Anda di halaman 1dari 6

VERZET

A. Pengertian Perlawanan
Verzet secara bahasa merupakan kata yang diambil dari bahasa Belanda yang artinya
perlawanan.1Sedangkan verzet menurut istilah adalah upaya hukum terhadap putusan yang
dijatuhkan diluar hadirnya tergugat. Ketentuan Undang-Undang yang mengatur hal tersebut
dijelaskan dalam Pasal 125 ayat (3) jo Pasal 129 HIR, Pasal 149 ayat (3) jo Pasal 153 Rgb.
Pada asasnya perlawanan ini disediakan bagi pihak tergugat yang pada umumnya
dikalahkan.2 Apabila tergugat dihukum dengan putusan tanpa kehadirannya (verstek), maka
ia berhak mengajukan verzet.
Dengan adanya verzet maka kedudukan tergugat adalah pelawan (opposant),
sedangkan pihak terlawan adalah penggugat asal yang akan diletakkan beban pembuktian.
Jadi dengan demikian pemeriksaan verzet yang diperiksa adalah gugatan penggugat, maka
penggugat mempunyai kewajiban untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya. Adapun
mengenai praktek upaya hukum verzet ini harus dinyatakan oleh tergugat secara tegas, bila
tidak dinyatakan secara tegas maka verzet dinyatakan tidak dapat diterima.3
Sedangkan keterkaitan verzet bila dihubungkan dengan putusan verstek mengandung
arti bahwa tergugat melawan putusan verstek atau tergugat mengajukan perlawanan terhadap
putusan verstek. Tujuan melakukan perlawanan ialah agar terhadap putusan itu dilakukan
pemeriksaan ulang secara menyeluruh sesuai dengan pemeriksaan kontradiktor dengan
permintaan supaya putusan verstek dibatalkan, serta sekaligus meminta agar gugatan
penggugat ditolak. Dengan demikian dapat dipahami bahwa verzet merupakan pemberian
kesempatan yang wajar kepada tergugat untuk membela kepentingannya atas kelalaiannya
tidak menghadiri persidangan diwaktu yang lalu.4
Perlawanan terhadap putusan merupakan hak yang diberikan oleh undang-
undang bagi setiap orang untuk mempertahankan hak-haknya, namun hal ini terbatas kepada
tergugat saja dan tidak termasuk penggugat. Sebaliknya pada ketentuan undang-undang
menurut Pasal 8 ayat 1 UU.20/1947 tentang pengadilan peradilan ulangan dan Pasal 200
R.Bg apabila penggugat meminta banding maka tertutup hak tergugat mengajukan verzet.

1Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, (Semarang : Aneka Ilmu, 1997), hlm.881
2Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Yogyakarta : Liberty, 2002), hlm.224.
3Dadan Muttaqien, Dasar-Dasar Hukum Acara Perdata, (Yogyakarta : Insania Citra Pres, 2006), hlm.71.
4M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta : Sinar Grafika, 2006), hlm.400.
Hak ini diberikan kepada penggugat untuk mensejajari perlakuan yang seimbang dengan
tergugat. Kepada tergugat diberi upaya verzet dan kepada penggugat upaya banding. Jika
undang-undang tidak memberi hak banding kepada penggugat berarti hukum mematikan
haknya meminta koreksi terhadap putusan verstek yang telah dijatuhkan oleh Pengadilan
tingkat pertama.5

B. Proses Pengajuan Verzet


Tuntutan verzet dibuat seperti gugatan biasa, yaitu tertulis dan ditandatangani oleh
tergugat sendiri atau oleh kuasanya apabila ia telah menunjuk kuasa khusus, atau telah
ditandaangani oleh hakim bagi yang tidak dapat membaca dan menulis, dengan menunjuk
nomor putusan verstek yang dilawan itu. Surat tuntutan verzet dibuat rangkap enam atau
lebih menurut kebutuhan, tiga rangkap untuk majlis, satu rangkap untuk berkas, dan untuk
masing-masing penggugat dan tergugat disesuaikan dengan jumlah mereka.

