Anda di halaman 1dari 8

Nama : Andri Setyawan

NIM : B0418006

Kelas : Ilmu Sejarah A

Matkul : Sejarah Indonesia Baru

2. Jelaskan mengapa pada masa Gubernur Jendral Maetsyuker disebut sebagai tahun-tahun
emas VOC, dan jelaskan mengapa VOC runtuh.

4. Jelaskan hubungan antara raja dan rakyat pada masa Mataram Islam dan jelaskan konsep
raja yang ideal.

5. Jelaskan apakah Tasawuf dan jelaskan perkembangannya di Indonesia.

6. Jelaskan mengenai elemen-elemen dalam Pesantren dan jelaskan bagaimana hubungan


genealogis dan intelektual dalam Pesantren.

7. Buat intisari dari tugas kelompok saudara “Geger Pacinan 1740-1743”

Jawab

2. Pada masa Gubernur Jendral Maetsyuker disebut sebagai tahun-tahun emas VOC karena
hal ini tercemin dalam pemujaan “Oost Indisch Huis” (Wisma Hindia Timur) di Amsterdam,
seperti dilukiskan dalam sebuah buku tuntutan mengenai kota itu yang diterbitkan dalam
tahun 1664 oleh kelompok anonim dari warga-warga yang merasa bangga.

VOC runtuh dikarenakan beberapa hal yakni Keberadaan EIC (Kongsi dagang Inggris).
Semakin banyaknya imigran Cina di Batavia, banyak pegawai yang melakukan korupsi. Tapi
korupsi bukanlah faktor utama dari kemunduran dan jatuhnya VOC, sebab korupsi tak dapat
dihindarkan akibat rendahnya gaji sebagian besar para pegawai. Namun selain penyebab-
penyebab tersebut, yang menjadi penyebab utama dalam runtuhnya VOC adalah turunnya
mutu korps perwira dan angkatan laut.

4. Hubungan antara raja dan rakyat pada masa Mataram Islam tercermin dalam masyarakat
Jawa digambarkan sebagai hubungan kawula-gusti (hamba-tuan). Hubungan ini bukan hanya
hubungan secara umum melainkan digambarkan bagaikan ikatan keluarga seperti orang tua
dengan anak bukan hubungan seperti atasan dan bawahan.
Ikhtisar dalam pemikiran Jawa mengenai hubungan kawula-gusti:

 Hubungan kawula-gusti seperti hubungan pribadi dalam keluarga, saling mengasihi


dan menghormati.

 Takdir sudah pinesthi (dipastikan) dari yang mahakuasa, manusia hanya bisa
menjalani.

 Pemerintah dengan warga dapat diidentikkan dengan orangtua dengan anak.

Konsep raja yang ideal yakni raja yang posisinya selain sebagai pemegang kekuasaan baik di
dunia maupun agama harus seseorang yang unggul dan cakap. Istilahnya dalam masyarakat
Jawa yakni Wicaksana atau bijaksana. Maksudnya, bijaksana dalam mengambil keputusan
dan sebisa mungkin menghindari pertentangan terbuka, baik dirinya dengan para punggawa
maupun antar punggawa.

Seperti dalam salah satu tradisi babad terdapat istilah Asthabrata yakni nasihat seorang Rama
terhadap adiknya Barata. Nasihat seperti itulah yang dapat kita jadikan landasan mengenai
kewicaksanaan/kebijaksanaan seorang raja di Jawa. Dalam Asthabrata ini terdapat 8
kewicaksanaan/kebijaksanaan yang harus dimiliki seorang raja dan diidentikan dengan 8
dewa utama dalam agama Hindu.

