Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
Pangan dan Gizi memiliki peranan penting dalam pembangunan suatu bangsa.
Hubungan gizi dengan pembangunan bersifat timbal balik, yang artinya bahwa gizi akan
menentukan keberhasilan suatu bangsa, begitupula sebaliknya kondisi suatu bangsa dapat
mempengaruhi status gizi masyarakatnya. Gizi dalam kaitannya dengan pembangunan suatu
bangsa berkaitan dengan sumber daya manusia, karena gizi sebagai sentra untuk
pembangunan manusia.
Dimensi pembangunan bangsa diarahkan pada upaya kebijakan dan program yang
dilakukan untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat yang menghasilkan manusia-
manusia Indonesia yang unggul. Oleh karena itu salah satu prioritas pembangunan adalah
pembangunan karakter bangsa, yang tentunya ditentukan pula oleh kecukupan pangan dan
gizi.
Masalah pangan dan gizi merupakan masalah pokok yang mendasari seluruh
kehidupan dan pembangunan bangsa. Masalah ini adalah masalah yang harus selalu
mendapat perhatian ekstra dari pemerintah dan kita semua tentunya sebagai warga negara.
Akar permasalahan pangan dan gizi sebenarnya adalah kemiskinan, ketidaktahuan, ketidak
pedulian (ignorance), distribusi bahan pangan yang buruk. Demikian pentingnya pangan dan
gizi bagi kehidupan masyarakat, maka tersedianya harus dapat dijamin dalam kualitas
maupun kuantitas yang cukup untuk pemenuhan aspirasi humanistik masyarakat, yaitu hidup
maju, mandiri, dalam suasana tenteram, serta sejahtera lahir dan batin.
Permasalahan pangan dan gizi Indonesia khususnya di Provinsi Kalimantan timur
seperti kurangnya perbaikan Gizi Masyarakat terutama pada ibu pra-hamil, ibu hamil dan
anak, kurangnya peningkatan aksesibilitas pangan yang beragam, kurangnya peningkatan
pengawasan mutu dan keamanan pangan, kurangnya peningkatan perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS) serta kurangnya penguatan kelembagaan pangan dan gizi.
Untuk mencapai status perbaikan gizi dan pangan nasional peran pemerintah saja tidak
cukup, karena proses pengawasan dan pendanaan yang setingkat nasional tidaklah mudah.
Disini peran daerah diperlukan untuk dapat melaksanakan maupun menginovasikan program
gizi dan pangan. Pemerintah daerah yang dianggap lebih memahami permasalahan
daerahnya dituntut akan inovasinya serta jalinan hubungan kemitraan dengan swasta. Oleh
1
karena itu permasalahan perbaikan gizi masyarakat merupakan upaya dari berbagai sektor
yang membutuhkan sinergi dan harus terkoordinasi. Rencana Aksi Pangan dan Gizi (RAD PG)
Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2014-2018 akan dilakukan revisi kembali dengan
mengedepankan kesesuaian dengan perencanaan baik secara horizontal maupun vertikal
dengan dokumen RPJMN 2015-2019 dan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN PG)
2015-2019. Selain itu RAD PG ini juga tetap disusun atas dasar partisipasi multisektor; dan
diharapkan integrasi yang baik antar program, keleluasaan dalam penganggaran, dan
kapasitas kelembagaan yang kuat dalam menjawab tantangan sebagai upaya pencapaian
ketahanan pangan dan nutrisi.
Penyusunan dokumen Revisi Rencana Aksi Pangan dan Gizi Provinsi Kalimantan Timur
Tahun 2014-2018 melibatkan berbagai SKPD maupun instansi yaitu Balai Besar Pengawasan
Obat dan Makanan, Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Peternakan &
Kesehatan Hewan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintahan Desa, Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Biro Hukum Sekretariat Daerah
Provinsi Kalimantan Timur, serta Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Samarinda.
2
Berdasarkan maksud diatas, dalam rangka meningkatkan kontribusi yang optimal untuk
mewujudkan ketahanan pangan dan gizi Kalimantan Timur, maka tujuan Revisi RAD-PG
Kalimantan Timur Tahun 2014-2018 adalah sebagai berikut :
3
BAB II
PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INTERVENSI PEMBANGUNAN
4
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan energi dan protein secara
umum sudah cukup baik. Kelebihan ketersediaan pangan tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai stok atau cadangan. Jika dilihat dari sumbangan energi dan
proteinnya, kelompok pangan nabati dan pangan hewani memberikan porsi
sumbangan dengan jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan kelompok pangan
lainnya. Ketersediaan energi dan protein per kapita pada Tahun 2016 dapat dilihat
pada gambar 2.1 dan gambar 2.2 di bawah ini.
5
Perkembangan skor Pola Pangan Harapan (PPH) tingkat ketersediaan
berdasarkan Neraca Bahan Makanan (NBM) sejak tahun 2013 sampai 2015
menunjukkan skor rata-rata 95,12 kecenderungan meningkat dengan rata-rata 4,12
% per tahun. Skor PPH tingkat ketersediaan dari NBM pada Tahun 2015 adalah
97,70. Untuk mencapai keberagaman yang ideal dan memenuhi Angka Kecukupan
Gizi (AKG) yang dianjurkan, maka yang perlu ditingkatkan adalah ketersediaan
kelompok pangan hewani,sayuran dan buah.
6
terbesar.
Perkembangan jumlah dan jenis bahan pangan yang dikonsumsi
mencerminkan tingkat kemampuan rumah tangga dalam mengakses pangan, yang
dipengaruhi berbagai faktor seperti pendapatan rumah tangga, ketersediaan bahan
pangan yang terdistribusi secara merata dengan harga yang terjangkau, serta
pemahaman dan tingkat kesadaran gizi masyarakat.
Secara umum, potensi pangan Kalimantan Timur belum mampu memenuhi
kebutuhan pangan masyarakatnya. Hal tersebut terlihat dari adanya defisit untuk
hampir semua komoditas, kecuali pangan hewani khususnya ikan. Kondisi defisit
ketersediaan pangan tersebut diusahakan Pemerintah Kalimantan Timur dengan
melakukan import untuk menjaga stabilitas pangan di daerah ini. Ketersediaan
komoditas karena belum sebanding dengan konsumsi masyarakat, sehingga dalam
pemenuhannya harus disuplai dari luar dalam hal ini disuplai dari Pulau Jawa dan
Sulawesi.
7
Tabel 2.1. Struktur konsumsi daging Kaltim tahun 2011-2016 (%)
No Jenis Daging 2011 2012 2013 2014 2015 2016*
1 Sapi 18,39 19,77 15,94 15,60 14,78 13,13
2 Kerbau 0,30 0,47 0,08 0,09 0,05 0,05
3 Kambing 1,32 1,04 0,86 1,64 0,64 0,61
4 Domba 0,05 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
5 Babi 1,63 2,30 1,99 2,16 1,33 1,34
6 Ayam Buras 9,97 9,40 8,99 7,29 6,63 6,70
7 Ayam Petelur 1,00 1,05 1,08 0,44 0,57 0,63
8 Ayam 67,65 65,83 70,97 72,47 75,76 77,34
Pedaging
9 Itik 0,20 0,13 0,10 0,28 0,18 0,14
10 Kelinci 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,01
Jumlah 100 100 100 100 100 100
Sumber :Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kalimantan Timur, 2016 * angka Sementara
Struktur konsumsi daging terbesar pada 5 tahun terakhir mencapai lebih dari
78 % adalah daging ayam ras atau Broiler. Prestasi yang telah diraih bahwa
seluruh kebutuhan konsumsi daging broiler tersebut berasal dari lokal Kaltim. Saat
ini perkembangan ternak ayam ras broiler sudah sepenuhnya ditangani swasta,
pemerintah hanya sebagai regulator saja. Konsumsi daging kambing menduduki
peringkat ke-5 pada tahun 2016 yaitu sebesar 0,61%, sebagian masih dipenuhi
dari luar daerah. Jumlah pemotongan kambing pada tahun 2016 sebanyak 37.730
ekor yang terdiri atas 15.052 ekor berasal dari lokal dan 22.678 ekor berasal dari
luar Kaltim atau 60.10%. Sedangkan daging sapi mencapai 13,13% pada tahun
2016 dan konsumsi daging tahun 2015 mencapai 14,78 % mengalami penurunan
pada tahun 2016, namun 82% dari jumlah konsumsi daging sapi tersebut masih
didatangkan dari luar daerah, hal ini menjadi peluang untuk dapat memenuhi
kebutuhan daging sapi dari lokal. Pada tahun 2016 diperlukan 65.554 ekor sapi
untuk dipotong, yang terdiri atas 12.586 ekor berasal dari lokal dan 52.967ekor
berasal dari luar Kaltim atau 80,79 %. Peluangnya sangat besar untuk
mengembangkan peternakan sapi dan kambing sehingga bisa memenuhi
kebutuhan daging sendiri tidak mendatangkan lagi dari luar Kalimantan Timur.
8
3. Perkembangan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
Pemenuhan konsumsi pangan seyogyanya tidak hanya ditekankan pada aspek
kuantitas, tetapi yang juga tidak kalah pentingnya kualitas konsumsi pangan atau
keanekaragaman konsumsi pangan dengan gizi berimbang. Proporsi energi dari
setiap kelompok pangan terhadap total anjuran konsumsi energi memberikan
gambaran kualitas atau keragaman dan keseimbangan gizi, yang ditunjukkan
dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH). Perkembangan rata-rata kualitas
konsumsi pangan masyarakat Tahun 2016 yang ditunjukkan dengan pencapaian
skor PPH berfluktuasi setiap tahunnya. Skor PPH tahun 2016 meningkat
dibandingkan tahun 2015 yakni sebesar 2,7 poin dengan skor 82,6. Peningkatan
skor PPH tersebut banyak dipengaruhi oleh meningkatnya konsumsi pangan
hewani, minyak dan lemak serta konsumsi padi-padian.
Gambar 2.4 Perkembangan Konsumsi Energi dan Protein serta Skor PPH
Provinsi Kalimantan Timur
Salah satu pembentuk gizi seimbang didasarkan pada triguna makanan, salah
satunya adalah makanan sebagai sumber zat tenaga atau biasa disebut konsumsi
energi penduduk. Dari hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi tahun 2014,
konsumsi energi penduduk atau biasa disebut Angka Kecukupan Energi (AKE)
ideal/anjuran 2.000 kilokalori/kap/hari Konsumsi energi tahun 2016 sebesar 1.938,7
lebih rendah 61.3 kilokalori/kap/hari dari konsumsi energi ideal / anjuran 2.000
kilokalori/kap/hari. Tetapi bila dilihat terjadinya peningkatan konsumsi energi tahun
2016 bila dibandingkan dengan tahun 2015, atau mengalami kenaikan sebesar
25,27 kilokalori/kap/hari. Kebaikan tersebut dipicu oleh tingginya angka konsumsi
minyak dan lemak sebesar 27,0 gram/kap/hari (212,3 kkal/kap/hari). Selain minyak
dan lemak, sumbangan energi terbesar didapat dari kelompok pangan padi-padian
dan pangan hewani.
9
Sementara itu, produk utama asal ternak yang sangat penting dalam memenuhi
gizi masyarakat serta menjadi komoditas ekonomi yang strategis adalah daging,
telur, dan susu. Standar kecukupan protein hewani yang dikeluarkan oleh Widya
Karya Nasional Pangan dan Gizi (LIPI, 1989) adalah 6 gr/kapita/hari setara dengan
daging 10,3 kg, telur 6,5 kg dan susu 7,2 kg/kapita/tahun. Konsumsi protein hewani
masyarakat Indonesia saat ini daging 5,213 kg, telur 6,309 kg dan susu 7,090
kg/kapital/tahun (Data Susenas BPS, 2015). Sedangkan konsumsi protein hewani
masyarakat Kalimantan Timur sekarang ini daging 20,24 kg telur 7,64 kg dan susu
5,55 kg/kapita/tahun (Data Statistik Dinas Peternakan Prov Kaltim, 2015).
Berdasarkan data tersebut dapat diketahui konsumsi daging dan telur masyarakat
Kalimantan Timur di atas Standar WPG dan Standar Nasional, namum konsumsi
susu masih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa standar konsumsi daging dan telur
telah terpenuhi, khusus konsumsi susu diharapkan dapat meningkat, walaupun
belum dapat memenuhi standar.
Permintaan terhadap produk pangan hewani ini cenderung terus meningkat
setiap tahun sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Pada tahun 2016
Konsumsi dari komoditi daging menempati urutan pertama dengan jumlah konsumsi
6,95 gram protein per kapita per hari, diikuti komoditi telur dengan jumlah konsumsi
2,14 gram protein per kapita perhari, dan yang terakhir adalah komoditi susu
dengan jumlah konsumsi 0,48 gram protein per kapita per hari (Tabel 2.2). Selain
faktor penduduk, faktor yang turut mendorong meningkatnya permintaan daging
sapi adalah terjadinya pergeseran pola konsumsi masyarakat dari bahan pangan
sumber protein nabati ke bahan pangan sumber protein hewani. Fenomena ini
diperkirakan akan terus berlanjut kedepan.
Tabel 2.2. Konsumsi Daging, Telur dan Susu di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2011 –
2016 (gram protein/kapita/hari)
Komoditi Tahun
Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Timur, 2016* Angka Sementara
10
Pengembangan kearah pola konsumsi pangan yang sehat memerlukan
perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat agar dengan kemauan dan
kemampuan sendiri mau mengubah pola konsumsinya ke arah yang lebih
beragam dan bergizi seimbang. Untuk itu, upaya sosialisasi dan promosi yang
lebih intensif dan melibatkan beragam pemangku kepentingan dari sektor
pemerintah, swasta, akademisi dan masyarakat secara utuh dan menyeluruh perlu
menjadi prioritas.
11
kabupaten/kota, adanya serangan organisme pengganggu tanaman, dan laju
pertumbuhan penduduk yang meningkat pesat.
12
disubstitusi dengan pangan pokok lainnya yang berbasis sumber daya lokal seperti
jagung, sagu, singkong, dan ubi jalar.
13
Tabel 2.6 Perkembangan harga Eceran Barang – Barang yang Sesuai Perpres No. 71 Tahun 2015
Tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting di
Provinsi Kalimantan Timur
4 Barang Penting
Benih Padi Kg 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Benih Jagung Kg 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Benih Kedelai Kg 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pupuk KCL Kg 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000 7000
Pupuk NPK Kg 12000 12000 12000 12000 12000 12000 12000 12000 12000 12000 12000 12000
Pupuk SP36 Kg 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500
Pupuk Urea Kg 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500
Pupuk ZA Kg 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500 2500
Gas Elpiji Kg 16000 17500 18000 18000 18000 18000 19000 19000 19500 19000 19000 19000
14
Perkembangan Harga Tahun 2016 Provinsi Kalimantan Timur
No jenis barang
sat Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
Triplek Lbr 80000 80000 800000 80000 80000 80000 80000 80000 80000 80000 80000 80000
Semen Tonasa Kg 60300 60300 60300 61000 61000 61000 60300 60300 60300 61000 61000 61000
Besi Baja
Kontruksi Btg 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Baja Ringan Btg 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Pada sektor perikanan, produksi perikanan Kalimantan Timur dari tahun 2010 hingga
tahun 2014 menunjukkan penurunan yang cukup berarti dimana pada tahun 2011 total produksi
perikanan sebesar 225.116 ton dan tahun 2014 menurun menjadi 211.793 ton. Dari total
produksi perikanan, produksi perikanan laut jauh lebih mendominasi dibandingkan produksi
perikanan darat, yaitu sebesar 114.942 ton.
15
160000
146286
136664
140000 129956
120000 114842
108828.3 101718.2
93556 94679 96851 99494.09
100000
80000
60000
40000
20000
0
2012 2013 2014 2015 2016
Produksi perikanan berkurang salah satu penyebabnya karena wilayah Kalimantan Utara
sudah tidak masuk dalam perhitungan. Selain itu, adanya perubahan iklim mepengaruhi
kegiatan perikanan dan kelautan di daerah. Utamanya pada tambak-tambak di pesisir. Upaya
yang perlu dilakukan adalah dengan meningkatkan sinergitas sistem produksi hulu-hilir yang
menciptakan harmonisasi pelaku, penyedia jasa, pendukung dan pemerintah di sektor
perikanan. Saat ini Dinas Perikanan dan Kelautan membagi tiga area Provinsi Kalimantan
Timur sebagai pusat industri berbasis perikanan yakni wilayah utara, tengah dan selatan.
Wilayah utara meliputi Berau, Kutai Timur, dan Bontang yang diperuntukkan bagi perikanan
tangkap dan budidaya laut. Adapun untuk wilayah tengah meliputi Kutai Kartanegara, Kutai
Barat, Samarinda, dan Mahakam Hulu yang akan diproyeksikan sebagai produksi perikanan air
tawar. Sementara di wilayah selatan yang meliputi Balikpapan, Penajam Paser Utara, dan
Paser akan diproyeksikan sebagai industri pengolahan ikan.
