Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH MIKROBIOLOGI

TENTANG

“PEMANFAATAN MIKROORGANISME SEBAGAI INDIKATOR”

OLEH

KELOMPOK III

1. ANDRIANI SAFITRI (F201701115)


2. FIRKHA JAYASA (F201701128)
3. MONICA CITRA DEFANTI (F201701135)
4. NOVA DESTIKA RAMADHANI (F201701141)
5. NUR FADHILAH (F201701143)
6. RAGIL PUJI NURAZIZAH (F201701148)
7. RAHMAWATI YUNIAR BASRI (F201701149)
8. RIZKY DWI HANDAYANI (F201701154)
9. SITI AWALIA RAFLI (F201701156)
10. TITIN NUR AWALYAH (F201701162)

PRODI S1 FARMASI
STIKES MANDALA WALUYA
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu


Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat limpahan
rahmat, hidayah dan karunianya sehinngga kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan judul “Pemanfaatan Mikroorganisme Sebagai Indikator” sebagai tugas
kelompok mata kuliah Mikrobiologi. Dalam penulisan makalah ini, kami telah
berupaya dengan semaksimal mungkin. Namun, karena keterbatasan wawasan dan
kemampuan kami sehingga makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun untuk
perbaikan makalah ini kedepannya sangat kami harapkan.
Tidak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah banyak membantu dalam penyusunan makalah kami, semoga makalah ini
dapat menjadi sumber bacaan dan ilmu mengenai “Pemanfaatan
Mikroorganisme Sebagai Indikator” agar dapat berguna dikemudian hari.
Terima kasih
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu

Kendari, 25 Mei 2019

Penulis

ii
Daftar Isi
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
I.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
I.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
I.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3
II.1 Uji Antibiotik / Antimikroba .................................................................... 3
1. Metode Difusi ........................................................................................... 3
2. Metode Dilusi ........................................................................................... 5
II.2 Uji Bioautografi ........................................................................................ 7
II.3 Uji Vitamin Dan Asam Amino ................................................................. 8
II.4 Uji Ames................................................................................................... 8
II.5 Penggunaan Mikroorganisme Sebagai Model Metabolisme Obat ......... 10
BAB III PENUTUP ............................................................................................. 12
III.1 Kesimpulan ................................................................................................ 12
III.2 Saran .......................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Mikroorganisme merupakan makhluk hidup yang berukuran sangat
kecil yaitu dalam skala micrometer atau micron (µ) atau sepersejuta meter
dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Dalam percakapan sehari-hari
atau untuk kepentingan praktis mikroorganisme sering disebut sebagai
mikroba atau kuman. Untuk mempelajarinya diperlukan cara tertentu yaitu
observasi mikroskopik dan biakan atau pure culture. Termasuk dalam
golongan mikroorganisme adalah bakteri (eubactera, archaebacteria), fungi
(yeasts, molds), protozoa, microscopic algae dan virus serta beberapa macam
cacing (helmints). Ilmu yang mempelajari mikroorganisme disebut
mikrobiologi.
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai
indikator pengujian. Dalam hal ini mikroorganisme digunakan sebagai
penentu konsentrasi komponen tertentu pada campuran kompleks kimia,
untuk mendiagnosis penyakit tertentu tertentu, serta untuk menguji bahan
kimia guna menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan.
Macam-macam uji yang dapat dilakukan adalah uji antibiotik/antimikroba,
bioautografi, uji vitamin dan asam amino, uji ames, dan penggunaan
mikroorganisme sebagai model metabolisme obat mamalia.
Pada uji antibakteri diukur respon pertumbuhan populasi bakteri
terhadap agen antibakteri. Tujuan assayantibakteri (termasuk antibiotik dan
substansi antibakteri nonantibiotik, misalnya fenol, bisfenol, aldehid) adalah
untuk menentukan potensi dan kontrol kualitas selama proses produksi
senyawa antibakteri di pabrik, untuk menentukan farmakokinetika obat pada
hewan atau manusia, dan untuk memonitor kemoterapi obat. Kegunaan uji
antibakteri adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien. Terdapat bermacam-macam metode uji antibakteri yaitu Metode Disc
Diffusion (Tes Kirby & Bauer), Metode E-Test, Ditch Plate Technique, Cup

1
Plate Tehnique, Gradient Plate Tehnique, Metode Dilusi Cair / Broth
Dilution Test, Metode Dilusi Padat / Solid Dilution Test

I.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan dengan Uji antibiotik antimikroba?
2. Apakah yang dimaksud dengan Uji Bioautografi?
3. Apakah yang dimaksud dengan Uji Vitamin dan Asam amino?
4. Apakah yang dimaksud dengan Uji Ames?
5. Bagaimana penggunaan mikroorganisme sebagai model metabolisme obat
mamalia?

