Penyelesaian Sengketa Internasional Melalui Siac (On Progress)
Penyelesaian Sengketa Internasional Melalui Siac (On Progress)
1
(PERANAN PENGADILAN DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE
INTERNASIONAL) Kanun Jurnal Ilmu Hukum Safrina No. 53, Th. XIII (April, 2011), pp.
135-151.
Putusan arbitrase bersifat final dan binding. Final diartikan bahwa keputusan
arbitrase tersebut merupakan keputusan tingkat akhir dalam artian terhadapnya
tertutup upaya hukum baik banding, kasasi maupun peninjauan kembali. Binding
diartikan bahwa keputusan arbitrase tersebut mengikat kedua belah pihak yang
bersengketa oleh karena itu para pihak wajib untuk melaksanakan keputusan
arbitrase tersebut secara sukarela.3 Dengan kata lain, putusan arbitrase
mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan mengikat para pihak. Apabila para
pihak mematuhi dan melaksanakan putusan secara sukarela maka tidak akan
terjadi permasalahan dalam eksekusi. Akan tetapi jika salah satu pihak (biasanya
pihak yang kalah) menolak untuk melaksanakan putusan tersebut maka
permasalahan akan timbul sehingga keterlibatan pengadilan diperlukan. Di
samping itu, peranan peradilan dalam eksekusi putusan arbitarse juga menjadi
amanah undang-undang sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 3 ayat 1
Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kehakiman,
disebutkan bahwa penyelesaian perkara diluar pengadilan atas dasar perdamaian
atau melalui arbitrase tetap diperbolehkan, akan tetapi putusan arbiter hanya
mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk
dieksekusi dari pengadilan. Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa
putusan arbitrase nasional maupun internasional pada prinsipnya tetap
membutuhkan peradilan sebagai lembaga yang ditunjuk untuk mengakui dan
melaksanakan putusan tersebut. Berdasarkan uraian diatas, menarik untuk dikaji
bagaimana fungsi lembaga peradilan dalam pelaksanaan putusan arbitrase asing
dan sejauh mana keterlibatan peradilan terhadap hasil putusan tersebut?
Tulisan ini akan memfokuskan pada pelaksanaan eksekusi putusan arbitrase
inetrnasional oleh pengadilan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di
Indonesia. Bagian pertama akan menjelaskan tentang lembaga arbitrase sebagai
alternatif penyelesaian sengketa dan bagian kedua akan diuraikan peranan
peradilan dalam pelaksanaan putusan arbitrase internasional.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan Arbitrase Internasional ?
2. Apa yang menjadi perbedaan antara Arbitrase Nasional dan Arbitrase
Internasional ?
3. Bagaimanakah Prosedur penyelesaian sengketa melalui Arbitrase
Internasional contohnya pada Singapore International Arbitration Center
(SIAC).
BAB II
PEMBAHASAN
b. Syarat-syarat eksekusi putusan arbitrase ditinjau dari Undang Undang No. 30 Tahun
1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Adapun syarat-syarat putusan arbitrase internasional untuk dapat diakui serta dapat
dilaksanakan di wilayah hukum Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
a) Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter atau majelis arbitrase di suatu
negara yang dengan negara Indonesia terkait pada perjanjian, baik secara bilateral maupun
multilateral, mengenai pengakuan dan pelaksanaan Putusan Arbitrasi Internasional.
b) Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dalam huruf a terbatas pada putusan yang
menurut ketentuan hukum Indonesia termasuk dalam ruang lingkup hukum perdagangan.