Terkait dengan tingkat konsumsi ikan masyarakat Kalimantan Timur pada tahun 2016
mencapai rata-rata 46,41 kilogram per kapita setiap tahun yang tercatat melampaui konsumsi
nasional yang hanya 43,88 kilogram per kapita. Angka ini menunjukkan perkembangan baik
16
mengingat tingkat konsumsi ikan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yaitu 46,12
kilogram per kapita melalui program GEMARIKAN (Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan)
yang dicanangkan sejak tahun 2012. Hal ini berarti target konsumsi ikan yang digalakkan DKP
Provinsi Kaltim melalui program GEMARIKAN telah tercapai lebih dari 99 persen. Dalam
implementasinya, program GEMARIKAN dilaksanakan terstruktur mulai dari pusat, provinsi,
hingga kabupaten/kota. Dinas Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan tim
Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga di tiap-tiap kabupaten/kota, bahkan masuk hingga
setiap kelurahan dan desa.
60
Prosentase AKG (%)
50
40
30
20
10
0
2013 2014 2015 2016
Paser 35.92 47.88 39.51 19.11
Kutai barat 26.32 28.38 15.28 30.21
Kutai Kartanegara 42.64 38.14 21.98 19.9
Berau 12.4 9.32 13.51 15.52
Penajam Paser Utara 18.66 21.4 15.79 14.84
Mahakam Ulu 0 0 32.94 32.73
Kutai Timur 29.55 31.69 13.43 18.8
Balikpapan 28.11 25.77 13.11 20.21
Samarinda 22.37 35.33 21.13 18.61
Bontang 28.01 14.74 18.44 12.31
17
Prosentase penduduk dengan kondisi sangat rawan pangan (<70% AKG) terjadi
penurunan pada hampir semua kabupaten dan kota, kecuali kabupaten Kutai Barat, Berau,
Kutai Timur dan Balikpapan terjadi peningkatan. Sejalan dengan meningkatnya jumlah
penduduk yang tahan pangan, pada periode Tahun 2016 jumlah penduduk sangat rawan
pangan di Provinsi Kalimantan Timur mengalami penurunan dari 652.158 jiwa (20,51 persen)
tahun 2015 menjadi 686.455 jiwa (20,22 persen) pada tahun 2016.
60
Prosentase AKG (%)
50
40
30
20
10
0
2013 2014 2015 2016
Paser 42.34 35.82 30.78 38.11
Kutai barat 38.77 33.28 33.28 26.9
Kutai Kartanegara 35.92 33.57 36.18 29.66
Berau 33.76 37.61 26 20.67
Penajam Paser Utara 32.26 38.87 28.74 33.87
Mahakam Ulu 0 0 48.47 32.66
Kutai Timur 32.28 30.53 27.14 31.28
Balikpapan 33.97 31.74 31.93 33.55
Samarinda 43.87 39.86 21.13 29.34
Bontang 35.29 38.77 29.45 30.05
18
10,23 persen. Peningkatan penduduk tahan pangan karena pergeseran dari penduduk sangat
rawan pangan dan penduduk rawan pangan menjadi tahan pangan.
70
Prosentase AKG (%) 60
50
40
30
20
10
0
2013 2014 2015 2016
Paser 21.74 16.3 29.71 42.79
Kutai barat 34.91 38.34 51.44 42.89
Kutai Kartanegara 21.44 28.29 41.84 50.44
Berau 53.84 53.07 60.49 63.81
Penajam Paser Utara 49.08 39.73 55.47 51.29
Mahakam Ulu 0 0 18.59 34.61
Kutai Timur 38.17 37.78 58.83 49.92
Balikpapan 37.92 42.49 54.96 46.24
Samarinda 33.76 24.81 42.54 52.05
Bontang 36.7 46.5 52.11 57.65
Sumber : Diolah oleh Dinas Pangan Tanaman Pangan dan Hortikultura Prov. Kaltim, 2017
Gambar 2.9. Persentase Penduduk Tahan Pangan (>90% Angka Kecukupan Gizi)Tahun
2014 dan 2015 Provinsi Kalimantan Timur
19
Sumber : Dinas Pangan Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2017
Gambar 2.11 Peta Komposit Kerentanan dan Kerawanan
Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2016
Peta Kerentanan dan Kerawanan Pangan (Food Security and Vurenability Atlas/FSVA)
Tahun 2016 adalah berdasarkan tiga pilar utama ketahanan pangan, yaitu : ketersediaan
pangan, akses pangan dan pemanfaatan pangan menunjukkan bahwa umumnya kondisi di
Kalimantan Timur masuk dalam kategori tahan sampai sangat tahan pangan, kecuali di
kecamatan Siluq Ngurai Kabupaten Kutai Barat termasuk dalam prioritas 3 (tiga) yang artinya
rentan terhadap kerawanan pangan.
Tingkat kerawanan pangan berdasarkan konsumsi kalori sangat ditentukan oleh
berbagai faktor, antara lain penyediaan pangan, harga pangan, pendapatan keluarga, dan
kemampuan keluarga dalam mengakses pangan, serta pengetahuan masyarakat tentang pola
konsumsi pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman. Tingkat pendapatan yang
rendah di bawah harga pangan, akan mengurangi kemampuan rumah tangga dalam
mengakses kebutuhan pangan, sehingga asupan pangan pada tingkat perseorangan di
keluarga akan berkurang, dan secara bertahap akan mengarah pada timbulnya kasus gizi
buruk, yang akan menciptakan kualitas sumberdaya yang lemah.
20
Terkait dengan distribusi pangan, adanya peningkatan perekonomian membuat
permintaan akan daging sapi juga semakin meningkat, seiring dengan kesadaran masyarakat
akan gizi dan kemampuan daya beli masyarakat yang meningkat. Jumlah permintaan akan
daging sapi juga harus diimbangi dengan pasokan yang mencukupi.Produk peternakan seperti
daging sapi pada umumnya memiliki harga yang relatif tinggi dibandingkan komoditas pangan
lainnya, sehingga permintaan produk peternakan berkaitan erat dengan kemampuan dan daya
beli konsumen. Semakin meningkatnya pendapatan masyarakat Kalimantan Timur
menyebabkan permintaan akan produk-produk bermutu tinggi semakin meningkat. Selain itu
juga berkaitan dengan jumlah penduduk yang selalu meningkat akibat dari dampak
perkembangan kota yang cukup pesat, sehingga terjadi arus urbanisasi yang cukup tinggi
setiap tahun.
Adanya peningkatan perekonomian membuat permintaan akan daging sapi juga
semakin meningkat, seiring dengan kesadaran masyarakat akan gizi dan kemampuan daya
beli masyarakat yang meningkat. Jumlah permintaan akan daging sapi juga harus diimbangi
dengan pasokan yang mencukupi. Produk peternakan seperti daging sapi pada umumnya
memiliki harga yang relatif tinggi dibandingkan komoditas pangan lainnya, sehingga
permintaan produk peternakan berkaitan erat dengan kemampuan dan daya beli konsumen.
Semakin meningkatnya pendapatan masyarakat Kalimantan Timur menyebabkan permintaan
akan produk-produk bermutu tinggi semakin meningkat. Selain itu juga berkaitan dengan
jumlah penduduk yang selalu meningkat akibat dari dampak perkembangan kota yang cukup
pesat, sehingga terjadi arus urbanisasi yang cukup tinggi setiap tahun.
21
140,000
135,000
Harga Daging Sapi (Rp.)
130,000
125,000
120,000
115,000
Balikpa Samari Bontan
Berau Kubar Kukar Kutim Paser PPU
pan nda g
Tahun 2013 120,000 120,000 120,000 120,000 120,000 120,000 120,000 120,000 120,000
Tahun 2014 120,000 120,000 120,000 120,000 120,000 130,000 120,000 120,000 120,000
Tahun 2015 125,000 125,000 135,000 125,000 130,000 125,000 125,000 125,000 125,000
Tahun 2016 125,000 125,000 130,000 125,000 125,000 130,000 125,000 120,000 130,000
Gambar 2.12. Harga Rata-Rata Daging Sapi pada Tahun 2013- 2016
pada 9 kabupaten/Kota di Kaltim
Harga rata-rata daging sapi pada tahun 2015 berkisar pada Rp. 125.000,-/Kg, harga
tertinggi terdapat di Kabupaten Kutai Barat yaitu Rp. 135.000,-/kg, sementara pada tahun
2016 harga rata-rata daging sapi berkisar antara harga Rp. 120.000,- - Rp. 130.000,-.
Harga daging ayam buras pada 9 Kabupaten/Kota pada tahun 2013 s.d 2016 bervariasi
pada kisaran harga Rp. 19.000,-/kg sampai dengan Rp. 56.000,-/kg. Pada tahun 2016 harga
terendah sebesar Rp. 19.000,-/kg pada Kota Samarinda, sedangkan harga tertinggi sebesar
Rp.38.000,-/kg terdapat pada Kabupaten Kutai Barat.
22
( RP/ E KO R)
125000
115,000
115,000
112,500
110,000
110,000
110,000
110,000
110,000
100,000
100,000
100,000
100,000
100000
100000
100000
95,000
95,000
95000
93,333
90,000
90,000
90,000
90000
90000
70000
55000
Pada tahun 2014 harga telur ayam di 9 kabupaten/kota sama yaitu sebesar Rp.1.200,-
/butir dan pada tahun 2015 harga telur ayam juga sama di 9 kabupaten/kota sebesar
Rp.1.400,-/butir. Pada tahun 2016 harga telur di 9 kabupaten/kota antara Rp. 1.200,- s.d Rp.
1600,- per butir. Fluktuasi harga telur ayam pada 9 kabupaten/kota di Kalimantan Timur yang
terendah di Kota Samarinda, Penajam Paser Utara, Kutai Timur dan tertinggi Berau, Bontang
dan Kutai Kartanegara.
Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah
pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama,
keyakinan dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi.
Pangan yang aman adalah pangan yang terbebas dari cemaran biologis, kimia dan benda
lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif
dan produktif. FAO dan WHO juga sepakat bahwa keamanan pangan (food safety) merupakan
salah satu komponen dari ketahanan pangan (food security). Untuk itu, program ketahanan
pangan nasional harus memasukan aspek keamanan pangan untuk kesehatan manusia.
23
Dukungan pemerintah Indonesia terhadap aspek keamanan pangan terlihat dari adanya
perubahan Undang-Undang Pangan No 7 tahun 1996 yang telah diganti menjadi Undang-
Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan. Dalam Undang-Undang pangan yang baru,
keamanan pangan telah memasukkan aspek keamanan pangan rohani serta diatur secara lebih
mendetail dan peran pemerintah dalam penetapan norma, standar, prosedur dan kriteria
keamanan pangan pembinaan serta pengawasannya lebih dipertegas. Demikian pula dengan
penyelenggaraan keamanan pangan sebagaimana diatur dalam BAB VII Pasal 69, diatur
secara mendetail. Penyelenggaraan keamanan pangan tersebut dilakukan melalui: a) Sanitasi
pangan, b) Pengaturan terhadap bahan tambahan pangan, c) Pengaturan pangan produk
rekayasa genetika, d) Pengaturan iradiasi pangan, e) Standar kemasan pangan, f) Jaminan
keamanan pangan dan mutu pangan, g) Jaminan produk halal bagi yang dipersyaratkan.
Sebagai standar acuan yang dipakai Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi
Kalimantan Timur adalah permentan 88 tahun 2011 tentang pemasukan dan pengeluaran
PSAT serta SNI. Parameter yang diuji antara lain: pestisida, formalin, logam berat (Cadmium,
timbale, merkuri, arsen), mikroba (e.coli, salmonella, TPC, V. Cholerae, S.Aures, dan coliform).
Pangan disebut aman jika terbebas dari semua parameter cemaran. Berdasarkan pengujian
pangan yang dilakukan oleh Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi Kalimantan
Timur, diperoleh hasil bahwa tingkat keamanan pangan segar asal tumbuhan adalah 90,74%.
Berdasarkan pengujian pestisida diperoleh hasil semua pangan segar asal tumbuhan
aman untuk dikonsumsi karena pestisidanya di bawah batas minimum residu.
Sedangkan 3 komoditi yang mengandung formalin di atas batas minimum cemaran antara
lain: pisang kepok, pisang ambon dan jeruk. Formalin buatan tidak boleh ada pada pangan.
Formalin dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Rumus kimia formaldehyde dalam formalin
(sintesis) = HCOH+CH3OH+H2O.
Komoditi yang mengandung cemaran logam berat yaitu sebanyak 1 komoditi yaitu jeruk
borneo, dengan kandungan timbale di atas batas minimum cemaran. Pencemaran logam berat
dapat terjadi di air, udara dan darat. Pencemaran udara oleh logam berat erat kaitannya dengan
sifat-sifat logam itu sendiri. Pencemaran udara biasanya terjadi proses-proses industry yang
menggunakan suhu tinggi. Logam berat seperti Hg, As, Cd dan Pb adalah logam yang sangat
mudah menguap. Pencemaran logam berat di darat dan air banyak dikaitkan dengan
pembuangan limbah dari industry yang penggunaan logamnya tidak terkontrol.
Komoditi yang mengandung cemaran mikroba di atas batas minimum cemaran adalah
bayam. Yaitu mengandung Escherichia coli melebihi BMC. Namun dengan pemasakan yang
benar dapat mengurangi pertumbuhan cemaran e.coli.
24
Secara keseluruhan kondisi keamanan pangan segar (sayur dan buah) dikategorikan
aman.
1 Higine/sanitasi 6 Sarana
2 Administrasi 1 Sarana
Sumber: BBPOM Prov.Kaltim, 2016
25
1
14
Dalam hal pengawasan terhadap mutu dan keamanan pangan Industri Rumah
Tangga, Balai Besar POM bersinergi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai
dengan PP 28 tahun 2004 tentang Keamanan Mutu dan Gizi Pangan. Tahun 2016 telah
dilakukan pemeriksaan sebanyak 40 sarana dengan hasil sarana IRTP Tidak Memenuhi
Ketentuan sebanyak 40 (100%) sarana; dengan rincian temuan sebagai berikut :
1 Higine/sanitasi 40 pelanggaran
2 Administrasi 11 pelanggaran
3 Perijinan 8 pelanggaran
4 Mutu/Label 4 pelanggaran
26
40
Perizinan
7 CPPB
Mutu / Label
Bahan Produk
dilarang
Administrasi
8 11 1
Gambar 2.15 Profil Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Industri Rumah Tangga Pangan
Tahun 2016
27
19 4 6 Produk TIE
Mutu/ Label
Bahan/ Produk dilarang
Administrasi
Hygiene/ Sanitas
25
28
2.6.4 Pengawasan Periklanan Dan Label Produk Pangan
Kegiatan pengawasan Iklan telah dilaksanakan dengan rincian sebagai
Iklan Pangan : Pengawasan iklan Pangan dilakukan terhadap 71 iklan, dan telah
dilaporkan ke Badan POM RI dengan hasil 10 iklan memenuhi ketentuan dan 61
iklan tidak memenuhi ketentuan.
Pengawasan label dan penandaan produk Pangan dilakukan terhadap 601
item penandaan produk, dengan hasil 488 item memenuhi ketentuan dan 113
item penandaan tidak memenuhi ketentuan.
Dari hasil pengujian seluruh sampel diperoleh data produk pangan yang
mengandung bahan berbahaya( Tabel 24), terdiri dari :
Kadar Formalin: Kemasan Pangan
Kadar Cemaran Pb: Produk Susu
Laboratorium Mikrobiologi pada tahun 2016 menerima 624 sampel pangan dengan
rincian 564 sampel anggaranDIPAdan 60 sampel INL (pihak ketiga).Jumlah
yangditerima Laboratorium Mikrobiologi tersebut diatas seluruhnya selesai diuji pada
tahun 2016.
29
2.6.6 Sampling dan Operasional Laboratorium Mobil Keliling
Dalam pelaksanaan operasional mobil laboratorium keliling melibatkan 3 bidang
di BBPOM di Samarinda yaitu :
Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan melakukan sampling
Bidang Pengujian melakukan uji Rapid Test
Bidang Sertifikasi dan Layanan Informasi Konsumen melakukan Komunikasi,
Informasi dan Edukasi (KIE) baik kepada komunitas sekolah maupun penjaja
makanan di sekitar sekolah , juga kepada masyarakat, selain menyebarkan leaflet,
poster dan brosur tentang keamanan pangan.
Sasaran dari operasional laboratorium mobil keliling tahun 2016 adalah :
1. Sampling dalam Rangka Pangan Jajan Anak Sekolah (PJAS)
Pangan Jajanan Anak Sekolah memegang peranan yang sangat penting
dalam memberikan asupan energi dan gizi bagi anak usia sekolah.
Penyalahgunaan bahan kimia berbahaya seperti formalin, boraks, pewarna
rhodamin B dan methanyl yellow oleh produsen pangan jajanan adalah salah
satu contoh masih rendahnya tingkat pengetahuan dan kesadaran produsen
tentang keamanan pangan jajanan.
