Oleh :
AGUS GHAUTSUN NI’AM
F 14104013
2009
DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SIMULASI DISPERSI GAS POLUTAN SO2, H2S, DAN CO DENGAN
MENGGUNAKAN PROGRAM COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS
(CFD)
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
AGUS GHAUTSUN NI’AM
F 14104013
2009
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada Departemen Teknik Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
AGUS GHAUTSUN NI’AM
F14104013
Mengetahui,
RINGKASAN
Studi simulasi dispersi gas polutan dari sebuah cerobong merupakan upaya
pengembangan sektor industri yang ramah lingkungan. Prediksi sebaran emisi gas
polutan terhadap udara ambien dilakukan untuk mengantisipasi dampak negatif
yang ditimbulkan dari suatu kegiatan industri. Studi simulasi dispersi gas polutan
dilakukan dengan menggunakan program Computational Fluid Dynamics (CFD).
Studi simulasi ini dilakukan untuk melihat simulasi dispersi dan sebaran
konsentrasi gas polutan (SO2, H2S, dan CO) dari cerobong ke lingkungan dengan
menggunakan program CFD yang akan dibandingkan dengan model Gaussian.
Model simulasi yang digunakan untuk menentukan nilai konsentrasi gas polutan
di suatu titik tertentu adalah model persamaan dispersi Gaussian dengan
menggunakan program visual basic dan model Navier-Stokes yang
direpresentasikan oleh software Solidworks Office 2007 dengan menggunakan
metode finite volume. Parameter input simulasi yaitu laju emisi gas yang
diemisikan dari cerobong, kecepatan udara di sekitar sumber emisi atau ambien,
faktor stabilitas atmosfer hingga titik acuan, dan sifat karakteristik kimia gas
polutan. Sedangkan parameter output yang diharapkan adalah visualisasi sebaran
konsentrasi gas polutan berupa bidang 2 dimensi yang dilengkapi dengan nilai
persamaan konsentrasinya terhadap jarak dari sumber emisi.
Program CFD digunakan sebagai support simulator atau tools untuk
mendapatkan visualisasi sebaran gas terdispersi dari hasil perhitungan. Sotfware
yang digunakan adalah sotfware Solidworks Office 2007 yang memiliki
kemampuan untuk membuat model geometri, batasan lingkungan simulasi atau
domain, meshing model geometri yang akan disimulasikan, solver atau pencarían
solusi dengan menyediakan fleksibilitas mesh automatis berbentuk tetahedral
yang dapat diatur mudah kerapatan meshnya. Software ini menghitung persamaan
fluida dinamik dengan menggunakan metode finite volume, sehingga dapat
mempresentasikan data dan memvisualisasikan berbagai kasus aplikasi dinamika
fluida secara detail.
Representasi hasil visualisasi simulasi dengan program CFD memberikan
gambaran bahwa gas polutan yang paling besar memberikan dampak pencemaran
terhadap permukaan tanah di lingkungan sekitar adalah gas SO2, dimana nilai
konsentrasi yang paling tinggi terdapat pada jarak 60 m dari ceobong, yaitu
sebesar 10721,6 ppm. Sedangkan gas CO mencemari permukaan tanah pada jarak
di atas 300 m dari cerobong dan gas H2S dari hasil simulasi tidak mencemari
permukaan tanah karena bergerak ke atmosfer.
Adapun perbandingan hasil simulasi dispersi gas polutan dengan
menggunakan model Gaussian sangat berbeda jauh dengan hasil dari model EFD
yang menggunakan basis persamaan Navier-Stokes. Dalam model Gaussian tidak
ada parameter sifat kimia atau karakteristik bahan material fluida yang
mempengaruhi proses dispersi, bahkan diabaikan. Sedangkan simulasi dispersi
dengan model EFD sangat dipengaruhi oleh faktor internal dari material fluida
yaitu karakteristik kimiawinya.
RIWAYAT HIDUP
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, syukur dan pujian penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
yang Maha Menggenggam segala ke-Agungan. Dengan Rahmat, Hidayah serta
Kasih Sayang-Nya skripsi penelitian ini dapat tersusun. Harapan besar penulis
semoga skripsi yang berjudul Simulasi Dispersi Gas Polutan SO2, H2S, dan CO
dengan Menggunakan Program Computational Fluid Dynamics (CFD) ini dapat
bermanfaat dalam menambah hasanah keilmuan bagi penulis maupun para
akademisi lainnya. Dengan segenap kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Kudang Boro Seminar, M.Sc selaku pembimbing tercinta
yang tak henti-hentinya membimbing dan mengarahkan penulis.
2. Dr. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc selaku pembimbing skripsi II yang
telah memberikan kontribusi, inspirasi serta ilmunya terhadap penulis.
3. Dr. Ir. Ahmad Indra Siswantara, Pak Dodi beserta segenap karyawan
CCIT, yang telah memberikan saran, ilmu dan memfasilitasi penulis
dalam melakukan penelitian.
4. Dr. Ir. Leopold O. Nelwan, MS selaku dosen penguji skripsi.
5. Ummi, Teteh dan segenap keluarga penulis, terima kasih atas doa dan
dukungannya yang tiada henti kepada penulis.
6. Ibu Hanni dan bapak Fadhil (LAGG PUSPIPTEK), ibu Dyah, atas ilmu
dan kesempatan diskusinya dalam mendukung kegiatan penelitian.
7. Teman-teman seperjuangan : Harritz Rizaldi, Adhi N, Aris Setyawan,
Ferdian, M Ali Maksum, Gunawan, Yudik, Eko, Arip Sonjaya, terima
kasih atas bantuannya serta kepada segenap teman-teman TEP 41
sebagai tempat berbagi dan saling mengingatkan.
8. Lembaga CCIT yang telah memberikan kesempatan penulis
menggunakan fasilitas software resmi EFD untuk penelitian
Penulis sadar betul kesempurnaan skripsi ini masih jauh. Untuk itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangatlah diperlukan demi menunjang
kesempurnaan skripsi ini.
Bogor, Desember 2008
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ...........................................................................................................i
RIWAYAT HIDUP................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
BAB I. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Tujuan .................................................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................................. 3
A. Pencemaran Udara ................................................................................. 3
1. Definisi Pencemaran Udara.............................................................. 3
2. Sumber Pencemaran Udara .............................................................. 4
B. Jenis Pencemaran Udara ....................................................................... 5
1. Karbon Monoksida (CO) .................................................................. 6
2. Sulfur Dioksida (SO2) ...................................................................... 6
3. Hidrogen Sulfida (H2S) .................................................................... 7
4. Oksida Nitrogen (NOx) ..................................................................... 8
5. Partikel Tersuspensi (TSP) ............................................................... 9
6. Ozon (O3) ....................................................................................... 10
C. Mekanika Fluida.................................................................................. 11
1. Dasar Mekanika Fluida .................................................................. 11
2. Aliran di Sekitar Permukaan Silinder ............................................. 13
3. Ketebalan boundary layer pada permukaan ground dan tegangan
geser pada boundary layer ............................................................. 17
4. Fenomena Pemisahan Aliran .......................................................... 18
D. Dispersi Udara ..................................................................................... 20
1. Model Dispersi ............................................................................... 21
a. Model Gaussian ......................................................................... 21
iv
b. Model Eulerian .......................................................................... 24
c. Model Lagrangian ...................................................................... 25
2. Stabilitas Atmosfer ......................................................................... 26
3. Kecepatan Angin ............................................................................ 27
E. Dasar-dasar Simulasi ........................................................................... 29
F. Pemodelan Matematik ......................................................................... 30
G. Metode Komputasi Dinamika Fluida .................................................. 30
1. Prapemrosesan (Pre-Processing) ................................................... 31
2. Pencarian Solusi (Solving).............................................................. 32
3. Pasca Pemrosesan (Post-processing) ............................................. 33
H. Penelitian Terdahulu yang Terkait ...................................................... 33
BAB III. METODOLOGI ...................................................................................... 34
A. Pendekatan Permasalahan ................................................................... 34
1. Kekekalan Massa 3 Dimensi .......................................................... 35
2. Persamaan Momentum 3 Dimensi ................................................. 36
3. Persamaan Energi 3 Dimensi ......................................................... 36
4. Persamaan Spesies Transport Material Fluida ............................... 36
B. Bahan dan Alat .................................................................................... 37
C. Parameter Input ................................................................................... 38
D. Data Input ............................................................................................ 39
E. Tahapan Kegiatan Penelitian............................................................... 43
F. Asumsi dalam Simulasi CFD .............................................................. 45
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 46
A. Kecepatan Angin (wind speed) ........................................................... 47
B. Model Gaussian ................................................................................... 48
C. Model EFD .......................................................................................... 53
1. Kondisi Awal Udara Ambien ......................................................... 53
2. Pendefinisian Domain .................................................................... 54
3. Tahap Penentuan Kondisi Batas ..................................................... 55
4. Analisis Aliran ................................................................................ 56
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 80
A. Kesimpulan ......................................................................................... 80
v
B. Saran ................................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 82
LAMPIRAN ................................................................................................... 85
vi
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
viii
Gambar 22. Grafik tekanan dan kecepatan udara hasil iterasi ............................... 61
Gambar 23. Kontur kecepatan tampak samping .................................................... 62
Gambar 24. Ilustrasi gerakan partikel terhadap satuan waktu kecepatan .............. 64
Gambar 25. Sebaran temperatur berbagai gas polutan .......................................... 66
Gambar 26. Sebaran konsentrasi SO2 pada berbagai bidang tampak samping ...... 68
Gambar 27. Sebaran konsentrasi SO2 dipermukaan tanah tampak atas ditunjukan
dengan kurva isoline dan kontur........................................................... 69
Gambar 28. Grafik konsentrasi SO2 disepanjang centerline.................................. 70
Gambar 29. Profil iterasi sebaran konsentrasi gas SO2 .......................................... 71
Gambar 30. Sebaran konsentrasi gas H2S di atmosfer pada berbagai jarak bidang
tampak samping dari centerface ............................................................ 72
Gambar 31. Sebaran konsentrasi gas H2S tampak atas pada berbagai jarak bidang
dari permukaan tanah ............................................................................ 73
Gambar 32. Ilustrasi garis plot data nilai sebaran gas konsentrasi H2S ................. 74
Gambar 33. Grafik sebaran gas H2S sepanjang centerline .................................... 75
Gambar 34. Profil iterasi sebaran konsentrasi gas H2S .......................................... 75
Gambar 35. Sebaran gas polutan CO pada berbagai jarak bidang ......................... 77
Gambar 36. Ilustrasi sebaran gas CO sepanjang garis centerline .......................... 78
Gambar 37. Profil iterasi gas CO ........................................................................... 79
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Gambar struktur cerobong .................................................................85
Lampiran 2. Hubungan antara tekanan gas polutan dan temperatur. .................... 86
Lampiran 3. Algoritma program VB untuk penghitungan dispersi gas polutan
dengan model Gaussian ..................................................................... 88
Lampiran 4. Data nilai sebaran konsentrasi gas polutan sepanjang sumbu x.……91
Lampiran 5. Data sebaran tegangan geser dan koefisien gesek pada permukaan
silinder. ……………………………………………………………92
Lampiran 6. Hasil iterasi kecepatan rata-rata dan tekanan udara dinamik. ........... 94
Lampiran 7. Sebaran konsentrasi gas SO2 sepanjang centerline. .......................... 97
x
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan Penelitian
Beberapa tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Melakukan simulasi dispersi gas polutan (SO2, H2S dan CO) dari
cerobong ke lingkungan dengan menggunakan program CFD.
2. Mempelajari perbedaan model dispersi gas polutan pada udara
ambien menggunakan model Gaussian dengan model CFD.
3. Menghitung konsentrasi gas polutan (SO2, H2S dan CO) di
permukaan tanah berdasarkan simulasi CFD.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pencemaran Udara
1. Definisi Pencemaran Udara
4
juga yang bersifat antropogenik atau akibat dari kegiatan manusia, seperti
aktivitas transportasi, industri dan domestik atau rumah tangga (Soedomo,
2001).
Berdasarkan pola atau model pancaran emisinya sumber pencemar
dibagi menjadi (Tjasjono, 1999 dalam Soenarmo, 1999) :
a. Sumber titik (point source), dihasilkan oleh pabrik-pabrik atau
industri yang mengeluarkan zat pencemar (polutan) ke udara
melalui cerobong-cerobong pembuangan.
b. Sumber garis (line source), sumber pencemar ini mengeluarkan
pancaran zat pencemar berupa garis yang memanjang, seperti
jalan raya akibat aktivitas transportasi.
c. Sumber area (area source), merupakan sumber pancaran zat
pencemar berupa area atau bidang di suatu wilayah, seperti
kawasan industri atau areal kebakaran hutan.
