Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gagal ginjal kronik merupakan suatu kegagalan fungsi ginjal yang
berlangsung perlahan-lahan, karena penyebab yang berlangsung lama, sehinga
tidak dapat menutupi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit.
Seiring dengan pertambahan umur harapan dan kemajuan ilmu kesehatan
yang dapat memperpanjang usia, jumlah gagal ginjal kronik akan terus
bertambah. hipertensi dan diabetes adalah dua penyebab paling umum gagal
ginjal kronik, sekitar diatas 60 % dari jumlah pasien menurut hasil uji dialisis.
Jenis kelamin laki-laki dan perempuan jumlahnya hampir setara terserang
penyakit ini. jumlah kasus tertinggi ditemukan pada pasien berusia menengah.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengaplikasikan asuhan keperawatan pada klien
dengan gagal ginjal kronik

2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan
Gagal Ginjal Kronik
b. Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan
Gagal Ginjal kronik
c. Mahasiswa mampu menyusun intervensi keperawatan pada klien dengan
Gagal ginjal Kronik
2

d. Mahasiswa mampu mengimplementasikan intervensi keperawatan pada


klien dengan Gagal Ginjal Kronik
e. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan
Gagal Ginjal Kronik
3

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medik


1. Pengertian Penyakit
Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah
gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel.
Dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan
sampah nitrogen lain dalam darah) ( Brunner & Suddarth, 2000. hal 1448).
Gagal ginjal kronik merupakan suatu kegagalan fungsi ginjal yang
berlangsung perlahan-lahan, karena penyebab yang berlangsung lama, sehinga
tidak dapat menutupi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit
( Arif mansjoer, dkk.2001, hal : 104 ).
Gagal ginjal kronik adalah penurunan faal ginjal yang menahun, yang
umumnya tidak reversible dan cukup lanjut. (Sarwono, dkk, 1999. hal : 349 ).

2. Anatomi dan Fisiologi


Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi urine
adalah ginjal, kandung kemih, ureter dan uretra. ( Potter, 2005 ).
a. Ginjal
Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang buncis, berwarna
coklat agak kemerahan yang terdapat di kedua sisi kolumna vertebra
posterior terhadap peritoneum dan terletak pada otot punggung bagian
dalam. Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 sampai denagn 2
cm dari ginjal kanan Karena posisi anatomi hati. Setiap ginjal secara khas
berukuran 12 cm x 7 cm dan memiliki berat 120 cm sampai 150
gram.Ginjal berperan sebagai pengatur komposisi dan volume cairan
4

dalam tubuh serta penyaring darah untuk dibuang dalam bentuk urine
sebagai zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh dan menahannya agar
tidak tercampur dengan zat – zat yang dibutuhkan oleh tubuh .
Pada ginjal terdapat nefron (berjumlah kurang lebih satu juta) yang
merupakan unit dari struktur ginjal. Setiap nefron terdiri dari komponen
vaskuler dan komponen tubulus. Bagian dominan pada komponen
vaskuler terdiri dari : Glomerulus (suatu berkas kepiler berbentuk bola
tempat filtrasi sebagian air dan zat terlarut dari darah yang melewatinya ),
arteriol aferen (mengangkut darah ke glomerulus), arteriol eferen
(mengangkut darah dari glomerulus), dan kapiler peritubulus
(memperdarahi jaringan ginjal, berperan dalam pertukaran dengan cairan
di lumen tubulus). Komponen tubulus terdiri dari : Kapsula Bowman
(mengumpulkan filtrat glomerulus), Tubulus proksimal (reabsorbsi dan
sekresi tidak terkontrel zat – zat tertentu), Lengkung Henle membentuk
gradien osmotik di medula ginjal yang penting dalam kemampuan ginjal
menghasilkan urin dengan berbagai konsentrasi, Tubulus distal (sekresi
dan reabsobrsi tidak terkontrol zat – zat teretntu), dan Tubulus pengumpul
(reabsorbsi H2O dalam jumlah bervariasi, cairan yang meninggalkan
tubulus pengumpul menjadi urin, yang kemudian masuk ke pelvis ginjal).
b. Ureter
Ureter merupakan struktur tubular yang memilki panjang 25 – 30 cm
dan berdiameter 1,25 cm pada orang deawasa. Ureter membentang pada
posisi retroperitonium untuk memasuki kandung kemih di dalamk rongga
panggul pada sambungan uretrovesikal. Dinding ureter dibentuk dari tiga
lapisan jaringan : lapisan bagian dalam merupakan membran mukosa yang
berlanjut sampai lapisan pelvis renalis dan kandung kemih, lapisan tengah
terdiri dari serabut otot polos yang mentranspor urine melalui ureter
dengan gerakan peristaltik yang distimulus oleh distensi urine di kandung
5