I.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Uji antibiotik antimikroba.
2. Untuk mengetahui Uji bioautografi.
3. Untuk mengetahui Uji Vitamin dan Asam amino.
4. Untuk mengetahui Uji Ames
5. Untuk memahami penggunaan mikroorganisme sebagai model
metabolisme obat mamalia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Uji Antibiotik / Antimikroba


Pada uji ini diukur respons pertumbuhan populasi mikroorganisme
terhadap agen antimikroba. Tujuan assay antimikroba (termasuk antibiotik
dan substansi antimikroba nonantibiotik, misalnya fenol, bisfenol, aldehid),
adalah untuk menentukan potensi dan control kualitas selama proses produksi
senyawa antimikroba di pabrik, untuk menentukan farmakokinetikobat pada
hewan atau manusia, dan untuk memonitor dan mengontrol kemoterapi obat.
Kegunaan uji antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang
efektif dan efisien.Terhadap bermacam-macam metode uji antimikroba
seperti yang dijelaskan berikut ini.
1. Metode Difusi
a. Metode disc diffusion
Metode disc diffusion (tes Kirby & Bauer) untuk menentukan
aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba
diletakkan pada media Agar yang telah ditanami mikroorganisme yang
akan berdifusi pada media Agar tersebut. Area jernih mengindikasikan
adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen antimikroba
pada permukaan media Agar.

3
b. E-test
Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (Minimum
Inhibitory Concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum), yaitu
konsentrasi minimal suatu agen antimikroba untuk dapat menghambat
pertumbuhan mikroorganisme.
Pada metode ini digunakan strip plastik yang mengandung agen
antimikroba dari kadar terendah hingga tertinggi dan diletakkan pada
permukaan media Agar yang telah ditanami mikroorganisme.
Pengamatan dilakukan pada area jernih yang ditimbulkannya yang
menunjukan kadar agen antimikroba yang menghambat pertumbuhan
mikroorganisme pada media Agar.

c. Ditch-plate technique
Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang
diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media Agar
dalam cawan Petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba
uji (maksimum 6 macam) digoreskan kea rah parit yang berisi agen
antimikroba.
d. Cup-plate technique
Metode ini serupa dengan metode disc diffusion, dimanah dibuat
sumur pada media Agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme
dan pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji.

4
e. Gradient-plate technique
Pada metode ini konsentrasi agen pada antimikroba pada media
Agar secara teoretis bervariasi dari 0 hingga masimal.Media Agar
dicairkan dan larutan uji ditambahkan.Campuran kemudian dituang ke
dalam cawan Petri dan diletakkan dalam posisi miring.Nutrisi kedua
selanjutnya dituang diatasnya.
Plate diinkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan agen
antimikroba berdifusi dan permukaan media mongering.Mikroba uji
(maksimal 6 macam) digores pada arah mulai dari konsentrasi tinggi ke
rendah. Hasil perhitungan sebagai panjang total pertumbuhan
mikroorganisme maksimum yang mungkin dibandingkan dengan
panjang pertumbuhan hasil goresan.
Bila:
X = panjang total pertumbuhan mikroorganisme yang mungkin
Y = panjang pertumbuhan actual
C = konsentrasi final agen antimikroba pada total volume media mg/mL
atau µg/mL.
Maka konsentrasi hambatan adalah [(X.Y)]: C mg/mL atau µg/mL.
Yang perlu diperhatikan adalah dari hasil perbandingan yang didapat
dari lingkungan padat dan cair, faktor difusi agen antimikroba dapat
mempengaruhi keseluruhan hasil pada media padat.
2. Metode Dilusi
Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (broth
dilution) dan dilusi padat (solute dilution).
a. Metode dilusi cair / broth dilution test (serial dilution)
Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitory concentration
atau kadar hambat minimum, KHM) dan MBC (minimum bactericidal
concentration atau kadar bunuh minimum, KBM). Cara yang dilakukan
adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada
medium cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen
antimikroba pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya

5
pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang
ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada
media cair tanpa penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba,
dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih
setelah inkubasi ditetapkan sebagai KBM.

b. Metode dilusi padat / solid dilution test


Metode ini serupa dengan metode dilusi cair namun
menggunakan media padat (solid).Keuntungan metode ini adalah satu
konsentrasi agen antimikroba yang diuji dapat digunakan untuk
menguji beberapa mikroba uji.
1. Uji Aktivitas Antifungi
Pada uji ini kebutuhan media berbeda dengan uji menggunakan
bakteri.Media yang umum digunakan adalah Sabouraud Dextrose
Liquid/Solid, Czapex Dox, dan media khusus fungi lainnya.Uji ini serupa
dengan uji untuk bakteri, dimana spora fungi atau miselium fungi dilarutkan
pada larutan agen antimikroba uji, dan selanjutnya pada interval waktu
tertentu disubkultur pada media yang sesuai. Setelah diinkubasi,
pertumbuhan fungi pun diamati.
3. Uji Aktivitas Antivirus
Uji aktivitas antivirus menggunakan kultur sel dan kultur jaringan
ataupun inokulasi telur berembrio. Campuran antara suspense virus dan
larutan agen antimikroba uji dibuat dalam seri pengenceran. Seri
pengenceran ini dibuat pada serum yang telah diinaktivasi, misalnya serum
kuda, dan diinokulasikan pada kultur sel atau telur berembrio. Sebagai

6
kontrol digunakan larutan tanpa virus. Karena obat juga dapat toksik pada
kultur jaringan atau telur, maka toksisitasnya harus diuji. Seri pengenceran
obat dicampur dengan serum yang diinaktivasi dan diinokulasi ke dalam sel
jaringan atau telur berembrio.Pengamatan dilakukan setiap hari terhadap ada
atau tidaknya kerusakan sel atau jaringan.
Selain menggunakan kultur sel atau telur, uji aktivitas antivirus
juga dapat dilakukan pada hewan percobaan, contohnya pada pengujian
virus hrpatitis B (HBV) yang tidak dapat ditumbuhkan pada kultur sel
ataupun telur berembrio.

II.2 Uji Bioautografi


Uji bioautografi merupakan metode spesifik untuk mendeteksi bercak
pada kromatogram hasil KLT (krmatografi lapis tipis) yang memiliki
aktivitas antibakteri, antifungi, dan antivirus, sehingga mendekatkan metode
separasi dengan uji biologis.
Keuntungan metode ini adalah sifatnya yang efisien untuk mendeteksi
adanya senyawa antimikroba karena letak bercak dapat ditentukan walaupun
berada dalam campuran yang kompleks sehingga memungkinkan untuk
mengisolasi senyawa aktif tersebut. Kerugiannya adalah metode ini tidak
dapat digunakan untuk menentukan KHM dan KBM.
Ada dua macam metode bioautografi, yaitu :
1. Bioautografi langsung
Dengan menyemprot plat KLT dengan suspense mikroorganisme
ataupun dengan menyentuhkan plat KLT pada permukaan media Agar
yang telah ditanami mikroorganisme. Setelah inkubasi pada waktu
tertentu, letak senyawa aktif tampak sebagai area jernih dengan latar
belakang keruh.
2. Bioautografi overlay
Dengan menuangkan media Agar yang telah dicampur dengan
mikroorganisme di atas permukaan plat KLT, media ditunggu hingga
padat, kemudian diinkubasi. Area hambatan dilihat dengan penyemprotan

7
penggunaan tetrazolium klorida. Senyawa yang aktif sebagai antimikroba
akan tampak sebagai area jernih dengan latar belakang ungu.

