Anda di halaman 1dari 12

HEPATITIS A

NARASUMBER:

Letkol CKM (K) dr. Ade Netra Kartika, Sp.PD, MARS,


FINASIM

RS TK II MOH RIDWAN MEURAKSA


Jln. Taman Mini I Pinang Ranti-Jakarta Timur
021-22819465
1. Hepatitis A
1.1. Definisi
Hepatitis A adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis
A. Virus ini menyebar terutama melalui ingests makanan atau air yang
terkontaminasi dengan tinja orang yang terinfeksi. Penyakit ini sangat erat
kaitannya dengan kurangnya penggunaan air bersih, sanitasi yang tidak
memadai dan kebersihan pribadi yang buruk.Tidak seperti hepatitis B dan
C, infeksi hepatitis A tidak menyebabkan penyakit hati kronis dan jarang
berakibat fatal, tetapi dapat menyebabkan gejala yang melemahkan tubuh
dan dapat menjadi hepatitis fulminan (gagal hati akut), yang berhubungan
dengan kematian yang tinggi (WHO 2012).

Hepatitis A terjadi secara sporadis dan dalam epidemi di seluruh


dunia, dengan kecenderungan untuk kambuh siklik. Setiap tahun ada
sekitar 1,4 juta diperkirakan kasus hepatitis A di seluruh dunia (WHO
2012).
Virus hepatitis A merupakan salah satu penyebab yang paling sering
infeksi bawaan makanan. Wabah terkait dengan makanan atau air yang
terkontaminasi dapat meletus eksplosif, seperti epidemi di Shanghai pada
tahun 1988 yang mempengaruhi sekitar 300 000 orang. Di Indonesia
berdasarkan data yang berasal dari Departemen Kesehatan, hepatitis A
masih merupakan bagian terbesar dari kasus – kasus hepatitis akut yang
dirawat yaitu berkisar dari 39,8 – 68,3 %.1di beberapa daerah seperti
Jakarta, Bandung, dan Makassar berkisar antara 35%-45% pada usia 5
tahun (Puspa R, 2011).
Penyakit ini dapat menimbulkan konsekuensi ekonomi dan sosial
yang signifikan dalam masyarakat, karena , diperlukan beberapa minggu
atau bulan untuk orang sembuh dari penyakit untuk kembali ke pekerjaan,
sekolah atau kehidupan sehari-hari. (WHO 2012).

1.2. Etiologi
Hepatitis A disebabkan oleh Hepatitis-A Virus (HAV). Umumnya
tidak sampai menyebabkan kerusakan jaringan hati. Mereka yang
terinfeksi oleh virus ini, 99% dapat pulih sepenuhnya. Virus HAV ini
menular dengan cara fecal-oral (fecal: kotoran,/feses, oral: mulut). Artinya
penyebaran dan penularan virus ini terjadi melalui kontaminasi makanan
atau air oleh virus HAV yang terdapat pada kotoran/feses penderita
Hepatitis A. Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan penyebaran
virus ini meliputi:
A. Sanitasi yang buruk.
B. Kontak langsung dengan pengidap.
C. Berbagi jarum suntik.
D. Berhubungan seks dengan pengidap, terutama seks anal.
E. Pria yang berhubungan seks dengan sesama pria.
F. Bekerja di area yang berhubungan dengan kotoran, misalnya
selokan.
1.3. Virologi dan Patogenesis
Diawali dengan masuknya virus kedalam saluran pencernaan,
kemudian masuk kealiran darah menuju hati (vena porta), lalu menginvasi
ke sel parenkim hati. Di sel parenkim hati virus mengalami replikasi yang
menyebabkan sel parenkim hati menjadi rusak. Setelah itu virus akan
keluar dan menginvasi sel parenkim yang lain atau masuk kedalam ductus
biliarisyang akan dieksresikan bersama feses. Sel parenkim yang telah
rusak akan merangsang reaksi inflamasi yang ditandai dengan adanya
agregasi makrofag, pembesaran sel kupfer yang akan menekan ductus
biliaris sehingga aliran bilirubin direk terhambat, kemudian terjadi
penurunan eksresi bilirubin ke usus. Keadaan ini menimbulkan
ketidakseimbangan antara uptake dan ekskresi bilirubin dari sel hati
sehingga bilirubin yang telah mengalami proses konjugasi (direk) akan
terus menumpuk dalam sel hati yang akan menyebabkan reflux (aliran
kembali keatas) ke pembuluh darah sehingga akan bermanifestasi kuning
pada jaringan kulit terutama pada sklera kadang disertai rasa gatal dan air
kencing seperti teh pekat akibat partikel bilirubin direk berukuran kecil
sehingga dapat masuk ke ginjal dan di eksresikan melalui urin
Akibat bilirubin direk yang kurang dalam usus mengakibatkan
gangguan dalam produksi asam empedu (produksi sedikit) sehingga proses
pencernaan lemak terganggu (lemak bertahan dalam lambung dengan
waktu yang cukup lama) yang menyebabkan regangan pada lambung
sehingga merangsang saraf simpatis dan saraf parasimpatis
mengakibatkan teraktivasi nya pusat muntah yang berada di medula
oblongata yang menyebabkan timbulnya gejala mual, muntah dan
menurun nya nafsu makan.
Menurut IPD (2009), patogenesis hepatitis A yaitu HAV masuk ke
hati dari saluran pencernaan melalui aliran darah, menuju hepatosit, dan
melakukan replikasi di hepatosit yang melibatkan RNA-dependent
polymerase. Dari hepar HAV dieliminasi melalui sinusoid, kanalikuli,
masuk ke dalam usus sebelum timbulnya gejala klinis maupun laboratoris.