kemih. Lapisan luar ureter adalah jaringan penyambung fibrosa yang


menyokong ureter
c. Kandung kemih
Kandung kemih ( buli – buli bladder ) merupakan suatu organ
cekung yang dapat berdistensi dan tersusun atas jaringan otot serta
merupakan wadah tempat urine dan merupakan organ ekskresi. Kandung
kemih dapat menampung urine sekitar 600 ml , walaupun pengeluaran
urine normal sekitar 300 ml. Dinding kandung kemih memiliki empat
lapisan : Lapisan mukosa dalam, lapisan submukosa pada jaringan
penyambung, lapisan otot dan serosa di bagian luar. Lapisan otot memiliki
berkas – berkas serabut otot yang membentuk otot detrusor yang berfungsi
mengeluarkan urine bila terjadi kontraksi. Serabut syaraf parasimpatis
menstimulus otot detrusor selam proses perkemihan.
d. Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi menyalurkan urine ke
bagian luar. Fungsi uretra pada wanita berbeda dengan pria . Pada pria
uretra digunakan untuk tempat pengaliran urine dan sistem reproduksi,
berukuran panjang 20 cm , dan terdiri atas tiga bagian yaitu prostat,
selaput ( membran ) dan bagian yang berongga ( ruang ). Pada wanita
uretra berukuransekitar 4 – 6,5 cm dan hanya berfungsi sebagai tempat
menyalurkan urine ke bagian luar tubuh.

Fisiologi Berkemih :
a. Proses Pembentukan urin
Terdapat tiga proses yang penting dalam pembentukan urine: Filtrasi
glomerulus, reabsorbsi tubulus dan sekresi tubulus.
1). Filtrasi Glomerulus
6

Produk buangan ( limbah ) dari hasil metabolisme yang terkumpul


dalam darah difiltrasi oleh ginjal. Darah yang sampai ke setiap ginjal
melalui arteri renalis. Pada saat darah mengalir ke glomerulus , terjadi
filtrasi plasma bebas protein menembus kapiler glomerulus ke dalam
kapsula bowman. Substansi yang difiltrasi seperti glukosa, asam
amino, urea kreatinin dan eletrolit. Glomerulus menfiltrasi sekitar 125
ml permenit.
2) Reabsorbsi tubulus
Tidak semua filtrat glomerulus diekskresikan sebagai urine. Setelah
filtrat meninggalkan glomerulus, filtrat masuk ke sistem tubulus dan
duktus pengumpul yang merupakan tampat air dan substansi di
reabsorbsi seperti glukosa, asam amino, asam urat dan ion – ion
natrium, kalium direabsorbsi kembali ke dalam plasma secara selektif.
Subtansi ini tidak dikelurkan dari tubuh melalui urine tetapi diangkut
oleh kapiler peritubulus ke sitem vena dan kemudian kembali ke
jantung untuk diedarkan. Sedangkan substansi yang lain seperti ion
hidrogen, dan amonia diekskresikan kembali ke tubulus. Dari 180 liter
plasma yang difiltrasi setiap hari, rata – rata 178, 5 diserap kembali,
dengan 1,5 liter sisanya terus mengalir ke pelvis ginjal untuk
dikelurkan sebagai urine.
3). Sekresi tubulus
Mengacu pada perpindahan selektif zat – zat dari darah kapiler
peritubulus ke dalam lumen tubulus, merupakan rute kedua bagi zat
dari darah untuk masuk ke dalam tubulus.

b. Proses Berkemih
Mikturisi atau berkemih adalah pengosongan kandung kemih,
diatur oleh dua mekanisme : refleks berkemih dan kontrol volunter.
7