Implementasi Aksi Nasional Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Aman,
Bermutu, dan Bergizi (Aksi Nasional PJAS) selama 2011-2014 dan dilanjutkan
dengan pengawalan PJAS ditahun 2015-2016 ini diharapkan dapat menjangkau
± 2400 SD/MI di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. SD/MI yang telah
diintervensi selama Aksi Nasional PJAS di daerah semakin meningkat yang
diharapkan dapat menjadi penggerak dan percontohan dalam upaya
peningkatan keamanan pangan di lingkungan sekolah pada khususnya serta di
Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara pada umumnya. Oleh karena itu, SD/MI
tersebut perlu didukung dengan pendampingan atau bimbingan teknis lainnya
agar sekolah mampu mandiri menjaga keamanan pangan di lingkungannya.
Gerakan Aksi Nasional Menuju Pangan Jajanan Anak Sekolah yang Aman,
Bermutu dan Bergizi (Aksi Nasional PJAS) yang dicanangkan oleh Bapak Wakil
Presiden RI pada tanggal 31 Januari 2011 sudah berakhir di tahun 2014. Sampai
dengan tahun 2014 semua kabupaten/kota di Propinsi Kalimantan Timur dan
Kalimantan Utara sudah dialakukan intervensi baik melalui Intervensi A, B dan C.
Tahun 2016, BBPOM di Samarinda melakukan pengawalan AN PJAS dengan
30
melakukan sampling dan uji PJAS di tempat menggunakan rapid test kit ke SD
yang belum terintervensi AN-PJAS sebagai berikut:
Tabel 2.8
Data Intervensi BBPOM di Samarinda ke sekolah Terkait Pengawalan
Aksi Nasional (AN-PJAS) Tahun 2016
1 Samarinda 432
2 Berau 48
3 Bulungan 107
4 Nunukan 31
549
Total
Sumber: BBPOM Prov.Kaltim, 2016
31
diperoleh hasil bahwa 97.91 % sampel memenuhi syarat dan 2.09 % sampel
TMS (1.26 % TMS Rodhamin, 0.84 % TMS Boraks) Data lengkap hasil
operasional laboratorium mobil keliling dapat dilihat pada tabel dan gambar di
bawah ini :
Tabel 2.9 Hasil Uji dengan Rapid Test Kit Melalui Operasional Laboratorium Mobil Keliling
Tahun 2016
TMS
Total
No Bulan MS Rhod - Methanil Boraks Formalin
Sampel
B Yellow
1 Januari 20 20 0 0 0 0
2 Februari 48 46 2 0 0 0
3 Maret 0 0 0 0 0 0
4 April 97 97 0 0 0 0
5 Mei 46 44 2 0 0 0
6 Juni 129 125 4 0 0 0
7 Juli 0 0 0 0 0 0
8 Agustus 48 42 2 0 4 0
9 September 0 0 0 0 0 0
10 Oktober 183 183 0 0 0 0
11 November 69 69 0 0 0 0
12 Desember 316 310 2 0 4 0
936 12 8
Total 956 0 0 0
(97,91%) (1.26%) (0,84%)
Sumber: BBPOM Prov.Kaltim, 2016
32
Data peserta pelatihan fasilitator keamanan PJAS dapat dilihat pada table
di bawah ini :
Tabel 2.10 Data Peserta Pelatihan Fasilitator Pengawalan PJAS Tahun 2016
No Kabupaten/ Kota Jumlah Peserta
1. Berau 30
2 Mahakam Ulu 30
3 Kutai Barat 31
Jumlah 91
Sumber: BBPOM Prov.Kaltim, 2016
Tabel 2.11 Kasus Keracunan Pangan Provinsi Kaltim dan Kaltara Tahun 2016
33
No Kab/Kota Tanggal Produk Pangan diduga Hasil Tindak lanjut
pengiriman Penyebab keracunan Pengujian
sampel
Mentah
34
Tujuan diselenggarakannya Program UKS secara umum untuk meningkatkan
kemamppuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik serta menciptakan lingkungan
sehat sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan anak yang harmonis dan
optimal dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Sedangkan tujuan khusus
untuk memupuk kebiasaan hidup sehat dan meningkatkan derajat kesehatan peserta didik yang
mencakup :
1. Penurunan angka kesakitan anak sekolah.
2. Peningkatan kesehatan peserrta didik (fisik, mental, sosial)
3. Agar peserta didik memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk melaksanakan
prinsip-prinsip hidup sehat serta perpartisipasi aktif dalam usaha peningkatan kesehatan di
sekolah.
4. Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan terhadap anak sekolah
5. Meningkatkan daya tangkal dan daya hayat terhadap pengaruh buruk narkotika, rokok,
alkhohol dan obat-obatanan berbahaya lainnya.
Sasaran Program UKS meliputi seluruh peserta didik, baik di Jenjang TK, SD, SMP, SMA,
SMK dan SLB. Adapun Kegiatan-Kegiatan UKS meliputi :
1. Pemeriksaan kesehatan (gigi, mulut, mata, telinga, tenggorokan, kulit dan rambut)
2. Pemeriksaan perkembangan kecerdasan
3. Pemberian imunisasi
4. Penemuan kasus-kasus dini
5. Pengobatan sederhana
6. Pertolongan pertama
7. Rujukan
Beberapa kegiatan Tim Pembina Usaha Kesehatan Sekolah (TPUKS) diantaranya:
1. Pembinaan sarana keteladanan gizi, seperti kantin sekolah
2. Pembinaan sarana keteladanan lingkungan, seperti pemeliharaan dan pengawasan
pengelolaan sampah, SPAL, WC, dan kamar mandi, kebersihan kantin sekolah, ruang UKS
dan ruang kelas , usaha mencegah pengendalian vektor penyakit.
3. Pembinaan personal higiene peserta didik dengan pemeriksaan rutin kebersihan kuku,
telinga, rambut, gigi serta dengan mengajarkan cara gosok gigi yang benar.
4. Pengembangan kemampuan peserta didik untuk berperan aktif dalam pelayanan
kesehatan antara lain dalam bentuk kader kesehatan sekolah dan dokter kecil.
5. Penjaringan kesehatan peserta didik baru.
6. Pemeriksaan kesehatan secara periodik
35
7. Imunisasi,pengawasan sanitasi air, usaha P3K di Sekolah
8. Rujukan medik, penanganan kasus anemia.
9. Forum komunikasi terpadu dan pencatatan pelaporan.
Presentase Jumlah UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) pada Jenjang SD, SMP, SMA, SMK
dan SLB di Provinsi Kalimantan Timur bias di lihat pada Tabel di bawah ini.
36
PERSENTASE
Tabel JUMLAH RUANG
2.12 Presentase UKS
Jumlah SE KALIMANTAN
Ruang TIMUR
UKS Se- Kalimantan Timur
SD SMP SMA SMK SLB
5 Kab. Penajam Paser Utara 104 33 31.73% 29 18 62.07% 8 5 62.50% 8 6 75.00% 1 - 0.00%
6 Kab. Kutai Kartanegara 456 218 47.81% 131 60 45.80% 50 23 46.00% 41 13 31.71% 2 2 100.00%
TOTAL 1,834 844 46.02% 589 342 58.06% 210 112 53.33% 207 83 40.10% 26 11 42.31%
37
2.9 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
2.9.1. Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD)
Pembangunan keamanan pangan dimulai dari individu, keluarga, hingga
masyarakat, termasuk di perdesaan sesuai salah satu agenda prioritas Nawa Cita, yaitu
membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa
dalam kerangka negara kesatuan. Badan POM menginisiasi program dan kegiatan di
bidang keamanan pangan yang berbasis masyarakat. Program nasional ini disebut
Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD).
Pada tahun 2016 program nasional Gerakan Keamanan Pangan Desa di
Balikpapan dilaksanakan di 3 (tiga) kelurahan di Kota Balikpapan, yaitu Muara Rapak,
Sumber Rejo dan Manggar.
Adapun rangkaian kegiatan GKPD pada tahun 2016 sebagai berikut :
38
2. Pemberdayaan Komunitas Desa
Pemberdayaan Komunitas Desa dilakukan melalui bimtek dan fasilitasi di 3
(tiga) kelurahan yaitu Manggar, Sumber Rejo, Muara Rapak Kota Balikpapan.
Tujuan kegiatan ini adalah memberdayakan komunitas desa dengan :
a. Meningkatkan awareness keamanan pangan di komunitas kelurahan dan
produsen pangan kelurahan.
b. Membentuk Kader Kemanan Pangan Kelurahan.
c. Meningkatkan kemampuan menerapkan praktek keamanan pangan yang baik
di tingkat rumah tangga dan tingkat IRTP/PKL dan Ritel.
Tahapan pelaksanaan kegiatan antara lain : pembahasan, Pengambilan Data
dalam rangka GAP Asesment, pelaksanaan bimtek Kader Keamanan Pangan
Desa (KKPD), pelaksanaan bimtek keamanan pangan untuk komunitas desa,
fasilitasi penerapan keamanan pangan oleh KKPD.
39
masing-masing kelurahan.
Bimtek Kader Keamanan Pangan Desa Kelompok Kader Guru/Komunitas
Sekolah dilaksanakan tanggal 26 April 2016. Bimtek diikuti sebanyak 15 (lima belas)
orang Kader Guru yang berasal dari 3 (tiga) kelurahan yang mendapat intervensi GKPD
yaitu Manggar, Sumber Rejo, Muara Rapak Kota Balikpapan.
Bimtek Kader Keamanan Pangan Desa Kelompok Kader PKK dilaksanakan
tanggal 27 April 2016. Bimtek diikuti sebanyak 15 (lima belas) orang kader PKK yang
berasal dari 3 (tiga) kelurahan yang mendapat intervensi GKPD yaitu Manggar, Sumber
Rejo, Muara Rapak Kota Balikpapan.
Bimtek Kader Keamanan Pangan Desa Kelompok Kader Karang Taruna
dilaksanakan tanggal 28 April 2016. Bimtek diikuti sebanyak 15 (lima belas) orang kader
karang taruna yang berasal dari 3 (tiga) kelurahan yang mendapat intervensi GKPD yaitu
Manggar, Sumber Rejo, Muara Rapak Kota Balikpapan.
Pada Bimtek Kader Keamanan Pangan Desa (KKPD) dilakukan pre test dengan
nilai rata-rata 91,25 untuk kader komunitas sekolah, 70,64 untuk kader PKK dan 92,38
untuk kader Karang Taruna. Adapun post test dengan dengan nilai rata-rata 93,33 untuk
kader komunitas sekolah, 73,50 untuk kader PKK dan 93,60 untuk kader Karang
Taruna.
Dari hasil evaluasi pre test dan post test semua kader dapat dilihat bahwa ada
peningkatan nilai sehingga dapat disimpulkan bahwa semua kader telah memahami
penerapan keamanan pangan sesuai fungsinya masing-masing.
40
a. Kelurahan Sumber Rejo.
Jumlah Peserta yang mengikuti Bimtek Keamanan Pangan untuk Komunitas
Desa di Kelurahan Sumber Rejo tahun 2016 sebanyak 43 (empat puluh tiga)
orang yang berasal dari 5 (lima) Kelompok Komunitas Desa yaitu Kader PKK,
Pedagang Kreatif lapangan (PKL), kantin sekolah, sarana ritel pangan dan warung
makanan siap saji serta Industri Rumah Tangga Pangan IRTP). Adapun rincian
peserta yang hadir dan tanggal pelaksanaan pertemuan ini adalah :
b. Kelurahan Manggar
Jumlah Peserta yang mengikuti Bimtek Keamanan Pangan untuk Komunitas
Desa tahun 2016 ini sebanyak 41 (empat puluh satu) orang yang berasal dari 5
(lima) Kelompok Komunitas Desa di Kelurahan Manggar yaitu Kader PKK,
Pedagang Kreatif lapangan (PKL), kantin sekolah, sarana ritel pangan dan warung
makanan siap saji serta Industri Rumah Tangga Pangan IRTP). Adapun rincian
peserta yang hadir dan tanggal pelaksanaan pertemuan ini adalah :
41
makanan siap saji serta Industri Rumah Tangga Pangan IRTP). Jumlah peserta
yang hadir dalam pertemuan ini adalah :
Tabel 2.15 Jumlah Komunitas yang Diberdayakan di Kelurahan Muara Rapak
Balikpapan Tahun 2016
No Kelompok Komunitas Peserta
1 PKK 7
2 Pedagang Kreatif Lapangan (PKL) 10
3 Kantin Sekolah 10
4 Ritel Pangan 7
5 IRTP 6
Pada Bimtek Komunitas Desa dilakukan pre test pada saat gap assessment
dengan nilai rata-rata 70,18 untuk PKK, 71,11 untuk PKL, 90,8 untuk kader
Komunitas Sekolah, 79,6 untuk IRTP dan 63,8 untuk IRTP. Adapun post test
pada saat Bimtek Komunitas Desa dengan dengan nilai rata-rata 76,4 untuk
PKK, 72,3 untuk PKL, 91 untuk kader Komunitas Sekolah, 81,8 untuk IRTP dan
78,2 untuk IRTP.
42
7. Pengawasan Keamanan Pangan Desa
Tujuan Pengawasan Keamanan Pangan Desa adalah :
a. Menjamin pelaksanaan program kegiatan keamanan pangan di desa
berjalan sesuai rencana dan aturan yang telah ditetapkan serta tercapai
targetnya.
b. Menjamin perwujudan sustainabilitas (keberlanjutan) sistem keamanan pangan di
desa.
Pelaksanaan intensifikasi Pengawasan Pangan Desa dalam rangka pengawalan
yang sudah mendapat intervensi GKPD tahun 2014 dan 2015 dilakukan di kelurahan di
wilayah Kota Samarinda, yaitu Kelurahan Sengkotek, Kelurahan Sindang Sari,
Kelurahan Mugirejo, Kelurahan Lok Bahu dan Kelurahan Bantuas dan Kabupaten Kutai
Kertanegara, yaitu Desa Loa Janan Ulu, Desa Purwajaya, dan Desa Tani Bhakti.
Selain itu, pelaksanaan intensifikasi Pengawasan Pangan Desa juga dilakukan di
Kelurahan yang mendapat intervensi GKPD tahun 2016 yaitu Kelurahan Manggar,
Muara Rapak dan Sumber Rejo Kota Balikpapan.
Dalam tahapan ini dilakukan kegiatan Mobil Laboratorium Keliling (Mobling) di
Kelurahan Manggar, Muara Rapak dan Sumber Rejo Kota Balikpapan oleh petugas
Balai Besar POM di Samarinda didampingi oleh Tim Keamanan Pangan Kelurahan.
Pada kegiatan mobling ini, dilakukan pengambilan sampel dan pengujian sampel
menggunakan rapid test kit.
Pengawasan Keamanan Pangan di usaha pangan desa dilakukan oleh tenaga
PKP dan DFI dalam bentuk Fasilitasi Keamanan Pangan terhadap kelompok
komunitasnya dengan menggunakan formulir / check list penerapan keamanan pangan.
Khusus untuk IRTP, fasilitasi yang dilakukan sekaligus dalam rangka penerbitan SPP-
IRT
43
d. Memberikan apresiasi kepada pihak-pihak yang telah menerapkan keamanan
pangan dengan baik seperti tingkat desa dan tingkat sekolah
e. Memberikan rekomendasi peningkatan keamanan pangan di tingkat desa
Kelompok target yang akan diambil datanya dalam rangka monev post intevensi
yaitu sama dengan GAP Assesment adalah Tim Kemanan Pangan Desa, KKPD dan
Komunitas Desa di kelurahan Manggar, Sumber rejo dan Muara Rapak.
Pengambilan data dilakukan pada Bulan Oktober sd Desember2016.
Lomba desa dalam rangka GKPD ini dapat diikuti oleh seluruh desa/kelurahan
yang diintervensi baik pada tahun 2014, 2015 dan 2016. Petugas Balai Besar POM di
Samarinda melaksanakan verifikasi data maupun lapangan dari akhir November sd
Desember 2016. Desa yang diajukan untuk mewakili Provinsi Kalimantan Timur tingkat
nasional tahun 2016 dalam rangka lomba desa adalah Kelurahan Sumber Rejo.
44
yang merupakan target pasar aman tahun 2015 dan Pasar Arum Samarinda yang
merupakan target pasar aman tahun 2016.
