Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Protein merupakan komponen yang banyak terdapat pada sel hewan dan

tumbuhan. Kandungan protein bervariasi dalam bahan pangan baik dalam jumlah

maupun jenisnya. Protein merupakan sumber gizi utama yaitu asam amino. Protein

juga memberikan sifat fungsional yang penting dalam membentuk karakteristik

produk pangan yaitu sebagai pengemulsi, pengikat air, pembentuk gel/tekstur,

penyerap lemak dan pembentuk buih (Andarwulan dkk, 2011). . Molekul protein

mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta

fosfor. Keistimewaan lain dari protein ini adalah strukturnya yang mengandung

(15,30-18%), C (52,40%), H (6,90-7,30%), O (21-23,50%), S (0,8-2%), disamping

C, H, O (seperti juga karbohidrat dan lemak), dan S kadang-kadang P, Fe dan Cu

(sebagai senyawa kompleks dengan protein) (Sudarmaji, 1989). Protein pada

makanan dapat ditemukan salah satunya yaitu pada tahu.

Tahu merupakan produk olahan kacang kedelai yang sangat populer di

Indonesia dan paling banyak diproduksi. Sebanyak 40 % konsumsi kacang kedelai

Indonesia diolah menjadi tahu. Tahu memiliki warna asli putih, tekstur kompak akan

tetapi tetap lembut dan lunak. Prinsip Pembuatan tahu umumnya merupakan

ekstraksi protein kacang kedelai dengan air kemudian digumpalkan dengan bahan

penggumpal yang berupa asam dan garam-garam tertentu (Nanda, 2016).

Tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu akan menggumpal bila
2

bereaksi dengan asam (cuka). Penggumpalan protein oleh asam cuka akan

berlangsung secara cepat dan serentak di seluruh bagian cairan sari kedelai, sehingga

sebagian besar air yang semula tercampur dalam sari kedelai akan terperangkap

didalamnya. Pengeluaran air yang terperangkap tersebut dapat dilakukan dengan

memberikan tekanan. Semakin besar tekanan yang diberikan, semakin banyak air

dapat dikeluarkan dari gumpalan protein.Gumpalan protein itulah yang kemudian

disebut sebagai tahu (Widaningrum, 2015). Berdasarkan pernyataan diatas, maka

perlu dilakukannya percobaan mengenai analisis protein.

1.2 Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini yaitu:

1.2.1 Untuk mengetahui pengendapan dan denaturasi yang berkaitan dengan protein

albumin.

1.2.2 Untuk mengetahui prinsip pengukuran kadar protein pada tahu dengan metode

biuret.

1.2.3 Untuk mengetahui kadar protein pada tahu.

1.3 Manfaat Percobaan

Manfaat dari percobaan ini yaitu:

1.3.1 Dapat mengetahui pengendapan dan denaturasi yang berkaitan dengan protein

albumin.

1.3.2 Dapat mengetahui prinsip pengukuran kadar protein pada tahu dengan metode

biuret.

1.3.3 Dapat mengetahui kadar protein pada tahu.


3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tahu

Tahu adalah gumpalan protein biji kedelai

yang diperoleh dari hasil penyarian biji kedelai yang

telah digiling dengan penambahan air. Penggumpalan

protein dilakukan dengan cara penambahan cairan

biang atau garam-garam kalsium, misalnya kalsium

sulfat yang dikenal dengan nama batu tahu atau sioko.

Tahu juga dikenal sebagai makanan rakyat karena har- Gambar 1. Tahu

ganya yang murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat dapat dibuat bermacam-

macam produk turunan, antara lain tahu goreng, tahu isi, stik tahu dan sebagainya

(Sarwono dan Pieter, 2001).

Tahu merupakan produk olahan kacang kedelai yang sangat populer di

Indonesia dan paling banyak diproduksi. Sebanyak 40 % konsumsi kacang kedelai

Indonesia diolah menjadi tahu. Tahu memiliki warna asli putih, tekstur kompak akan

tetapi tetap lembut dan lunak. Prinsip Pembuatan tahu umumnya merupakan

ekstraksi protein kacang kedelai dengan air kemudian digumpalkan dengan bahan

penggumpal yang berupa asam dan garam-garam tertentu (Nanda, 2016).


