LANDASAN TEORI
2.1 Distribusi
Distribusi merupakan suatu proses kegiatan aliran atau penyaluran
barang dari produsen sampai ke tangan konsumen. Distribusi memerlukan
perencanaan, dan pengendalian yang baik untuk menciptakan keuntungan
ataupun pengurangan biaya operasional bagi perusahaan.
Banyaknya lokasi pelanggan yang berada jauh dari pabrik
pembuatan barang, maka diperlukan sistem penyimpanan yang bertingkat
ganda (multi level warehousing) dengan persediaan yang bertingkat pula
(multi level inventory). Dipandang dari segi distribusi atau penjualan, hal
ini disebut sistem distribusi bertingkat ganda (multi level or multiechelon
distribution system). Persoalan- persoalan yang paling banyak ditemui
dalam sistem distribusi barang adalah: kebanyakan persediaan barang, atau
MDC atau pusat induk distribusi adalah tingkat atau level tertinggi
dari sistem distribusi yang langsung berhubungan dengan pemasok atau
pabrik produk sedangkan LDC adalah tingkat atau level terendah dari
sistem distribusi yang langsung berhubungan dengan pelanggan atau
pemakai barang. Contoh pada gambar 2.1 adalah sistem distribusi dengan
3 tingkat. Kebanyakan, produk yang dimaksudkan di sini adalah produk
jadi atau barang jadi yang disalurkan dari pabrik ke para pelanggan.
Namun dalam praktek cukup banyak juga di mana pusat distribusi juga
melakukan pekerjaan penyelesaian seperti reparasi, perakitan, pengepakan,
dan pekerjaan sejenis itu.
6
Gambar 2. 1 Bagan Multi Tingkat Dalam Jaringan Distribusi
7
kepada pusat induk distribusi. Dengan demikian, pusat induk distribusi bersifat
pasif, hanya bertindak apabila ada pesanan dari pusat distribusi regional atau
lokal. Pusat induk tidak mengetahui berapa kebutuhan yang akan datang, sampai
datangnya pesanan dari pusat distribusi yang lebih bawah tersebut. Sering kali ini
menimbulkan kesulitan apabila tiba-tiba ada pesanan dalam jumlah besar sekali,
yang di atas rata-rata atau rutin, atau untuk beberapa waktu tidak ada pesanan
sama sekali. Yang pertama berpotensi menimbulkan kehabisan persediaan dan
yang kedua berpotensi menimbulkan persediaan lebih atau surplus.
Sistem ini, biasanya pusat distribusi lokal kurang memperdulikan
kebutuhan pusat induk distribusi mengenai perencanaan pengadaan persediaan
dan mengasumsikan, bahwa persediaan selalu ada. Jadi komunikasi hanya
berjalan satu arah, yaitu dari bawah ke atas. Pusat induk distribusi dapat berusaha
mengantisipasi kebutuhan pusat regional dan lokal dengan perhitungan kebutuhan
rata-rata per periode waktu, namun dalam praktek, sering kali tidak ekonomis,
apalagi bila permintaan atau kebutuhan bersifat sangat fluktuatif dan tidak tetap.
8
sistem distribusi ‘tarik’ lebih baik digunakan untuk manufaktur yang
menyediakan produk dalam jumlah yang banyak dan memiliki pemakaian yang
relatif stabil.
2.2 Persediaan
Persediaan adalah segala sumber daya organisasi yang disimpan dalam
antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Persediaan adalah komponen
material, atau produk jadi yang tersedia di tangan, menunggu untuk digunakan
atau dijual.(Groebner, Introduction to Management Science, 1992)
Persediaan adalah bahan mentah, bahan dalam proses (work in process),
barang jadi, bahan pembantu, bahan pelengkap, komponen yang disimpan dalam
antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan.(Riggs, 1976)
Berdasarkan pengertian persediaan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
persediaan dalam kegiatan distribusi adalah barang atau produk yang disimpan
dalam gudang atau tempat penyimpanan, dimana persediaan tersebut berguna
untuk mengantisipasi fluktuasi permintaan konsumen, dan mengurangi
kemungkinan kekurangan stock barang untuk pemenuhan permintaan.