Beberapa struktur otak yang mempengaruhi fungsi kandung kemih


meliputi kerteks serebrum, thalamus, hipotalamus dan batang otak. Seiring
dengan peningkatan volume urin, dinding kandung kemih akan meregang,
dalam hal ini tejadi refleks berkemih dicetuskan karena reseptor – reseptor
regang di dalam kandung kemih terangsang. Semakin besar peregangan
melebihi ambang ini, semakin besar tingkat pengaktifan reseptor. Serat –
serat aferen dari reseptor regang membawa impuls ke korda spinalis pars
sakralis. Impuls saraf parasimpatis dari pusat mikturisi menstimulasi otot
detrusor untuk kontraksi kandung kemih secara teratur. Sfingter uretra
interna juga berelaksasi sehingga urine dapat masuk ke uretra, walaupun
berkemih belum terjadi. Saat kandung kemih berkontraksi, impuls saraf
naik ke medulla spinalis sampai ke pons dan korteks serebrum, secara
stimultan sfingter eksterna terbuka / berelaksasi karena neuron motorik
terhambat. Sekarang kedua sfingter terbuka dan urin terdorong ke luar
melalui uretra akibat gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi kandung
kemih.
Remaja dan orang dewasa dapat berespon terhadap dorongan
berkemih ini atau malah mengabaikannya sehingga berkemih berada di
bawah kontrol kesadaran / volunter. Pengosongan kandung kemih dapat
secara sengaja dicegah dengan mengencangkan sfingter eksterna dan
diafragma pelvis. Impuls eksitatorik volunter yang berasal dari korteks
serebrum mengalahkan masukan reflek inhibitor / penghambat dari
reseptor – reseptor regang ke neuron motorik yang terlibat sehingga
sfingter eksterna tetap berkontraksi / tertutup dan urin tidak dikeluarkan.
Berkemih tidak dapat ditunda selamanya. Apabila kandung kemih
terus bertambah, masukan refleks dari reseptor regang juga semakin
meningkat. Akhirnya, masukan inhibitorik refleks ke neuron motorik
sfingter eksternal menjadi semakin kuat , sehingga tidak dapat dikalahkan
8

oleh masukan eksitatorik voluter, yang mengakibatkan sfingter eksterna


terbuka / berelaksasi sehingga terjadilah pengosongan kandung kemih
yang efisien.

3. Patofisiologi
Ginjal secara teratur mempertahankan berbagai macam fungsi tubuh
dan mengontrol proses komplek untuk mempertahankan homeostasis. Ginjal
menerima kurang lebih 20% sampai dengan 25% kardiak output per menit.
Darah difiltrasi melalui nephron yang merupakan unit fungsional ginjal.
Setiap ginjal memiliki kurang lebih 1 juta nephron, jumlah ini mampu
mempertahankan keadaan tubuh (homeostasis). Kerusakan ginjal mencapai
90% menyebabkan ginjal mengalami penurunan fungsi secara signifikan
sehingga menyebabkan gagal ginjal terminal.
Cara terbaik melihat fungsi ginjal yaitu dengan melihat GFR. Volume
cairan berubah ketika ginjal kehilangan kemampuan untuk mengeluarkan
cairan karena kerusakan pada nephron dan penurunan GFR. Faktor lain yang
turut berkontribusi dalam berlebihnya cairan tubuh adalah protein uria dan
peningkatan renin. Protein uria terjadi karena respon dari kerusakan dari
glomerolus. Tekanan darah tinggi dapat disebabkan karena perubahan
sclerotik dalam glomerolus karena hilangnya protein terutama albumin dalam
urine. Kerusakan ginjal yang menyebabkan hipertensi disebut sebagai
hypertensi nephrosclerosis dan mungkin kerusakan tidak hanya pada
gromerolus tetapi juga pada dinding arteriola.
Kehilangan albumin menyebabkan perpindahan cairan dari ruang
intravaskuler ke ruang isterstisial karena adanya penurunan tekanan onkotik.
Sebagai respon penurunan GFR, aldosteron dikeluarkan dari kortek adrenal
yang menyebabkan reabsorpsi cairan dan sodium. Retensi cairan dapat
berkembang menjadi kelainan pernapasan dan kardiovaskuler.
9