Monitoring dan Evaluasi dilakukan sebanyak 2 (dua) tahap. Monitoring dan
Evaluasi tahap 1 dilaksanakan bulan Juni s/d Juli 2016 dengan melakukan sampling
pangan :
Pasar Segiri Samarinda sebanyak 100 sampel . Dari 100 sampel diperoleh hasil
Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebanyak 14 sampel (11 TMS Rhodamin- B; 3 TMS
Boraks)
Pasar Pagi Samarinda sebanyak 100 sampel . Dari 100 sampel diperoleh hasil TMS
sebanyak 12 sampel (8 TMS Rhodamin- B; 4 TMS Formalin)
Pasar Arum Samarinda sebanyak 100 sampel. Dari 100 sampel didapatkan hasil 3
sampel (2 TMS Rhodamin- ; 1 TMS Boraks)
45
2.12. Intensifikasi Pengawasan Pangan Fortifikasi
Beberapa cara dalam menangani permasalahan tingginya angka kekurangan gizi mikro,
antara lain dengan pemberian Komunikasi Informasi Edukasi (KIE), suplementasi dan fortifikasi.
Mulai tahun 2014 Badan POM mengadakan program Pengawasan Pangan Daerah Terkait
Pengawasan pangan Fortifikasi. Langkah awal untuk mewujudkan kegiatan tersebut adalah
dimulai dengan acara Focus Group Discussion (FGD) Penguatan Jejaring Pengawasan Pangan
Daerah Terkait Pangan Fortifikasi.
Balai Besar POM di Samarinda menyelenggarakan FGD Intensifikasi Pengawasan
Pangan Fortifikasi tanggal 29 November 2016 yang dihadiri SKPD Provinsi Kalimantan Timur
dan Kota Samarinda yang terkait dengan pangan fortifikasi dan peserta dari BBPOM di
Samarinda. Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan tersebut adalah :
a. SKPD terkait mendukung suksesnya pelaksanaan program Pengawasan Pangan Daerah
Terkait Pangan Fortifikasi sebagai salah satu sarana dalam mengurangi kekurangan gizi
mikro masyarakat Indonesia utamanya Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
b. Badan POM tidak dapat berdiri sendiri dalam melakukan pengawasan pangan olahan yang
beredar. Perlu koordinasi dan kerja sama dengan lintas sektor terkait untuk mewujudkan
keamanan pangan yang berkesinambungan mulai dari tahap penanaman, pemanenan,
sampai dengan siap dikonsumsi (form farm to table).
c. Melalui kegiatan ini diharapkan tercipta penguatan koordinasi dan manajemen pangan
fortifikasi.
d. Terkait fortifikasi minyak goreng sawit, tahun 2017 batas akhir penerapan SNI, diperlukan
peraturan menteri perdagangan
e. Sehubungan dengan rencana fortifikasi pada beras, dalam pertemuan selanjutnya akan
diupayakan untuk mengundang narasumber dari Bulog
46
disamping merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan
pangan di tingkat rumah tangga dan juga menyangkut aspek pengetahuan serta perilaku yang
kurang mendukung pola hidup sehat. Keadaan gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat
kesehatan dan umur harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan
keberhasilan pembangunan negara yang dikenal dengan istilah Human Development Index
(HDI).
Pada saat ini, sebagian besar atau 50% penduduk Kaltim dapat dikatakan tidak sakit akan
tetapi juga tidak sehat, umumnya disebut kekurangan gizi dan kelebihan gizi (obesitas).
Kejadian kekurangan gizi dan gizi lebih sering terlupakan oleh kita, akan tetapi secara perlahan
berdampak pada tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita,
serta rendahnya umur harapan hidup. Masa kehamilan merupakan periode yang sangat
menentukan kualitas SDM di masa depan, karena tumbuh kembang anak sangat ditentukan
oleh kondisinya saat masa janin dalam kandungan.
Akan tetapi perlu diingat bahwa keadaan kesehatan dan status gizi ibu hamil ditentukan
juga jauh sebelumnya, yaitu pada saat remaja atau usia sekolah. Demikian seterusnya status
gizi remaja atau usia sekolah ditentukan juga pada kondisi kesehatan dan gizi pada saat lahir
dan balita.
Secara umum Prevalensi status gizi balita di Provinsi Kaltim Berdasarkan hasil
Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2016 sudah terjadi penurunan, walaupun ditahun 2014
dan 2015 terjadi peningkatan. Namun pada tahun 2015 prevalensi kurang gizi 19,1 % telah
turun menjadi 18,0 % ditahun 2016.
19.3
19.5
TARGET MDG’S
TARGET RPJMD
2014 - 2018 19.1
19 2015 DAN RPJMN
2010 - 2014
18.5 16 %
18
18 15 %
17.1 17.3
17.5
17 16.6
16.5
16
15.5
15
47
Demikian juga balita yang pendek, cendrung terjadi peningkatan, yaitu dari 26,1% pada
tahun 2014 meningkat menjadi 26,7 % pada tahun 2015, dan tahun 2016 meningkat lagi
menjadi 27,19 % atau masih diatas target RPJMD Provinsi Kaltim yaitu diharapkan pada tahun
2018 setinggi-tingginya balita pendek adalah 25 % .
20
15
10
Sedangkan prevalensi balita kurus sudah turun dari 12,1 % pada tahun 2015 menjadi
9,6 % ditahun 2016 demikian juga balita gemuk dari 5,9 % pada tahun 2015 menjadi 4,6 % di
tahun 2016.
15.9
16
14 12.9 12.3
14.2 11.6 12.1
12
10
11.6 9.6
7.9
8
9.6
5.9
6
4.6
4
48
Adapun status gizi yang dikompositkan berdasarkan 3 indeks Berat Badan menurut
Umur, Tingga Badan menurut Umur dan Berat Badan menurut Tinggi Badan, maka diitemukan
18,1% balita menderita kurang gizi, dan diantara balita kurang gizi tersebut sebanyak 26,1 %
balita pendek.
Balita
Kurang Gizi Berdasarkan hasil PSG th
2016 didapatkan 18% balita
18 %
menderita kurang gizi.
Diantara balita kurang gizi
tersebut sebanyak 26,1 %
balita pendek
25 23
20
15
Intervensi dalam rangka
10 Penurunan Stun ng sudah
6.5 tepat karena dapat
menurunkan angka balita
5 3.6 3.1 kurang gizi (gizi buruk+gizi
1 kurang)
0
UK RU
S K AL US
EM MU RM R
L-G -KU -G E -N O -KU
AL EK EK
MA RM ND EK ND
NO
R
NO PE ND PE
PE
Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi tahun 2016, menunjukkan prevalensi orang
dewasa gemuk umur > 19 tahun berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) di Provinsi Kaltim
adalah 33,8 %.
45
40.9
40 36.9 36.4
34.1 33.8
35 33 32.8 32.5 31.9 31.8
28.9
30
25
20
15
10
0
AN DA G R IM U U R LU R
AP AN KA LT RA TIM PP BA HU SE
P RIN NT KU KA BE KU KU PA
LI K M A
BO MA
BA SA
49
Adapun batasan masalah kesehatan masyarakat berdasarkan indikator gizi menurut
WHO, bahwa balita kurus (5%), kurang gizi (10%) dan balita pendek (20%) sudah dianggap
bermasalah. Namun apabila kita bandingkan dengan hasil survey Pemantauan Status Gizi,
bahwa Provinsi Kaltim termasuk bermasalah gizi kronis dan akut, karena Prevalensi balita
kurang gizi, balita kurus dan balita pendek sudah diatas batasan indikator gizi menurut WHO.
Adapun peningkatan prevalensi balita kurang gizi dan balita pendek ini terjadi, karena masih
ada disparitas status gizi antar kabupaten kota se Kaltim, dimana aksesibilitas masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan masih rendah, terutama kunjungan balita ke posyandu masih
rendah yaitu D/S baru mencapai 53,75 % , sehingga status gizi balita kita tidak bisa terdeteksi
lebih dini. Dan disamping itu juga hasil Pemantauan Monitoring Pemberian ASI Eksklusif
melalui survey PSG tahun 2016 baru mencapai 25,82 % atau masih dibawah target tahun 2016
yaitu 42 %.
40
35.1
35 31.3
29 28.4
30
25.82
25
20 16.7
14.3
15
10.9 10.1
10
0
R NG AN U DA U IM U R R
SE
TA AP RA IN PP LT UL KA BA TIM
PA N KP BE AR KA AH KU KU KU
BO LI M M
BA SA
Gambar 2.24 Presentase Balita Sampai Umur 6 Bulan Mendapat ASI Ekslusif
di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2016
Sedangkan Prevalensi Kekurangan Energi Kronis (KEK) WUS, yaitu untuk ibu Hamil 27,5 %
ditahun 2013 telah turun menjadi 14,8 % ditahun 2016.
50
PERSENTASE IBU HAMIL RISIKO KEK BERDASARKAN LILA
DI PROV. KALTIM
30 28
24.1
25
18.4 18.9
20
14.8
15 12.9 13.5
11.9 12.1
10 7.9
6.7
TIM S ER AN
G
BA
R AN RA
U IM DA UL
U
PP
U
KA
R
KU PA AP BE LT IN KU
NT KU P KA AR AH
BO LI K M M
BA SA
serta untuk obesitas sentral pada orang dewasa 31,3 % (riskesdas 2013). Secara Nasional
angka kematian karena penyakit tidak menular cenderung meningkat terus, terutama penyakit
Hipertensi, Diabetes dan stroke.
Pada tahun 2016 Konsumsi dari komoditi daging menempati urutan pertama dengan
jumlah konsumsi 6,95 gram protein per kapita per hari, diikuti komoditi telur dengan jumlah
konsumsi 2,14 gram protein per kapita perhari, dan yang terakhir adalah komoditi susu dengan
jumlah konsumsi 0,48 gram protein per kapita per hari (Tabel 2.16). Selain faktor penduduk,
faktor yang turut mendorong meningkatnya permintaan daging sapi adalah terjadinya
pergeseran pola konsumsi masyarakat dari bahan pangan sumber protein nabati ke bahan
pangan sumber protein hewani. Fenomena ini diperkirakan akan terus berlanjut kedepan.
51
Tabel 2.16 Konsumsi Daging, Telur dan Susu di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2011 – 2016
(gram protein/kapita/hari)
Komoditi Tahun
Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Timur, 2016* Angka Sementara
Gambar 2.26 Perkembangan Konsumsi Energi dan Protein serta PPH Provinsi Kalimantan Timur
52
2.15 Konsekuensi Pangan dan Gizi dalam Pembangunan
1. Pergeseran Tren Penyakit
Perhatian terhadap penyakit tidak menular semakin meningkat seiring
meningkatnya frekuensi kejadian penyakit di masyarakat. Di Indonesia terjadi perubahan
pola penyakit yaitu dari penyakit menular ke penyakit tidak menular, yang dikenal
sebagai transisi epidemiologi. Penyakit tidak menular (PTM) yang utama adalah penyakit
jantung termasuk kardiovaskuler, paru-paru terutama yang kronis, stroke dan kanker.
Prevalensi PTM berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 antara
lain hipertensi pada penduduk usia 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar
25,8%, Penyakit Jantung Koroner (PJK) penduduk usia 18 tahun ke atas 1,5%, gagal
jantung 0,3%, gagal ginjal kronik 0,2%, batu ginjal 0,6%, rematik 24,7%, stroke 12,1%,
cedera semua umur 8,2%, asma 4,5%, Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)
penduduk usia 30 tahun ke atas 3,8%, kanker 1,8%, diabetes mellitus 2,1%, hipertiroid
pada penduduk usia 15 tahun ke atas berdasarkan diagnosa 0,4% dan cedera akibat
transportasi darat 47,7%.
Pada sisi lain, di Indonesia terjadi kegemukan atau kelebihan gizi dengan segala
macam akibatnya yang disababkan oleh pola makan.Kasus-kasus penyakit infeksi saat
ini sudah mengalami penurunan tapi muncul penyakit-penyakit yang disebut tidak
menular karena gaya hidup, terutama hipertensi atau tekanan darah tinggi yang
mengarah pada stroke dan serangan jantung. Oleh karena itu upaya yang perlu
dilakukan antara lain peningkatan aktivitas fisik dan perilaku konsumsi gizi seimbang.
Tidak hanya mengalami beban ganda, Indonesia juga terjadi apa yang disebut dengan
nutrition transition yaitu pola hidup pedesaan yang mulai beralih seperti perkotaan.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 prevalensi PTM di Kalimantan Timur masih termasuk
rendah, terkecuali untuk penyakit diabetes dan penyakit hipertensi. Prevalensi diabetes
yang terdiagnosis dokter tertinggi berada pada urutan keempat dengan persentase 2,3
% (angka nasional 1,5%), dan Prevalensi hipertensi pada umur ≥18 tahun berada pada
urutan ketiga dengan persentase (29,6 %) (angka nasional 25,8%).
Kebijakan dan strategi pembangunan di bidang pangan dan gizi terus berkembang
dari waktu ke waktu seiring perubahan tantangan dan peluang yang dihadapi oleh setiap
pemerintahan. Di sektor penyediaan pangan, dalam beberapa tahun terakhir setidaknya
terdapat dua paradigma, yaitu: a) paradigma produksi (supply side) termasuk pada
53
penekanan peningkatan produktivitas (intensifikasi) dan perluasan areal (ekstensifikasi);
pada paradigma ini kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan didasarkan pada
kemampuan produksi, dan semua aspek, khususnya kelembagaan ditujukan untuk
mendukung proses produksi, b) paradigma sistem usaha agribisnis yang mengkaitkan
kegiatan produksi bahan baku dengan kegiatan industri dan jasa dalam perspektif
ekonomi makro. Implementasi kedua paradigma tersebut dalam pembangunan ketahanan
pangan menunjukkan bahwa kebijakan dan strategi untuk pembangunan ketahanan
pangan, khususnya dalam hal produksi, penyediaan dan distribusi pangan harus bersifat
integratif. Artinya pembangunan di bidang ini diarahkan terintegrasi, harus memadukan
kebijakan yang bersifat jangka panjang dan kegiatan operasional jangka pendek, serta
harus memadukan kebijakan yang mempengaruhi pasar, infrastruktur, teknologi serta
penguatan aspek kelembagaan.
Sistem ketahanan pangan di Indonesia secara komprehensif meliputi empat hal,
yaitu: (a) ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh
penduduk, (b) distribusi pangan yang lancar dan merata, serta dapat diakses oleh
masyarakat, (c) konsumsi pangan setiap individu yang memenuhi kecukupan gizi
seimbang dan aman, yang berdampak pada d) status gizi masyarakat. Dengan demikian,
sistem ketahanan pangan dan gizi tidak hanya menyangkut soal produksi, distribusi, dan
penyediaan pangan ditingkat makro (nasional dan regional), tetapi juga menyangkut
aspek mikro, yaitu akses pangan di tingkat rumah tangga dan individu serta status gizi
anggota rumah tangga, terutama anak dan ibu hamil dari rumah tangga miskin.
Masalah gizi merupakan masalah yang kompleks dan memiliki dimensi yang luas
karena penyebabnya multifaktor dan multidimensi, tidak hanya merupakan masalah
kesehatan tetapi juga meliputi masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan
dan lingkungan. Kita ketahui bersama bahwa masalah gizi berakar pada masalah
ketersediaan, distribusi, dan keterjangkauan pangan, kemiskinan, pendidikan dan
pengetahuan serta perilaku masyarakat. Dengan demikian masalah pangan dan gizi
merupakan permasalahan berbagai sektor dan menjadi tanggung jawab bersama
pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu, langkah-langkah penanggulangannya juga
harus dirumuskan dan dilaksanakan bersama.
Guna mengoptimalkan pencapaian keberhasilan program Pangan dan Gizi daerah,
diharapkan target dan rencana aksi yang disusun dapat tercapai dengan memperhatikan
kebijakan, strategi, SDM, dan aspek pembiayaan. Mengingat pembangunan ketahanan
pangan dan gizi bersifat lintas sektor, maka dalam menyusun rencana aksi maupun
54
rencana implementasinya, semangat koordinasi dan integrasi serta sinergitas antar
kegiatan harus diutamakan. Kemitraan antar pemerintah dengan masyarakat dan swasta
juga merupakan salah satu faktor kunci dalam pembangunan ketahanan pangan dan gizi.
55
keamanan pangan, serta pemberdayaan penyuluh akan terus dilaksanakan sebagai
penggerak utama pembangunan sosial ekonomi daerah dalam rangka menuju kemandirian
pangan di Kalimantan Timur. Dengan demikian, program – program pembangunan daerah
khususnya ketahanan pangan dan pemberdayaan penyuluhan perlu diarahkan untuk
mendorong terciptanya kondisi sosial ekonomi yang kondusif menuju ketahanan pangan
yang mantap dan berkelanjutan sehingga konsumsi pangan daerah dapat terpenuhi.
Selain itu, dalam rangka mendukung ketahanan pangan mendorong akselearsi
peningkatan konsumsi ikan nasional, telah dilakukan pula sosialisasi Gerakan
Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) sebagai upaya mendukung program nasional
dalam peningkatan konsumsi ikan. Kampanye Gemarikan ini dimotori Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Kalimantan Timur.