Sumber pencemar dapat pula dikelompokan ke dalam sumber tidak
bergerak atau diam (stationary source), seperti industri dan sumber bergerak
(mobile source), seperti kendaraan bermotor (Septiyanzar, 2008).
5
Karakteristik beberapa gas polutan yang tersebar di atmosfer adalah
sebagai berikut :
6
sulfur trioksida (SO3) ketika bereaksi dengan uap air (H2O) di atmosfer akan
menyebabkan terjadinya hujan asam, seperti tergambar dalam reaksi
kimiawi berikut :
SO2 + O SO3
SO3 + H2O H2SO4
Udara yang tercemar SOX menyebabkan manusia akan mengalami
gangguan pada sistem pernapasan. Hal ini karena gas SOX yang mudah
menjadi asam tersebut menyerang selaput lendir pada hidung, tenggorokan
dan saluran napas lain sampai ke paru-paru. Serangan tersebut juga dapat
menyebabkan iritasi pada bagian tubuh lain.
Gas SO2 merupakan bahan pencemar yang berbahaya bagi anak-anak,
orang tua dan orang penderita penyakit pernapasan kronis dan penyakit
kardiovaskuler. Otot saluran pernapasan dapat mengalami kejang (spasme)
bila teriritasi oleh SO2 lebih tinggi dari temperatur udara rendah. Apabila
waktu paparan gas dengan gas SO2 cukup lama maka akan terjadi
peradangan yang hebat pada selaput lendir yang diikuti oleh kelumpuhan
sistem pernapasan (paralysis cilia), kerusakan lapisan epthilium yang pada
akhirnya diikuti oleh kematian (Soeratmo, 1990).
7
kimia, industri minyak bumi, kilamg minyak, dan terutama pada industri
yang memproduksi gas sebagai bahan bakar (Soemirat., 1994).
N2 + O2 2 NO
NO + O3 NO2 + O2
NO2 + O3 NO3 + O2
NO3 + NO2 N2O5
N2O5 + H2O 2HNO3
karena itu potensi produksi ozon troposfer di daerah beriklim tropis seperti
Indonesia sangat tinggi. Karena merupakan pencemar sekunder, konsentrasi
ozon di luar kota – di mana tingkat emisi senyawa pemicu umumnya lebih
rendah dibanding di pusat kota – seringkali ditemukan lebih tinggi daripada
di pusat kota (Anonim, 2006).
8
5. Partikulat (PM)
Partikulat adalah padatan atau cairan di udara dalam bentuk asap, debu
dan uap, yang dapat berada di atmosfer dalam waktu yang lama. Selain
mengganggu estetika, partikel berukuran kecil di udara dapat terhisap ke
dalam sistem pernapasan dan menyebabkan penyakit gangguan pernapasan
serta kerusakan paru-paru. Partikulat juga merupakan sumber utama haze
(kabut asap) yang menurunkan jarak pandang. Partikel yang terhisap ke
dalam sistem pernapasan akan di sisihkan tergantung dari diameternya.
Partikel berukuran besar akan tertahan pada saluran pernapasan atas,
sedangkan partikel kecil (inhalable) akan masuk ke paru-paru dan bertahan
di dalam tubuh dalam waktu yang lama (Anonim, 2006).
Partikel yang terhirup (inhalable) juga dapat merupakan partikulat
sekunder, yaitu partikel yang terbentuk di atmosfer dari gas-gas hasil
pembakaran yang mengalami reaksi fisik-kimia di atmosfer, misalnya
partikel sulfat dan nitrat yang terbentuk dari gas SO2 dan NOx. Umumnya
partikel sekunder berukuran 2,5 mikron atau kurang. Partikel PM2,5 bersifat
respirable karena dapat memasuki saluran pernapasan yang lebih bawah dan
menimbulkan risiko yang lebih tinggi. Proporsi cukup besar dari PM2,5
adalah amonium nitrat, amonium sulfat, natrium nitrat, dan karbon organik
sekunder. Partikel-partikel ini terbentuk di atmosfer dengan reaksi yang
lambat sehingga sering ditemukan sebagai pencemar udara lintas batas yang
ditransportasikan oleh pergerakan angin ke tempat yang jauh dari
sumbernya (Harrop, 2002, dalam Anonim, 2006). Partikel sekunder PM2,5
9
partikel inhalable adalah partikel timbel (Pb) yang diemisikan dari gas
buang kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar mengandung
Pb. Partikel ini berukuran lebih kecil dari 10 dan 2,5 mikrometer (Anonim,
2006).
Partikulat diemisikan dari berbagai sumber, termasuk pembakaran
bahan bakar minyak, pencampuran dan penggunaan pupuk dan pestisida,
konstruksi, proses-proses industri seperti pembuatan besi dan baja,
pertambangan, pembakaran sisa pertanian (jerami), dan kebakaran hutan.
Partikel debu yang berasal dari proses peleburan, telah terjadi akumulasi
beberapa unsur kimia, sehingga akan sangat berbahaya sekali apabila tidak
ditanggulangi. Gangguan partikel ini sangat berbahaya kepada kesehatan
terutama dapat menimbulkan sesak napas, dan menimbulkan iritasi pada
kulit (Syahputra, 2005).
6. Ozon (O3)
diemisikan dari pembakaran bahan bakar fosil. Puncak pola fluktuasi harian
ozon umumnya terjadi setelah terjadinya puncak konsentrasi NOx, dan
10
kombinasi pencemar NOx dan ozon yang menyebabkan penurunan fungsi
C. Mekanika Fluida
1. Dasar Mekanika Fluida
Mekanika adalah suatu studi yang mempelajari tentang cairan dan gas
baik pada saat diam maupun saat bergerak (Okiishi et al., 2006). Dalam
fluida bergerak, kemampuan untuk menyalurkan gaya geser suatu fluida
dapat dikenali dengan adanya nilai viskositas dinamik µ, dimana fluida yang
berada pada suatu bidang permukaan dianggap bergerak dengan kecepatan
U paralel terhadap bidang permukaan yang diam stasioner.
Selain itu, viskositas dinamik µ juga digunakan dalam menentukan
bilangan Reynolds yang dapat dilihat pada Persamaan 1.
UL
ReL = r .......................................................................................... (1)
m
11
seperti momentum, energi, konsentrasi partikel, sehingga besaran tersebut
juga ikut berfluktuasi (Tuakia, 2008).
Fluida yang bergerak dengan kecepatan U pada suatu bidang
permukaan solid dipengaruhi oleh tekanan terhadap permukaan solid
tersebut yaitu τ .A, dimana τ adalah tegangan geser dan A adalah luas
permukaan solid yang dialiri fluida (Fletcher, 2006). Besarnya nilai
tegangan geser τ dapat diketahui secara empirik dengan dipengaruhi oleh
gradien kecepatan fluida ∂u/∂y, sebagaimana terlihat pada Persamaan (2)
¶u
t = m ……………. ................................................... ……..(2)
¶y
m
v = ……………………………………………………………(3)
r
dan,
k
a = ……………………………………………………….(4)
r .C p
12
untuk fluida jenis cair seperti air, viskositas akan menurun secara signifikan
dengan peningkatan temperatur namun difusivitas panas akan meningkat
secara perlahan (Fletcher, 2006).
Difusivitas masa didefinisikan oleh hukum Fick’s I yang merupakan
rasio fluks terhadap perubahan konsentrasi. Hal ini dapat dianalogikan
seperti difusivitas panas dalam hukum Fourier’s dan viskositas kinematik
dalam hukum Newton. Hubungan nilai difusivitas masa dengan nilai
viskositas kinematik pada kondisi tekanan konstan dipengaruhi oleh nilai
angka Schmith (Sc) sebagaimana dirumuskan pada Persamaan (5) (Kreith,
1998).
m v ………………………………………………….(5)
Di = =
r .S c Sc
æ a2 ö
y = Ur ç 1 - 2 ÷÷ sin q ……………………………………………(6)
ç
è r ø
13
ϕ : kecepatan potensial, m2/s
¶f 1 ¶y æ a2 ö
vr = = = U çç 1 - 2 ÷÷ cos q …..…………………..(8.a)
¶r r ¶q è r ø
1 ¶f ¶y æ a2 ö
vq = = - = - U çç 1 + 2 ÷÷ sin q ……..……………(8.b)
r ¶q ¶r è r ø
v q s = - 2U sin q ………………………………..……………….(9)
Sebaran tekanan yang terjadi di permukaan silinder diturunkan dari
persamaan Bernoulli, sehingga dapat dirumuskan dengan Persamaan (10)
p s = p0 +
1
2
rU 2
(1 - 4 sin 2
q ) .……………………………..
……………………………..(10)
14
dimana, ps : tekanan pada permukaan silinder, N/m2
po : tekanan atmosfer, N/m2
Gambar 2. Ilustrasi faktor tekanan dan tegangan geser pada permukaan silinder
tampak atas (Okiishi et al., 2006).
15
U : kecepatan aliran fluida, m/s
D : diameter silinder, m
µ : viskositas dinamik, kg/m.s
θ : sudut kemiringan dari searah aliran fluida, deg
p : tekanan, Pa
τw : tegangan geser pada dinding, N/m2
b : panjang permukaan silinder, m
dA : perubahan luasan elemen permukaan silinder, m2
dθ : perubahan sudut kemiringan, deg
dFx , dFy : komponen perubahan gaya yang terjadi sepanjang
permukaan silinder, N
Selain itu, komponen gaya yang timbul pada permukaan silinder
adalah gaya tekan dan gaya gesek. Gaya tekan adalah gaya normal yang
tegak lurus terhadap bidang permukaan objek dan dipengaruhi oleh gradient
kecepatan fluida dan separasi aliran fluida, sedangkan gaya gesek
merupakan gaya yang sejajar bidang permukaan atau dinding objek dan
dipengaruhi oleh besaran tegangan geser (Okishii et al., 2006). Sebagaimana
diilustrasikan pada Gambar 2, kedua gaya tersebut merupakan besaran gaya
yang membentuk resultan gaya pada bidang koordinat x dan y, yaitu
dinotasikan dengan Persamaan 13.
Gaya normal :
N = p cos q dA ……………………………………………….(13.a)
Gaya gesek :
F f = t w sin q dA ……………………………………………….(13.b)
Sehingga drag dari gaya normal (drag pressure), Dp, dan drag dari
gaya gesek (drag friction), Df, dapat dituliskan :
p
æD ö
Dp = ò p cos q dA = 2 ç ÷ b ò p cos q d q …………………..(14.a)
è 2 ø 0
p
æD ö
Df =
ò t w sin q dA = 2 çè 2 ÷ø b ò0 t w sin q d q …………………(14.b)
16
fungsi drag friction tidak hanya besaran yang dipengaruhi oleh
tegangan geser, namun ddalam
alam hal ini juga berorientasi terhadap permukaan
objek yang menerima aksi dari peristiwa fisika fluida yang mengalir.
Nilai koefisien drag pada permukaan silinder berbanding terbalik
dengan kecepatan rata
rata-rata
rata dan densitas fluida, sebagaimana dituliskan
ditulisk pada
Persamaan 15.
D ………………………………………………………..(1
CD = ………………………………………………………..(15)
1
2
rU 2 A
Dimana, N : gaya normal, N
Ff : gaya gesek, N
Dp : drag pressure
Df : drag friction
CD: koefisien drag
¥
r bU Q = r b ò u (U - u ) dy ……..…………………………...(16)
2 ……..…………………………...(1
0
17
atau
¥
u u
Q = òU
0
(1 -
U
) dy …………………………………………….(17)
d Q …………………………………………………(18)
t w = rU 2
dx
dimana τw adalah tegangan geser pada permukaan tanah (N/m2), dan dӨ/dx
adalah perubahan ketebalan lapisan layer terhadap perubahan jarak yang
searah dengan kecepatan udara. Sehingga tegangan geser pada permukaan
tanah sangat dipengaruhi oleh besarnya perubahan ketebalan lapisan layer
terhadap arah sumbu x. Tegangan geser pada permukaan tanah akan
berbanding lurus terhadap peningkatan boundary layer (Okiishi et al., 2006)
18
bertambahnya nilai Re
Re, sehingga salah satu vortex akan tumbuh lebih besar
dari pada yang lainnya dan memiliki kekuatan yang sema
semakin
kin besar sehingga
pada suatu titik akan terlepas bebas tanpa terikat terhadap silinder yang
kemudian akan terbentuk lagi vortex baru (Okishii et al., 2006).