9
2. Fungsi ekonomis. Dalam hal distribusi, memesan barang dengan jumlah
lot pemesanan tertentu akan lebih ekonomis dibandingkan pemesanan
barang berulang-ulang atau sesuai permintaan konsumen.
3. Fungsi antisipasi. Fungsi ini diperlukan untuk mengantisipasi fluktuasi
atau perubahan permintaan atau pasokan.
4. Fungsi fleksibilitas. Proses operasi mengalami gangguan karena kerusakan
mesin, membutuhkan waktu perbaikan yang membuat produksi tidak
dapat berjalan untuk sementara dalam waktu perbaikan, persediaan
digudang pusat atau pabrik dapat digunakan untuk penolong dalam hal ini.
10
2.3 Distribution Requirement Planning (DRP)
Distribution Requirement Planning (DRP) memiliki fungsi untuk
menentukan kebutuhan-kebutuhan untuk mengisi kembali inventori pada
distribution center. (Gasperz, Vincent, 2004)
Distribution Requirement Planning (DRP) merupakan aplikasi dari angka
logika Material Requirement Planning (MRP). Persediaan Bill of Material (BOM)
pada MRP diganti dengan Bill of Distribution (BOD) pada Distribution
Requirement Planning (DRP) menggunakan logika Time Phased On Point
(TPOP) untuk memerlukan pengadaan kebutuhan pada jaringan (Richard J.
Tersine, Principle Inventory and Material Management, 1998).
Tabel 2.1 dan tabel 2.2 merupakan persamaan dan perbedaan MRP dan
DRP sebagai berikut:
Tabel 2. 1 Persamaan MRP dan DRP
Persamaan : *Menggunakan cara perhitungan matematis yang sama.
*Mempunyai matriks komponen perhitungan yang sama.
*Membedakan permintaan bebas dan terikat.
*Metoda berlaku untuk permintaan terikat.
*Keduanya menggunakan cara pemesanan berdasarkan
waktu (time-phase order manner)
11
MRP DRP
12
2.3.1 Konsep Distribution Requirement Planning
Distribution Requirement Planning adalah suatu metode untuk menangani
pengadaan persediaan dalam suatu jaringan distribusi pada pergudangan ganda.
Metode ini menggunakan demand independent, dimana dilakukan peramalan
untuk memenuhi struktur pengadaannya. Berapapun banyaknya level yang ada
dalam jaringan distribusi, semua merupakan variabel yang dependent kecuali level
yang langsung memenuhi customer.
Distribution Requirement Planning lebih menekankan pada aktivitas
penjadwalan daripada aktivitas pemesanan. DRP mengantisipasi kebutuhan
mendatang dengan perencanaan pada setiap level pada jaringan distribusi. Metode
ini dapat memprediksi masalah sebelum masalah-masalah tersebut terjadi
memberikan titik pandang terhadap jaringan distribusi. Empat langkah utama
yang harus diterapkan menurut Nasution & Prasetyawan (2008) adalah:
1. Explosion
Proses explosion adalah proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat
jaringan distribusi yang lebih rendah.
2. Netting
Netting merupakan proses untuk mencari jumlah kebutuhan bersih yang
didapat dari kebutuhan kotor dikurangi dengan Project on Hand (POH)
atau barang yang ada di gudang.
3. Lot Sizing
Lot sizing merupakan penentuan kapasitas lot atau jumlah pengadaan
barang. Dalam menggunakan metode lot sizing yang tepat, ada beberapa
paremeter yang digunakan, yaitu jarak pengangkutan dari central
warehouse ke masing-masing warehouse, ordering cost, dan holding cost.
4. Offsetting
Langkah ini bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk melakukan
rencana pemesanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bersih. Rencana
pemesanan diperoleh dengan cara mengurangkan saat awal tersedianya
ukuran lot yang diinginkan dengan besarnya lead time.
13
2.3.2 Manfaat Distribution Requirement Planning (DRP)
Distribution Requirement Planning merupakan metode yang handal untuk
sistem distribusi manufaktur yang integrasi maupun sistem distribusi murni.
