PENDAHULUAN
Bumi adalah planet di tata surya yang sangat luar biasa. Hanya di Bumi lah makhluk hidup
bisa hidup. Tidak hanya makhluk hidup saja, namun Bumi juga memiliki lingkungan dan
komponen- komponen di dalamnya. Makhluk hidup yang ada di bumi saling berinteraksi
dengan lingkungannya dan membentuk suatu hubungan timbal balik, inilah yang disebut
dengan ekosistem. Ada banyak sekali jenis ekosistem yang akan kita temui di Bumi. Secara
umum ekosistem di Bumi ini dibagi ke dalam dua kategori, yaitu kategori daratan dan
perairan. Berikut ini adalah lingkungan-lingkungan dengan potensi untuk ditambang beserta
ekosistemnya:
1. Hutan
Seperti halnya ekosistem yang lainnya yang disesuaikan dengan namanya, ekosistem
hutan merupakan ekosistem yang cakupan wilayahnya adalah berupa hutan Seperti yang kita
ketahui bersama bahwasannya ekosistem merupakan interaksi antara makhluk hidup dengan
lingkungannya yang berupa hubungan timbal balik. Sehingga dapat dikatakan bahwa
ekosistem hutan ini merupakan hubungan antara kumpulan beberapa populasi (baik itu
populasi binatang maupun tumbuh- tumbuhan) yang hidup di permukaan tanah dan berada
di pada suatu kawasan hutan. Ekosistem hutan ini membentuk suatu kesatuan ekosistem
yang berada dalam keseimbangan yang bersifat dinamis dan mengadakan interaksi baik
langsung maupun tidak langsung dengan lingkungannya antara satu sama lain dan tidak dapat
dipisahkan. Ekosistem hutan ini termasuk dalam kategori ekosistem daratan. Ekosistem hutan
ini juga masuk ke dalam kategori ekosistem alamiah dan dijuluki sebagai “paru- paru Bumi”.
Hal ini karena hutan memegang peranan yang sangat penting untuk dapat mengatur dan
menjaga kesehatann Bumi. Bahkan hutan juga dijadikan sebagai parameter untuk melihat
apakan Bumi mengalami sakit ataukah tidak.
Karena ekosistem merupakan interaksi antara makhluk hidup dengan lingkungannya,
maka setiap ekosistem mempunyai komponen masing- masing. Ekosistem hutan juga
memiliki komponen- komponen yang menyusun ekosistem hutan itu sendiri. Komponen yang
terdapat dalam ekosistem hutan ini selain meliputi komponen biotik dan juga abiotik, juga
dilihat lagi dari segi makanan. Dari segi makanan, komponen ini dibedakan menjadi 2 macam
yakni komponen autotrof dan heterotrof. Komponen autotrof merupakan komponen yang
mampu menyediakan makanan sendiri, sedangkan komponen heterotrof merupakan
komponen yang selalau memanfaatkan bahan organik sebegai makanannya. Untuk
mengetahui lebih lengkap, berikut ini merupakan komponen yang ada di dalam ekosistem
hutan.
Komponen biotik. Komponen biotik atau komponen yang berupa makhluk hidup yang ada
di ekosistem hutan ini banyak sekali jenisnya, yakni tumbuhan, binatang, serta organisme-
organisme lainnya.
Komponen abiotik. Selain komponen yang hidup, ada pula komponen yang tidak hidup.
Meskipun tidak hidup namun keberadaan komponen ini bisa mempengaruhi komponen-
komponen lain yang ada di ekosistem tersebut. Berikut merupakan komponen abiotik atau
komponen yang tidak hidup di ekosistem hutan, yaitu suhu, cahaya matahari (baca: bagian-
bagian matahari), air, iklim, tanah, angin, batu, dan lain sebagainya.
Komponen Autotrof. Kata “autotrof” ini berasal dari 2 kata, yaitu “autros” yang
mempunyai arti sendiri, dan juga “tropikhos” yang mempunyai arti menyediakan makanan.