Keseimbangan Asam Basa : Asidosis metabolik berhubungan dengan


gagal ginjal kronis karena tubula tidak dapat mengeluarkan ion hydrogen,
yang dihasilkan karena penggunaan bikarbonat untuk mepertahankan
keseimbangan asam basa.
Keseimbangan Elektrolit : Elektrolit sangat berubah pada pasien
dengan gagal ginjal kronis, potasium biasanya normal sampai dengan gagal
ginjal terminal, peningkatan potasium pada gagal ginjal kronik karena ketidak
mampuan ginjal mengeluarkan potasium karena penurunan GFR. Saat terjadi
asidosis terjadi perpindahan potasium dari intraseluler ke ekstraseluler.
Peningkatan kadar potasium dapat meningkatkan resiko dysrhythmias.
Phospor dan kalsium juga berubah, peninggian serum phosphour
menyebabkan penurunan serum kalsium. Kalsium ditemukan dalam 3 bentuk
yaitu: bergabung dengan protein, bergabung dengan substansi komplek lain
dan ion bebas. Karena kalsium berikatan dengan protein maka penurunan
albumin dapat menyebabkan penuruan serum kalsium.
Gagal Ginjal Kronis juga berefek pada syntesis vitamin D. Ginjal
normalnya dapat mengubah vitamin D tidak aktif kedalam bentuk aktif: 1,25-
dihydroxycholecalciferol. Kegagalan sintesis vitamin D menyebabkan
penurunan absorpsi kalsium di saluran pencernaan. Jika serum kalsium dalam
darah menurun kelenjar parathyroid meningkatkan pengeluaran hormon
sehingga menyebabkan pengeluaran kalsium dari tulang untuk
mengkompensasi kekurangan kalsium darah.
Perubahan fungsi ekresi : Pada gagal ginjal kronik sampah nitrogen
hasil dari mertabolisme protein tertahan dalam tubuh, menyebabkan azotemia,
yang dibuksikan dengan peningkatan kadar serum urea nitrogen dan
kreatinine. Proteinuria dan hematuria disebabkan karena glumeroluephritis
dan diesabakan karena kerusakan gromerolus. Asam urat merupakan hasil
akhir dari metabolisme purin yang difiltrasi di glomerolus dan disekresi di
10

tubulus distal. Kegagalan dalam pengeluaran asam urat dapat menyebabkan


berkembangnya gout arhritis.
Perubahan dalam fungsi metabolik atau endokrin : Anemia disebabkan
oleh berbagai macam faktor pada pasien dengan GGK. Kapiler peritubular
endothelium ginjal menghasilkan erythopoietin yang diperlukan untuk
menstimulasi sumsum tulang untuk mengeluarkan sel darah merah. Sementara
uremia membuat aktivitas pembuatan eritopoietin tertekan, kegagalan pada
mekanisme ini menyebabkan terjadinya anemia normochromik normositik.
Uremia juga menyebabkan waktu hidup sel darah merah menjadi pendek.
Selain itu rendahnya hemoglobin menyebabkan keadaan asidosis karena
kurangnya penyangga asam. Selain itu uremia menyebabkan juga penurunan
platelet yang meningkatkan resiko perdarahan. Renin dikeluarkan sebagai
respon terhadap tekanan intravaskular atau stimulasi sympatis. Stimulasi ini
menyebabkan retansi cairan dan meningkatnya tekanan darah ( guyton & hall.
1997 ).

4. Etiologi
Penyebab gagal ginjal kronik cukup banyak tetapi untuk keperluan klinis
dapat dibagi dalam 2 kelompok :
a. Penyakit parenkim ginjal
Penyakit ginjal primer : Glomerulonefritis, Mielonefritis, Ginjal polikistik,
Tbc ginjal. Penyakit ginjal sekunder : Nefritis lupus, Nefropati,
Amilordosis ginjal, Poliarteritis nodasa, Sclerosis sistemik progresif,
Gout, DM
b. Penyakit ginjal obstruktif : pembesaran prostat, Batu saluran kemih,
Refluks ureter
Secara garis besar penyebab gagal ginjal dapat dikategorikan. Infeksi yang
berulang dan nefron yang memburuk. Obstruksi saluran kemih Destruksi
11

pembuluh darah akibat diabetes dan hipertensi yang lama. Scar pada
jaringan dan trauma langsung pada ginjal.

