Bab I PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan merupakan upaya manusia dalam mengolah dan

memanfaatkan sumber daya yang dipergunakan bagi pemenuhan kebutuhan

dan peningkatan kesejahteraan masyarakat umum. Penduduk yang semakin

bertambah dengan tingkat kemakmuran semakin membaik, tentunya

membutuhkan fasilitas umum sebagai penunjang kehidupannya.

Pembangunan terutama untuk fasilitas umum, pastinya memerlukan

tanah sebagai sarananya. Tanah yang luas akan mempermudah dalam

pembangunan fasilitas umum. Tanah merupakan salah satu sumber daya alam

yang penting untuk kelangsungan hidup manusia. Namun persoalannya tanah

merupakan sumber daya alam yang terbatas dan saat ini semakin terus

berkurang. Tanah sudah banyak yang menjadi hak milik seseorang (swasta)

dan tanah milik negara pun saat ini sudah sangat terbatas.

Masalah tanah erat sekali hubungannya dengan manusia sebagai

pemenuhan kebutuhannya demi kelangsungan hidupnya. Bagi masyarakat

Indonesia hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya merupakan

hukum yang penting, namun apabila benar-benar diperlukan dapat dilakukan

pencabutan dan pembebasan hak tersebut untuk kepentingan pembangunan.

Soedharyo Soimin ( 2004: 81), mengemukakan bahwa masalah tanah

adalah masalah yang menyangkut hak rakyat yang paling dasar. Tanah

1
2

disamping mempunyai nilai ekonomis juga berfungsi sosial, oleh karena itulah

kepentingan pribadi atas tanah tersebut dikorbankan guna kepentingan umum.

Kegiatan ini dilakukan dengan pelepasan hak atas tanah dengan mendapat ganti

rugi yang tidak berupa uang semata akan tetapi juga berbentuk tanah atau

fasilitas lain.

Menurut Perpres No.36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi

Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum, pada saat ini sudah

mulai susah untuk melakukan pembangunan untuk kepentingan umum di atas

tanah negara, dan sebagai jalan keluar yaitu dengan memperoleh tanah-tanah

hak. Kegiatan “mengambil” tanah inilah disebut dengan “Pengadaan Tanah”.

Pengadaan tanah dapat dikatakan merupakan salah satu kebijakan

pemerintah guna mendukung keberlangsungan pembangunan. Kebijakan-

kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dikeluarkan dalam bentuk peraturan-

peraturan yang telah memiliki dasar hukum yang jelas dan diarahkan untuk

mencapai tujuan-tujuan yang telah digariskan dan memecahkan permasalahan-

permasalahan yang muncul di masyarakat.

Pembangunan untuk memenuhi kepentingan umum dalam realitasnya

diwujudkan dalam bentuk pembangunan infrastruktur yang dalam

pelaksanaannya menuntut tersedianya lahan/tanah yang memadai sehingga

pembangunan dapat dilakukan dengan baik dan lancar, dan karena bertujuan

untuk kepentingan umum, maka hasil-hasil pembangunan yang dilaksanakan

oleh pemerintah ini tetap harus berorientasi pada hakikat ideal dari

pembangunan, yaitu mampu merealisasikan potensi manusia, sehingga


3

infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah di atas tanah milik rakyat ini

harus mampu memberikan manfaat bagi masyarakat secara luas dan adanya

akses masyarakat akan pemanfaatan program-program pembangunan, tidak

hanya kepada kepentingan dan manfaat sebagian kelompok atau kepentingan

pemerintah saja.

Masalah pengadaan tanah sangat rawan dalam penanganannya, karena di

dalamnya menyangkut hajat hidup orang banyak, apabila dilihat dari kebutuhan

pemerintah akan tanah untuk keperluan pembangunan, dapatlah dimengerti

bahwa tanah negara yang tersedia sangatlah terbatas. Cara yang dapat

ditempuh untuk mendapatkan tanah adalah dengan membebaskan tanah milik

masyarakat, baik yang telah di kuasai dengan hak berdasarkan Hukum Adat

maupun hak-hak lainnya menurut Undang-Undang Pokok Agraria.