C. Perlawanan Diajukan Kepada PN yang Menjatuhkan Putusan Verstek


Kewenangan menerima dan memeriksa perlawanan, jatuh menjadi yurusdiksi semula
yang menjatuhkan verstek. Dengan demikian, agar permintaan perlawanan memenuhi syarat
formil:
1. Diajukan oleh tergugat sendiri atau kuasanya
2. Disampaikan kepada PN yang menjatuhkan putusan verstek sesuai dengan batas
tenggang waktu yang ditentukan Pasal 129 ayat (2) HIR
3. Perlawanan ditujukan kepada putusan verstek tanpa menarik pihak lain, selain
daripada penggugat semula.
4. Penegasan mengajukan perlawanan kepada PN yang semula menjatuhkan putusan
verstek, digariskan dalam Pasal 129 ayat (3) HIR.

D. Perlawanan Mengakibatkan Putusan Verstek Mentah Kembali


Apabila diajukan verzet terhadap putusan verstek, dengan sendirinya menurut hukum:
1. Putusan verstek menjadi mentah kembali
2. Eksistensinya dianggap tidak pernah ada (never existed)

5M. Yahya Harahap, Kekuasaan Pengadilan Tinggi dan Proses Pemeriksan Perkara Perdata dalam
Tingkat Banding,(Jakarta : Sinar Grafika, 2006), hlm.102.
3. Oleh karena itu, jika terhadapnya diajukan perlawanan, putusan verstek tidak dapat
dieksekusi, meskipun putusan itu mencantumkan amar dapat dilaksanakan terlebih
dahulu (uitvoerbaar by voorraad).