Terkait dengan keamanan pangan daerah, Balai Besar Pengawasan Obat dan
Makanan (BBPOM) Samarinda telah menyusun program dan kegiatan diantaranya Pasar
Aman dari Bahan Bahaya, Pengamanan Jajan Anak Sekolah, IRTP (Industri Rumah
Tangga Pangan), serta yang baru dilakukan Gerakan keamanan Pangan Desa yang fokus
terhadap keamanan pangan yang berbasis masyarakat. Upaya yang dilakukan adalah
dengan membangun kemitraan lintas sektor di tingkat desa yang merupakan re-orientasi
peran pemerintah kearah kebutuhan fasilitasi yang lebih mendukung berkembangnya
awareness keamanan pangan desa secara berkelanjutan.
56
palawija yaitu ubi kayu yang dapat diproses menjadi bioetanol dan dapat digunakan
sebagai Bahan Bakar Nabati (BBN) pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) dari fosil.
Dalam pelaksanaan pembangunan pertanian tanaman pangan di Kalimantan Timur
kendala yang dihadapi diantaranya adalah lokasi lahan terpencar-pencar dengan luasan
kecil-kecil, sarana dan prasarana (benih, pupuk, pestisida, alsintan) serta infrastruktur
sangat terbatas, belum padunya antar sektor dalam menunjang pembangunan pertanian,
meningkatnya kerusakan lingkungan, alih fungsi lahan, dan perubahan iklim, lemahnya
permodalan dan kelembagaan petani, terjadinya perubahan SDM petugas dan struktur
organisasi di tingkat kabupaten/kota, adanya serangan organisme pengganggu tanaman,
dan laju pertumbuhan penduduk yang meningkat pesat.
Pembangunan pertanian tidak bisa berdiri sendiri melainkan melibatkan banyak
sektor terkait. Koordinasi antar sektor sudah sering dilakukan, hanya saja
mengintegrasikan secara fisik kegiatan antar sektor masih sulit dilaksanakan. Sektor
pertanian khususnya tanaman pangan Provinsi Kalimantan Timur terus berupaya untuk
meningkatkan produksinya, khususnya produksi padi, jagung dan kedelai dalam
mendukung program Swasembada Pangan Indonesia pada tahun 2017 guna menjamin
kedaulatan pangan nasional serta untuk mendukung Provinsi Kalimantan Timur
swasembada beras tahun 2018. Upaya tersebut dituangkan dalam Rencana Strategis
(Renstra) Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kalimantan Timur tahun 2013 - 2018,
dengan target produksi padi, jagung dan kedelai sampai tahun 2018 mencapai : Produksi
Padi 672.052 ton GKG, produksi Jagung 9.023 ton dan produksi Kedelai 1.636 ton.
Kebijakan terkait ketersedian akses pangan pertanian lebih difokuskan pada
keluarga rawan pangan dan miskin dengan arah kebijakan mengembangkan ketersediaan
pangan melalui peningkatan produksi dan mutu tanaman Tanaman Serealia, aneka
kacang dan umbi, tanaman buah, perkebunan, peternakan dan perikanan; membangun
sistem distribusi; serta upaya dalam stabilitas harga pangan. Upaya yang dilakukan tetap
konsisten pada pemenuhan dan penganekaragaman konsumsi pangan.
57
meningkatkan ketahanan pangan.
58
memberikan pelayanan kepada masyarakat terhadap pelayanan tata laksana gizi buruk
baik rawat inap maupun rawat jalan.
Semua unit pelayanan baik itu Rumah Sakit Puskesmas dan kilinik swasta dalam
memberikan pelayanan khususnya pertolongan persalinan diwajibkan untuk melakukan
IMD (Inisiasi Menyusui Dini) dan mendukung pemberian ASI eksklusif pada bayi serta
telah dibuatnya surat edaran dari Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Kaltim kepada
Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten/Kota untuk mendukung Peningkatan pemberian
ASI eksklusif khususnya melalui dukungan keluarga. Disamping itu juga melakukan
optimalisasi pemantuan pertumbuhan di posyandu, dimana salah satu upaya dengan
melaksanakan Pertemuan pembentukan dan pengaktifan Pokjanal UKBM (Posyandu) se-
Kaltim, mengingat posyandu merupakan salah satu tempat yang paling strategis dalam
rangka mendeteksi lebih dini satus gizi balita serta melakukan Workshop peningkatan
program gizi dengan adanya penanda tanganan komitmen dari lintas sektor dan lintas
program terkait dalam rangka percepatan perbaikan gizi program gizi di Provinsi Kaltim.
Adapun implementasi yang merupakan tindak lanjut dari Pertemuan workshop gizi
ditahun 2015, ada beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan di tahun 2016 adalah
sebagai berikut :
1. Melakukan Orientasi perbaikan gizi bagi anak sekolah di 10 Kabupaten Kota sekaltim
(APBN) ;
2. Melaksanakan pertemuan lintas sektoral dan lintas program baik di Provinsi maupun di
Kabupaten Kota se Kaltim dalam rangka percepatan perbaikan gizi (APBN) ;
3. Melakukan fasiltasi kelompok pendukung ASI di 5 Kabupaten/Kota se Kaltim (APBD I) ;
4. Melaksanakan Jambore Kader Posyandu se-Kaltim (APBD I) ;
5. Review capaian indikator kegiatan pembinaan gizi yang dilakukan secara
terpadu.(APBN) ;
6. Melakukan kelas edukasi untuk ibu hamil bekerjasama dengan tim konselor menyusui
provinsi Kaltim ;
7. Membangun kerjasama dengan PKK dan Organisasi Wanita di Provinsi dalam rangka
mendukung peningkatan capaian ASI Eksklusif dengan menjadi motifator ASI serta
membentuk Kelompok pendukung ASI.
59
2.16.4 Kebijakan Lintas Sektor
Dalam upaya mencapai tujuan pertama SDGs yaitu mengurangi angka kemiskinan
dan kelaparan di dunia sampai setengahnya ditahun 2015, Pemerintah sudah dan masih
melanjutkan program pembangunan yang tertuang di dalam triple track strategy
diantaranya untuk track ketiga revitalisasi pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi
pedesaan untuk mengurangi kemiskinan. Untuk mewujudkan kemandirian pangan
dilakukan pemberdayaan masyarakat miskin di daerah rawan pangan melalui strategi jalur
ganda/twin track strategi; pertama, Membangun ekonomi berbasis pertanian dan pedesaan
untuk menyediakan lapangan kerja dan pendapatan, kedua, memenuhi pangan bagi
kelompok masyarakat miskin di daerah rawan pangan melalui pemberdayaan dan
pemberian bantuan langsung. Untuk itu, Pemerintah melalui Badan Ketahanan pangan dan
penyuluhan Kementerian Pertanian sejak tahun 2006 telah meluncurkan Program Aksi
Desa Mandiri Pangan. Dengan program ini diharapkan dapat mendorong kemampuan
masyarakat desa untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi keluarganya, sehingga
dapat menjalani hidup sehat dan produktif dari hari ke hari. Desa Mandiri Pangan adalah
desa yang masyarakatnya mempunyai kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan
dan gizi melalui pengembangan subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan
dengan memanfaatkan sumberdaya setempat secara berkelanjutan. Penetapan desa
mandiri pangan melalui survey DDRT (Data Dasar Rumah Tangga) dan SRT (Survei
Rumah Tangga) yang akhirnya didapat RTM (Rumah Tangga Miskin) minimum 30%.
Kalimantan Timur sebagai provinsi dengan wilayah yang luas, memandang aspek
ketahanan pangan dan gizi merupakan agenda penting di dalam pembangunan ekonomi.
Salah satu isu strategis yang dihadapi Kalimantan Timur terkait pembangunan
Pangan dan Gizi antara adalah kemandirian dan kedaulatan pangan, pengentasan
kemiskinan dan peningkatan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu pemerintah
Kalimantan Timur terus memacu pembangunan ketahanan pangan dan gizi melalui
program-program yang benar-benar mampu memperkokoh ketahanan pangan sekaligus
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menjadi sangat penting bagi Kalimantan Timur
untuk mampu mewujudkan ketahanan pangan dan gizi wilayah, rumahtangga dan individu
yang berbasiskan kemandirian pangan.Pembangunan ketahanan pangan dan gizi
Kalimantan Timur secara menyeluruh di setiap sektornya akan dapat terlaksana dengan
efektif manakala memiliki arah yang jelas dan terukur kinerjanya. Program-program dalam
rangka pembangunan ketahanan pangan dan gizi harus terpadu (integrated), terukur
60
keberhasilannya (measureable) dan berkesinambungan (sustainability) yang selaras
dengan RPJMD.
Selain itu, Pencapaian Indonesia dalam pemenuhan akses air minum dan sanitasi
sesuai target MDGs 2015 juga perlu menjadi perhatian sebagai tonggak penting bagi
keberlanjutan bukan hanya pembangunan air minum dan sanitasi, namun bagi seluruh
tujuan pembangunan nasional. Pembangunan sektor sanitasi pada periode 2015-2019
dihadapkan pada target ambisius. 100 persen penduduk Indonesia sudah harus terlayani
akses sanitasi pada tahun 2019, atau dikenal dengan Universal Access. Sesuai Peraturan
Presiden (Perpres) No. 185/2014 tentang Percepatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi
juga disebutnya sebagai potensi untuk lebih mengoptimalkan pembangunan sanitasi.
Perpres tersebut mengatur koordinasi perencanaan sekaligus legitimasi terhadap Pokja
dan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur sangat mendukung keberlangsungan program
Percepatan Pembangunan Sanitasi Perkotaan (PPSP), terlebih dengan semakin
berkembangnya isu-isu strategis dan persoalan terkait ketersediaan air minum dan
kelayakan sanitasi sebagai kebutuhan mendasar bagi kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat di daerah. Pengembangan program PPSP di Kalimantan Tiimur dinilai selaras
dengan Misi pertama RPJMD Kalimantan Timur, yaitu Mewujudkan kualitas sumberdaya
manusia Kaltim yang mandiri dan berdaya saing tinggi.
Di tingkat provinsi, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah membentuk
kelembagaan Tim Pokja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Kaltim dengan
tugas utama untuk melakukan koordinasi dan pembinaan kepada kabupaten/kota peserta
PPSP yang ada di daerah. Unsur-unsur yang terdapat di dalam Tim Pokja AMPL Kaltim
terdiri dari : Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum, BLH, Dinas Pemberdayaan Masyarakat
dan Pemerintahan Desa, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Diskominfo, Dinas Pendidikan,
Biro Humas dan Protokol, Biro Pembangunan Daerah, Biro Organisasi, dan Universitas
Mulawarman.
61
Tabel 2.17 Keterkaitan SDGs dengan Rencana Pembangunan Nasional
TARGET
GOALS TARGET RPJMN PRIORITAS NASIONAL
GLOBAL
Penanggulangan
Kemiskinan Peningkatan
Kesejahteraan Masyarakat
No Poverty 7 4 melalui Penghidupan
Berkelanjutan
Peningkatan Kesejahteraan
Rakyat Marjinal
Peningkatan Kedaulatan
Zero Hunger 8 5
Pangan
Good Health
Pelaksanaan Program
and Well- 13 8
Indonesia Sehat
Being
Melindungi Anak,
Gender
9 6 Perempuan dan Kelompok
Equality
Marjinal
Clean water
8 6 Ketahanan Air
and Santation
Affordable and
5 3 Kedaulatan Energi
Clean Energy
62
Growth Peningkatan Daya Saing
Tenaga Kerja
Membangun Konektivitas
Nasional untuk Mencapai
Keseimbangan
Pembangunan
Membangun Transportasi
Umum Massal Perkotaan
Penguatan Investasi
Akselerasi Industri
Manufaktur
Industry,
Peningkatan Kapasitas
Innovation,and 8 3
Inovasi dan Teknologi
Infrastructure
Pengembangan Kawasan
Perbatasan
Pembangunan Daerah
Reduce Tertinggal
10 6
Inequlites Pemerataan pembangunan
antar wilayah
Menjamin Kepastian Hukum
Hak Kepemlikan Tanah
Sustainable
Membangun Perumahan
Cities and 10 7
dan Kawasan Permukiman
Communities
Peningkatan agroindustri,
hasil hutan kayu, perikanan
Responsible dan hasil tambang
Consumption 11 7 berkelanjutan
and Production Perbaikan kualitas
lingkungan (termasuk
perilaku ramah lingkungan)
63
Penanganan Perubahan
iklim dan Penyediaan
Climate Action 5 2
informasi Iklim dan
Kebencanaan
Pengembangan ekonomi
maritim dan kelautan:
i. Meningkatkan dan
mempertahankan kualitas
Life Below
10 7 daya dukung dan kelestarian
Water
fungsi lingkungan laut;
ii. Meningkatkan harkat hidup
nelayan dan masyarakat
pesisir
Pelestarian SDA, lingkungan
hidup dan pengelolaan
bencana:
i. Peningkatan konservasi dan
tata kelola hutan
ii. Perbaikan kualitas
Life On Land 12 7
lingkungan hidup
iii. Pelestarian dan
pemanfaatan kehati
Pemberantasan tindakan
penebangan liar dan
penambangan liar
Meningkatkan kualitas
perlindungan warga negara
Indonesia
Peace Justice
Peningkatan penegakan
and Strong 12 10
hukum yang berkeadilan
Institutions
Membangun Transparansi
dan Akuntabilitas Kinerja
Pemerintahan
Pelaksanaan politik LN
bebas aktif
Memperkuat peran dalam
kerjasama global dan
Partnership regional
19 13
For the Goals
Peningkatan kapasitas
inovasi dan teknologi
Peningkatan kualitas data
dan informasi
64
Penguatan sektor keuangan
JUMLAH 169 108
Dalam SDG’s yang telah ada, Pangan dan Gizi berada di Goals ke 2 (Zero Hunger)
dimana Target Goal Zero Hunger SDG’S secara global mencapai skor 8 sedangkan dalam
Target RPJMN mencapai skor 5 yang mana sesuai dengan prioritas nasional yakni
Peningkatan Kedaulatan Pangan.
1. Dalam naskah akademik Pedoman Gizi Seimbang (Dirjen Bina Gizi dan KIA,
2013), disebutkan bahwa tingginya angka kesakitan dan kematian akibat PTM
diperberat dengan rendahnya aktivitas fisik; rendahnya konsumsi sayuran dan
buah; pola makan tidak sehat Industri pangan yang menyediakan pangan
olahan tinggi lemak, gula dan garam; tersedianya pangan jenis tersebut
diberbagai toko waralaba dengan harga murah dan porsi yang besar, kantin
sekolah dan program makan siang yang sehat dan higienis di sekolah, belum
menjadi kebijakan bagi penyelenggara pendidikan;
2. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku masyarakat untuk hidup sehat yang masih
kurang. Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 kecenderungan proporsi penduduk
Kalimantan Timur yang berperilaku benar dalam Buang Air Besar/BAB sebesar
87,8%, tertinggi keempat setelah Riau, Kepulauan Riau, dan Lampung ;
3. Adanya beberapa Capaian indikator gizi yang masih dibawah target meliputi
kunjungan balita ke posyandu (D/S) masih dan Capaian ASI eksklusif dan IMD
masih rendah;
4. Pendanaan kegiatan sebagian besar masih mengharapkan anggaran yang
bersumber dari dana dekonsentrasi (APBN), sehingga dengan terjadinya
rasionalisasi penganggaran akan berdampak terhadap pelaksanaan kegiatan
program perbaikan gizi .
2.17.2 Tantangan dan Hambatan Kunci Program Sensitif Gizi Secara Langsung
1. Dewasa ini kasus gizi buruk dan gizi kurang pada anak dapat terjadi pada
siapapun, baik anak dari keluarga miskin, keluarga kaya, sampai keluarga
berpendidikan. Dalam beberapa kasus, gizi kurang bahkan ditemukan di pusat
perkotaan. Hal ini menyatakan gizi buruk/gizi kurang tidak identik dengan
65
kawasan perdesaan, melainkan merata. Di kawasan kota, kasus ini terjadi pada
orang tua yang terlalu sibuk dengan karir dan tidak sempat memperhatikan gizi
anak-anaknya. Di perkampungan pun, kasus gizi buruk banyak yang menimpa
keluarga petani. Padahal mereka memiliki banyak sayuran di kampungnya.
Kondisi yang sama juga terjadi pada anak nelayan yang mengalami gizi buruk
karena kekurangan protein. Sementara itu saat ini tidak sedikit orang tua yang
memberikan makanan instan kepada anak. Padahal, asupan makanan instan
ini tidak memenuhi standar gizi yang berkualitas bagi anak untuk tumbuh
kembangnya. Perawatan dan pemberian asupan makanan sepenuhnya
diserahkan kepada baby sitter atau asisten rumah tangga yang kurang memiliki
pengetahuan tentang asupan gizi untuk balita. Bahkan makanan yang
seharusnya belum bisa dikonsumsi untuk anak sudah diberikan. Gizi yang
dimakan tidak terserap maksimal karena organ pencernaan juga belum siap
untuk jenis makanan yang diberikan tersebut.Oleh karena itu pengetahuan
mereka mengenai gizi harus ditingkatkan.