Potensi pembentukan vortex dalam aliran dinamakan sebagai vorticity,
sebagaimana diilustrasikan pa
pada Gambar 4.
(a).
(b).
Gambar 4. Skema terbentuknya lapisan geser ((shear layer)) yang selanjutnya
akan membentuk vortex (Okiishi et al., 2006).
19
D. Dispersi Udara
Secara umum tingkat kadar pencemaran udara dominan dipengaruhi oleh
faktor kondisi yang terjadi di atmosfer. Parameter meteorologi akan
mempengaruhi penyebaran (dispersi), pengenceran (dilusi), perubahan
(transformasi) fisik dan kimia dari zat-zat pencemar udara yang diemisikan, serta
proses transportasi atau perpindahan dan deposisi basah dan kering yang terjadi.
Dalam Soedomo (2001), dijelaskan bahwa kondisi atmosfer sangat dinamik yang
secara alami mampu melakukan dispersi, dilusi dan transformasi baik melalui
proses fisika maupun kimia serta mekanismekinetik atmosfer terhadap zat-zat
pencemar.
Menurut Davis et al. (2004), faktor pengaruh transportasi, dilusi dan
dispersi gas polutan umumnya ditentukan oleh karakteristik titik emisi, bahan
(material) polutan alam, kondisi meteorologi, dan struktur antropogenik wilayah
tercemar. Dispersi pencemar terjadi karena ada tenaga yang membawa pencemar
tersebut dari sumbernya ke udara ambien, sedangkan difusi terjadi karena adanya
perbedaan konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
20
terhadap radiasi surya tersebut berbeda dengan daya serap panas di atmosfer. Hal
ini menimbulkan adanya sistem pergerakan (dynamic sistem).
). Kemudian, sistem
dinamika panas atmosfer bumi juga menghasilkan perbedaan dalam tekanan
barometrik (Vesilind et al.,., 1994).
1. Model Dispersi
a. Model Gaussian
Model dispersi yang popular digunakan adalah model dispersi
Gaussian
ian yang terlihat pada Gambar 6. Model Extended Gaussian Plume
untuk point source
source,, dibuat berdasarkan kenyataan bahwa distribusi
konsentrasi polutan ke arah vertikal dan horisontal sesuai dengan distribusi
normal (Sugiyono, 1995). Dalam model ini penyeb
penyebaran
aran polutan dianggap
mengikuti asumsi :
Ket :
Δh : tinggi kepulan (plume)
h : tinggi stack actual
H : tinggi stack effective
ū : arah sebaran angin
21
arah-x didominasi oleh kecepatan angin. Beberapa model Gauss dibangun
sesuai dengan macam sumber emisinya, salah satunya adalah persamaan
difusi Gauss ganda untuk sumber tunggal kontinyu. Persamaan dasar untuk
sumber tunggal kontinyu dalam keadaan steady (Soenarmo, 1999).
¥
Q = ò ò Cudydz ............................................................................. (19)
-¥
Q ìï 1 é y ù üïìï 1 éæ ( z - H) ö æ (z + H) ö ùüï
2 2 2
22
pengukuran konsentrasi polutan dilakukan pada ground level yang berarti
bahwa z = 0, maka persamaannya menjadi :
ì 1 é y ù üïìï
2
1 é H ù üï
2
Q ï
C ( x, y,0) = íexp . - ê ú ýíexp . - ê ú ý ........................ (21)
pus ys z ïî 2 ëês y ûú ïï 2 ës z û ï
þî þ
Untuk mengetahui konsentrasi gas polutan di sepanjang garis pusat
kepulan (plume centerline), yang berarti bahwa nilai y = 0, maka Persamaan
(21) berubah menjadi :
Q ìï 1 é H ù üï
2
23
kecepatan angin, atau dengan kata lain tinggi kepulan ( Δh ) berbanding
terbalik dengan kecepatan angin (Davis et al.,
., 2004). Dengan
memperhitungkan momentum dan panas yang keluar dari cerobong, maka
perhitungan tinggi kepulan (Δh) mengikuti Persamaan (24
(24):
vs d é æ æ Ts - Ta ö öù
ê1.5 + çç 2.68 ´ 10 ( P)çç ÷÷d ÷ú ..........................................
-2
Dh = ÷ .......... (24)
u ëê è è Ts ø øûú
dimana : vs : kecepatan gas keluar stack, m/det
d : diameter atas stack, m
u : kecepatan angin rata
rata-rata, m/det
: Tekanan atmosfer, kPa
o
Ts : temper
temperatur gas keluar stack, K
o
Ta : temperatur udara atmosfer (ambien), K
b. Model Eulerian
Konsep ini menerangkan bahwa pergerakan fluida digambarkan
dengan sifat-sifat
sifat fisik fluida terse
tersebut
but seperti temperatur, tekanan, densitas
dan kecepatan. Kemudian sifat fisik tersebut di deskripsikan sebagai fungsi
ruang dan waktu sehingga diperoleh informasi aliran fluida pada suatu titik
dalam ruang (Okiishi et al., 2006). Menurut Finlayson dan Pittss (1986),
dalam Septiyanzar (2008), pada model Eulerian konsentrasi gas pencemar
diperhitungkan pada lokasi tertentu yang disebut grid dalam setiap waktu.
Dalam grid ini terjadi proses transport dan reaksi kimia yang dipengaruhi
oleh faktor meteorologi, se
sehingga
hingga menyebabkan konsentrasi berubah
sebagai fungsi terhadap waktu.
c. Model Lagrangian
24
Dasar dari konsep model ini yaitu dengan melibatkan partikel
partikel-partikel
fluida bergerak dan menjelaskan sifat
sifat-sifat
sifat fluida dengan perubahan partikel
fluida sebagai fungsi dari waktu. Karena itu dengan metode ini partikel
fluida dapat diidentifikasi dan dapat menjelaskan sifat
sifat-sifat
sifat fluida tersebut
(Okiishi et al.,, 2006). Dalam kasus percemar udara atmosfer, model
lagrangian direfleksikan dengan meninjau suatu parsel udara yyang
ang mengalir
pada lintasan tertentu yang dipengaruhi oleh faktor meteorologi. Perubahan
konsentrasi pada parsel yang mengalir inilah yang diperhitungkan setiap
saat dalam model lagrangian (Septiyanzar, 2008).
Perbedaan analisa aliran fluida antara model eeulerian
ulerian dan model
lagrangian dapat dilihat dalam kasus kepulan gas polutan dari cerobong
seperti pada Gambar 7.
25
lagrangian temperatur diukur dari sebuah partikel hanya sebagai fungsi
waktu, dimana TA = TA (t). Penggunaan banyak alat ukur temperatur saat
partikel bergerak memberikan informasi bahwa temperatur dari partikel
fluida merupakan fungsi dari waktu, sehingga temperatur tidak dapat
diketahui sebagai fungsi dari posisi (lokasi partikel) sampai lokasi tiap
partikel diketahui sebagai fungsi waktu (Okiishi et al., 2006).
2. Stabilitas Atmosfer
Standar deviasi σ dan σ menentukan penyebaran kepulan gas polutan
y z
pada arah angin lateral dan arah vertikal. Hal ini tergantung pada kondisi
stabilitas atmosfer dan jarak dari sumber emisi. Tingkat stabilitas atmosfer
yang digunakan ditentukan berdasarkan data meteorologi : penutupan awan,
tinggi dasar awan, nomor kelas insolasi yang diperoleh dari data “solar
altitude” dan tabel kategori stabilitas yang dikembangkan oleh Turner yang
diklasifikasikan ke dalam kategori A hingga F yang disebut dengan kelas
stabilitas (stability class), dimana hubungan antara stability class, kecepatan
angin, dan kondisi sinar matahari dijelaskan pada Tabel 3.
s z = cx d + f ................................................................................ (25.b)
dimana konstanta a, c, d, dan f didefinisikan pada Tabel 4.
26
Tabel 4. Nilai konstanta a, c, d, dan f untuk menghitung σy dan σz sebagai
fungsi dari jarak (Davis et al., 2004)
Kelas x < 1 km x > 1 km
stabilitas a c d F c d f
A 213 440.8 1.941 9.27 459.7 2.094 -9.6
B 156 100.6 1.149 3.3 108.2 1.098 2
C 104 61 0.911 0 61 0.911 0
D 68 33.2 0.725 -1.7 44.5 0.516 -13
E 50.5 22.8 0.678 1.3 55.4 0.305 -34
F 34 14.35 0.74 -0.35 62.6 0.18 -48.6
Sumber : Martin,D.O.,”Comment on the change of concentration standard deviations
with distance,” Journal of the Air Pollution Control Association, vol. 26, pp.
145-146, 1976.
4. Kecepatan Angin
Arah angin dan kecepatan angin memegang peranan penting dalam
proses pengenceran (dilution) dan pemindahan (transportation).
Peningkatan kecepatan angin akan menyebabkan penambahan jumlah
volume udara bersama gas-gas polutan yang terkandung dalam suatu kurun
waktu tertentu. Proses penyebaran (dispersi) banyak dipengaruhi oleh variasi
arah angin jika arah angin secara kontinu menyebar ke berbagai arah maka
area sebaran polutan semakin luas, sedangkan apabila arah angin dominan
tetap bergerak hanya ke satu arah tertentu, maka daerah tersebut akan
memiliki tingkat paparan polutan yang tinggi (Liptak et al., 2000).
27
Menurut Davis et al. (2004), arah angin menentukan ke mana arah
mengalir atau bergeraknya gas yang terkontaminasi di atas permukaan.
Kecepatan angin mempengaruhi ketinggian kepulan dan nilai campuran atau
pengenceran (dilution) gas-gas pencemar yang telah diemisikan dari titik
keluaran. Peningkatan kecepatan angin akan menurunkan ketinggian
kepulan dengan membelokkan kepulan tersebut lebih cepat dari titik
keluarannya, dan penurunan ketinggian kepulan cenderung akan
meningkatkan konsentrasi polutan di permukaan tanah (ground level).
dimana :
Kelas Kelas
stabilitas Pedesaan Kota stabilitas Pedesaan Kota
A 0.07 0.15 D 0.15 0.25
B 0.07 0.15 E 0.35 0.30
C 0.10 0.20 F 0.55 0.30
Sumber : User’s Guide for ISC3 Dispersion Models, Vol.II, EPA-454/B-95-003b,U.S,
September, 1995
28
lintang rendah dan lintang tinggi di satu pihak serta diantara permukaan
bumi dan atmosfer dilain pihak (Prawirowardoyo, 1996). Perbedaan
penerimaan radiasi matahari akan menyebabkan terjadinya perbedaan
tekanan udara. Semakin tinggi gradien tekanan maka kecepatan angin akan
semakin tinggi.
E. Dasar-dasar Simulasi
Menurut Syamsa (2003), simulasi komputer adalah usaha mengeksplorasi
model-model matematika dari suatu proses atau fenomena fisik dengan
menggunakan komputer dalam rangka memberikan gambaran situasi nyata
dengan sebagian besar rinciannya. Sedangkan simulasi proses adalah penggunaan
model matematika untuk menggambarkan secara realistik perilaku nyata dari
sistem dengan mengukur tanggap dinamik variabel-variabel proses yang dipantau,
misalnya temperatur tekanan, dan komposisi bahan. Dengan memanipulasi atau
bekerja dengan model diharapkan :
Secara garis besar, simulasi proses dapat dikategorikan menjadi dua kategori
berdasarkan kondisinya yaitu simulasi pada keadaan tunak dan simulasi keadaan
dinamik (Syamsa, 2003). Simulasi keadaan tunak biasanya terdiri dari sejumlah
persamaan aljabar yang diselesaikan secara iteratif, misalnya untuk menghitung
kalkulasi panas dan keseimbangan bahan dari suatu proses dibawah kondisi
keadaan tunak yang berubah-ubah. Program simulasi keadaan tunak umum
digunakan dalam proses industri seperti pengukuran boiler dan peralatan turbin
untuk laju panas tertentu. Sedangkan simulasi keadaan dinamik tidak hanya
memperhatikan kalkulasi panas dan keseimbangan bahan dalam keadaan tunak,
tetapi juga kondisi transien dari perubahan proses. Simulasi dilakukan dengan
29
menyelesaikan persamaan persamaan diferensial non-linier berjumlah besar dalam
waktu nyata, untuk menggambarkan keseimbangan dinamik bahan dan energi dari
proses yang disimulasikan. Laju akumulasi masa dan energi dihitung secara
kontinyu dan diintegrasikan sepanjang interval waktu yang relatif kecil, yaitu
untuk menghasilkan proses tiruan dari tanggap dinamik yang realistik seperti
temperatur, tekanan dan komposisi bahan.
