Anda di halaman 1dari 16

SUKU SUNDA

ANTROPOLOGI

Dosen :
A Muiz Aziz
Disusun oleh :
Shiva Widiaty (2015-66-050)

FAKULTAS FISIOTERAPI
UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JAKARTA
2015
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam etnis, suku, budaya dan adat istiadat
yang berbeda-beda. Suku, budaya, etnis, maupun adat istiadat tersebut memiliki corak yang
unik, hanya dimiliki oleh suku yang bersangkutan tersebut dan tidak dimiliki oleh suku lain.
Suku, budaya dan adat istiadat tersebut mempengaruhi gaya dan pola hidup mereka, yang
pada akhirnya membentuk pula tatanan sosial kemasyarakatan masing-masing, dimana
tatanan tersebut akhirnya dipakai dalam pergaulan hidup sehari-hari yang bersifat intern, (
hanya berlaku di dalam suku yang bersangkutan dan hanya di antara mereka saja ). Ketentuan
yang berlaku di dalam tatanan sosial etnis tersebut karena dipakai dalam pergaulan sehari-
hari, dan berlaku secara turun-temurun, akhirnya menjadi ‘kebiasaan’ yang tidak mencakup
peristiwa-peristiwa tertentu (misalnya hanya pada peristiwa pernikahan) namun kemudian
mencakup berbagai aspke kehidupan lain, sehingga setiap tatanan, dipatuhi dan diberlakukan
terhadap seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan. Hal tersebut dikenal dengan
sebutan “tradisi, adat istiadat, budaya, atau hukum kebiasaan ( customary law ) “.
Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki
keanekaragaman di dalam berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata adanya kemajemukan di
dalam masyarakat kita terlihat dalam beragamnya kebudayaan di Indonesia. Tidak dapat kita
pungkiri bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, karsa manusia yang menjadi sumber
kekayaan bagi bangsa Indonesia. Tidak ada satu masyarakat pun yang tidak memiliki
kebudayaan. Begitu pula sebaliknya tidak akan ada kebudayaan tanpa adanya masyarakat. Ini
berarti begitu besar kaitan antara kebudayaan dengan masyarakat. Melihat realita bahwa
bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural maka akan terlihat pula adanya berbagai suku
bangsa di Indonesia. Tiap suku bangsa inilah yang kemudian mempunyai ciri khas
kebudayaan yang berbeda- beda. Suku Sunda merupakan salah satu suku bangsa yang ada di
Jawa. Sebagai salah satu suku bangsa di Indonesia, suku Sunda memiliki kharakteristik yang
membedakannya dengan suku lain. Keunikan kharakteristik suku Sunda ini tercermin dari
kebudayaan yang mereka miliki baik dari sistem kekerabatan, tata cara perkawinan,
pembagian waris, dan pidana,segi agama, mata pencaharian, kesenian, dan lain sebagainya.
Dari keunikan tersebut penulis tertarik untuk membahasnya dalam makalah ini.

1.2 Rumusan masalah


A. Bagaimana latar belakang suku sunda
B. Bagaimana Locus atau mengenai letak suku sunda
C. Bagaimana Focus atau mengenai adat istiadat dan kebudayaan suku sunda
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini yaitu :
A. Mengetahui latar belakang suku sunda
B. Mengetahui letak dari suku sunda
C. Mengetahui adat istiadat dan kebudayaan suku sunda
BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Suku Sunda