4

Tahu diproduksi dengan memanfaatkan sifat protein, yaitu akan

menggumpal bila bereaksi dengan asam (cuka). Penggumpalan protein oleh asam

cuka akan berlangsung secara cepat dan serentak di seluruh bagian cairan sari

kedelai, sehingga sebagian besar air yang semula tercampur dalam sari kedelai akan

terperangkap didalamnya. Pengeluaran air yang terperangkap tersebut dapat

dilakukan dengan memberikan tekanan. Semakin besar tekanan yang diberikan,

semakin banyak air dapat dikeluarkan dari gumpalan protein.Gumpalan protein

itulah yang kemudian disebut sebagai tahu (Widaningrum, 2015).

2.2 Biuret

Biuret merupakan salah satu larutan yang

digunakan untuk uji protein. Larutan ini

merupakan campuran antara ion kupri sulfat

yang dimasukkan dalam suasana basa,

contohnya CuSO4.5H2O yang dimasukkan atau

dicampur dengan NaOH. Larutan ini digunakan

untuk mendeteksi protein dalam jumlah besar Gambar 2. Reagen Biuret

yang ditandai dengan adanya perubahan warna. Jika suatu sampel yang diuji

mengandung lebih dari 2 ikatan peptida maka akan muncul warna ungu. Warna ini

muncul karena terbentuknya ikatan koordinasi kompleks antara atom Cu dengan 4

atom nitrogen yang berasal dari ikatan peptida (Clark, 1964).

Menurut Plummer (1978), selain penggunaan uji biuret, cara yang dapat

digunakan untuk deteksi protein dalam organisme ialah menggunakan uji ninhidrin.

Ninhidrin merupakan reagen pengoksidasi yang cukup kuat. Ninhidrin akan bereaksi
5

dengan semua asam amino pada pH 4-8 sehingga terbentuk senyawa berwarna ungu.

Reaksi ini merupakan reaksi yang sangat sensitif dan sesuai untuk penentuan asam

amino secara kualitatif. Sehingga reagen ini dapat digunakan untuk mendeteksi ada

atau tidaknya protein dalam suatu sampel.

2.3 Ammonium Sulfat

Ammonium Sulfat, (NH4)2SO4, ialah

suatu garam anorganik dengan penggunaan

komersial yang banyak. Penggunaan paling

umum ialah sebagai pupuk tanah. Ammonium

sulfat mengandung 21% nitrogen sebagai

kation ammonium, dan 24% sulfur sebagai

anion sulfat. Nama IUPAC garam ammonium

ini ialah Diazanium sulfat. Nama lainnya adalah: Gambar 3. Ammonium Sulfat

Ammonium sulfat, Ammonium sulfat (2:1), Diammonium sulfat, Garam

diammonium asam sulfat, Mascagnite, Actamaster, Dolamin (Putri, 2000).

Pengendapan ammonium sulfat ialah suatu cara biasa untuk memurnikan

protein melalui pengendapan selektif; Ammonium sulfat sangat larut dalam air dan

dapat membuat larutan sangat pekat, yang dapat membuat protein mengalami “salt

out”, yang menyebabkan pengendapan pada konsentrasi tertentu. Ini memberikan

sesuatu yang berarti dan sederhana untuk memfraksinasikan campuran protein

kompleks. Ammonium sulfat juga tercantum sebagai bahan racikan untuk banyak

vaksin Amerika Serikat setiap Pusat untuk Pengawasan Penyakit (Ansar, 2014).
6

2.4 HCl

Asam klorida adalah larutan akuatik dari

gas hidrogen klorida (HCl). Ia adalah asam kuat,

dan merupakan komponen utama dalam asam

lambung. Senyawa ini juga digunakan secara

luas dalam industri. Asam klorida harus

ditangani dengan wewanti keselamatan yang

tepat karena merupakan cairan yang sangat


Gambar 4. HCl
korosif. Asam klorida pernah menjadi zat yang sangat penting dan sering digunakan

dalam awal sejarahnya. Ia ditemukan oleh alkimiawan Persia Abu Musa Jabir bin

Hayyan sekitar tahun 800. Senyawa ini digunakan sepanjang abad pertengahan oleh

alkimiawan dalam pencariannya mencari batu filsuf, dan kemudian digunakan juga

oleh ilmuwan Eropa termasuk Glauber, Priestley, and Davy dalam rangka

membangun pengetahuan kimia modern (Saragusti, 2012).

