Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lansia merupakan individu yang berusia di atas 60 tahun yang umumnya

memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis,

sosial, dan ekonomi (Okatiranti, 2015). Penurunan yang terjadi pada lansia secara

linier dapat digambarkan melalui tiga tahap yaitu, kelemahan (impairment),

keterbatasan fungsional (functional limitations), ketidakmampuan (disability)

yang akan dialami bersamaan dengan proses kemunduran. Salah satu sistem tubuh

yang mengalami kemunduran adalah sistem kognitif atau intelektual yang sering

disebut demensia (Aminuddin, 2015).

Data dari WHO melaporkan jumlah total orang dengan demensia di

seluruh dunia pada tahun 2015 diperkirakan mencapai 47,5 juta dan sebanyak 22

juta jiwa diantaranya berada di asia (Kemenkes, 2018). Data dari Alzheimer’s

Disease International (ADI) tahun 2013 memprediksi bahwa jumlah lansia

dependent akan meningkat dari 101 juta menjadi 277 juta dalam 2050, hampir

tiga kali lipat. Hampir setengahnya hidup dengan penyakit Alzheimer atau jenis

demensia lainnya, yang secara cepat akan menjadi krisis kesehatan global

(Aminuddin, 2015). Menurut Badan Pusat Statistik (2015), proyeksi jumlah lanjut

usia (60 tahun) di Indonesia pada tahun 2014 diperkirakan mencapai 207.930.000

jiwa, dan pada tahun 2035 diperkiran mencapai 481.987.000 jiwa. Peningkatan

jumlah lansia di Indonesia secara signifikan membuat Indonesia masuk dalam 5

besar negara yang memiliki populasi lansia terbanyak di Dunia. Proporsi


pertumbuhan jumlah lansia yang semakin bertambah juga meningkatkan risiko

terjadinya penurunan fungsi kognitif lansia. Lansia berusia 65 tahun ke atas sekitar

15%-20% pasti akan mengalami penurunan fungsi kognitif (Alzheimer’s

Association, 2017). Data penduduk lansia di Provinsi Jawa Timur pada tahun

2016 dengan usia 65 tahun ke atas sebesar 4.640.440 jiwa (Badan Pusat

Statistik, 2016). Data Penduduk lansia di Surabaya pada tahun 2015 yaitu sebesar

2.848.583 jiwa dengan jumlah lansia usia 60 tahun ke atas sebesar 219.164 jiwa

(Dinkes Surabaya 2015).

Jumlah keseluruhan penghuni UPT Pesanggrahan PMKS Mojopahit

Mojokerto adalah 31 orang lansia diantaranya 10 orang laki-laki dan 21 orang

Perempuan dan hampir seluruhnya 82% memiliki rentang usia >65 tahun.

Berdasarkan data yang diambil pada 29 April 2019 dari 31 pasien didapatkan 26%

lansia yang mengalami demensia, namun berdasarkan data pengkajian yang

dilakukan peneliti hanya menemukan 2 orang yang mengeluh sering lupa.

Demensia adalah penurunan kemampuan kerja otak atau sering disebut

gangguan pikun yang berlangsung secara progresif dan mengakibatkan gangguan

berpikir, mengingat, mental emosi serta perilaku sehingga mengakibatkan

terganggunya aktivitas sehari-hari (Kemenkes, 2019). Terganggunya fungsi

berpikir (kognitif) berkaitan dengan aktivitas fisik, dimana aktivitas fisik erat

kaitannya dengan sistem muskloskeletal. Pada dasarnya, setiap gerakan fisik yang

dilakukan memberikan rangsangan kepada otak, dengan menurunnya aktivitas

maka rangsangan kepada otak juga berkurang. Karena otak memiliki sifat

plastisitas dimana bila terus diberikan rangsangan, fungsinya akan tetap terjaga

dan sebaliknya bila rangsangan tersebut kurang atau tidak ada, proses plastisitas
tidak terjadi dan otak akan mengalami penurunan struktur dan fungsinya

(Desiningrum, Dinie Ratri, et.all, 2018).

Terapi modalitas adalah proses pemulihan fungsi fisik mental emosional

dan sosial ke arah keutuhan pribadi yang dilakukan secara holistik (Padila, 2013).

Di dalam ilmu keperawatan gerontik ada tiga terapi modalitas yang sesuai

dilakukan untuk para lansia yaitu terapi modalitas fisik, terapi modalitas

psikososial dan terapi modalitas spiritual. Salah satu jenis terapi modalitas fisik

untuk fungsi kognitif pada lansia yaitu terapi kognitif yang bertujuan agar daya

ingat lansia tidak menurun (Sunaryo, 2016).