Dengan kebutuhan time phasing pada setiap tingkat dalam jaringan distribusi,
DRP memiliki kemampuan untuk memprediksi suatu permasalahan yang akan
terjadi. Sistem DRP bekerja berdasarkan penjadwalan yang telah dibuat untuk
permintaan di masa yang akan datang sehingga mampu mengantisipasi
perencanaan masa depan dengan perencanaan yang lebih dini pada setiap tingkat
distribusi. Untuk organisasi manufaktur, yang memproduksi untuk memenuhi
persediaan serta untuk dijual melalui jaringan distribusinya sendiri. Keuntungan
yang didapatkan dari penerapan metode DRP adalah (Green, 1987):
1. Melihat saling ketergantungan antara persediaan distribusi dan
manufaktur.
2. Sebuah jaringan distribusi yang lengkap dapat disusun, yang memberikan
gambaran yang jelas dari atas maupun dari bawah jaringan.
3. DRP menyusun kerangka kerja untuk pengendalian logistik total dari
distribusi ke manufaktur untuk pembelian.
4. DRP menyediakan masukan atau informasi untuk perencanaan
penjadwalan distribusi dari sumber penawaran ke titik distribusi.
14
Tabel 2. 3 Contoh Tabel Perhitungan DRP
Safety Stock :
Ukuran Lot : Periode
Lead Time : PD 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Gross Requirement
Scheduled Receipt
Projected On Hand
Net Requirement
Planned Order Receipt
Planned Order Release
15
2.4 Peramalan
Peramalan merupakan suatu proses penggunaan data historis untuk
melakukan perkiraan keadaan di masa yang akan datang. Peramalan menjadi
dasar bagi perusahaan untuk pengambilan keputusan untuk perencanaan jangka
panjang. Ramalan tentang besar pasar, jumlah pembeli potensial, dan lain-lain
merupakan masukan bagi pihak manajemen operasi untuk membuat perencanaan
produksi, mengelola persediaan, mengelola bahan baku, mengelola peralatan, dan
mengelola sumber daya manusia. Permintaan pasar akan produk atau jasa
besarnya dipengaruhi oleh keadaan di masa yang akan datang. Tabel 2.4
menunjukan faktor yang mempengaruhi permintaan (Baroto, 2004):
Tabel 2. 4 Faktor Perubahan Permintaan
Internal Eksternal (Pasar) Eksternal (Pemerintah)
Selera & persepsi
Daur hidup Deregulasi
pelanggan
Produk Demografi Ekonomi
Layanan Persaingan Sektor swasta
Kualitas Siklus bisnis
Disain
produk
Harga
16
3. Tingkat ketepatan ramalan akan berkurang dalam rentang waktu yang
semakin panjang.
17
A. Metode Time Series
Metode time series adalah metode peramalan secara kuantitatif dengan
menggunakan waktu sebagai dasar peramalan. Faktanya tidak ada suatu metode
peramalan yang ditetapkan terbaik untuk melakukan peramalan, karena suatu
metode peramalan baik untuk data tertentu, tetapi tidak untuk data lain.
Peramalan dengan time series memiliki prosedur yang harus dilaksanakan
secara utuh. Risiko yang mungkin muncul jika prosedur tidak dilaksanakan
dengan baik (Baroto, 2004):
1. Hasil peramalan tidak valid, sehingga tidak dapat diterapkan.
2. Kesulitan mendapatkan atau memilih metode peramalan yang akan
memberikan validitas ramalan tinggi.
3. Memerlukan waktu dalam melakukan analisis dan peramalan
Prosedur peramalan permintaan dengan metode time series adalah sebagai
berikut:
1. Tentukan pola data permintaan. Data diplot secara grafis, dan
menyimpulkan pola data tersebut.
2. Menggunakan beberapa metode time series yang sesuai dengan kriteria
pola data permintaan.
3. Mengevaluasi tingkat kesalahan masing-masing metode yang digunakan.
Tingkat kesalahan peramalan diukur dengan kriteria Mean Absolut
Deviation (MAD), Mean Square of Error (MSE), Mean Absolue
Procentage of Error (MAPE).
4. Memilih metode peramalan terbaik dari metode yang digunakan. Metode
peramalan terbaik adalah metode yang memberikan tingkat kesalahan
paling kecil dibandingkan metode lainnya.