Penulis mengambil studi di Kota Salatiga khususnya di Kecamatan

Sidorejo dan Kecamatan Tingkir, yang menjadi sasaran pembangunan Jalan

Tol Semarang-Solo karena banyak terdapat areal persawahan yang sangat

subur dan menjadi mata pencaharian utama masyarakat sekitar. Adanya

rencana pembebasan tanah untuk pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo,

membuat resah para pemilik lahan. Sebagai warga negara Indonesia yang baik

harus mendahulukan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi, hal

ini dinyatakan dengan kerelaan untuk mengorbankan tanah mereka untuk

pembangunan tol. Berikut peta lokasi pembangunan jalan tol Semarang-Solo:


4

JARINGAN JALAN TOL DI P. JAWA


Koridor Koridor
Merak-Jakarta-Cikampek Cikampek - Solo

Bojanegara
Merak Demak
Jakarta Cikampek Palimanan
Pejagan Semarang
Tangerang Batang Ngawi Gresik
Kanci Tanjung Perak
Bawen Kertosono
Bogor Cianjur Pemalang
Mantingan
Juanda
Cileunyi Mojokerto
Sukabumi Solo
Padalarang Gempol
Pandaan Pasuruan
Jogjakarta

Malang Probolinggo
Merak
JAKARTA
Banyuwangi
Serang

Pandeglang
Tangerang
Bekasi Koridor Koridor
Cikampek Solo-Surabaya Surabaya-Banyuwangi
Labuhan Jatibarang

Purwakarta
Cirebon
Bogor Subang
Ciawi Padalarang Semarang Kudus
Pejagan Demak Tuban Pamekasan
Cianjur Pemalang Batang
Sumedang
Lamongan
Sukabumi Bandung Purwokerto Gresik Pamekasan
Kuningan Bangkalan Kalianget
Sampang
Garut Bawen Bojonegoro
Surabaya
Tasikmalaya Wonosobo
Sindangbarang Caruban
Ngawi Mojokerto

Cilacap
Solo Madiun Kertosono
Gempol Pasuruan
Panarukan
Probolinggo
Kebumen
Pandaan

OPERASI SEBELUM INFRASTRUCTURE SUMMIT 2005 Yogyakarta Wonogiri Bondowoso Bajulmati


Ponorogo Malang
OPERASI SETELAH INFRASTRUCTURE SUMMIT 2005
KONSTRUKSI Pacitan
Banyuwangi
TANDA TANGAN PPJT
FINALISASI PPJT
PROSES TENDER (BATCH 2)
PRAKUALIFIKASI (BATCH 3)
PERSIAPAN TENDER

Gambar 1: Peta Jaringan Tol Semarang-Solo

Pemerintah wajib mengindahkan asas peran-serta masyarakat

sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang

Penataan Ruang dalam rangka pengadaan tanah untuk memenuhi kebutuhan

perubahan sosial ke arah yang lebih positif. Musyawarah atau perundingan

harus dilakukan secara terbuka antarpara warga masyarakat dengan

pemerintah. Pemerintah bertanggung jawab memfasilitasi lahirnya fasilitas

institusi independen bagi musyawarah tersebut. Di sini pemerintah

memberikan kebebasan kepada rakyat untuk memilih apakah akan diambil-alih

atau tidak hak milik tanahnya, dan memberikan akses yang luas kepada

masyarakat untuk ikut serta dalam pengelolaan tanah.

Proses pembebasan lahan untuk pembangunan yang dilakukan tim

Panitia Pengadaan Tanah (P2T) Pemerintah Kota dan Kabupaten, sering

menimbulkan sengketa yang berbuntut pada persoalan hukum. Beberapa kasus

konflik pengadaan tanah yang terjadi selama ini, awalnya disebabkan


5

ketidaklengkapan dokumen. Jika konflik tanah ini sampai menjadi sengketa di

antara para pihak terkait, maka penyelesaiannya menjadi sulit.

Secara umum, peraturan yang merupakan pengganti dari Peraturan

Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia

(BPNRI) Nomor 1 Tahun 1994 tersebut sudah memuat masalah pertanahan

secara rinci dan detail. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia

(BPNRI) ini merupakan peraturan operasional dari Peraturan Presiden

(Perpres) Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan

Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang telah diubah menjadi Peraturan

Presiden (Perpres) Nomor 65 Tahun 2006. Diakuinya, kesulitan yang sering

dihadapi oleh tim P2T Pemerintah Kota/Kabupaten adalah adanya perbedaan

harga pasar dan harga yang telah ditetapkan dalam nilai jual objek pajak

(NJOP). Dalam berbagai kasus, sering terjadi harga tanah merupakan hasil

musyawarah antara tim Panitia Pengadaan Tanah (P2T) dan pemilik tanah yang

meminta harga lebih tinggi dari nilai jual objek pajak (NJOP). Padahal, Badan

Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai otoritas pemeriksaan, akan menganggap

sebagai temuan indikasi korupsi, jika harga tanah yang disepakati dalam

musyawarah jauh di atas nilai jual objek pajak (NJOP).