Sehingga komponen autotrof yang terdapat dalam ekosistem hutan ini merupakan komponen
yang mampu menyediakan atau mensisntesis makanannya sendiri. Dalam membuat
makanannya sendiri, komponen ini menggunakan bahan- bahan anorganik. Kemudian
dengan bantuan dari klorofil dan juga energi dari sinar matahari, bahan- bahan anorganik
tersebut diubah menjadi bahan- bahan makanan organik. Dengan demikian, organisme yang
termasuk ke dalam golongan autotrof ini pada umumnya adalah mereka yang memiliki zat
hijau daun atau korofil. Pengikatan yang dilakukan oleh energi sinar matahari dan sistesis
bahan organik menjadi bahan anorganik kompleks ini hanya bisa dilakukan oleh komponene
autrotrof saja. Contoh komponene autotrof yang ada di ekosistem hutan adalah pohon dan
rumput- rumputan.
Komponen Heterotrofik. Kata “heterotrofik” ini berasal dari dua kata, yaitu “hetero”yang
berarti berbeda, lain, mauooun tidak seragam dan “tropikhos” mempunyai arti menyediakan
makanan. Sehingga dapat dikatakan bahwa komponene heterotrofik ini merupakan
komponen atau organisme yang dalam hidupnya selalu memanfaatkan bahan oirganik
sebagai bahan makanannya. Bahan organik yang digunakan untuk membuat makanan
tersebut telah disediakan oleh organisme atau makhluk lainnya. Dapat dikatakan pula
komponen heterotrofik ini mendapatkan bahan makanannya dari komponen autotrof.
Sebagian dari anggota komponen heterotrofik ini akan menguraikan bahan organik kompleks
ke dalam bentuk bahan anorganik yang sederhana yang nantinya akan digunakan sebagai
bahan baku untuk membuat makanan komponen autotrof. Contoh komponen heterotrof
yang ada dalam ekosistem hutan diantaranya adalah binatang, jamur, dan juga jasad renik.
Hutan merupakan kekayaan alam yang bersifat alamiah. Hutan ini ada karena bentukan
alam, namun juga bisa dibuat oleh manusia. Hutan ini ada di berbagai wilayah di setiap sudut
Bumi, oleh karena hutan ini mempunyai fungsi yang sangat banyak. Ada banyak sekali jenis
hutan di Bumi ini. Apabila kita mencermatinya saru per satu, maka kita akan dapat
menemukan jenis- jenis hutan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Karena
banyaknya jenis hutan ini, maka para ilmuwan mengelompokkannnya berdasarkan kategori-
kategori tertentu. Kita akan membahas mengenai jenis- jenis hutan tersebut yang dilihat dari
beberapa kategori, seperti berdasarkan letak geografisnya, sifat musimnya, ketinggian
tempatnya, kondisi tanahnya, dan juga dominasi pepohonannya. Secara umum, berikut
merupakan jenis- jenis hutan:
a. Berdasarkan letak geografisnya
Letak geografis suatu benda merupakan kedudukan suatu benda di bentang alamnya.
Letak geografis hutan ini bisa dilihat dari dimana letak hutan itu. Letak geografis ini bisa dilihat
dari iklim yang berada di suatu wilayah letak hutan itu berada, bisa juga dilihat dari batasan
atau kanan kiri dari hutan tersebut, dan lain sebagainya yang berhubungan dengan alam.
Berdasarkan letak geografisnya, hutan ini dibedakan menjadi 3 macam, yakni:
1) Hutan tropis, yaitu hutan yang letaknya berada di wilayah atau daerah
khatulistiwa. Hutan ini mempunyai ciri- ciri sebagai berikut:
Terletak di wilayah yang mempunyai iklim tropis (baca: iklim di Indonesia)
Pohon- pohon di hutan ini biasanya berukuran tinggi dan mencapai beberapa
meter
Daun- daun pohon di hutan ini sangat lebat, saking lebatnya hingga terkadang
menghalangi cahaya matahari yang masuk dan membuat tanah di bawahnya
lembab
Tumbuhan yang hidup di hutan ini terdiri dari berbagai jenis
Mendapatkan curah hujan yang sangat cukup sepanjang tahun
2) Hutan temperate, yaitu hutan yang berada di wilayah yang mempunyai 4 musim.
Hutan ini mempunyai ciri- ciri sebagai berikut:
Terletak di wilayang yang mempunyai 4 musim, yakni musim panas, musim
gugur, musim semi, dan musim semi
Biasanya wilayah tersebut mempunyai iklim sub tropis
Mendapatkan curah hujan yang tidak sebanyak hutan tropis
3) Hutan boreal, yaitu hutan yang terletak di daerah lingkaran kutub- kutub Bumi.
