1) Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki
ruangan
2) Gunakan dengan hati-hati- jangan menyebarkan kontaminasi
3) Lepas dan buang secara hati-hati ke tempat sampah infeksius yang telah
disediakan di ruang ganti khusus
4) Lepas masker di luar ruangan
5) Segera lakukan pencucian tangan dengan 7 langkah higiene Tangan

Langkah mengenakan APD


1) Kenakan kedua belah sepatu bot karet.
2) Kenakan apron plastik (bila memakai jas operasi)
3) Kenakan gaun luar / Jas operasi
4) Kenakan penutup kepala.
5) Kenakan Masker / Masker N 95 pada kondisi tertentu yang telah ditetapkan
6) Kenakan kaca mata pelindung atau Pelindung wajah
7) Kenakan sepasang sarung tangan sebatas pergelangan tangan.
8) Kenakan sepasang sarung tangan sebatas lengan bila perlu
Cara Melepas APD
Kecuali masker, lepaskan APD di pintu atau di anteroom. Masker dilepaskan
setelah meninggalkan ruangan pasien dan menutup pintunya.
Urutan Melepaskan APD
1) Sarung tangan
 Ingatlah bahwa bagian luar sarung tangan telah terkontaminasi!
 Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya, lepaskan
 Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan tangan
yang masih memakai sarung tangan
 Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan di bawah
sarung tangan yang belum dilepasdi pergelangan tangan
 Lepaskan sarung tangan di atas sarung tangan pertama
 Buang sarung tangan di tempat sampah infeksius
2) Kacamata atau pelindung wajah
 Ingatlah bahwa bagian luar kacamata atau pelindung wajah telah
terkontaminasi!
 Untuk melepasnya, pegang karet atau gagang kacamata
 Letakkan di wadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau dalam
tempat sampah infeksius
3) Apron, Gaun pelindung dan Topi
 Ingatlah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun
 pelindung telah terkontaminasi!
 Lepas tali
 Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung
saja
 Balik gaun pelindung
 Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang telah
disediakan untuk diproses ulang atau buang di tempat sampah infeksius
4) Masker
 Ingatlah bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi - JANGAN
SENTUH!
 Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali atau karet bagian atas
 Buang ke tempat sampah infeksius

5. Ruang Isolasi Penyakit Menular


Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan/ penyebaran kuman
patogen dari sumber infeksi (petugas, pasien dan pengunjung) ke orang lain.
Sesuai Rekomendasi WHO dan CDC tentang kewaspadaan isolasi untuk
penyakit infeksi airbone yang berbahaya. Kewaspadaan yang perlu dilakukan :
• Kewaspadaan standar
Perhatikan kebersihan tangan sblm dan sesudah kontak dng pasien maupun
alat-alat yg terkontaminasi sekret pernapasan.
• Kewaspadaan kontak
a. Gunakan sarung tangan dan gaun pelindung selama kontak dengan
pasien.
b. Gunakan peralatan terpisah u/ setiap pasien, seperti: stetoskop,
termometer, tensimeter, dll.
c. Perlindungan mata
Gunakan kacamata pelindung atau pelindung muka. Apabila berada pd
jarak 1 meter dari pasien.
• Kewaspadaan air bone
Tempatkan pasien di ruang isolasi airbone, gunakan masker N95 bila
memasuki ruang isolasi.

Prinsip Ruang Isolasi


Prinsip ruang isolasi :
1. Setiap pasien dengan penyakit Infeksi menular dan dianggap berbahaya
dirawat di ruang terpisah dari pasien lainnya yang mengidap penyakit bukan
infeksi.
2. Penggunaan Alat pelindung diri diterapkan kepada setiap pengunjung dan
petugas kesehatan terhadap pasien yang dirawat di kamar isolasi.
3. Pasien yang rentan infeksi seperti pasien luka bakar, pasien dengan
penurunan sistem imun dikarenakan pengobatan atau penyakitnya, dirawat di
ruang (terpisah) isolasi rumah sakit.
4. Pasien yang tidak termasuk kriteria diatas dirawat diruang rawat inap biasa.
5. Pasien yang dirawat dirung isolasi, dapat di dipindahkaa keruang rawat inap
biasa apabila telah dinyatakan bebas dari penyakit atau menurut petunjuk
dokter penanggung jawab pasien.

