Optimasi Komposit Serat Pelepah Pisang Matriks Polyester sebagai Material Pengganti
Logam dengan Kekuatan dan Keuletan Setara Logam
Oleh:
Galih Kusuma Adiasmara (17509030111013)
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pada zaman sekarang penggunaan material logam sudah mulai berkurang. Hal tersebut
dikarenakan karakteristik material logam yang berat apabila digunakan serta sumber
bahan baku logam yang semakin lama semakin menipis. Dengan adanya permasalahan
tersebut banyak ilmuwan yang meneliti material baru pengganti logam yang memiliki
karakteristik yang memiliki kekuatan yang sama atau mendekati logam akan tetapi
memiliki massa jenis yang lebih kecil sehingga lebih ringan. Material pengganti logam
yang banyak dikembangkan dewasa ini adalah material komposit (Nopriantina, 2013).
Material komposit banyak dikembangkan saat ini karena karakteristiknya yang ringan
dan tidak berkarat namun memiliki kekuatan yang serupa dengan logam. Material
komposit merupakan material yang tersusun dari dua atau lebih material secara mekanik
melalui pencampuran yang tidak homogen yang berbeda sifat mekaniknya dan memiliki
sifat mekanik yang lebih kuat dibandingkan dengan material penyusunnya. Material
komposit memiliki dua bagian yaitu matriks yang berfungsi sebagai pengikat, perekat dan
pelindung filler (pengisi) dari kerusakan akibat pengaruh eksternal serta filler yang
berfungsi material penguat (Sriwita, 2014).
Penguat yang digunakan pada material komposit biasanya berasal dari serat sintesis
dan dapat pula berasal dari serat alami. Keuntungan mengunakan serat alami ialah dapat
meminimalisir dana yang dikeluarkan, dapat menghasilkan bahan komposit yang lebih
ramah lingkungan dan bahan alam yang masih banyak tersedia(Sriwita, 2014). Serat
alami yang digunakan biasanya serat pelepah kelapa, daun pandan, daun nanas dan
pelepah pisang. Dalam penelitian ini serat yang digunakan adalah serat dari pelepah
pisang. Serat pelepah pisang memiliki beberapa kelebihan diantaranya ialah populasi
pohon pisang yang masih sangat banyak di Indonesia sehingga masih amat mudah untuk
didapat serta proses pemurnian seratnya yang cenderung lebih mudah (Nopriantina,
2013).
Komposit yang diperkuat dengan serat dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu
komposit serat pendek (short fiber composite) dan komposit serat panjang (long fiber
composite). Serat panjang lebih kuat dibanding serat pendek. Serat panjang (continous
fiber) lebih efisien dalam peletakannya daripada serat pendek tetapi serat pendek lebih
mudah peletakannya dibanding serat panjang. Panjang serat mempengaruhi kemampuan
proses dari komposit serat. Ditinjau dari teorinya, serat panjang dapat meneruskan beban
maupun tegangan dari titik tegangan ke arah serat yang lain (Schwart, 1984).
Tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari serat yang digunakan
karena tegangan yang diberikan pada komposit pertama diterima oleh matriks dan
diteruskan ke serat, sehingga serat akan menahan beban sampai beban maksimum. Oleh
karena itu, serat harus mempunyai tegangan tarik dan modulus elastisitas yang lebih
tinggi daripada matriks penyusun komposit (Vlack, 1995).
Dalam beberapa penelitian bahan serat alam ada yang digunakan sebagai bahan kertas
komposit. Serat alam tersebut adalah serat yang terdapat pada ampas tebu. Ampas tebu
memiliki kandungan serat dan hemiselulosa yang tinggi, dimana kedua hal tersebut
merupakan syarat utama dalam pembuatan kertas. Kertas serat campuran, atau seringkali
dikenal dengan istilah kertas komposit, merupakan kertas yang terbuat dari campuran dua
macam atau lebih pulp kertas dengan bahan lain, seperti polimer dan kertas bekas yang
bertujuan untuk meningkatkan nilai guna kertas (Julianti dan Nurminah, 2006).