F. Pemodelan Matematik
Menurut Syamsa (2003), model matematik adalah gambaran dari
karakteristik dinamik suatu sistem. Agar dapat diselesaikan dengan komputer,
maka fenomena atau proses fisik harus dapat dimodelkan dengan persamaan
matematika. Dengan pemodelan diharapkan dapat melakukan :
30
Differential Equation) yang merepresentasikan hukum-hukum konservasi massa,
momentum, dan energi.
Untuk memprediksi aliran fluida pada kondisi tertentu, program CFD harus
dapat menyelesaikan persamaan yang mengatur aliran-aliran fluida sehingga
pemahaman tentang sifat-sifat dasar aliran fluida sangatlah penting. Persamaan
pengaturan aliran fluida adalah persamaan-persamaan diferensial parsial,
komputer digital tidak dapat langsung digunakan untuk menyelesaikan persamaan
tersebut secara langsung. Oleh karena itu persamaan diferensial ini harus
ditransformasikan kedalam persamaan aljabar yang sederhana dan disebut dengan
metode diskritisasi (Versteeg and Malalasekera, 1995).
Secara umum, proses dalam CFD dibagi kedalam tiga tahapan yaitu
prapemrosesan (pre-processing), pencarian solusi (solving), dan pascapemrosesan
(post-processing) (Purabaya dan Asmara, 2003).
1. Prapemrosesan
Pada tahap prapemrosesan dilakukan pendefinisian masalah dengan
membentuk geometri, dapat berupa geometri dua dimensi maupun tiga
dimensi. Dalam pembentukan geometri ini didefinisikan topologi yang akan
dibangun mulai dari pembentukan titik (point), garis (curve, edge), bidang
(face) atau volume sehingga menjadi model yang diinginkan (Purabaya dan
Asmara, 2003).
Setelah geometri terbentuk dilakukan diskritisasi menjadi sejumlah
grid dimana persamaan atur akan dicari solusinya di masing-masing grid
tersebut. Bila menggunakan diskritisasi grid berstruktur diusahakan sisi
yang membentuk grid tetap tegak lurus atau memliki skewness dengan
toleransi tertentu. Pada grid tak berstruktur diperhatikan perbandingan
antara panjang dan lebar (aspect ratio) bentuk grid (Parwatha, 2003).
Menurut Tuakia (2008), Tahapan ini merupakan langkah pertama
dalam membangun dan menganalisis sebuah model CFD. Pre-processing
terdiri dari input masalah aliran ke dalam program CFD dengan memakai
interface yang memudahkan operator dan transformasi input berikutnya ke
dalam bentuk yang sesuai dengan pemecahan oleh solver. Hal-hal yang
dilakukan pada tahap ini meliputi:
31
- Mendifinisikan geometri dari daerah yang dianalisis.
- Pembentukan grid.
- Pemilihan fenomena kimia dan fisik yang diperlukan.
- Menentukan sifat-sifat fluida (konduktivitas, viskositas, massa
jenis, panas jenis dan sebagainya).
- Menentukan kondisi batas yang sesuai.
2. Pencarian Solusi
Setelah geometri masalah didefinisikan secara numerik melalui grid-
grid, tahap selanjutnya adalah pencarian solusi. Pada tahap ini persamaan
atur yang diterapkan untuk memodelkan medan aliran didiskritisasi untuk
masing-masing grid dan dicari solusinya. Persamaan atur yang digunakan
dalam CFD tergantung dari permasalahan yang akan dimodelkan (Purabaya
dan Asmara, 2003).
Proses pencarian solusi menggunakan metode finite volume, dimana
metode ini dikembangkan dari finite difference khusus (Tuakia, 2008).
Algoritma numerik metoda ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
- Aproksimasi variabel aliran yang tidak diketahui menggunakan
fungsi sederhana
- Diskritisasi dengan mensubtitusi hasil aproksimasi ke dalam
persamaan aliran dan manipulasi matematis berikutnya
- Penyelesaian persamaan aljabar.
3. Pasca-pemrosesan
32
Tahap terakhir dalam proses simulasi dengan menggunakan CFD
adalah pasca-pemrosesan. Pada tahap ini semua solusi dari parameter aliran
yang telah diperoleh untuk setiap grid akan dibentuk visualisasi. Visualisasi
solusi ini bertujuan untuk mempermudah memahami solusi yang dihasilkan
oleh sotfware CFD (Purabaya dan Asmara, 2003).
33
BAB III
METODOLOGI
A. Pendekatan Permasalahan
Simulasi komputer adalah penggunaan model matematika untuk
menggambarkan secara realistik perilaku nyata dari sistem dengan mengukur
tanggap dinamik dari variabel-variabel proses yang dipantau, seperti kecepatan,
temperatur, tekanan, dan komposisi bahan termasuk didalamnya adalah
konsentrasi bahan. Dalam melakukan simulasi, model yang dikembangkan
idealnya harus dapat memberikan tanggap dinamik sesuai dengan yang
sebenarnya (Syamsa, 2003). Maka dari itu, dibutuhkan pemodelan matematis
yang tepat dan intuisi serta pertimbangan-pertimbangan yang matang dalam
melakukan simulasi. Intuisi yang baik dibutuhkan untuk menentukan asumsi
dasar, korelasi antara variabel-variabel kunci serta pendekatan awal sebuah model
simulasi. Sedangkan pertimbangan dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan
antara tingkat ketelitian dan kelengkapan terhadap batasan yang tersedia, baik dari
segi biaya maupun kompleksitasnya.
Dalam penelitian ini, model simulasi yang digunakan untuk menentukan
nilai konsentrasi gas polutan di suatu titik tertentu adalah model persamaan
dispersi Gaussian dengan menggunakan program visual basic dan model CFD
yang direpresentasikan oleh software Solidworks Office 2007 dengan
menggunakan metode finite volume. Model Gaussian dipengaruhi oleh parameter
laju emisi gas yang diemisikan dari cerobong, kecepatan udara di sekitar sumber
emisi atau ambien, dan faktor stabilitas atmosfer hingga titik acuan. Sedangkan
model CFD dipengaruhi oleh parameter laju emisi gas yang diemisikan dari
cerobong, kecepatan udara di sekitar sumber emisi atau ambien, sifat karakteristik
kimia dari gas polutan, dan batsan kondisi yang didefinisikan ke dalam software.
Oleh karena itu, parameter tersebut dijadikan sebagai parameter input dalam
simulasi ini. Sedangkan output yang diharapkan adalah visualisasi sebaran
konsentrasi gas polutan berupa bidang 2 dimensi . Visualisasi ini dapat digunakan
untuk menganalisa karakteristik aliran sebaran konsentrasi gas polutan yang
terdispersi.
Selain itu juga menggunakan program Visual Basic untuk perhitungan
model dispersi secara manual dari persamaan model Gaussian dalam penentuan
nilai konsentrasi gas polutan. Persamaan Gaussian yang digunakan
dipresentasikan oleh Persamaan (20). Nilai konsentrasi gas polutan yang
dihasilkan dari perhitungan bersifat diskrit.
Program CFD digunakan sebagai support simulator atau tools untuk
mendapatkan visualisasi sebaran gas terdispersi dari hasil perhitungan. Sotfware
yang akan digunakan adalah sotfware Solidworks Office 2007 yang memiliki
kemampuan untuk membuat model geometri, batasan lingkungan simulasi atau
domain, meshing model geometri yang akan disimulasikan, solver atau pencarían
solusi dengan menyediakan fleksibilitas mesh automatis berbentuk tetahedral
yang dapat diatur mudah kerapatan meshnya. Software ini menghitung persamaan
fluida dinamik dengan menggunakan metode finite volume, sehingga dapat
mempresentasikan data dan memvisualisasikan berbagai kasus aplikasi dinamika
fluida secara detail.
Namun, dalam penelitian ini simulasi yang dilakukan adalah untuk
memonitoring fenomena dispersi gas polutan dari cerobong ke atmosfer pada
kondisi unsteady state, dimana monitoring kondisi penyebaran gas polutan yang
akan divisualisasikan adalah pada saat setelah 1 jam (3600 detik) menyebarnya
gas polutan dari cerobong. Dengan kata lain, pada waktu t = 0 itu adalah posisi
dimana gas polutan belum menyebar ke udara atau masih dalam cerobong dan
siap di permukaan lubang cerobong untuk bergerak ke atmosfer.
Dalam proses numerik baik meshing maupun iterasi, persamaan-persamaan
yang digunakan adalah persamaan atur fluida, dimana berawal dari hukum
kekekalan fisika seperti kekekalan massa, transformasi massa dan persamaan atur
kontinuitas fluida. Pemodelan matematis yang digunakan dalam simulasi ini
diperoleh dari persamaan atur fluida yang menyatakan hukum–hukum fisika yang
terdiri dari :
35
massa fluida sebagai fungsi waktu ke dalam suatu volume terbatas
(Anderson, 1995). Dituliskan dalam betuk matematis :
Dr ¶( ru ) ¶( rv) ¶( rw) ¶r
= + + + ...................................................(27)
Dt ¶x ¶y ¶z ¶t
D æ V2 ö ¶ æ ¶T ö ¶ æ ¶T ö ¶ æ ¶T ö é ¶u ¶v ¶w ù
r çç e + ÷÷ = rq + ç k ÷ + çç k ÷÷ + ç k ÷ - pê + + ú
Dt è 2 ø ¶x è ¶x ø ¶y è ¶y ø ¶z è ¶z ø ë ¶x ¶y ¶z û
é ¶t ¶t yx ¶t zx ù é ¶t xy ¶t yy ¶t zy ù é ¶t ¶t yz ¶t zz ù
+ u ê xx + + ú + vê + + ú + wê xz + + ú
ë ¶x ¶y ¶z û ë ¶x ¶y ¶z û ë ¶x ¶y ¶z û
+ rf × V ............................................................................................(29)
36
kimiawi berbeda dengan pendekatan prinsip difusi-konveksi masing-masing
material (Anonim, 2003).
¶ r
(rYi ) + Ñ × (ruvYi ) = -Ñ × J i + Ri + S i ...................................................(30)
¶t
nilai net spesies hasil reaksi kimia dan Si adalah nilai net spesies yang
disebarkan ke dalam sistem simulasi yang didefinisikan oleh user. Selain
itu, nilai fluks difusi massa dari masing-masing spesies material dipengaruhi
oleh tipe aliran yang terjadi dalam sistem, yaitu laminar atau turbulen,
dimana secara berturut-turut dituliskan pada Persamaan 31 dan 32.
r
J i = - rDi , m ÑYi …………………………………………………………..(31)
r æ m ö
J i = -çç rDi , m + t ÷÷ÑYi ………………………………………………….(32)
è Sc t ø
37
teknik struktur dari kasus yang akan disimulasikan, sehingga sotfware ini
mempermudah pengguna (user) dalam memecahkan masalah yang akan
dikaji. Karena dalam sotfware ini sudah terintegrasi menjadi satu paket
antara perangkat untuk membangun penggambaran geometri dan perangkat
untuk menganalisa kasus aliran fluida tersebut, sehingga dapat
memvisualisasikan distribusi fluida secara numerik.
Geometri yang akan disimulasikan berbentuk outdoor dan sumber
pencemar diasumsikan tunggal yang berupa cerobong (stack) dari suatu
industri. Prinsip kerja perhitungan yang dilakukan oleh sotfware ini
menggunakan metode finite volume dengan mengintegrasikan persamaan
model Navier-Stokes sebagai dasar perhitungan kasus mekanika fluida yang
akan dianalisis. Pendekatan numerik dengan model Navier-Stokes
merupakan jenis model persamaan mekanika fluida yang dianggap paling
otentik diantara model lainnya. Hasil running dari proses simulasi
direpresentasikan secara otomatis dalam bentuk data dan grafik dengan tipe
file Excel Office, *.JPEG untuk gambar dan tipe file *.avi untuk file jenis
animasi video.
C. Parameter Input
Parameter input untuk simulasi ini adalah :
1) Debit emisi gas polutan
Debit emisi gas polutan sebagai input diperoleh dari cerobong yang
mengemisikan polutan dengan satuan kilogram per detik (kg/s).