Isi Asthabrata antara lain:

 Kedermawanan cerminan dari Dewa Indra


 Pemberantasan segala kejahatan cerminan dari Dewa Yama
 Ramah dan Bijak cerminan dari Dewa Surya
 Kasih sayang cerminan dari Dewa Candra
 Teliti dan Merakyat cerminan dari Dewa Bayu
 Kaya cerminan dari Dewa Kuwera
 Cerdas cerminan dari Dewa Baruna
 Tekad yang bulat cerminan Dewa Brama

5. Tasawuf adalah upaya Taqarub atau mendekatkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa
dengan memberdayakan spiritual dan daya rohaniah yang dimiliki manusia agar hal-hal yang
dilakukan selalu fokus terhadap-Nya.
Perkembangan Tasawuf di Indonesia bermula dari masuk dan berkembangnya Islam sangat
berkaitan erat dengan peranan Sufi yang menyajikan agama Islam dalam kemasan yang lebih
atraktif. Hal ini terbukti dari hampir semua ulama pada periode awal dan pertengahan
perkembangan Islam di Nusantara, seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin al-Sumatrani,
Nuruddin al-Raniri, ‘Abd al-Ra’uf al-Sinkili, dan Muhammad Yusuf al-Maqassari adalah
para penganjur dan pengamal sufi. Oleh karena itu, ajaran tasawuf yang dibawa oleh para
Sufi menjadi salah satu tradisi intelektual dan pola keberagaman yang berkembang pesat di
Indonesia.

Ajaran Tasawuf selalu berkaitan dengan Tarekat, karena Tarekat merupakan teknis daripada
Tasawuf dan sama-sama bersumber dari Al-Qur’an dan Hadist. Adapun aliran Tarekat yang
berkembang di Indonesia antara lain:

 Tarekat Qadiriah, didirikan oleh Syekh Abdul Qadir Jailani (1077-1166 M). Tarekat
ini mulai menyebar ada abad 16. Penyebaran bermula dari pondok pesantren di Pulau
Jawa.
 Tarekat Sammaniyah, didirikan pada 1620 M oleh Syekh Muhammad Samman.
Banyak berkembang di Palembang.
 Tarekat Khalwatiyah, didirikan oleh Syekh Yusuf al Khalwati pada 1397 M. Awal
perkembangan di kota Makassar.
 Tarekat Rifai’yah , didirikan oleh Syekh Rifai (Ahmad bin Abbas). Pertama kali
berkembang di Sumatra, Jawa, Aceh, dan Sulawesi. Tarekat ini menggunakan tabuhan
rebana, yang diikuti tarian dan permainan debus.
 Tarekat Naqsabandiyah, pendirinya ialah Muhammad bin Bahauddin Naksaban Al
Bukhari. Tarekat ini banyak tersebar di Sumatra Barat (tepatnya Minangkabau) pada
abad ke-19.

6. Elemen-elemen yang ada dalam Pesantren antara lain:

a. Pondok

Merupakan asrama untuk para santri yang berada didalam sebuah komplek pesantren yang
juga ditinggali oleh kyai serta menyediakan fasilitas yang mendukung kegiatan keagamaan.
Pentingnya pondok juga tergantung kepada banyak atau sedikitnya jumlah santri yang berasal
dari daerah jauh. Untuk pesantren kecil misalnya, para santri banyak pula yang tinggal di
rumah-rumah penduduk di sekitar pesantren.
b. Masjid

Kedudukan masjid sebagai pusat pendidikan dalam tradisi pesantren merupakan manifestasi
universalisme dari sistem pendidikan Islam tradisional. Sehingga masjid merupakan elemen
yang tak mungkin dapat dipisahkan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat
untuk mendidik para santri, terutama dalam praktek sembahyang lima waktu, khutbah dan
sembahyang Jum'ah, dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.

c. Pengajaran Kitab-Kitab Islam Klasik

Pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab Islam klasik terutama karangan ulama-ulama yang
menganut faham Syafi’iyah, merupakan satu-satunya pengajaran formal yang diberikan
dalam lingkungan pesantren dengan tujuan untuk mendidik calon-calon ulama. Keseluruhan
kitab-kitab klasik yang diajarkan dalam pesantren digolongkan menjadi 8 bagian yakni:
1.Nahwu (syntax) dan saraf (morfologi) , 2.Fiqh, 3.Usul fiqh, 4.Hadist, 5.Tafsir, 6.Tauhid,
7.Tasawuf dan Etika, dan 8.Tarikh dan Balaghah.