Pembuatan kertas serat campuran merupakan salah satu cara alternatif pembuatan kertas
yang akan membantu mengurangi limbah kertas dan terutama mengurangi penggunaan
kayu untuk pembuatan kertas. Pada penelitian pembuatan kertas serat campuran ini,
bahan baku yang digunakan adalah ampas tebu, sedangkan sebagai campurannya
digunakan kertas koran bekas mengingat banyaknya produksi koran per hari yang
tentunya akan menimbulkan masalah apabila kertasnya tidak didaur ulang. Metode yang
digunakan dalam membuat pulp pada proses pembuatan kertas serat campuran ini adalah
asetosolv, yaitu proses delignifikasi dengan menggunakan asam asetat (Vazquez dkk.,
1997). Metode ini merupakan metode yang ramah lingkungan karena limbah lindi
hitamnya mudah didaur ulang. Selain itu, asam asetat adalah salah satu pelarut organik
yang tidak berbahaya bagi lingkungan (Yosephine, 2012).
1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui cara pembuatan komposit dari serat pohon pisang.
b. Mengetahui karakteristik komposit dari serat pohon pisang.
c. Mengetahui perbandingan serat dengan matriks untuk mendapat kekuatan dan keuletan
optimal.
2.2 Matriks
Menurut Schwartz (1997), peranan matriks adalah memegang agen pengukuh,
memindahkan tegasan yang dikenakan kepada pengisi dan sebagai bahan yang akan
memberikan rupabentuk akhir komposit. Matriks juga berperanan memberikan rintangan
terhadap serangan alam sekitar dan melindungi permukaan gentian daripada lelasan
(“abrasion”) secara mekanikal. Menurut Richardson (1987) pula, matriks adalah bahan yang
memberikan rupabentuk dan memegang bahan pengukuh dalam komposit Secara umumnya,
matriks jenis polimer terbahagi kepada jenis termoplastik dan jenis termoset. Termoplastik
adalah polimer yang linear atau bercabang menjadi tegar apabila disejukkan dan menjadi
lembut apabila dipanaskan.
Menurut Hull & Clyne, termoplastik tidak mempunyai struktur paut-silang. Maka
kekuatan dan kekakuannya adalah disumbangkan oleh sifat unit monomer dan berat
molekul. Menurut Richardson (1987) pula, termoplastik boleh dilembutkan berulang kali
untuk membentuk produk yang berguna. Di antara matriks termoplastik ialah polipropilena
(PP), polietilena (PE), polivinilklorida (PVC), polistirena (PS), nilon, poliester dan akrilik
(Harper, 1992).
2.3 Serat
Bagian komposit yang berfungsi sebagai filler atau penguat adalah serat. Serat (Inggris:
fiber) adalah suatu jenis bahan berupa potongan-potongan komponen yang membentuk
jaringan memanjang yang utuh. Contoh serat yang paling sering dijumpai adalah serat pada
kain. Material ini sangat penting dalam ilmu Biologi baik hewan maupun tumbuhan sebagai
pengikat dalam tubuh. Manusia menggunakan serat dalam banyak hal: untuk membuat tali,
kain, atau kertas. Serat dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu serat alami dan serat
sintetis (serat buatan manusia). Serat sintetis dapat diproduksi secara murah dalam jumlah
yang besar. Namun, serat alami memiliki berbagai kelebihan khususnya dalam hal
kenyamanan.
Berdasarkan jenisnya, serat penguat untuk komposit dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. Serat Alami (Natural Fiber), merupakan serat penguat untuk bahan komposit yang
merupakan serat alami dari hasil alam. Serat alami dapat berasal dari hewani walaupun
pada umumnya kebanyakan berasal dari tumbuh-tumbuhan. Contoh : bulu domba
(hewani), serat bambu dan serat pisang (tumbuhan), dan lain-lain.
2. lainSerat Buatan (Sintetic Fiber), merupakan serat penguat untuk bahan komposit yang
dibuat dari bahan-bahan kimia. Contohnya : serat gelas (fiber glass), serat optic (fiber
optic), serat polyester (polyester fiber), dan lain-lain.