II.3 Uji Vitamin Dan Asam Amino


Uji ini merupakan kebalikan dari uji antimikroba (uji antibiotik) yang
didasarkan pada penghambatan pertumbuhan mikroorganisme.Assay vitamin
dan asam amino justru didasarkan pada peningkatan pertumbuhan
mikroorganisme. Pada uji ini diperlukan media kultur bernutrisi yang sesuai
untuk mikroba uji, yaitu memiliki semua faktor pertumbuhan kecuali faktor
yang akan diujikan. Kurva kalibrasi dari konsentrasi substansi uji terhadap
beberapa parameter pertumbuhan mikroorganisme seperti berat sel kering
(BSK) dapat diplotkan sehingga konsentrasi faktor pertumbuhan dapat
ditentukan. Cotoh uji ini yaitu :
 Assay biotin, asam folat, dan riboflavin oleh Lactobacillus casei
 Assay kalsium patotenat, dan asam nikotinat oleh Lactobacillus arobinosus
 Assay sianokobalamin oleh Lactobacillus leichmanii
 Assayinositol oleh Saccharomyes uvarum
 Assay tiamin oleh Lactobacillus viridans

II.4 Uji Ames


Uji ames (Ames test) merupakan uji untuk mengidentifikasi bahan
kimia yang bersifat mutagenik atau karsinogenik dengan menggunakan
bakteri sebagai indicator karsinogenik. Uji ini didasarkan pada pengamatan
bahwa paparan bakteri mutan terhadap substansi metagenik dapat
menyebabkan mutasi baru yang meniadakan efek mutasi asli berupa
perubahan fenotipe, disebut back mutation atau reversion.
Secara spesifik, uji Ames menguji Salmonella auksotrof histidin (sel
his-)yaitu mutan salmonella yang kehilangan kemampuan untuk mensintesis
histidin, menjadi sel his+ setelah perlakuan dengan bahan mutagenik.
Bahan kimia harus diaktivasi (diubah secara kimia ke dalam bentuk
kimia yang relaktif) dengan menggunakan enzim hewani agar aktivitas
mutagenik atau karsinogenik dapat muncul.Bahan kimia uji dan bakteri

8
mutan diinkubasi bersama-sama dengan akstrak hati tikus yang kaya enzim
aktivasi. Bila bahan kimia yang diuji bersifat mutagenik, maka akan
terbentuk reversi bakteri his- menjadi his+. Jumlah revertant yang terbentuk
mengindikasikan derajat mutagenik atau karsinogenik bahan kimia yang
diuji.
Penyempurnaan lebih lanjut terhadap uji Ames memungkinkan
penyaringan bahan-bahan yang memerlukan aktivasi metabolik sebelum
mutagenitas bahan-bahan itu tampak.Hal ini bisa dilakukan dengan
menggabungkan pada lapisan Agar bagian atas, bersama dengan bakteri
tersebut, homogenat hati tikus (atau manusia) yang system enzim
penganktivasinya telah dimunculkan dengan pengeksposan pada campuran
bifenil yang telah mengalami poliklorinasi.Uji ini kadang-kadang disebut
pengukuran Salmonella atau mikrosom karena menggunakan fraksi-fraksi
homogenat hati yang disebut fraksi S9 dan mengandung banyak mikrosom
hati.
Penting disadari bahwa uji ini bersifat fleksibel dan masih mengalami
modifikasi dan pengembangan.Hampir semua karsinogen manusia yang telah
diketahui telah diuji dan menunjukan hasil positif. Karsinogen tersebut
meliputi bahan-bahan seperti β-naftilamin, kondensat asap rokok, aflatoksin
B, dan vinil klorida, dan juga obat-obat yang digunakan pada pengobatan
kanker seperti adriamisin, daunomisin, dan mitomisin C.