5. Melakukan peramalan permintaan dengan metode peramalan yang terpilih.
18
trend, musiman, siklis dan konstan (horizontal). Pola permintaan tersebut akan
mempengaruhi metode peramalan yang akan digunakan. Setiap metode peramalan
memiliki karakteristik tertentu sehingga memerlukan persyaratan atau asumsi
tertentu pula (Baroto, 2004).
a. Pola Trend
Pola trend adalah bila data permintaan menunjukan pola kecenderungan
gerakan penurunan atau kenaikan jangka panjang. Data menunjukan
fluktuasi yang bila ditarik garis akan membentuk suatu garis trend. Pola
permintaan trend, metode peramalan yang sebaiknya digunakan adalah
metode regresi linear, exponential smoothing, dan double exponential
smoothing. Gambar 2.3 menunjukan pola permintaan trend
19
Gambar 2. 4 Pola Musiman
Sumber : Makridakis, S., Mc. Gee, V.E., dan Wheelwright, S.C., 1999
c. Pola Siklis
Pola siklis apabila fluktuasi permintaan secara jangka panjang membentuk
pola gelombang atau siklus. Pola siklis mirip dengan pola musiman, tetapi
pola musiman tidak harus berbentuk gelombang, bentuknya dapat
bervariasi, namun terjadi pengulangan setiap tahun. Metode yang sesuai
untuk pola permintaan siklis adalah metode moving average, weight
moving average, dan exponential smoothing. Gambar 2.5 menunjukan
pola permintaan siklis
20
Gambar 2. 6 Pola Konstan
Sumber : Makridakis, S., Mc. Gee, V.E., dan Wheelwright, S.C., 1999
21
3. Metode Weight Moving Average
Data pada periode tertentu diberi bobot, semakin dekat dengan saat
sekarang semakin besar bobotnya. Bobot ditentukan berdasarkan pengalaman.
Rumus metode Weight Moving Average adalah sebagai berikut:
d′t = c1dt–1 + c2dt–2 + c3dt–3 + … + cndt–n (2.3)
dimana:
d’t = nilai peramalan permintaan untuk periode t
dt = nilai permintaan aktual untuk periode t
c = bobot masing-masing data yang digunakan ( ∑ ci = 1), ditentukan secara
subjektif
n = jumlah periode waktu yang digunakan untuk peramalan (subjektif)
22
b. Double Exponential Smoothing
Pada metode Double Exponential Smoothing, peramalan dimulai dengan
menentukan besarnya nilai alpha secara trial dan error. Tahapan-tahapan yang
harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Hitung eksponensial smoothing pertama dengan rumus:
S′t = α. dt + (1 — α). S′t–1 (2.5)
2. Hitung eksponensial smoothing kedua dengan rumus:
S"t = α. S′t + (1 — α). S"t–1 (2.6)
3. Hitung komponen at dengan rumus:
at = 2S′t — S"t (2.7)
4. Hitung komponen bt dengan rumus:
α ′
bt = (S ′t — S"t) (2.8)
1—α
5. Hitung peramalan untuk m periode ke depan setelah t dengan rumus:
Ft+m = at+bt(m) (2.9)
Inisialisasi diperlukan untuk nilai awal S’t dan S” t, yaitu nilainya sama
dengan d1.
23
Keterangan :
Yx = nilai peramalan pada periode ke – x
x = waktu/periode
a = koefisien intersepsi
b = koefisien kemiringan
6. Metode Winter
Formula untuk metode Winter adalah:
t = (a0,1 + a1. t)Ct (2.13)
Dengan:
a0 = a0,2N — (2N)a1 (2.14)
f2 —f1 ∑N t=1 ft ∑2N
t=N+1 ft
a0 = , f1 = , f2̄ = (2.15)
N N N
N
∑t=1
ft Ct
Ct = , =1 (2.16)
a0 + a1t N
Metode peramalan Winter digunakan untuk suatu data yang berpola
musiman, sehingga metode Winter sering disebut Winter Seasonal Method.
24
dimana:
dt = permintaan aktual pada periode t
d’t = nilai permintaan untuk periode t
n = banyaknya periode waktu yang digunakan
25
digunakan. Moving range chart digunakan dengan membandingkan nilai
kesalahan antara nilai aktual dengan nilai peramalan. Rumus untuk moving range
chart sebagai berikut:
MR = |(d′t — dt) — (d′t–1 — dt–1)| (2.20)
MR
M̄¯R̄ = ) (2.21)
n—1
UCL = +2,66M̄¯R̄¯ (2.22)
¯R̄¯
LCL = —2,66M̄ (2.23)
Keterangan :
dt = demand aktual
d’t = demand forecast
26
sedangkan nilai tracking signal yang negatif menunjukkan nilai aktual permintaan
lebih kecil daripada hasil ramalan.