1.4. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis hepatitis virus sangat bervariasi mulai dari infeksi
asimptomatik tanpa ikterus sampai yang sangat berat yaitu hepatitis
fulminant yang dapat menimbulkan kematian hanya dalam beberapa hari.
Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu fase inkubasi, fase
prodromal (pra ikterik), fase ikterus, dan fase konvalesen (penyembuhan):
A. Fase Inkubasi.
Merupakan waktu antara masuknya virus dan timbulnya gejala atau
ikterus. Fase ini berbeda-beda lamanya untuk tiap virus hepatitis. Panjang
fase ini tergantung pada dosis inokulum yang ditularkan dan jalur
penularan, makin besar dosis inokulum, makin pendek fase inkubasi ini.
Pada hepatitis A fase inkubasi dapat berlangsung selama 14- 50 hari,
dengan rata-rata 28-30 hari.
B. Fase Prodromal (pra ikterik).
Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya
gejala ikterus. Awitannya dapat singkat atau insidious ditandai dengan
malaise umum, nyeri otot, nyeri sendi, mudah lelah, gejala saluran napas
atas dan anorexia. Mual muntah dan anoreksia berhubungan dengan
perubahan penghidu dan rasa kecap.
Demam derajat rendah umunya terjadi pada hepatitis A akut. Nyeri
abdomen biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau
epigastrium, kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang
menimbulkan kolesistitis. Gejala ini seperti “febrile influenza infection”.
Pada anak-anak dan remaja gejala gangguan pencernaan lebih dominan,
sedangkan pada orang dewasa lebih sering menunjukkan gejala ikterik
disertai myalgia.

C. Fase Ikterus.
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan
dengan munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi.
Akhir dari prodromal dan awal dari fase klinis di tandai dengan urin yang
berwarna coklat, urobilinogenuria persisten, proteinuria ringan dan
microhaematuria dapat berkembang. Feses biasanya acholic, dengan
terjadinya ikteric (60-70% pada anak-anak, 80-90% pada dewasa).
Sebagian gejala mereda, namun demam bisa tetap terjadi.
Hepatomegali, nyeri tekan hepar splenomegali, dapat ditemukan. Akhir
masa inkubasi LDL dapat meningkat sebagai espresi duplikasi virocyte,
peningkatan SGOP, SGPT, GDH. Niali Transaminase biasanya tidak
terlalu diperlukan untuk menentukan derajat keparahan. Peningkatan
serum iron selalu merupakan ekspresi dari kerusakan sel hati. AP dan LAP
meningkat sedikit. HAV RNA terdeteksi sekitar 17 hari sebelum SHPT
meningkat dan beberapa hari sbelum HAV IgM muncul. Viremia bertahan
selama rata-rata 79 hari setelah peningkatan GPT , durasinya sekitar 95
hari (IPD UI, 2009).
D. Fase konvalesen (penyembuhan).
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi
hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan
sudah lebih sehat dan kembalinya nafsu makan. Keadaan akut biasanya
akan membaik dalam 2-3 minggu. Pada hepatitis A perbaikan klinis dan
laboratorium lengkap terjadi dalam 9 minggu. Pada 5- 10% kasus
perjalanan klinisnya mungkin lebih sulit ditangani, hanya < 1% yang
menjadi fulminant.(Wicaksono, 2014).
Normalisasi dari serum asam empedu juga dianggap sebagai
parameter dari penyembuhan gejala kinis :