Menurut Indriana dalam Desiningrum dan Dr.Yeniar (2018) terdapat dua

macam latihan yang dapat meningkatkan potensi kerja otak, yakni meningkatkan

kebugaran secara umum dan melakukan senam otak (brain gym). Senam otak

merupakan sejumlah gerakan sederhana yang dapat menyeimbangkan setiap

bagian-bagian otak dan merupakan metode atau program latihan untuk melatih

otak kanan dan otak kiri, sehingga dapat melatih otak dan sel saraf yang

berkontribusi pada intelegensi dan memori seseorang. Senam otak sama

pentingnya seperti olahraga tubuh, tidak hanya tubuh yang butuh latihan tetapi

otak juga memerlukan latihan untuk menjaga kualitas kesehatan otak, yaitu salah

satunya untuk mencegah adanya gangguan intelegensi dan daya ingat. Dengan

demikian, senam otak bisa meningkatkan kesehatan lansia sehingga kualitas hidup

lansia pun juga akan meningkat.

Senam otak (Brain Gym) diajarkan kepada lansia berdasarkan standar

operasional prosedur (SOP) dengan harapan yaitu lansia dapat meningkatkan

fungsi kognitif. Frekuensi pemberian senam otak sebanyak 4 kali dalam dua
minggu dengan durasi waktu tiap pertemuan 15–20 menit. Post test dilakukan

setelah 2 minggu untuk mengetahui perbedaan fungsi kognitif setelah

dilakukan brain gym (Basuki, 2018).

B. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas masalah yang muncul pada lansia

dengan demensia adalah konfusi akut, konfusi kronik, gangguan memori,

hambatan komunikasi verbal, resiko jatuh, dan defisit perawatan diri maka

peneliti hanya membatasi hanya mengatasi masalah konfusi akut dengan

penerapan senam otak (brain gym).

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis ingin mengetahui

“Bagaimanakah Penerapan Senam Otak (Brain Gym) Pada Pasien Demensia

Dengan Masalah Keperawatan Konfusi Akut Di UPT Pesanggrahan PMKS

Mojopahit Mojokerto?”

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Tujuan Umum

Menerapkan Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Masalah Keperawatan

Konfusi Akut Di UPT Pesanggrahan PMKS Mojopahit Mojokerto

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan Pengkajian Pada Pasien Demensia Dengan Masalah Keperawatan

Konfusi Akut Di UPT Pesanggrahan PMKS Mojopahit Mojokerto


b. Menetapkan Diagnosa Keperawatan Pada Pasien Demensia Dengan Masalah

Keperawatan Konfusi Akut Di UPT Pesanggrahan PMKS Mojopahit

Mojokerto

c. Menyusun Intervensi Keperawatan Pada Pasien Demensia Dengan Masalah

Keperawatan Konfusi Akut Di UPT Pesanggrahan PMKS Mojopahit

Mojokerto.

d. Melaksanakan Penerapan Terapi Modalitas Brain Gym Pada Pasien Demensia

Dengan Masalah Keperawatan Konfusi Akut Di UPT Pesanggrahan PMKS

Mojopahit Mojokerto

e. Mengevaluasi hasil dari implementasi senam otak (brain gym) Pada Pasien

Demensia Dengan Masalah Keperawatan Konfusi Akut Di UPT

Pesanggrahan PMKS Mojopahit Mojokerto

E. Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi baru ilmu keperawatan

khususnya dalam penerapan senam otak (brain gym) pada pasien demensia

dengan masalah keperawatan konfusi kronik dan dapat digunakan untuk pedoman

penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Masyarakat

Sebagai tambahan informasi bagi masyarakat luas tentang cara

meningkatkan fungsi kognitif pada penderita demensia dengan penerapan senam

otak (brain gym).


b. Bagi Perawat

Sebagai tambahan referensi utuk meningkatkan mutu pelayanan asuhan

keperawatan pada pasien demensia dengan penerapan senam otak (brain gym)

sesuai dengan SOP.

c. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai salah satu wacana dan tambahan informasi tentang salah satu

tindakan mandiri perawat dalam penerapan senam otak (brain gym) untuk

meningkatkan fungsi kognitif pada pasien demensia dengan masalah keperawatan

konfusi akut dan dapat di aplikasikan di keperawatan gerontik.

Anda mungkin juga menyukai