5. Manifestasi Klinis
a. Gangguan pernafasan
b. Edema
c. Hipertensi
d. Anoreksia, nausea, vomitus
e. Ulserasi lambung
f. Stomatitis
g. Proteinuria
h. Hematuria
i. Letargi, apatis, penuruna konsentrasi
j. Anemia
k. Perdarahan
l. Turgor kulit jelek, gatak gatal pada kulit
m. Distrofi renal
n. Hiperkalemia
o. Asidosis metabolic

6. Stadium
a. Stadium I (berkurangnya kemampuan ginjal/ GFR 40-70 ml/ mnt), pasien
tidak terlihat gejala terjadi penurunan fungsi nefron.
b. Renal insufficiency (GFR 20-40 ml/ mnt)
Insufisiensi ginjal terjadi dimana penurunan fungsi nefron 75% 90%,
peningkatan BUN & serum kreatinin, ginjal kehilangan fungsi
konsentrasi urine, & perkembangan anemia. Pasien dilaporkan polyuria, &
nokturia.
12

c. Stage III (renal failure/ GFR 10-20 ml/mnt), ESRD, gagal ginjal terminal,
fungsi nefron hanya 10%, ginjal gagal dalam menjalankan fungsi
hormonal, regulatory, ekskresi. Peningkatan level creatinin, BUN,
ketidakseimbangan elektrolit. Dialysis biasanya diindikasikan.
d. Stage IV ESRD (GFR <10 ml/ mnt), gangguan dalam ekskresi &
mekanisme regulatori terutama GI, neuromuscular, hematologi,
integumen, skeletal, & hormonal karena ginjal gagal mempertahankan
homeostasis tubuh.

7. Pemeriksaan Diagnostik
a. GFR : dapat di deteksi dalam 24 jam pertama untuk melihat clearance
creatinin.
b. Sodium & retensi air : meningkatkan terjadinya risiko edema, hipertensi,
gagal jantung, diare, vomitus.
c. Asidosis : asidosis metabolik dapat terjadi karena ginjal gagal dalam
mengekskresikan akan asam, penurunan sekresi asam akan mengakibatkan
kegagalan tubulus ginjal untuk mengekskresikan amonia (NH3) &
penyerapan kembali HCO3-)
d. Anemia : tidak adekuat produksi eritropoitin, masa sel darah merah
pendek, deficiensi nutrisi, lemah, nafas pendek, angina
e. Imbalance calcium & phosphor : peningkatan kadar pospat, & penurunan
kalsium karena meningkatnya sekresi parathormon dari gland
parathyroid.
f. Osteodisthropy

8. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada gagal ginjal kronis yaitu :
a. Hiperkalemia
13

b. Perikarditis
c. Hipertensi : karena meningkatnya sodium & retensi & malformasi dari
renin-angiotensin-aldosteron
d. Anemia
e. Kerusakan tulang & klasifikasi karena terjadi retensi dari pospor

9. Penatalaksanaan
a. Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal kronik
yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Perikarditis
memperbaiki abnormalitas biokimia menyebabkan cairan, protein dan
natrium dapat dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan
perdarahan, dan membantu penyembuhan luka.
b. Penanganan hiperkalemia
Keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan masalah utama pada gagal
ginjal kronik ; hiperkalemia merupakan kondisi yang paling mengancam
jiwa pada gangguan ini. Oleh karena itu pasien dipantau akan adanya
hiperkalemia melalui serangkaian pemeriksaan kadar elektrolit serum
( nilai kalium > 5.5 mEq/L ; SI : 5.5 mmol/L), perubahan EKG (tinggi
puncak gelombang T rendah atau sangat tinggi), dan perubahan status
klinis. Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi dengan pemberian ion
pengganti resin (Natrium polistriren sulfonat [kayexalatel]), secara oral
atau melalui retensi enema.
c. Mempertahankan keseimbangan cairan
Penatalaksanaan keseimbanagan cairan didasarkan pada berat badan
harian, pengukuran tekanan vena sentral, konsentrasi urin dan serum,
cairan yang hilang, tekanan darah dan status klinis pasien. Masukkan dan
haluaran oral dan parentral dari urine, drainase lambung, feses, drainase
14

luka dan perspirasi dihitung dan digunakan sebagai dasar untuk terapi
penggantian cairan.

B. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian
Ginjal serambi kiri/kanan dari jantung mengakibatkan ketidakmampuan
memberikan keluaran yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan dan
menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik. Karenanya
diagnostik dan teraupetik berlanjut . GJK selanjutnya dihubungkan dengan
morbiditas dan mortalitas.
a. Aktivitas/istirahat
Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari, insomnia,
nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital
berubah pad aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat HT, IM baru/akut, episode GJK sebelumnya, penyakit
jantung , bedah jantung , endokarditis, anemia, syok septic, bengkak
pada kaki, telapak kaki, abdomen.
Tanda : TD ; mungkin rendah (gagal pemompaan). Tekanan Nadi ;
mungkin sempit, irama Jantung ; Disritmia. Frekuensi jantung ;
Takikardia, nadi apical ; PMI mungkin menyebar dan merubah, posisi
secara inferior ke kiri. Bunyi jantung ; S3 (gallop) adalah diagnostik, S4
dapat terjadi, S1 dan S2 mungkin melemah. Murmur sistolik dan
diastolic. Warna kebiruan, pucat abu-abu, sianotik. Punggung kuku ;
pucat atau sianotik dengan pengisian kapiler lambat. Hepar ;
pembesaran/dapat teraba. Bunyi napas ; krekels, ronkhi. Edema ;
mungkin dependen, umum atau pitting khususnya pada ekstremitas.
15

c. Integritas ego
Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah, ketakutan
dan mudah tersinggung.
d. Eliminasi
Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih malam
hari (nokturia), diare/konstipasi.
e. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat badan
signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah, pakaian/sepatu
terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah diproses dan
penggunaan diuretic.
Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites)
serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
f. Higiene
Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas Perawatan diri.
Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
h. Neurosensori
Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan mudah
tersinggung.
i. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas
dan sakit pada otot.
Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit danperilaku melindungi
diri.
16

j. Pernapasan
Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa
bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat penyakit
kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
Tanda : Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori
pernpasan. Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk
terus menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum. Sputum ; Mungkin
bersemu darah, merah muda/berbuih (edema pulmonal) , Bunyi napas ;
Mungkin tidak terdengar. Fungsi mental; Mungkin menurun,
kegelisahan, letargi. Warna kulit ; Pucat dan sianosis.
k. Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus
otot, kulit lecet.
l. Interaksi sosial
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.
m. Pembelajaran/pengajaran
Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung, misalnya :
penyekat saluran kalsium.
Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas
miokardial/perubahan inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan
konduksi listrik, Perubahan structural.
b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan : ketidak seimbangan antar
asuplai okigen dengan kebutuhan tubuh, kelemahan umum, tirah baring
lama/immobilisasi
17

c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi


glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH
dan retensi natrium/air.
d. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan
menbran kapiler-alveolus.
e. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
tirah baring lama, edema dan penurunan perfusi jaringan.
f. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi dan program
pengobatan berhubungan dengan kurang pemahaman/kesalahan
persepsi tentang hubungan fungsi jantung/penyakit/gagal.
18

3. Rencana Tindakan

No. Diagnosa Tujuan/Kriteria Intervensi Rasionalisasi


Keperawatan Hasil
1 Penurunan curah Klien akan : Auskultasi nadi apical ; kaji Biasnya terjadi takikardi
jantung berhubungan Menunjukkan tanda frekuensi, irama jantung (meskipun pada saat istirahat)
dengan : perubahan vital dalam batas yang untuk mengkompensasi
kontraktilitas dapat diterima penurunan kontraktilitas ventrikel.
miokardial, perubahan (disritmia terkontrol
frekuensi, irama dan atau hilang) dan bebas S1 dan S2 mungkin lemah karena
konduksi, listrik. gejala gagal jantung Catat bunyi jantung menurunnya kerja pompa. Irama
Melaporkan Gallop umum (S3 dan S4)
penurunan epiode dihasilkan sebagai aliran darah
dispnea, angina. keserambi yang disteni. Murmur
Ikut serta dalam dapat menunjukkan
aktivitas yang Inkompetensi/stenosis katup.
mengurangi beban
kerja jantung. Penurunan curah jantung dapat
Palpasi nadi perifer menunjukkan menurunnya nadi
radial, popliteal, dorsalis, pedis
19

dan posttibial. Nadi mungkin


cepat hilang atau tidak teratur
untuk dipalpasi dan pulse
alternan.

Pada GGK dini, sedang atau


Pantau TD kronis tekanan darah dapat
meningkat. Pada HCF lanjut
tubuh tidak mampu lagi
mengkompensasi danhipotensi
tidak dapat norml lagi.

Pucat menunjukkan menurunnya


Kaji kulit terhadap pucat dan perfusi perifer ekunder terhadap
sianosis tidak adekutnya curah jantung;
vasokontriksi dan anemia.
Sianosis dapat terjadi sebagai
refrakstori GJK. Area yang sakit
sering berwarna biru atau belang
karena peningkatan kongesti
20

vena.