E. Hak melakukan perlawanan terhadap putusan verstek


Sesuai Pasal 129 HIR/153 RBg., Tergugat/ Para Tergugat yang dihukum dengan
Verstek berhak mengajukan verzet atau perlawanan dalam waktu 14 (empat belas) hari
terhitung setelah tanggal pemberitahuan putusan verstek itu kepada Tergugat semula jika
pemberitahuan tersebut langsung disampaikan sendiri kepada yang bersangkutan. (Pasal 391
HIR: dalam menghitung tenggang waktu maka tanggal/ hari saat dimulainya penghitungan
waktu tidak dihitung).
Jika putusan itu tidak langsung diberitahukan kepada Tergugat sendiri dan pada waktu
aanmaning Tergugat hadir, maka tenggang waktunya sampai pada hari kedelapan sesudah
aanmaning (peringatan).
Jika Tergugat tidak hadir pada waktu aanmaning maka tenggang waktunya adalah
hari kedelapan sesudah Sita Eksekusi dilaksanakan. (Pasal 129 ayat (2) jo. Pasal 196 HIR dan
Pasal 153 ayat (2) jo. Pasal 207 RBg). Kedua perkara tersebut (perkara verstek dan verzet
terhadap verstek) berada dalam satu nomor perkara.
Perkara verzet sedapat mungkin dipegang oleh Majelis Hakim yang telah
menjatuhkan putusan verstek.
Hakim yang melakukan pemeriksaan perkara verzet atas putusan verstek harus
memeriksa gugatan yang telah diputus verstek tersebut secara keseluruhan. Pemeriksaan
perkara verzet dilakukan secara biasa (lihat Pasal 129 ayat (3) HIR, Pasal 153 ayat (3) RBg.
dan SEMA No.9 Tahun 1964).
Apabila dalam pemeriksaan verzet pihak penggugat asal (Terlawan) tidak hadir, maka
pemeriksaan dilanjutkan secara contradictoire, akan tetapi apabila Pelawan yang tidak hadir
maka Hakim menjatuhkan putusan verstek untuk kedua kalinya. Terhadap putusan verstek
yang dijatuhkan kedua kalinya ini tidak dapat diajukan perlawanan, tetapi bisa diajukan
upaya hukum banding (Pasal 129 ayat (5) HIR dan Pasal 153 ayat (5) RBg).
Apabila verzet diterima dan putusan verstek dibatalkan maka amar putusannya
berbunyi:
1. Menyatakan Pelawan adalah pelawan yang benar.
2. Membatalkan putusan verstek.
3. Mengabulkan gugatan penggugat atau menolak gugatan pengugat.
4. Apabila verzet tidak diterima dan putusan verstek tidak dibatalkan, maka amar
putusannya berbunyi :
a. Menyatakan pelawan adalah pelawan yang tidak benar.
b. Menguatkan putusan verstek tersebut.
c. Terhadap putusan verzet tersebut kedua belah pihak berhak mengajukan
banding. Dalam hal diajukan banding, maka berkas perkara verstek dan verzet
disatukan dalam satu berkas dan dikirim ke Pengadilan Tinggi Agama dan
hanya ada satu nomor perkara.6
F. CONTOH KASUS VERZET
PERLAWANAN PIHAK KETIGA (DERDEN VERZET) TERHADAP SITA
EKSEKUTORIAL DALAM PERKARA PERDATA.
Dalam kasus sita eksekutorial yang dimana apabila Suatu putusan hakim yang telah
berkekuatan hukum tetap dan di dalam bunyi isi putusan tersebut memerintahkan panitera
atau juru sita untuk melaksanakan sita eksekusi terhadap benda milik pihak yang dikalahkan
merupakan alasan bagi pihak ketiga untuk mengajukan gugatan perlawanan apabila benda
yang dijadikan obyek sita eksekutorial tadi oleh orang lain (pihak ketiga) sebagai barang
miliknya dan bukan milik pihak yang dikalahkan dalam perkara semula. Dalam hukum acara
perdata yang dapat dilakukan yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Istilah
upaya hukum merupakan upaya yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau
badan hukum untuk dalam hal tertentu melawan putusan hakim.7
Tidaklah mungkin rasanya suatu putusan hakim itu adalah mutlak benar dan tidak
mustahil pula akan menimbulkan suatu permasalahan dalam pelaksanaan di kemudian hari.
Hal itu sangat mungkin akan terjadi, bilamana pihak ketiga merasa hak-hak serta
kepentingannya dirugikan atau dilanggar dengan adanya putusan tersebut, maka pihak ketiga
dapat mengajukan gugatan perlawanan terhadap putusan tersebut ke Pengadilan Negeri.
Nah pihak ketiga tersebut mempunyai hak untuk melakukan perlawanan apabila
dinilai pelaksanaan isi putusan hakim yang memerintahkan sita eksekusi terhadap obyek
milik pihak ketiga tersebut telah merugikan ataupun telah melanggar hak dan
kepentingannya. Sita eksekutorial merupakan penyitaan yang semata-mata untuk

6Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Agama/Mahkamah Syar'iyah, Buku II, Edisi 2007,
Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2009, hlm. 386-387. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor:
KMA/032/SK/IV/2006 tentang Pemberlakuan Buku II Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi
Pengadilan.

7Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 2005. Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek,
Bandung: Mandar Maju, hal. 142.
melaksanakan putusan atau eksekusi pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum
tetap atau (inkracht). Adanya perlawanan dari pihak ketiga (derden verzet) ini dimaksudkan
untuk mempertahankan obyek sita eksekusi yang menjadi hak miliknya yang berupa tanah
beserta isinya tersebut, agar tidak berpindah tangan ke pihak lain atau ke tangan penggugat.
Yang putusan sebelumnya dimenangkan oleh penggugat dan dikabulkannya sita eksekusi atas
obyek milik pelawan oleh hakim.