2.2.1 Serat Alami
Serat alami (natural fiber) merupakan serat yang bersumber langsung dari alam (bukan
merupakan buatan atau rekayasa manusia). Serat alami biasanya didapat dari serat tumbuhan
seperti serat bambu, serat pohon pisang serat nanas dan lain sebagainya. Biasanya sebelum
digunakan untuk bahan serat pada komposit, serat alami mendapat perlakuan terlebih dahulu
dengan menggunakan cairan kimia seperti NaOH. Perlakuan alkali serat (NaOH 5%)
berpengaruh secara signifikan terhadap kekuatan dan modulus tarik komposit serat kenaf
acak - polyester. Kekuatan dan modulus tarik tertinggi diperoleh untuk komposit dengan
perlakuan alkali serat selama 2 jam (Jamasri dkk, 2005). Hal ini bertujuan untuk mengurangi
kadar air dan wax (lapisan minyak) dalam serat dan mengakibatkan permukaan lebih kasar
sehingga akan meningkatkan ikatan dengan matrik yang digunakan.
Penelitian dan penggunaan serat alami berkembang dengan sangat pesat dewasa ini
karena serat alami banyak mempunyai keunggulan dibandingkan serat buatan (sintetic)
seperti beratnya lebih ringan, dapat diolah secara alami dan ramah lingkungan. Serat alami
juga merupakan bahan terbaharukan dan mempunyai kekuatan dan kekakuan yang relatif
tinggi dan tidak menyebabkan iritasi kulit (Oksman dkk, 2003). Keuntungan-keuntungan
lainnya adalah kualitas dapat divariasikan dan stabilitas panas yang rendah. Hal yang paling
menonjol dari serat alami adalah ramah lingkungan dan mudah didapat. Dua sifat dasar
tersebut membuat banyak ilmuan tertarik untuk meneliti dan mengembangkan kegunaan serat
alami. Disamping keunggulan tersebut, serat alami juga mempunyai banyak kekurangan
antara lain,dimensinya tidak teratur, kaku, rentan terhadap panas, mudah menyerap air dan
cepat lapuk (Brahmakumar dkk, 2005).
Penggunaan serat alami sudah merambah ke berbagai bidang kehidupan manusia.
Layaknya serat buatan, serat alami juga mampu digunakan dalam aspek yang biasanya
menggunakan serat buatan hanya saja dalam penggunaanya terdapat modifikasi untuk
menyesuaikan dengan sifat-sifat dasar dari serat alami.
2.5 Logam
Dalam kimia, sebuah logam atau metal adalah material (sebuah unsur, senyawa, atau
paduan) yang biasanya keras tak tembus cahaya, berkilau, dan memiliki konduktivitas listrik
dan termal yang baik. Logam umumnya liat (dapat ditempa atau ditekan permanen hingga
berubah bentuk tanpa patah atau retak) dan juga fusibel (bisa dilelehkan) dan ulet (dapat
ditarik hingga membentuk kawat halus). Sekitar 91 dari 118 unsur dalam tabel periodik
adalah logam, sisanya adalah nonlogam atau metaloid. Beberapa unsur menunjukkan sifat
baik logam dan nonlogam sekaligus (Bondy, 1988)..
Astrofisikawan menggunakan istilah "metal" untuk menjelaskan secara kolektif seluruh
unsur selain hidrogen dan helium, dua unsur paling sederhana, dalam suatu bintang. Bintang
memfusi atom-atom yang lebih kecil, sebagian besar hidrogen dan helium, untuk membuat
atom yang lebih besar selama masa hidupnya. Dalam pengertian itu, metalisitas suatu objek
adalah proporsi dari materi yang menyusun seluruh unsur kimia yang lebih berat, tidak hanya
logam-logam tradisional. Banyak unsur dan senyawa yang tidak diklasifikasikan secara
normal sebagai logam menjadi logam pada tekanan tinggi; ini terbentuk sebagai alotropi
metalik dari non logam (Bondy, 1988).
Sifat mekanis metal meliputi duktilitas, yaitu kapasitas mereka dalam deformasi plastis.
Deformasi elastis dapat balik pada logam dapat dijelaskan oleh Hukum Hooke untuk
memulihkan gaya, sementara tegangan berbanding lurus dengan regangan. Gaya yang lebih
besar daripada batas elastis, atau panas, dapat menyebabkan deformasi permanen (tak dapat
balik) pada objek, yang dikenal sebagai deformasi plastis atau plastisitas. Perubahan tak
dapat balik dalam susunan atom dapat terjadi sebagai akibat dari:
a. Aksi suatu gaya yang diaplikasikan (atau usaha). Gaya yang diaplikasikan dapat berupa
gaya tarik, gaya tekan, pemotongan, pembengkokan atau gaya torsi (pelintir).
b. Perubahan suhu (panas). Perubahan suhu dapat mempengaruhi mobilitas cacat struktural
seperti batas butir, kekosongan titik, dislokasi garis atau ulir, kesalahan penumpukan dan
twins baik dalam padatan kristal maupun non-kristal. Pergerakan atau perpindahan cacat
tersebut diaktifkan secara termal, dan karenanya dibatasi oleh laju difusi atom.