d. Santri

Ada dua kelompok santri menurut tradisi pesantren yakni:

 Santri Mukim yaitu murid-murid yang berasal dari daerah jauh dan menetap dalam
kelompok pesantren.
 Santri Kalong yaitu murid-murid yang berasal dari daerah sekeliling, yang biasanya
tak menetap dalam pesantren. Untuk mengikuti pelajaran yang ada di pesantren,
mereka biasanya bolak balik (Nglajo) dari rumahnya ke pesantren.

e. Kyai

Menurut asal usul, kata Kyai berasal dari Bahasa Jawa untuk tiga jenis gelar yang berbeda
yakni:

 Sebagai gelar kehormatan bagi barang-barang yang dianggap keramat


 Gelar kehormatan untuk orang-orang tua pada umumnya
 Gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang
memiliki atau menjadi pemimpin pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik
kepada para santrinya. Selain gelar kyai, ia juga sering disebut seorang alim (orang
yang dalam pengetahuan Islamnya).
Hubungan genealogis dan intelektual dalam pesantren yakni:

a. Hubungan keluarga Kyai di Jawa

Kekerabatan bagi kyai memiliki peranan secara komparatif lebih kuat dalam membentuk
tingkah laku ekonomi, politik, dan keagamaan dibandingkan dengan rata-rata orang yang
berada di pedesaan Jawa. Secara sosiologis, kelompok kyai bukanlah kelompok terbuka
karena mereka melakukan perkawinan endogamous antar keluaraga kyai. Pengakuan seorang
kyai didapat dari pencapian prestasi (achievements) bukan dari keturunan. Selain itu,
keluarga kyai juga dapat prestise sosial yang khusus. Istri dan putri-putrinya yang telah
menikah mendapat gelar “nyai” sedangkan anak laki-lakinya mendapat julukan “gus” yang
berasal dari kata “si bagus”.

b. Hubungan Kekerabatan yang Ideal Menurut Pandangan Para Kyai

Dalam konsep hubungan kekerabatan kyai karena pengaruh Islam, terbagi menjadi dua yakni
Muhrim (mereka yang bersentuhan kulit tidak membatalkan wudhu) dan bukan muhrim (jika
bersentuhan kulit akan membatalkan wudhu).

c. Hubungan yang Ideal Antara Guru dan Muridnya

Dalam tradisi pesantren, seorang murid harus hormat kepada gurunya adalah hal yang mutlak
dan tak boleh terputus. Bagi seorang santri, tak boleh jika ia mengatakan bahwa ia merupakan
“mantan” murid dari seorang kyai tertentu, sebab sekali ia menjadi murid kyai tersebut, maka
seumur hidupnya akan tetap menjadi muridnya.

7. Intisari dari tugas Geger Pacinan 1740-1743 yaitu Berawal dari kebijakan Pakubowono II
yang kontrovesional yakni memberi perintah kepada seluruh jajarannya untuk membantu
laskar Tionghoa melawan VOC. Namun, perintah tersebut dicabut dan diganti dengan
perintah sebaliknya, yaitu memihak VOC dan memerangi Tionghoa.

Pakubowono II yang memerintahkan para bupati untuk membantu VOC membunuh orang-
orang Tionghoa, namun tidak digubris oleh Bupati Grobogan Martapuro, dan kawan-kawan.
Bahkan, di awal Februari 1742, pasukan Martapuro, Singseh, dan Mangunoneng menyerbu
Kudus, Pati, Demak, dan Kedu. Sunan pun memerintah Sutowijoyo untuk memukul mundur
pasukan singseh dan kawan-kawannya itu, namun gagal. Oleh karena itu, Bupati Demak
Wirasastra memberi usul supaya Sunan Pakubowono II meminta bantuan VOC, karena
menurutnya hanya dengan bantuan VOC keadaan tersebut dapat diatasi. Tapi ditolak oleh
Hugo Verijsel. Sunan mengirim Tirtowiguna, menuju Semarang dan tiba pada tanggal 8
Maret 1742. Dalam perundingan itu, Tirtowiguno menegaskan apabila garnisun tidak segera
dikirim, kepercayaan masyarakat kepada VOC dan Keraton akan hilang dan mereka akan
gabung dengan pemberontak. Sementara itu, di kalangan pemberontak telah terbentuk
pemerintahan baru dengan proses pembentukannya sekitar Maret 1742 yakni dari
Amangkurat V alias Sunan Kuning. Mereka memilih Desa Gubuk sebagai pusat
pemerintahan sementara karena letaknya yang strategis