Suatu tracking signal disebut baik bila memiliki RSFE (Running Sum of
the Forecast Errors) yang rendah, sehingga pusat dari tracking signal mendekati
nol. Terdapat dua macam uji tracking signal, yaitu tracking signal menurut
Brown dan tracking signal menurut Trigg. Kedua uji ini dibedakan atas nilai batas
atas dan batas bawah.
a. Uji Tracking Signal Brown
Batas-batas nilai tracking signal – Brown = ±4 sampai ±6
Yang sering dipakai: Batas atas = 4, batas bawah = -4
∑n |dt — d′t|
MAD = t=1 (2.24)
n
RSFE ∑n |dt — d′t|
Tracking Signal = t=1 (2.25)
MAD = MAD
27
digunakan sebagai dasar untuk menentukan besarnya lot. Sekali ukuran lot
ditetapkan, maka lot ini dapat digunakan untuk seluruh periode selanjutnya
dalam perencanaan. Metode ini dapat digunakan untuk produk yang biaya
pemesanannya sangat mahal.
2. Lot – for – lot (L-4-L)
Teknik penerapan ukuran lot dilakukan atas dasar pesanan diskrit.
Disamping itu teknik ini merupakan cara paling sederhana dari semua
teknik ukuran lot yang ada. Teknik ini selalu melakukan perhitungan
kembali (bersifat dinamis) terutama apabila terjadi perubahan pada
kebutuhan bersih. Penggunaan teknik ini bertujuan untuk meminimumkan
ongkos simpan, sehingga dengan teknik ini ongkos simpan menjadi nol.
Oleh karena itu, seringkali metode ini digunakan untuk barang yang
memiliki biaya simpan per unit yang sangat mahal. Apabila dilihat dari
pola kebutuhan yang mempunyai sifat diskontinyu atau tidak teratur, maka
teknik ini memiliki kemampuan yang baik.
3. Economic Order Quantity (EOQ)
Dalam teknik EOQ, ukuran lot pemesanan adalah tetap, Penentuan ukuran
lot dengan EOQ berdasarkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.
Perhitungan EOQ menggunakan rumus:
2AD
EOQ = J (2.28)
h
Keterangan :
A = Biaya pemesanan(satu kali pemesanan)
D = Demand (permintaan)/tahun
h = Biaya simpan/unit/tahun
28
kehabisan barang sehingga perusahaan tidak kehilangan kesempatan untuk dapat
menjual barang karena kehabisan stock.
Safety stock dipengaruhi oleh tingkat pelayanan (service level) semakin
besar tingkat pelayanan perusahaan terhadap konsumen maka jumlah atau
kuantitas safety stock akan semakin besar, sedangkan bila semakin kecil tingkat
pelayanan perusahaan terhadap konsumen, maka jumlah atau kuantitas daripada
safety stock juga semakin kecil. Suatu perusahaan menetapkan tingkat pelayanan
perusahaan pada tingkat 95% dimana artinya perusahaan sanggup memenuhi
permintaan sebesar 95%, dan siap menanggung kehilangan sebesar 5% konsumen
yang tidak terpenuhi. Demikian pula, apabila suatu perusahaan menetapkan
tingkat pelayanan perusahaan pada tingkat 100% dimana artinya perusahaan
sanggup memenuhi permintaan sebesar 100%, dan tidak ada permintaan
konsumen yang tidak terpenuhi.
Adapun safety stock dapat dihitung dari Mean Absolut Deviation (MAD)
yang didapatkan dari hasil metode peramalan yang terpilih kemudian dikalikan
dengan faktor pengaman berdasarkan tingkat pelayanan yang ditetapkan, didalam
rumus dituliskan sebagai berikut:
SS = MAD * Faktor Pengaman
Keterangan :
SS = Safety Stock
Faktor pengaman = faktor keamanan yang dihitung untuk MAD, yang nilainya
tergantung dari tingkat service level.
29