Sunda berasal dari kata Su = Bagus atau Baik, segala sesuatu yang mengandung unsur
kebaikan, orang Sunda diyakini memiliki etos, watak atau karakter Kasundaan sebagai jalan
menuju keutamaan hidup. Watak atau karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat),
bageur (baik), bener (benar), singer (mawas diri), dan pinter (pandai/ cerdas) yang sudah
dijalankan sejak jaman Salaka Nagara sampai ke Pakuan Pajajaran, telah membawa
kemakmuran dan kesejahteraan lebih dari 1000 tahun .
Istilah Sunda kemungkinan juga berasal dari bahasa Sansekerta yakni sund atau suddha
yang berarti bersinar, terang, atau putih. Dalam bahasa Jawa kuno (Kawi) dan bahasa Bali
dikenal juga istilah Sunda dalam pengertian yang sama yakni bersih, suci, murni, tak bercela
atau bernoda, air, tumpukan, pangkat, dan waspada. Dalam perkembangannya, istilah Sunda
digunakan juga dalam konotasi manusia atau sekelompok manusia, yaitu dengan sebutan
urang Sunda (orang Sunda). Di dalam definisi tersebut tercakup kriteria berdasarkan
keturunan (hubungan darah) dan berdasarkan sosial budaya sekaligus. Menurut kriteria
pertama, seseorang bisa disebut orang Sunda jika orang tuanya, baik dari pihak ayah maupun
dari pihak ibu ataupun keduanya, orang Sunda, di mana pun ia atau mereka berada dan
dibesarkan. Menurut kriteria kedua, orang Sunda adalah orang yang dibesarkan dalam
lingkungan sosial budaya Sunda dan dalam hidupnya menghayati serta mempergunakan
norma-norma dan nilai-nilai budaya Sunda. Dalam hal ini tempat tinggal, kehidupan sosial
budaya dan sikap orangnya yang dianggap penting. Bisa saja seseorang yang orang tuanya
atau leluhurnya orang Sunda, menjadi bukan orang Sunda karena ia atau mereka tidak
mengenal, menghayati, dan mempergunakan norma-norma dan nilai-nilai sosial budaya
Sunda dalam hidupnya . Dalam konteks ini, istilah Sunda, juga dikaitkan secara erat dengan
pengertian kebudayaan. Bahwa ada yang dinamakan Kebudayaan Sunda, yaitu kebudayaan
yang hidup, tumbuh, dan berkembang di kalangan orang Sunda yang pada umumnya
berdomosili di Tanah Sunda. Dalam tata kehidupan sosial budaya Indonesia digolongkan ke
dalam kebudayaan daerah. Di samping memiliki persamaan-persamaan dengan kebudayaan
daerah lain di Indonesia, kebudayaan Sunda memiliki ciri-ciri khas tersendiri yang
membedakannya dari kebudayaan-kebudayaan lain. Secara umum, masyarakat Jawa Barat
atau Tatar Sunda, sering dikenal dengan masyarakat yang memiliki budaya religius.
Kecenderungan ini tampak sebagaimana dalam pameo “silih asih, silih asah, dan silih asuh”
(saling mengasihi, saling mempertajam diri, dan saling memelihara dan melindungi). Di
samping itu, Sunda juga memiliki sejumlah budaya lain yang khas seperti kesopanan (handap
asor), rendah hati terhadap sesama; penghormatan kepada orang tua atau kepada orang yang
lebih tua, serta menyayangi orang yang lebih kecil (hormat ka nu luhur, nyaah ka nu leutik);
membantu orang lain yang membutuhkan dan yang dalam kesusahan (nulung ka nu butuh
nalang ka nu susah), dsb.