2) Kecepatan Angin
Kecepatan angin yang akan diinput berupa aliran seragam dan
diasumsikan pengambilan data kecepatan angin ini dengan metode wind
rose, yaitu berdasarkan arah angin dominan. Besarnya nilai kecepatan angin
ditentukan dengan asumsi dari penulis.
3) Jarak
Jarak (x, y, z) yang dimaksud, merupakan jarak yang diperkirakan dari
sumber emisi (source of emission) sampai titik dimana kadar gas polutan itu
ingin diketahui, dalam aplikasi ini adalah titik posisi receptor dari sumber
emisi. Untuk mendapatkan nilai standar deviasi kepulan emisi terhadap
38
jarak y dan z (σy, σz) maka jarak pada pada koordinat x ditransformasikan
pada Persamaan (24).
4) Sifat-sifat spesifik kimia gas polutan
Gas polutan yang menjadi objek simulasi adalah hydrogen sulfide
(H2S), sulfur dioxide (SO2), dan carbon monoxide (CO). Spesifikasi sifat
kimia dari masing-masing fluida yang diinput ke dalam database software
adalah molecular weight, panas jenis, viskositas dinamik dan konduktivitas
panas. Parameter ini yang akan mempengaruhi karakteristik aliran dispersi
fluida dalam simulasi.
D. Data Input
Data input dalam simulasi ini menggunakan data fiktif sesuai dengan
skenario rancangan penulis, namun untuk data emisi gas polutan yang diinput
diambil dari hasil perhitungan kasus di beberapa industri yang berbeda. Penentuan
data fiktif dilakukan dengan perkiraan terhadap keadaan di beberapa industri.
Beberapa data input fiktif yang akan disimulasikan terdapat pada Tabel 6.
Tabel 6. Data input fiktif.
No. Parameter Satuan Kuantitas
1 Kecepatan angin m/s 2
2 Temperatur lingkungan ºC 27
3 Temperatur emisi di cerobong ºC 200
4 Tekanan udara Pa 101325
5 Jarak-x m -20 s.d. 300
6 Jarak-y m 0 s.d. 100
7 Jarak-z m -50 s.d. 50
8 Dimensi cerobong
tinggi m 20
diameter luar m 4
diameter dalam m 3,8
kemiringan permukaan dinding deg 1
39
diketahui. Nilai input masing-masing gas polutan dari cerobong dianggap seragam
dan disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Input aliran gas polutan (mass flow rate) dari cerobong.
No Parameter Satuan Kuantitas
1 Sulfur dioxide (SO2) kg SO2/s 2,5236
2 Hydrogen Sulfide (H2S) kg H2S/s 0,2240
3 Carbon Monoxide (CO) g CO/s 0,6048
1
Sumber : US-EPA Standard AP-42 Chapter 5, Petroleum Refineries, Emission Faktor
for Flaring.
2
Ref. Madura BD Amended Plan Development
3
Data konsumsi bahan bakar PLTU Cilacap 2007. EPA,US.,2006. Source:
http://www.epa.gov/ttn/chief/ap42.htm
Kuantitas emisi gas CO yang terdapat pada Tabel 7, merupakan hasil dari
perhitungan konsumsi bahan bakar batu bara data PLTU Cilacap tahun 2007,
dimana sistem pembakaran PLTU Cilacap mampu mengkonsumsi batu bara
sebanyak 8 ton/jam.
Beberapa sifat kimia dari masing-masing parameter gas polutan
mempengaruhi karakteristik penyebaran gas tersebut di udara atau medium fluida
lainnya. Oleh karena itu, harus ada input data nilai karakteristik dari masing-
masing gas polutan ke dalam database yang telah disediakan fasilitasnya oleh
software simulator. Nilai beberapa sifat kimia pada kondisi standar berskala
laboratorium disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Nilai spesifik sifat kimia masing-masing senyawa fluida.
Dynamic Thermal
MW Cp Cv
No Parameter viscosity µ Conductivity k
(g/mol) (kJ/mol.K) (kJ/mol.K)
(kg/m.s) (W/m.K)*
1 Udara 28,97 0,029 0,02 0,00001789 0,02394
2 Sulfur dioxide (SO2) 64,06 0,039 0,031 0,00001158 0,00858
3 Carbon Monoxide (CO) 28,01 0,029 0,02 0,00001695 0,023027
4 Hydrogen Sulfide (H2S) 34,08 0,034 0,012 0,00001179 0,01298
Sumber : The National Institute of Standards and Technology (NIST) USA. 2008
*
) http://encyclopedia.airliquide.com
Nilai densitas dan nilai angka Schmidt dari masing-masing parameter pada
kondisi standar yaitu pada tekanan 1 atm dan pada temperatur normal terdapat
pada Tabel 9. Nilai angka Schmidt diperlukan untuk menghitung nilai koefisien
difusivitas massa dari masing-masing material fluida yang akan disimulasikan.
Koefisien difusivitas massa dari masing-masing material sangat dipengaruhi oleh
nilai viskositas dinamik yang berbanding terbalik dengan kerapatan massa dan
40
angka Schmidt atau nilai viskositas kinematik yang berbanding terbalik dengan
nilai angka Schmidt. Koefisien difusivitas material Di atau koefisien difusivitas
massa dari masing-masing gas polutan dapat ditentukan dari nilai viskositas
kinematik yang berbanding terbalik dengan nilai angka Schmidt Sc sebagaimana
dipresentasikan pada Persamaan (5). Sedangkan karakteristik tekanan gas polutan
dipengaruhi oleh perubahan temperatur terlihat pada grafik yang disajikan pada
Lampiran 2.
Tabel 9. Nilai densitas dan koefisien difusivitas massa masing-masing spesies.
Koefisien
Angka Density pada titik
No Parameter difusivitas massa
Schmidt Sc * 2 didih (kg/m³)**
Di (m /s)
1 Udara (air) 0,7 7,98661E-06 3.2
2 Sulfur dioxide (SO2) 1,24 3,06288E-06 3.049
3 Carbon Monoxide (CO) 0,77 5,05465E-06 4.355
4 Hydrogen Sulfide (H2S) 0,94 6,49873E-06 1.93
Sumber : *) The CRC Handbook of Mechanical Engineering by Frank Kreith, 1998.
**)
The National Institute of Standards and Technology (NIST) USA., 2008.
Nilai koefisien difusivitas massa gas hydrogen sulfide pada Tabel 9 paling
tinggi diantara gas polutan lainnya. Hal tersebut menunjukan bahwa material gas
hydrogen sulfide bersifat sangat reaktif dan mudah menyebar atau dengan kata
lain potensi laju penyebaran material gas hydrogen sulfide terhadap perubahan
konsentrasinya di udara sangat cepat. Sedangkan gas sulfur dioxide potensi laju
penyebaran materialnya paling rendah diantara gas lainnya, oleh karena itu dapat
dikatakan bahwa gas sulfur dioxide kurang reaktif.
Pembuatan geometri dilakukan pada tahap awal dengan pola 3 dimensi (3D)
yaitu dalam bentuk sebuah cerobong yang memiliki dimensi diameter luar
cerobong di titik permukaan tanah sebesar 4 m, sedangkan ketebalan dinding
cerobong sebesar 10 cm. Sudut kemiringan dinding cerobong terhadap titik pusat
silinder (mengerucut) sebesar 1 derajat dan tinggi cerobong adalah 20 m.
Cerobong tersebut dibuat tertancap pada suatu area permukaan tanah dengan
ukuran luas area sebesar 100 x 320 m. Luas area tersebut ditentukan berdasarkan
pertimbangan kapasitas memori dan efisiensi kinerja software yang digunakan,
dimana luasan area yang dibentuk mempengaruhi luasan domain yang akan
dianalisis aliran fluidanya serta kondisi kandungan fluida di dalam domain
41
tersebut sehingga kecepatan kkerja sotfware dalam melakukan proses meshing
domain dan proses iterasi (penghitungan) akan semakin berat. Selain itu,
kerumitan dari geometri yang dibangun juga dapat mempengaruhi kecepatan
kinerja sotfware.
Geometri untuk permukaan tanah dibuat setebal 110
0 cm. Hal ini diperlukan
agar batas permukaan tanah terhadap atmosfer dapat didefinisikan sebagai
material padat, sehingga fluida yang dialirkan di atas permukaan tersebut dapat
dikatakan bahwa fluida tersebut mengalir di atas permukaan ((surface)) tanah atau
ata
lantai yang padat. Material padatan yang digambar dalam geometri tidak
didefinisikan secara spesifik mengenai jenis bahan struktur benda tersebut, karena
pengaruh dari perbedaan jenis bahan serta karakteristik bahan tersebut terhadap
aliran fluida disekitarnya
tarnya dianggap tidak begitu nyata atau diabaikan. Bentuk
geometri secara jelas dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.
y
x
cerobong
42
E. Tahapan Kegiatan Penelitian
Secara garis besar tahapan penelitian dalam penelitian ini dibagi menjadi 2
tahapan, yaitu tahap pembuatan program perhitungan model dispersi Gaussian dan
tahap pembuatan model dispersi fluida gas polutan dengan menggunakan software
Engineering Fluid Dynamics (EFD). Secara rinci kedua tahapan tersebut dapat
dilihat pada Gambar 10 dan Gambar 11.
Goal setting
output
Kerangka program
Desain form
pengecekan
ya Running
error ?
tidak
43
dihitung pada masing-masing titik yang telah dideklarasikan tersebut, sehingga
dapat diketahui nilai sebaran konsentrasi gas polutan pada suatu bidang.
Pembuatan geometri
mulai
(part)
Pendefinisian
material geometri
Pengecekan geometri
(satu objek)
ya
pengecekan
Input fluida
(jenis & sifat)
Proses numerik
(solver = run)
ya Meshing &
iterasi error ?
tidak
Plot kontur, grafik dan data
dari goals selesai
44
Tahap ini merupakan tahap mendefinisikan kasus dinamika fluida ke dalam
komputerisasi sehingga aliran fluida berikut sifat-sifat fisik serta bahan
materialnya dapat dipresentasikan secara visual, baik animasi, grafik kontur
maupun data. Persamaan-persamaan yang dibangun dalam CFD diselesaikan
secara iteratif, baik dalam kondisi tunak (steady state) atau transien (unsteady
state).
45
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses simulasi dispersi gas polutan memerlukan input data polutan, data
kondisi atmosfer, data domain (geometri daerah yang disimulasikan), serta data
cerobong (stack) yang dimodifikasi sederhana dengan beberapa perlakuan
dimensinya. Simulasi dilakukan pada suatu industri yang telah melakukan
pengukuran atau pengujian parameter sistem pembakarannya dengan cerobong
tunggal sehingga polutan yang dihasilkan dikeluarkan dari sumber tunggal
kontinyu.
Inlet aliran gas polutan dari cerobong ke dalam sistem simulasi diasumsikan
seragam. Besaran inlet aliran massa gas polutan tersebut dapat diprediksi dari
jenis dan jumlah bahan bakar yang dikonsumsi oleh sistem pembakarannya
dengan menggunakan persamaan faktor emisi US-EPA, yaitu :
dengan mensubstitusikan data nilai konsumsi bahan bakar dan faktor emisi,
terhadap Persamaan (33), maka laju gas polutan yang diemisikan cerobong dari
hasil pembakaran dapat dihitung. Contoh kasus untuk nilai emisi gas CO yang
terdapat pada Tabel 7, dimana EPA menetapkan bahwa faktor emisi gas CO
sebesar 0,6 lb/ton, maka :
karena 1 lb = 453,6 gram, maka Qcarbon monoxide dari pembakaran batu bara adalah
sebesar 2,17728 kg/jam atau 0,6048 gram/detik. Hasil dari perhitungan emission
rate gas CO sangat kecil jika dibandingkan dengan gas polutan lainnya. Namun,
disisi lain CO merupakan gas yang memiliki sifat sangat toksik terhadap
kelangsungan hidup organisme di sekelilingnya.
A. Kecepatan Angin (wind speed)
Angin merupakan bentuk parsel udara yang bergerak di atmosfer yang
disebabkan oleh perbedaan dan ketidakseimbangan tekanan udara, dimana udara
selalu bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Kecepatan angin yang
terjadi berbanding lurus dengan semakin tingginya gradien tekanan udara, dimana
perbedaan gradien tekanan udara dapat dipengaruhi oleh posisi ketinggian atau
arah vertikal dari permukaan bumi. Selain itu, temperatur, kelembaban dan
momentum udara yang tidak seimbang juga dapat memicu parsel udara di
atmosfer bergerak.