c) Putusan Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya dapat
dilaksanakan di Indonesia terbatas pada putusan yang tidak bertentangan dengan ketertiban
umum. d) Putusan Arbitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah
memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan e) Putusan
Arbitrase Internasional sebagaimana dimaksud dalam huruf a yang menyangkut Negara
Republik Indonesia sebagai salah satu pihak dalam sengketa, hanya dapat dilaksankaan
setelah memperoleh eksekuatur dari Mahkamah Agung Republik Indonesia yang
selanjutnya dilimpahkan kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Permohonan pembatalan diajukan secara tertulis dalam waktu tiga puluh (30)9 hari
kepada pengadilan wilayah hukum di mana keputusan arbitrase diambil, hal ini didasarkan
pada syarat putusan arbitrase asing (internasional), yang apabila permohonan dikabulkan,
maka dalam waktu 30 hari ketua pengadilan negeri akan menentukan lebih lanjut akibat
pembatalan seluruhnya atau sebagian putusan arbitrase.10 Untuk memberikan kepastian
hukum kepada pihak lawan, berdasarkan ketentuan Pasal 72 ayat (4) UU Arbitrase
dinyatakan bahwa terhadap putusan pembatalan dari pengadilan negeri dapat diajukan
permohonan banding ke Mahkamah Agung yang memutus dalam tingkat pertama dan
terakhir.11 Akan tetapi UU Arbitrase tidak mengatur tentang ketentuan mengenai batas
waktu pengajuan banding dan memori banding, maka hal ini harus didasarkan kepada
ketentuan hukum acara yang berlaku, yang menyatakan bahwa pengajuan memori banding
oleh pemohon banding wajib disampaikan dalam tenggang waktu 14 hari setelah
permohonan banding dicatat dalam buku daftar register. Sejak permohonan banding
diterima paling lama tiga puluh hari kemudian sudah harus diputus. Untuk putusan
arbitrase internasional, seperti disebutkan didalam pasal 70, pasal 71, pasal 72 UU
Arbitrase, hanya memberi wewenang kepada pengadilan Indonesia untuk melakukan
pembatalan putusan arbitrase yang dibuat di Indonesia.Hal ini dapat diartikan bahwa
ketentuanketentuan pembatalan tersebut bukan sebagai dasar bagi pengadilan Indonesia
untuk melakukan pembatalan putusan arbitrase internasional.Hal ini terlihat dari
penggunaan kata putusan arbitrase internasional dalam pasal 65 sampai dengan pasal 69
UU Arbitrase yang dibedakan dengan kata putusan arbitrase seperti tercantum dalam pasal
70 UU Arbitrase. Jadi pengadilan Negeri tidak dapat membatalkan putusan arbitrase
internasional, sedangkan putusan arbitrase yang dibuat di dalam negeri hanya dapat
dibatalkan dengan melihat persyaratan limitative dalam pasal 70 UU Arbitrase. Majelis
hakim pengadilan negeri Jakarta pusat berpendapat bahwa secara prinsip hanya Pasal VI
jo. V (1) (e)Konvensi New York 1958 hanya merujuk pada satu otoritas yang berwenang
(one competent authority).Hanya ada satu pengadilan yang berwenang dalam membatalkan
putusan arbitrase internasional, yaitu pengadilan di mana putusan arbitrase di buat. Commented [H1]: Cari JURNAL NYA !!(Hikmahanto
Juwana, Pembatalan Putusan Arbitrase Internasional oleh
Pengadilan Nasional, Jurnal Hukum Bisnis, Vol. 21,
Jakarta, 2002, hlm. 71
Itu Singapore International Arbitration Centre atau SIAC adalah salah satu lembaga
arbitrase yang paling cepat berkembang di dunia dengan 452 kasus baru yang diterima di
2017. Para pihak dalam kontrak mungkin setuju untuk merujuk perselisihan mereka ke
arbitrase sesuai dengan SIAC Rules Arbitrase. Dengan melakukan itu, para pihak setuju
bahwa perselisihan mereka akan diselesaikan melalui arbitrase dan bahwa proses arbitrase
akan diatur oleh aturan prosedural dalam Peraturan Arbitrase SIAC, di samping aturan wajib
di kursi arbitrase. perjanjian para pihak biasanya disimpan di klausul arbitrase.
Sebuah klausul arbitrase disusun dengan baik dapat memastikan bahwa pihak
menghabiskan lebih sedikit waktu dan biaya harus sengketa timbul. Umumnya, bahasa yang
sederhana dan jelas lebih disukai. Berikut standar SIAC klausul arbitrase dapat digunakan
tergantung pada kebutuhan para pihak dan kekhasan kontrak.
A. KESIMPULAN