Karena letak hutan ini yang berada di wilayah lingkaran kutub Bumi, maka wilayah
hutan ini akan ditutupi oleh es atau salju. Hutan ini juga disebut sebagai bioma
taiga. Beberapa ciri yang dimiliki oleh hutan ini adalah sebagai berikut:
Terletak di antara daerah yang memiliki iklim sub tropis dengan daerah iklim
kutub atau iklim dingin
Terdapat perbedaan variasi suhu yang sangat mencolok, yakni antara musim
panas dan juga musim dingin
Pertumbuhan tanaman terjadi ketika musim panas, yakni selama 3 hingga 6
bulan
Ditumbuhi flora atau tumbuhan yang bersifat homogen atau berseragam
Tumbuhan yang dominan tumbuh disana adalah tumbuhan yang memiliki
daun runcing seperti jaru (tumbuhan konifer), yang tampak selalu hijau
sepanjang tahunnya
Dihuni oleh berbagai fauna khas, yakni srigala, burung, beruang hitam,
moosem ajak, dan lynx.
2. Laut
Ekosistem laut merupakan sistem akuatik yang terbesar di planet bumi. Lautan menutupi
lebih dari 80 persen belahan bumi selatan tetapi hanya menutupi 61 persen belahan bumi
utara, dimana terdapat sebagian besar daratan bumiIndonesia sebagai Negara kepulauan
terletak di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia dan mempunyai tatanan geografi
yang rumit dilihat dari topografi dasar lautnya. Dasar perairan Indonesia di beberapa tempat,
terutama di kawasan barat menunjukkan bentuk yang sederhana atau rata yang hampir
seragam, tetapi di tempat lain terutama kawasan timur menunjukkan bentuk-bentuk yang
lebih majemuk, tidak teratur dan rumit.
A. Karakteristik Ekosistem Laut
Ekosistem laut atau disebut juga ekosistem bahari merupakan ekosistem yang terdapat di
perairan laut, terdiri atas ekosistem perairan dalam, ekosistem pantai pasir dangkal/bitarol,
dan ekosistem pasang surut.
Ekosistem air laut memiliki ciri-ciri umum sebagai berikut.
a. Memiliki salinitas tinggi, semakin mendekati khatulistiwa semakin tinggi.
b. NaCl mendominasi mineral ekosistem laut hingga mencapai 75%.
c. Iklim dan cuaca tidak terlalu berpengaruh pada ekosistem laut.
d. Memiliki variasi perbedaan suhu di permukaan dengan di kedalaman.
Berdasarkan intensitas cahaya matahari yang menembus air, ekosistem air laut dibagi
menjadi beberapa zona (daerah), yaitu sebagai berikut :
a. Zona fotik, merupakan daerah yang dapat ditembus cahaya matahari, kedalaman air
< 200 m. Organisme yang mampu berfotosintesis banyak terdapat di zona fotik.
b. Zona twilight, merupakan daerah dengan kedalaman air 200 m – 2.000 m. Cahaya
matahari remang-remang sehingga tidak efektif untuk fotosintesis.
c. Zona afotik, merupakan daerah yang tidak dapat ditembus cahaya matahari sehingga
selalu gelap. Kedalaman air > 2.000 m.
Pembagian zona ekosistem air laut dimulai dari pantai hingga ketengah laut yaitu sebagai
berikut :
a. Zona litoral (pasang surut), merupakan daerah yang terendam saat terjadi pasang dan
seperti daratan saat air laut surut. Zona ini berbatasan dengan daratan dan banyak
dihuni kelompok hewan, seperti bintang laut, bulu babi, udang, kepiting, dan cacing
laut.
b. Zona neritik, merupakan daerah laut dangkal < 200m. Zona ini dapat ditembus cahaya
matahari dan banyak dihuni genggang laut dan ikan.
c. Zona batial, memiliki kedalaman air 200 m – 2.000 m dan keadaannya remang-
remang. Di zona ini tidak ada produsen, melainkan dihuni oleh nekton (organisme
yang aktif berenang), misalnya ikan.
d. Zona absial, merupakan daerah palung laut yang keadaannya gelap. Kedalaman air di
zona abisal > 2.000 m. Zona ini dihuni oleh hawan predator, detritivor (pemakan sisa
oerganisme), dan pengurai.