B. Wilayah Suku Sunda


Sunda adalah sebagai nama kerajaan kiranya baru muncul pada abad ke 8 sebagai
lanjutan atau penerus kerajaan Tarumanegara. Pusat kerajaan berada di sekitar Bogor,
sejarahnya sunda mengalami babak baru karena arah pesisir utara di Jayakarta (Batavia)
masuk ke kuasaan kompeni Belanda sejak 1610 dan dari arah pedalaman sebelah timur
masuk kekuasaan Mataram sejak 1625.
Suku sunda berdiam di wilayah Jawa Barat dengan luas 46.300 KM oleh karena itu
wilayah Jawa Barat sering disebut Tanah Pasundan atau Tatar Sunda. Jumlah penduduknya
mencapai 41,5 juta orang pada tahun 1998.
Suku Sunda adalah kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa,
Indonesia, dari Ujung Kulon di ujung barat pulau Jawa hingga sekitar Brebes (mencakup
wilayah administrasi propinsi Jawa Barat, Banten, sebagian DKI Jakarta, dan sebagian Jawa
Tengah.
Pada tahun 1998, suku Sunda berjumlah lebih kurang 33 juta jiwa, kebanyakan dari mereka
hidup di Jawa Barat. Diperkirakan 1 juta jiwa hidup di propinsi lain. Berdasarkan sensus tahun 1990
didapati bahwa Jawa Barat memiliki populasi terbesar dari seluruh propinsi yang ada di Indonesia
yaitu 35,3 juta orang. Demikian pula penduduk kota mencapai 34,51%,
Suku sunda merupakan kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa,
Indonesia, yaitu berasal dan bertempat tinggal di Jawa Barat. Daerah yang juga sering disebut
Tanah Pasundan atau Tatar Sunda. Masyarakat sunda mengartikan kata “sunda” menjadi
beberapa pengertian (Hizhib: 2010) :
Sunda, dari kata “Saunda”, berarti Lumbung bermakna (subur dan makmur)
Sunda, dari kata “Sonda”, berarti bahagia
Sunda, dari kata “Sonda”, berarti sesuai dengan keinginan hati
Sunda, dari kata “Sundara”, berarti lelaki yang tampan
Sunda, dari kata “Sundari”, berarti wanita yang cantik
Sunda, dari kata “Sundara”, nama dewa kamaja (penuh rasa cinta kasih)
Sunda berarti indah
Jika dilihat dari arti Sunda diatas, tidak ada satupun arti yang kurang baik, hampir
semua artinya baik. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan masyarakat sunda adalah
pengharapan akan kebaikan dalam setiap aspek kehidupan.[1]

C. Budaya dan Adat Istiadat Suku Sunda


Kebudayaan adalah adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Budaya Sunda dikenal dengan budaya yang sangat menjujung tinggi sopan santun. Pada
umumnya karakter masyarakat sunda, ramah tamah (someah), murah senyum, lemah lembut,
dan sangat menghormati orangtua. Itulah cermin budaya dan kultur masyarakat sunda. Di
dalam bahasa Sunda diajarkan bagaimana menggunakan bahasa halus untuk orang tua .
Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan suku bangsa di Indonesia yang
berusia tua. Bahkan, dibandingkan dengan kebudayaan Jawa sekalipun, kebudayaan Sunda
sebenarnya termasuk kebudayaan yang berusia relatif lebih tua, setidaknya dalam hal
pengenalan terhadap budaya tulis. "Kegemilangan" kebudayaan Sunda di masa lalu,
khususnya semasa Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Sunda, dalam perkembangannya
kemudian seringkali dijadikan acuan dalam memetakan apa yang dinamakan kebudayaan
Sunda. Kebudayaan Sunda yang ideal pun kemudian sering dikaitkan sebagai kebudayaan
raja-raja Sunda atau tokoh yang diidentikkan dengan raja Sunda. Dalam kaitan ini, jadilah
sosok Prabu Siliwangi dijadikan sebagai tokoh panutan dan kebanggaan urang Sunda karena
dimitoskan sebagai raja Sunda yang berhasil, sekaligus mampu memberikan kesejahteraan
kepada rakyatnya. Kebudayaan suku sunda antara lain :

a. Religi/Agama

Hampir semua orang Sunda beragama Islam hanya sebagian kecil yang tidak beragama
Islam, diantaranya orang-orang Baduy yang tinggal di Banten. Tetapi ada juga yang
beragama Katolik, Kristen, Hindu, Budha. Praktek-praktek sinkritisme dan mistik masih
dilakukan namun pada dasarnya seluruh kehidupan orang Sunda ditujukan untuk memelihara
keseimbangan alam semesta.
Keseimbangan magis dipertahankan dengan upacara-upacara adat, sedangkan
keseimbangan sosial dipertahankan dengan kegiatan saling memberi (gotong-royong). Hal
yang menarik dalam kepercayaan Sunda adalah lakon pantun Lutung Kasarung yang
merupakan salah satu tokoh budaya mereka, yang percaya adanya Allah yang tunggal
(Guriang Tunggal) yang menitiskan sebagian kecil diriNya ke dalam untuk memelihara
kehidupan manusia (titisan Allah ini disebut Dewata). Ini mungkin bisa menjadi jembatan
untuk mengkomunikasikan kabar baik kepada mereka. Terdapat juga adanya upacara-upacara
yang berhubungan dengan salah satu fase dalam lingkaran hidup, mendirikan rumah,
menanam padi, dan lain-lain.