Meningkatkan sediaan oksigen


Berikan oksigen tambahan untuk kebutuhan miokard untuk
dengan kanula nasal/masker melawan efek hipoksia/iskemia.
dan obat sesuai indikasi Banyak obat dapat digunakan
(kolaborasi) untuk meningkatkan volume
sekuncup, memperbaiki
kontraktilitas dan menurunkan
kongesti.

Klien akan : Hipotensi ortostatik dapat terjadi


2. Aktivitas intoleran Berpartisipasi pada Periksa tanda vital sebelum dengan aktivitas karena efek obat
berhubungan dengan : aktivitas yang dan segera setelah aktivitas, (vasodilasi), perpindahan cairan
ketidak seimbangan diinginkan, memenuhi khususnya bila klien (diuretic) atau pengaruh fungsi
antar suplai okigen. perawatan diri menggunakan jantung.
Kelemahan umum, tirah sendiri, Mencapai vasodilator,diuretic dan
baring lama atau peningkatan toleransi penyekat beta.
immobilisasi. aktivitas yang dapat Penurunan/ketidakmampuan
diukur, dibuktikan Catat respons miokardium untuk meningkatkan
21

oleh menurunnya kardiopulmonal terhadap volume sekuncup selama aktivitas


kelemahan dan aktivitas, catat takikardi, dpat menyebabkan peningkatan
kelelahan. diritmia, dispnea berkeringat segera frekuensi jantung dan
dan pucat. kebutuhan oksigen juga
peningkatan kelelahan dan
kelemahan.

Dapat menunjukkan peningkatan


Evaluasi peningkatan dekompensasi jantung daripada
intoleran aktivitas. kelebihan aktivitas.

Peningkatan bertahap pada


Implementasi program aktivitas menghindari kerja
rehabilitasi jantung/aktivitas jantung/konsumsi oksigen
(kolaborasi) berlebihan. Penguatan dan
perbaikan fungsi jantung dibawah
stress, bila fungsi jantung tidak
dapat membaik kembali,`

Klien akan : Pengeluaran urine mungkin


22

Mendemonstrasikan sedikit dan pekat karena


3. Kelebihan volume volume cairan stabil Pantau pengeluaran urine, penurunan perfusi ginjal. Posisi
cairan berhubungan dengan keseimbangan catat jumlah dan warna saat terlentang membantu diuresis
dengan : menurunnya masukan dan dimana diuresis terjadi. sehingga pengeluaran urine dapat
laju filtrasi glomerulus pengeluaran, bunyi ditingkatkan selama tirah baring.
(menurunnya curah nafas bersih atau jelas,
jantung)/meningkatnya tanda vital dalam Terapi diuretic dapat disebabkan
produksi ADH dan rentang yang dapat oleh kehilangan cairan tiba-
retensi natrium/air. diterima, berat badan tiba/berlebihan (hipovolemia)
stabil dan tidak ada Pantau/hitung keseimbangan meskipun edema/asites masih ada.
edema., Menyatakan pemasukan dan pengeluaran
pemahaman tentang selama 24 jam Posisi tersebut meningkatkan
pembatasan cairan filtrasi ginjal dan menurunkan
individual. produksi ADH sehingga
Pertahankan duduk atau meningkatkan diuresis
tirah baring dengan posisi
semifowler selama fase akut. Hipertensi dan peningkatan CVP
menunjukkan kelebihan cairan
Pantau TD dan CVP (bila dan dapat menunjukkan terjadinya
ada) peningkatan kongesti paru, gagal
23

jantung.

Klien akan : Kongesti visceral (terjadi pada


Mendemonstrasikan GJK lanjut) dapat mengganggu
ventilasi dan Kaji bising usus. Catat fungsi gaster/intestinal
oksigenisasi dekuat keluhan anoreksia, mual,
4. Resiko tinggi gangguan pada jaringan distensi abdomen dan
pertukaran gas ditunjukkan oleh konstipasi. Perlu memberikan diet yang dapat
berhubungan dengan : oksimetri dalam diterima klien yang memenuhi
perubahan membran rentang normal dan Pemberian obat sesuai kebutuhan kalori dalam
kapiler-alveolus. bebas gejala distress indikasi (kolaborasi). Konsul pembatasan natrium.
pernapasan., dengan ahli diet.
Berpartisipasi dalam Menyatakan adanya kongesti
program pengobatan paru/pengumpulan secret
dalam batas Pantau bunyi nafas, catat menunjukkan kebutuhan untuk
kemampuan atau krekles intervensi lanjut.
situasi.
Membersihkan jalan nafas dan
memudahkan aliran oksigen
Ajarkan/anjurkan klien
24