Lama Isolasi
Lama isolasi tergantung pada jenis penyakit, kuman penyebab dan fasilitas
laboratorium, yaitu :
1. Sampai biakan kuman negative (misalnya pada difteri, antraks)
2. Sampai penyakit sembuh (misalnya herpes, limfogranuloma venerum, khusus
untuk luka atau penyakit kulit sampai tidak mengeluarkan bahan menular)
3. Selama pasien dirawat di ruang rawat (misalnya hepatitis virusAdan B,
leptospirosis)
4. Sampai 24 jam setelah dimulainya pemberian antibiotika yang efektif
(misalnya pada sifilis, konjungtivitis gonore pada neonatus).

Syarat Kamar Isolasi


Syarat kamar isolasi :
a) Lingkungan harus tenang
b) Sirkulasi udara harus baik
c) Penerangan harus cukup baik
d) Bentuk ruangan sedemikian rupa sehingga memudahkan untuk observasi
pasien dan pembersihannya
e) Tersedianya WC dan kamar mandi
f) Kebersihan lingkungan harus dijaga
g) Bebas dari serangga
h) Tempat sampah harus ditutup
i) Urinal dan pispot untuk pasien harus dicuci dengan memakai disinfektan.

Syarat petugas yang bekerja di kamar isolasi :


a) Cuci tangan sebelum meninggalkan kamar isolasi
b) Lepaskan barier nursing sebelum keluar kamar isolasi
c) Berbicara seperlunya
d) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
e) Pergunakan barier nursing seperti pakaian khusus, topi, masker, sarung
tangan dan sendal khusus
f) Cuci tangan sebelum masuk kamar isolasi
g) Kuku harus pendek
h) Tidak memakai perhiasan
i) Pakaian harus rapi dan bersih
j) Mengetahui prinsip aseptik/antisptik
k) Harus sehat
BAB III

HASIL OBSERVASI PELAKSANAAN KESEHATAN KERJA DI BAGIAN


BERESIKO TINGGI DI RSUD MADANI PALU

Tabel 1. Daftar tilik hasil observasi di IGD

No. Yang di Nilai Ya Tidak

1. Pertukaran udara baik √

2. Periode pembersihan AC tiap 6 bulan


3. Penerangan ruangan cukup √

4. Kebersihan ruangan baik √

5. Sterilisasi ruangan cukup √

6. Kepadatan hunian sesuai √

7. Ada sumber air yang digunakan √

8. Ada tempat cuci tangan, sabun cair, dan larutan antiseptik √

9. Ada SOP memakai APD √

10. Ada SOP penanganan kasus non bedah √

11. Ada SOP penanganan kasus bedah √


12. Ada SOP cuci tangan aseptik √

13. Ada SOP penanganan sampah medik √

14. Ada SOP penanganan sampah tajam √

15. Ada SOP pembersihan ceceran darah √

16. Ada SOP penanganan kecelakaan kerja √

17. Semua SOP dilaksanakan √

3. Persyaratan fisik bangunan IGD

Pada gambar di atas dapat di lihat bahwa Lokasi gedung berada dibagian depan
RS, mudah dijangkau oleh masyarakat dengan tanda-tanda yang jelas dari dalam
dan luar Rumah Sakit
Pada gambar di atas dapat di lihat bahwa IGD mempunyai pintu masuk dan keluar
yang berbeda dengan pintu utama (alur masuk kendaraan / pasien tidak sama
dengan alur keluar)
Pada gambar di atas dapat di lihat bahwa ambulans / kendaraan yang membawa
pasien dapat sampai di depan pintu yang areanya terlindung dari panas dan hujan

Pada gambar di atas dapat di lihat bahwa IGD memiliki area khusus parkir
ambulans yang bisa menampung lebih dari 2 ambulans
Pada gambar di atas dapat di lihat bahwa Pintu keluar/masuk utama memiliki
lebar bukaan minimal 120 cm atau dapat dilalui brankar pasien namun tidak
menggunakan alat penutup pintu otomatis

Pada gambar di atas dapat di lihat bahwa ruang triase dapat memuat minimal 2
(dua) brankar
Pada gambar di atas dapat di lihat bahwa ruangan IGD RSUD Madani tidak
mempunyai ruang tunggu untuk keluarga pasien.