Asam klorida umumnya dibuat dari larutan garam NaCl yang dielektrolisa.

Elektrolisa NaCl menghasilkan larutan NaOH (soda api), gas Cl2 (gas klorin), dan

gas H2 (gas hidrogen). Gas Cl2 dan H2 selanjutnya disatukan untuk sintesa gas HCl.

Gas HCl yang terbentuk selanjutnya dimasukkan ke dalam air murni, dan larut

sebagai larutan asam klorida. HCl juga dihasilkan dari proses pembuatan senyawa

sodium sulfat (Na2SO4). Sodium sulfat dibuat menggunakan bahan aram (NaCl) dan

larutan asam sulfat pekat (H2SO4). Kristal garam bereaksi dengan larutan H2SO4,

menghasilkan kristal Na2SO4 dan gas HCl. Selanjutnya gas HCl disuling dan masuk

ke air tawar untuk menjadi larutan HCl (Bestekin, 2019).


7

2.5 Protein

Protein merupakan senyawa organik kompleks yang memiliki berat molekul

tinggi. Protein adalah salah satu bio-makromolekul yang penting perananya bagi

semua organisme. Protein juga berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel

makhluk hidup dan virus. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen,

nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Keistimewaan lain dari protein ini

adalah strukturnya yang mengandung (15,30-18%), C (52,40%), H (6,90-7,30%), O

(21-23,50%), S (0,8-2%), disamping C, H, O (seperti juga karbohidrat dan lemak),

dan S kadang-kadang P, Fe dan Cu (sebagai senyawa kompleks dengan protein)

(Sudarmaji, 1989).

Protein merupakan komponen yang banyak terdapat pada sel hewan dan

tumbuhan. Kandungan protein bervariasi dalam bahan pangan baik dalam jumlah

maupun jenisnya. Protein merupakan sumber gizi utama yaitu asam amino. Protein

juga memberikan sifat fungsional yang penting dalam membentuk karakteristik

produk pangan yaitu sebagai pengemulsi, pengikat air, pembentuk gel/tekstur,

penyerap lemak dan pembentuk buih (Andarwulan dkk, 2011).

Protein dibangun dari asam amino yang bergabung melalui ikatan peptida

antara karboksil dan amino (atau imino dalam kasus prolin) kelompok asam amino

berikutnya. Rantai polipeptida ini dilipat menjadi struktur tiga dimensi untuk

membentuk protein. Struktur primer atau urutan asam amino dalam protein adalah

pra-ditentukan dalam kode genetik. Dua puluh asam amino alami yang disebut asam

amino proteinogenic yang membangun protein dalam organisme hidup. Dengan


8

beberapa pengecualian, hanya L-isomer yang dimasukkan ke dalam protein

(Anonim, 2012).
9

BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum Biokimia percobaan 1 dengan judul percobaan “Penentuan Kadar

Protein pada Sampel Tahu” dilaksanakan pada Sabtu, 6 april 2019, pukul 13.00

WITA sampai selesai. Bertempat di Laboratorium Jurusan Pendidikan Kimia,

FakultasKeguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Halu Oleo, Kendari.

3.2 Alat Dan Bahan

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan yaitu tabung reaksi gelas kimia 250 mL batang

pengaduk, pipet gondok 5 mL, pipet volum 25 mL, tabung sentrifugasi, filler, pipet

tetes, kertas saring dan corong kaca.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan yaitu tahu, HCl, reagen biuret, aquades, dan

ammonium sulfat.