2. Konsumsi pangan yang masih tetap didominasi oleh beras sebagai sumber
karbohidrat, dalam jangka panjang akan cukup memberatkan bagi upaya
pemantapan ketahanan pangan yang berkelanjutan dan bertumpu kepada
sumber daya lokal. Berbagai permasalahan dan tingginya tantangan yang akan
muncul, yang harus diantisipasi, terutama dalam mewujudkan pola konsumsi
pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman antara lain :
a. Besarnya jumlah penduduk miskin dan pengangguran dengan kemampuan
akses pangan rendah;
b. Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap diversifikasi
konsumsi pangan dan gizi;
c. Masih dominannya konsumsi sumber karbohidrat yang berasal dari beras.
2.17.3 Tantangan dan Hambatan Kunci Program Spesifik dan Sensitif Gizi Secara
Tidak Langsung
1) Desentralisasi menuntut peran daerah untuk menyelesaikan
permasalahannya secara lebih luas. Dalam kaitan tersebut, diperlukan
komitmen daerah dalam melaksanakan kebijakan termasuk kebijakan pusat
sehingga pelaksanaan perbaikan pangan dan gizi dapat dicapai lebih baik.
66
Dalam hal RAD-PG, keberadaan RAD-PG Provinsi dan Kabupaten/kota
merupakan kesempatan dan tantangan untuk melaksanakan pembangunan
pangan dan gizi.
2) Kesenjangan antar wilayah yang tinggi.
Prevalensi permasalahan pangan dan gizi yang ditemukan antara daerah
yang satu dan lainnya dapat berkali-kali lipat lebih tinggi. Adanya perbedaan
karakteristik demografis, geografis, serta sosio-ekonomi yang berbeda antar
wilayah satu dengan lainnya memerlukan adanya perlakuan atau
penyesuaian implementasi intervensi yang sesuai dengan karakteristik
wilayah, tidak dapat dilakukan penyamarataan intervensi yang dilakukan di
Kabupaten Mahakam Ulu dan di Kabupaten Berau misalnya. Pendekatan
penyelesaian masalah dengan pendekatan lokal perlu menjadi perhatian.
3) Adanya kesenjangan antara kebijakan yang ditetapkan, implementasi
yang dilaksanakan, dan masih belum kuatnya monitoring dan evaluasi
terhadap pelaksanaan program yang telah direncanakan. Indikator input
dalam pelaksanaan perbaikan gizi relatif tercapai, namun outcome yang
ditemukan di lapangan adalah sebaliknya, permasalahan gizi cenderung
meningkat.
4) Struktur wilayah Indonesia yang berupa kepulauan menggambarkan
adanya masalah untuk menyalurkan pangan dan pelayanan kesehatan
secara efektif, akses jalan dan transportasi yang sulit merupakan
permasalahan yang kerap ditemui.
67
BAB III
RENCANA AKSI MULTISEKTOR
3.1 Tujuan
No Status Target
Indikator Awal (2018)
(2014)
1 Produksi padi (ton) 426.567 672.052
2 Produksi jagung (ton) 7.567 9.023
3 Produksi kedelai (ton) 1.128 1.636
4 Produksi daging sapi (ribu ton) 8.817 11.677
5 Produksi ikan (ton) diluar rumput laut 184.600 382.800
6 Skor PPH 85,7 91,4
7 Tingkat konsumsi energi (kkal/kapita/hari) 3.034 2.150
8 Konsumsi ikan (kg/kap/tahun) 50,5 55,74
9 Prevalensi anemia pada ibu hamil 20 <10
(persen)
68
No Status Target
Indikator Awal (2018)
(2014)
10 Persentase bayi dengan berat badan lahir 25 <15
rendah (BBLR) (persen)
11 Persentase bayi dengan usia kurang dari 45 50
6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif
(persen)
12 Prevalensi kekurangan gizi (underweight) 17,3 16
pada anak balita (persen)
13 Prevalensi kurus (wasting) pada anak 15 <10
balita (persen)
14 Prevalensi pendek dan sangat pendek 26,1 26
(stunting) pada anak baduta (bayi di
bawah 2 tahun) (persen)
15 Prevalensi berat badan lebih dan obesitas 35 20
pada penduduk usia >18 tahun (persen)
Penjabaran lebih rinci terkait peran lintas sektor ditampilkan pada Tabel berikut yang
didalamnya terdapat alur pikir (logical framework) dari peranan setiap stakeholder dan tabel ini
merupakan modifikasi dari kegiatan yang tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategis SKPD/Instansi lingkup Pemerintah
Provinsi Kalimantan Timur.
69
PELAKSANA INPUT OUTPUT
6. Persentase Persalinan di
fasilitas pelayanan kesehatan
7. Persentase Puskesmas Program
Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K)
Konsumsi energi dan zat gizi
8. Prevalensi merokok pada tercukupi terutama bagi
penduduk usia < 18 tahun kelompok rentan yaitu remaja
putri, Ibu hamil
70
17. Persentase ibu hamil anemia
18. Persentase rumah tangga
mengkosumsi garam beriodium
19. Persentase bayi dengan berat
badan lahir rendah (berat
badan <2500 gram)
20. Persentase anak usia 0-11
bulan yang mendapat imunisasi
dasar lengkap
21. Persentase kabupaten/kota
yang memiliki kebijakan
Perilaku Hidup Bersih & Sehat
(PHBS)
22. Persentase sarana air minum
yang dilakukan pengawasan
Dinas Pangan,
Jumlah Pemanfaatan Pekarangan
Tanaman Pangan Penganekaragaman Makanan
(kelompok)
dan Hortikultura
71
3. Jumlah Pasar yang diintervensi
menjadi pasar aman
bahanberbahaya
4. Jumlah Kabupaten/kota yang
menerapkan Peraturan Kepala
Badan POM tentang IRTP
1. Pembangunan Saluran PAM ke Peningkatan Sanitasi dan Akses
Rumah Tangga Air Bersih
a. Pembangunan SPAM(KK)
b. Optimalisasi SPAM(KK)
c. Pembangunan SPAM Ibu
Kota Kecamatan (KK)
d. Perluasan SPAM Perkotaan
(KK)
PU Bidang Cipta
Karya
2. Pembangunan Infrastruktur
Limbah
a. Pembangunan
SANIMAS(KK)
b. Pembangunan IPAL(KK)
c. Pembangunan IPLT(KK)
d. Pembangunan Drainase (ha)
1. Laporan Kegiatan Dewan
Dinas Pangan, Ketahanan Pangan
Tanaman Pangan Koordinasi Vertikal Horizontal
dan Hortikultura 2. Laporan Sistem Kewaspadaan
pangandan Gizi
3. PMT-A
72
penyuluhan pertanian, program kredit, perkumpulan-perkumpulan formal dan peran
pemimpin didalamnya ditetapkan sebagai urusan laki-laki. Sedang perempuan
ditetapkan terbatas pada kegiatan-kegiatan yang menjurus ke bidang reproduksi,
seperti KB, Pendidikan, gizi dan kesehatan, PKK dan lainnya. Hal ini menggambarkan
kebijakan pemerintah belum peka gender.
Secara umum akses dan kontrol perempuan pada kelembagaan dan organisasi,
baik yang bersifat formal maupun tradisional baru sebatas pada kelembagaan yang
erat hubungan dengan peran gender perempuan, misalnya organisasi PKK, arisan,
pengajian dan sebagainya. Penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan di daerah masih diperlukan peningkatan pengintegrasian gender melalui
penguatan kelembagaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan program dan
kegiatan yang responsif gender.
Melalui Strategi Nasional (STRANAS) percepatan PUG melalui Perencanaan
yang responsip Gender (PPRG), berdasarkan permasalahan, sasaran serta arah
kebijakan nasional, maka strategi umum mengacu pada dua permasalahan yang
dihadapi adalah penerapan PPRG di tingkat nasional dan daerah yaitu a). Penguatan
dasar hukum dan b). Penguatan koordinasi baik antar sesama instansi penggerak
dengan instansi pelaksana.
73
gender dalam sumbangan pendapatan laki-laki dan perempuan.(Sumber dari Buku
Pembngunan Manusia Berbasis Gender 2016, terbitan Kerjasama Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dengan BPS).
Lambatnya peningkatan nilai IPG setiap tahun mengindikasikan bahwa
peningkatan kesetaraan gender di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan, politik serta
pengambilan keputusan yang signifikan yang antara lain disebabkan oleh :
- Masih terdapatnya kesenjangan gender dalam hal akses, manfaat dan partisipasi
dalam pembangunan serta penguasaan terhadap sumber daya pada tataran antar
Provinsi dan antar Kabupaten/Kota.
- Rendahnya peran dan partisipasi perempuan di bidang politik, jabatan-jabatan
publik dan dibidang ekonomi.
- Rendahnya kesiapan perempuan dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim,
krisis energi, krisis ekonomi, bencana alam dan konflik sosial serta terjadinya
penyakit.
74
mendapatkan nutrisi tertentu sehingga mengurangi kualitas pemanfaatan pangan oleh
individu. Kualitas sanitasi juga mempengaruhi keberadaan dan persebaran penyakit
yang dapat mempengaruhi pemanfaatan pangan sehingga edukasi mengenai nutrisi dan
penyiapan bahan pangan dapat mempengaruhi kualitas pemanfaatan pangan.
Dalam rangka mengatasi permasalahan gizi diketahui bahwa intervensi gizi
spesifik yang sebagian besar dilaksanakan oleh sektor kesehatan dan berpengaruh
secara langsung merupakan yang paling efektif (Bhutta, 2013). Keberlanjutan
intervensi ini bergantung pada pelaksanaan intervensi gizi sensitif, yang merupakan
faktor mendasar yang mempengaruhi status gizi, intervensi sensitif dilaksanakan oleh
sektor lain seperti pendidikan, pertanian, pekerjaan umum/infrastruktur, dan
kesejahteraan sosial (WHO, 2012).
Berfikir Multi-
Sektor, Bertindak
Sektoral
Logical framework (logframe) RAD-PG dengan peran SKPD terkait secara lebih
rinci. Semua SKPD terkait mempunyai goal atau dampak program multi-sektor yang
sama yaitu menghasilkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. Semua
75
kegiatan SKPD ini diharapkan dapat mencapai semua Outcome yang telah ditentukan.
Seluruh outcome akan dapat dicapai setidaknya apabila 1) terjadi peningkatan
pengetahuan gizi dan kesehatan pada remaja, wanita usia subur dan ibu; 2) konsumsi
makanan yang berpedoman pada gizi seimbang terutama pada kelompok rentan yaitu
kelompok 1000 HPK, remaja perempuan, ibu menyusui, dan balita; 3) pemantauan dan
stimulasi tumbuh kembang; 4) pencegahan dan manajemen penyakit infeksi; 5)
penanggulangan gizi buruk akut; 6) ketersediaan pangan, akses ekonomi dan
pemanfaatan pangan yang adekuat; 7) Jaminan terhadap akses kesehatan dan sosial;
8) Peningkatan sanitasi dan air bersih; 9) Akses terhadap pelayanan kesehatan dan KB;
10) Pendidikan dan pemberdayaan perempuan, serta perkembangan anak usia dini; 11)
Peningkatan pemahaman dan pelaksanaan advokasi yang strategis; 12) koordinasi
vertikal dan horizontal; 13) Akuntabilitas, regulasi insentif, peraturan perundang-
undangan; 14) investasi dan mobilisasi kapasitas; 15) Monitoring dan evaluasi tepat
guna. Peran setiap SKPD terkait dapat dijabarkan melalui pencapaian indikator output,
seperti yang dicantumkan pada indikator input didalam logframe RAD-PG2015-2019.
Keterangan :
*) Peran Utama dari setiap Sektor
Berbagai aspek gizi dan komponen sektor lainnya seperti pertanian, air dan
sanitasi, dan kebutuhan perlindungan sosial pada RAD-PG Provinsi Kalimantan Timur
perlu mengacu apa yang telah ditetapkan dalam RPJMN, RAN-PG, RPJMD Provinsi
Kalimantan Timur dan peraturan pemerintah lainnya. Pelaksanaan peraturan yang
76
ditetapkan harus fokus pada kelompok yang rentan dan termiskin, sehingga dapat
meningkatkan pencapaian target yang telah ditetapkan.Pengembangan pendekatan
multi-sektor yang terintegrasi untuk intervensi diperlukan melalui pendekatan dari bawah
ke atas (bottom up) yang dapat dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah di provinsi dan kabupaten/kota. Untuk pelaksanaan RAD-PG dapat dimulai
ditingkat provinsi dan selanjutnya dilakukan di tingkat kabupaten/kota.
77
8. Peningkatan produksi pangan;
9. Pemenuhan kebutuhan energi ramah lingkungan;
10. Peningkatan kualitas infrastruktur dasar;
11. Reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan; dan
12. Peningkatan kualitas lingkungan hidup.
78
Untuk mengimplementasikan arah kebijakan RPJMD ditetapkan pula program
prioritas pembangunan yang dilaksanakan oleh SKPD MultiSektor di Provinsi Kalimantan
Timur untuk mendukung tercapainya tujuan RAD-PG 2013-2019 yaitu:
1. Peningkatan kualitas sarana dan prasarana pelayanan kesehatan
2. Peningkatan promosi kesehatan dan membangun kemitraan dengan lintas sektor
3. Peningkatan kualitas tenaga kesehatan
4. Peningkatan upaya penanggulangan penyakit menular
5. Percepatan Pembangunan Sanitasi Perkotaan
6. Pengembangan Kinerja Pengelolaan Air Minum dan Air Limbah
7. Peningkatan kualitas manajemen pelayanan kesehatan
8. Pelayanan Kesehatan Penduduk Miskin
9. Peningkatan mekanisme pemberian bantuan dan perlindungan sosial bagi
masyarakat miskin
10. Peningkatan pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat miskin
11. Pengembangan kemampuan kerja dan berusaha (wirausha)
12. Peningkatan produksi hasil pertenakan
13. Pengembangan Perikanan Tangkap
14. Pengembangan kawasan budidaya laut, air payau dan air tawar
15. Intensifikasi dan Ekstensifikasi Produksi Pertanian Padi
16. Penyediaan dan Peningkatan kualitas SDM pertanian
17. Mendorong produksi pertanian dan arti luas
18. Penganekaragaman Produk Olahan Pertanian dalam arti luas
19. Peningkatan Ketahanan Pangan
20. Program Pengembangan Lembaga Ekonomi Pedesaan
21. Program Peningkatan Pendayagunaan Teknologi tepat guna
79
dilanjutkan dengan pembentukan dan pendampingan di kabupaten/kota, sehingga bila
dari aspek kelembagaan sudah solid dan tertata maka akan mudah dalam menyusun
perencanaan hingga melakukan rencana aksi dan implementasi.
Kelembagaan ketahanan pangan dan gizi di pemerintahan propinsi Kalimantan
Timur mulai dilaksanakan di bawah koordinasi Dewan Ketahanan Pangan (DKP) yang
diketuai oleh Gubernur. Namun kelembagaan Dewan Ketahanan Pangan di tingkat
kabupaten/kota masih belum optimal. Kendala belum efektifnya ini disebabkan karena
permasalahan pemahaman dan penerapan PP 38 Tahun 2007 dan PP 41 Tahun 2007,
selain itu karena keterbatasan SDM yang dimiliki Kabupaten/Kota, sehingga ada
beberapa organisasi ketahanan pangan yang berbentuk Badan, Kantor ataupun hanya
pada eselon III atau IV, sehingga dalam pelaksanaan koordinasi akan sangat
menyulitkan. Disamping itu karena institusi ini relatif baru, sehingga dijumpai kendala-
kendala kualitas SDM dan produktivitas tenaga penyuluh serta terbatasnya sarana dan
prasarana. Usaha-usaha untuk meningkatkan kelembagaan fungsional (DKP) maupun
kelembagaan struktural harus dilakukan, serta meningkatkan koordinasi dan kerjasama
lintas SKPD yang menangani pangan dan gizi. Hingga saat ini penanganan masalah
ketahanan pangan dan gizi seringkali menghadapi kendala yang bersumber dari aspek
kelembagaan. Kondisi tentang kelembagaan Pangan dan Gizi di Kalimantan Timur dapat
di uraikan dalam Tabel berikut.
Tabel 3.3 Kondisi Kelembagaan Pangan dan Gizi di Kalimantan Timur
KINERJA
Dewan Ketahanan 1. Ditingkat Provinsi telah dibentuk Dewan Ketahanan Pangan
Pangan Daerah berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor : 58 Tahun
2009 dan Keputusan Gubernur Nomor : 520/K.372/2009.
2. Ditingkat Kabupaten/Kota sudah dibentuk 8 Dewan Ketahanan
Pangan Daerah
3. Rapat Koordinasi DKP seharusnya dilaksanakan minimal 2 kali
setahun atau atas permintaan Ketua Dewan dalam hal ini
Gubernur/Bupati/Walikota dapat dilakukan secara berkala.