Perbedaan karakteristik tipe aliran udara atau kecepatan angin dapat dilihat
dengan mensubstitusikan aturan nilai kondisi stabilitas atmosfer yang ditetapkan
US-EPA pada Tabel 5, terhadap Persamaan (25). Lembaga US-EPA
mengklasifikasikan kondisi stabilitas atmosfer menjadi kondisi di pedesaan dan
kota. Masing-masing pedesaaan dan kota memiliki jumlah tipe angin yang sama
yaitu dari A sampai F. Dengan mengasumsikan bahwa kecepatan angin pada
ketinggian elevasi 20 meter adalah sebesar 5 m/det, maka grafik sebaran
kecepatan angin di atas permukaan bumi dapat terlihat jelas seperti pada Gambar
12.
140
120
100
80
ketinggian elevasi (m)
60
40
20
0
0.00 5.00 10.00 15.00
kecepatan angin (m/s)
A/B kota = D desa A/B desa
C kota C desa
D kota E/F kota
E desa F desa
47
Profil kecepatan angin pada Gambar 12 menunjukan bahwa tipe angin A di
kota sama dengan tipe angin B di kota sama juga dengan karakteristik tipe angin
D di desa. Sedangkan tipe angin A di desa memiliki karakteristik sama dengan
tipe angin B di desa. Kesamaan lain pun terjadi pada profil tipe angin E di kota
dengan profil tipe angin F di kota. Adanya kesamaan profil sebaran kecepatan
angin pada beberapa tipe angin di atas dapat mengindikasikan bahwa yang
mempengaruhi karakteristik sebaran udara di atmosfer atau stabilitas atmosfer
tidak mutlak hanya faktor regional saja, namun keseragaman sebaran gas udara
atau kondisi atmosfer dapat dilihat melalui pendekatan Persamaan Sutton ini. Oleh
karena itu, dari Gambar 8 tampak bahwa karakteristik angin yang paling seragam
dimiliki oleh kecepatan angin pada kelas stabilitas A dan B di pedesaan.
Keseragaman kecepatan angin dan arah angin digunakan untuk melakukan
simulasi transport gas polutan dengan model Gaussian. Karena menurut teori yang
diungkapkan olehnya dimana asumsi udara yang masuk atau inlet kecepatan udara
adalah dianggap seragam, sehingga bentuk sebaran inlet kecepatan angin yang
paling mendekati pola seragam adalah tipe stabilitas kelas A dan B.
B. Model Gaussian
Model Gaussian digunakan untuk menghitung nilai konsentrasi suatu gas
polutan yang tersebar di setiap titik koordinat (x, y, z) yang dipengaruhi oleh
adanya proses transport dan difusi udara yang bergerak berdasarkan pada fungsi
dari jarak. Berbicara tentang dispersi gas yang diungkapkan oleh Gaussian tidak
terlepas dari ilustrasi model Gaussian sebagaimana dijelaskan oleh Gambar 6.
Dalam model tersebut arah angin selalu searah dengan sumbu x (downwind) dan
tegak lurus terhadap sumbu y atau dikenal dengan crosswind, sedangkan
ketinggian atau elevasi ditunjukan oleh sumbu z. Titik pusat atau centerpoint
koordinat selalu terletak pada titik pusat lingkaran silinder cerobong di permukaan
tanah.
Dalam simulasi ini perhitungan dispersi polutan tersebut dilakukan dengan
menggunakan program Visual Basic (VB). Perhitungan ini merupakan pemetaan
titik-titik yang ingin diketahui nilai konsentrasi sebaran gas polutannya. Nilai
jarak yang diinput merupakan nilai maksimal dari variabel jarak yang dihitung.
Karena proses perhitungan ini menggunakan sistem looping dimana nilai sebaran
48
konsentrasi dihitung pada setiap step jarak yang diinput, sehingga didapatkan data
nilai sebaran konsentrasi polutan sejauh jarak x dengan jarak y yang membentuk
sebuah luasan bidang (x, y). Input nilai jarak x akan menentukan nilai konstanta
dispersi axial (σy) terhadap arah crosswind dan konstanta dispersi vertikal (σz)
terhadap elevasi. Hasil akhir dari program VB ini hanya berupa data sebaran nilai
konsentrasi polutan pada sebuah luasan bidang x, y di suatu ketinggian elevasi z.
Untuk mendapatkan data sebaran polutan di permukaan tanah (ground level),
maka input elevasi z = 0. Secara detail bentuk form sederhana dari sistem
penghitung dispersi gas polutan yang dibangun dengan program VB diperlihatkan
oleh Gambar 13.
Gambar 13. Form penghitungan sebaran konsentrasi setiap titik (x, y, z).
49
Parameter input pada form yang ditunjukan oleh Gambar 13 dituliskan ke
dalam textbox yang terdiri dari :
1. laju emisi gas polutan dengan satuan (gram/detik)
2. kecepatan angin atau windspeed dengan satuan meter per detik (m/s).
3. tipe angin dengan opsi pilihan dari tipe A sampai tipe F
4. ketinggian cerobong dengan satuan meter
5. jarak maksimum x dengan satuan meter
6. jarak maksimum y dengan satuan meter
7. jarak elevasi z atau ketinggian bidang yang ingin diketahui dengan
satuan meter
8. step jarak merupakan interval antar titik-titik yang ingin diketahui nilai
konsentrasinya pada bidang x dan y.
Ketika semua nilai variabel input sudah dimasukkan ke dalam textbox yang
sesuai dengan nama variabel disampingnya, maka jika tombol proses diklik
artinya proses penghitungan dilakukan. Kemudian akan muncul nilai data hasil
penghitungan pada listbox yang terdiri dari : titik (x, y, z), koefisien crosswind
atau horizontal, koefisien vertikal, dan nilai konsentrasi gas polutan disetiap titik
(x, y, z) dengan satuan µg/m3.
Data nilai input variabel yang dimasukkan ke dalam proses penghitungan
berdasarkan pada data nilai yang terdapat pada Tabel 6 dan Tabel 7. Tipe angin
yang dipilih sebaiknya adalah tipe angin yang seragam, sebagaimana dilakukan
dalam pendekatan teori Gaussian. Karena itu, pertimbangan ini sebaiknya
mengacu pada proyeksi tipe sebaran angin yang terdapat pada Gambar 12.
Algoritma program VB yang dibangun terdapat pada Lampiran 3.
Input pada program ini dapat dimodifikasi sesuai dengan perlakuan
perubahan variabel yang diinginkan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dari
perubahan variabel tersebut terhadap pola sebarannya. Dengan input data polutan
yang sama atau kontinyu tunggal tetap, ingin diketahui pengaruh perubahan
kecepatan angin dan ketinggian cerobong terhadap pola sebaran polutan yang
diemisikan oleh suatu cerobong industri. Dari hasil running program VB di atas,
50
diperoleh nilai sebaran polutan terhadap fungsi jarak sebagaimana terlihat pada
Gambar 14.
140
120
konsentrasi (µg/m³)
100
80
60
40
SO2
20
0
10 30 50 70 90 110 130 150 170 190 210 230 250 270 290
jarak x (m)
(14.a)
(14.b)
0.03
0.025
konsentrasi (µg/m³)
0.02
0.015
0.01 CO
0.005
0
10 30 50 70 90 110 130 150 170 190 210 230 250 270 290
jarak x (m)
(14.c)
Gambar 14. Grafik sebaran konsentrasi gas polutan sepanjang centerline a). SO2,
b). H2S, dan c). CO, pada bidang permukaan tanah.
51
Pada Gambar 14, pola sebaran konsentrasi gas SO2, H2S, dan CO berbentuk
eksponensial yang menunjukan terjadinya penurunan kadar konsentrasi di
permukaan tanah secara signifikan terhadap jarak pada sumbu x. Penurunan
konsentrasi polutan terjadi secara signifikan pada jarak awal dari titik sumber
emisi serta tidak terjadi peningkatan konsentrasi di sepanjang centerline. Hal ini
terjadi karena nilai kecepatan angin dan ketinggian stack yang diinput adalah
sama, yaitu kecepatan angin sebesar 2 m/s sedangkan ketinggian stack sama-sama
sebesar 20 m. Data nilai konsentrasi masing-masing parameter sepanjang
centerline yang sesuai dengan profil grafik di atas terdapat pada Lampiran 4.
Sementara itu, jika profil sebaran konsentrasi gas polutan dilihat dari
sepanjang garis ordinat y atau crosswind, dapat dilihat pada Gambar 15.
115.63
SO2
115.61
konsentrasi (µg/m³)
115.59
115.57
115.55
115.53
115.51
-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50
jarak y (m)
(15.a)
10.265
10.263 H2S
konsentrasi (µg/m³)
10.261
10.259
10.257
10.255
10.253
-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50
jarak y (m)
(15.b)
52
0.027715
CO
0.02771
konsentrasi (µg/m³)
0.027705
0.0277
0.027695
0.02769
0.027685
0.02768
-50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50
jarak y (m)
(15.c)
Gambar 15. Profil sebaran gas polutan sepanjang crosswind pada jarak x 10 m,
a).SO2, b).H2S, dan c).CO
C. Model EFD
1. Kondisi Awal Udara Ambien
Kondisi awal udara ambien dalam siimulasi diasumsikan tidak
terdapat kontaminan. Jadi, jika fluida yang terdapat dalam udara ambien
dianggap udara bersih dan murni, maka menurut NIST (National Institute of
Standards and Technology) United State, memiliki nilai densitas sebesar 3,2
kg/m3 pada tekanan 101,325 kPa titik didih. Oleh karena itu, dalam software
Solidworks Office 2007 konsentrasi udara murni pada kondisi awal dengan
satuan ppm (part per millions) dituliskan 106 ppm dan gas kontaminannya 0
ppm. Kondisi udara tersebut bergerak seragam searah sumbu x dengan
kecepatan tetap 2 m/s, sedangkan kecepatan pada arah sumbu y dan sumbu z
dianggap nol. Udara mengalir dalam keadaan seragam di atas permukaan
tanah dan membentur cerobong yang memiliki diameter 4 m dan tinggi 20
m. Hal ini yang mengakibatkan terjadi perubahan pola aliran di dalam
sistem simulasi yang dibangun, mulai dari parameter kecepatan udara,
tekanan dinamik dan turbulensi.
53
2. Pendefinisian Domain
Domain dapat didefinisikan sebagai batasan ruang gerak fluida dan
dihitung dalam simulasi sehingga dapat dianalisa berbagai sifat fisik dan
material dari fluida yang disimulas
disimulasikan.
ikan. Ukuran domain yang dibuat sebesar
320 m x 100 m x 100 m, dimana titik acuan dari dimensi domain tersebut
adalah titik nol pada koordinat ((x, y, z).
). Titik koordinat (0, 0, 0) sama seperti
simulasi dengan model Gaussian yaitu terdapat pada titik pusat lingkaran
silinder di permukaan tanah. Bangunan solid geometri juga berada dalam
kolom domain. Hal ini dilakukan agar simulasi pergerakan fluida yang akan
direpresentasikan dapat didefinisikan sebagai fluida yang mengalir di atas
permukaan solid.
Besarnya ukuran domain sangat berpengaruh terhadap besarnya
jumlah grid atau mesh. Sehingga kapasitas memori komputer yang
digunakan juga akan berbanding lurus terhadap jumlah grid pada domain
yang telah dibuat. Grid yang akan dibangun dalam domain berbentuk
tetrahedral
edral dan secara otomatis software akan menyesuaikan dimensi
masing-masing
masing grid, dimana semakin mendekati dinding solid maka grid
yang terbentuk akan semakin halus seperti tampak pada Gambar 16.
Gambar 16. Ilustrasi grid hasil meshing domain dari geometrii cerobong.
54
Secara prinsip, pada wilayah yang dekat dengan dinding solid fluida
yang mengalir akan membentuk suatu lapisan yang disebut boundary layer
akibat dari adanya tumbukan dan tegangan geser pada dinding. Perubahan
parameter fisik fluida pada wilayah boundary layer terjadi secara fluktuatif.
Oleh karena itu dibutuhkan media untuk menangkap peristiwa perubahan
yang terjadi pada setiap parsel fluida yang bergerak agar dapat dianalisa.
Semakin halus grid yang terbentuk maka kualitasnya akan semakin bagus.
H
G
D y C
E
F
x
A B
55
bidang ABCD, DCGH, dan EFGH didefinisikan sebagai bidang simetry
yang berarti bahwa kondisi udara di luar bidang domain dengan kondisi
udara di dalam bidang domain dianggap sama. Bidang ABFE sebagai
permukaan tanah dan dinding cerobong didefinisikan sebagai dinding
padatan (wall). Sedangkan permukaan cerobong yang diilustrasikan oleh
poin i merupakan inlet aliran gas polutan ke dalam sistem atau dikenal
dengan mass flow inlet.