b. Adat Istiadat Suku Sunda

Adat istiadat yang diwariskan leluhurnya pada masyarakat sunda masih dipelihara dan
dihormati. Dalam daur hidup manusia dikenal upacara – upaara yang bersifat ritualadat
seperti : upacara adat masa kehamilan sering disebut 7 bulanan atau Babarit, masa kelahiran,
masa anak – anak, perkawinan, kematian, dll.
Demikian juga dalam kegiatan pertanian dan keagamaan dikenal upacara adat yang
unik dan menarik. Itu semua ditujukan sebagai ungkapan rasa syukur dan mohon
kesejahtraan dan keselamatan lahir batin dunia dan akhirat. Beberapa kegiatan upacara adat
di jawa barat dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Upacara Adat Masa Kehamilan


1. Upacara mengandung empat bulan
2. Upaara mengandung tujuh bulan/tingkeban
3. Upacara mengandung Sembilan bulan
b. Upacara kelahiran dan masa bayi
1. Upaara memelihara tembuni
2. Upacara nenjrag bumi
3. Upacara puput puseur
4. Upacara ekah
5. Upacara nurunkeun
6. Upacara cukuran/marhaban
7. Upacara turun taneuh
c. Upacara masa anak – anak
1. Upacara gusaran
2. Upacara sepitan/sunatan
d. Upacara adat perkawinan
1. Upacara sebelum akad nikah :
- Nandeun omong (Menyimpan Ucapan):Pembicaraan orang tua atau pihak
Pria yang berminat mempersunting seorang gadis.
- Narosan (Lamaran) : Dilaksanakan oleh orang tua calon pengantin beserta
keluarga dekat, yang merupakan awal kesepakatan untuk menjalin hubungan
lebih jauh.
- Tunangan : Pada tunangan dilakukan patukeur beubeur tameuh, yaitu
penyerahan ikat pinggang warna pelangi atau polos pada si gadis.
- Seserahan : Dilakukan 3-7 hari sebelum pernikahan, yaitu calon pengantin
pria membawa uang, pakaian, perabot rumah tangga, perabot dapur, makanan
dan lainnya.
- ngeuyeuk seureuh,
2. Upaara setelah akad nikah :
- Munjangan/sungkeman
- upacara sawer : Saweran merupakan upacara memberi nasihat kepada kedua
mempelai yang dilaksanakan setelah acara akad nikah. Melambangkan
mempelai beserta keluarga berbagi rejeki dan kebahagiaan.
- Nincak endog (Menginjak Telur) Mempelai pria menginjak telur di balik
papan dan elekan (Batang bambu muda), setelah mempelai pria menginjak
telur kemudian mempelai wanita mencuci kaki mempelai pria dengan air di
kendi, mengelapnya sampai kering lalu kendi dipecahkan berdua.
Melambangkan pengabdian istri kepada suami yang dimulai dari hari itu.
- Ngaleupas Japati (Melepas Merpati) Ibunda kedua mempelai berjalan keluar
sambil masing masing membawa burung merpati yang kemudian dilepaskan
terbang di halaman. Melambang kan bahwa peran orang tua sudah berakhir hari
itu karena kedua anak mereka telah mandiri dan memiliki keluarga sendiri.
- Meuleum Harupat ( Membakar Harupat ) : Mempelai pria memegang batang
harupat, pengantin wanita membakar dengan lilin sampai menyala. Harupat
yang sudah menyala kemudian di masukan ke dalam kendi yang di pegang
mempelai wanita, diangkat kembali dan dipatahkan lalu di buang jauh jauh.
Melambangkan nasihat kepada kedua mempelai untuk senantiasa bersama
dalam memecahkan persoalan dalam rumah tangga. Fungsi istri dengan
memegang kendi berisi air adalah untuk mendinginkan setiap persoalan yang
membuat pikiran dan hati suami tidak nyaman.
- Buka pintu : Diawali mengetuk pintu tiga kali. Diadakan tanya jawab dengan
pantun bersahutan dari dalam dan luar pintu rumah. Setelah kalimat syahadat
dibacakan, pintu dibuka. Pengantin masuk menuju pelaminan.
- Huap lingkung (Suapan) :
1. Pasangan mempelai disuapi oleh kedua orang tua. Dimulai oleh para Ibunda
yang dilanjutkan oleh kedua Ayahanda.
2. Kedua mempelai saling menyuapi, Tersedia 7 bulatan nasi punar ( Nasi
ketan kuning ) diatas piring. Saling menyuap melalui bahu masing masing
kemudian satu bulatan di perebutkan keduanya untuk kemudian dibelah dua
dan disuapkan kepada pasangan .
Melambangkan suapan terakhir dari orang tua karena setelah berkeluarga,
kedua anak mereka harus mencari sendiri sumber kebutuhan hidup mereka dan
juga menandakan bahwa kasih sayang kedua orang tua terhadap anak dan
menantu itu sama besarnya.
- Pabetot Bakakak (Menarik Ayam Bakar) : Kedua mempelai duduk
berhadapan sambil tangan kanan mereka memegang kedua paha ayam
bakakak di atas meja, kemudian pemandu acara memberi aba.
e. Upacara adat kematian