Ditingkat provinsi baru dilaksanakan satu kali di tahun 2010
yang dipimpin oleh Gubernur Kalimantan Timur.Sedangkan
rapat koordinasi antara provinsi dan kabupaten belum pernah
dilaksanakan akibat keterbatasan sarana dan prasarana,
seperti Sekretariat, Pokja Ahli, SDM, dan Anggaran, sehingga
koordinasi dilakukan melalui fasilitas yang ada.
4. Ada beberapa kabupaten yang dalam tahun 2013 akan
membentuk Dewan Ketahanan Pangan meliputi Penajam
80
KINERJA
Paser Utara dan Mahulu
5. Anggota DKP telah mengikuti beberapa kegiatan baik tingkat
regional maupun nasional, baik melalui Rakor dan Rapat
Teknis
81
Dalam rangka penguatan aspek pangan dan gizi, diperlukan penguatan koordinasi dan
sarana pertemuan yang mampu menjadi pengungkit kelembagaan yang solid dan konsisten
hingga ke tingkat kabupaten/kota. Oleh sebab itu perlu dibangun kerangka kerja dan SOP
(standar, operasional, dan procedure) yang dijalankan secara konsisten oleh setiap multisektor
yang terlibat.
Gambar 3.3 Upaya Penguatan Kelembagaan Pangan dan Gizi di Kalimantan Timur
3.3.5. Kesetaraan
Kesetaraan gender merupakan kesamaan kondisi bagi laki laki dan perempuan. Dalam
rangka memperoleh kesempatan serta hak-haknya. Sebagai manusia agar mampu berperan
dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, social budaya, pendidikan,
pertahanan dan keamanan, serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.
Dengan berubahnya paradigma tentang perempuan, maka ruang publik tidak lagi
dominasi oleh pria tetapi perempuan juga memiliki peluang, akses dan kemampuan yang sama.
Dimensi kehidupan sosial kemasyarakatan seperti pendidikan, dunia usaha, birokrasi bahkan
politik sendiri diwarnai oleh kaum perempuan. Hal ini mempertegas bahwa transformasi sosial
bagi perempuan sudah tidak bisa tertindas.
Seiring dengan terjadinya keterbukaan informasi pelaksanaan pembangunan.
Pemerintahan daerah telah mengupayakan hasil pembangunan dapat dirasakan oleh warga
82
masyarakat tanpa terkecuali, baik laki laki maupun perempuan. Hal ini dapat ditunjukkan
melalui pengangkatan jabatan strategis yang dipimpin oleh perempuan yang artinya tidak ada
diskriminasi terhadap laki laki dan perempuan sepanjang telah memiliki kemampuan.
Kalimantan Timur merupakan daerah yang memiliki potensi yang cukup besar untuk
berkembang lebih maju. Maju dan tidaknya tergantung dari peran semua pihak sehingga hasil
pembangunan dapat dirasakan oleh semua tanpa diskriminasi. Untuk mendukung kesetaraan
gender, pemerintah daerah melakukan terobosan melalui program peningkatan peran serta dan
kesetaraan gender. Dalam pembangunan dengan alokasi anggaran Rp. 652 juta pada tahun
2016, dan pada tahun 2017 sebesar Rp. 2,5 M dan Pagu indikatif tahun 2018 sebesar
Rp. 800 juta.
83
BAB IV
KERANGKA PELAKSANAAN RENCANA AKSI
Kerangka pelaksanaan rencana aksi menjadi suatu hal yang penting karena
menyangkut siapa dan bagaimana kegiatan tersebut dilaksanakan. Pada kerangka
pelaksanaan diatur kerangka kelembagaan, manajemen keuangan dan aliran dana,
anggaran indikatif, strategi pengembangan kapasitas, strategi advokasi dan komunikasi,
dan strategi monitoring dan evaluasi.
84
9. Kasubbid SDA dan LH Bappeda Provinsi Kalimantan
Timur
10. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Provinsi
Kalimantan Timur
11. Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi
Kalimantan Timur
12. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi
Kalimantan Timur
13. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur
14. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur
15. Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Timur
16. Disperindakop & UKM Provinsi Kalimantan Timur
17. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan
Timur
18. Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Provinsi Kalimantan Timur
19. Dinas Pemberdayaan Masyarakat Pemerintahan Desa
Provinsi Kalimantan Timur
20. Dinas PUP2 & PERA Provinsi Kalimantan Timur
21. Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Samarinda
22. Pelaksana pada Bappeda Provinsi Kalimantan Timur.
Tim Teknis :
1. Bertanggung jawab terhadap kegiatan penyusunan RAD-PG;
2. Melakukan penyusunan RAD-PG mulai dari membuat jadwal dan rencana
85
kerja, mencari dan mengumpulkan bahan yang diperlukan, melakukan
penyusunan sampai menghasilkan draft untuk disampaikan kepada Tim
Pengarah;
3. Menyampaikan draft RAD-PG kepada tim pengarah untuk proses lebih
lanjut;
4. Mengkoordinasikan pelaksanaan RAD-PG;
5. Menjalankan strategi untuk peningkatan efektifitas pelaksanaan sesuai
masukan Tim Pengarah
86
4.3 Keterlibatan Pemangku Kepentingan
Para pemangku kepentingan (stakeholders) di bidang pangan dan gizi termasuk
sektor swasta, perguruan tinggi dan organisasi non pemerintah dalam dan luar negeri
terlibat dalam perbaikan gizi. Jika memungkinkan Badan PBB dan mitra pembangunan
berkontribusi memberikan hibah dan bantuan teknis untuk perbaikan pangan, kesehatan,
dan gizi. Walaupun demikian, koordinasi lintas program dan lintas sektor/bidang di
pemerintah maupun antar Badan PBB dan mitra pembangunan masih harus terus
ditingkatkan. Koordinasi perlu dibangun untuk mengkoordinasikan secara efektif kebijakan
antar sektor/bidang, memfasilitasi kolaborasi di tingkat operasional dan mengintegrasikan
kegiatan program terkait dengan penurunan prevalensi kekurangan gizi dan peningkatan
asupan kalori pada semua anggota keluarga yang mengalami rawan pangan (Landscape
Analysis on Nutrition, Kemenkes, 2010).
Sasaran pembangunan pangan dan gizi dicapai dengan meningkatkan koordinasi dan
kerja sama antara berbagai lembaga terkait dengan pembangunan pangan dan gizi, baik
antar lembaga pemerintah, antara pemerintah dan masyarakat, maupun antar kelompok
masyarakat. Peningkatan koordinasi didukung oleh penyusunan perangkat hukum tentang
pangan dan pemasyarakatannya. Perangkat hukum itu termasuk peraturan tentang
penyediaan bahan baku, produk pangan olahan dan bahan penolong lainnya.
Di samping kelembagaan tersebut di atas dikembangkan pula kebijaksanaan untuk
mendorong dunia usaha, swasta, serta koperasi, untuk berperan serta dalam produksi dan
pengolahan pangan, penyediaan dan distribusi pangan yang berkualitas dan aman
sehingga menjadi mitra pemerintah untuk mencapai sasaran pembangunan pangan;
menata kelembagaan yang terkait dengan pengawasan kualitas dan pengendalian
pangan; dan meninjau kembali dan menata ketentuan dan peraturan yang menghambat
usaha peningkatan produksi, distribusi dan penyediaan pangan, serta menghambat
pengembangan industri dan sistem perdagangan pangan.
87
Peningkatan tenaga profesional di tingkat Pemerintah paling bawah yakni tingkat
Kecamatan dan Desa
Melakukan Kampanye kesehatan tentang pentingnya gizi seimbang pada semua
siklus kehidupan, terutama pada 1000 Hari Pertama Kehidupan melalui pada event-
event tertentu, seperti Hari Kartini, Hari Ibu dll.
Peningkatan dan pemerataan tenaga medis dan para medis di setiap Kabupaten/Kota
sampai ke pedalaman dan perbatasan.
Pengembangan teknologi pertanian dan peningkatan Sumberdaya Manusia Pelaku
Pertanian Tanaman Pangan untuk menghasilkan produksi yang mempunyai daya
saing.
Peningkatan ketahanan pangan masyarakat
88
permasalahan kesehatan dan upaya pemecahan permasalahan kesehatan. Seberapa jauh
komitmen politik para eksekutif maupun legislatif terhadap masalah kesehatan dipengaruhi
oleh pemahaman mereka terhadap masalah – masalah kesehatan.
Dukungan Kebijakan (Policy Support), dukungan kebijakan ini dapat berupa Undang –
Undang, peraturan pemerintah atau peraturan daerah, surat keputusan pimpinan institusi
baik pemerintah maupun swasta, instruksi atau surat edaran dari para pemimpin lembaga/
institusi, dsb.
Dukungan Masyarakat (Social Acceptance), dukungan masyarakat berarti diterimanya
suatu program oleh sasaran program tersebut yakni masyarakat, terutama tokoh
masyarakat.
Dukungan Sistem (System Support), agar suatu program atau kegiatan berjalan dengan
baik, perlu adanya sistem, mekanisme, atau prosedur kerja yang jelas yang
mendukungnya.
Advokasi gizi dapat dilakukan melalui media cetak maupun media elektronik,
permasalahan kesehatan disajikan baik dalam bentuk lisan, artikel, berita, diskusi,
penyampaian pendapat, dsb. Hal ini karena media massa mempunyai kemampuan yang kuat
untuk membentuk opini publik (public opinion) yang dapat mempengaruhi bahkan merupakan
tekanan terhadap para penentu kebijakan dan para pengambil keputusan. Adapun metode yang
digunakan dalam advokasi gizi adalah :
Lobi politik (political lobying), lobi adalah berbincang – bincang secara informal dengan para
pejabat untuk menginformasikan dan membahas masalah dan program kesehatan yang
akan dilaksakan.
Seminar dan atau presentasi, seminar atau presentasi yang dihadiri oleh pejabat lintas
program dan lintas sektoral.
Media massa.
Perkumpulan (asosiasi) peminat, perkumpulan profesi juga merupakan bentuk advokasi.
89
Renstra K/L sedang di daerah biasanya dianggarkan dalam APBD Provinsi dan APBD
Kabupaten/kota.
Dalam rangka menjamin pencapaian RAD-PG Kaltim 2014-2018, maka perlu dilakukan
kegiatan monitoring dan evaluasi. Monitoring difokuskan pada kegiatan yang sedang
dilaksanakan agar kelemahannya diketahui secara cepat dan bisa segera diantisipasi.
Sedangkan evaluasi dilakukan untuk melihat hasil yang dicapai dengan rencana target atau
standar yang telah ditentukan.
Selain itu dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi perlu pula menetapkan target
dan output yang ingin dicapai, siapa yang berperan, dan apa saja yang berperan, apa saja
input dan proses yang harus dilakukan
Untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi perlu ditetapkan target atau output yang
ingin dicapai, siapa saja yang berperan, apa saja input dan proses yang harus dilakukan.
Secara garis besar informasi ini diperoleh dari logical framework. Namun agar lebih terukur
dipilih beberapa indikator kinerja utama untuk setiap Peringkat Daerah yang terkait dengan
pencapaian RAD-PG dan akan terus dipantau pencapaiannya dalam kurun waktu tertentu.
Indikator diperoleh dengan memilih indikator kinerjanya yang berasal dari RPJMD maupun
Renstra Peringkat Daerah atau kegiatan lainnya yang relevan terhadap upaya perbaikan gizi
dan berkaitan dengan output dan outcome yang ingin dicapai. Indikator ini akan terus
dipantau dan dievaluasi sehingga dapat mendorong tercapainya output dan outcome dari
RAD-PG 2014-2018.
Tabel 4.1 Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) dan Komponen Menurut Kab/Kota
Tahun 2010 – 2015
IDG
KODE PROVINSI/KAB. /KOTA
2010 2011 2012 2013 2014 2015
6400 Kalimantan Timur 60,05 61,29 61,84 63,12 53,74 55,96
6401 Pasir 54,26 56,08 56,08 52,85 58,90 64,58
6402 Kutai Barat 52,78 47,77 53,70 49,15 63,49 62,36
6403 Kutai 46,73 45,81 46,04 45,86 52,91 53,41
6404 Kutai Timur 51,67 54,92 48,56 50,52 55,31 55,20
6405 Berau 46,40 49,53 50,34 50,48 49,20 47,09
6409 Penajam paser utara 64,45 63,69 63,98 61,74 49,42 49,92
90
6411 Mahakam Ulu 68,19 66,37
6471 Kota Balikpapan 66,39 58,62 68,94 67,83 65,82 66,29
6472 Kota Samarinda 62,25 57,49 55,60 56,79 70,67 73,60
6474 Kota Bontang 46,93 59,11 59,06 59,47 44,29 45,85
Sumber : Disduk, P3A IGG Tahun 2016
Tabel 4.2 Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Komponen Menurut Kab/Kota
Tahun 2010 - 2015
IPG
KODE PROVINSI/KAB. /KOTA
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Kalimantan Timur
Pasir 129.457 52 118.580 48 248.037 10 139 5
Kutai Barat 347.291 52 315.190 48 662.481 18 193 44
Kutai 112.732 53 98.780 47 211.512 13 100 10
Kutai Timur 83.184 53 74.901 47 158.085 16 190 4
Berau 226.459 54 189.094 46 415.553 18 134 1
Penajam paser utara 86.855 52 79.200 48 166.055 4 30 24
Mahakam Ulu 12.840 53 11.541 47 24.381 5 50 0
91
Kota Balikpapan 316.389 51 301.739 49 618.128 6 0 34
Kota Samarinda 392.130 51 371.599 49 763.729 10 0 59
Kota Bontang 90.664 52 83.106 48 173.770 3 0 15
92
BAB V
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
5.1 Pelaksanaan
Dalam rangka menjamin pencapaian RAD-PG 2014-2018, disamping menyelaraskan
informasi yang terkini terhadap pencapaian indikator serta target program kegiatan 2014-
2018 dilakukan juga kegiatan pemantauan dan evaluasi terhadap hasil RAD Pangan Gizi
tahun 2014-2018. Pemantauan difokuskan pada kegiatan yang sedang dilaksanakan agar
secepatnya dapat diketahui perkembangannya selama ini. Sedangkan evaluasi dilakukan
untuk melihat hasil yang dicapai dengan rencana target atau standar yang telah dite ntukan.
5.2 Tujuan
93
Tabel 5.1
Pelaksanaan dan Indikator Monitoring dan Evaluasi RAD-PG Kalimantan Timur
PILAR PENANGGUNG
INDIKATOR YANG DIMONITOR FREK MONEV
KEGIATAN JAWAB
Kepala Dinas
Perbaikan Gizi 1. Persentase kasus balita gizi buruk yang
Kesehatan Prov. 3-6 Bulan/Th
Masyarakat mendapatkan perawatan
Kaltim
2. Persentase balita yang ditimbang berat
badannya
3. Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan
mendapat ASI Eksklusif
4. Persentase rumah tangga mengkosumsi
garam beriodium
5. Persentase balita 6-59 bulan mendapat
kapsul Vitamin A
6. Persentase ibu hamil yang mendapatkan
Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 90
tablet selama masa kehamilan
7. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik
(KEK) yang mendapat makanan tambahan
8. Persentase balita kurus yang mendapat
makanan tambahan
9. Persentase remaja puteri mendapat TTD
10. Persentase ibu nifas mendapat kapsul
vitamin A
11.Persentase bayi yang baru lahir mendapat
IMD
12.Persentase bayi dengan berat badan lahir
rendah (berat badan <2500 gram)
13.Persentase balita mempunyai buku
KIA/KMS (K)
14.Persentase balita ditimbang yang naik
berat badannya
15.Persentase balita ditimbang yang tidak naik
berat badannya (T)
16. Persentase balita ditimbang yang tidak
naik berat badannya dua kali berturut-turut
(2T)
17. Persentase balita di Bawah Garis Merah
(BGM)
18. Persentase ibu hamil anemia
Kepala Dinas
Aksesibilitas Pangan Tanaman
3-6 Bulan / Tahun
Pangan Pangan dan
Hortikultura
1. Jumlah lumbung pangan yang
dikembangkan di daerah rawan pangan
94
PILAR PENANGGUNG
INDIKATOR YANG DIMONITOR FREK MONEV
KEGIATAN JAWAB
2. Penanganan daerah rawan pangan (desa)
3. Ketersediaan data desa rawan pangan
(jumlah Kab/kota)
4. Terlaksananya system Kewaspadaan
pangan dan Gizi (SKPG) diKabupaten/
kota
Dinas Pangan,
5. Cadangan Pangan Pemerintah (CPP)
Tanaman Pangan
Provinsi
dan Hortikultura
6. Jumlah lembaga distribusi pangan di
daerah produsen pangan (PUPM)
Gapoktan
7. Jumlah kab/Kota yang melakukan
pendataan dan informasi tentang distribusi,
harga dan akses pangan
8. Jumlah kab/kota memantau dan
pemantapan distribusi, harga, dan akses
pangan
9. Jumlah desa P2KP
10. Jumlah kab/kota yang melakukan promosi
penganekaragaman konsumsi dan
keamanan pangan
11. Jumlah desa tersedia tenaga /petugas
lapangan seperti penyuluh (pendamping
P2KP)
12. Jumlah kab/kota memantau dan pemantapan
penganekaragaman pangan dan keamanan pangan
13. Pengembangan kawasan sentra tanaman
pangan
14. Jumlah lumbung pangan yang
dikembangkan didaerah rawan pangan
(unit)
15. Penanganan daerah rawan pangan (jumlah
kab/kota)
16. Ketersediaan data desa rawan pangan
(jumlah kab/kota)
Dinas Peternakan
17. Jumlah produksi daging dan Kesehatan
Hewan
18. Jumlah produksi telur
95
PILAR PENANGGUNG
INDIKATOR YANG DIMONITOR FREK MONEV
KEGIATAN JAWAB
96
PILAR PENANGGUNG
INDIKATOR YANG DIMONITOR FREK MONEV
KEGIATAN JAWAB
Pengawasan
Kepala Balai
Mutu dan 1. Persentase Cakupan Pengawasan Sarana
Besar POM 3-6 Bulan/Th.