Klien akan : batuk efektif, nafas dalam. Membantu mencegah atelektasis


Mempertahankan dan pneumonia
integritas kulit, Dorong perubahan posisi.
Mendemonstrasikan Hipoksemia dapat terjadi berat
Resiko tinggi terhadap perilaku/teknik selama edema paru
kerusakan integritas mencegah kerusakan Kolaborasi dalam Pantau
kulit berhubungan kulit. atau gambarkan seri GDA,
dengan tirah baring nadi oksimetri.
lama, edema dan
penurunan perfusi Berikan obat/oksigen Kulit beresiko karena gangguan
jaringan. tambahan sesuai indikasi sirkulasi perifer, imobilisasi fisik
Pantau kulit, catat dan gangguan status nutrisi.
penonjolan tulang, adanya
edema, area sirkulasinya
1.
terganggu atau pigmentasi
2.
atau kegemukan ataupun
3.
kurus. Meningkatkan aliran darah,
meminimalkan hipoksia jaringan.
Pijat area kemerahan atau
yang memutih Terlalu kering atau lembab
25

merusak kulit/mempercepat
Klien akan : kerusakan.
a. Mengidentifikasi Berikan perawatan kulit,
hubungan terapi minimalkan dengan Pengetahuan proses penyakit dan
5. Kurang pengetahuan untuk menurunkan kelembaban atau ekskresi. harapan dapat memudahkan
(kebutuhan belajar) episode berulang ketaatan pada program
mengenai kondisi dan dan mencegah Diskusikan fungsi jantung pengobatan.
program pengobatan komplikasi. normal Klien percaya bahwa perubahan
berhubungan dengan b. Mengidentifikasi program pasca pulang dibolehkan
kurang pemahaman stress bila merasa baik dan bebas gejala
kesalahan persepsi pribadi/faktor Kuatkan rasional atau merasa lebih sehat yang
tentang hubungan fungsi resiko dan pengobatan. dapat meningkatkan resiko
jantung dengan penyakit beberapa teknik eksaserbasi gejala.
gagal ginjal. untuk menangani.
c. Melakukan Memberikan waktu adequate
perubahan pola untuk efek obat sebelum waktu
hidup/perilaku tidur untuk mencegah/membatasi
yang perlu. Anjurkan makanan diet pada menghentikan tidur.
pagi hari.
Dapat menambahkan bantuan
26

dengan pemantauan
sendiri/penatalaksanaan dirumah
Rujuk pada sumber di
masyarakat/kelompok
pendukung suatu indikasi
27

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ginjal secara teratur mempertahankan berbagai macam fungsi tubuh dan
mengontrol proses komplek untuk mempertahankan homeostasis. Ginjal
menerima kurang lebih 20% sampai dengan 25% kardiak output per menit. Darah
difiltrasi melalui nephron yang merupakan unit fungsional ginjal. Setiap ginjal
memiliki kurang lebih 1 juta nephron, jumlah ini mampu mempertahankan
keadaan tubuh (homeostasis). Kerusakan ginjal mencapai 90% menyebabkan
ginjal mengalami penurunan fungsi secara signifikan sehingga menyebabkan
gagal ginjal terminal.
Gagal Ginjal Kronik (CRF) atau penyakit ginjal tahap akhir adalah
gangguan fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversibel. Dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain
dalam darah).
Penatalaksanaan gagal ginjal kronik salahsatunya adalah dialisis. Dialisis
dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal kronik yang serius, seperti
hiperkalemia, perikarditis dan kejang.

B. Saran
1. Untuk mahasiswa seharusnya benar-benar memahami konsep dasar medis
Gagal Ginjal Kronik sehingga dapat menerapkan asuhan keperawatan yang
komprehensif kepada klien dengan Gagal Ginjal Kronik.
28

2. Untuk institusi pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur yang


berkaitan dengan penyakit ini, sehingga dalam pembuatan makalah dapat
lebih sempurna

Anda mungkin juga menyukai