a. Hepatitis A relaps : Timbul 6-10 minggu setelah sebelumnya


dinyatakan sembuh secara klinis. Kebanyakan terjadi pada umur
20-40 tahun. Gejala relaps lebih ringan daripada bentuk pertama.
b. Hepatitis A Klasik : timbul secara mendadak didahului gejala
prodromal sekitar 1 minggu sebelum jaundice.
c. Hepatitis A kolestatik : Terjadi pada 10% penderita simtomatis.
Ditandai dengan pemanjangan gejala hepatitis dalam beberapa
bulan disertai panas, gatal-gatal dan jaundice.
d. Hepatitis A protracted : Pada biopsi hepar ditemukan adanya
inflamasi portal dengan piecemeal necrosis, periportal fibrosis, dan
lobular hepatitis.
e. Hepatitis A fulminan : paling berat dan dapat menyebabkan
kematian, ditandai dengan memberatnya ikterus, ensefalopati, dan
pemanjangan waktu protrombin.

1.5. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan serologi :
A. IgM anti HAV dapat dideteksi selama fase akut dan 3-6 bulan
setelahnya.
B. Anti HAV yang positif tanpa IgM anti HAV mengindikasikan
infeksi lampau

1.6. Tatalaksana
Tidak ada pengobatan khusus untuk virus hepatitis A (HAV) .
Pengobatan diberikan secara suportif bukan langsung kuratif. Medikasi
yang mungkin dapat diberikan meliputi analgesik, antiemetik, vaksin, dan
imunoglobulin. Pencegahan baik sebelum atau setelah terpapar HAV
menjadi lebih penting. Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk Hepatitis
A, sebab infeksinya sendiri biasanya akan sembuh sendiri. Pemberian
farmakoterapi adalah untuk mengurangi morbiditas dan mencegah
komplikasi. Farmakoterapi atau obat-obatan yang biasa digunakan adalah
antipiretik analgesik atau penghilang demam dan rasa sakit, antiemetik
atau anti muntah, vaksin, dan imunoglobulin. Tidak ada terapi spesifik
yang tersedia. Para antienteroviral diteliti obat pleconaril (Disoxaril;
ViroPharma) tidak memiliki aktivitas terhadap virus hepatitis A (HAV).
Rawat Inap diindikasikan untuk pasien dengan dehidrasi yang
signifikan karena muntah atau mereka dengan hepatitis fulminan. Tetapi
pada keadaan lain yang berat dimana terjadi komplikasi kekuarangan
cairan akibat muntah yang berlebihan dan terus menerus sehingga terjadi
komplikasi kekuarangan cairan dan elektrolit disarankan untuk dilakukan
perawatan di rumah Sakit. Konsultasi dengan subspecialis umumnya tidak
diperlukan.
Pada penderita Fulminant hepatitis mungkin perlu dikonsultasikan
pada ahli pencernaan anak atau ahli perawatan intensif. Meskipun obat
demam golongan asetaminofen dapat dengan aman digunakan untuk
mengobati beberapa gejala yang berhubungan dengan hepatitis A virus
(HAV) infeksi, sebaiknya dosis harus tidak lebih dari 4 gram sehari atau 8
tablet sehari. Pada anak usia 12 tahun jangan lebih 2 gram atau 4 tablet
sehari. Untuk mengurangi dampak kerusakan pada hati sekaligus
mempercepat proses penyembuhan dilakukan istirahat yang cukup
sehingga memberi kekuatan bagi sistem kekebalan tubuh dalam
memerangi infeksi. Pemberian obat anti mual dapat diberikan untuk
mencegah rasa mual dan muntah yang berlebihan. Gangguan rasa mual
dan muntah itu dapat mengurangi nafsu makan. Hal ini harus diatasi
karena asupan nutrisi sangat penting dalam proses penyembuhan.
Pada penyakit hepatitis A organ tubuh yang paling terganggu adalah
hati atau lever. Fungsi hati adalah memetabolisme obat-obat yang sudah
dipakai di dalam tubuh. Karena hati sedang mengalami sakit radang, maka
obatobatan yang tidak perlu serta alkohol dan sejenisnya harus dihindari
selama sakit. Beberapa peneliti percaya bahwa penggunaan kortikosteroid
dapat mempengaruhi pasien untuk mengembangkan kambuh hepatitis A.
Meskipun sangat jarang tetapi dapat terjadi komplikasi yang sering
menyertai infeksi hepatitis A seperti Gagal ginjal akut, nefritis interstisial,
pankreatitis, aplasia sel darah merah, agranulositosis, aplasia sumsum
tulang, blok jantung sementara, sindrom Guillain-Barré, arthritis akut,
penyakit Still, sindrom lupuslike, Hepatitis autoimun dan sindrom
Sjögren, kekambuhan infeksi Hepatiotis A terjadi pada sekitar 3-20%
penderita. Setelah melewati fase infeksi akut, terjadi fase remisi
berlangsung 3-6 minggu. Kekambuhan terjadi setelah periode singkat
biasanya lebih 3 minggu dan gejalanya seperti hejala awal meskipun
gejalanya lebih ringan ringan.Terdapat laporan kasus seorang pasien
dilakukan transplantasi hari karena terjadi kekambuhan dan disertai
penyakit lainnya yang tidak membaik dengan pengobatan (Children,
2012).