Fluida gas polutan yang diinput dari cerobong hanya satu jenis polutan
dengan konsentrasi 100 % atau 106 ppm. Artinya bahwa polutan yang
menjadi bahan kontaminan pada udara ambien hanya satu jenis dan
dilakukan satu per satu dari bahan kontaminan yang akan dianalisa. Hal ini
dilakukan untuk memudahkan proses pendefinisian dan analisa fluida serta
menganggap bahwa gas polutan tidak mengalami reduksi akibat faktor
reaksi kimia dengan senyawa lain selama proses simulasi. Temperatur gas
yang diemisikan dari cerobong sebesar 200 oC sedangkan debit massa aliran
gas polutan dari cerobong besarnya sesuai dengan Tabel 7 dan alirannya
seragam.
4. Analisis Aliran
Pola aliran suatu fluida sangat tergantung pada nilai parameter yang
disebut Angka Reynolds (Reynolds number), dimana besarnya nilai Re
didefinisikan pada Persamaan 1.
UL
ReL = r
m
berdasarkan input kecepatan udara, nilai viskositas dinamik, dan jarak x
yang didefinisikan pada domain, dimana L = x, dengan nilai standar densitas
udara dari NIST U.S adalah sebesar 3,2 kg/m3, dan aliran udara yang
mengalir ke dalam sistem simulasi tersebut dianggap seragam atau dalam
kondisi steady state, maka nilai angka Reynolds yang terjadi pada aliran
udara dalam domain sistem dapat dihitung yaitu :
æ 2 ´ 300 ö
Re = 3,2 ´ ç -5
÷
è 1, 789 ´ 10
L
ø
= 1,07 x 108
56
dengan Re > 5 x 105, maka sudah dapat dipastikan bahwa aliran udara yang
terjadi adalah aliran turbulen eksternal.
Dari hasil simulasi, fenomena turbulensi atau pola aliran pada
permukaan dapat terlihat dari vektor kecepatan fluida di wilayah permukaan
silinder yang divisualisasikan oleh software EFD seperti pada Gambar 18.
Gambar 18. Kontur dan vektor aliran kecepatan udara dengan melewati silinder
cerobong tampak atas.
57
pada posisi 1 cm dari permukaan silinder membentuk simetris terhadap arah
aliran udara.
3.5
2.5
kece…
Velocity (m/s)
1.5
0.5
-0.5 0 2 4 6 8
Length (m)
( 19.a )
Dynamic Pressure (Pa)
3 tekan
an…
1
-1 0 2 4 6 8
Length (m)
( 19.b )
Gambar 19. Sebaran kecepatan udara dan tekanan dinamik aliran udara di
sekitar permukaan silinder.
58
0.016
0.014
0.012
tegang
(20.a)
0.035
Friction Coefficient ( )
0.025
0.015
0.005
koefis
-0.005 0 1 2 3 4 5 6ien… 7
Length (m)
(20.b)
Gambar 20. Sebaran tegangan geser dan koefisien gesek di sepanjang
permukaan silinder.
59
tekanan tinggi menuju tekanan rendah, oleh karena itu udara udara yang
berada pada titik singgung permukaan silinder akan cepat bergerak mengisi
ruang parsel udara di belakang cerobong silinder. Namun, pergerakan udara
tersebut akan terhalang sejalan dengan terbentuknya vortex. Sedangkan pada
bagian depan permukaan dinding silinder tepat pada titik simetris, terjadi
stagnasi kecepatan udara dan nilai deformasi tekanan maksimum. Nilai
tekanan pada permukaan silinder dipresentasikan dalam Persamaan 10.
p s = p0 +
1
2
rU 2
(1 - 4 sin 2
q )
Sebaran densitas ρ dari titik pusat silinder hingga ujung domain pada bidang
pemukaan tanah (centerline) dapat dilihat pada Gambar 21.
1.183
1.182
1.181
Density (kg/m^3)
1.18
1.179
1.178
1.177
1.176
1.175
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Length (m)
Permukaan luar dinding silinder terletak pada jarak 2 meter dari titik
nol, oleh karena itu nilai densitas fluida yang berada di sekitar permukaan
cerobong dapat dilihat dari grafik yaitu sekitar 1,1758 kg/m3. Sedangkan,
untuk nilai kecepatan udara rata-rata dan tekanan udara lingkungan
ditentukan dari hasil iterasi yang konvergen seperti terlihat pada Gambar 22
dengan keterangan data terdapat pada Lampiran 6.
60
Iterations
Iterations
Gambar 22. Grafik tekanan dan kecepatan udara hasil iterasi.
Proses iterasi mencapai nilai yang konvergen pada iterasi ke 119.
Nilai tekanan udara rata-rata po menurut hasil iterasi simulator adalah
sebesar 2,17502263 Pa, sedangkan nilai kecepatan rata-rata udara U adalah
sebesar 1,850696735 m/s. Maka dari itu, tekanan yang terjadi pada
permukaan silinder cerobong selama simulasi dapat dihitung. Tekanan yang
terjadi pada sudut kemiringan θ, dimana jika sudut kemiringan tersebut
adalah sebesar 120o, adalah :
p s = 2,17502263 +
1
2
(
´ 1,1758 ´ 1,850696735 2 1 - sin 2 120 )
= -1,8521846 Pa.
61
Tanda negatif pada nilai tekanan hasil perhitungan di atas menunjukan
bahwa arah tekanan berlawanan arah terhadap arus aliran fluida.
Kontur kecepatan aliran udara dengan tampak samping dapat dilihat
pada Gambar 23.
62
tersebut juga akan semakin besar. Karena ia memiliki kerapatan material
yang kecil sehingga sifat material tersebut akan semakin reaktif.
Sifat beberapa material fluida yang disimulasikan dapat diprediksi
melalui nilai kimiawi material itu sendiri. Jika nilai densitas material
diketahui, maka nilai viskositas kinematik dan difusifitas panas dari
parameter Tabel 8 dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 3 dan 4.
Nilai densitas yang diketahui diukur pada kondisi standar yaitu pada
tekanan 1 atm dan pada temperatur titik didih.
Maka viskositas kinematik untuk parameter hydrogen sulfide H2S
dihitung dengan nilai viskositas dinamik dibagi satuan densitas, yaitu :
m
v =
r
1,179 ´ 10 - 5
=
1, 93
= 6 ,109 ´ 10 - 6 m 2 / s
0 , 01298
=
1, 93 ´ 0 , 034
= 0 ,1978 m / s
2
63
lainnya. Hal ini berarti bahwa gas hydrogen sulfide merupakan gas yang
paling reaktif diantara gas llainnya. Sedangkan gas sulfur dioxide merupakan
gas yang paling kurang reaktif diantara yang lainnya, dengan kata lain gas
ini memiliki ikatan molekul yang lebih kuat.
Nilai difusivitas panas berbanding lurus terhadap nilai konduktivitas
panas material. Semakin
akin besar nilai difusivitas panas suatu material maka
semakin cepat kemampuan material tersebut menyebarkan panas ke
lingkungan sekitarnya sehingga semakin cepat juga material itu melepaskan
panas yang ada dalam partikel material tersebut. Dari Tabel 10, dapat dilihat
bahwa nilai difusivitas panas yang dimiliki oleh gas sulfur dioxide sangat
rendah. Hal ini menunjukan bahwa konduktifitas panasnya sangat kecil atau
nilai panas jenis pada tekanan konstan dari gas sulfur dioxide bernilai tinggi.
Maka dari itu,, dapat dikatakan bahwa gas sulfur dioxide memiliki daya
simpan panas yang cukup tinggi.
Penjelasan kasus fluida bergerak dapat didekati dengan konsep
Lagrangian, dimana analisis ini melibatkan pergerakan unsur terkecil dari
fluida tersebut. Jika unsur te
terkecil
rkecil dari fluida yang bergerak didefinisikan
sebagai partikel, maka identifikasi sifat fisik fluida dapat ditelusuri dari
perubahan partikel fluida sebagai fungsi dari waktu. Konsep inilah yang
kemudian disebut dengan konsep material derivative. Ilustrasii pergerakan
partikel fluida dalam suatu aliran bebas dideskripsikan oleh Okishii et al.
(2006) pada Gambar 24.
64
Partikel fluida bergerak sepanjang garis edar sebagaimana ditunjukkan
oleh Gambar 24, dengan jarak r terhadap titik acuan nol. Partikel A yang
bergerak dengan kecepatan VA merupakan fungsi dari jarak posisi dan
waktu. Sehingga hal ini dapat dinotasikan sebagai fungsi Persamaan (34).
V A = V A (r A , t ) = V A [x A (t ), y A (t ), z A (t ), t ] ………………..………(34)
dV A ¶V A ¶ V A dx A ¶ V A dy A ¶ V…………….(35)
A dz A
a A (t ) = = + + +
dt ¶t ¶ x dt ¶ y dt ¶ z dt
Derivatif material pada setiap variabel dapat berubah sesuai dengan
perubahan waktu. Sebagai contoh untuk menentukan nilai temperatur pada
suatu aliran, perubahan waktu dapat mengubah temperatur partikel fluida
tersebut selama partikel tersebut bergerak melalui bidang temperatur yang
disebut temperatur field dimana T = T (x, y, z, t).. Jika parameter kecepatan
diketahui, maka dengan menerapkan persamaan atur berantai nilai
perubahan temperatur dapat dinotasikan dengan Persamaan (36).
dT A ¶T A ¶ T A dx A ¶ T A dy A ¶ T A dz A ……………….(36)
= + + +
dt ¶t ¶ x dt ¶ y dt ¶ z dt
Jika dalam simulasi ini temperatur dari gas polutan yang diemisikan
didefinisikan sebagai partikel dan membentuk bidang temperatur di
permukaan inlet cerobong, maka perubahan temperatur selama fluida itu
bergerak dapat dikatakan sebagai fungsi waktu. Inlet gas polutan dari
cerobong dianggap seragam dan waktu simulasi pada general setting
didefinisikan oleh default software selama 3600 detik. Oleh karena itu, nilai
temperatur dari pergerakan fluida selama rentang waktu simulasi tersebut
dapat dipresentasikan dalam bentuk kontur warna dengan tampak atas dan
samping seperti pada Gambar 25.
65
cerobong
(25.a).
.a). Sebaran temperatur SO2 tampak samping pada centerface..
cerobong
(25.b).
.b). Sebaran temperatur SO2 tampak atas pada ground level.
cerobong
cerobong
66
Pola penyebaran yang terbentuk dari masing
masing-masing
masing gas polutan yang
terlihat pada Gambar 25.a, 25.c, dan 25.d berbeda satu sama lainnya.
Perbedaan pola penyebaran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, secara
khusus adalah berasal dari faktor internal sifat kimiawi gas polutan itu
sendiri, seperti berat molekul, nilai viskositas kinematik, nilai difusivitas
panas dan densitasnya.
Sebaran konsentrasi gas polutan ya
yang
ng diemisikan dari cerobong
masing-masing
masing memiliki pola sebaran berbeda sesuai dengan karakteristik
sifat material fluida gas polutan itu sendiri. Karena faktor kecepatan udara,
nilai temperatur fluida dan gravitasi bumi yaitu sebesar 9,81 m/s2, yang
didefinisikan
inisikan dalam simulasi satu dengan lainnya adalah sama. Bentuk
sebaran konsentrasi gas polutan secara rinci dapat dilihat pada Gambar 226.
cerobong
(26.a).
.a). Tampak samping sepanjang bidang centerface.
(26.b).
.b). Tampak samping sepanjang jarak 10 meter dari centerface
erface.
67
(26.c).
.c). Tampak samping sepanjang jarak 20 meter dari centerface.
centerface
(26.d).
.d). Tampak samping sepanjang jarak 30 meter dari centerface.
centerface
(26.e).
.e). Tampak samping sepanjang jarak 40 meter dari centerface.
centerface
Gambar 26.. Sebaran konsentrasi SO2 pada berbagai bidang tampak samping.
cerobong
68
cerobong
Gambar 27.. Sebaran konsentrasi SO2 dipermukaan tanah tampak atas ditunjukan
denga
dengan kurva isoline dan kontur.
69
jarak dan waktu dari gas SO2 sangat rendah dibandingkan dengan
kemampuan udara. Nilai viskositas dinamik akan bepengaruh sama terhadap
arah gerak fluida dari sistem momentum Navier-Stokes.