2.6 Sifat Mekanik
Sifat mekanik didefinisikan sebagai ukuran kemampuan bahan untuk membawa atau
menahangaya atau tegangan. Pada saat menahan beban, atom-atom atau struktur molekul
berada dalam kesetimbangan. Gaya ikatan pada struktur menahan setiap usaha untuk
mengganggu kesetimbangan ini, misalnya gaya luar atau beban. Berikut ini beberapa sifat
mekanis yang dapat menjelaskan bagaimana bahan merespon beban yang bekerja dan
deformasi yang terjadi. Sifat-sifat tersebut adalah :
1. Stiffness (kekakuan)
Sifat bahan yang mampu renggang pada tegangan tinggi tanpa diikuti regangan yang
besar. Ini merupakan ketahanan terhadap deformasi. Kekakuan bahan merupakan fungsi dari
Modulus elastisitas E. Sebuah material yang mempunyai nilai E tinggi seperti baja, E =
207.000 Mpa, akan berdeformasi lebih kecil terhadap beban (sehingga kekuatannya lebih
tinggi) daripada material dengan nilai E lebih rendah, misalnya kayu dengan E = 7000 Mpa
atau kurang.
2. Strength (kekuatan)
Sifat bahan yang ditentukan oleh tegangan paling besar material mampu renggang
sebelum rusak (failure). Ini dapat didefinisikan oleh batas proposional, titik mulur atau
tegangan maksimum. Tidak ada satu nilai yang cukup bisa untuk mendefinisikan kekuatan,
karena perilaku bahan berbeda terhadap beban dan sifat pembebanan.
3. Elasticity (elastisitas)
Sifat material yang dapat kembali ke dimensi awal setelah beban dihilangkan. Sangat
sulit menentukan nilai tepat elastisitas. Yang bisa dilakukan adalah menentukan rentang
elastisitas atau batas elastisitas.
4. Ductility (keuletan)
Sifat bahan yang mampu deformasi terhadap beban tarik sebelum benar-benar patah
(rupture). Material ulet adalah material yang dapat ditarik menjadi kawat tipis panjang
dengan gaya tarik tanpa rusak. Keliatan ditandai dengan persen perpanjangan panjang ukur
spesimen selama uji tarik dan persen pengurangan luas penampang. Besar keuletan dapat
dinyatakan dengan pernyataan sebagai berikut :
Persen Pertambahan = (pertambahan panjang ukur : panjang ukur awal) x 100%
5. Brittleness (kegetasan)
Menunjukkan tidak adanya deformasi plastis sebelum rusak. Material yang getas akan
tiba-tiba rusak tanpa adanya tanda terlebih dahulu. Material getas tidak mempunyai titik
mulur atau proses pengecilan penampang (necking down process) dan kekuatan patah =
kekuatan maksimum. Material getas, misalnya : Besi cor, batu, dan semen cor, yang
umumnya lemah dalam uji tarik, sehingga penentuan kekuatan dengan menggunakan uji
tekan.
6. Malleability (kelunakan)
Sifat bahan yang mengalami deformasi plastis terhadap beban tekan yang bekerja
sebelum benar-benar patah. Kebanyakan material yang sangat liat adalah juga cukup lunak.
7. Toughness (ketangguhan)
Sifat material yang mampu menahan beban impack tinggi atau beban kejut. Jika sebuah
benda mendapat beban impack, maka sebagian energi diserap dan sebagian energi
dipindahkan. Pengukuran ketangguhan = luasan di bawah kurva tegangan-regangan dari titik
asal ke titik patah.