1.7. Pencegahan
Untuk mencegah penularan dari virus HAV, hal yang dapat dilakukan
adalah menjaga kebersihan asupan makanan yang kita makan. Beberapa
kebiasaan baik yang bisa dilakukan untuk tujuan ini diantaranya adalah
dengan membiasakan mencuci tangan menggunakan sabun sebelum
makan, menjaga sanitasi makanan, serta menghindari memakan makanan
yang belum diketahui kebersihan pengolahannya (makanan yang dijual
dipinggir jalan, dll). Selain itu, pencegahan penyakit Hepatitis A ini juga
dapat dilakukan dengan pemberian vaksin Hepatitis A. (Sari, 2008)
Menurut WHO, cara terbaik dalam mencegah penularan Hepatitis A
adalah dengan memperbaiki sanitasi lingkungan dan vaksinasi. Aspek
sanitasi lingkungan merupakan hal yang penting agar penularan tidak
cepat terjadi sedangkan vaksinasi dimaksudkan sebagai perlindungan. Di
Indonesia sendiri terdapat undang undang yang memperkuat pentingnya
melakukan vaksinasi untuk mencegah terjangkitnya Hepatitis A. Menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2013
Tentang Penyelenggaraan Imunisasi, terdapat 3 jenis imunisasi yang
diberikan kepada masyarakat khususnya pada bayi (untuk membentuk
antibodi) yaitu imunisasi wajib, imunisasi tambahan dan imunisasi pilihan.
Seperti yang tercantum pada Pasal 11 ayat 1 disebutkan bahwa “Jenis
imunisasi pillihan dapat berupa imunisasi Haemophillus influenza tipe b
(Hib), Pneumokokus, Rotavirus, Influenza Varisela, Measles Mumps
Rubelle, Demam Tifoid, Hepatitis A, Human Papiloma Virus (HPV) dan
Japanese Encephalitis”. Walaupun kedudukan Hepatitis A dalam
pelaksanaan vaksinasi hanyalah sebagai imunisasi tambahan, akan tetapi
Hepatitis A merupakan salah satu penyakit yang masuk ke dalam daftar
penyakit yang dapat dicegah melalui imunisasi dengan cara pemberian
vaksin. Seperti yang tertera pada Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1611/Menkes/SK/XI/2006 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi yaitu “Jenis jenis penyakit yang dapat dicegah
melalui pemberian imunisasi meliputi penyakit menular tertentu : a) jenis
jenis penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud meliputi antara
lain penyakit Tuberculosis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio, Hepatitis B,
Hepatitis A,....”
Vaksinasi Hepatitis A sebaiknya diberikan kepada beberapa jenis
kondisi seperti:
A. Semua anak yang berusia dua tahun atau lebih.
B. Anak dan remaja berusia 2-18 tahun yang tinggal di daerah
dimana program vaksinasi rutin dilakukan karena tingginya
kejadian penyakit
C. Penderita penyakit hati kronik.
Pemberian vaksin untuk Hepatitis A diharapkan dapat