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Uji Denaturasi Protein Tahu

Siapkan 4 buah tabung reaksi. sebanyak 1 mL filtrat sampel tahu kedalam

tabung reaksi I, ditambahkan 6 ml reagen biuret dan 5 ml aquadest dikocok, di amati

perubahannya. Selanjutnya tabung kedua diisi dengan 1 mL filtrat sampel tahu


10

ditambahkan 5 mL ammonium sulfat disentrifugasi selama 5 menit pada 3000 rpm,

setelah disentrifugasi ditambahkan 6 mL reagen biuret dan 5 mL aquades. Untuk

tabung ketiga dimasukkan 2 mL filtrat sampel tabung yang kemudian dipanaskan

selama 20 menit pada suhu 80oC. untuk tabung terakhir 2 mL filtrat ditambahkan 2

mL HCl 2M diamati perubahannya dan dibandingkan dengan tabung 3.

3.3.2 Penentuan Kadar Protein Sampel Tahu

Tabung 1 dan 2 pada perlakuan uji denaturasi protein di atas di analisis kadar

proteinnya.
11

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Uji Denaturasi Protein

Tabel 1 Denaturasu Protein Tahu


No. Perlakuan Pengamatan
1. Tabung 1: 2 mL filtrat + 2 mL HCl 2 M Larutan agak keruh
2. Tabung 2: Filtrat dipanaskan pada suhu Terdapat endapan dan larutan
80°C selama 80 menit keruh

Perlakuan yang dilakukan bertujuan untuk uji denaturasi dengan cara

pemanasan dan penambahan asam kuat. Denaturasi adalah perubahan bentuk protein

melalui beberapa bentuk tekanan sedemikian rupa sehingga tidak akan lagi dapat

menjalankan fungsi selular, dimana tekanan ini dapat terjadi dengan menerapkan

panas, asam atau basa. Perlakuan 1 menghasilkan larutan yang agak keruh begitupun

dengan larutan 2. Hal ini dikarenakan protein dalam filtrat telah terdenaturasi

sehingga membentuk endapan-endapan.

4.2 Uji Pengendapan

Tabel 2 Uji pengendapan


No. Perlakuan Pengamatan
1. Filtrat + amonium sulfat, Disentrifugasi Larutan keruh dan terapat
(3000 rpm, 5 menit), endapan

Perlakuan yang dilakukan bertujuan untuk uji pengendapan protein dengan

garam, dimana garam yang dipakai dalam percobaan ini adalah ammonium sulfat.

Pengendapan dengan garam dapat terjadi karena garam dapat berikatan dengan

protein karena kemampuan ion garam untuk terhidrasi. Larutan yang telah
12

ditambahkan garam selanjutnya disentrifugasi. Sentrifugasi berguna untuk

mempercepat proses pengendapan dengan memberikan gaya sentrifugasi pada

partikel-partikelnya, dimana pada hasil pengamatan terlihat sedikit endapan.

4.3 Penentuan Kadar Protein dalam Sampel dengan Metode Biuret

Tabel 3 Pembuatan Larutan Sampel dengan Metode Biuret


No. Perlakuan Pengamatan
1. Tabung 1: 6 mL biuret + 5 mL aquades Larutan keruh
2. Tabung 2: Endapan + 6 mL biuret + 5 Larutan keruh
mL aquadest

Perlakuan yang dilakukan bertujuan untuk uji kuantitatif yang mana untuk

mengetahui kadar protein, namun sebelumnya dilakukan uji kualitatif protein yang

pengujiannya menggunakan biuret untuk memberi warna yang nantinya dapat dilihat

apakah filtrat mengandung protein dari warna yang dihasilkan. Indikator yang

menunjukkan adanya protein yaitu terjadi perubahan warna menjadi ungu. Hasil

pengamatan terlihat bahwa filtrat tetap berwarna biru. Hasil tersebut menunjukkan

adanya protein yang sangat sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali.