Keamanan Produksi
Kaltim
Pangan
2. Persentase Cakupan Pengawasan Sarana
Distribusi
3. Persentase Makanan yang Memenuhi
Syarat
4. Jumlah Komunitas yang diberdayakan
5. Jumlah Desa Pangan Aman (sebagai Pilot
Project)
6. Jumlah SKPD yang diadvokasi
7. Terlaksananya Bulan Keamanan Pangan
8. Jumlah Kader Keamanan Pangan yang
diberikan Bimbingan Teknis
9. Jumlah Komunitas yang diberikan
Bimbingan Teknis
10. Jumlah Komunitas Desa yang difasilitasi
penerapan Keamanan Pangan
11. Terlaksananya kegiatan Lomba
12. Jumlah pasar yang diintervensi menjadi
Pasar Aman dari Bahan Berbahaya (
sebagai Pilot Project)
13. Jumlah Kab/Kota yang memberikan
komitmen dan menerapkan peraturan
Kepala Badan POM terkait Industri Rumah
Tangga (IRTP)
14. Jumlah Perkara dengan tindak lanjut
penyidikan
Kadis Kelautan
15. Tersertifikasinya usaha Pembudidaya ikan
dan Perikanan
16. Persentase Cakupan Pengawasan Sarana
Distribusi
97
PILAR PENANGGUNG
INDIKATOR YANG DIMONITOR FREK MONEV
KEGIATAN JAWAB
penyidikan
23. Menurunnya hama penyakit ikan dan
meningkatkan mutu hasil budidaya serta
menunjang peningkatan produksi
perikanan budidaya Kaltim
24. Penerapan CCS untuk menjamin mutu dan
keamanan hasil perikanan (orang)
25. Penerapan GMP dan SSOP bagi UKM
sektor kelautan dan perikanan (unit)
26. Sosialisasi Gerakan Memasyarakatkan
Makan Ikan (Gemarikan) dan Lomba
Masak Serba Ikan
27. Keikutsertaan dalam Promosi/Pameran
Kepala Dinas
28. Jumlah sosialisasi Public Awareness Peternakan dan
Pangan Asal Hewan yang Aman, Sehat, Kesehatan
Utuh dan Halal (ASUH) Hewan Prov.
Kaltim
29. Jumlah Auditor Nomor Kontrol Veteriner
(NKV)
30. Jumlah usaha peternakan yang
bersertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV)
31. Jumlah Penyidik Pegawai Negeri Sipil
(PPNS) Peternakan
32. Jumlah peserta pelatihan pengolahan
produk olahan hasil peternakan
33. Peningkatan usaha yang bersertifikat
Nomor Kontrol Veteriner/NKV (%)
34. Penurunan kasus cemaran mikroba (%)
1. Prensentase rumah tangga melaksanakan
PHBS
2. Jumlah kabupaten / Kota melaksanakan
survey PHBS
3. Jumlah kabupaten / Kota yang
melaksanakan pengembangan Media
Perilaku Hidup PHBS Kepala Dinas
Bersih dan Kesehatan Prov. 3-6 Bulan/Th.
4. Jumlah Kabupaten / Kota yang
Sehat (PHBS) Kaltim
melaksanakan pengembangan SBH
5. Jumlah kabupaten / Kota yang membuat
rencana operasional peningkatan rumah
tangga ber PHBS
98
PILAR PENANGGUNG
INDIKATOR YANG DIMONITOR FREK MONEV
KEGIATAN JAWAB
5. Pembinaan kelompok pada untuk
pemantuan dan pemantapan
penganekaragaman pangan dan
keamanan pangan
6. Penguatan Tim Pangan dan Gizi
Kecamatan pada setiap Kabupaten
7. Revitalisasi Dewan Ketahanan Pangan
daerah
8. Penguatan Sistem Kewaspadaan Pangan
dan Gizi Daerah
9. Penguatan kapasitas tenaga Pembina
10. Pendataan Kerawanan Pangan
masyarakat
11. Pendataan Pola Pangan Harapan
12. Jumlah penelitian tentang pangan olahan
13. Jumlah penelitian tentang zat gizi mikro
14. Jumlah penelitian tentang pangan lokal
Tabel 5.2 Indikator untuk Evaluasi Pengembangan Ketahanan Pangan dan Gizi
DASAR
INDIKATOR 2014 2015 2016 2017 2018
TA 2013
PILAR I : GIZI MASYARAKAT
1. Persentase kasus balita gizi
buruk yang mendapatkan 100 100 100 100 100 100
perawatan
2. Persentase balita yang
47,07 51,34 51,7 53,75 74 80
ditimbang berat badannya
3. Persentase bayi usia kurang
dari 6 bulan mendapat ASI 58,3 66,2 65 70,96 44 47
Eksklusif
4. Persentase rumah tangga
mengkosumsi garam 97,7 97,65 94,53 98,71 95 95
beriodium
5. Persentase balita 6-59 bulan
61,04 64,7 67,3 72,32 80,7 85
mendapat kapsul Vitamin A
6. Persentase ibu hamil yang
mendapatkan Tablet Tambah
75,1 83,32 90 95
Darah (TTD) minimal 90 54,63 81,8
tablet selama masa kehamilan
7. Persentase ibu hamil Kurang
- 31,17 65 80
Energi Kronik (KEK) yang - -
99
DASAR
INDIKATOR 2014 2015 2016 2017 2018
TA 2013
mendapat makanan tambahan
8. Persentase balita kurus yang
15 15 39,06 37,75 80 85
mendapat makanan tambahan
9. Persentase remaja puteri
- 5,47 36 34
mendapat TTD - -
10. Persentase ibu nifas
87,95 93,31 84,4 85,65 90 95
mendapat kapsul vitamin A
11. Persentase bayi yang baru -
41,3 - 60,96 46,52 48,26
lahir mendapat IMD
12. Persentase bayi dengan berat
badan lahir rendah (berat - 4,04 9,4 8,9
- -
badan <2500 gram)
13. Persentase balita mempunyai
64,7 82,5 78,67 66,7 100 100
buku KIA/KMS (K)
14. Persentase balita ditimbang
62,76 63,55 77,5 74,8 78,1 79,2
yang naik berat badannya
15. Persentase balita ditimbang
yang tidak naik berat 17,55 21,4 25,4 25,2 21,9 20,8
badannya (T)
16. Persentase balita ditimbang
yang tidak naik berat
2,18 2,3 2,3 3,03 1,75 1
badannya dua kali berturut-
turut (2T)
17. Persentase balita di Bawah
1,19 1,1 0,83 0,8 0,47 0,17
Garis Merah (BGM)
18. Persentase ibu hamil anemia - - 25,66 10,7 30,24 29,12
PILAR II : AKSESIBILITAS
PANGAN
3. Ketersediaan data desa rawan 1 Provinsi 1 Provinsi 1 Provinsi 1 Provinsi 1 Provinsi 1 Provinsi
pangan (jumlah Kab/kota) 8 Kab 7 Kab 7 Kab 7 Kab 7 Kab 7 Kab
4. Terlaksananya system
Kewaspadaan pangan dan Gizi 10
3 Kab/Kota 9 Kab/Kota 9 Kab/Kota 9 Kab/Kota 10 Kab/Kota
(SKPG) di Kabupaten/ kota Kab/Kota
5. Cadangan Pangan Pemrintah 0 ton 123 ton 221 ton 212 ton 212 ton 250 ton
(CPP)
100
DASAR
INDIKATOR 2014 2015 2016 2017 2018
TA 2013
7. Jumlah kab/kota melakukan
pendataan dan informasi tentang
10
distribusi, harga dan akses 6 Kab/Kota 9 Kab/Kota 10 Kab/Kota 10 Kab/Kota 10 Kab/Kota
Kab/Kota
pangan
1 Provinsi
16. Ketersediaan data desa rawan 1 Provinsi 1 Provinsi 1 Provinsi 1 Provinsi 1 Provinsi
10
pangan (jumlah Kab/kota) 8 Kab/Kota 8 Kab/Kota 10 Kab/Kota 10 Kab/Kota 10 Kab/Kota
Kab/Kota
101
DASAR
INDIKATOR 2014 2015 2016 2017 2018
TA 2013
sapi potong
28. Peningkatan populasi ternak (%) :
- Sapi (%) 6% 5%
- Kerbau (%) 5% 3%
** ** **
- Kambing (%) 7% 6%
- Babi (%) 5% 5%
- Ayam Buras (%) 6% 6%
29. Peningkatan Produksi daging
** ** ** 3,3 % 3,3 %
(%)
30. Peningkatan Produksi telur (%) ** ** ** 3% 3%
31. Rehabilitasi Tanaman kakao
5.000 (ha) 1.750 1.250 1.250 1.000 1.250 1.250
1. Persentase Cakupan
100% 100% 100% 100%
Pengawasan Sarana Produksi
2. Persentase Cakupan
24.5% 25% 30% 30%
Pengawasan Sarana Distribusi
3. Persentase Makanan yang 86,10% 86,60% 87,10% 87,60%
102
DASAR
INDIKATOR 2014 2015 2016 2017 2018
TA 2013
Memenuhi Syarat
4. Jumlah Komunitas yang
9 12 15 18
diberdayakan
5. Jumlah Desa Pangan Aman
0 0 0 0 0 0
(sebagai Pilot Project)
6. Jumlah Perangkat Daerah
0 0 0 0 0 0
yang diadvokasi
7. Terlaksananya Bulan
0 0 1 1 0 1
Keamanan Pangan
8. Jumlah Kader Keamanan
Pangan yang diberikan 0 0 0 30 Orang 0 0
Bimbingan Teknis
9. Jumlah Komunitas yang
0 0 0 0 0 0
diberikan Bimbingan Teknis
10. Jumlah Komunitas Desa yang
difasilitasi penerapan 0 0 0 0 0 0
Keamanan Pangan
11. Terlaksananya kegiatan
0 0 0 0 0 0
Lomba
12. Jumlah pasar yang
diintervensi menjadi
Pasar Aman dari Bahan 1 2 3 4
Berbahaya (sebagai Pilot
Project)
13. Jumlah Kab/Kota yang
memberikan komitmen dan
menerapkan peraturan Kepala 4 6 8 10
Badan POM terkait Industri
Rumah Tangga (IRTP)
14. Jumlah Perkara dengan tindak
8 8 9 9
lanjut penyidikan
15. Tersertifikasinya usaha
50 50 50 50 - -
Pembudidaya ikan (unit)
16. Persentase Cakupan
24.5% 25% 30% 30%
Pengawasan Sarana Distribusi
17. Persentase Makanan yang
86,10% 86,60% 87,10% 87,60%
Memenuhi Syarat
18. Jumlah Komunitas yang
9 12 15 18
diberdayakan
19. Jumlah Kader Keamanan
Pangan yang diberikan 30 orang
Bimbingan Teknis
20. Jumlah pasar yang
diintervensi menjadi
Pasar Aman dari Bahan 1 2 3 4
Berbahaya (sebagai Pilot
Project)
21. Jumlah Kab/Kota yang
memberikan komitmen dan
menerapkan peraturan Kepala 4 6 8 10
Badan POM terkait Industri
Rumah Tangga (IRTP)
22. Jumlah Perkara dengan tindak 8 8 9 9
103
DASAR
INDIKATOR 2014 2015 2016 2017 2018
TA 2013
lanjut penyidikan
23. Menurunnya hama penyakit
ikan dan meningkatkan mutu
hasil budidaya serta
20 15 10 10 - -
menunjang peningkatan
produksi perikanan budidaya
Kaltim
24. Penerapan CCS untuk
menjamin mutu dan
20 Org 10 Org 10 Org 10 Org 10 Org 10 Org
keamanan hasil perikanan
(orang)
25. Penerapan GMP dan SSOP
bagi UKM sektor kelautan 3 Unit 3 Unit 3 Unit 3 Unit 3 Unit 3 Unit
dan perikanan (unit)
26. Sosialisasi Gerakan
Memasyarakatkan Makan
3 Kali 2 Kali 2 Kali 2 Kali 2 Kali 2 Kali
Ikan (Gemarikan) dan Lomba
Masak Serba Ikan
27. Keikutsertaan dalam
1 Kali 1 Kali 1 Kali 1 Kali 1 Kali 1 Kali
Promosi/Pameran
28. Jumlah sosialisasi Public
Awareness Pangan Asal 3 Kali 3 Kali 3 Kali
3 Kali * *
Hewan yang Aman, Sehat,
Utuh dan Halal (ASUH)
29. Jumlah Auditor Nomor
5 Auditor 1 Auditor 1 Auditor 1 Auditor * *
Kontrol Veteriner (NKV)
30. Jumlah usaha peternakan yang
11 Unit 5 Unit 5 Unit 5 Unit
bersertifikat Nomor Kontrol Usaha
* *
Usaha Usaha Usaha
Veteriner (NKV)
31. Jumlah Penyidik Pegawai
Negeri Sipil (PPNS) 5 PPNS - - 1 PPNS * *
Peternakan
32. Jumlah peserta pelatihan
pengolahan produk olahan 25 Orang 25 Orang 25 Orang 25 Orang * *
hasil peternakan
33. Peningkatan usaha yang
bersertifikat Nomor Kontrol ** ** ** 2 1
Veteriner/NKV (%)
34. Penurunan kasus cemaran
** ** ** 25 2
mikroba (%)
PILAR IV : PHBS
1. Persentase rumah tangga
melaksanakan PHBS 55,7 20 30 40 50 65
104
DASAR
INDIKATOR 2014 2015 2016 2017 2018
TA 2013
5. Jumlah kab/kota yang membuat
rencana operasional peningkatan
10 10 10 10 10 10
rumah tangga ber PHBS
PILAR V : KELEMBAGAAN
PANGAN DAN GIZI
1. Pembinaan kelompok desa
mandiri pangan yang 2 Kali/ 2 Kali/
1 Kali/ Thn 3 Kali/Thn 3 Kali/Thn 3 Kali/Thn
dikembangkan (desa) Thn Thn
11. Pendataan Pola Pangan Harapan 1 Prov. 1 Prov. 1 Prov. 1 Prov. 1 Prov.
1 Prov.
8 KK 8 KK 8 KK 8 KK 8 KK
12. Jumlah penelitian tentang pangan
olahan
- - 1 2 2 3
Catatan : * (Tidak dilaksakan karena indikator berubah pada tahun 2017-2018 sesuai SOTK baru)
** (Tidak dilaksanakan karena indikator baru)
105
BAB VI
PENUTUP
Dokumen RAD-PG Provinsi Kalimantan Timur 2014 – 2018 ini telah disusun melalui
proses partisipatif dan diskusi yang mendalam bersama Perangkat Daerah terkait, dengan
demikian dokumen ini dapat dikatakan kesepakatan perencanaan di bidang pangan dan gizi.
Permasalahan pangan dan gizi dan pembangunan ketahanan pangan dan gizi bersifat
multisektor, maka dalam rencana dan implementasi RAD-PG diperlukan koordinasi dan
integrasi serta sinergitas antar kegiatan dan pemangku kepentingan.
Perbaikan data dan informasi yang tertuang dalam dokumen RAD-PG ini akan
dilakukan secara berkala dengan memperhatikan perkembangan kondisi yang ada.
Diharapkan dokumen RAD-PG ini dapat dijadikan sebagai acuan bagi provinsi dalam
perencanaan dan pelaksanaan program dan kegiatan untuk mewujudkan tujuan memperkuat
ketahanan pangan dan gizi provinsi Kalimantan Timur. Selain itu juga dokumen ini dapat
menjadi pedoman & acuan bagi Kabupaten/Kota untuk segera menyusun Rencana Aksi
Daerah Pangan & Gizi (RAD-PG).
106