Batavia 1740 Suatu Perang Besar

Berawal dari adanya kebijakan Belanda untuk memperbaiki kemerosotan perekonomian


Batavia dan membanjirnya imigran Tionghoa yang masuk ke Batavia. Kebijakan tersebut
merugikan orang Tionghoa akibatnya orang Tionghoa yang awalnya bersifat difensif, kini
berubah bertindak agresif. Kemudian berakibat terjadi kekacauan besar antara Tionghoa dan
Kompeni. Pada saat itulah terjadi pembantaian massal yang dilakukan Kompeni, serta para
penduduk Batavia, baik dari kalangan pribumi, para budak, orang asing, maupun orang moor,
yang dibujuk Kompeni untuk membunuh orang-orang Tionghoa. Pembunuhan masssal itu
mengakibatkan serangan balik dari orang tionghoa.

Babah dan Tionghoa Totok di Abad ke-18

Mengetahui kesitimewaan pulau Jawa itu, tentara Tiongkok mengunjungi pulau Jawa. Pada
awalnya, kedatangan mereka bertujuan untuk memperluas wilayah hegemoninya. Tahun
1292 di Karimun Jawa mendaratlah tentara Tiongkok yang terdiri dari prajurit Mongol dan
Tionghoa, mereka adalah tentara Kubilai Khan. Terjadi peperangan antara tentara tersebut
dengan kerajaan di Nusantara. Akibat peperangan itu banyak tentara Tiongkok yang tercerai
berai, kemudian menetap di sekitar pesisir Jawa Timur dan beranak-pinak dengan
perempuan-perempuan setempat. Dengan menetapnya mereka, mereka pun membaur dengan
orang-orang Jawa dan disebut “Totok”. Pembauran itu menimbulkan perkawinan campuran
antara orang Tionghoa dan orang Jawa, dan melahirkan anak yang disebut “Tionghoa
peranakan atau Babah”.

Kompeni Pedagang Berpedang

Berlayarnya Belanda menyisiri belahan dunia dikarenkan oleh sedang terjadinya krisis harga
rempah yang sangat mahal yang melanda Eropa. Berkat informasi dari Jan Huygen van
Linschoven, Belanda melakukan ekspedisi dengan mengutus Cornelis de Houtman menuju
Nusantara (Banten) dan diteruskan oleh Jacob van Neck (Maluku). Pada tanggal 20 Maret
1602 Belanda mendirikan VOC. Mulailah terjadi konflik antara Kerajaan Mataram dengan
kongsi dagang Belanda. Mereka saling memperebutkan wilayah Jawa. Hal ini dipicu karena
Sultan melarang penjualan beras kepada Kompeni. Perang tersebut merenggut nyawa J.P
Coen dan ribuan pasukan belanda.

Pasang Surut Kerajaan Mataram

Berawal dari hubungan dengan VOC dengan Sultan Agung Hanyokrokusumo yang tidak
mulus, ketika Mataram menyerbu Batavia. Ketegangan agak mereda setelah Sultan Agung
wafat pada tahun 1646. Namun setelah itu terus terjadi perebutan kekuasaan di Mataram.