3. Pantai
Ekosistem pantai letaknya berbatsan dengan ekosistem darat, laut dan daerah pasang
surut. Ekosistem pantai dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut laut. Organisme yang
hidup di pantai memiliki adaptasi struktural sehingga dapat melekat erat pada substrat yang
keras (leksono, 2007).
Istilah pantai sering rancu dalam pemakainya antara pesisir (coast) dan pantai (shore).
Definisi pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti
pasang surut, angin laut, dan perembesan air laut. Sedang pantai adalah daerah di tepi
perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah. Daerah daratan
adalah daerah yang terletak diatas dan dibawah permukaan daratan dimulai dari batas garis
pantai. Daerah lautan adalah daerah diatas dan dibawah permukaan laut dimulai dari sisi laut
pada garis surut terendah, termasuk dasar laut dan bagian bumi di bawahnya. Garis pantai
adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut, dimana posisinya tidak tetap dan
dapat berpindah sesuai pasang surut air laut dan erosi yang terjadi.
Komunitas tumbuhan berturut-turut dari daerah pasang surut ke arah darat
dibedakan sebagai berikut :
a. Formasi Pes-caprae
Dinamakan demikian karena yang paling banyak tumbuh di gundukan pasir adalah
tumbuhan Ipomoea pes-caprae yang tahan terhadap hempasan gelombang dan angin;
tumbuhan ini menjalar dan berdaun tebal. Tumbuhan lainnya adalah Spinifex littorius
(rumput angin), Vigna sp, Euphorbia atoto, dan Canaualia martina. Lebih ke arah darat lagi
ditumbuhi Crinum asiaticum (bakung), Pandanus tectorius (pandan), dan Scaeuola Fruescens
(babakoan).
b. Formasi Baringtonia
Daerah ini didominasi tumbuhan baringtonia, termasuk di dalamnya Wedelia, Thespesia,
Terminalia, Guettarda, dan Erythrina. Bila tanah di daerah pasang surut berlumpur, maka
kawasan ini berupa hutan bakau yang memiliki akar napas. Akar napas merupakan adaptasi
tumbuhan di daerah berlumpur yang kurang oksigen. Selain berfungsi untuk mengambil
oksigen, akar ini juga dapat digunakan sebagai penahan dari pasang surut gelombang. Yang
termasuk tumbuhan di hutan bakau antara lain Nypa, Acathus, Rhizophora, dan Cerbera. Jika
tanah pasang surut tidak terlalu basah, pohon yang sering tumbuh adalah: Heriticra,
Lumnitzera, Acgicras, dan Cylocarpus (Leksono, 2007)
Secara ekologis, wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara ekosistem darat
dan laut, dimana batas ke arah daratan mencakup daerah-daerah yang tergenang air dan
maupun tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut, seperti : pasang
surut, percikan gelombang, angin laut dan interusi garam, sedangkan batas ke laut adalah
daerah - daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alamiah dan kegiatan manusia di
daratan seperti : aliran air tawar (river run off and surface run off), sedimentasi, pencemaran
dan lainnya (Dahuri, 2003).
Menurut Nybakken (2001) di lihat dari struktur tanah dan bahan penyusunnya, pantai
intertidal dapat dibedakan atas 3 jenis, yaitu:
a. Pantai Berbatu
Pantai berbatu merupakan salah satu jenis pantai yang tersusun oleh batuan induk yang
keras seperti batuan beku atau sedimen yang keras atau secara umum tersusun oleh
bebatuan. Keadaan ini berlawanan dengan penampilan pantai berpasir dan pantai berlumpur
yang hampir tandus. Dari semua pantai, pantai ini memiliki berbagai organisme dengan
keragaman terbesar baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan. Pantai berbatu
menyediakan habitat untuk tumbuhan dan hewan. Habitat ini berperan sebagai substrat,
tempat mencari makan, tempat persembunyian serta tempat berinteraksinya berbagai
macam organisme khususnya yang memiliki hubungan rantai makanan. Daerah intertidal
khususnya pantai berbatu meruapakan zona yang penting untuk manusia dan organisme lain.