9
II.5 Penggunaan Mikroorganisme Sebagai Model Metabolisme Obat
Keamanan dan kemanjuran obat harus dievaluasi secara luas sebelum
digunakan untuk mengobati penyakit pada manusia. Penelitian terhadap cara
obat dimetabolisasi sangat bermanfaat karena penelitian semacam ini
menyediakan informasi tentang cara aksi obat, mengapa obat menunjukkan
toksisitas, serta bagaimana obat didistribusikan, diekskresikan, dan disimpan
di dalam tubuh. Secara tradisional, penelitan metabolisme obat menggunakan
model binatang, dan sampai pada batas tertentu, menggunakan preparasi
mikrosomal hati, kultur jaringan, dan sistem organ tertentu. Masing-masing
model ini memilki kekurangan dan kelebihan tertentu dan terdapat tekanan
cukup besar dari kelompok-kelompok pemerhati binatanguntuk
menghaentikan penggunaan binatang pada penelitian ilmiah.
Penggunaan sistem mikrobial sebagai model in vitro untuk metabolisme
obat pada manusia disebabkan oleh adanya banyak kesamaan diantara sistem
enzim mikrobial tertentu dan dan sistem enzim hati mamalia. Kelebihan
utama penggunaan mikroorganisme adalah kemampuannya untuk
menghasilkan jumlah metabolit yang signifikan, sebaliknya hal tersebut, sulit
diperoleh dari sistem binatang atau sintesis kimiawi. Selain itu, penggunaan
mikroorganisme dapat mengurangi biaya operasional penelitian binatang.
Penelitian metabolisme obat mikrobial biasanya diawali menapis
(skrining) sejumlah besar mikroorganisme menegtahui kemampuannya dalam
memetabolisme suatu substrat obat. Organisme biasanya ditumbuhkan pda
media seperti glukosa pepton pada tabung labu yang digoyang-goyang untuk
memberikan aerasi yang baik. Obat sebagai substrat biasanya ditambahkan
setelah pertumbuhan 24 jam, kemudian diambil sebagai sampel untuk
mengetahui adanya metabolit dengan interval tertentu sampai 14 hari setelah
penambahan substrat. Tidak lama setelah ditentukan bahwa suatu
mikroorganisme memetabolisme obat, proses secara keseluruhan dapat
diperbesar skalanya untuk produksi sejumlah besar metabolit guna
menentukan struktur dan sifat-sifat biologisnya.

10
Misalnya, metabolisme obat antidepresan imipramin. Di dalam sistem
mamalia, imipramin dimetabolisme menjadi lima metabolit utama, yaitu 2-
hydrixymipramine, 10-hydroxymipramine, iminodibenzil, imipramine-N-
oxide, dan desipramin. Untuk penelitian metabolisme mikrobial, sejumlah
besar fungsi ditapis, dan beberapa diantaranya dipilih untuk produksi skala
preparatif metabolit imipramin. Cunninghamella blacesleeana menghasilkan
meatbolit terhidroksilasi berupa 2-hydrixymipramine dan 10-
hydroxymipramine; Aspergillus flavipers menghasilkan turunan N-oxide,
sedangkan Fusarium oxysporum f.sp cepae menghasilkan iminodibenzil;
sementara secara farmakologis metabolit aktif desipramin dan 10-hidroxy dan
metabolit N-oxyde dihasilkan oleh mucor griseocyanus. Dengan
meningkatkan skala prosedur ini, jumlah signifikan metabolit yang sama
dengan yang terbentuk dalam metabolisme mamalia dapat diperoleh.
Oleh karena itu, mikroorganisme memiliki potensi yang cukup besar
sebagai alat untuk meneliti metabolisme obat. Meskipun mikrooranisme tidak
dapat sepenuhnya menggantikan binatang, mikroorganisme sangat
bermanfaat sebagai model prediktif penelitian awal.

11
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
Pengujian mikrobiologi memanfaatkan mikroorganisme sebagai
indikator pengujian. Dalam hal ini mikroorganisme digunakan sebagai
penentu konsentrasi komponen tertentu pada campuran kompleks kimia,
untuk mendiagnosis penyakit tertentu tertentu, serta untuk menguji bahan
kimia guna menentukan potensi mutagenik atau karsinogenik suatu bahan.
Macam-macam uji yang dapat dilakukan adalah uji antibiotik/antimikroba
meliputi : metode difusi (metode disc diffusion / test kirby dan Bauer, E-
test, Ditch-plate technique, cup-plate technique, gradient-plate technique)
dan metode dilusi (metode dilusi air dan metode dilusi padat), uji
bioautografi, uji vitamin dan asam amino, uji ames, dan penggunaan
mikroorganisme sebagai model metabolisme obat mamalia.

III.2 Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun agar dalam pembuatan makalah selanjutnya dapat lebih baik
lagi.

12
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, S. G. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta : Gaya Baru
Jawetz, E., Melnick, J.L., dan Adelberg, E.A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran.
Jakarta : Salemba Medika
Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi Farmasi. Jakarta : Erlangga

13

Anda mungkin juga menyukai