Jawa Bagian Tengah 1741

Jawa bagian tengah yang merupakan daerah penghasil beras yang melimpah, membuat orang-
orang Tionghoa berdatangan untuk berdagang beras (Gula, Kertas, Batu bata, dan Genteng).
orang-orang Tionghoa tidak memiliki masalah dengan masyarakat setempat (Orang Jawa)
seperti yang ada di Batavia. Hal itu dikarenakan, mereka memiliki permasalahan yang sama
yaitu dibawah tekanan/Monopoli Kompeni.

Aliansi Mataram-Tionghoa

Pada 1 Agustus 1741, pasukan Tionghoa tiba di Katasura. Para panglima perangnya
dipersilakan menghadap Raja dan diambil sumpah kesetiannya kepada Pakubowono II.
Laskar Tionghoa diberi tugas untuk mengoperasikan Meriam Kumbarawa, Kumbarawi, dan
Guntur Geni. Adapun pasukan artileri Kartasura mengoperasikan Meriam Suhbrasta dan
Segarawa. Benteng Kompeni di Kartasura mengalami rusak berat dan membuat Van Velsen
terjebak di benteng itu. Akibatnya Van Valsen dan garnisun Kompeninya menyerah tanpa
syarat. Sunan Pakubowono II memerintahkan Notokusumo menyiapkan pasukan untuk
menyerang Semarang, membantu laskar Tionghoa yang sedang bertempur. Madura yang
tidak suka dengan Kartasura menyerang Kartasura dan Tionghoa sebagai dampak berkoalisi
dengan Kartasura. Strategi terburu-buru yang diambil pasukan Tionghoa membuat
boomerang bagi mereka sendiri. Pertahanan yang dibuat orang Tionghoa berhasil diduduki
dan dimusnahkan oleh Kompeni. Pemimpin mereka berhasil di bunuh.
Pecahnya Persekutuan Pakubowono II-Laskar Tionghoa

Pasukan gabungan Keraton dan Mataram pada akhir tahun 1741 mengalami kekalahan yang
beruntun. Sunan Pakubuwono II membuka pertemuan dengan mengungkapkan kekhawatiran
tentang kekalahan perang yang diderita pasukan koalisi Mataram-Tionghoa di Semarang dan
Jawa Timur. Lebih lanjut Sang Raja menyatakan keinginannya untuk berhenti melawan
VOC. Akhirnya pada awal tahun 1742, Kartasura bersedia memisahkan diri dari orang-orang
Tionghoa dan kembali pro terhadap Kompeni

Kartasura Runtuh

Pada tanggal 30 juni 1742, bala tentara Sunan Kuning memasuki Kartasura. Pada hari itu
juga, seorang Raja Mataram telah kehilangan keratonnya. Pakubowono beserta gerombolan
melarikan diri ke arah timur menuju Kali Bengawan Solo, berpindah ke Ponorogo, kemudian
pindah lagi ke Gunung Sawo.

Akhir Dari Kerajaan Mataram

Pada tanggal 26 November 1742, pasukan Madura berhasil menduduki keraton dengan
leluasa. Keraton pun oleh Cakradiningrat IV diserahkan kembali ke Pakubuwono II. Sunan
mengucapkan banyak terima kasih kepada Cakradiningrat yang telah membebaskan Keraton
dari genggaman Sunan Kuning. Sementara Sunan Kuning diusir dari Keraton. Pada akhirnya
Sunan Kuning ditangkap oleh Kompeni saat mendatangi undangan Kompeni untuk
berunding. Sunan Kuning dibuang di Sri Langka sampai akhirnya meninggal di sana.

Dengan keadaan ini, Kompeni kembali berkuasa dibalik kembalinya Pakubuwono II ke


tahtanya. Pada September 1743, Verijsel datang ke Kartasura dengan membawa kontrak.
Verijsel menyatakan, sekiranya keberatan terhadap isi kontrak, Sunan Pakubuwono II dapat
mengemukakan kepada Kompeni. Sunan Pakubuwono tidak pernah mengungkapkan
keberatan apapun dan melakukan tanda tangan atas kontrak itu. Tanda tangan kontrak itu
awal dari runtuhnya Kerajaan Mataram.

Anda mungkin juga menyukai