mengurangi kejadian Hepatitis A, karena Hepatitis A merupakan
jenis penyakit yang penularannya sangat cepat. Selain itu,
perbaikan sanitasi lingkungan sangat diperlukan agar
meminimalisir kejadian Hepatitis A.
Penyakit hepatitis dapat menghinggap siapa saja tidak memandang
segi usia atau faktor ekonomi. Hepatitis dapat menyerang mulai dari balita,
anakanak hingga orang dewasa. Untuk hepatitis A bila menyerang anak-
anak mulai dari 1-18 tahun dapat dilakukan vaksinasi dengan pemberian
dosis vaksin 2 atau 3 tetes dosis vaksin sesuai dengan standar pengobatan.
Sedangkan untuk orang dewasa dengan pemberian vaksinasi yang lebih
besar dengan jangka waktu pemberian vaksin 6-12 bulan setelah dosis
pertama vaksin. Dengan pemberian vaksinasi ini merupakan upaya
pencegahan yang efektif dapat bertahan 15-20 tahun atau lebih. Pemberian
vaksin bertujuan mencegah sebelum terjadinya infeksi dari virus hepatitis
A dan memberikan perlindungan terhadap virus sedini mungkin 2-4
minggu setelah vaksinasi. (Price , 2005)
Pemberian vaksinasi untuk hepatitis A, diberikan kepada :
A. Mereka yang menggunakan obat-obat terlarang
(psikotropika/narkoba) dengan menggunakan jarum suntik.
B. Mereka yang bekerja sebagai pramusaji, terutama mereka yang
memiliki makanan yang kurang mendapatkan perhatian akan
keamanan dan kebersihan dari makanan itu sendiri.
C. Orang yang tinggal dalam satu pondok atau asrama yang setiap
harinya berkontak langsung. Mungkin diantara penghuni pondok
asrama memiliki riwayat penyakit hepatitis A.
D. Balita dan anak-anak yang mungkin tinggal dalam lingkungan
yang memiliki tingkat resiko yang lebih tinggi akan hepatitis. 5.
Seseorang yang suka melakukan oral seks/anal.
E. Seseorang yang teridentifikasi penyakit hati kronis.
Menjaga kebersihan terhadap diri pribadi dan lingkungan sekitar
tempat tinggal merupakan upaya awal yang sangat penting
sebagai proses pencegahan lebih dini sebelum terjangkit atau
mengalami resiko yang lebih tinggi terhadap serangan penyakit
hepatitis. Selalu menjaga kebersihan dengan mengawali langkah
yang mudah salah satunya dengan cara membiasakan diri untuk
mencuci tangan sebelum dan sesudah menyentuh sesuatu.
Namun bagi mereka yang suka berpergian ke luar negeri yang
mungkin di negara tersebut memiliki sanitasi yang kurang baik sebagai
pencegahan tak ada salahnya untuk melakukan vaksinasi minimal 2 bulan
sebelum melakukan perjalanan ke luar negeri. Akan tetapi bagi mereka
yang sudah teridentifikasi terkena virus hepatitis A (HAV), globulin imun
(IG) harus diberikan sesegera mungkin dengan pemberian vaksin minimal
2 minggu setelah teridentifikasi virus hepatitis A.

Anda mungkin juga menyukai