c. Bahasa

Bahasa sunda mengenal tingkatan dalam bahasa, yaitu bahasa untuk membedakan
golongan usia dan status sosial antara lain, yaitu :
1. Bahasa sunda lemes (halus) yaitu dipergunakan untuk berbicara dengan orang tua,
orang yang dituakan atau disegani.
2. Bahasa sunda sedang yaitu digunakan antara orang yang setaraf, baik usia maupun
status sosialnya.
3. Bahasa sunda kasar yaitu digunakan oleh atasan kepada bawahan, atau kepada
orang yang status sosialnya lebih rendah.
Namun demikian di Serang dan di Cilegon, lebih lazim menggunakan bahasa
Banyumasan (bahasa Jawa tingkatan kasar) digunakan oleh teknik pendatang dari suku jawa.
Dalam percakapan sehari-hari, etnis Sunda banyak menggunakan bahasa Sunda. Namun kini
telah banyak masyarakat Sunda terutama yang tinggal di perkotaan tidak lagi menggunakan
bahasa tersebut dalam bertutur kata. Seperti yang terjadi di pusat-pusat keramaian kota
Bandung dan Bogor, dimana banyak masyarakat yang tidak lagi menggunakan bahasa Sunda.
Ada beberapa dialek dalam bahasa Sunda, mulai dari dialek Sunda-Banten, hingga dialek
Sunda-Jawa Tengahan yang mulai tercampur bahasa Jawa. Para pakar bahasa biasanya
membedakan enam dialek yang berbeda. Dialek-dialek ini adalah:

1. Dialek Barat (daerah Banten selatan )


2. Dialek Utara (daerah Sunda utara termasuk kota Bogor dan beberapa bagian Pantura )
3. Dialek Selatan (daerah Priangan yang mencakup kota Bandung dan sekitarnya
4. Dialek Tengah Timur ( daerah sekitar Majalengka )
5. Dialek Timur Laut ( daerah sekitar Kuningan dan di beberapa bagian Brebes, Jawa
Tengah )
6. Dialek Tenggara ( daerah sekitar Ciamis )