Daerah ini banyak dihuni hewan coelenterata, molusca, crustaceae dan tumbuhannya adalah
alga bersel tunggal, alga hijau, dan alga merah.
b. Pantai Berpasir
Pantai berpasir merupakan lingkungan yang sangat dinamis, dimana struktur fisik
habitatnya digambarkan dengan adanya interaksi antara pasir, gelombang, dan pasang surut
air laut. Pantai berpasir merupakan salah satu jenis pantai yang dinamis karena
kemampuannya untuk menyerap energy gelombang. Energy gelombang ini dikeluarkan
melalui pergerakan airnya yang membawa pasir pantai ke luar wilayah pantai pada saat
gelombang besar dan membawanya kembali ke wilayah pantai pada saat gelombang dalam
keadaan tenang. Pantai berpasir merupakan tempat yang dipilih untuk melakukan berbagai
aktivitas rekreasi. Pantai pasir kelihatan tidak dihuni oleh kehidupan makroskopik. Organisme
tentu saja tidak tampak karena faktor-faktor lingkungan yang beraksi di pantai ini membentuk
kondisi dimana seluruh organisme mengubur dirinya dalam substrat. Adapun kelompok
makhluk hidup yang mendiami habitat ekosistem pantai berpasir terdiri dari kelompok
invertebrate dan makrofauna bentik.
c. Pantai Berlumpur
Pantai berlumpur ini merupakan pantai yang lebih terlindung dari gerakan ombak,
keduanya cenderung mempunyai butiran yang lebih halus dan mengakumulasi lebih banyak
bahan organik sehingga menjadi “berlumpur”. Pantai berlumpur memiliki substrat yang
sangat halus dengan diameter kurang dari 0.002 mm. Pantai berlumpur tidak dapat
berkembang dengan hadirnya gerakan gelombang. Karena itu, pantai berlumpur hanya
terbatas pada daerah intertidal yang benar-benar terlindungi dari aktivitas gelombang laut
terbuka. Pantai berlumpur dapat berkembang dengan baik jika ada suatu sumber partikel
sedimen yang butirannya halus. Pantai berlumpur berada di berbagai tempat, sebagian di
teluk yang tertutup, gobah, pelabuhan, dan terutama estuaria. Pantai berlumpur cenderung
untuk mengakumulasikan bahan organik, yang berarti bahwa tersedia cukup banyak makanan
yang potensial untuk organisme penghuni pantai, tetapi berlimpahnya partikel organik yang
halus yang mengendap di daratan lumpur juga mempunyai kemampuan untuk menyumbat
permukaan alat pernapasan.
4. Gunung
Gunung merupakan bentang alam berupa daratan yang menjulang, memiliki sifat abiotik
dan biotik yang spesifik. Gunung-gunung di Indonesia sebagian besar terbentuk dari hasil
aktivitas vulkanik. Ketinggian gunungnya mulai dari 500 m hingga 4000 m di atas permukaan
laut. Sedangkan pegunungan merupakan suatu jalur memanjang yang berhubungan antara
puncak yang satu dengan puncak lainnya (Syamsuri, 2014: 57).
Oleh karena lingkungan berubah dengan ketinggian di daerah-daerah pegunungan, biota
juga berubah menurut ketinggian. Lereng gunung mengandung berbagai zona biotik dalam
daerah yang lebih sempit. Zona-zona ini berulang pada ketinggian yang sama pada tiap-tiap
gunung atau meliputi daerah yang luas. Kita dapat menganggap zona-zona ini sebagai bioma
yang tidak bersambungan dan dihubungkan dengan bioma di daerah sekitarnya. Oleh karena
itu, daerah pegunungan lebih baik dianggap sebagai perkecualian pola-pola bioma (Syamsuri,
2014: 60).
Banyak ahli ekologi tidak memasukkan pegunungan sebagai suatu ekosistem, hal ini
disebabkan pegunungan yang ditemukan tidak cocok dengan definisi karena karakteristik
iklim dan kehidupan tanaman dan hewan yang begitu beragam berdasarkan ketinggiannya.
Komponen abiotik seperti suhu dan curah hujan berubah seiring dengan bertambahnya
ketinggian. Variasi ini menyebabkan banyak komunitas yang terdapat di pegunungan (Biggs,
2008: 72).