8. Resilience (kelenturan)
Sifat material yang mampu menerima beban impack tinggi tanpa menimbulkan tegangan
lebih pada batas elastis. Ini menunjukkan bahwa energi yang diserap selama pembebanan
disimpan dan dikeluarkan jika material tidak dibebani. Pengukuran kelenturan sama dengan
pengukuran ketangguhan.
Regangan dinotasikan dengan ef. Notasi ef adalah reganga total bahan atau regangan
maksimal ketika bahan tepat akan putus. Regangan atau elongasi total adalah gabungan dari
regangan uniform dan elongasi yang terjadi setelah bahan ,engalami penciutan sampai putus.
Nilai regangan menunjukkan keuletan atau ductility dari suatu bahan dan biasanya
dinyatakan dalam presentase perpanjangan. Data ini menunjukkan besartnya pertambahan
panjang yang dapat diberikan oleh suatu material hingga kondisinya tepat akan putus
(Backofen, 1972).
DAFTAR PUSTAKA
Astika, I Made; et al. Sifat mekanis komposit polyester dengan penguat serat sabut kelapa.
Jurnal Energi dan Manufaktur Vol.6 No.2, Oktober 2013: 95-202.
Backofen,W. A. 1972. Deformation Processing. Addison Willey Publishing Company,
Massachusett.
Bondy, S.C., and Prasad, K.N. (1988). Metal Neurotixcity. Boca Raton, Fla : CRC Press.
Brahmakumar, M., Pavithran, C., and Pillai, R.M., Coconut fiber reinforced polyethylene
composites such as effect of natural waxy surface layer of the fiber on fiber or matrix
interfacial bonding and strength of composites, Elsevier, Composite Science and
Technology, 65 pp. 563-569, 2005.
Callister, W.D. (2003) Materials science and engineering an introduction. John Wiley & Sons,
New York.
Dieter, G. E. 1986. Mechanical Metallurgy. Mc. Graw-Hill, New Jersey.
Harper, R. C. SAMPE Journal. 1992, 28,3, 9.
Hoyur, Sevgi; Çetinkaya, Kerim. Production of banana / glass fiber bio–composite profile and its
bending strength. Usak University Journal of Material Sciences 1 (2012) 43–49.
Jamasri, Diharjo, K, Handiko, G. W., 2005. Studi Perlakuan Alkali Terhadap SifatTarik
Komposit Limbah Serat Sawit–Polyester, Prosiding SNTTM IV, Universitas Udayana,
Bali.
Julianti, E.; Nurminah, M., Teknologi Pengemasan, Bahan kuliah terbuka Opencourseware,
Universitas Sumatera Utara, 2006.
Nopriantina, Noni. (2013). Pengaruh ketebalan serat pelepah pisang kapok (Musa paradisiaca)
terhadap sifat mekanik material komposit polyester-serat alam. Jurnal Fisika Unand
Vol. 2, No. 3.
Oksman, K., Skrifvars, M., Selin, J-F. 2003, “Natural Fiber as Reinforcement in Polylactic Acid
(PLA) Composites”, Composites Science and Technology 63, Sciencedirect.com, 1317-
1324.
Richardson, J. T. E., Eysenck, M. W., and Warren Piper, D. (eds) (1987). Student Learning:
Research in Education and Cognitive Psychology. Milton Keynes: SRH & Open
University Press
Schwart, M.M., 1984, Composite Materials Handbook, Mc Graw-Hill Book Co., New York.
Sriwita, Delni. (2014). Pembuatan dan karakterisasi sifat mekanik bahan komposit serat daun
nanas-polyester ditinjau dari fraksi mssadan orientasi serat. Jurnal Fisika Unand Vol. 3,
No. 1.
Vazquez, G.; Antorrena, G.; Gonzalez, J.; Freire, S.; Lopez, S., Acetosolv pulping of pine wood.
kinetic modelling of lignin solubilization and condensation, Bioresource Technology,
1997, 59(2-3), 121-127.
Vlack, L. H., 1995, Ilmu dan Teknologi Bahan, terjemahan Ir. Sriati Djaprie, Jakarta : Erlangga.
Yosephine, Allita; Gala, Victor; Ayucitra1, Aning; Susiany Retnoningtyas, Ery, Pemanfaatan
ampas tebu dan kulit pisang dalam pembuatan kertas serat campuran. Jurnal Teknik
Kimia Indonesia. Vol. 11, No. 2, 2012, 94-100.