Tabel 4 Data Hasil Pengukuran Absorbansi


No. Nomor Tabung Absorbansi
1. I 0,012
2. II 0,071
3. III 0,095
4. IV 0,174
5. V 0,227
6. VI 0,267
7. Tahu Tb I 0,336
8. Tahu Tb II 0,2
13

Absorbansi
0.3
y = 0,052x - 0,041
0.25 R² = 0,987

0.2
Absorbansi

0.15
Absorbansi
0.1 Linear (Absorbansi)

0.05

0
0 2 4 6 8
Konsentrasi

Gambar 5 Kurva Standar antara Konsentrasi dengan Absorbansi

Tabung yang telah dianalisis kemudian menghasilkan abosorbansi.

Absorbansi adalah rasio logaritmik dari radiasi yang dipaparkan ke suatu bahan

terhadap radiasi yang ditransmisikan menembus bahan. Pernyataan tersebut

memperlihatkan bahwa besar absorbansi berbanding lurus dengan kadar protein atau

dengan kata lain semakin besar absorbansi maka semakin besar pula kadar protein

yang dikandungnya. Dari kurva tersebut dapat dilihat bahwa garis pada kurva tidak

linear. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya sedikit kesalahan dalam

pembuatan larutan. Dalam percobaan ini tidak dilakukan penentuan kadar

dikarenakan kesalahan praktikan yang tidak menimbang sampel uji. Namun, jika

dilihat dari data absorbansi, maka banyak protein yang terdapat pada tabung 1 lebih

besar dari tabung 2.


14

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengamatan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan:

5.1.1 Sifat dari protein yaitu mengalami pengendapan saat ada penambahan garam

pada larutan dan dapat mengalami denaturasi saat melalui beberapa bentuk

tekanan berupa penerapan panas atau asam.

5.1.2 Prinsip pengukuran kadar protein pada tahu dengan metode biuret yaitu

didasarkan pada persamaan kurva hasil absorbansi.

5.1.3 Kadar protein pada tahu dari tabung 1 lebih banyak dibandingkan yang

terdapat pada tabung 2.

5.2 Saran

Saran yang dapat saya berikan dalam percobaan ini yaitu sebaiknya perlakuan

dalam praktikum ini diperhatikan secara teliti agar tidak adanya kesalahan-kesalahan

sehingga hasil yang diperoleh adalah hasil yang sebaik-baiknya.


15

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Scientific Opinion on Dietary Reference Values for protein1 EFSA
Panel on Dietetic Products, Nutrition and Allergies (NDA). EFSA Journal.
10(2).

Andarwulan, Nuri. Feri Kusnandar, Dian Herawati. 2011. Analisa Pangan. Jakarta:
PT. Dian Rakyat.

Ansar. 2014. Ammonium Sulfat dan Kegunaannya. Wawasan Ilmu Kimia.

Bestekin. 2019. Asam Klorida HCl. Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri
Lhokseumawe Vol. 2 (1).

Clark, J. M. 1964. Experimental Biochemistr. W. H. Freeman Company. USA

Mandle, A.K., Pranita j., Shailendra K.S. 2012. Protein Strukture Prediction Using
Suport Vektor Machine. International Journal Of Computing. Vol. 3(1).

Nanda, Lisa. 2016. Pembuatan Tahu dari Kacang Kedelai dengan Menggunakan
Bahan Penggumpal Ie Kuloh Sira. Jurnal Reaksi. Vol. 14 (1)

Plummer, D. T. 1978. An Introduction to Practical Biochemistry. McGrawHill


Company.New York.

Putri, Adela. 2000. Proses Pembuatan Ammonium Sulfat. Jurnal Teknik Kimia. Vol.
1.

Saragusti. 2012. Larutan Asam Klorida (HCl) dalam Pembahasan Kimia. Jurnal
Kimia. Vol 3(1).

Sarwono, B dan Pieter Y.S. (2001). Membuat Aneka Tahu. Jakarta: Penebar
Swadaya. Halaman 2, 4 – 6, 15, 17.

Sudarmaji, S, dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty.
Yogyakarta.

Suhara. (2008). Dasar-dasar Biokimia. Bandung: PRISMA PRESS

Widaningrum, Ida. 2015. Teknologi Pembuatan Tahu yang Ramah Lingkungan


(Bebas Limbah). Jurnal Dedikasi. Vol. 15.

Anda mungkin juga menyukai