Adanya jumlah mass flow inlet yang besar dan terjadi fenomena
vortex serta turbulensi fluida pada daerah di belakang cerobong,
mengakibatkan terjadinya akumulasi gas SO2 di daerah tersebut. Hal ini
dapat dilihat pada (Gambar 27), dimana terdapat konsentrasi gas polutan
yang terbesar dalam wilayah vortex, yaitu wilayah sepanjang centerline di
belakang cerobong yang merupakan sumbu simetris dari searah sumbu x
pada bidang permukaan tanah. Nilai konsentrasi terbesar di sepanjang
centerline ditunjukkan pada Gambar 28.
12000
10000
SO2 Mass Fraction (ppm)
8000
6000
4000
2000
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300 320
Length (m)
70
bergerak lebih jauh ke atmosfer. Profil iterasi dari sebaran konsentrasi gas
SO2 disajikan pada Gambar 29.
Iterations
Gambar 29. Profil iterasi sebaran konsentrasi gas SO2
Iterasi untuk gas SO2 terjadi sebanyak 117 kali hingga didapatkan
nilai rata-rata konsentrasi gas SO2 sebesar 617,97 ppm. Data sebaran gas
SO2 sepanjang centerline secara rinci terdapat pada Lampiran 7. Bentuk
sebaran konsentrasi gas H2S dapat dilihat pada Gambar 30.
71
(30.c). Tampak samping pada jarak 12,5 meter dari bidang centerface.
Gambar 30. Sebaran konsentrasi gas H2S di atmosfer pada berbagai jarak bidang
tampak samping dari centerface.
Pada Gambar 30 terlihat bahwa tidak ada aliran gas polutan yang
menuju permukaan tanah. Semua gas polutan yang diemisikan dari
cerobong bergerak ke atas dan mengikuti kecepatan angin. Gas H2S
memiliki kerapatan material atau massa jenis sebesar 1,93 kg/m3, sedangkan
udara memiliki nilai kerapatan material sebesar 3,2 kg/m3. Jika ditinjau dari
persamaan Navier-Stokes, ini menunjukan bahwa potensi pergerakan gas
H2S menuju arah koordinat y (ke atas) positif lebih besar dibandingkan
dengan udara.
Disamping itu nilai viskositas kinematik gas H2S lebih besar
dibandingkan dengan udara yang berturut-turut adalah sebesar 6,1088 x 10-6
dan 5,5906 x 10-6 m2/s. Hal ini menunjukan bahwa potensi luas penyebaran
material gas H2S per satuan waktu lebih besar dibanding dengan udara.
Dengan kata lain reaktivitas gas H2S lebih tinggi dari pada udara. Gambar
penampakan bidang sebaran konsentrasi gas H2S tampak dari atas
ditunjukkan oleh Gambar 31.
72
(31.b). Tampak atas pada ketinggian 20 m dari permukaan tanah.
Gambar 31. Sebaran konsentrasi gas H2S tampak atas pada berbagai jarak bidang
dari permukaan tanah.
73
Pada Gambar 31 terlihat fenomena sebaran fluida pada ujung jarak
bidang yang terindikasi oleh polutan H2S yang seakan-akan memisah atau
membelah. Hal ini terjadi karena adanya gradien kecepatan fluida pada saat
fluida polutan berada di dalam cerobong silinder. Perbedaan kecepatan
aliran tersebut dipengaruhi oleh tegangan geser dan gaya gesek antara fluida
dengan dinding dalam cerobong, sehingga pada bagian titik tengah
cerobong merupakan kecepatan yang paling tinggi dari gas emisi.
Kecepatan aliran gas emisi dari cerobong searah dengan sumbu y dan
tegak lurus terhadap kecepatan udara ambient yang seragam dan searah
sumbu x. Jika kedua kecepatan tersebut merupakan vektor, maka pola aliran
sebaran gas H2S yang dipresentasikan dalam Gambar 30.a, terjadi karena
faktor resultan kecepatan udara yang searah dengan sumbu x.
Plot nilai sebaran konsentrasi gas H2S dilakukan di sepanjang
centerline pada ketinggian 20 m. Hal ini dilakukan karena pada permukaan
tanah tidak terkena dampak dari sebaran gas polutan H2S. Garis plot nilai
sebaran gas H2S diilustrasikan oleh Gambar 32.
Gambar 32. Ilustrasi garis plot data nilai sebaran gas konsentrasi H2S
74
800000
600000
500000
400000
300000
200000
100000
-1E-11
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300
Length (m)
75
Nilai konsentrasi maksimum di sepanjang garis plot terdapat pada
jarak 1,2 meter dari titik pusat silinder cerobong yaitu sebesar 703178,6
ppm. Pada jarak selanjutnya di tingkat elevasi 20 m sebaran konsentrasinya
berubah sangat signifikan, karena gas H2S terus bergerak ke atas sejalan
dengan berubahnya jarak dan terbawa oleh parsel udara yang menghembus
seragam sebesar 2 m/s searah sumbu x. Oleh karena itu, dampak yang
ditimbulkan gas H2S terhadap kehidupan makhluk hidup di permukaan bumi
secara langsung tidak bermasalah. Bentuk sebaran gas polutan CO terlihat
pada Gambar 35.
76
(35.d). Tampak atas pada jarak 10 meter dari permukaan tanah.
77
Pola dispersi gas CO tampak samping terlihat sedikit demi sedikit
bergerak menuju permukaan tanah. Disamping debit inputnya yang sangat
kecil dibanding gas polutan lainnya, gas CO memiliki kerapatan material
yang terbesar diantara gas lainnya yaitu sebesar 4,355 kg/m3. Sedangkan
udara hanya memiliki kerapatan material sebesar 3,2 kg/m3. Oleh karena itu,
gas CO akan dominan cenderung bergerak menuju arah gravitasi bumi.
Dengan nilai inlet polutan yang kecil, kecenderungan gerakan gas CO
menuju permukaan tanah akan terhambat oleh hembusan angin searah x
karena terjadi resultansi gaya pada elemen fluida. Pergerakan dispersi gas
CO akan terbawa oleh parsel udara yang bergerak searah sumbu x. Oleh
karena itu, pada Gambar 35 tampak samping tidak terlihat bahwa gas CO
menyentuh permukaan tanah. Hal ini karena keterbatasan domain yang
digunakan dalam simulasi.
Jangkauan dispersi gas CO dalam ruang domain simulasi pada jarak
300 meter mencapai 10 meter lebih menuju permukaan tanah dari sumber
emisi dan 6 meter melebar ke samping pada arah sumbu yy. Besarnya nilai
nil
sebaran konsentrasi gas CO sepanjang garis ordinat sumbu x ditunjukkan
oleh Gambar 36.
78
Nilai puncak maksimum konsentrasi gas CO terjadi pada jarak 1,2 m
yaitu sebesar 701695,6 ppm. Plot garis centerline ini dilakukan pada
ketinggian 20 m sama seperti ilustrasi pada Gambar 332.. Sedangkan untuk
mengetahui profil iterasi konsentrasi gas CO dapat dilihat pada Gambar 37.
Iterations
79
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Kesimpulan dari hasil pembahasan penelitian dispersi gas polutan antara
lain adalah :
81
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, John David Jr. 1995. Computational Fluid Dynamics : The Basics With
Applications. McGraw-Hill. Singapore.
Anonimous, 2003. Fluent 6.1 Tutorial Guide. http//: www.fluent.com [22 April
2008].
Heinsohn, R.J and J.M. Cimbala.2003. Indoor Air Quality Engineering. Marcel
Dekker, Inc. New York.
http://webbook.nist.gov/chemistry/fluid.
http://encyclopedia.airliquide.com.
Kreith, Frank. 1998. The CRC Handbook of Mechanical Engineering. CRC Press.
Boca Raton. Florida.
Liptak, B.G., David H.F. and Liu. 2000. Air Pollution. Boca Raton: Lewis
Publisher. Florida.
82
Nugraha, I. B. 2005. Simulasi Pola Aliran Udara, RH dan Suhu Ruang Pengering
dengan Teknik Computional Fluid Dynamics (CFD) pada Proses
Pengeringan Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpha (Scheff.) Boerl.).
Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, IPB. Bogor.
Septiyanzar, R.A. 2008. Analisis Trayektori Polutan Udara dari Sumber Garis di
Kota Jakarta Menggunakan The Air Pollution Model (TAPM). Skripsi.
Departemen Geofisika dan Meteorologi. Institut Pertanian Bogor.
Syahputra, Benny. 2005. Telaah Studi AMDAL pada Tahap Operasional Pabrik
Peleburan Timah (Smelter) PT. Laba-laba Multindo Pangkal Pinang –
Bangka Belitung. Fakultas Teknik UNISSULA. Semarang.
83
Syamsa, M Ardisasmita. Aplikasi Teknologi Simulasi dan Komputasi di Industri
Nuklir. Prosiding semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi serta
Aplikasi, Oktober 2003. PUSPIPTEK Serpong. Tangerang
Vesilind, P.A., J.J. Pierce, and Ruth F. Weiner. 1994. Environmental Engineering
Third Edition. Butterworth-Heinemann. Boston..
Zhang, Y. 2005. Indoor Air Quality Engineering. CRC Press. Boca Raton.
Florida.
84
85
Lampiran 2. Hubungan antara tekanan gas polutan dan temperatur.
(a).
(b).
86
Lampiran 2. Hubungan antara tekanan gas polutan dan temperature (lanjutan).
100
90
80
Vapour Pressure (Mpa)
70
60
50
40
30
20
H2S
10
0
299
302
306
309
312
316
319
322
326
329
332
336
339
342
346
349
352
356
359
362
366
369
372
Temperature (K)
(c).
87
Lampiran 3. Algoritma program VB untuk penghitungan dispersi gas polutan
dengan model Gaussian.
88
ElseIf Text3.Text = "C" Then
sigma_y = 104 * x ^ 0.894
sigma_z = 61 * x ^ 0.911 + 0
ElseIf Text3.Text = "D" And x <= 1000 Then
sigma_y = 68 * x ^ 0.894
sigma_z = 33.2 * x ^ 0.725 - 1.7
ElseIf Text3.Text = "D" And x > 1000 Then
sigma_y = 68 * x ^ 0.894
sigma_z = 44.5 * x ^ 0.516 - 13
ElseIf Text3.Text = "E" And x <= 1000 Then
sigma_y = 50.5 * x ^ 0.894
sigma_z = 22.8 * x ^ 0.678 + 1.3
ElseIf Text3.Text = "E" And x > 1000 Then
sigma_y = 50.5 * x ^ 0.894
sigma_z = 55.4 * x ^ 0.305 - 34
ElseIf Text3.Text = "F" And x <= 1000 Then
sigma_y = 34 * x ^ 0.894
sigma_z = 14.35 * x ^ 0.74 - 0.35
ElseIf Text3.Text = "F" And x > 1000 Then
sigma_y = 34 * x ^ 0.894
sigma_z = 62.6 * x ^ 0.18 - 48.6
End If
If z = 0 Then
c = (c_sg * Exp(-0.5 * (y / sigma_y) ^ 2) * Exp(-0.5 * (H / sigma_z) ^ 2)) *
(10 ^ 6)
ElseIf z <> 0 Then
c = (c_sg * Exp(-0.5 * (y / sigma_y) ^ 2) * Exp(-0.5 * (((z - H) / sigma_z) ^ 2
+ ((z + H) / sigma_z) ^ 2))) * (10 ^ 6)
End If
List1.AddItem x, y
List2.AddItem sigma_y
89
List3.AddItem sigma_z
List4.AddItem c
Write #2, c 'menyimpan hasil perhitungan pada file yang telah disiapkan
10 Next x
Next y
Close #1
End Sub
90
Lampiran 4. Data nilai sebaran konsentrasi gas polutan sepanjang sumbu x.
91
Lampiran 5. Data sebaran tegangan geser dan koefisien gesek pada permukaan
silinder.
92
Lampiran 5. Data sebaran tegangan geser dan koefisien gesek pada permukaan
silinder (lanjutan).
93
Lampiran 6. Hasil iterasi kecepatan rata-rata dan tekanan udara dinamik.
94
Lampiran 6. Hasil iterasi kecepatan rata-rata dan tekanan dinamik (lanjutan).
95
Lampiran 6. Hasil iterasi kecepatan rata-rata dan tekanan dinamik (lanjutan).
96
Lampiran 7. Sebaran konsentrasi gas SO2 sepanjang centerline.
97