d. Sistem Kekerabatan di Suku Sunda

Sistem keluarga dalam suku Sunda bersifat parental, garis keturunan ditarik dari pihak
ayah dan ibu bersama. Dalam keluarga Sunda, ayah yang bertindak sebagai kepala keluarga.
Ikatan kekeluargaan yang kuat dan peranan agama Islam yang sangat mempengaruhi adat
istiadat mewarnai seluruh sendi kehidupan suku Sunda. Dalam suku Sunda dikenal adanya
pancakaki yaitu sebagai istilah-istilah untuk menunjukkan hubungan kekerabatan.
Dicontohkannya, pertama, saudara yang berhubungan langsung, ke bawah, dan vertikal.
Yaitu anak, incu (cucu), buyut (piut), bao, canggahwareng atau janggawareng, udeg-udeg,
kaitsiwur atau gantungsiwur. Kedua, saudara yang berhubungan tidak langsung dan
horizontal seperti anak paman, bibi, atau uwak, anak saudara kakek atau nenek, anak saudara
piut. Ketiga, saudara yang berhubungan tidak langsung dan langsung serta vertikal seperti
keponakan anak kakak, keponakan anak adik, dan seterusnya. Dalam bahasa Sunda dikenal
pula kosa kata sajarah dan sarsilah (salsilah, silsilah) yang maknanya kurang lebih sama
dengan kosa kata sejarah dan silsilah dalam bahasa Indonesia. Makna sajarah adalah susun
galur/garis keturunan. Dalam sistem kekerabatan ada nama-nama angkatan dalam arti
hubungan kekerabatan, dalam hal ini orang Sunda mengenal 7 istilah kekerabatan yang dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Keatas
1. Kolot
2. Embah (Aki dan Nini)
3. Buyut
4. Bao
5. Janggawareng
6. Udeg-udeg
7. Kakait Siwur

Kebawah
1. Anak
2. Incu
3. Buyut
4. Bao
5. Janggawareng
6. Udeg-udeg
7. Kakait Siwur

Penelusuran garis keturunan (sakeseler) dalam khazanah kesundaan diistilahkan dengan


“pancakaki”. Kamus Umum Basa Sunda (1993), mengartikan “pancakaki” dengan dua
pengertian. Pertama, “pancakaki” menunjukkan hubungan seseorang dalam garis keluarga
(perenahna jelema ka jelema deui anu sakulawarga atawa kaasup baraya keneh). Kita pasti
mengenal istilah kekerabatan seperti indung, bapa, aki, nini, emang, bibi, Euceu, anak, incu,
buyut, alo, suan, kapiadi, kapilanceuk, aki ti gigir, nini ti gigir, dan sebagainya.
Istilah-istilah di atas merupakan sistem kekerabatan masyarakat Sunda yang didasarkan pada
hubungan seseorang dalam sebuah komunitas keluarga. Dalam sistem kekerabatan urang
Sunda diakui juga garis saudara (nasab) dari bapak dan ibu seperti bibi, emang, kapiadi,
kapilanceuk, nini ti gigir, aki ti gigir. Menurut Edi S Ekadjati (Kebudayaan Sunda, 2005)
urang Sunda memperhitungkan dan mengakui kekerabatan bilateral, baik dari garis bapak
maupun ibu. Berbeda dengan sistem kekerabatan orang Minang dan Batak yang menganut
sistem kekerabatan matriarchal dan patriarchal, yaitu hanya memperhitungkan garis ibu saja
dan garis keturunan bapak. Sedangkan pada pengertian kedua, “pancakaki” bisa diartikan
sebagai suatu proses penelusuran hubungan seseorang dalam jalur kekerabatan (mapay
perenahna kabarayaan). Secara empiris, ketika kita menganjangi suatu daerah, maka pihak
yang dianjangi akan membuka percakapan: “Ujang teh timana, jeung putra saha?”. Ini
dilakukan untuk mengetahui asal-usul keturunan tamu, sehingga sohibulbet atau pribumi,
lebih akrab atau wanoh kepada semah guna mendobrak kekikukan dalam berinteraksi. Maka,
“pancakaki” pada pengertian kedua adalah sebuah proses pengorekan informasi keturunan
untuk menemukan garis kekerabatan yang sempat putus. Biasanya, hal ini terjadi ketika
seseorang nganjang ke suatu daerah dan di sana ia menemukan bahwa antara si pemilik
rumah dan dia ternyata ada ikatan persaudaraan. Maka, ada pribahasa bahwa dunia itu tidak
selebar daun kelor. Antara saya dan anda – mungkin kalau ber-pancakaki – ternyata dulur!
Minimalnya sadulur jauh. “Pancakaki” dalam bahasa Indonesia mungkin agak sepadan
dengan istilah “silsilah”, yakni kata yang digunakan untuk menunjukkan asal-usul nenek
moyang beserta keturunannya. Tapi, ada perbedaannya. Menurut Ajip Rosidi (1996)
“pancakaki” memiliki pengertian suatu hubungan seseorang dengan seseorang, yang
memastikan adanya tali keturunan atau persaudaraan. Namun, menjadi adat-istiadat-
kebiasaan yang penting dalam hidup urang Sunda, karena selain menggambarkan sifat-sifat
urang Sunda yang ingin selalu bersilaturahim, juga merupakan kebutuhan untuk menentukan
sebutan masing-masing pihak dalam menggunakan bahasa Sunda .
e. Kesenian Suku Sunda