Pada gambar di atas dapat di lihat bahwa apotik 24 jam tersedia dekat IGD
Pada gambar di atas dapat di lihat bahwa IGD memiliki ruang untuk istirahat
petugas (dokter dan perawat)

Pada gambar di atas dapat di lihat bahwa di IGD Tersedianya alat pemadam
kebakaran dan Pelatihan penanggulangan bahaya kebakaran
Pada gambar di atas dapat di lihat bahwa bed - bed pasien dilengkapi dengan
pengaman

4. Pelayanan IGD

 Tempat pendaftaran dan tempat duduk dokter dan perawat IGD


Pada gambar di atas dapat di lihat bahwa tempat duduk dokter dan perawat
berhadapan langsung dengan ruangan pasien, tidak ada ruangan khusus pasien
isolasi sehingga bercampur dengan pasien lainnya dan beberapa sumber
pencahayaan mati namun dalam tahap proses perbaikan

 Sistem pertukaran udara di IGD


 Tempat cuci tangan

Pada gambar di atas dapat di lihat bahwa letak tempat mencuci tangan berjauahan
dengan ruangan tindakan / ruang pemeriksaan

 Ruang tindakan pasien


 Pengunaan alat pelindung diri dan posisi kerja yang sesuai standar ergonomis

 Ruang Alat
 Tempat pencucian alat
 Tempat sterilisasi alat

 Ruang administrasi

Pada gambar di atas dapat di lihat bahwa Ruangan admistrasi terpisah


(pendaftaran terdapat di depan dan rekam medik dan keuangan terdapat di
belakang), pencahayaan yang kurang di ruangan administrasi sehingga beresiko
terhadap kesehatan mata dan ruang admistrasi berada pada lorong RS yang tidak
mempunyai sekat sehingga bisa beresiko tertular penyakit yang menular
 SOP yang terdapat di IGD RSUD Madani
Tabel 2. Pemecahan masalah di Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Masalah Rencana Pemecahan Masalah
Tidak terdapat ruang tunggu keluarga
atau tempat duduk untuk keluarga Menyediakan tempat duduk /ruang
pasien duduk atau jumlah tempat duduk tunggu pasien
yang tidak memadai
Tidak terdapatnya alat penutup pintu
Tersedianya alat penutup pintu otomatis
otomatis pada pintu utama IGD
Tidak ada ruangan khusus pasien isolasi
Tersediannya ruangan khusus pasien
sehingga bercampur dengan pasien
isolasi
lainnya
- Pelatihan penggunaan APD
Petugas tidak menggunakan APD secara - Adanya petugas yang
lengkap mengevaluasi dalam penggunaan
APD
Kursi dan meja yang digunakan tidak Penggantian kursi dan meja yang sesuai
sesuai standar ergonomis standar ergonomis
• Ruangan admistrasi terpisah
(pendaftaran terdapat di depan
dan rekam medik dan keuangan
terdapat di belakang)
Menyediakan ruanagan Administarsi
• Ruang admistrasi berada pada
dan mempunyai batas / sekat
lorong RS yang tidak
mempunyai sekat sehingga bisa
beresiko tertular penyakit yang
menular

Pencahayaan yang kurang di ruagan


adminitrasi sehingga beresiko Penyediaan penerangan yang memadai
terhadap kesehatan mata
DAFTAR PUSTAKA
1. Keselamatan dan kesehatan kerja. International labour organization, Jakarta;
2013 [serial online], Available from:URL;
http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-
jakarta/documents/publication/wcms_237650.pdf (diakses 17 mei 2017).
2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
856/Menkes/SK/IX/2009 Tentang Standar Instalasi Gawat Darurat ( IGD )
Rumah Sakit. [serial online], Available from:URL;
http://sardjitohospital.co.id/sardjitowp/wpcontent/uploads/2015/12/kepmenke
s-856-thn-2009-standar-IGD.pdf (diakses 17 Mei 2017).
3. Pedomana teknis prasarana rumah sakit sistem instalasi tata udara. Direktorat
bina pelayanan penunjang medik dan sarana kesehatan, direktorat bina
upaya kesehatan, Kementerian kesehatan RI; Tahun 2012 [serial online],
Available from:URL; (diakses 17 Mei 2017).
http://aspak.buk.depkes.go.id/beranda/download/11.-PEDOMAN-TEKNIS-
TATA-UDARA-RS.pdf
4. https://galihendradita.wordpress.com/2015/07/05/standar-ruang-isolasi-
rumah-sakit/

Anda mungkin juga menyukai