CONTOH KASUS TUSSENKOMST


Dalam proses pemeriksaan perkara perdata di Pengadilan Negeri yang harus
melakukan pemeriksaan perkara adalah pihak penggugat dan te rgugat namun kadang –
kadang ada pihak ketiga yang ikut dalam pemeriksaan perkara tersebut yang lebih dikenal
dengan nama Tussenkomst. Tussenkomst adalah ikut sertanya pihak ketiga dalam suatu
proses pemeriksaan perkara perdata yang sedang berlangsung guna membela hak dan
kepentingan pihak ketiga itu sendiri yang berkaitan dengan sengketa tersebut dengan jalan
menjadi salah satu pihak dalam sengketa tersebut Dengan demikian Tussenkomst juga
disyaratkan adanya hak dan kepentingan dari pihak ketiga yang mencampuri atau ikut serta
dalam sengketa tersebut yang ada hubungannya dengan pokok sengketa antar pihak
penggugat dan pihak tergugat.
Dalam hal menengahi (Tussenkomst) terdapat penggabungan dari beberapa tuntutan,
karena pihak ketiga atau intervenient mengajukan tuntutan juga disamping adanya tuntutan
dari pihak penggugat terhadap tergugat. Pihak ketiga disini menuntut adanya tuntutan dari
pihak penggugat dan tergugat, jadi melawan penggugat dan tergugat untuk memperjuangkan
kepentingannya sendiri. Sesungguhnya pihak ketiga dapat mengajukan tuntutan sendiri
kepada masing-masing pihak tanpa mencampuri sengketa yang sedang berlangsung. Akan
tetapi dengan cara intervintie ini prosedurnya dipermudah dan prosesnya dipersingkat.
Memang tujua n dari Tussenkomst pada hakekatnya tidak lain untuk menyederhanakan
prosedur dan mencegah adanya putusan yang saling bertentangan.
Dalam kasus, Mr. A dan Mr. B bersengketa mengenai sebidang tanah, masing-masing
mengakui sebagai pemilik atas tanah yang disengketakan itu, padahal tanah itu milik Mr. X,
maka dalam hal ini Mr.X selaku pihak ketiga dapat mengajukan permohonan untuk
mencampuri perkara antara Mr.A dan Mr.B tersebut, dengan mengambil sikap membela
kepentingan sendiri, dengan menyatakan bahwa tanah yang sedang dipersengketakan itu
bukan punya Mr.A dan bukan pula kepunyaan Mr.B, melainkan kepunyaannya sendiri.
Sebenarnya Mr. X (pihak ketiga) dapat mengajukan tuntutan sendiri kepada masing-masing
pihak (Mr. A dan Mr. B) tanpa mencampuri perkara yang sedang berlangsung. akan tetapi
dengan menggunakan intervensi, pemeriksaan perkara dapat dilakukan lebih cepat dengan
prosedur yang lebih mudah, persoalan dapat diselesaikan dengan tuntas , dan putusan yang
saling bertentangan dapat dihindarkan.
Contoh lain, deden meminjam mobil honda jazz milik dudun selama satu minggu.
Karena percaya dengan temannya, mobil tersebut diserahkan. Setelah itu deden meminjam
uang ke Badu sebesar Rp 28.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dengan jaminan mobil Toyota
Kijang tersebut. Setelah lampau waktu yang diperjanjikan deden tidak membayar utangnya
tersebut. Atas dasar ini Badu menggugat pengadilan negeri dengan tuntutan agar deden
membayar utangnya ke Badu dengan permohonan sita jaminan atas mobil tersebut. Setelah
gugatan diperiksa dudun mengetahui perkara ini dan karena mobil tersebut miliknya, maka ia
mengajukan permohonan ke pengadilan negeri untuk ikut serta dalam perkara yang sedang
diperiksa guna membela miliknya atas mobil tersebut dan ia melawan kedua belah pihak.

CONTOH KASUS VOEGING


Voeging adalah ikut sertanya pihak ketiga dalam perkara yang sedang yang sedang
berlangsung antara penggugat dan tergugat dengan bersikap memihak kepada salah satu
pihak.
Contoh :
Mr. A meminjam sejumlah uang kepada Mr. B dengan perjanjian akan dibayar lunas bulan
Desember. Untuk menjamin pembayaran hutang Mr. A kepada Mr. B ini, Mr. X selaku pihak
ketiga menggadaikan barangnya kepada Mr. B. Jika bulan November Mr. B sudah
mengajukan gugatan terhadap Mr. A, Mr. X (pihak ketiga) sebagai pemberi gadai dapat
mencampuri perkara hutang-piutang antara Mr. A (tergugat) dan Mr. B (penggugat) untuk
membela Mr. A. Sebagai pemberi gadai X dalam perkara itu mempunyai kepentingan.

Anda mungkin juga menyukai