1. JAIPONGAN

Jaipongan adalah salah satu seni budaya yang terkenal dari daerah ini. Tari Jaipong
sebetulnya merupakan tarian yang sudah moderen karena merupakan modifikasi atau
pengembangan dari tari tradisional khas Sunda yaitu Ketuk Tilu. Tari Jaipong ini dibawakan
dengan iringan musik yang khas pula, yaitu Degung. Musik ini merupakan kumpulan
beragam alat musik seperti Kendang, Go'ong, Saron, Kacapi, dsb. Ciri khas dari Tari Jaipong
ini adalah musiknya yang menghentak, dimana alat musik kendang terdengar paling
menonjol selama mengiringi tarian. Tarian ini biasanya dibawakan oleh seorang, berpasangan
atau berkelompok. Sebagai tarian yang menarik, Jaipong sering dipentaskan pada acara-acara
hiburan, selamatan atau pesta pernikahan.

2. WAYANG GOLEK

Tanah Sunda terkenal dengan kesenian Wayang Golek-nya. Wayang Golek adalah
pementasan sandiwara boneka yang terbuat dari kayu dan dimainkan oleh seorang sutradara
merangkap pengisi suara yang disebut Dalang. Seorang Dalang memiliki keahlian dalam
menirukan berbagai suara manusia. Seperti halnya Jaipong, pementasan Wayang Golek
diiringi musik Degung lengkap dengan Sindennya. Wayang Golek biasanya dipentaskan pada
acara hiburan, pesta pernikahan atau acara lainnya. Waktu pementasannya pun unik, yaitu
pada malam hari (biasanya semalam suntuk) dimulai sekitar pukul 20.00 – 21.00 hingga
pukul 04.00 pagi. Cerita yang dibawakan berkisar pada pergulatan antara kebaikan dan
kejahatan (tokoh baik melawan tokoh jahat). Cerita wayang yang populer saat ini banyak
diilhami oleh budaya Hindu dari India, seperti Ramayana atau Perang Baratayudha. Tokoh-
tokoh dalam cerita mengambil nama-nama dari tanah India.Dalam Wayang Golek, ada
‘tokoh’ yang sangat dinantikan pementasannya yaitu kelompok yang dinamakan Purnakawan,
seperti Dawala dan Cepot. Tokoh-tokoh ini digemari karena mereka merupakan tokoh yang
selalu memerankan peran lucu (seperti pelawak) dan sering memancing gelak tawa penonton.
Seorang Dalang yang pintar akan memainkan tokoh tersebut dengan variasi yang sangat
menarik.