Pelaksanaan pengadaan tanah tersebut dilakukan dengan memperhatikan

peran dan fungsi tanah dalam kehidupan manusia serta prinsip penghormatan

terhadap hak-hak yang sah atas tanah. Dengan demikian pengadaan tanah

untuk kepentingan umum diusahakan dengan cara yang seimbang dan


6

ditempuh dengan jalan musyawarah langsung dengan para pemegang hak atas

tanah.

Dalam hal ini, salah satu contoh ialah kasus yang terjadi di Kota Salatiga

sebagai lokasi penelitian. Daerah tersebut merupakan wilayah yang dilakukan

pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo ruas Jalan

Bawen-Salatiga sebagai sarana umum. Peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian di wilayah tersebut karena lokasi tersebut merupakan daerah yang

masih berupa lahan persawahan yang luas yang akan dibangun jalan tol, selain

itu kota Salatiga merupakan jalur penghubung kota-kota besar sekitarnya

seperti Semarang-Solo sehingga akan terjadi proses pembebasan lahan.

Pembangunan tersebut dilatarbelakangi oleh kebutuhan masyarakat akan

transportasi yang mudah dan cepat, serta bertujun untuk meningkatkan

perekonomian bagi masyarakat sekitar jalan tol. Dengan adanya kegiatan

pelaksanaan pembebasan lahan di daerah tersebut, maka penulis ingin

mengadakan penelitian dengan judul : “Implementasi Kebijakan Pengadaan

Tanah dalam Pembangunan Tol Semarang-Solo (Ruas Jalan Bawen-Salatiga)”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diidentifikasikan beberapa

masalah, yakni :

1. Terbatasnya lahan Negara sehingga dilakukan pengadaan tanah guna

melaksanakan pembangunan.

2. Besarnya ganti rugi dalam pengadaan tanah di sekitar Jalan Tol Kota

Salatiga yang masih belum sesuai dengan harga pasar.


7

3. Susahnya mencapai mufakat antara pemilik hak tanah dengan petugas

Panitia Pengadaan Tanah dalam menetapkan besarnya ganti rugi.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, terdapat beberapa masalah yang

bisa diteliti. Namun peneliti membatasi dalam melakukan penelitian karena

beberapa keterbatasan. Dalam hal ini peneliti melakukan penelitian mengenai

proses pelaksanaan pengadaan tanah, serta hambatan dan upaya dalam

pengadaan tanah dalam rangka pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo kota

Salatiga. Penelitian dilakukan di wilayah kota Salatiga pada bulan Januari 2014

– April 2014.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian batasan masalah diatas, maka rumusan masalah yang

diajukan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana proses pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan

Jalan Tol Semarang-Solo ruas Jalan Bawen-Salatiga?

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan

pengadaan tanah dan bagaimana upaya mengatasi hambatan tersebut?

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan, maka peneltian ini

bertujuan :

1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan pengadaan tanah untuk

pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo ruas Jalan Bawen-Salatiga.


8

2. Untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan pengadaan tanah dan

upaya mengatasi hambatan pelaksanaan pengadaan tanah untuk

pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo ruas Jalan Bawen-Salatiga.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian mengenai pengadaan tanah dalam pembangunan kepentingan

umum ini diharapkan memberikan gambaran yang jelas dan bermanfaat bila

dilihat dari teoritis maupun praktis, yakni:

1. Manfaat secara teoritis

Agar dapat memberikan manfaat dan kontribusi bagi ilmu pengetahuan

khususnya Ilmu Administrasi Negara yang berkaitan dengan pengadaan

tanah untuk kepentingan umum sesuai dengan prinsip penggunaan tanah.

2. Manfaat secara praktis

a. Bagi Peneliti

Penelitian ini sebagai persyaratan tugas akhir dan dengan penelitian

ini, peneliti dapat menerapkan ilmu-ilmu yang sudah dipelajari

sebelumnya kedalam suatu permasalahan yang nyata sehingga

bermanfaat bagi peneliti dalam mengembangkan wawasan.

b. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan maupun koreksi bagi

pemerintah daerah, agar mampu melaksanakan kebijakan pengadaan

tanah sesuai dengan ketentuan/ kebijakan yang ada.

c. Bagi Masyarakat
9

Agar dapat memberikan gambaran dan informasi kepada masyarakat

tentang pelaksanaan pengadaan tanah untuk kepentingan umum dalam

pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo ruas Jalan Bawen-Salatiga.

Anda mungkin juga menyukai