3. DEGUNG

Degung merupakan sebuah kesenian sunda yang biasanya dimainkan pada acara hajatan.
Kesenian degung ini digunakan sebagai musik pengiring/pengantar.
Degung ini merupakan gabungan dari peralatan musik khas Jawa Barat yaitu, gendang,
goong, kempul, saron, bonang, kacapi, suling, rebab, dan sebagainya.
Degung merupakan salah-satu kesenian yang paling populer di Jawa Barat, karena iringan
musik degung ini selalu digunakan dalam setiap acara hajatan yang masih menganut adat
tradisional, selain itu musik degung juga digunakan sebgai musik pengiring hampir pada
setiap pertunjukan seni tradisional Jawa Barat lainnya.

4. CALUNG

Di daerah Jawa Barat terdapat kesenian yang disebut Calung, calung ini adalah kesenian
yang dibawakan dengan cara memukul/mengetuk bambu yang telah dipotong dan dibentuk
sedemikian rupa dengan pemukul/pentungan kecil sehingga menghasilkan nada-nada yang
khas. Biasanya calung ini ditampilkan dengan dibawakan oleh 5 orang atau lebih. Calung ini
biasanya digunakan sebagai pengiring nyanyian sunda atau pengiring dalam lawakan.
5. SISINGAAN

Sisingaan merupakan kesenian yang berasal dari daerah Subang Jawa barat. Kesenian ini
ditampilkan dengan cara menggotong patung yang berbentuk seperti singa yang ditunggangi
oleh anak kecil dan digotong oleh empat orang serta diiringi oleh tabuhan gendang dan
terompet. Kesenian ini biasanya ditampilkan pada acara peringatan hari-hari bersejarah.

6. KACAPI SULING

Kacapi suling adalah kesenian yang berasal dari daerah Jawa Barat, yaitu permainan alat
musik tradisional yang hanya menggunakan Kacapi dan Suling. Kacapi suling ini biasanya
digunakan untuk mengiringi nyanyian sunda yang pada umumnya nyanyian atau lagunya
dibawakan oleh seorang penyanyi perempuan, yang dalam bahasa sunda disebut Sinden.

f. Makanan Khas Sunda

1. Surabi
2. Bala – bala

3. Leupeut

4. Peuyeum

5. Comro dan Misro

6. Ranginang
7. Hucap

8. Karedok
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari makalah ini saya dapat menarik kesimpulan bahwa suku sunda ini adalah suku
yang memang sangat kental dengan unsur budayanya, selain itu juga suku sunda terkenal
dengan kuliner dan hasil budaya yang memang masih disimpan baik di dalam suku sunda
tersebut.
Saya sebagai seorang yang terlahir di dalam adat suku sunda sendiri pun merasa bangga
dengan suku yang memang melekat pada dalam diri saya, karena yang saya tahu adalah suku
sunda itu juga memiliki sifat yang ramah yang bisa saling menghargai walaupun kepada
orang-orang yang belum di kenalnya, mereka juga sangat bersifat baik dalam bahasa
sundanya itu adalah “someaah hade ka semah”. Dan itu lah yang menjadikan saya, dan
mungkin seluruh masyarakat yang terlahir di dalam suku sunda bangga terhadap sukunya
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Koentjaraningrat . Pengantar Ilmu Antropologi.Edisi Revisi Rineka Cipta.Jakarta.2009.
Wiranata,I Gede A.B. Hukum Adat Indonesia : Perkembangannya dari Masa ke masa.
Departemen Pendidikan Nasional.Jakarta.2003
Internet :
http://indoculture.wordpress.com/2008/08/13/adat-perkawinan-sunda/
http://kultivar.blogspot.com/2008/02/sistem-kekerabatan-dan-perkawinan.html
http://sakola-sukron.blogspot.com/2007/10/kekerabatan-urang-sunda.html
http://sidaus.wordpress.com/2008/05/28/pembagian-harta-warisan/
http://www.kasundaan.org/id/index.php?option=com_content&view=article&id=53&Itemid=82
http://www.forumbebas.com/thread-22622.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Sunda
http://3gplus.wordpress.com/2008/04/10/kebudayaan-suku-sunda-2/
https://mahjiajie.wordpress.com/2011/07/23/makalah-tentang-suku-sunda/

Anda mungkin juga menyukai